Vous êtes sur la page 1sur 9

PELAYANAN KEFARMASIAN

OLEH :
KELOMPOK 7
HERY ASTUTI 184302012
YUSMAIDAR 184302030
ZULKIFLY 184302031

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS TJUT
NYAK DHIEN
2018
MEDAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Dasar Teori
 Definisi
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah
gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel.
(Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer
Suzanne : 2001). Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya
periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Asma merupakan suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan , penyempitan ini
bersifat sementara. Kata asma (asthma) bersal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah”.
Lebih dari 200 tahun yang lalu, Hippoocrates menggunakan istilah asma untuk menggambarkan
kejadian pernapasan yang pendek-pendek (shortness of breath). Sejak itu istilah asma sering
digunakan untuk menggambarkan gangguan apa saja yang terkait dengan kesulitan bernafas,
termassuk ada istilah asma kardial dan assma bronkial. Menurut National Asthma Education and
Prevetion Program (NAEPP) pada National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal
iniasma bronkial) didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir
oleh:
(1) Obstruksi saluran nafas yang bersifat reversible, baik secara spontan maupun pengobatan,
(2) Inflamasi jalan nafas , dan
(3) Peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiper-responsivitas)

 Patogenesis
Pada dua decade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan penyakit yang disebabkan
karena adanya penyempitan bronkus saja, sehingga terapi utama pada saat itu adalah suatu
bronkodilator, seperti beta agonis dan golongan metilksantin saja. Namun, para ahli kemudian
mengemukakan konsep baru yang digunakan hingga kini, yaitu bahwa asma merupakan penyakit
inflamasi pada saluran nafas, yang ditandai dengan bronkokontriksi, inflamasi, dan respon yang
berlebihan terhadap rangsangan (hyprresponsiveness).
Secara klasik, asma dibagi dalam dua kategori bedasr faktor pemicunya, yaitu asma ekstrinsik
(alergik) dan asma intrinsik (idiosnkratik). Asma ekstrinsik mengacu pada asma yang disebakan
karena menghirup allergen, yang biasanya terjaadi pada anak-anak yang memiliki keluarga dengan
riwayat penyakit alergi (baik eksim, utikaria, atau rhinitis). Asma intrinsic mengacu pada asma
yang disebabkan karena faktor-faktor diluar mekanisme imunitas, dan umunya dijumpai pada
orang dewasa. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya asma antara lain: udara dingin, obat-
obatan, stress, dan olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga dikenal dengan istilah
exercise-induced asthma.
Seperti telah dikatakan di atas, asma adalah penyakit inflamasi saluran nafas. Meskipun ada
berbagai cara untuk menimbulkan suatu respon inflamasi, baik pada asma ekstrinsik maupun
intrinsic, tetapi karakteristik inflamasi pada asma umumnya sama, yaitu terjadinya infiltrasi
eosinofil dan limfosit serta terjadi pengelupasan sel-sel epitial pada saluran nafas dan peningkatan
permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga pada penderita asma yang ringan.
Pada pasien yang meninggal karena serangan asma, secara histologis terlihat adanya sumbatan
(plugs) yang terdiri dari mucus glikoprotein dan eksudat protein plasma yang memperangkap
debris yang berisi sel-sel epitelial yang terkelupas dan sel-sel inflamasi.

 Patofisiologi
Patofisiologi Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan
psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos,
meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta
meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan
penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan
seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi
darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Karakteristik utama asma termasuk obstruksi jalan udara dalam berbagai tingkatan (terkait
dengan bronkospasmus, edema, dan hipersekresi), BHR, dan inflamasi jalan udara. Serangan asma
mendadak disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui maupun yang diketahui deperti paparan
terhadap alergen, virus, atau polutan dalam maupun luar rumah, dan masing- masing faktor ini
dapat menginduksi respon inflamasi. Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6-9 jam setelah serangan
alergen dan melibatkan eosinofil, limfosit T, basofil, neutrofil dan makrofag.

