Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
diberikan. Mutu pelayanan rumah sakit sangat dipengaruhi oleh sumber daya
manusia yang ada didalamnya (Depkes RI, 2012). Salah satu sumber daya yang
terdapat di rumah sakit adalah perawat. Di Indonesia dari 220.776 orang tenaga
kesehatan yang ada di rumah sakit sebanyak 110.782 orang adalah perawat
Disisi lain, keadaan perawat sendiri juga harus tetap terjaga. Jika tidak, akibatnya
kinerja mereka akan menjadi buruk dan secara tidak langsung berpengaruh
Menurunnya kualitas pelayanan bukan hanya karena faktor mutu tenaga, tetapi
dapat juga karena tingginya beban kerja yang berakibat perawat menjadi letih
secara fisik dan mental. Hal ini bisa tampak bila terjadinya kenaikan jumlah
jumlah perawat tetap dalam periode waktu yang lama (Ilyas, 2013). BOR atau
gambaran tinggi redahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur pada waktu tertentu
1
yang didefinisikan sebagai rasio jumlah hari perawatan RS terhadap jumlah
tempat tidur dikalikan dengan jumlah hari dalam satuan waktu. BOR dapat
dihitung dengan membandingkan jumlah tempat tidur pasien yang ada diruangan
dengan jumlah pasien diruangan tersebut. Nilai standar dari BOR adalah 65% -
tidur (BOR) di rumah sakit di Indonesi tahun 2005 dimana provinsi NTT memiliki
rata – rata BOR yang paling tinggi diantara provinsi yang lainnya yaitu dengan
nilai BOR 89,60%, dilanjutkan dengan provinsi Papua diposisi dua tertinggi yaitu
dengan nilai BOR 79,60%, provinsi Sulawesi Selatan menduduki nilai BOR
tertinggi ketiga yaitu dengan nilai 75,10%. Provinsi Bali sendiri memiliki nilai
BOR 66,50%.
Semakin tinggi BOR di suatu rumah sakit maka dapat dikatakan rumah
sakit tersebut semakin baik, karena rumah sakit tersebut dapat memanfaatkan
dangan itu pastilah harus disertai dengan peningkatan pelayanan yang diberikan
oleh rumah sakit. Meningkatnya BOR otomatis akan membuat beban kerja
emosional perawat seperti merasa lelah dan jenuh secara mental ataupun fisik
sebagai akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat yang sering disebut burnout.
Perawat yang mengalami burnout dan mempunyai lingkungan yang kurang aman
dapat memberikan perawatan yang kurang efisien daripada perawat yang tidak
2
kesalahan yang berpotensi merugikan pasien. Burnout juga terbukti menjadi
disebabkan keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang penuh dengan tuntutan
dialami pekerja kesehatan dan sosial (perawat), 32% guru (pendidik), 9% dialami
dan 2% dialami pekerja lainnya. Dari persentase tersebut terlihat bahwa profesi
mengalami burnout. Menurut Coustsse (2015) burnout syndrome terjadi pada 49%
perawat baru dibawah 30 tahun dan 40% pada perawat diatas 30 tahun di Amerika
Serikat karena beban kerja yang tinggi yang menyebabkan penurunan performa
kerja.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Wangaya
Denpasar didapatkan nilai rerata BOR tiga bulan terakhir di tahun 2018 adalah
67,67%, dimana nilai BOR ini masih dikatakan ideal, namun dibeberapa ruangan
masih terjadi ketimpangan nilai BOR, diantaranya ada ruang Angsa dengan rerata
nilai BOR tiga bulan terakhir di tahun 2018 adalah 92,31%, ruang Belibis 62,63%,
ini berbeda. Dengan perbedaan beban kerja yang dialami perawat di semua
ruangan ini tentu akan menimbulkan tingkat burnout yang berbeda pula, dimana
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014) tentang hubungan beban
3
kerja terhadap burnout syndrome pada perawat pelaksana ruang intermediet di
beban kerja dengan burnout syndrome pada perawat. Untuk mengatasi masalah
termodifikasi dimana satu perawat primer akan dibantu oleh beberapa perawat
dengan nilai BOR sekian perawat merasa jenuh karena beban kerja yang dirasakan
berat dimana perawat primer dapat memegang 8 sampai 10 bed walaupun dibantu
oleh perawat pelaksana tetapi perawat tetap merasa jenuh. Kejenuhan yang
dirasakan perawat juga didukung oleh lama perawat tersebut bekerja disana.
Dari uraian diatas peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian
tentang bagaimana hubungan antara BOR dengan burnout pada perawat di ruang
rawat inap RSUD Wangaya Depasar, mengingat besarnya dampak yang dapat
“Hubungan BOR dengan burnout pada perawat di ruang rawat inap RSUD
Wangaya Denpasar.”
4
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
hubungan BOR dengan burnout pada perawat di ruang rawat inap RSUD
Wangaya Denpasar.
Wangaya Denpasar.
1.3.2.3 Mengidentifikasi hubungan BOR dengan burnout di ruang rawat inap
melaksanakan penelitian lebih lanjut yang terkait dengan BOR dan burnout
perawat.
5
informasi bagi perawat klinis mengenai kiat-kiat dalam mengantisipasi
burnout.
1.4.2.2 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas
Penelitian yang dilakukan oleh Eliyana, 2015 dengan judul “Faktor - Faktor
Sampel yang diambil adalah total sampling berjumlah 122 orang. Hasil
kategori rendah sebesar 82,8% dan kategori sedang sebesar 17,2% serta
variabel yang paling dominan dengan burnout adalah variabel beban kerja.
Perbedaan dari peneletian ini adalah pada variabel bebas dan lokasinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Pande Putu Ida Oktayani, 2018 dengan judul
6
Sakit BIMC Kuta tahun 2017”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara self efficacy dengan burnout pada perawat di Rumah Sakit
rancangan cross sectional, sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang
penelitian terdiri dari 2 kuisioner yaitu Generilized Self Efficacy Test untuk
signifikan antara self efficacy dengan burnout pada perawat di Rumah Sakit
Khusus Bedah BIMC Kuta Tahun 2017 dengan nilai sig. (2 tailed) 0,04
signifikan antara self efficacy dengan burnout pada perawat di Rumah Sakit
Khusus Bedah BIMC Kuta Tahun 2017.Perbedaan dari peneletian ini adalah