Vous êtes sur la page 1sur 71

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tingginya angka kelahiran di Indonesia merupakan salah satu

masalah besar dan memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak No. 4

di dunia, yaitu 258 juta jiwa. Di antara negara ASEAN. Indonesia

menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak dengan jumlah

wilayah terbesar, jauh di atas sembilan negara anggota lain. Dengan

angka fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) 2,8. Angka ini berada di

atas rata-rata TFR negara ASEAN yaitu 2,4 (Kemenkes, 2017)

Jumlah penduduk di Provinsi Daerah Istimewah Yogyakarta dalam

lima tahun terakhir yaitu tahun 2011 sebesar 3.510.000 jiwa, tahun 2012

diperoleh 3.553.500 jiwa, tahun 2013 sebesar 3.594.900 jiwa, 2014

sebesar 3.637.100, dan 2015 diperoleh 3.679.200 jiwa. Dampak dari laju

pertumbuhan dan jumlah penduduk yaitu sebagian besar penduduk tidak

mendapatkan layanan kesehatan sehingga kualitas kesehatan menurun.

Untuk mengatasi masalah perkembangan penduduk diperlukan peraturan

dan kebijakan pemerintah melalui program keluarga berencana yang

dikelola Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN, 2015).

Salah satu dampak yang akan terjadi jika penduduk melebihi batas

normal, dengan kata lain pertumbuhanya masih tinggi, di antaranya

1
2

adalah angka kemiskinan meningkat, angka kesehatan masyarakat

menurun, angka pengangguran meningkat, angka kecukupan gizi

menurun, ketersediaan pangan sulit serta pemerintah harus membuat

kebijakan yang rumit dan masih banyak masalah-masalah lainnya,

sehingga diperlukan suatu usaha untuk menekan laju pertumbuhan

penduduk, demi mencapai keluarga kecil sejahtera (Manuaba, 2012).

Berbagai usaha yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi

masalah pertumbuhan penduduk yang sudah terlalu pesat. Salah satu

upaya yang dilakukan adalah membuat Undang-undang No.1 Tahun

1974 tentang perkawinan dan diberlakukannya program keluarga

berencana menurut UU No. 10 tahun 1992 (tentang perkembangan

kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera). Program ini

merupakan salah satu program pemerintah yang mempunyai tujuan

dalam meningkatkan kepedulian dan juga peran serta dari masyarakat

dengan melakukan suatu pendewasaan usia perkawinan dan mengatur

kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta meningkatkan

kesejahteraan keluarga, membantu mewujudkan keluarga kecil, bahagia

sejahtera, untuk mencegah terjadinya kehamilan, bisa dengan

menggunakan alat kontrasepsi (Manuaba, 2012).

Menurut data kesehatan dunia WHO (World Health Organization)

menjelaskan bahwa terjadi peningkatan angka penggunaan alat

kontrasepsi terutama kontrasepsi yang mempunyai efektifitas jangka

panjang seperti implant dan IUD tahun 2011 jumlah pengguna IUD
3

sebanyak 35,7 % meningkat pada tahun 2012 sebanyak 39,13 %,

sedangkan implant tahun 2011 sebanyak 23,4 % meningkat pada tahun

2012 sebanyak 26,17 % (WHO, 2013).

Namun di Indonesia tahun 2014 penggunaan alat kontrasepsi yang

tertinggi adalah KB suntik 45,29 %, pil 26,15%, implant 13,99 %,

kondom 5,29 %, IUD 7,38 %, MOW 1,47 %, MOP 0,26 % . (BKKBN,

2014). Tahun 2015 sejumlah 35.276.105 jiwa dengan pembagian dari

beberapa alat kotrasepsi yaitu metode kontrasepsi yang tertinggi yaitu

metode kontrasepsi suntik sebanyak 16.533.106 (46,87%), dan metode

kontrasepsi pil sebanyak 8.655.210 (24,54%) IUD sebanyak 4.025.642

(11,41%), metode kontrasepsi implant sebanyak 3.439.453 (9,75%),

metode kontrasepsi MOW sebanyak 1.241.758 (3,52%), metode

kontrasepsi kondom sebanyak 1.136.810 (3,22%), metode kontrasepsi

MOP sebanyak 244.126 (0,69%) (BKKBN, 2015).

Dari data di atas penggunaan metode kontrasepsi yang tertinggi yaitu

metode kontrasepsi suntik sebanyak 16.533.106 (46,87%), dan metode

kontrasepsi pil sebanyak 8.655.210 (24,54%) IUD sebanyak 4.025.642

(11,41%). Tertarik menggunakan kontrasepsi IUD karena merupakan

salah satu jenis kontrasepsi jangka panjang Intra Uterine Device (IUD)

dan memiliki efektivitas yang tinggi (97-99%), yaitu pemakaian IUD

dengan sekali pemasangan untuk jangka waktu yang lama hingga 8

tahun (Wiknjosastro, 2011).


4

Di wilayah Daerah Istimewah Yogyakarta tercatat sejumlah akseptor

KB aktif 427.078 peserta, uraian peserta KB aktif yaitu MOP 3,418

(0,8%), MOW 19,463 (4,5%) peserta, implant 31,995 (7,5%) peserta,

kondom 28,385 (6,6%) peserta, pil 44,688 (10,4%) peserta, IUD 101,694

(23,8%) peserta, dan suntik 198,333 (46,3%) peserta (Dinkes DIY,2016).

Kota Yogyakarta memiliki 5 kabupaten yaitu dengan pengguna KB

IUD Kulon Progo 13.563 jiwa (25,6%), Bantul 29.301 jiwa (24.1%),

Gunung Kidul 14.132 (427,3%), Sleman 33.313 jiwa (26,4%), dan Kota

Yogyakarta 11.385 jiwa (31.5%) Peserta KB aktif menurut Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) (Profil Kesehatan Kab/Kota DIY

Tahun 2016).

Penggunaan KB IUD di Sleman peserta KB aktif pada tahun 2016

pemakaian KB menurut MKJP yaitu IUD yang paling tertinggi yaitu

33,313 jiwa (26,4), MOP sebanyak 790 (0,6), MOW sebanyak 5,783

(4,6), implan sebanyak 7,207 (5,7). Menurut Non MKJP yaitu kondom

sebanyak 9,096 (11,5), suntik sebanyak 58,520 (46,5), pil sebanyak

11,239 (14,3), obat vagina sebanyak 0,0 (0,0), lainnya 0 (0%), jumlah

sebanyak 78,855 (62,6). MKJP +Non MKJP 125,948 (100,0%) (Profil

Kesehatan Kab/Kota DIY 2016).

Pengetahuan mengenai KB sangat penting untuk dimiliki oleh

akseptor dalam memilih alat kontrasepsi yang akan dipergunakan karena

pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

perilaku seseorang. “apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi


5

perilaku melalui proses dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan

sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long

lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan

dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoadmodjo, 2012)

Sikap dalam memilih kontrasepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor

dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor-faktor yang dimaksud 1)

faktor pasangan (motivasi dan rehabilitasi) yang terdiri dari : umur gaya

hidup, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman. 2) faktor kesehatan

(kontraindikasi absolut atau relative) : status kesehatan, riwayat haid,

riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan panggul. 3) faktor

metode kontrasepsi (penerimaan dan pemakaian berkesinambungan),

meliputi: efektifitas, efek samping, kerugian, komplikasi dan biaya

(Hanafi, 2011).

Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Depok I Sleman

Yogyakarta Tanggal 1 Maret 2018 diketahui bahwa jumlah akseptor KB

mulai tahun 2016 di Puskesmas Depok I Sleman tercatat 347 orang, dari

data yang didapatkan penggunaan kontrasepsi IUD di Puskesmas Depok

I Sleman dari bulan Januari-Maret adalah 39 pasangan usia subur.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 2 Maret 2018 di

Puskesmas Depok 1 Sleman. dengan 10 orang pasangan usia subur yang

menggunakan kontrasepsi IUD, empat diantaranya yang mengetahui

tentang IUD. Hal ini ditunjukan mereka dapat menyebutkan efek

samping, kontraindikasi, kerugian dan keuntungan. Sedangkan enam


6

lainnya tidak paham tentang IUD dikarenakan mereka belum

mendapatkan informasi mengenai KB IUD. Kurangnya pengetahuan

pada ibu-ibu mempengaruhi sikap terhadap tindakan dalam pemasangan

IUD. Dari keadaan tersebut belum ada keinginan ibu-ibu untuk

melakukan pemasangan KB IUD.

Terkait dengan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul “ Hubungan tingkat pengetahuan

tentang alat kontrasepsi IUD dengan sikap dalam memilih kontrasepsi

IUD pada PUS di Puskesmas Depok 1 Sleman”.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang

di atas, maka rumusan penelitian adalah “Apakah ada hubungan tingkat

pengetahuan tentang alat kontrasepsi IUD dengan sikap dalam memilih alat

kontrasepsi IUD pada PUS di Puskesmas Depok 1 Sleman”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan tingkat pengetahuan tentang alat kontasepsi IUD

dengan sikap dalam memilih alat kontasepsi IUD pada PUS di

Puskesmas Depok 1 Sleman.

2. Tujuan khusus

a. Diketahui tingkat pengetahuan pasangan usia subur tentang alat

kontrasepsi IUD.di Puskesmas Depok 1 Sleman .


7

b. Diketahui sikap pasangan usia subur dalam memilih alat kontrasepsi

IUD di Puskesmas Depok 1 Sleman.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

menambah wawasan penelitian di bidang keluarga berencana khususnya

mengenai pengetahuan pasangan usia subur tentang alat kontasepsi IUD

sehingga dapat dijadikan landasan bagi penelitian-penelitian sajenis.

