Vous êtes sur la page 1sur 42

TEORI SASTRA

Kajian Teori dan Praktik

Dr.M. Rafiek, M.Pd.

BAB 1

Hermeneutika Ricoeur sebagai Alat Penafsir Karya Sastra

v Hakikat hermeneutika Ricoeur

Menurut Ricoeur (2006: 58-59), tempat pertama yang didiami oleh hermeneutika adalah bahasa
dan lebih khusus lagi bahasa tulis. Teori hermeneutika Ricoeur berusaha mengintegrasikan
eksplanasi dan pemahaman dengan suatu dialektika yang konstruktif yang terdapat di dalam
khazanah teks.

v Definisi Hermeneutika Ricoeur

Hermeneutika Ricoeur adalah suatu jenis pembacaan yang merespon otonomi teks dengan
menggambarkan secara bersama elemen-elemen pemahaman dan penjelasan serta
menggabungkannya dalam satu proses interpretasi yang kompleks.

v Fungsi Hermeneutika Ricoeur

Fungsi hermeneutika ricoeur di satu sisi mencari dinamika internal yang mengatur struktural
kerja di dalam sebuah teks, disisi lain mencari daya yang dimiliki kerja teks itu untuk
memproyeksikan diri ke luar dan memungkinkan halnya teks itu muncul ke permukaan.

v Cara Kerja Hermeneutika Ricoeur

Langkah pertama yaitu langkah pemahaman dari simbol ke simbol. Langkah kedua adalah
pemberian makna oleh simbol serta penggalian yang cermat atas makna.

Langkah ketiga adalah langkah yang benar-benar filosofis, yaitu berpikir dengan menggunakan
simbol sebagai titik tolaknya. Tujuannya hermeneutika dalam hal ini yaitu memahami diri
sendiri melalui pemahaman orang lain. Maksudnya, adalah mengatasi jarak waktu yang
memisahkan antara kita dengan teks.

v Penegasan Istilah Teks dan Metafora dalam Hermeneutika Ricoeur

Teks adalah sebuah wacana tertulis dan karena itu adalah sebuah karya. Pemahaman atas
metafora dapat berfungsi sebagai panduan untuk memahami teks-teks panjang seperti karya
sastra.
v Penegasan Istilah Simbol dalam Hermeneutika Ricoeur

Simbol adalah ungkapan yang mengandung makna ganda.

v Penegasan Istilah Bahasa Sastra dalam Hermeneutika Ricoeur

Tiga ciri utama bahasa sastra :

1. Bersifat simbolik, puitik, dan konseptual


2. Kesadaran menghasilkan objek estetik yang terikat pada dirinya
3. Menerbitkan pengalaman fiksional.

v Narativitas dan Historisitas dalam Hermeneutika Ricoeur

Konsep rujukan silang menjadi kunci bagi hubungan yang fundamental antara narativitas dan
historisitas.

v Hermeneutika Kritis Ricoeur untuk Penjelasan Sejarah

Hermeneutika mensyaratkan satu hal kritis sebab kita memiliki budaya dan tradisi pada kondisi
tertentu yang membatasi jarak kita pada masa lalu, jarak yang diekspresikan di atas semuanya
berada dalam distansiasi yang dialami teks.

BAB 2

Hermeneutika Dilthey sebagai Alat Penafsir Karya Sastra Bersifat Historis

v Hakikat Hermenutika Dilthey

Dilthey lebih percaya pada fakta sejarah, biografi, karya orang-orang besar, kehidupan budaya,
tradisis religius, serta lembaga-lembaga sosial sebagai jawaban siapa sesungguhnya
manusia.Orientasi pemikiran Dilthey adalah hidup mempunyai suatu struktur Hermeneutika.

v Definisi Hermeneutika Dilthey

Dilthey melihat hermeneutika adalah inti disiplin yang dapat melayani sebagai fondasi
bagi geisteswissenschaften yaitu semua disiplin yang memfokuskan pada pemahaman seni, aksi,
dan tulisan manusia.

v Fungsi Hermeneutika

Fungsi hermeneutika Dilthey adalah mengembangkan metode menganalisis arti ekspresi


kehidupan batin “yang secara objektif sah”. Fungsi lainnya adalah memahami orang atau pelaku
yang menjadi sejarah.
v Lingkaran Hermeneutika Dilthey

Sebuah kamus dapat bercerita tentang ruang lingkup kemungkinan arti, tetapi di dalam ruang
lingkup tersebut, arti suatu kata dapat bergerak dengan bebas.

v Cara Kerja Hermeneutika Dilthey

1. Interpretasi Data

Dilthey menyimpulkan bahwa interpretasi adalah suatu seni memahami manifestasi atau
pengejawantahan hal yang bersifat vital dan ditampakkan pada kebiasaan yang tahan lama.

1. Riset Sejarah

Dilthey menyatakan bahwa peristiwa sejarah dapat dipahami melalui tiga proses sebagai barikut.

1. Memahami sudut pandang.


2. Memahami makna kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peristiwa sejarah.
3. Mnilai peristiwa-peristiwa berdasarkan gagasan yang berlaku pada saat sejarahwan itu
hidup.

v Penegasan Istilah Pemahaman dalam Hermeneutika Dilthey

Dilthey menyatakan bahwa pemahaman adalah penemuan atas diri saya di dalam diri anda.

v Penegasan Istilah Historitas dalam Hermeneutika Dilthey

Historitas bermakna dua hal, yaitu manusia memahami dirinya tidak melalui introspeksi tetapi
melalui objektivitas hidup dan hakikat manusia bukanlah sebuah esensi yang baku.

BAB 3

Menafsirkan Teks Sastra Bersama Habermas Melalui Kajian Hermeneutikanya

1. 1. Prawacana

Untuk hermeneutikanya ini, Habermas mengacu pada pandangan Peirce yang menyatakan bahwa
setiap pertanyaan yang diajukan pasti ada jawabannya yang benar, ada kesimpulan akhirnya,
yang hendak dituju oleh pendapat setiap orang secara tetap.

1. 2. Proses Pembacaab Hermeneutika Habermas

Proses pembacaan hermeneutika Habermas meliputi tiga kelas ekspresi kehidupan, yaitu
linguistik, tindakan, dan pengalaman.

1. 3. Habermas Membaca Sastra antara Linguistik, Tindakan, dan Pengalaman


Inti dari gagasan hermeneutika Habermas adalah penerapan pengetahuan untuk mengontrol
proses dalam masyarakat yang diketahui dengan pengetahuan reflektif untuk saling pemahaman
intersubjektof.

1. 4. Kritik Ideologi dan Teori Kritis dalam Perspektif Habermas

Teori kritis merupakan suatu metode untuk menjelaskan hubungan antara bidang-bidang yang
ada dalam realitas sosial. Sedangkan kritik ideologi memerlukan sistem acuan yang melampaui
batas-batas tradisi, sistem yang akan meruntuhkan keabsolutan tradisi dengan menjelaskan
secara sistematis kodisi-kondisi empiris di mana tradisi tersebut berkembang dan berubah.

1. 5. Tindakan Komunikatif dalam Hermeneutika Sastra Habermas

Aspek penting dalam logika teori aksi komunikatif Habermas memberikan kemungkinan untuk
membahas kebenaran dan bahkan rasionalitas dalam karya seni.

1. 6. Catatan Penutup

Penafsir baru dikatakan telah memahami makna suatu teks kalau dia mengerti mengapa
pengarang merasa dirinya berhak mengemukakan pernyataan-pernyataan tertentu. Penafsir harus
menjelaskan konteks yang harus diyakini sebagai pengetahuan umum oleh pengarang dan
masyarakat pada saat itu jika kesulitan yang dihadirkan teks ke hadapan kita di masa kini tidak
muncul saat itu, dan jika dan jika kesulitan lain dapat muncul di hadapan orang-orang sezaman
yang kini terlihat sepele di mata kita. Penafsir tidak dapat memahami kandungan suatu teks jika
dia tidk berada pada posisi untuk menampilkan ke hadapan dirinya alasan-alasan yang mungkin
dikemukakan pengarang dalam mempertahankan ujarannya dalam kondisi yang tepat.

BAB 4

Folklor, Sastra Lisan, dan Mitos di Kalimantan Selatan

1. 1. Kondisi Penelitian Sastra di Indonesia

Penelitian sastra lisan dan sastra Melayu klasik di Indonesia akhir-akhir ini mengundang gairah
teori sastra lisan untuk berperan penting. Folklor, sastra lisan, dan mitos di Kalimantan Selatan
merupakan warisan turun-temurun yang senantiasa memberikan nilai pendidikan dan nilai
budaya bagi generasi muda untuk mempertahankan jati diri daerah dan budayanya.

1. 2. Folklor

Definisi folklore secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar
dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolekif macam apa saja, secara tradisional dalam
versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat
atau alat pembantu pengingat.

1. 3. Folklor dan Sastra Lisan


Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur
bukan lisan. Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara
pembuatannya diajarkan secara lisan. Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya disampaikan
dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Sastra lisan itu merupakan bagian dari folklor yaitu
segala sesuatu yang tercakup dalam kehidupan kebudayaan rakyat seperti adat istiadat,
kepercayaan, dongeng, dan ungkapan.

1. 4. Mitos dalam folklor dan Sastra Lisan

Fungsi mitos yang termasuk ke dalam folklor itu menurut Bascom (1965a: 3-20) ada empat,
yaitu (a) sebagai sistem proyeksi yaitu sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, (b)
sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (c) sebagai alat
pendidikan anak, dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat
akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

1. 5. Folklor, Sastra Lisan, dan Mitos di Kalimantan Selatan


2. a. Folklor di Kalimantan Selatan

Di Kalimantan Selatan terdapat cerita rakyat Lok si Naga yang berada di Kabupaten Hulu sungai
Selatan, Kandangan. Berkisah tentang seorang biasa yang akhirnya berubah menjadi naga setelah
memakan telur naga. Hal ini menandakan adanya mitos naga dalam kasustraan rakyat Banjar.

1. b. Sastra Lisan di Kalimantan Selatan

Sastra lisan di Kalimantan Selatan banyak ragamnya terutama puisi lama. Antara lain mantera,
karmina, pantun, peribahasa, ungkapan tradisional, capatian atau cupupatian (teka-teki),
mahalabio, dan lain-lain.

1. c. Mitos di Kalimantan Selatan

Mitos yang paling kuat hingga saat ini dan masih peneliti temui dalam mayarakat Banjar di
Kalimantan Selatan adalah mitos tokoh Pangeran Surianata, Putri Junjung Buih, dan Patih
Lambu Mangkurat sebagai cikal bakal lahirnya raja-raja Banjar terkemudian.

1. 6. Kesimpulan dan Saran

Saran bagi para peminat dan peneliti sastra lisan Banjar agar melakukan penelitian terhadap
sastra lisan Banjar khususnya capatian, mahalabio, dan karmina Banjar secara lebih intensif
untuk menjaga kelestarian dan kebertahanannya di masyarakat.

BAB 5

Representasi Perempuan dalam Film Kuch-Kuch Hota Hai

1. 1. Penelitian tentang Representasi Perempuan dalam Film India


Dalam penelitian Krishnan dan Dighe (1990) diserangkaian film-film populer India yang
diproduksi di Mumbay, mereka menemukan karakter perempuan dalam film fiksi di televisi
India, yaitu rela berkorban, tergantung, ragu untuk bersenang-senang, mendefinisikan dunia
melalui hubungan keluarga, emosional dan sentimental, tersubordinasi, dan maternal.

1. 2. Makna Representasi

Kata representasi berasal dari bahasa inggris, yaitu representation.representasi adalah perbuatan
mewakili, keadaan diwakili, bisa juga diartikan sebagai gambaran.

1. 3. Representasi Perempuan dalam Film Kuch-Kuch Hota Hai

Film Kuch-Kuch Hota Hai membuktikan bahwa perempuan India adalah perempuan yang
penyayang, penyabar, dan menunggu serta bisa menahan perasaannya terhadap lelaki yang ia
cintai.

BAB 6

Membaca Mitos dalam Hikayat Raja Banjar Bersama Claude Levi-Strauss

1. 1. Penelitian Awal tentang Hikayat Banjar

Penelitian-penelitian awal yang pernah dilakukan oleh Ras (1968) masih berupa penelitian
tentang kebudayaan, sedikit sejarah, perbandingan naskah, dan sedikit sejarah Banjar, Jawa dan
Melayu.

