Vous êtes sur la page 1sur 15

KONSEP DASAR

1. Pengertian
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya
O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem.
(Prambudi, 2013).
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan
asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir (BBL) terhadap
kehidupan uterin.
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan
keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan
(Depkes RI, 2009).

2. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat

1
4) Prolapsus tali pusat.
c. Faktor bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
(DepKes RI, 2009).

3. Patofisiologi
Sebelum lahir, seluruh oksigen yang digunakan oleh janin berasal dari difusi
darah ibu ke darah janin melewati membran plasenta. Hanya sebagian kecil darah
janin yang mengalir ke paru-paru janin. Paru janin tidak berfungsi sebagai jalur
transportasi O2 atau ekskresi CO2 ataupun keseimbangan asam basa pada janin.
Paru-paru janin mengemband dalam uterus akan tetapi kantung-kantung udara
yang akan menjadi alveoli berisi cairan bukan udara. Selain itu pembuluh arteriol
konstriksi (mengkerut) karena tekanan parsial oksigen (PO2) pada janin rendah.
Sebelum lahir, sebagian besar darah dari sisi kanan jantung tidak dapat memasuki
paru karena resistensi yang lebih rendah yaitu melewati duktus arteriosus menuju
aorta.
Setelah lahir, bayi tidak lagi terhubung dengan plasenta dan akan bergantung
pada paru-paru sebagai sumber oksigen. Oleh sebab itu dalam hitungan detik, cairan
paru dalam alveoli harus diserap. Paru-paru harus terisi udara yang mengandung
oksigen dan pembuluh darah paru harus membuka untuk meningkatkan aliran
darah ke alveoli sehingga oksigen dapat diabsorpsi dan dibawa ke sleuruh tubuh
(Perinasia, 2012)

PERUBAHAN NORMAL SETELAH KELAHIRAN, meliputi (Perinasia, 2012):


1. Cairan dalam alveoli diserap ke pembuluh limfe paru dan digantikan oleh
udara.
2. Arteri umbilikalis konstriksi, kemudian arteri dan vena umbilikalis menutup
ketika tali pusat dijepit.
3. Pembuluh darah paru relaksasi sehingga tekanan terhadap aliran darah
menurun karena mengembangnya alveoli oleh udara yang berisi oksigen
sehingga kadar oksigen dalam alveoli meningkat.

2
MASALAH YANG DAPAT MENGGANGGU TRANSISI NORMAL (Perinasia, 2012):
1. Paru tidak terisi udara meskipun sudah ada pernapasan spontan (ventilasi tidak
adekuat).
2. Tidak terjadi peningkatan tekanan darah sistemik (hipotensi sistemik)
3. Arteri pulmonal tetap konstrikso setelah kelahiran karena sebagian atau
seluruh paru gagal mengembang atau karena kekurangan oksige sebelum/
selama persalinan (hipertesi pulmonal persisten neonatus)

Bila transisi normal tidak terjadi, cadangan oksigen ke jaringan berkurang dan
arteri di usus, ginjal, otot, dan kulit akan konstriksi. Suatu refleks pertahanan hidup
akan berusaha mempertahankan atau meningkatkan aliran darah ke jantung dan otak
untuk mempertahankan stabilitas pasokan oksigen. Redistribusi aliran darah ini
mempertahankan fungsi organ-organ vital. Akan tetapi, jika kekurangan oksigen
berlanjut, fungsi miokardial dan curah jantung akan mengalamai penurunan,
tekanan darah menurun dan aliran darah ke semua organ juga akan berkurang
(irreversibel) sehingga menyebabkan kerusakan organ-organ lain atau kematian.