 Etiologi
Asma yang terjadi pada anak-anak sangat erat kaitannya dengan alergi. Kurang lebih 80%
pasien asma memiliki alergi. Asma yang muncul pada saat dewasa dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti: adanya sinusitis, polip hidung, sensitivitas terhadap aspirin atau obat-obat anti-
inflamasi non steroid (AINS), atau mendapatkan picuan di tempat kerja. Di tempat-tempat kerja
tertentu yang banyak terdapat agen-agen yang dapat terhirup seperti debu, bulu binatang, dll,
banyak dijumpai orang yang mnederita asma, yang disebut occupational asthma, yaitu asma yang
disebabkan karena pekerjaan. Kelompok dengan risiko terbesar terhadap perkembangan asma
adalah anak-anak yang mengidap alergi dan memiliki keluarga dengan riwayat asma.
Banyak faktor yang dapat meningkatkan keparahan asma. Beberapa di antaranya adalah
rhinitis yang tidak dapat diobati atau sinusitis, gangguan refluks gastroesofagal, sensitivitas
terhdap aspirin, pemaparan terhadap senyawa sulfit atau obat golongan beta bloker, dan influenza,
faktor mekanik, dan faktor psikis misalnya strees (Ikawati,2007).

 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian
penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam,
gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan
bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
2) Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-
tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a. Pasien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat
bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang
berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran,
penderita tampak letih, taki kardi.

Klasifikasi asma
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti
debu, binatang, makanan, rokok dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai
riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan
secara spesifik dengan alergen.Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan,
exercise, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus
terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat
menjadi bronkhitis kronik dan emphysema selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu
alergi dan non alergi.

 Tujuan Pengobatan
Tujuan terapi asma seperti ditetapkan oleh NAEPP tahun 2007 adalah memungkinkan pasien
menjalani hidup yang normal dengan hanya sedikit gangguan atau tanpa gejal. Beberapa tujuan
yang lebih rinci antara lain adalah:
a. Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan mengganggu, seperti batuk, sesak nafas
b. Mengurangi penggunaan beta agonis aksi pendek
c. Menjaga fungsi paru “mendekati” normal
d. Menjaga aktivitas pada tingkat normal (bekerja, sekolah, olah raga, dll)
e. Mencegah kekambuhan dan meminimalisasi kunjungan darurat ke RS
f. Mencegah progresivitas berkurangnya fungsi paru, dan utuk anak – anak mencegah
berkurangnya pertumbuhan paru – paru.
g. Menyediakan farmakoterapi yang optimal dengan sesedikit mungkin efek samping.
Sedikit berbeda denagn periode tahun sebelumnya, Guideline NAEPP 2007 merekomendasikan
adanya 4 komponen utama dalam penatalaksanaan asma yang meliputi :
1. Penilaian dan pemantauan asma, yang diperoleh dari uji obyektif, uji fisik, riwayat
pasien dan laporan pasien, untuk mendiagnosa dan menilai karekteristik dan keparahan
asma, serta memantau apakah kontrol terhadap asmanya dapat tercapai atau tidak.
2. Edukasi kepada semua individu yang terlibat dalam perawatan asma penderita.
3. Kontrol terhadap faktor – faktor lingkungan dan kondisi komorbid yang mungkin
mempengaruhi asma.
4. Terapi farmakologi.

 Pemeriksaan penunjang
a) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b) Tes provokasi :
1. Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2.Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3.Tes provokasi bronkial seperti : Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan
jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
4. Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
1. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
2. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
3. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
d) Pemeriksaan sputum.

 Pengobatan Asma
Berdasarkan penggunaanya, maka obat asma terbagi menjadi dua golongan yaitu pengobatab
jangka panjang untuk mengontrol gejala asma, dan pengobatan cepat untuk mengatasi serangan
akut asma.
1. Pengobatan jangka panjang
 Inhalasi steroid
 β 2 agonis aksi panjang
 Sodium kromogikat atau kromolin
 Nedokromil
 Modifier leukotrien
 Golongan metil santin
2. Pengobatan cepat
 Bronkodilator ( β2 agonis aksi cepat, antikolinergik, metilksantin )
 Kortikosteroid sitemik oral
BAB II
PENGKAJIAN RESEP
I. Aspek administrasi

No Evaluasi Keterangan
1 Inscriptio
- Nama dokter Ada
- No. SIP Ada
- Alamat/ no telp Ada
- Tanggal penulisan resep Ada
2 Invocatio
- Tanda R/ Ada
3 Perscriptio
- Nama obat Ada
- Kadar/dosis obat Tidak jelas
- Bentuk sediaan Tidak ada
- Jumlah obat Ada
4 Signatura
- Cara/ aturan pakai Ada
5 Subscriptio
- Tanda tangan / paraf dokter Ada
6 Pro
- Nama pasien Ada
- Umur/ berat badan Tidak ada
- Alamat Tidak ada