1. 2. Strukturalisme Claude Levi-Strauss

Strukturalisme mendasarkan diri pada semiologi ala Saussure dan sekaligus melampauinya.
Namun, dia tampak sering melampaui batasab-batasan kakku dari berfungsinya tanda. Tokoh
utama strukturalisme dalam kehidupan intelektual Prancis adalah seorang antropolog
bernama Claude Levi-Strauss. Levi-strauss menunjukkan betapa pikiran-pikiran primitif
sesungguhnya bersifat kompleks dan memiliki pola. Unsur pokok yang menjembatani
antropologi Levi-Strauss dan prinsip-prinsip semiologis adalah penekanan keduanya pada
struktur.

1. 3. Langkah Kerja Analisis Struktural Levi-Strauss

Secara sederhana analisis strktural memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membaca keseluruhan cerita terlebih dahulu.


2. Apabila cerita terlalu panjang, maka cerita tersebut dapat dibagi menjadi beberapa
episode.
3. Setiap episode mengandung deskripsi tentang tindakan atau peristiwa.
4. Memperhatikan adanya suatu kalimat yang menunjukkan hubungan-hubungan tertentu
antarelemen dalam suatu cerita.
5. Disusun secara diakronis dan sinkronis.
6. Mencoba menarik hubungan relasi antarelemen di dalam suatu cerita secara keseluruhan.
7. Menarik kesimpuln-kesimpulan akhir dengan mencoba memaknakan ceruta-cerita
internal.

1. 4. Mitos-Mitos dalam Hikayat Banjar

Peneliti menyebut naskah Hikayat Banjar sbagai histografi etnik karena dalam naskah tersebut
terdapat gambaran sejarah asal mula dan perkembangan etnik Banjar.

1. 5. Kesimpulan dan Saran

Suatu histografi etnik menghasilkan suatu kesimpulan bahwa Lembu Mangkurat lebih dominan
berperan dalam dinasti kerajaan. Saran bagi para peneliti mitos dalam naskah karya sastra klasik
agar lebih menggiatkan kajiannya.

BAB 7

Pementasan Madihin Banjar: Kajian Etnopuitika

1. 1. Perkembangan Etnopuitika di Indonesia

Etnopuitika secara garis besar mengkaji kesenian atau sastra tradisional beserta aspek-aspek
pendukungnya. Sebagai sastra tradisional, madihin Banjar mempunyai syarat untuk itu. Kesenian
klasik khas Banjar yang mampu bertahan hingga kini ini masih cukup digandrungi generasi tua
dan muda Banjar, tetapi hanya sebagai “ penikmat “ bukan sebagai “ pelaku “. Pelaku di sini
adalah pemain madihn itu sendiri yang disebut pamadihinan.

1. 2. Mencermati Etnopuitika sebagai Kajian Sastra dan Budaya

Etnopuitika berasal dari kata etno dan puitika,etno bermakna etnik atau etnis
dan puitika bermakna fungsi pesan dalam bahasa (Jackobson, 1960a; Schiffrin, 1994: 33).
Seperti telah didefinisikan oleh Suwarna (2005: 104) bahwa Etnopuitika merupakan kombinasi
beberapa disiplin ilmu, yaitu linguistik, sastra lisan folklore, dan antropologi.

1. 3. Membicarakan Etnopuitika Hymes dan Tedlock

Etnopuitika Haymes bertitik tolak dari keuniversalan baris, sementara itu Etnopuitika Tedlock
bertitik tolak dari seni atau estetika bunyi-bunyi puitik teks.

1. 4. Etnopuitika dalam Madihin Banjar

Madihin Banjar adalah salah satu kesenian daerah Kalimantan Selatan yang dimainkan oleh
seorang pamadihinan tunggal atau pamadihinan berpasangan dalam pergelarannya. Tata krama
pamadihinan terlihat dari sopan santun kata-kata dalam rangkaian pantun yang dibawakan, dalam
hal ini pilihan katta dari pembukaan, isi, dan penutup yang menunjukkan rasa hormat kepada
hadirin yang hadir dan tidak menyinggung perasaan hadirin.

1. 5. Kesimpulan dan Saran


2. Pantun madihin dapat disajikan secara perorangan atau berpasangan
3. Terkandung dua unsur pokok dalam Etnopuitika, yaitu keindahan bahasa susastra yang
terlihat dan tersaji dalam pantun madihin dan kepiawaian pamadihinan dalam menyajikan
pantun madihin dengan olah vokal yang baik. Saran bagi para peneliti berikutnya adalah
agar melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang sastra lisan pertunjukan yang
ada di daerah di Indonesia dari sudut pandang Etnopuitika.

BAB 8

Teori Mitos Roland Barthes

1. 1. Definisi Mitos Menurut Roland Barthes

Definisi mitos menurut Barthes (2006: 232-233) didasarkan pada gagasan bahasa yang
bertanggungjawab. Barthes menyatakan bahwa mitos merupakan sistem komunikasi karena
mitos ini merupakan sebuah pesan.

1. 2. Hakikat Mitos Menurut Roland Barthes

Mitos merupakan sistem ganda, di dalamnya terdapat semacam ubikuitas (ada di mana-mana).
Penandaan mitos dibentuk oleh semacam pintu berputar yang silih berganti menghadirkan makna
penanda dan bentuk, bahasa objek, dan meta bahasa.

1. 3. Membaca dan Mengurai Mitos Menurut Roland Barthes

Langkah-langkah pembacaan dan penguaraian mitos menurut Barthes itu adalah sebagai berikut:

1. Bila memfokuskan pembacaan pada penanda yang kosong berarti membiarkan konsep
mengisi bentuk mitos tanpa kerancuan dan menemukan diri di hadapan sebuah sistem
yang sederhana pada saat penandaan menjadi bersifat literal.
2. Bila memfokuskan pembacaan pada penanda yang penuh, pada saat jelas-jelas
membedakan makna dari bentuk, dan akibatnya mampu melihat distorsi yang dilakukan
satu pihak kepada pihak lain.
3. Bila memfokuskan pembacaan pada penanda mitis sebagai sesuatu yang secara utuh
terdiri atas bentuk dan makna.

1. 4. Kesimpulan dan Saran

Teori mitos menurut Roland Barthes tidak hanya mengkaji mitos klasik tetapi juga mitos modern
dalam karya sastra. Mitos semula adalah cerita lisan yang dituturkan dari mulut ke mulut. Teori
ini juga menegaskan adanya unsur pinjaman dari mitos lain dalam karya sastra. Teori mitos
Roland Barthes disarankan untuk digunakan dalam menganalisis mitos dalam karya sastra yang
mengandung mitos.

BAB 9

Hikayat Raja Banjar : Kajian Jenis, Makna, dan Fungsi Mitos Raja

1. 1. Penelitian HRB dan Mitos di Indonesia

Hikayat Raja Banjar (selanjutnya disingkat HRB) merupakan salah satu karya sastra Melayu
klasik yang terdapat di Kalimantan Selatan. Penelitian ini mencoba menguak sisi sastra dan
sejarah yag terkandung di dalam mitos-mitos raja yang ada di dalam hikayat tersebut. Hamidi
telah menemukan Mitos-Mitos dalam HikayatAbdul Kadir Jailani. Mitos-mitos temuannya
berkisar pada mitos yang bersumber dari mukjizat para nabi. Dia berhasil menemukan lima tipe,
empat fungsi, dan kosmogonik, eskhatoik, languangenik, dan animagenik. Empat fungsi
mitosnya, yaitu fungsi mistis, kosmologis, sosiologis, an pedagosis. Tiga makna mitosnya, yaitu
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia
dengan alam.

1. 2. Langkah Analisis Hermenetika Dilthey dan Ricoeur

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode hermeneutika Dilthey dan
Ricoeur. Secara umum cara kerja hermeneutika Dilthey terdiri atas dua, yaitu interpretasi data
dan riset penelitian.

1. 3. Jenis, Makna, Fungsi, Mitos raja dalam HRB

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar terdiri atas (1)
jenis mitos yang didukung fakta sejarah dan (2) jenis mitos yang tidak didukung fakta sejarah.
Jenis mitos yang didukung fakta sejarah terdiri atas

1. Mitos Lembu Mangkurat membunuh Bangbang Sukmaraga dan Bangbang Patmaraga,


kemenakannya.
2. Mitos mayat Empu Mandastana dan istrinya yang tidak membusuk.
3. Mitos Maharaja Sukarama menunjuk Raden Samudera, cucunya sebagai calon
penggantinya.
4. Mitos Raden Samudera berperang dengan Pangeran Tumenggung, pamannya.
5. Mitos Raden Rangga Kesuma menyuruh Biaju menumpas Kiai Wangsa dan keluarganya.
6. Mitos Marhum Panembahan memnyuruh memindahkan kerajaan. Jenis mitos raja yang
tidak sesuai dengan sejarah terdiri atas
1. Mitos Maharaja Di Candi menyuruh membuat candi.
2. Mitos Maharaja Mangkubumi dibunuh oleh si Saban dan si Saban disuruh
dibunuh oleh Pangeran Tumenggung.
3. Mitos Raja Bali membuang cucunya ke laut.
4. Mitos Kiai Wangsa dan keluarganya disuruh dibunuh oleh Raden Rangga Kesuma
dan Raden Rangga Kesuma disuruh dihukum mati oleh marhum panembahan.
Makna mitos raja dalamHikayat Raja Banjar terdiri atas (1) Makna religius mitos
raja dalam Hikayat Raja Banjar,(2) Makna filosofi mitos raja dalam Hikayat Raja
Banjar,(3) Makna estetis mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar, (4) Makna magis
mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,dan (5) Makna etis mitos raja
dalam Hikayat Raja Banjar. Fungsi mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar (1)
Fungsi integratif mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar, (2) Fungsi politis mitos
raja dalam Hikayat Raja Banjar,(3) Fungsi ideologis mitos raja dalam Hikayat
Raja Banjar,(4) Fungsi pedagogis mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,(5)
Fungsi legitimasi mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,(6) Fungsi mitis mitos
raja dalam Hikayat Raja Banjar,(7) Fungsi yudikasi mitos raja dalam Hikayat
Raja Banjar.

1. 4. Kesimpulan dan Saran

Mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,banyak mendapat pengaruh kisah Sunan Giri, HHT, BTJ
,P,Hikayat Andaken Penurat, SM, mitologi Yunani, dan mitologi Hindhu, serta kisah Nabi dan
Rasul dalam islam. Peneliti menyarankan kepada peneliti-peneliti selanjutnya agar meneliti
hikayat tersebut secara lebih teliti dan mendalam.

TEORI KESUSASTRAAN

RENE WELLEK &

AUSTIN WARREN

BAGIAN 1

DEFINISI DAN BATASAN

1. Sastra Dan Studi Sastra

pertama-tama kita harus membedakan sastra dan studi sastra. Sastra adalah suatu kegiatan
kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Studi sastra memiliki metode-
metode yang absah dan ilmiah, walau tidak selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam. Bedanya
hanya saja ilmu-ilmu alam berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu budaya. Ilmu-ilmu alam
mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah mengkaji fakta-fakta yang silih
berganti. Karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat khusus, atau lebih
tepat lagi : individual dan umum sekaligus. Studi sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan
yang berkembang terus-menerus. Hubungan sastra dan studi sastra menimbulkan beberapa
masalah yang rumit. Jalan keluar yang pernah ditawarkan bermacam macam, sejumlah teoritikus
menolak mentah mentah bahwa telaah sastra adlah ilmu, dan menganjurkan penciptaan ulang
sebagai gantinya yang dilakukan oleh Walter Pater( penyair inggris abad ke 19) mencoba
memindahkan lukisan terkenal Karya Leonardo da Vinci, Mona Lisa, dalam bentuk tulisan.
Akhirnya, perlu di ingat bahwa setiap karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus
bersifat khusus. Seperti setiap manusia yang memiliki kesamaan dengan umat manusia pada
umumnya, dengan sesama jenisnya, dengan bangsanya, dengan kelasanya, dengan rekan rekan
seprofesinya. Setiap karya sastra mempunyai ciri yang khas, tetapi juga mempunyai sifat – sifat
yang sama dengan karya seni yang lain. Jadi, kita dapat membuat generalisasi terhadap karya
sastra dan drama periode tertentu.