2. Manfaat praktis

a. Bagi petugas kesehatan di Puskesmas Depok 1

Sebagai masukan bagi PUS untuk memberikan pelayanan kepada

pelayanan kesehatan, khususnya dalam memberikan KIA tentang alat

kontrasepsi IUD kepada pasangan usia subur agar menambah minat

masyarakat untuk menggunakan kontrasepsi IUD.

b. Bagi pasangan usia subur di Puskesmas Depok 1

Memberikan motivasi bagi pasangan usia subur untuk menggunakan

alat kontrasepsi IUD karena kontasepsi IUD adalah satu kontrasepsi

jangka panjang yang sangat efektif.

c. Bagi perawat maternitas di Puskesmas Depok 1

sebagai tambahan informasi dan wawasan ilmu pengetahuan bagi

mahasiswa keperawatan dalam hubungan tingkat pengetahuan

mengenai sikap dalam memilih alat kontrasepsi IUD.


8

d. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai referensi/informasi

untuk peneliti selanjutnya dengan metode yang berbeda agar dapat

menjadi acuan materi perbandingan dimasa yang akan datang.

E. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai “Hubungan tingkat pengetahuan tentang alat

kontasepsi IUD dengan sikap dalam memilih alat kontrasepsi IUD pada PUS

di Puskesmas Depok 1 Sleman”. Beberapa penelitian terdahulu yang dapat

menjadi sumber penelitian sebelumnya antara lain:

1. Hasanah, F (2013), “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan

tentang Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada wanita Usia Subur

dengan Pengunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni 1

Tahun 2013” dengan jenis penelitian deskripstif korelatif dengan

pendekatan crossectional. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan

yang segnifikan antara tingkat pendidikan dengan pengunaan MKJP

dengan 10,000 dan 10,028 yang berarti bahwa ada hubungan yang

signifikan dengan pengetahuan pasangan usia subur dengan

menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang. Perbedaan penelitian

sekarang dengan penelitian sebelumnya terletak pada; Hubungan Tingkat

Pengetahuan Tentang Kontrasepsi IUD dengan Sikap Dalam Memilih

Kontrasepsi IUD Pada WUS di Puskesmas Depok 1 dan rancangan

penelitian ini menggunakan metode Non Eksperiment dengan pendekatan

crossectional.
9

2. Subekti, N (2012), “Tingkat Pengetahuan Akseptor KB AKDR (Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim) tentang AKDR di BPS Yayuk Desy Desa

Jeblogan Kecematan Paron Kabupaten Ngawi tahun 2012”. Metode

yang digunakan adalah deskriptif korelatif, jumlah sampel sebanyak 31

responden, dengan tehnik pengambilan sampel tehnik total sampling.

Hasil penelitian terhadap 31 responden terdapat 3 responden (9,67%)

berpengetahuan baik, 26 responden (83,87%) berpengetahuan cukup, dan

2 responden (6,46%) berpengetahuan kurang. Perbedaan penelitian

sekarang dengan penelitian sebelumnya terletak pada judul penelitian

dan metode penelitian. Judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang

Kontrasepsi IUD Dengan Sikap Dalam Memilih Kontrasepsi IUD Pada

WUS di Puskesmas Depok 1 Sleman dan rancangan penelitian

menggunakan pra eksperiment dengan pendekatan waktu crossectional.

3. Hanyani, D (2008), “Faktor-faktor yang mempengaruhi Akseptor KB

dalam Pemilihan Pengunaan Jenis Kontrsepsi IUD di Kelurahan

Prenggan, Kecamatan Kota Gede Tahun 2008”. Jenis penelitian ini

adalah dekriptif analitik dengan pendekatan Cross sectional. Hasil

penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh antara faktor pendidikan,

ekonomi. Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya

terletak pada judul dan rancangan penelitian. Judul penelitian sekarang

Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kontrasepsi IUD Dengan Sikap

Dalam Memilih Kontrasepsi IUD Pada WUS di Puskesmas Depok 1


10

Sleman. Rancangan penelitian ini menggunakan metode pra eksperiment

dengan pendekatan waktu crossectional.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan

1. Konsep Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui panca indra manusia

yakni penglihatan, penginderaan, penciuman, rasa dan raba dengan

sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap

objek. Sebagian besar pengetahuan manusia memperoleh melalui mata

dan telinga (Wawan dan Dewi, 2011).

2. Tingkat pengetahuan di dalam kognitif

Menurut Lorin Anderson Krahwohl dalam teori Taksonomi Bloom

Tingkat pengetahuan mencakup dimensi proses kognitif mempunyai 6

tingkatan, yaitu:

a. Mengingat (remember), diartikan sebagai mengingat suatu materi

yang telah dipelajari sebelumnya, meningat kembali (recall)

termasuk terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan atau

rangangan yang telah diterima.

b. Memahami (understand), diartikan sebagai seluruh kemampuan

memahami jika mereka dapat mengkontruksi makna dari pesan-

pesan pembelajaran baik dalam bentuk lisan, tertulis, grafik, gambar


12

yang disampaikan melalui pengajaran, penyajian dalam baku,

maupun penyajian dalam layar komputer.

c. Pengaplikasikan (application), diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.

d. Menganalisis (analysis), adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-

komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut,

dan masih ada kaitanya satu sama lain.

e. Mengevaluasi (evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek.

f. Mencipta (creat), proses menyusun atau kesatuan yang koheren dan

fungsional. Dan membuat suatu pola atau struktur yang belum ada

atau tidak pernah diprediksi sebelumnya. Ini mengharuskan adanya

suatu pola dari tuntunan-tuntunan atau batasan-batasan yang telah

ditentukan dalam suatu pengajaran, pelajaran atau batasan-batasan

yang terjadi dalam situasi tertentu.

3. Proses adopsi perilaku

Penelitian teori Rngers dalam Wawan dan Dewi (2011),

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di

dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Kesadaran (awarenes), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahuai terlebih dahulu terhadap stumulus.


13

b. Merasa tertarik (Interest), terhadap stimulus atau objek tersebut.

c. Evaluasi (evaluation), menimbang-nimbang terhadap baik atau

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap

responden sudah lebih baik lagi.

d. Mencoba (trial), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adopsi (adoption), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan.

Menurut Erfandi (2010), Faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang antara lain:

a. Pendidikan, berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan

untuk mendapatkan informasi, misalnya hal-hal yang menunjang

kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB

Mantra yang dikutip Notoatmodjo, dalam Wawan dan Dewi (2011),

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang, termasuk juga perilaku

seseorang akan pola hidup, terutama dalam memotivasi untuk sikap

berperan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.


14

b. Pekerjaan, lingkungan pekerjaan dapat dijadikan seseorang

memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung

maupun secara tidak langsung.

c. Umur, umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan

spikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik meliputi: perubahan

ukur, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, timbulnya ciri-ciri

baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek

psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan

dewasa.

d. Minat, sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan

menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang

lebih mendalam.

e. Pengalaman, adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

dalam berinteraksi dengan lingkunganya. Ada kecenderugan

pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk

melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut

menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang

sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan

akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupanya.

f. Kebudayaan lingkungan sekitar, kebudayaan dimana kita hidup dan

di besarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap

kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya menjaga


15

kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya

mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan,

karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap

pribadi atau sikap seseorang (Wawan dan Dewi, 2011)

g. Informasi, kemudahan dalam suatu informasi dapat membantu

mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru.

5. Kategori Mengukur Pengetahuan

Menurut Arikunto (2011), yang dikutip dalam bukunya Wawan dan

Dewi (2011), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1) Kategori baik yaitu menjawab benar 77%-100% dari yang

diharapkan.

2) Kategori cukup yaitu menjawab benar 575-76% dari yang

diharapkan.

3) Kategori kurang yaitu menjawab benar <56% dari yang diharapkan.

B. Konsep Sikap

1. Pengertian sikap

Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap

suatu stimulasi atau objek. Sikap adalah kondisi mental dan neural yang

diperoleh dari pengalaman, yang mengarahkan dan secara dinamis

mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua objek dan situasi

yang terkait (Wawan dan Dewi, 2011).


16

2. Komponen sikap

Wawan dan Dewi (2011), menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3

komponen utama yaitu.

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh (total attitude). Menjelaskan sikap memiliki tiga

komponen yang membentuk struktur sikap saling menunjang yaitu:

komponen kognitif, komponen afektif, komponen konatif.

d. Komponen kognitif, yaitu komponen yang berkaitan dengan

pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan

dengan bagaimana orang mempersepsi tehadap objek sikap.

a. Komponen afektif, (komponen emosional), yaitu komponen yang

berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek

sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedang rasa tidak

senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukan arah

sikap, yaitu positif dan negatif.

b. Komponen konatif, yaitu komponen yang berhubungan dengan

kecenderungan untuk bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini

menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya

kecenderungan bertindak atau berperilaku.


17

Menurut Wawan dan Dewi (2011), sikap dikaitkan dengan

pendidikan berarti sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi

pendidikan yang diberikan. Seperti halnya pengetahuan sikap yang

terdiri dari berbagai tingkat yaitu:

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan, misalnya sikap wanita usia subur terhadap pemilihan

kontrasepsi IUD.

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan tugas yang

diberikan adalah indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain utnuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan

orang lain terhadap suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat III,

misalnya seorang wanita usia subur mengajak wanita usia subur lain

untuk memilih kontrasepsi IUD

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesutau yang telah dipilihkan dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.


18

3. Karakteristik sistem sikap

Karakteristik sistem sikap, baik yang dimiliki sebelum maupun

sesudah terbentuknya sikap tersebut, mempengaruhi pembentukan sikap

tertentu (Wawan dan Dewi M., 2011). Karakteristik itu meliputi:

1) Sikap ekstrem (extremeness).

Sikap yang ekstrem sulit berubah, baik dalam perubahan kongruen

maupun inkongruen (perubahan yang kongruen adalah perubahan

yang searah, yakni bertambahnya derajat kepositifan atau kenegatifan

dari sikap semula; sedangkan perubahan sikap inkongruen adalah

perubahan sikap kearah yang berlawanan, misalnya sikap yang

semula negatif menjadi positif, atau sebaliknya).

2) Makin ekstrem suatu sikap, makin sediki terjadi perubahan.

Sikap yang eksterm lebih sulit diubah secara inkongruen daripada

secara kongruen.