4. Tanda dan Gejala


Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-
tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini :
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ
lain
d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen
pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan
g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru
atau nafas tidak teratur/megap-megap
h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
i. Penurunan terhadap spinkters
j. Pucat
(Depkes RI, 2009)

3
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium AGD
Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk
memberikan oksigen yang adekuat dan membuang karbondioksida serta
tingkat dimana ginjal mampu untuk menyerap kembali atau mengekresi ion-
ion bikarbonat untuk mempertahankan PH darah yang normal.
b. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
c. Foto rontgen dada (baby gram)
Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya ketebalan atau
densitas yang dihasilkan oleh cairan, tumor, benda asing dan kondisi
patologis lain dapat dideteksi dengan cara pemeriksaan rontgen.
d. Elektrolit darah
e. Gula darah
f. Pulse Oximetry
Adalah metode pemantauan non invasif secara kontinue terhadap saturasi
Oksigen Hemoglobin. Jadi pulse oximetry merupakan suatu cara efektif
untuk memantau pasien terhadap perubahahn saturasi oksigen yang kecil /
mendadak.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro
(2005) adalah sebagai berikut :
a. Tindakan umum
1) Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh
penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel
jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan
untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan :
a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
c) Bungkus bayi dengan kain kering.
2) Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan
keluarnya lender

4
3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul
kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan
suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
a) Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara
langsung dan berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal
dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini
mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi
ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara
ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa.
b) Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
c) Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas
tulang dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan
dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian
nafas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan
timbulnya komplikasi pneumotoracks jika tindakan ini dilakukan
bersamaan.
d) Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc
secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-
100 mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi
jantung.
2) Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)
Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :
a) Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR 1
menit.
b) Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung,
O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan
dengan kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan
menutup lubang hidung dan mulut disertai dengan menggerakkan
dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 x/ menit.

5
c) Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut
bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong
pangkal lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O2 sebelum
peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-
30 x/menit.
c. Tindakan lain dalam resusitasi
1) Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada
bayi prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang
mendapatkan anastesia dalam persalinan.
2) Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh
penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama
proses persalinan.
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia,
antara lain :
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
Caranya:
1) Bayi dibungkus dengan kain hangat
2) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian mulut.
3) Bersihkan badan dan tali pusat.
4) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
Caranya :
1) Bersihkan jalan napas.
2) Berikan oksigen 2 liter per menit.
3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah
tekanan intra kranial meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
Caranya:

6
1) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
2) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3) Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
4) Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
5) Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

Nilai APGAR adalah metode obyektf untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan
berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara umum, serta
responnya terhadap resusitasi. Intervensi resusitasi adalah modifikasi dari nilai
APGAR sehingga resusitasi yang dilakukan pada saat nilai ditentukan harus dicatat.
Nilai APGAR ditentukan pada menit ke-1 dan menit ke-5 setelah lahir. Jika nilai
APGAR pada menit ke-5 kurang dari 7 maka ada tambahan nilai setiap 5 menit sampai
20 menit (Perinasia, 2012).

0 1 2
Appearance Biru, pucat Badan pucat tungkai Semuanya merah
biru muda
Pulse Tidak teraba < 100 >100
Grimace Tidak ada Lambat Menangis kuat
Activity Lemah/lumpuh Gerakan sedikit/fleksi Aktif/fleksi tungkai
tungkai baik/reaksi melawan
Respiratory Tidak ada Lambat, tidak teratur Baik, menangis kuat

Nilai APGAR tidak digunakan untuk memulai tindakan resusitasi ataupun


menunda intervensi pada bayi dengan depresi sampai penilaian menit ke-1. Akan
tetapi resusitasi harus segera dimulai sebelum menit ke-1 dihitung.
Menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi atau tidak dilihat dari: (Perinasia,
2012)
1. Apakah bayi lahir cukup bulan

2. Apakah bayi bernapas/ menangis

3. Apakah tonus otot baik

Secara jelas gambaran umum dan prinsip resusitasi di Gambar 1 berikut:

7
7. Pencegahan
Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan dan
beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :
a. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan.
b. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap pada
kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia neonatorum.
c. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.

8
d. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi
dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan
kardiotokografi.
e. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia
neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.
f. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan penanganan
persalinan.
g. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari :
1) Persalinan yang bersih dan aman.
2) Stabilisasi suhu.
3) Inisiasi pernapasan spontan.
4) Inisiasi menyusu dini.
5) Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi.