2.Sifat –Sifat Sastra

Salah satu batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Menurut teori
Greenlaw dan praktek banyak ilmuwan lain, studi sastra bukan hanya berkaitan erat, tapi identik
dengan sejarah kebudayaan. Istilah sastra tepat diterapkan pada seni sastra, yaitu sastra sebagai
karya imajinatif. Bahasa adalah bahan baku dari sastra sebagai medianya dan bahasa itu sendiri
bukan benda mati seperti batu, melainkan ciptaan manusia dan mempunyai muatan budaya dan
linguistic dari kelompok pemakai bahasa tertentu. Bahasa ilmiah cenderung menyerupai sistem
tanda matematika atau logika simbolis. Sedangkan bahasa sastra penuh ambiguitas dan
homonym dengan kata lain adalah bahasa sastra sangat konotatif. Bahasa satra bukan sekedar
bahasa referential, yang hanya mengacu pada satu hal tertentu. Bahasa sastra mempunyai fungsi
ekspresif , menunjukkan nada dan sikap pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha
mempengaruhi , membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca.

Bahasa sehari- hari bukanlah sikap yang beragam. Bahasa percakapan, bahasa perdagangan
bahasa resmi, bahasa keagamaan dan slang anak muda termasuk bahasa sehari hari. Memang
jarang ada kesadaran atas tanda dalam bahasa sehari-hari. Tapi kesadaran ini muncul dalam
simbolisme bunyi nama dan kejadian, serta dalam permainan kata. Tak bisa diragukan lagi
bahwa bahasa sehari-hari juga mempunyai tujuan mencapai sesuatu, untuk mempengaruhi sikap
dan tindakan.Jadi, pertama-tama hanya secara kuantitatif saja dapat kita bedakan bahasa sastra
dan bahasa sehari-hari. Dalam karya sastra,sarana sarana bahasa dimanfaatkan secara lebih
sistematis. Dan dengan disengaja.

3.Fungsi Sastra

Edgar Allan Poe melontarkan sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mengajarkan sesuatu.
Menurut sejumlah teoritikus, fungsi sastra adalah untuk membebaskan pembaca dan penulisnya
dari tekana emosi. Mengekspresikan emosi berarti melepaskan diri dari emosi itu.segi manfaat
sastra tidak terletak pada ajaran-ajaran moralnya. Le bosu mengira hommer menulis illiad untuk
itu, bahkan Hegel juga menemukan hal yang sama dalam drama tragedi kesukaanya, Antigone.
Bermanfaat dalam arti luas sama dengan tidak membuang buang waktu, bukan sekedar kegiatan
iseng. Jadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian serius. Menghibur sama dengan tidak
membosankan, bukan kewajiban, dan memberikan kesenangan.

Kalau suatu karya sastra brfungsi sesuai dengan sifatnya, kedua segi tadi ( kesenangan dan
manfaat ) bukan hanya harus ada melainkan harus saling mengisi, kesenangan yang diperoleh
dari sastra bukan seperti kesenangan fisik lainnya , melainkan kesenangan yang lebih tinggi,
yaitu kontemplasi yang tidak mencari keuntungan, sedangkan manfaat keseriusan bersifat
didaktis adalah keseriusan yang menyenangkan, keseriusan estetis dan keseriusan persepsi.
Meskipun demikian bisa saja seorang yang berfikir serba relatif mengatakan bahwa minatnya
pada puisi tidak berdasarkanpenilaian estetis, tapi selera pribadi, seperti halya hoby main catur
atau mengisi teka teki silang, sebaliknya seorang pendidik bisa saja salah mencari keseriusan
sastra yaitu mencarinya pada keterangan sejarah atau ajaran moralnya.

4.Teori, Kritik, dan Sejarah Sastra

Dalam wilayah studi sastra perlu ditarik perbedaan antara teori sastra, kritik sastra, dan sejarah
sastra. Yang pertama-tama perlu dipilah adalah perbedaan sudut pandang yang mendasar. Antara
teori, kritik, dan sejarah sastra tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Teori sastra adalah studi
prinsip, kategori, dan criteria yang ada pada satra itu sendiri. Kritik sastra adalah studi karya-
karya konkret (pendekatan statis). Dan sejarah sastra adalah mempelajari dan menyatukan
sejarah sastra masa kini dan masa lampau.

Ada alasan lain untuk memisahkan sejarah satra dan kritik sastra , bahwa penilaian merupakan
hal yang penting, tidsk dapat di sanggah. Tetapi dikatakan pula bahwa sejarah satra mempunyai
kriteria dan standartnya sendiri, yaitu kriteria dan nilai zaman yang sudah lalu. Menurut ahli
rekonstruksi sastra, kita harus masuk ke alam pikiran dan sikap orang- orang dari zaman yang
kita pelajari. Rekonstruksi sejarah sastra telah berhasil memusatkan perhatian pada maksud
pengarang yang di telusuri melalui sejarah kritik dan selera. Asumsinya , jika kita dapat
memastikan maksud pengarang dan membuktikan bahwa maksud pengarangnya tercapai,
masalah kritik sastra sudah selesai. Pengarang sudah menunaikan tugas zaman dan karyanya
tidak perlu diulas lagi. Pendekatan ini mengakibatkan pengakuan standart tuggal dalam kritik
sastra yang didasarkan pada sukses dizamannya.
5.Sastra Umum, Sastra Bandingan, dan Sastra Nasional

Istilah sastra bandingan dalam prakteknya menyangkut bidang studi dan masalah lain. Pertama
dipakai untuk studi sastra lisan, terutama cerita cerita rakyat dan migrasinya, setra bagaimana
dan kapan cerita rakyat masuk ke dalam penulisan sastra yang lebih artistik. Sayangnya , hampir
studi sastra lisan hanya mengkhususkan diri pada studi tema dan migrasi sastra lisan dari satu
negara ke negara lain. Tapi syukurlah akhir akhir ini ahli folklor mulai mengalihkan perhatian
dari studi pola, bentuk dan tehnik kepada morfologi bentuk sastra , permasalahanya sekitar
penceritaaan dan narator , serta pendengar dongeng. Dengan demikian jalan untuk
mengintegrasikan studi satra lisan dengan konsepsi sastra umum sudah disiapkan. Meskipun
studi karya lisan mempunyai permasalahanya tersendiri, yaitu permasalahan penyebaran dan
latar sosial. Lagi pula, kesinambungan sastra lisan dan sastra tulisan tidak pernah terputus

Kedua mencakup studi hubungan antara dua kesusastraan atau lebih, pendekatan ini dipelopori
oleh klompok ilmuwan prancis yang disebut comparatistes, dipimpin oleh fernand balden
sperger, mereka mengulas soal reputasi, pengaruh dan ketenaran goethe di rancis dan di
Inggrisserta keteneran Ossian, Carlyle, dan Shiller di prancis. Metodeloginya lebih dari sekedar
mengumpulkan informasi tinjauan buku, terjemahan dan pengaruh

Dan yang ketiga sastra bandingan disamakan dengan studi sastra menyeluruh.jadi sama dengan
sastra dunia sastra umum atau universal. Istilah sastra umum juga ada kekurangannya. Istilah ini
dulu berarti poetika atau teori dan prinsip sastra Sastra bandingan mempelajari hubungan dua
kesusastraan atau lebih. Sastra umum mempelajari gerakan dan aliran sastra yang melampaui
batas nasional. Sastra nasional menuntut ppenguasaan bahasa asing dan keberanian untuk
menyisihkan rasa kedaerahan yang sulit dihilangkan.

BAGIAN 2

PENELITIAN PENDAHULUAN

6.Memilih dan Menyusun Naskah

Salah satu kegiatan ilmuwan adalah mengumpulkan naskah yang akan dipelajarinya,
memulihkan dari dampak waktu, dan meneliti identitas pengarang, keaslian, dan tahun
penciptaan. Dan semua ini adalah kegiatan persiapan. Ada dua tingkat kegiatan persiapan dalam
memilih naskah :

(1) Menyusun dan menyiapkan naskah, (2) Menentukan urutan karya menurut waktu
penciptaan, memeriksa keaslian, memastikan pengarang naskah, meneliti karya kerja sama dan
karya yang sudah diperbaiki oleh pengarang atau penerbit. Dan ada 5 kegiatan dalam menyusun
naskah : (1) Menyusun naskah dan mengumpulkan naskah dalam bentuk manuskrip atau cetakan
(2) Membuat katalog atau keterangan bibliografi (3) Proses editing (4) Proses menetapkan
silsilah teks berbeda dengan kritik teks dan yang berikutnya , (5) Koreksi teks.

BAGIAN 3

STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN EKSTRINSIK

7.Sastra dan Biografi

Penyebab utama lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri yakni Sang Pengarang.
Biografi dapat dinikmati karena mempelajari hidup pengarang yang jenius, menelusuri
perkembangan moral, mental, dan intelektualnya.Dan dapat juga dianggap sebagai studi yang
sistematis tentang psikologi pengarang dan proses kreatif. Permasalahan penulis biografi adalah
permasalahan sejarah. Penulis biografi harus menginterpretasikan dokumen, surat, laporan saksi
mata, ingatan, dan pernyataan otbiografis. Ada dua pernyataan yang harus dijawab dalam
menyusun biografi sastrawan. Pertama : sejauh mana penulis biografi tersebut dapat
memanfaatkan sebagai bahan atau pembuktian? Kedua : sejauh mana biografi itu relavan dan
penting untuk memahami karya sastra? Jawaban atas kedua pertanyaan ini sering sangat
optimistis. Bagaimana kalau menyusun biografi menulis tentang sastrawan zaman lampau yang
sulit di telusuri data biografisnya? Biasanya yang ditemukan hanyalah dokumen resmi seperti
akte kelahiran, surat perkawinan berkas perkara hukum, dan lain lain.

Pandangan bahwa seni adalah exspresi diri yang murni dan polos yakni perwujudan pengalaman
pribadi dan perasaan terbukti keliru. Meskipun ada karya yang erat kaitanya dengan kehidupan
pengarangnya , ini bukan bukti bahwa karya sastra merupakan fotokopi kehidupan. Pendekatan
biografis sering melupakan bahwa seni bukan sekedar perwujudan pengalaman , tetapi
merupakan mata rantai tradisi sastra dan konvensasi, yang menentukan apakah suatu karya
tersebut drama atau puisi. Pendekatan biografis tetap mempunyai dampak terhadap penilaian
karya sastra. Tidak ada bukti bahwa biografi dapat menambah atau mempengaruhi penilaian
kritik sastra.
8.Sastra dan Psikologi

Psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan. Yang pertama studi psikologi pengarang
sebagai tipe atau studi pribadi. kedua studi proses kreatif. Ketiga Studi tipe dan hukum-hukum
psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat mempelajari dampak sastra pada
pembaca. Kemungkinan (1) & (2) bagian dari psikologi seni. Kemungkinan (3) berkaitan pada
bidang sastra. Kemungkinan (4) pada bab sastra dan masyarakat. Proses kreatif meliputi seluruh
tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra pada perbaikan terakhir
yang dilakukan pengarang, yang mana pada bagian akhir ini menurut mereka merupakan tahapan
yang paling kreatif.

Kejeniusan sastrawan selalu menjadi bahan pergunjingan. Sejak zaman yunani , kejeniusan
dianggap disebabkan oleh semacam kegilaan dari tingkat neurotik sampai psikosis. Konsepsi
zaman dulu yang bertahan sampai sekarang adalah anggapan bahwa bakat penyair merupakan
ganti dari sesuatu yang hilang. Kebanyakan pengarang sekarang mulai meningggalkan
freudianisme dan mereka sudah memulai. Berhenti membuat psikoanalisa. Kebanyakan penyair
menolak untuk disembuhkan atau menyesuaikan diri dengan norma masyarakat. Menyesuaikan
diri berarti mematikan dorongan menulis atau berarti mengikuti arus lingkungan yang
dianggapnya munafik dan borjuis. Teori seni sebagai gangguan emosi menampilkan masalah
hubungan imajinasi dengan kepercayaan.