3) Multipleksitas (multiplexity)

Sikap yang berkaraksteristik mltifleks mudah berubah secara

kongruen, namun sulit berubah secara inkongruen. Sebaliknya, sikap

yang simpel mudah berubah secara inkongruen, namun sulit berubah

secara kongruen.

4) Konsisten (consistency)

Sikap yang konsisten cenderung menunjukan sikap yang stabil,

karena komponen saling mendukung satu sama lain. Ini akan mudah
19

diubah ke arah inkongruen. Sebaliknya, sikap yang tidak konsisten

lebih mudah diubah ke arah kongruen.

5) Interonnectedness.

Interonnectedness adalah suatu sikap dengan sikap lain dalam suatu

kluster. Sikap yang mempunyai kadar tinggi sulit diubah ke arah

inkongruen. Sabaliknya, lebih mudah diubah ke arah kongruen.

6) Konsonan (consonance)

Sikap yang saling berderajat selaras akan lebih cenderung

membentuk suatu kluster. Kluster tersebut cenderung pula memiliki

derajat saling keterhubungan. Sikap demikian tersebut sebagai sikap

yang berkarakteristik konsonan dalam suatu gugus sikap. Sikap yang

berderajat konsonan tinggi akan mudah mengalami perubahan pada

jenis yang kongruen.

7) Kekuatan dengan jumlah keinginan yang menyebabkan munculnya

suatu sikap tertentu (strength and number of wants served by the

attitude).

Dapat berubah tidaknya sikap seseorang ditentukan oleh kekuatan

dan ragam-ragamnya. Sikap yang memiliki kekuatan dan

keanekaragaman keinginan yang akan dipuaskan disebut sikap yang

“multiservice”. Sikap multiservice ini sangat dihargai dan diharapkan

oleh seseorang. Sikap yang memiliki kekuatan dan keanekaragaman

keinginan untuk dipuaskan tersebut, sukar berubah pada jenis yang

inkongruen. Namun, pada perubahan yang kongruen mudah.


20

8) Pemusatan nilai-nilai yang berhubungan dengan sikap yang dimiliki

(centrality of the value to which the attitude is related).

Sikap seseorang yang berakar pada nilai meskipun ditukarkan

alasan-alasan persuasif dan didukung oleh kenyataan yang kukuh-

tetap sulit untuk diubah, kecuali dengan cara merubah nilai (konsep

tentang “baik” yang dianutnya). Sebaliknya, semakin setia seseorang

terhadap nilai yang mendasar sebagai sikapnya, semakin mudah

berubah pada jenis perubahan yang kongruen.

4. Fungsi dan sumber sikap

Menurut Katz (Wawan dan Dewi M., 2011), sikap mempunyai

empat fungsi, yaitu:

a. Fungsi instrumental

Sikap yang dipengang karena alasan praktis atau manfaat dikatakan

memiliki fungsi instrumental. Sikap ini semata-mata

mengekspresikan keadaan spesifik keinginan umum kita untuk

mendapatkan manfaat atau hadiah dan menghindari hukuman.

b. Fungsi pertahanan ego

Sikap yang melindungi dari kecemasan atau ancaman bagi harga diri

dikatakan memiliki fungsi pertahanan ego. Konsep pertahanan ego

berasal dari teori psikonalisis frend. Salah satu mekanisme

pertahanan ego yang dijelaskan dengan Frued adalah proyeksi:

individu merepresi implus yang tidak dapat diterima kemudian


21

mengekpresikan sikap bermusuhan kepada orang lain yang dirasakan

memiliki impuls yang sama.

c. Fungsi nilai-ekspresif

Sikap yang mengekspresikan nilai-nilai atau mencerminkan konsep

diri dikatakan memiliki fungsi nilai-ekspresif. Karena sikap nilai-

ekspresif berasal dari nilai atau konsep dasar seseorang, mereka

cenderung konsisten satu sama lain.

d. Fungsi pengetahuan

Sikap yang membantu memahami dunia, yang membawah

keteraturan bagi berbagai informasi yang harus kita asimilasikan

dalam kehidupan sehari-hari, dikatakan memiliki fungsi pengetahuan.

Sikap tersebut adalah skema penting yang memungkinkan kita

mengorganisasi dan mengolah berbagai informasi secara efisien

tanpa harus memperhatikan detailnya.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2011), beberapa faktor yang mempengaruhi

pemilihan IUD yaitu:

1. Faktor Internal

a. Pengalaman

Orang yang pernah memakai metode KB IUD, kemudian

mengalami efek samping yang dirasa mengganggu atau

menyebabkan rasa tidak enak/kurang menyenangkan maka


22

kemungkinan akan mengalihkan metode kotrasepsi IUD yang

digunakan ke metode KB lainnya.

b. Takut terhadap efek samping

Ketakutan akan keluarnya (ekspulsi) material IUD dari

rahim/jalan lahir. Hal ini terjadi biasanya pada waktu haid,

disebabkan ukuran IUD yang terlalu kecil. Ekspulsi ini juga

dipengaruhi oleh jenis bahan yang dipakai. Makin elastis sifatnya

makin besar kemungkinan terjadi ekspulsi. Sedangkan jika

permukaan IUD yang bersentuhan dengan rahim (cavum uterin)

cukup besar, kemungkinan terjadi ekspulsi kecil. Ketakutan juga

dapat terjadi akibat pengalaman individual orang lain yang

mengalami nyeri dan pendarahan (spotting) terjadi setelah

pemasangan IUD biasanya menghilang 1-2 hari.

c. Pengetahuan dan pengalaman yang salah tentang IUD

Kurangnya pada calon akseptor sangat mempengaruhi terhadap

pemakaian kontrasepsi IUD. Dari beberapa temuan fakta

memberikan implikasi program, yaitu manakala pengetahuan dari

wanita kurang maka pengunaan kontrasepsi terutama IUD juga

menurun. Jika hanya sasaran pada wanita saja yang selalu

diberikan informasi, sementara para suami kurang pembinaan dan

pendekatan, suami kadang melarang istrinya karena faktor

ketidaktahuan dan tidak ada komunikasi untuk saling

memberikan pengetahuan.
23

d. Pendidikan PUS yang rendah

Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan

pasangan suami-istri yang rendah akan menyulitkan proses

pembelajaran dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan

tentang IUD juga terbatas.

e. Malu dan risih

Perasaan malas atau risih karena harus memeriksa posisi benang

IUD dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus

memasukkan jarinya kedalam vagina, sebagian perempuan tidak

mau melakukan ini.

f. Persepsi tentang IUD

Persepsi tersebut inti komunikasi, karena jika persepsi seseorang

tidak akurat, seseorang tidak mungkin berkomunikasi dengan

efektif. Persepsilah yang menentukan seseorang untuk memilih

suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain.

2. Faktor eksternal

a. Prosedur pemasangan IUD yang rumit

Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam

pemasangan IUD seringkali menimbulkan perasaan takut selama

pemasangan.
24

b. Sosial budaya dan ekonomi

Tingkat ekonomi mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal

ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi

yang perlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan.

Walaupun jika dihitung dari segi ekonomis, kontrasepsi IUD

lebih murah dari KB suntik atau pil, tetapi kadang orang

melihatnya dari beberapa biaya yang harus dikeluarkan untuk

sekali pasang.

c. Pekerjaan

Wanita yang bekerja, terutama pekerjaan yang melibatkan

aktivitas fisik yang tinggi seperti bersepeda angin, berjalan, naik

turun tangga atau sejenisnya, kemungkinan salah akan persepsi

untuk mengunakan metode IUD dengan alasan takut lepas

(ekspulsi), khawatir mengganggu pekerjaan atau menimbulkan

nyeri saat bekerja. Pekerjaan formal kadang-kadang dijadikan

alasan seseorang untuk tidak menggunakan kontrasepsi, karena

tidak sempat atau tidak ada waktu ke pusat pelayanan

kontrasepsi.

6. Sikap dalam memilih kontrasepsi IUD

Menurut Sullisyawati (2011), Sikap dalam memilih kontrasepsi

dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam memilih metode kontrasepsi

yaitu:
25

a. Faktor pasangan (motivasi dan rehabilitasi) yaitu: umur, gaya hidup,

jumlah kelurga yang diinginkan, pengalaman.

b. Faktor kesehatan (kontraindikasi) yaitu: status kesehatan, riwayat

haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan panggul.

c. Faktor metode kontrasepsi (penerimaan atau pemakaian) yaitu:

efektifitas, efek samping, kerugian, komplikasi, dan biaya.

7. Pembentukan sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2011), sikap dibentuk melalui empat

macam pembelajaran sebagai sikap :

a. Pengkondisian klasik (classcal conditioning)

Proses pembelajaran dapat terjadi ketika suatu stimulus rangsangan

slalu diikuti oleh stimulus rangsangan yang lain, sehingga rangsangan

yang pertama menjadi suatu isyarat bagi rangsangan yang kedua.

b. Pengkondisian instrumental (instrumental condidtioning).

Proses pembelajaran terjadi ketika suatu perilaku mendatangkan hasil

yang menyenangkan bagi seseorang, maka perilaku tersebut akan

diulangi kembali. Sebaliknya, bila perilaku mendatangkan hasil yang

tidak menyenangkan bagi seseorang, maka perilaku tersebut tidak

akan diulangi lagi atau dihindari.

c. Belajar melalui pengamatan

Proses pembelajaran dengan cara mengamati perilaku orang lain,

kemudian dijadikan sebagai contoh berperilaku serupa. Banyak


26

perilaku yang dilakukan seseorang hanya karena mengamati

perbuatan orang lain.

d. Perbandingan sosial (sosial comparison)

Proses pembelajaran dengan perbandingan orang lain untuk

mengecek apakah perbandigan kita mengenai suatu hal adalah benar

atau salah disebut perbandingan sosial.

C. Konsep PUS (Pasangan Usia Subur)

Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan

(laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih

organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan

perempuan usia subur yang berstatus janda atau cerai. Pada masa ini

pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan reprduksinya

yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga

jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan

kualitas reproduksi dan kualitas generasi yang akan datang (Arum dan

Sujiyatini, 2011).