9
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi) meliputi
nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama (ayah dan
ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan
alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat antenatal, Riwayat natal, komplikasi
persalinan, Riwayat post natal, Pola eliminasi, Latar belakang sosial budaya,
Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis
psikotropika, Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, Hubungan
psikologis.
a. Data Obyektif
Keadaan umum : Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko
terjadinya hipothermi. bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi
hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C. Sedangkan suhu normal tubuh antara
36,5 C – 37,5 C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi
normal antara 40-60 kali permenit.
b. Pemeriksaan fisik.
1) Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna
biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
2) Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
3) Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan
refleksi terhadap cahaya.
4) Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
5) Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
6) Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher;
perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
7) Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan
suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100
kali per menit.

10
8) Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah
arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit
berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia
diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran
bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak,
adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
9) Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus
perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan, kadang perdarahan
10) Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air
besar serta warna dari faeses.
11) Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan
adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan
jari-jari tangan serta jumlahnya.
12) Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai
keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang.

2. Diagnosa
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4) Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
5) Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga.
6) Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga.

11
2. Perencanaan

NURSING CARE PLAN

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Tentukan kebutuhan 1. Pengumpulan data
nafas tidak efektif tindakan oral/ suction tracheal untuk perawatan
b.d produksi keperawatan selama optimal
mukus berlebih proses keperawatan 2. Auskultasi suara 2. Membantu
diharapkan jalan nafas sebelum dan mengevaluasi
nafas lancar dengan sesudah suction keefektifan upaya
kriteria: batuk klien
1. Tidak 3. Bersihkan daerah 3. Meminimaliasi
menunjukkan bagian tracheal penyebaran
demam setelah suction mikroorganisme.
2. Tidak selesai dilakukan.
menunjukkan 4. Monitor status 4. Untuk mengetahui
cemas. oksigen pasien, status efektifitas dari
3. Rata-rata repirasi hemodinamik segera suction.
dalam batas sebelum, selama dan
normal. sesudah suction.
4. Pengeluaran
sputum melalui
jalan nafas.
5. Tidak ada suara
nafas tambahan.

Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Pertahankan 1. Untuk


efektif b.d tindakan keperawatan kepatenan jalan nafas membersihkan jalan
hipoventilasi. selama proses dengan melakukan nafas
keperawatan pengisapan lendir.
diharapkan pola nafas 2. Pantau status 2. Guna meningkatkan
menjadi efektif. pernafasan dan kadar oksigen yang
Kriteria hasil : oksigenasi sesuai bersirkulasi dan
1. Pasien dengan kebutuhan. memperbaiki status
menunjukkan pola kesehatan
nafas yang efektif. 3. Auskultasi jalan nafas 3. Membantu
2. Ekspansi dada untuk mengetahui mengevaluasi
simetris. adanya penurunan keefektifan upaya
3. Tidak ada bunyi ventilasi. batuk klien
nafas tambahan. 4. Kolaborasi dengan 4. Perubahan agd dapat
4. Kecepatan dan dokter untuk mencetuskan
irama respirasi pemeriksaan AGD disritmia jantung.
dalam batas dan pemakaian alat
normal. bantu nafas
5. Berikan oksigenasi 5. Terapi oksigen dapat
sesuai kebutuhan. membantu
mencegah gelisah
bila klien menjadi
dispneu, dan ini
juga membantu

12
mencegahedema
paru.

Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji bunyi paru, 1. Membantu


pertukaran gas b.d tindakan keperawatan frekuensi nafas, mengevaluasi
ketidakseimbangan selama proses kedalaman nafas dan keefektifan upaya
perfusi ventilasi. keperawatan produksi sputum. batuk klien
diharapkan 2. Auskultasi bunyi 2. Membantu
pertukaran gas nafas, catat area mengevaluasi
teratasi. penurunan aliran keefektifan upaya
Kriteria hasil : udara dan / bunyi batuk klien
1. Tidak sesak nafas tambahan.
2. Fungsi paru dalam 3. Pantau hasil Analisa 3. Perubahan agd dapat
batas normal Gas Darah mencetuskan
disritmia jantung.