9.Sastra dan Masyarakat

Sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan social,
walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga
masyarakat yang mempunyai status khusus, maka dari itu dia mendapat pengakuan dan
penghargaan masyarakat dan mempunyai masa-walaupun hanya secara teoretis. Pembahasan
hubungan sastra dan masyarakat biasanya bertolak dari frase De Bonald bahwa” sastra adalah
ungkapan masyarakat “ (Literature is an expression of society). Masalah kritik yang berbau
penilaian bisa kita temukan dengan menemukan hubungan yang nyata antara sastra dan
masyarakat. Hubungan yang bersifat deskriptif : (1) Sosiologi pengarang, profesi pengarang,
institusi sastra (2) Isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri
(3) Permasalahan pembaca dan dampak social karya sastra.

Posisi sastrawan dalam masyarakat dapat ditelusuri secara jelas dalam sejarah. Dalam sastra lisan
populer , terlihat besarnya ketergantungan penyanyi. Pada abab pertengahan , kita mengenal
beberapa macam pengarang diruang kecilnya. Sejarah mencatat adanya peralihan dukungan
keuangan terhadap sastrawan dari kalangan pelindung seni yaitu kaum bangsawan pindah ke
para penerbit yang bertindak sebgai agen pembaca. Tetapi sistem perlindungan oleh bangsawan
tidak merata. Selain bangsawan, gereja dan (kelak) teater ikut mendukung hidup jenis-jenis
sastra tertentu. Untuk beberapa saat lamanya , sastra kehilangan para dermawany. Padahal, saat
itu khalayak pembaca juga kurang dapat memberikan dukungan. Akibatnya, keadaan ekonomi
para sastrawan zaman itu sangat parah.

10.Sastra dan Pemikiran

Sastra sering dilihat sebagai suatu bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam
bentuk khusus. Sastra dianalisis untuk mengungkapkan pemikiuran-pemikiran hebat. Karya
sastra dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat, karena sejarah sastra
sejajar dan mencerminkan sejarah pemikiran. Beberapa puluh tahun yang lalu, sekelompok
ilmuwan Amerika menggambarkan studi hubungan sastrawan dengan pemikiran dan menamakan
metode mereka dengan “sejarah pemikiran”. Sejarah pemikiran secara tidak langsung membantu
pemahaman sastra. Selain itu Lovejoy juga menentang kecenderungan sejarah filsafat untuk
mencari unsur-unsur ilmiah pada karya sastra secara berlebihan. Lovejoy mengungkapan bahwa
pemikiran ditentukan oleh asumsi kebiasaan mental yang tidak di sadari.

Manfaat pengetahuan sejarah filsafat bagi pemahaman karya sastra memang sangat besar , lagi
pula sejarah sastra terutama jika dipenuhi oleh pengarang – pengarang seperti pascal, emerson
dan Nietzsche secara terus menerus berisi masalah – masalah sejarah pemikiran. Kalau dilihat
secara terpisah dari karya sastra zamannya, secarah kritik memang merupakan bagian dari
sejarah pemikiran estetika.

BAGIAN 4

STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN INTRINSIK

11. Sastra dan Seni

Hubungan sastra dengan seni rupa dan seni musik sangat beragam dan rumit. Kadang-kadang
puisi mendapat inspirasi dari lukisan, patung, atau musik. Karya seni seperti halnya benda dan
manusia sering menjadi tema dan objek puisi. Sebagaimana sastra terutama lirik dan drama
banyak memakai musik, sastra juga bisa menjado tema seni lukis atau musik terutama seni suara
dan musi program. Karya sastra sering menghasilkan efek yang sama dengan efek sebuah lukisan
atau menghasilkan efek musikal. Unsur musik dalam sajak, kalau dianalisis, ternyata berbeda
dengan melodi musik. Unsur musik disini lebih merupakan hasil susunan pola fenetik,
penghindaraan akumulasi konsonan, atau efek ritmis tertentu. Puisi-puisi Romantik (seperti puisi
Tieck dan kemudian Verlaine) memakai kesan musikal untuk menekan makna, menghindari
kontruksi logis, dan memilih konotasi daripada denotasi. Puisi yang strukturnya terjalin secara
padu kurang cocok dijadikan lagu, sedangkan puisi-puisi Heine dan Wilhelm Muller yang
kurang bermutu cocok untuk lirik lagu Schubert dan Schumann yang paling indah. Puisi dengan
nilai sastra tinggi bisa rusak dan kabur strukturnya jika dijadikan musik walaupun musiknya
sangat bagus. Kesejajaran sastra dan seni sering membuat orang merasa bahwa lukisan dan puisi
tertentu menghasilkan suasana hati (mood) yang sama. Jadi, puisi zaman kini memerlukan
poetika baru dan teknik analisis yang tidak bisa diambil dari terminologi seni rupa. Baru sesudah
mendapatkan terminologi yang tepat untuk menganalisis karya sastra, kita dapat menentukan
batas-batas periodisasi sastra dan bukan sekadar batasan metafisik yang disatukan oleh satu
“semangat zaman”

12. Modus Keberadaan Karya Sastra

Penentuan akhir setiap baris, pengelompokan baris menjadi stansa dan alenia persajakan dan
permainan kata dapat di lihat dari ejaan serta banyak teknik lain harus dianggap sebagai faktor
integral dalam karya sastra. Percetakan adalah bagian penting dari puisi modern karena pada
dasarnya puisi di lihat bukan didengar. Perbedaan gaya pengucapan, penekanan, tempo, dan
tinggi rendahnya, suara ditentukan oleh kepribadiaan pembaca yang menunjukkan interprestasi
pembaca. Puisi merupakan pengalaman pembacanya. Pengalaman membaca puisi di tentukan
oleh ke biasaan individu, dan suasana hati. Puisi merupakan sesuatu yang dialami dan diciptakan
kembali dalam setiap pengalaman pembaca. Pengajaran sastra bertujuan meningkatkan
pemahaman dan apresiasi terhadap teks. Puisi juga merupakan pengalaman baik sadar maupun
tak sadar. Puisi bukanlah pengalaman seseorang ataupun gabungan pengalaman. Puisi hanyalah
penyebap potensial dari pengalaman. Puisi yang sebenarnya harus dilihat sebagai struktur norma
yang diwujutkan melalui pengalaman pembaca. Terdapat beberapa pembagian strata yaitu strata
bunyi, uniknya makna dan objek yang mewakili oleh kata duni sang novelis. Stratum dunia di
lihat dari sudut pandang tertentu tidak dinyatakan tetapi tersirat. Karya sastra merupakan sesuatu
yang diciptakan pada satu titik waktu dan dapat berubah serta musnah. Hal tersebut menyerupai
sistem bahasa.

13. Efoni, Irama, dan Matra

karya sastra adalah urutan bunyi yang menghasilkan makna.Didalam sejumlah karya sastra
stratum bunyi memang kadang kurang penting sedangkan didalam stratum fonetik tetap
merupakan prasyarat makna.Dalam banyak karya sastra,stratum bunyi menarik perhatian efek
estetis dan berlaku untuk karya prosadan puisi.Dalam menganalisis efek bunyi kita harus selalu
mengingat ada dua prinsip.Pertama kita harus membedakan penyajian puisi secara lisan danpola
suara puisi.Kedua yang umum adalah bahwa bunyi harus dianalisis terpisah dari makna.
Efoni adalah kombinasi bunyi dalam puisi yang indah dan menimbulkan kesam merdu.Didalam
efoni kita perlu membedakan dua macam unsur bunyi yaitu.Yang pertama unsur bunyi yang
melekat dan terikat,misalnya kekhasan bunyi a atau o atau juga I dan o. Kualitas ini merupakan
dasar untuk efek musikal atau efoni.Kedua unsur bunyi yang terkait yang merupakan dasar irama
dan matra,misalnya adalah titik nada,lama bunyi,tekanan dan pengulangan. Masalah irama bukan
hanya terbatas pada sastra atau bahkan bahasa.Irama sebagai bunyi yang berulang secara
periodik.Irama dekat hubungannya dengan melodi,intonasi yang ditentukan oleh urutan tinggi
rendah suara. Ilmu matra adalah bidang ilmu yang sudah banyak ditekuni. George R. Stewart
memformulasikan bahwa puisi dapat berdiri tanpa makna karena matra pada dasarnya tidak
tergantung dari makna,kita dapat mencoba mereproduksi struktur matra dari baris mana saja
tanpa melihat maknanya.

14.Gaya dan Stilistika

Karya sastra hanyalah seleksi dari beberapa bagian dari suatu bahasa tertentu. F.W.Bateson
mengemukakan bahwa sastra adalah bagian dari sejarah umum bahasa dan sangat tergantung
padanya. Dalam tesisnya dia berkata : pengaruh zaman pada sebuah puisi tidak dapat dilihat dari
penyairnya, tapi dari bahasa yang dipakainya. Stilistika tidak dapat diterapkan dengan baik tanpa
dasar linguistic yang kua, karena salah satu perhatian utamanya adalah kontras system bahasa
karya sastra dengan penggunaan bahasa pada zamannya. Manfaat stilistika yang sepenuhnya
bersifat estetis.

15. Citra, Metafora, Simbol, dan Mitos

Jika kita berhenti menguraikan puisi dalam bentuk prosa dan mulai mrmpelajari makna puisi
dari keseluruhan strukturnya yang kompleks, berarti kita mulai berhadapan dengan inti struktur
puisi, yaitu citra, metafora, simbol dan mitos. Menurut seorang kritikus modern, dua unsur yang
mendasari puisi adalah matra dam metafora. Lagi pula, matra dan metafora tidak dapat
dipisahkan, dan definisi puisi harus cukup luas sehingga mencakup keduanya dan dapat
menerangkan keduanya. Teori puisi tadi juga dikemukakan oleh Coleridge dalam Biographia
Literaria. Pencitraan adalah topik yang termasuk dalam bidang psikologi dan studi sastra. Dalam
psikologo kata citra berarti reproduksi mental, sutu ingatan masa lalu yang besifat indrawi dan
berdasarkan presepsi dan tidak selalu bersifat visual. Ahli-ahli psikologi dan estetika menyusun
berbagai macam pencitraan. Ada pencitraan yang berkaitan dengan cita rasa pencicipan, ada
yang berkaitan dengan penciuman. Ada pula yang berkaitan dengan suhu dan tekanan. Simbol
adalah suatu istilah dalam logika, matematika, semantik, semiotik dan epistomologi, simbol juga
memiliki sejarah panjang didunia teotologi, dibidang liturgi, di bidang puisi dan seni rupa. Unsur
yang sama dalam beraneka penggunaan di atas adalah sifat simbol unruk mewakili sesuatu yang
lain. Simbol logika dan aljabar adalah tanda konvensional yang disetujui bersama. Mitos adalah
naratif, cerita, yang dikontraskan dengan wacana dialektis, eksposisi. Mitos bersifat irasional dan
instuitif, bukan uraian filosofis yang sistematis. Istilah mitos mengacu dan meliputi wilayah
makna yang penting, yang masuk dalam bidang agama, foklor, antropologi, sosiologi,
psikoanalisis dan seni rupa. Dalam pengerian luas, mitos adalah cerita anonim mengenai asal
mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup. Dalam sastra motif mitos yang penting adalah
citra atau gambar yang ditampilkan, unsur mitos yang bersifat sosial atau supernatural, cerita
atau unsur naratifnya, segi arketip atau universalnya, perwujudan simbolis dari hal-hal yang ideal
dalam adegan-adegan yang nyata, sifatnya yang menyiratkan ramalan, rencana, dan unsur
mistiknya

16. Sifat dan Ragam Fiksi Naratif

Realitas dalam karya fiksi,yakni ilusi kenyataan dan kesan meyakinkan kepada pembaca,tidak
selalu merupakan kenyataan sehari-hari.Raalisme dan naturalisme dalam drama atau novel
adalah gerakan,kovensi,dan gaya sastra atau sastra filsafat,seperti romantisme dan suralisme.
Fiksi naratif atau lebih tepatnya cerita berkaitan dengan waktu atau urutan waktu.Cerita banyak
bersumber dari sejarah.Sastra sering digolongkan sebagai seni waktu (berbeda dengan seni lukis
dan seni patung yang merupakan seni ruang). Sejarah adalah sesuatu yang tidak nyata:sejarah
adalah hanyalah usaha yang membuka gulungan waktu yang tidak menghasilkan sesuatu yang
luar biasa;dan novel adalah sejarah yang fiktif.Dalam bahasa Inggris ada dua ragam fiktif naratif
yang utama disebut romance(romansa) dan novel.Perbedaan dua ragam tersebut ialah novel
adalah gambaran kehidupan dan perilaku nyata dan romance hanyalah ditulis dalam bahasa yang
agung dan diperindah.Novel bersifat ralistis sedangkan romance bersifat puitis dan epic.