Menurut marmi (2015), pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada

pasangan usia subur yaitu:

1. Pelayanan Kesehatan pada Catin.

Pelayanan yang diberikan yaitu:

a) Pemeriksaan kesehatan kedua catin, agar salah satu/kedua catin

tersebut menderita penyakit dapat diketahui sebelumnya.


27

b) Apabila ternyata sakit agar segera berobat,sehingga pada saat

pernikahan kedua catin benar-benar dalam keadaan sehat.

c) Penjelasan tentang kesehatan dalam perkawinan, terutama yang

berkaitan dengan kehamilan, persalinan, masa nifas dan KB.

Misalnya anemia pada waktu hamil yang berdampak pada ibu dan

bayinya.

d) Pemberiaan imunisasi TT pada catin perempuan untuk mencegah

tetanus pada bayi yang akan dilahirkannya.

e) Memberikan pengetahuan bagaimana sikap seorang PUS ini harus

sesuai dengan kodratnya, tidak sama dengan sebelum dia menikah,

atau masih gadis. Dia harus mampu melayani suaminya, bukan

kebutuhan bathiniah saja tapi rohaniah dan yang lainnya juga.

f) Apabila seorang wanita datang untuk memakai KB maka bidannya

harus menanyakan apakah suaminya setuju dengan ia memakai KB.

Bila perlu si wanita tadi datang bersama suaminya, jadi suaminya

juga ikut dalam menentukan kontrasepsi yang baik dan aman untuk

istrinya.

D. Kontrasepsi Intra Uterin Device (IUD)

1. Pengertian

Alat kontrasepsi IUD adalah alat atau benda yang dimasukkan

kedalam rahim, yang terbuat dari bahan semacam plastik

(polyethylene), ada yang dililit tembaga (Cu) atau ada pula yang dililit

dengan tembaga bercampur perak, ada pula batangnya berisi hormon


28

progesterone (Proverawati, 2010). Pengertian IUD adalah salah satu alat

kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik,

ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya), diletakan dalam

kovum uteri sebagai bahan usaha kontrasepsi, menghalangi fertilisasi,

dan menyulitkan teklur berimplementasi dalam uterus (Hadayati, 2009).

Pengertian AKDR atau IUD atau spiral adalah suatu benda

kecil yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga

atau juga mengandung hormon dan dimasukkan ke dalam rahim melalui

vagina dan mempunyai benang (Handayani, 2010).

2. Jenis IUD

Menurut (Proverawati, 2010) jenis alat kontasepsi dalam rahim/

IUD yang sering digunakan adalah:

1. Copper T

AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyrthylene dimana pada

bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halu. Lilitan kawat

tembaga halus ini mempunyai efek antifertilitas (anti penbuahan)

yang cukup baik.

2. Multiload

AKDR ini terbuat dari polyethylene dengan dua tangan kiri dan

kanan berbentuk sayap fleksibel, batangnya diberi kawat tembaga

halus.
29

3. Copper 7

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan

permasangan. Pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga

halus seperi copper T.

4. Lippes loop

AKDR ini terbuat dari plastik, terbentuknya seperti spiral atau huruf

S bersambung. Untuk memudahkan kontol dipasang benang pada

ekornya.

5. Nova T

AKDR berbentuk T tanpa kawat tembaga tipis yang distabilkan

dengan bagian tengah terbuat dari perak.

3. Cara Kerja

Menurut Saifudin (2010), cara kerja IUD adalah:

a) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi.

b) Mempengeruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.

c) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,

walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat

reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk

fertilisasi

d) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

4. Yang dapat menggunakan IUD

Yang dapat menggunakan IUD menurut Hidayati (2010):

1. Usia reproduktif (15-49 tahun).


30

a. Usia >20 tahun (menunda kehamilan).

b. Usia 20-35 tahun (menjarangkan kehamilan).

c. Usia 36-45 tahun (mengakhiri kesuburan).

2. Mengiginkan menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang.

3. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.

4. Setelah mengalami abortus yang tidak terlihat adanya infeksi.

5. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari seggana tidak

dilindungi.

5. Keuntungan, Kelemahan, komplikasi Lain dari IUD

Menurut Arum dan Sujiyatini (2011) keuntungan dan kelemahan

AKDR/IUD yaitu:

1. Keuntungan IUD

Sebagai kontrasepsi, efektivitas tinggi, sangat efektif 0,6-0,8

kehamilan / 100 perempuan dalam satu tahun pertama (1 kegagalan

dalam 125-170 kehamilan). AKDR dapat efektif segera setelah

pemasangan, metode jangka, sangat efektif karena tidak perlu

mengingat-ingat, tidak mempengaruhi hubungan seksual,

meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk

hamil, tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-

380A), tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat

dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila

tidak terjadi infeksi), dapat digunakan sampai menopouse (satu


31

tahun atau lebih setelah haid terakhir), tidak ada interaksi dengan

obat-obat, membantu kehamilan ektopik.

2. Kelemahan

Perubahan siklus haid (umumnya pada tiga bulan pertama dan akan

berkurang setelah tiga bulan), haid lebih lama dan banyak

perdarahan (spotting antar menstruasi), saat haid lebih sedikit.

3. Komplikasi lain IUD

Merasakan sakit dan kejang 3-5 hari setelah pemasangan,

pendarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang

memungkinkan penyebab anemia, perforasi dinding uterus (sangat

jarnag apabila pemasangannya benar), tidak mencegah IMS

termakud HIV/AIDS, tidak baik digunakan pada perempuan dengan

IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan, penyakit radang

panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR.

PRP dalam memicu infertilitas, prosedur medis, termaksud

pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR, klien

tidak dapat melepaskan AKDR sendiri, mungkin AKDR terlepas

tanpa diketahui (sering terjadi pada pemasangan IUD Post-Plasenta)

6. Efek samping

Menurut Sujiantini dan Arum (2011), efek samping IUD:

1. Pendarahan (menoragia atau spotting menoragia).

2. Rasa nyeri dan kejang perut.


32

3. Terganggunya siklus menstruasi (umumnya terjadi pada 3 bulan

pertama pemakaian).

4. Disminore.

5. Gangguan pada suami (sensasi keberadaan benang IUD dirasakan

sakit atau mengganggu bagi pasangan saat melakukan aktifitas

seksual).

6. Infeksi pelvis dan endometrium.

Menurut Zahra (2012), efek samping dari pengunaan IUD meliputi:

pada minggu pertama, mungkin ada pendarahan kecil. Ada

perempuan-perempuan pemakai spiral yang mengalami perubahan

haid, menjadi lebih berat dan lebih lama, bahkan lebih menyakitkan.

Tetapi biasanya semua gejala ini akan lenyap dengan sendirinya

sesudah 3 bulan.

7. Tanda Bahaya IUD

Menurut Hanafi (2011) tanda bahaya setelah pemasangan IUD,

yaitu: terlambat haid/amenore, sakit perut, demam tinggi, menggigil,

keputihan yang sangat banyak/ sangat berbau, spotting, pendarahan per

vagina, haid yang banyak, bekuan-bekuan darah.

8. Kontra Indikasi

Menurut Kusumaningrum (2012), kontrak indikasi dari IUD:

a) Hamil atau diduga hamil.

b) Infeksi leher rahim atau rongga panggul, termasuk penderita

penyakit kelamin.
33

c) Pernah menderita radang rongga panggul.

d) Penderita pendarahan pervaginam yang abnormal.

e) Riwayat kehamilan ektopik.

f) Penderita kanker alat kelamin.

9. Dampak pengunaan KB IUD

a) Menstruasi tidak teratur.

Salah satu efek samping yang paling umum mengunakan IUD

adalah wanita mengalami gangguan menstruasi yang cukup parah.

Biasanya di saat menstruasi, akan mengalami nyeri bahkan bisa

mengarah ke pendarahan.

b) Pendarahan akibat robeknya jaringan rahim

Pasa saat menyisipkan IUD ke dalam rahim bisa saja tidak pas pada

posisi memasangnya. Akibatnya, jaringan rahim terganggu, bahkan

bisa menyebabkan robek yang menjadikan diri mengalami

pendarahan hebat.

c) Efek samping psikologis.

Biasanya wanita yang menggunakan KB IUD akan mudah

mengalami mual, perubahan suasana hati, sakit kepala, nyeri

payudara dan jerawat. Tapi biasanya gejala ini hilang setelah

beberapa bulan kemudian.


34

d) Kista ovarium

KB IUD juga dapat menyebabkan munculnya kista yang tumbuh di

bagian ovarium. Terutama jika KB ini dipasang terus-menerus

tanpa putus selama hidupnya.

e) Penyakit radang panggul.

Saat memasukkan KB IUD setelah melahirkan biasanya

menyebabkan iritasi. Sehingga dapa menderita penyakit radang

panggul yang sangat berbahaya.

10. Waktu Pengunaan

Menurut Hanafi dalam KKB (2011) waktu yang tepat untuk pengunaan

kontrasepsi IUD, yaitu:

a) Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak

hamil.

b) Haid pertama samapi ketujuh siklus haid.

c) Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4

minggu pasca persalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan

metode amenore laktasi (MAL). Perlu diingat, angka ekspulsi tinggi

pada pemasangan segerah atau selama 48 jam pasca persalinan.

d) Setelah menderita abortus (segerah atau dalam waktu tujuh hari )

apabila tidak ada gejala infeksi.

e) Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi.