II. Aspek Farmasetis

1. - Salbutamol
- dosis : 2mg
- Jumlah Salbutamol yang di gerus = 20 tablet (2mg/2mg x 20 bks = 20 tab)
Sediaan salbutamol yang tersedia 2 mg
- Bentuk sediaan tidak dituliskan diresep
- Kekuatan sediaan tidak jelas

2. Methylprednisolone
- Dosis : 3mg
- Jumlah methylprednisolone yang di gerus = 15 tablet ( 3mg/4mg x 20bks = 15 tab)
Sediaan methylprednisolone yang tersedia 4mg
- Bentuk sediaaan tidak dituliskan di resep
- Kekuatan sediaan tidak jelas
3. Ranitidine
Dosis : 150mg
- Jumlah ranitidine : 15 tablet
- Bentuk sediaan : tidak dituliskan di resep

III. Aspek Klinis

1. Salbutamol
Indikasi : kejang bronkus pada semua asma bronkial, bronkitis kronis dan emfisema.
Sediaan : tab 2mg & 4 mg , botol 100ml
Dosis : Dewasa > 12 thn 2-4mg sehari 3-4x atau ½- 1 sdk (0,25-5ml) sehari 3-4 x.
Anak 2-6 thn 1-2mg sehari 3-4 x atau 1 cth (5ml) sehari.
Kontraindikasi : Hiperesensitif
Efek samping : pada pemakaian dosis besar kadang ditemukan terjadi tremor, palpitasi, kejang
otot,takikardia, sakit kepala, dan ketegangan

2. Methylprednisolone
Indikasi : Antiinflamasi dan pengobatan alergi , pernyakit saluran nafas, penyakit kulit,
penyakit reumatik, gannguan saluran pencernaan
Sediaan : 4mg, 8mg, 16mg tablet
Dosis : 4mg, 8mg, 16mg
Kontraindikasi : infeksi jamur sistemik
Efek samping : gangguan elektrolit dan cairan tubuh, gangguan pencernaan, keringat berlebihan,
peningkatan tekanan intracranial, gangguan siklus mensturasi,hambatan
pertumbuhan pada anak, katarak, glaucoma, anafilaksis.

3. Ranitidine
Indikasi : pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif,
mengurangi gejala refluk esofagitis, terapi pemeliharaan setelah penyembuhan
tukak duodenum dan lambung
Sediaan : tab 150mg, 50mg/2ml amp
Dosis : tukak duodenum sehari 2x 150mg atau 300mg sehari selama 4-8 minggu, tukak
lambung aktif 150mg sehari selama 2 minggu,
Kontraindikasi : hipersensitif
Efek samping : sakit kepala, ganggua kardiovaskular, gangguan gastrointestinal, gangguan
hematologik, gangguan endokrin.
BAB II
PEMBAHASAN
Drug Related Problem (DRP)
Drug related problem adalah sebuah kejadian atau problem yang melibatkan terapi obat
penderita yang mempengaruhi pencapaian outcome. DRP terdiri tadi DRP actual dan DRP
potensial . DRP actual adalah problem yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang
sedang diberikanpada penderita. DRP dapat diatasi atau dicegah ketika penyebab dari masalah
tersebut dipahami dengan jelas. Dengan demikian perlu untuk mengidentifikasi dan
mengkategorikan DRP dan penyebabnya.

a. Terapi obat tambahan


- Tidak ada ditemukan terapi obat tambahan pada resep

b. Terapi obat yang tidak perlu


- Pasien mendapatkan obat sesuai dengan indikasi
- Pasien tidak mendapatkan multiple drugs therapy

c. Salah obat
- Pasien mendapatkan obat yang tepat sesuai dengan diagnosa penyakit yaitu asma obat yang
digunakan adalah salbutamol, methylprednisolone, dan ranitidine

d. Dosis terlalu rendah/ tinggi


- Pasien mendapatkan dosis obat yang tepat dan sesuai dengan yang tertera pada ISO dan
MIMS
e. Reaksi obat yang merugikan
- Tidak terdapat reaksi obat yang merugikan dari obat yang diresepkan.

Vous aimerez peut-être aussi