17. Genre Sastra

teori genre adalah suatu prinsip keteraturan yaitu sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak
berdasarkan waktu atau tempat, tetapi berdasarkan tipe struktur atau susunan sastra tertentu.
Aristoteles dan Horace memberikan dasar klasik untuk pengembangan teori genre yaitu ada dua
jenis utama sastra, tragedi dan epik. aliran Neo- Klasik adalah percampuran antara resionalisme
dan sikap otoriter, kecenderungannya adalah bersifat konservatif, mempertahankan sejauh
mungkin jenis-jenis yang berasal dari tradisi kuno, terutama jenis tradisi puitis. Hierarki jenis-
jenis sastra sebagian merupakan suatu kalkulus yang bersifat hedonistis artinya dalam doktrin-
doktrin klasik, skala kesenangan tidak bersifat kuantitatif. Masalah genre jelas merupakan
masalah inti sejarah sastra dan sejarah kritik sastra, serta kaitan antara keduanya. Masalah genre
meletakkan masalah filosofis yang menyangkut kaitan antara kelas dan individu pengarang, serta
kaitan antara satu orang dan banyak orang, dalam konteks sastra yang kusus. Masalah genre
adalah masalah yang menyangkut sifat dari bentuk-bentuk sastra yang universal.

18. Penilaian

Kita perlu membedakan istilah “nilai” dari “penilaian”. Sepanjang sejarah , oran gtelah tertarik
dan menganggap sastra lisan maupun cetakan “bernilai” positif. Tetapi kritikus dan filsuf yang
membuat “penilaian” terhadap sastra , atau karya sastra tertentu , mungkin mengambil keputusan
yang yang negatif. Konsep tentang kemurnian adalah saslah satu unsur analisis,kita dapat mulai
dengan unsur yang lain, yaitu unsur susnan da gunsi,yang menentukan suatu karya sastra atu
bukan sastra bukanlah unsur-unsurnya,tetapi bagaimana unsur-unsur itu disatukan dan
berfungsi.Kita perlu menilai kesastraan sastra berdasarkan kriterian estetis dan menilai kebesaran
suatu karya sastra berdasarkan kriterian eksatra-estetis,kita perlu membuat dikontomi atas
penilaian yang pertama,yaitu penilaian kesastraan. Mula-mula kita mengklasifikasikan
konstruksi verbal karya sastra (misalnya cerpen,puisi,drama),kemudian kita menanyakan apakah
karya sastra itu merupakan karya sastra itu damam suatu ranking untuk mendapatkan
kedudukanya sebagai pengalaman estetis,penialaian kedua ,mengenai kebesaran karya sastra
menyangkut astandr dan norma ,kritikus-kritikus modern yang hanya membatasi diri pada
penilaian pertama disebut kelompok”formalis”. aliran formalisme terhadap seni bersifat
otomistis,mengukur sifat puitis bahan-bahan mentah saja,dan tidak mengukur nilai puitis
keseluruhan karya. Keinginan untuk mengukuhkan nilai-nilai sastra yang objektif,bukan berarti
menjanjikan keterikatan pada suatu norma-norma yang statis,yang tidak mengenal penambahan
nama dan perubahan peringkat.

19. Sejarah Sastra

sejarah sastra adalah sejarah sosial atau sejarah pemikiran dengan mengambil contoh karya sastra
, atau impresi dan penilaian atas beberapa karya sastra yang diatur kurang lebih secara
kronologis.Ada kelompok lain yang menyadari bahwa sastra adalah seni no satu , sayangnya
kelompok ini tidak dapt menulis sejarah .mereka hanya menampilkan satu seri esai tentang
pengarang - pengarang tertentu , yang saling dikaitkan oleh “ pengaruh – pengaruh “ , tetapi esai
– esai itu tidak di dasarkan pada konsepsi evolusi sejarah yang nyata.Kebanyakan sejarah sastra
yang paling menonjol adalah sejarah kebudayaan atau kumpulan kritik sastra.tipe pertama bukan
sejarah seni , sedangkan tipe yang kedua bukan sejarah seni. Tugas utama sejarah sastra adalah
meletakkan kedudukan yang tepat dari setiap karya dalam suatu tradisi.Salah satu tipe seri
evolusi dapat disusun dengan cara memisahkan salah satu kecenderungan dalam karya sastra ,
lalu menelusuri perkembangannya dalam mencapai suatu tipe ideal (walaupun hanya sementara
saja bersifat ideal). pada kriteria sastra yang murni.Suatu periode bukanlah suatu tipe atau kelas ,
tetapi merupakan bagian waktu yang dijabarkan oleh sistem norma yang melekat pada proses
sejarah , dan tidak dapat dilepaskan daripadanya.Kejelasan tentang skema hubungan antara
beberapa metode merupakan obat untukkerancuan mental ,meskipun seseorang berhak untuk
mengkombinasikan beberapa metode dalam menyusun sejarah sastra.

FORMALISME RUSIA

Perkembangannya
Pada umumnya Formalisme Rusia dianggap sebagai pelopor bagi tumbuh dan berkembangnya
teori-teori strukturalisme. Munculnya Formalisme Rusia tidak dapat dipisahkan dari gerakan
Futurisme. Antara tahun 1910-1915 di Italia dan Rusia muncul gerakan avant garde yang dikenal
sebagai gerakan Futurisme (masa depan). Secara nihilistis mereka menolak dan memberontak
terhadap tradisi dan kebudayaan. Mereka memuja zaman modern dengan mesin-mesin yang
bergerak cepat karena berperan dalam membebaskan rakyat tertindas. Gerakan ini sangat radikal
sehingga mendorong ke arah kekerasan dan perang. Di Rusia ada kaitan gerakan ini dengan
Revolusi Bolsyevik, di Italia dengan Fasisme (Hartoko, 1986: 51).

Menurut kaum futuris Rusia seperti Mayakovski dan Pasternak, sastra hendaknya menyesuaikan
diri dengan zaman modern yang bergerak cepat dan bentuknya tidak mengenal ketenangan, baik
dalam tema (teknik dan mesin) maupun dalam bentuknya (otonomi bahasa dan seni). Kaum
futuris inilah yang mendorong studi sastra dengan meneliti ciri kesastraan dalam teks sastra
secara otonom. Formalisme Rusia juga timbul sebagai reaksi terhadap aliran positivisme pada
abad ke-19 yang terlalu memperhatikan data-data biografis dalam studi ilmiah dan cenderung
menganggap yang ilahi sebagai yang absolut. Mereka menawarkan materialisme abad mesin
sebagai wilayah puisi yang mendukung revolusi. Para seniman (yakni kaum proletar) menduduki
peranan sebagai penghasil kerajinan tangan (produk puisi dianggap kerja teknis). Bagi mereka,
seniman benar-benar seorang pembangun dan ahli teknik, seorang pemimpin dan seorang
pemuka.

Aliran formalisme Rusia hidup di antara tahun 1915-1930 dengan tokohtokohnya seperti Roman
Jakobson, Sjklovsky, Eichenbaum, dan Tynjanov. Pada tahun 1930 keadaan politik (komunisme)
mengakhiri kegiatan mereka. Beberapa orang dari kelompok ini termasuk Rene Wellek dan
Roman Jakobson beremigrasi ke Amerika Serikat. Di sana mereka mempengaruhi perkembangan
new criticism selama tahun 1940-1950. Perlu diperhatikan bahwa para formalis Rusia bukan
merupakan sebuah kelompok yang homogen dan kompak pandangannya. Namun demikian fokus
utama mereka adalah meneliti teks-teks yang dianggap sebagai teks kesusastraan. Adapun unsur
yang khas itu adalah bentuk baru yang menyimpang dari bentuk bahasa biasa. Otomatisme
didobrak sehingga pembaca merasa heran dan asing terhadap bentuk menyimpang itu dan
membuatnya memandang kenyataan dengan cara baru. Bahasa sehari-hari disulap, dimanipulasi
dengan berbagai teknik metrum, irama, sintaksis, struktur gramatikal, dan sebagainya.

A. Sekilas tentang Formalisme

Formalisme dikenal karena meluasnya strukturalisme.

Formalism adalah cikal bakal strukturalisme

Formalisme merupakan gerakan sastra yang dimulai 1915-1930 di Rusia.

Di antara tahun 1910-1915 di Italia dan Rusia muncul gerakkan Avant Garde yang juga dikenal
sebagai gerakkan futurisme (masa depan). Disinilah formalisme Rusia dilahirkan, yang pada
gilirannya menjadi titik awal munculnya ilmu sastra modern.

Istilah formalisme (Latin : forma berarti bentuk atau wujud) merupakan cara pendekatan dalam
ilmu dan kritik sastra yang mengesampingkan data biografis, psikologis, idiologis, dan
sosiologis, karena ia sepenuhnya mengarahkan perhatiannya pada bentuk karya sastra itu sendiri.

Kaum formalis menggunakan kesusasteraan sebagai suatu pemakaian bahasa yang khas, yang
mencapai perwujudan lewat deviasi dan distorsi dari bahasa “praktis” yang digunakan untuk
proses komunikasi. Apa yang membedakan kesusasteraan dari bahasa “praktis” adalah kualitas
yang dibangunnya. Disamping itu, mereka memperlakukan puisi sebagai penggunaan bahasa
sastra secara menginti. Maksudnya, puisi adalah susunan tuturan yang kedalamnya terjalin
keseluruhan tekstur bunyi.

Selain itu ada beberapa hal yang patut kita catat disini, yaitu bahwasanya kecenderungan kaum
formalisme Rusia membedakan antara “cerita” dan “alur”, yang mereka tempatkan ke dalam
ranah teori naratif. Sebuah alur merupakan penyusunan kejadian-kejadian yang membangun
sebuah erita secara lihai. Dengan demikian, hanya alurlah yang benar-benar dapat dinilai sebagai
karya sastra, sedangkan cerita hanyalah bahan yang menanti adanya pengolahan tangan penulis.
Selanjutnya, satuan alur yang terkecil disebut “motif” yaitu, pernyataan tunggal atau lakuan
tunggal.

Formalisme juga muncul sebagai reaksi terhadap aliran positivisme pada abad kesembilan belas
yang terlalu menitikberatkan perhatiannya kepada data-data biografis dalam studi ilmiah dan
cenerung menganggap yang ilahi sebagai “yang absolut”. Mereka juga menawarkan abad mesin
sebagai wilayah puisi yang mendukung revolusi. Adapun tokoh-tokoh formalisme yang terkenal
adalah Roman Jakobson, Sjkovsky, Eichenbaum, Tynjanov, Jan Mukarovsky, Mikhail Bakhtin,
Boris Tomashevsky, dan lain-lain
B. Tokoh-Tokoh Formalism dan Pendapatnya

1. Tomashevsky

Tomashevsky memulai dengan menegaskan bahwa prinsip yang menyatukan struktur fiksional
adalah pikiran umum atau sebuah tema (Scholes, 1973: 76). Dengan kata lain sebuah karya fiksi
dibangun berdasarkan sebuah gagasan umum yang kemudian diwujudkan menjadi sebuah karya.

Tema merefleksikan dua hal, lingkungan terdekat dari penulis dan kondisi kesastraan saat
menulis (1973 : ). Hal yang pertama menunjukkan bahwa tema merupakan refleksi lingkungan
dalam arti tanggapan terhadap fenomena yang muncul dalam lingkungan pengarang. Hal kedua
adalah kondisi kesusastraan yang berhubungan dengan kepengarangan, misalnya ideologi
pengarang, konvensi sastra pada saat itu dsb.