35

11. Waktu Kontrol

Menurut Hanafi dalam KKB (2011) waktu untuk kontrol pasca

pemasangan kontrasepsi IUD, yaitu:

a) 4-6 minggu pasca pemasangan AKDR.

b) Selama bulan pertama menggunakan AKDR, periksalah benang

AKDR secara rutin rerutama setelah haid.

c) Setelah bulan pertama pemasangan, hanya perlu memeriksakan

keberadaan benang.

d) Setelah haid apabila kram/kejang di perut bagian bawah,

pendarahan (spooting) diantara haid atau seggama, nyeri setelah

seggama atau apabila pasangan mengalami tidak nyaman selama

melakukan hubungan seksual.

e) Copper T-380A perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan, tetapi

boleh dilakukan lebih awal bila diinginkan.

f) Kembali ke klinik segerah bila tidak dapat merabah benang

AKDR/IUD . AKDR terlepas, siklus haid terganggu atau meleset,

terjadi pengeluaran cairan vagina yang mencurigakan, adanya

infeksi.
36

E. Kerangka Teori

Pengetahuan :

1. Pengertian IUD
2. Cara kerja IUD
3. Indikasi dan kontra indikasi IUD
4. Kelebihan dan kelemahan IUD Sikap dalam memilih
5. Efektifitas IUD kontrasepsi IUD
6. Efek samping dan komplikasi IUD
7. Pengobatan komplokasi
8. Pemasangan IUD

Faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap:

1. Pengalaman pribadi
Faktor-faktor yang 2. Pengaruh orang lain
mempengaruhi pengetahuan: yang di anggap
penting
1. Umur
3. Pengaruh kebudayaan
2. Jenis kelamin
4. Media masa
3. Pendidikan
5. Lembaga pendidikan
4. Kebudayaan dan lingkungan
6. Faktor emosional.
sekitar
5. Pengalaman
6. Minat
7. Pekerjaan

Gambar 2.1

Kerangka Teori Sumber :Triwibowo (2015), Wawan dan Dewi (2011)


37

F. Kerangka Konsep

Tingkat penegetahuan tentang Sikap dalam memilih


alat kontrasepsi kontrasepsi IUD

Keterangan :

--------- = tidak diteliti

= diteliti

Gambar 2. 2 Kerangka Konsep

Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Alat Kontrasepsi IUD Dengan Sikap


Dalam Memilih Kontrasepsi IUD Pada PUS

G. Hipotesis penelitian

Ada hubungan antara pengetahuan tentang kontasepsi IUD dengan

sikap dalam memilih kontrasepsi IUD pada PUS di Puskesmas Depok 1

Sleman.
38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat

kolerasi, non eksperimental dengan pendekatan cross-sectional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan

kontrasepsi IUD dengan sikap dalam memilih kontrasepsi IUD pada

WUS di Puskesmas Depok 1, dengan pengambilan data pada saat itu

juga.

B. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Depok 1 Sleman

Nanggulan,Ringinsari Ds. Maguwoharjo, Kec. Depok 555282

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2018

C. Subjek penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2013). Populasi penelitian ini adalah seluruh pasangan

usia subur yang menjadi akseptor KB IUD bulan Januari-Maret yang

berkunjung di Puskesmas Depok 1 Sleman yang berjumlah 39 orang.


39

2. Sampel dan Tehnik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi atau seluruh dari

populasi yang akan diteliti (Arikunto, 2010). Sampel diambil secara

total sampling yaitu salah satu tehnik dimana seluruh populasi

dijadikan sebagai sampel penelitian (Machfoedz M.S, 2016).

D. Variabel penelitian

1. Variabel independent (bebas) : Variabel independen dalam penelitian

ini adalah tingkat pengetahuan kontrasepsi IUD.

2. Variabel dependent (terikat) : Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah sikap dalam memilih kontrasepsi IUD.

3. Variabel pengganggu : variabel pengganggu dalam penelitian ini

adalah pendidikan, pekerjaan, minat, pengalaman, kebudayaan.

E. Definisi operasional

Definisi variabel merupakan definisi variabel-variabel yang akan diteliti

secara operasional di lapangan. Definisi operasional bermanfaat untuk

mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel yang akan diteliti serta untuk mengembangkan instrumen

(Handayani dan Riyadi, 2015).


40

Tabel 3.1

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasionel Kategori Skala


1 Pengetahuan Kemampuan wanita 1. Nilai 76- Ordinal
tentang usia subur 100% :
kontrasepsi memahami tentang Baik.
IUD kontrasepsi IUD 2. Nilai 56-
meliputi : 75% :
Definisi, keuntungan, Cukup.
indikasi dan 3. Nilai
kontraindikasi, efek <55% :
samping, waktu Kurang
pemasangna dan (Ircham
pelepasan. Machfoed
z, 2016)
2 Sikap Tanggapan atau 1. Nilai 76 Ordinal
memilih reaksi responden 100%
kontrasepsi pada pasangan usia Baik.
IUD subur terhadap IUD 2. Nilai 56-
meliputi: menerima 75% :
dan merespon. Cukup.
3. Nilai
>55% :
Kurang.

F. Cara pengumpulan data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
41

langsung dari responden penelitian terkait data pengetahuan tentang

kontrasepsi IUD dan sikap dalam memilih kontrasepsi IUD. sedangkan

data sekunder adalah data yang diperoleh seraca tidak langsung dari

objek penelitian, (Riwidikdo, 2012).

G. Instrument Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan

responden tentang hasilnya yaitu dengan menggunakan kuesioner.

Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner tertutup

dengan bentuk jawaban benar (B) dan salah (S) skala yang digunakan

skala Gutman. Responden diminta untuk memberi tanda (√) pada salah

satu jawaban yang sesuai menurut dirinya. Sedangkan untuk mengetahui

sikap dalam memilih kontrasepsi IUD menggunakan alternatife yaitu

sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS

) skala yang digunakan skala Likert. Kuesioner terbuka.

a. Kuesioner pengetahuan tentang kontrasepsi IUD

Pengukuran pengetahuan tentang kontrasepsi IUD menggunakan skala

Gutman yang menggunakan jawaban yaitu “ BENAR ”.dan “ SALAH

” nilai 0 diberikan untuk jawaban yang “ SALAH “ dan nilai 1 untuk

jawaban yang “ BENAR “. Jumlah pertanyaan yang harus dijawab

oleh responden adalah 30 butir.


42

Tabel 3.3 Kisi kisi koesioner

Variabel Kriterial Jumlah Favourable Unfavourable


Pertanyaan
Pengetahuan Definisi 3 3 1, 2
kontrasepsi (C1)
IUD Cara kerja 3 4, 5 6
(C1)
Indikasi dan 6 8, 10, 11, 7, 9
konraindikasi
(C2)
Kelebihan dan 6 13, 16, 14 12, 15
kekurangan
IUD
(C3)
Efektifitas 3 18 17
(C4)
Efek samping 3 20, 19
dan
komplikasi
(C5)
Pengobatan 1 21, 23,24 22, 25
komplikasi
dan
pemasangan
(C6)
Jumlah 25

b. Kuesioner sikap tentang kontrasepsi IUD.

Pengukuran sikap tentang kontrasepsi IUD menggunakan skala likert

yang menggunakan empat alternative jawaban yaitu sangat setuju

(SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju STS). Nilai 4

diberikan untuk jawaban Sangat Setuju (SS), Nilai 3 untu jawaban

Setuju (S), Nilai 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk

jawaban Sangat Tidak Setuju (STS). Jumlah pertanyaan yang harus

dijawab oleh responden adalah 20 pertanyaan.


43

Tabel 3.4 Kisi kisi koesioner

Variabel Kriteria Jumlah Favourable Unfavourable


pertanyaan
Sikap Sikap 10 1, 3, 6, 10, 7, 8,
memilih menerima 11, 13, 14,
IUD (C7) 15,16
Sikap 7 2, 4, 5, 9, 12, 17
merespon
(C7)
Jumlah 17

H. Uji validitas dan reliabilitas

Sebelum dilakukan pengambilan data dengan kuesioner maka terlebih

dahulu kuesioner diuji cobakan pada populasi yang memiliki

karakteristik sama dengan subyek penelitian. Uji ini dimaksudkan agar

alat ukur yang digunakan benar-benar baik dan dapat dipercaya. Uji

validitas dan reliabilitas dilakukan pada 39 responden wanita usia subur

di Puskesmas Tempel 1 Yogyakarta yang dilaksanakan pada penelitian

bulan Juli 2018.

1. Validitas

Validitas alat ukur adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat

kevalitan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila

mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan

data dari variabel yang diteliti secara cepat (Notoatmodjo, 2012).

Pertanyaan yang valid merupakan pertanyaan yang memenuhi taraf

signifikasi (sig<α). Nilai signifikasi 0,05 yang berarti mempunyai

kesalahan 5%. Uji validitas instrumen dimaksud untuk mendapatkan

alat ukur yang sah dan terpercaya. Sebuah instrument dikatakan valid
44

apabila mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Arikunto,

2010).

Analisis butir pada instrumen penelitian ini diuji dengan korelasi

product moment dengan rumus sebagai berikut:

𝑛 ∑ 𝑋𝑌−∑ 𝑋 ∑ 𝑌
rxy=
√{𝑛 ∑ 𝑋²−(∑ 𝑋)²} {𝑛 ∑ 𝑌²−(∑ 𝑌)²}

Keterangan :

n = jumlah sampel

r = nilai korelasi product moment

x = skor masing-masing pertanyaan

y = skor total

Pernyataan dinyatakan valid kolerasi hitung > kolerasi tabel,

kuesioner tingkat pengetahuan pasangan usia subur akan diuji

validitasnya menggunakan person product moment di Puskesmas

Tempel 1 Sleman. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan karena

mempunyai kesamaan karakteristik masalah dengan yang diteliti oleh

peneliti. Hasil uji validitas yang telah dilakukan di Puskesmas Tempel

1 dengan sampel sebanyak 30 pasangan usia subur diperoleh 5 butir

pertanyaan gugur dari 30 pertanyaan karena mempunyai nilai korelasi

hitung < korelasi tabel (0,361). Butir pertanyaan yang gugur tersebut

adalah butir ke 9, 14, 19, 24, dan 29, sehinggga jumlah butir

pertanyaan variabel tingkat pengetahuan ibu yang digunakan untuk

penelitian sebanyak 25 butir pertanyaan. dan untuk uji validitas

kuesioner sikap dalam memilih kontrasepsi IUD dengan sampel 30


45

ibu di peroleh 3 butir pertanyaan gugur dari 20 pertanyaan karena

mempunyai nilai korelasi hitung < korelasi tabel (0,361). Butir

pertanyaan yang gugur tersebut adalah butir 5, 12 dan 16, sehingga

jumlah butir pertanyaan variabel sikap dalam memilih kontrasepsi

IUD yang digunakan untuk penelitian sebanyak 17 butir pertanyaan.