Risiko cedera b.d Tujuan : Setelah 1. Cuci tangan setiap 1. Untuk mencegah
anomali kongenital dilakukan tindakan sebelum dan sesudah infeksi nosokomial
tidak terdeteksi keperawatan selama merawat bayi.
atau tidak teratasi proses keperawatan 2. Pakai sarung tangan 2. Untuk mencegah
pemajanan pada diharapkan risiko steril. infeksi nosokomial
agen-agen cidera dapat dicegah. 3. Lakukan pengkajian 3. Untuk mencegah
infeksius. Kriteria hasil : fisik secara rutin keadaan yang kebih
1. Bebas dari terhadap bayi baru buruk.
cidera/ lahir, perhatikan
komplikasi. pembuluh darah tali
2. Mendeskripsikan pusat dan adanya
aktivitas yang anomali.
tepat dari level 4. Ajarkan keluarga 4. Untuk meningkatkan
perkembangan tentang tanda dan pengetahuan
anak. gejala infeksi dan keluarga dalam
3. Mendeskripsikan melaporkannya pada deteksi awal suatu
teknik pemberi pelayanan penyakit
pertolongan kesehatan.
pertama 5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari
vaksin hepatitis
Risiko Setelah dilakukan 1. Hindarkan pasien 1. Untuk menjaga suhu
ketidakseimbangan tindakan keperawatan dari kedinginan dan tubuh agar stabil.
suhu tubuh b.d selama proses tempatkan pada
kurangnya suplai keperawatan lingkungan yang
O2 dalam darah. diharapkan suhu hangat
tubuh normal. 2. Monitor gejala yang 2. Untuk mendeteksi
Kriteria Hasil : berhubungan dengan lebih awal
1. Temperatur badan hipotermi, misal perubahan yang
dalam batas fatigue, apatis, terjadi guna
normal. perubahan warna mencegah
2. Tidak terjadi kulit dll. komplikasi
distress 3. Monitor TTV. 3. Peningkatan suhu
pernafasan. dapat menunjukkan

13
3. Tidak gelisah. adanya tanda-tanda
4. Perubahan warna infeksi
kulit. 4. Monitor adanya 4. Penurunan
5. Bilirubin dalam bradikardi. frekuensi nadi
batas normal. menunjukkan
terjadinya asidosis
5. Monitor status resporatori karena
pernafasan. kelebihan retensi
co2.

Proses keluarga Setelah dilakukan 1. Tentukan tipe proses 1. Untuk mengetahui


terhenti b.d tindakan keperawatan keluarga. tindakan yang tepat
pergantian dalam selama proses 2. Identifikasi efek untuk diberikan
status kesehatan keperawatan pertukaran peran 2. Untuk
anggota keluarga. diharapkan koping dalam proses mempersiapkan
keluarga adekuat. keluarga. psikologi keluarga
Kriteria Hasil : 3. Bantu anggota 3. Untuk
1. Percaya dapat keluarga untuk memanfaatkan
mengatasi menggunakan dukungan yang ada
masalah. mekanisme support dari keluarga.
2. Kestabilan yang ada. 4. Untuk mengatasi
prioritas. 4. Bantu anggota situasi yang tidak
3. Mempunyai keluarga untuk terduga.
rencana darurat. merencanakan
4. Mengatur ulang strategi normal
cara perawatan. dalam segala situasi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Asuhan Bayi Baru Lahir Dan
Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia. Jakarta : JNPK.

Hidayat. A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Media. Jakarta

Aliyah Anna, dkk.1997. Resusitasi Neonatal. Jakarta: Perkumpulan perinatologi


Indonesia (Perinasia).

Perinasia (2012) Buku Panduan Resusitasi Neonatus, Edisi ke-6

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Prambudi, R. 2013. Neonatologi Praktis. Cetakan Pertama. Bandar Lampung :


Anugrah Utama Raharja.

Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, SpOG.2007. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 3. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC.

15

Vous aimerez peut-être aussi