Semakin signifikan dan jangka panjang sebuah tema semakin baik jaminan keberlangsungan
sebuah karya (Tomashevsky dalam scholes, 1973: ).

Sebuah tema terdiri atas satuan-satuan tematik yang lebih kecil. (Scholes, 1973)

Satuan yang tidak bisa dibagi lagi menjadi satuan yang lebih kecil disebut motif.

Dalam hubungan antar motif dikenal dua istilah, yaitu story (cerita) dan plot. Story adalah
sejumlah motif yang tersusun secara kausal dan kronologis. Plot adalah susunan sejumlah motif
yang sama yang diurutkan untuk menautkan rasa dan mengembangkan tema. Dengan kata lain,
fungsi estetika plot, tepatnya, adalah membawa urutan motif menuju perhatian atau

Pokok Gagasan

Para formalis membuat sejumlah besar analisis tentang karya-karya sastra untuk merumuskan
pengertian dan dalil-dalil umum mengenai karya sastra. Beberapa pokok gagasan, istilah dan
dalil utama formalisme antara lain sebagai berikut.

1. Defamiliarisasi dan Deotomatisasi


Menurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan
bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek
mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Proses penyulapan oleh pengarang ini
disebut defamiliarisasi, yakni teknik membuat teks menjadi aneh dan asing. Istilah
defamiliarisasi dikemukakan oleh Sjklovski untuk menyebut teknik bercerita dengan gaya bahasa
yang menonjol dan menyimpang dari biasanya. Dalam proses penikmatan atau pencerapan
pembaca, efek deotomatisasi dirasakan sebagai sesuatu yang aneh atau defamiliar. Proses
defamiliarisasi itu mengubah tanggapan kita terhada dunia. Dengan teknik penyingkapan rahasia,
pembaca dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang.
Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau
mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat ditanggapi secara
otomatis.

2. Teori Naratif

Dengan menerima konsep struktur, kaum formalis Rusia memperkenalkan dikotomi baru antara
struktur (yang terorganisasi) dengan bahan material (yang tak terorganisir), menggantikan
dikotomi lama antara bantuk dan isi. Jadi struktur sebuah teks sastra mencakup baik aspek
formal maupun semantik. Kaum formalis Rusia memberikan perhatian khusus terhadap teori
naratif. Untuk kepentingan analisis teks naratif, mereka menekankan perbedaan antara cerita,
alur, dan motif (Fokkema & Kunne-Ibsch, 1977: 26-30). Menurut mereka, yang sungguh-
sungguh bersifat kesusastraan adalah alur, sedangkan cerita hanyalah bahan mentak yang masih
membutuhkan pengolahan pengarang. Motif merupakan kesatuan terkecil dalam peristiwa yang
diceritakan. Alur adalah penyusunan artistik motif-motif sebagai akibat penerapan penyulapan
terhadap cerita. Alur bukan hanya sekedar susunan peristiwa melainkan juga sarana yang
dipergunakan pengarang untuk menyela dan menunda penceritaan. Digresi-digresi, permainan-
permainan tipograifs, pemindahan bagian-bagian teks serta deskripsi-deskripsi yang diperluas
merupakan sarana yang ditujukan untuk menarik dan mengaktifkan perhatian pembaca terhadap
novel-novel. Cerita itu sendiri hanya merupakan rangkaian kronologis dari peristiwa-peristiwa
yang diceritakan.

3. Analisis Motif

Secara sangat umum, motif berarti sebuah unsur yang penuh arti dan yang diulang-ulang di
dalam satu atau sejumlah karya. Di dalam satu karya, motif merupakan unsur arti yang paling
kecil di dalam cerita. Pengertian motif di sini memperolen fungsi sintaksis. Bila motif itu dibaca
dan direfleksi maka pembaca melihat motif-motif itu dalam keseluruhan dan dapat
menyimpulkan satu motif dasarnya. Bila motif dasar tadi dirumuskan kembali secara
metabahasa, maka kita akan menjumpai tema sebuah karya. Misalnya dalam cerita Panji
dijumpai tema cinta sejati mengatasi segala rintangan. Bila berkaitan dengan berbagai karya
(pendekatan historis-komparatif), sebuah kesatuan semantis yang selalu muncul dalam karya-
karya itu. Misalnya motif pencarian seorang ayah atau kekasih (motif Panji yang dijumpai dalam
berbagai cerita di Asia Tenggara), atau motif Oedipus, dan sebagainya (Hartoko, 1986: 291).
Boris Tomashevsky menyebut motif sebagai satuan alur terkecil. Ia membedakan motif terikat
dengan motif bebas. Motif terikat adlaah motif yang sungguh-sungguh diperlukan oleh cerita,
sedangkan motif bebas merupakan aspek yang tidak esensial ditinjau dari sudut pandang cerita.
Meskipun demikian, motif bebas justru secara potensial merupakan fokus seni karena
memberikan peluang kepada pengarang untuk menyisipkan unsur-unsur artistik ke dalam
keseluruhan alurnya.

4. Fungsi Puitik dan Objek Estetik

Istilah fungsi mengacu pada penempatan suatu karya sastra dalam suatu modul komunikasi yang
meliputi relasi antara pengarang, teks, dan pembaca. Isitlah ini muncul sebagai reaksi terhadap
studi sastra Formalisme yang terlalu terpaku pada aspek sarana kesusastraan tanpa
menempatkannya dalam konteks tertentu. Menurut Jakobson, dalam setiap ungkapan bahasa
terdapat sejumlah fungsi, misalnya fungsi referensial, emotif, konatif, dan puitik, yang berkaitan
dengan beberapa faktor seperti konteks, juru bicara, pengarang, penerima, pembaca, dan isi atau
pesan bahasa itu sendiri. Dalam pemakaian bahasa sastra, fungsi puitis paling dominan. Pesan
bahasa dimanipulasi secara fonis, grafis, leksikosemantis sehingga kita menyadari bahwa pesan
yang bersangkutan harus dibaca sebagai karya sastra. Jan Mukarovsky, seorang ahli
strukturalisme Praha, memperkenalkan istilah “objek estetik” sebagai lawan dari istilah
“artefak”. Artefak adalah karya sastra yang sudah utuh dan tidak berubah. Artefak itu akan
menjadi objek setetik bila sudah dihayati dan dinikmati oleh pembaca. Dalam pengalaman
pencerapan pembaca, karya sastra dapat memiliki arti yang berbeda-beda tergantung pada
harapan pembacanya. Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip
mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai
sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari
kaum

Apresiasi Sastra Pendekatan Ekspresif dan Vladimir Propp

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Novel merupakan sebuah karya sastra yang paling popular di dunia. Sebagai bahan bacaan,
novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Tidak semua
yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius, sebuah novel serius
bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga
memberikan hiburan pada kita, tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Syarat utama novel adalah
menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang selesai membacanya.

Novel yang baik adalah novel yang mampu menggugah pembacanya sehingga merasa penasaran
dengan cerita-ceritanya, selain itu juga dapat membawa pembaca seolah-olah ikut merasakan dan
terjun langsung sebagai tokoh-tokoh dalam cerita. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk
kepentingan santai belaka, yang penting adalah memberikan keasyikan pada pembacanya untuk
menyelesaikannya. Novel hiburan terikat dengan pola – pola, dengan demikian dapat dikatakan
bahwa novel serius mempunyai fungsi sosial, sedangkan novel hiburan hanya berfungsi personal.

Novel yang berjudul Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini termasuk dalam jenis
novel serius, karena novel ini bukan hanya novel cinta dan novel sastra saja, melainkan juga
novel politik, novel budaya, novel religi, novel fikih, novel etika, novel bahasa, dan novel
dakwah sehingga sangat menarik untuk dibaca. Novel ini lahir sebagai novel pembangun jiwa.
Novel ini disajikan dengan kisah yang luar biasa, mengajarkan makna pelajaran penting dalam
kehidupan yaitu bagaimana bergaul dengan sesama muslim dan bergaul dengan nonmuslim,
selain itu novel ini juga menceritakan kerasnya kehidupan dan memberikan motivasi bagi
pembacanya untuk menjadi muslim sejati dan senantiasa mencari keridhaan Allah Swt.

Inspirasi luar biasa yang dapat saya ambil dari tokoh novel religius ini ialah betapa banyak
rintangan yang harus dilalui untuk menuju hidup yang tenteram dan bijak dengan keridhaan
Allah Swt. Menjadi sebuah nikmat yang tak terhingga tatkala selalu ikhlas dan tawakal dalam
menjalani setiap hidupnya. Novel ini disesuaikan dengan kondisi saat ini, sehingga pembaca
seolah-olah ikut merasakan menjadi salah seorang tokoh dari novel merasakan keadaan yang
diceritakan dalam novel tersebut, novel ini sangat bagus untuk di baca dengan gaya bahasanya
yang indah karena disampaikan dengan gaya yang puitis dan bersahaja sehingga tidak
memenatkan pembaca dalam membaca pesan-pesan yang terkandung dalam novel ini.

1.2 Hakikat Pendekatan Ekspresif

Pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya
pada ekspresi perasaan atau temperamen penulis (Abrams, 1981 : 189). Selden (1985 :
52) mengungkapkan bahwa karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan
mengungkapkan pribadi pengarang.

Pendekatan ekspresif adalah pendekatan karya sastra dengan jalan menghubungkan karya satra
dengan pengarangnya.

Pendekatan ekspresif menitikberatkan pengarang, dan orientasi ekspresif memandang karya


sastra sebagai ekspresi, luapan, ucapan perasaan sebagai hasil imajinasi pengarang, pikiran-
pikiran, dan perasaannya. Orientasi ini cenderung menimbang karya sastra dengan keasliannya,
kesejatiannya, atau kecocokan dengan visium atau keadaan pikiran dan kejiwaan pengarang.

Teori ekspresif sastra (The expressive theory of literature) adalah sebuah teori yang memandang
sebuah karya sastra terutama sebagai pernyataan atau ekspresi dunia batin pengarangnya.

Atmazaki (1990:34-35) mengatakan bahwa pementingan aspek ekspresif ini disebabkan oleh
alasan-alasan berikut.

Pengarang adalah orang pandai;

Kata author berarti pengarang, yang bila ditambah akhiran –ity berarti berwenang atau berkuasa;
dan

Pengarang adalah orang yang mempunyai kepekaan terhadap persoalan, punya wawasan
kemanusiaan yang tinggi dan dalam.

Pendektan ekspresif mengenai batin atau perasaan seseorang yang kemudian diekspresikan dan
dituangkan ke dalam bentuk karya dan tulisan hingga membentuk sebuah karya sastra yang
bernilai rasa tersendiri, dan menurut isi kandungan yang ingin disampaikan oleh pengarang
(berupa karya seni). Karena karya sastra tidak dapat hadir bila tidak ada yang menciptakannya,
sehingga pencipta karya sastra sangat penting kedudukannya dalam kegiatan kajian dan apresiasi
sastra, pikiran, dan perasaan pengarang.

Pikiran dan perasaan pengarang adalah sumber utama dan pokok masalah dalam suatu novel.
Pendekatan ekspresif ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pengarang
dalam mengungkapkan gagasan-gagasan, imajinasi, dan spontanitasnya.

Adapun kerangka pendekatan ekspresif sebagaimana diuraikan Atmazaki (1990:36) sebagai


berikut:
Pendekatan ekspresif berhubungan erat dengan kajian sastra sebagai karya yang dekat dengan
sejarah, terutama sejarah yang berhubungan dengan kehidupan pengarangnya; dan

Karya sastra dianggap sebagai pancaran kepribadian pengarang.

Teeuw (1984) menyatakan bahwa karya sastra tidak bisa dikaji dengan mengabaikan kajian
terhadap latar belakang sejarah dan sistem sastra : semesta, pembaca, dan penulis. Informasi
tentang penulis memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan kajian dan apresiasi sastra.
Ini dikarenakan karya sastra pada hakikatnya adalah tuangan pengalaman penulis (Teeuw, 1984;
Selden, 1985; Roekhan, 1995; Eneste, 1982).

1.3 Hakikat Teori Vladimir Propp

Selain membahas masalah struktur pembangun berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik,
strukturalisme juga membahas struktur naratif cerita. Salah satu ahli yang menggeluti bidang ini
adalah Vladimir Propp lahir pada tanggal 17 April 1895vdi St. Petersburg, Jerman.