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukakan sejauh mana alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010).

Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan

mencobakan instrumen sekali saja. Kemudian yang diperoleh

dianalisis dengan teknik tertentu (Sugiyono, 2010). Pengujian

realiabilitas instrumen pengetahuan pasangan usia subur dalam

memilih kontrasepsi IUD diuji menggunakan Alpha Cronbach.,

dengan rumus.

𝑘 ∑ 𝜎²๖
rii= [𝑘−1] [1 − ]
𝜎²𝑡

Keterangan:

r = koefisien cronbach alpha

K = banyaknya item pertanyaan

∑ 𝜎²๖ = jumlah varian sbutir

𝜎²𝑡 = varians total

Instrumen penelitian dikatakan reliabel jika mempunyai nilai Alpha

Cronbach > 0,60 (Arikunto, 2010). Hasil uji reliabilitas terhadap

instrumen penelitian tingkat pengetahuan tentang kontrasepsi IUD


46

diperoleh nilai korelasi alpha cronbach sebesar 0,809. Nilai korelasi

sebesar 0,809 > 0,60 yang menunjukan bahwa instrument penelitian

variabel tingkat pengetahuan tentang kontrasepsi IUD pada pasangan

usia subur tersebut reliabel dan hasil uji reliabilitas terhadap

instrument penelitian sikap dalam memilih IUD pada wanita usia

subur diperoleh nilai korelasi alpha cronbach sebesar 0,927. Nilai

korelasi sebesar 0,927 > 0,60 yang menunjukkan bahwa instrumen

penelitian variabel sikap dalam memilih kontrasepsi IUD pada

pasangan usia subur tersebut reliabel.

I. Pengelolaan data

Data yang telah dikumpulkan dari kegiatan pengumpulan data kemudian

diolah. Pengolahan data pada penelitian ini menurut Notoatmodjo (2012)

sebagai berikut:

a. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksadan memperbaiki kualitas

kuesioner dengan memperhatikan kesesuaian jawaban dengan

pernyataan, kelengkapan pengisian dan kekonsistensian jawaban dari

responden.

b. Scoring

Scoring diberikan disebelah kanan daftar sesuai jawaban yang

diberikan responden. Memberikan scoring pada jawaban responden

atas pengetahuan pasangan usia subur tentang kontrasepsi IUD dengan

pilihan jawaban benar dan salah, ketentuan untuk jawaban benar


47

diberi nilai 1 (satu) dan untuk jawaban salah diberi nilai 0 (nol).

Sedangkan sikap dalam memilih kontrasepsi IUD dengan pilihan

sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Ketentuan

untuk jawaban sangat setuju diberi nilai 4, jawaban setuju diberi nilai

3, jawaban tidak setuju diberi nilai 2, dan jawaban sangat tidak setuju

diberi nilai 1.

Klasifikasi koding dilakukan dengan cara memberi tanda atau

merubah masing-masing jawaban dengan kode tertentu atau bentuk

angka, untuk diberikan kode pada jawaban responden tentang

pngetahuan kontrasepsi IUD dengan kode P sedangkan sikap dalam

memilih IUD diberikan dengan kode S.

c. Tabulating

Setelah data dikoding kemudian data disajikan dalam bentuk tabel

atau diagram untuk mengambil suatu kesimpulan.

J. Analisa data

1. Univariat

Pada analisis univariat bertujuan untk menjelaskan atau

mendeskripsikan karekteristik setiap variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2010). Variabel dalam penelitian ini adalah

pengetahuan ibu tentang IUD (variabel bebas) dan sikap dalam

memilih kontrasepsi IUD (variabel terikat).

Untuk menggambarkan setiap-setiap variabel menggunaka distribusi

frekuensi dengan rumus:


48

𝑓
P = 𝑁 X 100%

Keterangan:

P = presentase

f = pengetahuan dan sikap tentang IUD

N = jumlah semua responden (Budiarto, 2002).

2. Bivariat

Penelitian ini mengunakan dua variabel yang masing variabel yang

mempunyai skala ordinal dan saling berhubungan. Analisa data yang

digunakan adalah kolerasi kendall Tau dimana digunakan untuk

menganalisis dua variabel denagn skala ordinal (Riwidikdo, 2012).

Untuk mempermudah analisis pengelolahan data maka peneliti

menggunakan bantuan SPSS.

Menurut Riwidkdo (2012) rumus Kolerasi Kendall Tau adalah

sebagai berikut

∑𝐴 −∑𝐵
𝑇=
𝑁(𝑁 − 1)
2

Keterangan:

𝑇 = koefisien korelasi Kendal Tau yang besarnya (-1<0<1)

∑ 𝐴 = Jumlah rangking (jenjang) atau

∑ 𝐵 = Jumlah rangking (jenjang) bawah

N = Jumlah anggota sampel


49

Mengunakan Kendall Tau karena respondenya lebih dari 30.

Setelah data dikelompokkan di kelompokan dan diolah, kemudian

dianalisis untuk mengetahui adanya kemaknaan kolerasi atau

hubungan antra variable bebas dan terikat. Data dikelompokan dalam

tabel kemudian dianalisis mengunakan uji Kendal Tau, karena kedua

variabel yang dikolerasikan berbentuk kategori skala ordinal dan

ordinal serta sampelnya lebih dari 30 responden (Riwidikdo, 2012).

K. Tahap penelitian

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam mengajukan

hasil penelitian ini adalah: a). Mengajuan judul kepada pembimbing

I dan pembimbing II, b). Persetujuan judul dan konsultasi dengan

pembimbing, c). Mengurus surat ijin studi pendahuluan, d).

Melakukan studi pendahuluan, e). Menyusun proposal pendahuluan,

f). Konsultasi proposal penelitian kepada pembimbing I dan

pembimbin II, g). seminar proposal dan Revisi proposal penelitian

yang sudah diseminarkan.

2. Tahap pelaksanaan

a. Uji Validitas dan Realibilas

Sebelum instrumen penelitian (kuesioner) digunakan untuk

penelitian yang sesungguhnya, instrumen di uji cobakan terlebih

dahulu di Puskesmas Tempel 1 Sleman dengan responden 30

pasangan usia subur untuk mendapatkan data yang valid. Uji


50

kusdioner ini terlebih dahulu diberikan kepada responden diluar

penelitian.

b. Penelitian

1. Koordinator dengan petugas kesehatan di Puskesmas Depok

1 Sleman terkait setting waktu dan tempat untuk dilakukan

pendidikan kesehatan dan undangan.

2. Koordinasi dengan asisten penelitian (Itena Bogum) terkait

dengan proses pelaksanaan.

3. Meminta persetujuan dengan responden untuk dijadikan

subjek penelitian dengan mengisi informed consent, kemudian

peneliti membagikan kuesioner kepada ibu balita yang

menjadi responden dan sekaligus mendampingi responden

yang bersedia,

4. Prestest dilakukan selama 10 menit.

Penelitian dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner

pada pasangan usia subur yang berkunjung di Puskesmas

Depok 1 Sleman. Peneliti memberi kuesioner dengan mengisi

daftar checlist list (observasi) dengan cara melakukan

pengamatan terhadap pengetahuan dan sikap wanita usia

subur dalam memilih kontrasepsi IUD. Setelah itu meminta

data pasien di bagian pendaftaran yang tidak berkunjung di

Puskesmas Depok 1 Sleman yang menggunakan IUD dengan

cara berkunjung masing-masing di rumah responden.


51

3. Tahap Akhir

a). Membuat laporan skripsi; b). Konsultasi skripsi pada

pembimbing I dan pembimbing II; c). Melakukan seminar skripsi;

d). Melakukan revisi skripsi yang telah diseminarkan; e). Penyerahan

skripsi.

L. Etika penelitian

Etika penelitian menurut Hidayat (2011), sebagai berikut:

1. Sukarela

Dalam melakukan penelitian bersifat sukarela, tidak terdapat unsur

paksaan atau tekanan secara langsung maupun tidak langsung kepada

calon responden atau sampel yang akan diteliti sehingga peneliti tetap

menghormati keputusannya.

2. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan,

informed consent diberikan sebelum peneliti dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

3. Anonymity

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disajikan.


52

4. Confidentiality

Masalah ini merupakan etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tersebut yang akan

dilaporkan pada hasil riset.


53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran umum dan lokasi penelitian.

a. Sejarah berdirinya Puskesmas Depok 1 Sleman Yogyakarta.

Puskesmas Depok I didirikan pada tahun 1982 dan mencakup

1 desa yaitu Desa Maguwoharjo, dengan luas wilayah:

9.928,300 Ha. Sebelumnya Puskesmas Depok I didirikan pada

tahun 1979 di Dusun Gondangan Maguwoharjo. Sarana Fisik

Puskesmas Depok I dan Puskesmas Pembantu adalah sebagai

berikut: Puskesmas Induk: Luas tanah 750 m² Luas bangunan

700m².Puskesmas Pembantu Maguwoharjo: Luas tanah 329 m²

Luas bangunan 180 m².

Desa maguwoharjo terdiri dari 20 (dua puluh) dusun yaitu:

Dusun Denokan, Dusun Krodan, Dusun Jenengan, Dusun

Demangan, Dusun corongan, Dusun Nayan, Dusun Kalongan,

Dusun Tajem, Dusun Banjeng, Dusun Sembego, Dusun Setan,

Dusun Maguwo, Dusun Ringinsari, Dusun Sambilegi, Dusun

Sambilegi Kidul, Dusun Karang Ploso, dan Dusun Usun

Kembang.
54

b. Visi dan misi Puskesmas Depok 1 Sleman

a. Visi

Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera,

mandiri, berbudaya, dan terintegrasikannya Sistem e-

government menuju smart regency pada tahun 2020.

b. Misi

1. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui

peningkatan birokrasi yang responsif dalam memberikan

pelayanan bagi masyarakat.

2. Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang

berkualitas dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

3. Meningkatkan penguatan sistem ekonomi kerakyatan,

aksesibilitas dan kemampuan ekonomi rakyat dan

penanggulangan kemiskinan.

4. Memantapkan dan meningkatkan kualitas pengelolaan

prasarana dan sarana, sumber daya alam, penataan ruang

dan lingkungan hidup.

5. Meningkatkan kualitas budaya masyarakat dan kesetaraan

gender yang proporsional.

6. Meningkatkan aplikasi dan integrasi sistem e-

government melalui tahapan dan berkelanjutan.


55

B. Hasil Penelitian

1. Analisa data univariat

a. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia, pendidikan,


pekerjaan.

Tabel 4.1.
Distribusi responden berdasarkan wanita usia subur di
Puskesmas Depok 1 Sleman Yogyakarta
Tahun 2018
Kategori Frekuensi (n) Prosentase (%)
< 26 Tahun 7 17,9
26-35 Tahun 14 35,9
> 35 Tahun 18 46,2
Jumlah 39 100,0
Sumber: data primer 2018

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa karakteristik

responden berdasarkan usia responden, sebagian besar responden

adalah termasuk kategori usia > 35 tahun yaitu sebanyak 18

responden (46,2%).

Tabel 4.2.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan wanita
usia subur di Puskesmas depok 1 Sleman Yogyakarta
Kategori Frekuensi (n) Prosentase (%)
SD 8 20,5
SMP 11 28,2
SMA 18 46,2
Perguruan Tinggi 2 5,1
Jumlah 39 100,0
Sumber: data primer 2018

Berdasarkan table 4.2 dapat diketahui bahwa karakteristik responden

berdasarkan pendidikan responden, sebagian besar responden adalah


56

termasuk menempuh pendidikan SMA yaitu sebanyak 18 responden

(46,2%).

Tabel 4.3.
Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan pada wanita
usia subur di Puskesmas Depok 1 Sleman Yogyakarta

Kategori Frekuensi (n) Prosentase (%)


Ibu Rumah Tangga 20 51,3
Wirausaha 15 38,5
PNS 4 10,3
Jumlah 39 100,0
Sumber: data primer 2018

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa karakteristik responden

berdasarkan pekerjaan responden, sebagian besar responden adalah

berstatus ibu rumah tangga yaitu sebanyak 20 responden (51,3%).

b. Distribusi pengetahuan ibu tentang kontrasepsi IUD

Tabel 4.4.
Pengetahuan Ibu Tentang Kontrasepsi IUD pada wanita usia
subur di Puskesmas Depok 1 Sleman Yogyakarta
Kategori Frekuensi (n) Prosentase (%)
Baik 4 10,3
Cukup 19 48,7
Kurang 16 41,0
Jumlah 39 100,0
Sumber: data primer 2018

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa karakteristik responden

berdasarkan pengetahuan ibu tentang kontrasepsi IUD, sebagian

besar responden adalah termasuk kategori memiliki pengetahuan

tentang kontrasepsi IUD yang cukup yaitu sebanyak 19 responden

(48,7%).
57

c. Distribusi Sikap ibu dalam Memilih Kontrasepsi IUD.

Tabel 4.5.
Sikap Wanita Usia Subur dalam memilih
Kontrasepsi IUD di Puskesmas Depok 1 Sleman
Yogyakarta
Kategori Frekuensi (n) Prosentase (%)
Baik 3 7,7
Cukup 30 76,9
Kurang 6 15,4
Jumlah 39 100,0
Sumber: data primer 2018

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa karakteristik responden

berdasarkan sikap memilih kontrasepsi IUD, sebagian besar

responden adalah termasuk memiliki sikap memilih kontrasepsi IUD

yang cukup yaitu sebanyak 30 responden (76,9%).

2. Analisa Data Bivariat

a. Distribusi Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Alat


Kontrasepsi IUD Dengan Sikap Dalam Memilih Alat Kontrasepsi
IUD Pada WUS di Puskesmas Depok 1 Yogyakarta

Tabel 4.6.
Hubungan Pengetahuan Ibu dan Sikap Dalam memilih Alat
Kontrasepsi IUD
Sikap Koefisien
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total P Korelasi
F % F % F % F %
Baik 2 50,0 2 50,0 0 0,0 4 100
Cukup 1 5,3 18 94,7 0 0,0 19 100 0,000 0,565
Kurang 0 0,0 10 62,5 6 37,5 16 100
Total 3 7,7 30 76,9 6 15,4 39 100
Sumber: Data Primer 2018
58

Tabel 4.6 di atas menyatakan bahwa ada hubungan tingkat

pengetahuan tentang alat kontrasepsi IUD dengan sikap dalam

memilih alat kontrasepsi IUD, dengan nilai significancy pada hasil

menunjukan (p = 0,000 < 0,05). Koefisien korelasi menunjukan nilai

sebesar 0,565 yang berarti bahwa kedua variabel tersebut memiliki

hubungan yang sedang.

Tabel 4.7
Hasil korelasi Kendal tau hubungan tingkat pengetahuan
tentang alat kontrasepsi IUD dengan sikap dalam memilih
kontrasepsi IUD pada PUS di Puskesmas Depok 1 Sleman

Variabel 𝜏 P value N
Pengetahuan ibu tentang
kontrasepsi IUD 0,565 0,000 39
Sikap memilih
kontrasepsi IUD
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4.7 di ketahui bahwa nilai hitung 𝜏

sebesar -0565 dengan p Value 0,000˂0,05 Dari hasil uji statistik

𝜏 menunjukan bahwa HO di tolak sehingga Ha di terima atau

dengan kata lain hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa ada

hubungan yang kuat antara pengetahuan tentang alat kontrasepsi

IUD dengan sikap dalam memilih alat kontrasepsi IUD.

C. Pembahasan

1. Karakteristik Responden Penelitian

Dari data yang didapatkan bahwa sebagian besar

responden berumur > 35 tahun. Nursalam (2011) menyatakan

semakin umur tingkat kematangan dan ketakutan maka seseorang


59

akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja dari segi

kepercayaan masyarakat. Seseorang akan lebih dewasa akan lebih

percaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya, hal

ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa.

Sebagian besar berpendidikan SMA yang artinya bahwa

tingkat pemahaman responden mengenai IUD akan baik karena

SMA merupakan tingkat pendidikan atas sehingga pola pikir

responden mengenai KB IUD juga akan baik. Pasangan usia

subur yang berpendidikan rendah kurang mengerti kontrasepsi

yang sesuai dengan dirinya dan hanya iukut-ikutan dalam

memiluh kontrasepsi, namun tidak menutup kemungkinan

pasangan usia subur yang berpendidikan rendah aktif dalam

mengases informasi dan aktif dalam berbagai penyuluhan

sehingga memiliki pengetahuan yang tinggi. Berdasarkan teori

dari Handayani (2010) hubungan antara pendidikan dan pola

pikir, persepsi, dan perilaku masyarakat memang sangat

signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai

keputusan. Peningkatan tingkat pendidikan akan berhasil tingkat

kelahiran yang rendah karena pendidikan akan dipengaruhi

persepsi negatif terhadap nilai anak dan menekan adanya

keluarga besar Notoatmodjo, 2010)


60

Dari aspek pekerjaan sebagian besar responden memiliki

status sebagai ibu rumah tangga dimana informasi yang diperoleh

yang berhubungan dengan KB IUD juga sangat baik. Pekerjaan

yang kebutuhan harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan bukanlah

sumber kesenangan, tapi lebih banyak merupakan cara mencari

nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan

sehingga makin lama bekerja akan semakin banyak pengalaman

yang dimiliki (Aziz A, 2013).

2. Pengetahuan Ibu Tentang Kontrasepsi IUD.

Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ibu

tentang kontrasepsi IUD, sebagian besar responden adalah

termasuk kategori memiliki pengetahuan tentang kontrasepsi IUD

yang cukup yaitu sebanyak 19 responden (48,7%).

Menurut Notoatmodjo (2013), pengetahuan merupakan

hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia

melalui penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan juga dapat

diartikan sebagai sekumpulan informasi yang dipahami, yang

diperoleh dari proses belajar selama hidup dan dapat digunakan

sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian dengan lingkungannya.

Responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang cukup

tentang alat kontrasepsi menandakan bahwa dirinya cenderung


61

memiliki sikap terbuka dalam menerima informasi, sedangkan

responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah

menandakan bahwa dirinya memiliki sikap yang kurang terbuka

dalam menerima informasi (Notoatmodjo, 2013).

Tingkat pengetahuan yang tinggi memungkinkan

seseorang untuk lebih terbuka dalam menerima informasi dan

merupakan salah satu faktor yang akan mempengeruhi

keberhasilan seseorang untuk memahami informasi kesehatan.

Pengetahuan tentang alat kontrasepsi IUD dapat didapatkan

berbagai sumber. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Soekanto

(2012), pengetahuan dapat diperoleh melalui berbagai sumber

informasi. Seperti surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya.

Sejalan dengan penelitian Yetti (2017) bahwa semakin

baik sumber informasi, maka akan semakin baik pula

pengetahuan yang didapat. Responden yang memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi tentang alat kontrasepsi IUD akan lebih

mantap dalam memilih alat kontrasepsi IUD, sedangkan resonden

yang memiliki tingkat pengetahuan tentang alat kontrasepsi yang

rendah cenderung ragu-ragu dalam memilih alat kontrasepsi.

3. Sikap Memilih Kontrasepsi IUD

Karakteristik responden berdasarkan sikap memilih

kontrasepsi IUD, sebagian besar responden adalah termasuk sikap

memilih kontrasepsi IUD yang cukup yaitu sebanyak 30


62

responden (76,9%). Sobur (2009) menyatakan bahwa sikap

adalah kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu

terhadap objek sikap. Objek sikap dapat berupa orang, benda,

tempat, gagasan, situasi, atau kelompok. Responden yang

memiliki sikap yang positif terhadap pemilihan kontrasepsi IUD,

umumnya lebih mantap dalam memilih kontrasepsi dan

menggunakan alat kontrasepsi IUD tersebut dalam kurun waktu

yang lama. Sedangkan responden yang memiliki sikap negatif

cenderung ragu-ragu dalam pemilihan kontrasepsi IUD, akibatnya

sering berganti-ganti alat kontrasepsi IUD.