Propp memulai dengan masalah pengklasifikasian dan pengorganisasian cerita rakyat. Propp
secara induktif mengembangkan empat hukum yang menempatkan sastra rakyat atau fiksi pada
pijakan baru. Karena inilah Vladimir Propp dikenal sebagai cikal bakal struktural naratologis
(Herman & Vervaeck, 2005: 52). Keempat hukum tersebut sebagai berikut.

1. Fungsi karakter (tokoh) sebagai sebuah penyeimbang, elemen-elemen tetap dalam sebuah
cerita, tidak bergantung kepada bagaimana atau karena siapa mereka terpenuhi. Elemen-elemen
tersebut membentuk komponen-komponen fundamental sebuah cerita.

2. Jumlah fungsi yang dikenal dalam cerita peri terbatas.

3. Rangkaian fungsi itu selalu identik.

4. Semua cerita terdiri atas satu tipe jika dilihat dari strukturnya.

Dalam membandingkan semua fungsi cerita-cerita tersebut, Propp menemukan bahwa jumlah
keseluruhan fungsi tidak lebih dari tiga puluh satu fungsi. Fungsi-fungsi tersebut disusun sebagai
berikut.

1. Salah satu anggota keluarga hilang/pergi dari rumah.

2. Larangan ditujukan pada sang pahlawan.


3. Larangan dilanggar.

4. Penjahat berusaha mengintai.

5. Penjahat menerima informasi tentang korbannya.

6. Penjahat berusaha menipu korbannya untuk menguasai korban atau (harta) milik korban.

7. Korban tertipu dan tanpa sadar membantu musuhnya.

8. Penjahat membahayakan atau melukai seorang anggota keluarga.

9. Kemalangan atau kekurangan diketahui.

10. Pencari setuju atau memutuskan untuk mengatasi halangan.

11. Pahlawan meninggalkan rumah.

12. Pahlawan diuji, diinterogasi, diserang, dsb. dalam proses mendapatkan alat (agent) sakti atau
penolong.

13. Pahlawan mereaksi tindakan donor masa depan.

14. Pahlawan memperoleh kekuatan alat sakti.

15. Pahlawan dipindah, dikirim, atau digiring/dituntun kemana-mana dalam pencarian objek.

16. Pahlawan dan penjahat terlibat perang langsung.

17. Pahlawan mendapat nama (terkenal)

18. Penjahat dikalahkan

19. Kemalangan atau kekurangan awal berhasil dimusnahkan.

20. Pahlawan kembali.

21. Sang pahlawan dikejar.

22. Penyelamatan pahlawan dari kejaran.


23. Pahlawan – yang tidak dikenali – pulang atau pergi ke negeri lain.

24. Seorang pahlawan palsu menyatakan tuntutan (claim) yang tidak berdasar.

25. Sebuah tugas yang sulit diajukan pada sang pahlawan.

26. Tugas berhasil dipecahkan.

27. Sang pahlawan dikenali.

28. Pahlawan palsu atau penjahat terungkap.

29. Pahlawan palsu diberikan tampilan baru.

30. Penjahat dihukum.

31. Pahlawan menikah dan bertakhta.

Propp menyebut tujuh fungsi pertama sebagai unit persiapan. Komplikasi ditandai dengan nomor
10. Komplikasi diikuti dengan perpindahan, perjuangan, kembali (kepulangan), dan pengenalan.

Sebagai tambahan dari tiga puluh satu fungsi tersebut, Propp menambah tujuh “putaran aksi”
(spheres of action). Ketujuhnya disusun sebagai berikut.

1. Penjahat.

2. Donor (penyedia).

3. Penolong.

4. Putri dan ayahnya.

5. Utusan (dispatcher)

6. Pahlawan (pencari atau korban)

7. Pahlawan palsu.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian berdasarkan pendekatan ekspresif

Novel yang berjudul Ayat-Ayat Cinta karya “Habiburrahman El Shirazy” ini bertemakan religius
sebagai novel pembangun jiwa, dilihat dari pendekatan ekspresif novel karya Habiburrahman El
Shirazy ini dilaterbelakangi kehidupan nyatanya sendiri. Pengarang menceritakan pengalaman-
pengalaman masa lalunya sebagai tuntunan hidup di masa sekarang. Ia mengenang dan
menuangkan pengalaman-pengalamannya dalam untaian tulisan yang di angkat dari kisah masa
lalunya menjadi pelajaran berharga bagi pembaca. Novel Ayat-Ayat Cinta ini mengangkat kisah
seorang santri metropolitan yang menuntut ilmu di negeri Piramida. Fahri bin Abdillah adalah
seorang pelajar yang berusaha mengejar gelar masternya di Al Ahzar serta kerasnya perjalanan
hidup yang dihadapinya selama di Mesir. Sehubungan dengan disebutnya novel ini sebagai novel
pembangun jiwa, yang menarik dalam novel ini adalah kemampuan penulisnya untuk
menyisipkan pesan-pesan moral dalam ceritanya. Tidak main-main, sebagai novel pembangun
jiwa, novel ini ditulis dengan menggunakan sepuluh referensi.Dalam novel ini pengarang telah
berhasil menggambarkan latar sosial-budaya Timur Tengah dengan sangat hidup tanpa harus
memakai istilah-istilah Arab. Bahasanya yang mengalir, karakteristik tokoh-tokohnya yang
begitu kuat, dan gambar latarnya yang begitu hidup, membuat kisah dalam novel ini terasa
benar-benar terjadi.

Novel Ayat-Ayat Cinta adalah novel yang bertutur tentang cara menghadapi naik turunnya
persoalan hidup secara islam. Dalam novel ini mengambil kisah tokoh Fahri yaitu seorang
pelajar Indonesia yang mengejar gelar masternya di Universitas Al-Ahzar. Ia berjibaku dengan
panas dan debu Mesir. Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan empat temannya yang juga
berasal dari Indonesia. Mereka adalah Saiful, Rudi, Hamdi dan Mishbah. Berkutat dengan
berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-
buku agama. Belajar di Mesir membuat Fahri mengenal Maria, Nurul, Noura dan Aisha.

Dalam novel Ayat-Ayat Cinta pengarang memberikan kisah-kisah yang luar biasa dan menarik
bagi pembacanya. Pada awal ceritanya pengarang memilih untuk menceritakan suasana Mesir di
musim panas sehingga pembaca seolah-olah ikut merasakan bagaimana kehidupan di Mesir di
kala musim panas.

“ Tengah hari ini, kota Cairo seakan membara. Matahari berpijar di tengah petala langit.
Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan pasir seolah menguap bau
neraka. Hembusan angin sahara…..”(Ayat-Ayat Cinta:15).

Kemudian pengarang mulai menceritakan kisah kehidupan Fahri serta kebiasaan-kebiasaannya


selama di Mesir yaitu pergi talaqqi mengaji bersama Syaikh Ustman seorang ulama besar di
Mesir.

“ Jadwalku mengaji pada Syaikh yang terkenal sangat disiplin itu seminggu dua kali. Setiap
Ahad dan Rabu. …”(Ayat-Ayat Cinta:16).

Dalam bab I Gadis Mesir Itu Bernama Maria disini pengarang menceritakan kisah Fahri yang
mengagumi seorang gadis Kristen Koptik yang unik bernama Maria. Gadis koptik yang
menyukai Al-Quran dan bahkan hafal beberapa suratnya.

“ Maria lalu melantunkan surat Maryam yang ia hafal. Anehnya ia terlebih dahulu membaca
ta’awudz dan basmalah. Ia tahu adab dan tata cara membaca Al-Quran”.(Ayat-Ayat Cinta:24).

Dalam novel ini pengarang juga menceritakan kehidupan sosial masyarakat Mesir dan
bagaimana sikap orang-orang Mesir.

“ Seorang pemuda berjenggot tipis yang berdiri tak jauh dari tempatku berdiri memandangi
diriku dengan tersenyum”. (Ayat-Ayat Cinta:34).

“ Orang Mesir memang suka bicara. Kalau sudah bicara ia merasa paling benar sendiri”.(Ayat-
Ayat Cinta:36).

Pengarang juga mampu menceritakan bagaimana orang-orang Mesir marah. Di sini pembaca
benar-benar seperti merasakan berada di tengah-tengah orang Mesir.

“ Ashraf menoleh ke kanan dan memandang tiga bule itu dengan raut tidak senang. Tiba-tiba ia
berteriak emosi ‘ya Amrikaniyyun, la’natullah ‘alaikum’ ”.(Ayat-Ayat Cinta:38)

“ Memang, kalau sedang jengkel orang Mesir bisa mengatakan apa saja. Di pasar Sayyeda
Zaenab aku pernah melihat seorang penjual ikan marah-marah pada istrinya. Entah karena apa.
Ia menhujami istrinya dengan sumpah serapah yang kasar dan tidak nyaman di dengar oleh
telinga”.(Ayat-Ayat Cinta:39).

Melalui novel ini pengarang menyampaikan kepada pembaca bagaimana adat seorang muslim
dan muslimah saat bergaul dengan muslim lainnya atau nonmuslim.

“ Ia tersenyum sambil mengulurkan tangannya kepadaku sambil berkata ‘ Hai Indonesien,


thank’s for everything. My name’s Alicia’.

‘ oh, you’re welcome. My name’s Fahri, jawabku sambil menangkupkan kedua tanganku di
depan dada, aku tidak mungkin menjabat tangannya.

Ini bukan berarti saya tidak menghormati Anda. Dalam ajaran Islam, seorang laki-laki tidak
boleh bersalaman dan bersentuhan dengan perempuan selain dengan istri dan mahramnya”.
(ayat-Ayat Cinta:55).

Melalui novel ini pula, pengarang mengajarkan ilmu fikih tentang bagaimana Islam
memandang wanita dan memperlakukan wanita menurut Al-Quran.

“ Sebab itu, wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu kuatirkan
nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka menaatimu,, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar”.(Ayat-Ayat Cinta:97).

Dalam novel ini pengarang menceritakan kerinduannya terhadap ayah dan ibunya di
kampung halaman melalui tokoh Fahri yang ia tulis melalui sajak puisi berikut.

Selalu saja kurindu

Abad-abad terus berlalu

Berjuta kali berganti baju

Nun jauh di sana mata bening menatapku haru

Penuh rindu

Mata bundaku

Yang selalu kurindu

“ Dalam sujud kumenangis pada Tuhan, memohonkan rahmat kesejahteraan tiada


berpenghabisan untuk bunda, bunda, bunda dan ayahanda tercinta”.(Ayat-Ayat Cinta:146).

Selanjutnya pengarang mengajak kembali pembaca untuk merasakan betapa rumitnya


masalah yang dihadapi oleh Fahri tatkala ia dicintai oleh tiga orang gadis. Hatinya bimbang
dalam memilih siapakah nanti yang menjadi jodohnya. Yang diungkapkan pengarang melalui
bait-bait dalam puisinya.
Bidadariku,

Namamu tak terukir

Dalam catatan harianku

Asal usulmu tak hadir

Dalam diskusi kehidupanku

Wajah wujudmu tak terlukis

Dalam sketsa mimpi-mimpiku

Indah suaramu tak terekam

Dalam pita batinku

Namun kau hidup menghadiri

Pori-pori cinta dalam semangatku

Sebab

Kau adalah hadiah yang agung

Dari Tuhan

Untukku

Bidadariku. (Ayat-Ayat Cinta:198)

Pengarang kembali menceritakan kegelisahan Fahri dalam novel ini tatkala ia harus dijodohkan
dengan seorang perempuan Mesir bernama Aisha.

“ Tiga kali aku shalat istikharah. Yang terbayang adalah wajah ibu yang semakin menua. Sudah
tujuh tahun lebih aku tidak berjumpa dengannya. Oh ibu, jika engkau adalah matahari, aku tak
ingin malam hari. Jika engkau adalah embun, aku ingin selalu pagi hari. Ibu, durhakalah aku, jika
ditelapak kakimu tidak aku temui sorga itu”.(Ayat-Ayat Cinta:203).
Dalam kisah selanjutnya, pengarang menceritakan betapa indah dan romantisnya kisah cinta
Fahri yang memadu kasih bersama istri tercintanya, Aisha. Pengarang mampu membuat
pembaca seakan-akan ikut merasakan kebahagiaan tokoh dalam cerita.