Sikap adalah salah satu faktor predisposisi yang

merupakan pendorong perilaku seseorang untuk bertindak (Green

dalam Notoatmodjo, 2003). Tetapi sikap tinggi atau mendukung

saja tanpa ditunjang faktor lain belum tentu memastikan

seseorang untuk melakukan sesuatu. Misalnya seorang ibu

mempunyai sikap tinggi terhadap metode kontrasepsi IUD jangka

panjang dengan pengetahuan yang cukup, namun tidak diikuti

pula dengan motivasi yang tinggi, tentu hal ini akan

menyebabkan ibu tersebut tidak akan menggunakan atau memilih

alat kontrasepsi IUD jangka panjang.

Sejalan dengan penelitian Henry (2015) bahwa terdapat

berbagai faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sikap

seseorang, yaitu adanya akumulasi pengalaman dari tanggapan-


63

tanggapan tipe yang sama, pengamatan terhadap sikap lain yang

berbeda, pengalaman yang pernah dialami, hasil peniruan

terhadap sikap pihak lain. Responden yang telah memiliki

pengetahuan yang cukup tentang alat kontrasepsi IUD, maka

dirinya akan memiliki sikap yang positif atau mantap dalam

memilih alat kontrasepsi IUD.

4. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Kontrasepsi IUD dan

Sikap Memilih Kontrasepsi IUD.

Setiap alat kontrasepsi IUD memiliki kelebihan dan

kekurangan masing-masing, serta memiliki efek samping

berdasarkan kondisi badan yang memakainya. Untuk itu,

pengetahuan tentang alat kontrasepsi IUD dapat menjadi faktor

penting yang mempengaruhi sikap akseptor dalam pemilihan alat

kontrasepsi. Notoatmodjo (2003), mengatakan seseorang

berperilaku baru apabila terjadi awarnees yaitu menyadari dalam

arti mengetahui dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng dibanding yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Dengan demikian, pengetahuan tentang alat

kontrasepsi IUD dapat mempengaruhi akseptor dalam memilih

kontrasepsi IUD.

Menurut Notoatmodjo (2007) dijelaskan bahwa

pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pendidikan dan

informasi. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pengetahuan


64

responden tentang alat kontrasepsi akan mempengaruhi sikap

responden yang bersangkutan dalam pemilihan kontrasepsiI IUD.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,

dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka

orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan

tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua

aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan

menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan

objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin

positif terhadap objek tertentu (Dewi & Wawan, 2010).

Responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik

tentang alat kontrasepsi IUD lebih cenderung memiliki sikap

yang positif, artinya lebih mngetahui IUD dalam memilih alat

kontrasepsi IUD. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan

yang cukup tentang alat kontrasepsi IUD memiliki sikap netral.

Artinya netral dalam memilih alat kontrasepsi IUD, dan

cenderung biasa saja dalam menanggapi informasi tentang alat

kontrasepsi IUD. Biasanya mereka lebih memilih kontrasepsi

yang sesuai dengan keinginannya. Sedangkan untuk responden

yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang akan cenderung

memilik sikap negatif, artinya ragu-ragu dalam memilih


65

kontrasepsi, bahkan cenderung menolak pada salah satu alat

kontrasepsi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa ada kecenderungan bahwa semakin baik

responden memiliki tingkat pengetahuan tentang alat kontrasepsi

akan semakin positif sikapnya terhadap pemilihan kontrasepsi,

dan sebaliknya (Henry, 2015).

Sejalan dengan penelitian Lisa (2011) bahwa responden

yang memiliki pengetahuan dalam kategori kurang dikarenakan

beberapa hal yang mempengaruhi antara lain informasi yang baik

mengenai alat kontrasepsi beserta efek samping, kontra indikasi,

kekurangan, dan kelebihan. Beberapa ibu terlibat aktif mengikuti

acara-acara penyuluhan mengenai keluarga berencana. Sosialisasi

dari kader PKK yang aktif mengikuti acara penyuluhan kepada

ibu yang tidak aktif sudah efektif diberikan sehingga pemahaman

ibu mengenai alat kontrasepsi baik. Pengalaman di dalam

menggunakan jenis KB akan berpengaruh terhadap pengetahuan

mereka mengenai cara KB selain yang digunakan. Pengetahuan

seseorang terhadap kesehatan merupakan salah satu faktor

predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang, jadi jika ibu

memiliki pengetahuan yang kurang mengenai alat kontrasepsi

maka dapat mempengaruhi persepsi mereka mengenai alat

kontrasepsi dengan berbekal pengetahuan.


66

5. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak sempurna

karena masih terdapat keterbatasan dalam penelitian diantaranya sebagai berikut

Masih terdapat responden yang kurang memahami kuesioner, sehingga penulis

perlu melakukan pendamping kepada responden penelitian.


67

BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan

pada bab IV, dapat diambil simpulan bahwa:

1. karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ibu tentang

kontrasepsi IUD, sebagian besar responden adalah termasuk kategori

memiliki pengetahuan tentang kontrasepsi IUD yang cukup.

2. karakteristik responden berdasarkan sikap memilih kontrasepsi IUD,

sebagian besar responden adalah termasuk sikap memilih kontrasepsi

IUD yang cukup.

3. Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang kontrasepsi IUD dan

sikap memilih kontrasepsi IUD.

B. Saran

1. Bagi kebidanan di Puskesmas Depok 1 Sleman

Diharapkan dapat digunakan sebagai menambah informasi yang lebih

banyak mengenai keuntugan, kerugian, efek samping dari macam-

macam alat kontrasepsi dan pemilihan kontrasepsi sesuai dengan

kondisi akseptor.

2. Bagi pasangan usia subur

Di harapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan

tentang kontrasepsi khususnya IUD, karena bisa menjadi pilihan kedua


68

atau bahkan pilihan pertama untuk penggunaan alat kontrasepsi karena

kefektifan, kemudahan dan keakuratanya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mengembangkan variable bebas

dalam penelitian dan menambah jumlah sampel penelitian, sehingga

didapatkan hasil yang lebih baik.


69

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Y dan Martini. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:


Rohima Press.

Arikunto, Suharsimi,2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Arum, dan Sujiyatini. 2011. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Anna, Dkk. 2012. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta:


Buku Kedokteran, EGC

Erfandi. 2010. Definisi Pengetahuan serta Faktor-faktor yang mempengaruhi


Pengetahuan. http/www.duniabaca.com. Diakses tanggal 25 juni 2017

BKKBN, 2015 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Dinas Kesehatan. 2016 Profil Kesehatan Daerah Istimewah Yogyakarta. Tahun


2016. Dinas Kesehatan, Yogyakarta.

Handayani, Eni. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang IUD Dengan


Tingkat Kecemasan Akseptor KB IUD di PUSKESMAS Tewon 1 Kulon
Progo. KTI. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Handayani 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana, Yogyakarta;


Pustaka.

Hanafi 2011. Buku KKB (Kependudukan Dan Keluarga Berencana ) edisi tiga
Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT Bima Pustaka
Sarwono Prawihardjo.

Hidayati, Ratna. 2010. Metode dan Teknik Penggunaan alat Kontrasepsi.


Jakarta: Salemba Medina.

Hendry, S. 2013. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD


Pada Wanita Usia Subur.di Puskesmas Tempel 1 Sleman. Karya Tulis
Ilmiah. Stikes Alma Ata Yogyakarta.

Lucky dan Titik. 2014. Buku Ajar Kependudukan Dan Pelayanan KB.
Jakarta: Kedokteran, EGC.
70

Lorin Anderson Krhatwohl, 2011. Teori Taksonomi Bloom Lama dan Hasil
Revisi. www. Home Pendidikan Taksonomi Bloom diakses 18 September
2017.

Machfoedz, I. 2012. Biostatistik. Yogyakarta: Fitramaya

Machfoedz I., 2011. Teknik MembuatAlat Ukur Penelitian Bidang Kesehatan,


Keperawatan, dan Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya

Marmi. 2015. Buku Ajar Pelayanan KB, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Manuaba. 2012. Ilmu Kebidanan, Kandungan, dan KB. Jakarta : EGC.

Mulyani, N.S dan Rinawati, M. 2013. Keluarga Berencana dan Alat


Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nilam, R.N. 2014. Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Alat
Kontrasepsi IUD di BPS Yulia kristiani, Tempel Sleman. Karya Tuli
Ilmiah. Stikes A.yani Yogyakarta.

Nurhasanah. 2015. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Alat Kontrasepsi


Dalam Rahim (AKDR) Dengan Pengunaan AKDR di BPS Sri Marwati
Pandak Bantul. Karya Tulis Ilmiah. Stikes Yogyakarta.

Nursalam, 2011. Konsep-Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam dan Pariani, S, 2011. Pendekatan Praktis Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2011. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:


Rineka Cipta.

Pinem, S dan Hartini (2012). Pelayanan KB dan pelayanan kontrasepsi, Jakarta:


Trans Info Medika.

Proverawati, A. dan Aspuah, S. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi,


Yogyakarta: Nuha Medika

Saroha, Dkk. 2016. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Trans Info Media

Soekanto, Soerjono, 2011. Sosiologi Suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.


71

Sullisyawati, A 2011. Pelayanan Keluarga berencana. Jakarta: Salemba


Medika.

Uliyah, M. 2010. Panduan Aman dan Sehat Memilih Alat KB. Yogyakarta: PT
Bintang Pustaka Abadi.

Wawan A dan M dewi, 2011 Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta

WHO. 2013. Ragam Metode Konrasepsi. Jakarta, EGC.

Wiknjosastro, H 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bima Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Vous aimerez peut-être aussi