Pengarang kembali memunculkan konflik-konflik batin yang dialami tokoh Fahri di mana ia di
fitnah telah memperkosa Noura gadis yang pernah ditolongnya dulu. Cobaan-cobaan yang
dihadapi tokoh Fahri ketika ia harus di hukum dalam penjara.

“ Aku dibawa ke markas polisi Abbasea. Diseret seperti anjing kurap. Lalu diintrogasi habis-
habisan, dibentak-bentak, dimaki-maki dan disumpahserapahi dengan kata-kata kotor. Dianggap
tak ubahnya najis yang menjijikkan. Tuduan yang dialamatkan kepadaku sangat menyakitkan:
memperkosa seorang gadis Mesir hingga hamil hampir tiga bulan”.(Ayat-Ayat Cinta:307).

Sampai pada akhirnya pengarang dalam novelnya menceritakan Aisha yang merelakan dirinya
untuk dimadu Fahri. Aisha merelakan Fahri menikahi Maria dengan alasan menyelamatkan Fahri
dari tuduhan pemerkosaan atas Noura.

“ Suamiku, aku sependapat denganmu. Sekarang menikahlah dengannya. Anggaplah ini ijtihad
dakwah dalam posisi yang sangat sulit ini. ..”.(Ayat-Ayat Cinta:377).

“ ini jadikan mahar untuk Maria…”(Ayat-Ayat Cinta:378).

Dalam setiap kisahnya, pengarang berusaha mengupas kejadian-kejadian yang terdapat dalam
novel tersebut yang disertai luapan emosi, kemarahan, kesedihan secara sempurna.

Di akhir cerita pengarang mampu menghipnotis pembaca, sehingga pembaca seolah-olah


mengalami segala kejadian dan problema yang melilit tokoh yang ada dalam novel.

Namun dalam novel ini masih ditemukan hal mustahil dalam cerita yang tidak
diperhatikan oleh pengarang sebelumnya seperti tokoh Fahri yang dicintai oleh empat orang
wanita dan semuanya rela menjadi istri. Kemudian Noura yang frustrasi karena tidak
mendapatkan cinta Fahri, ia lantas memfitnah Fahri dengan tuduhan yang kejam.

2.2 Kajian berdasarkan Vladimir Propp

1. Penjahat

Tokoh yang difungsikan sebagai penjahat dalam novel Ayat-Ayat Cinta adalah tokoh
yang bernama Bahadur sebagai ayah Noura serta Suzan dan Mona sebagai kakak Noura. Di
fungsikan sebagai tokoh jahat karena mereka memiliki sifat yang kasar, dingin dan tidak bisa
menghargai orang.

Seperti yang dijelaskan pada kutipan ini.

“ Benar, di gerbang apartemen kami melihat seorang gadis yang diseret oleh seorang lelaki hitam
dan ditendangi tanpa ampun oleh seorang perempuan. Gadis yang diseret itu menjerit dan
menangis. Sangat mengibakan. Gadis itu diseret sampai ke jalan”.(Ayat-Ayat Cinta:73).

“ Sudah berulang kali kami melihat Noura dizalimi oleh keluarganya sendiri. Ia jadi bulan-
bulanan kekerasan ayah dan dua kakaknya”.(Ayat-Ayat Cinta:73).

“ Ayah Noura yang bernama Bahadur itu memang keterlaluan. Bicaranya kasar dan tidak
menghargai orang”.(Ayat-Ayat Cinta:74).

“ Belum sempat Tuan Boutros menyalakan mesin terdengar suara Si Muka Dingin memanggil
dengan suara mengguntur…”(Ayat-Ayat Cinta:125).

“ Hai Maria bicara kau! Kalau tidak ku sumpal mulutmu dengan sandal!” Si Muka Dingin
menyalak keras seperti anjing. (Ayat-Ayat Cinta:125).

“ Ia hanya pergi begitu saja sambil mengepelkan tinjunya, ia mendesis ‘ kalau kembali anak itu
akan ku kuliti biar tahu rasa!”(Ayat-Ayat Cinta:126).

2. Donor (penyedia)

Berdasarkan analisis novel Ayat-Ayat Cinta terdapat banyak tokoh yang berperan sebagai
penyedia seperti yang tergambar pada tokoh Tuan Boutros (ayah Maria), Madam Nahed (ibu
Maria), Hamdi, Saiful, Rudi, Misbah, Yousef, Syaikh Ahmad, Syaikh Ustman, Ummu Aiman,
Eqbal Hakan Elbakan. Donor (penyedia) digambarkan sebagai tokoh yang memiliki sifat ramah,
baik dan rela menolong orang-orang yang membutuhkan bantuannya.

Dijelaskan dalam kutipan berikut.

Saful:

“ Ia lantas bergegas memenuhi permintaanku. Saiful duduk di sampingku sambil memijat kedua
kakiku”.(Ayat-Ayat Cinta:141).
Tuan Boutros:

“ Pak Boutros masuk membawa satu botol madu”

Madam Nahed:

“ Madam Nahed meminta izin padaku untuk memeriksanya. Sambil memasang tekanan darah di
lengan kananku, dia menanyakan apa yang kurasakan”.(Ayat-Ayat Cinta:141).

“ Aku tersenyum. Madam Nahed masih menganggap aku bagian dari keluarganya”(Ayat-Ayat
Cinta:295).

“ Agaknya kau terlalu memforsir dirimu. Banyak-banyaklah istirahat.ada gejala heat stroke. Kau
harus minum yang banyak dan makan buah-buahan yang segar. Istirahatlah dulu. Jangan
berpergian menantang matahari!” kata Madam Nahed lembut.(Ayat-Ayat Cinta:142).

Syaikh Ustman:

“ Syaikh Ustman lalu mengeluarkan botol kecil dari jubahnya. ‘Ini aku bawakan air zamzam.
Tidak banyak, namun semoga bermanfaat. Minumlah dengan terlebih dahulu membaca shalawat
Nabi dan berdo’a minta kesembuhan dan ilmu yang manfaat”(Ayat-Ayat Cinta:188).

3. Penolong

Dalam novel Ayat-Ayat Cinta, tokoh yang berperan sebagai penolong adalah Maria dan Nurul.
Tokoh Penolong digambarkan sebagai tokoh protagonist yang keberadaannya sebagai penolong
tokoh utama dalam cerita.

Maria:

“ Pak Hakim dan selurruh yang hadir dalam sidang ini, saya bersaksi atas nama Tuhan Yang
Maha Mengetahui bahwa Noura malam itu, sejak pukul dua sampai pagi berada di kamarku. Ia
sama sekali tidak keluar dari kamarku. Ia selalu bersamaku. Jika dia mengatakan pukul tiga aku
mengantarnya ke rumah Fahri itu bohong belaka”(Ayat-Ayat Cinta:385).

“ Apa yang dikatakan Noura adalah fitnah belaka. Dia harus mendapatkan ganjaran atas tuduhan
kejinya”.(Ayat-Ayat Cinta:385).

“ Demi Allah Yang Maha Mengetahui! Aku tidak rela atas tuduhan yang dilontarkan Noura
kepaada Fahri. Aku tidak rela!! Jika sampai Fahri divonis salah maka Noura akan menjadi
musuhku di hadapan Allah di akhirat kelak”.(Ayat-Ayat Cinta:385).

4. Putri dan Ayahnya

Dalam novel Ayat-Ayat Cinta tidak ditemukan tokoh yang berperan sebagai putri dan ayahnya
secara mutlak. Dalam novel ini dimungkinkan yang dianggap sebagai putri ialah tokoh Aisha.
Tokoh Aisha digambarkan memiliki sifat yang sangat baik, ramah, ikhlas, sabar dan sopan.

“ Mom,wait! Please, sit down here!”(Ayat-Ayat Cinta:41)

“ Fahri, menikahlah dengan Maria. Aku ikhlas”.(Ayat-Ayat Cinta:3776).

“ Suamiku, kau jangan ragu! Kau sama sekali tidak melakukan dosa. Yakinlah bahwa kau
melakukan amal saleh”(Ayat-Ayat Cinta:378).

“ Fahri, kuatkanlah dirimu. Aku sangat menccintaimu. Aku tidak mau kehilanganmu”(Ayat-Ayat
Cinta:331).

5. Utusan

Dalam analisis novel ini tidak digambarkan tokoh yang berperan sebagai utusan

6. Pahlawan (pencari atau korban)

Berdasarkan analisis dalam novel ini tokoh yang difungsikan sebagai pahlawan ialah tokoh
Fahri. Karena di sini tokoh Fahri adalah tokoh utama yang memiliki banyak peran di dalamnya.

Seperti yang digambarkan dalam beberapa cuplikan di bawah ini.

“ Dalam kondisi yang tidak nyaman ini, aku sendiri sebenarnya sangat malas keluar”(Ayat-Ayat
Cinta:16)

“ sebagai yang dipercaya untuk jadi kepala keluarga aku harus jeli memperhatikan kebutuhan
dan kesejahteraan anggota”(Ayat-Ayat Cinta:19).

“ Usai makan aku melakukan rutinitasku di depan computer mengalihbahasakan kitab berbahasa
Arab ke dalam bahasa Indonesia”(Ayat-Ayat Cinta:69)

“ Aku paling tidak tahan mendengar perempuan menangis”(Ayat-Ayat Cinta:74).


“ Apa kau tidak tergerak untuk menolongnya”(Ayat-Ayat Cinta:75).

7. Pahlawan Palsu

Berdasarkan analisis novel Ayat-Ayat Cinta ini tidak terdapat tokoh yang berperan sebagai
pahlawan palsu.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dalam makalah ini adalah novel Novel yang berjudul Ayat-Ayat Cinta karrya
Habiburraman El Shirazy ini termasuk novel yang bersifat serius. Novel ini tidak hanya bercerita
tentang cinta yang dramatis, melainkan juga bercerita tentang nilai budaya, nilai politik, nilai
pendidikan serta. Novel ini merupakan novel yang memiliki pelajaran berharga yang bisa
membuat kita lebih memperhatikan kehidupan bahkan religious.

Selain cerita latar mengenai kota Mesir yang begitu kompleks, novel ini juga menceritakan
mengenai kehidupan tokoh yang bervariasi. Mulai dari kehidupan ekonomi tokoh yang
kekurangan, pendidikan yang ia selesaikan di Kairo, Mesir, sampai pada kisah romantic cinta
yang dialami tokoh. Semuanya terbalut dalam cerita yang dibuat oleh pengarang dengan gaya
penulisan yang indah.

Kajian analasis novel ini adalah berdasarkan pendekatan ekspresif dan teori Vladimir Propp. Dan
disini bisa kita lihat bagaimana analisis beradasarkan kedua teori tersebut. Penggunaan
pendekatan ekspresif lebih menunjukkan pengarang menyampaikan isi dan jalan cerita serta
perasaan pengarang dalam novel ini. Selain itu, untuk teori Vladimir Propp lebih menekankan
pada fungsi tokoh yang ada dalam novel ini. Yaitu tujuh fungsi tokoh yang diperankan oleh
tokoh pengarang.

Dengan adanya kajian analisis novel Ayat-Ayat Cinta, kita lebih mudah untuk memahami novel
ini lebih dalam berdasarkan pendekatan dan teori tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Herman, Luc & Bart Vervaeck. 2005. Handbook of Narrative Analysis. Lincoln &
London:University of Nebraska Press

Scholes, Robert. 1973. Structuralism in Literature. New Haven dan London: Yale University
Press

El Shirazy, Habiburrahman. 2005.Ayat-ayat Cinta. Semarang. Pesantren Basmalah Indonesia

LAMPIRAN

Sinopsis Novel Ayat-Ayat Cinta

Sepintas lalu, novel Ayat-Ayat Cinta seperti novel-novel Islami kebanyakan yang mencoba
menyebarkan dakwah melalui sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata
novel ini merupakan gabungan dari novel Islami, budaya dan juga novel cinta yang banyak
disukai anak muda. Dengan kata lain, novel ini merupakan sarana yang tepat sebagai media
penyaluran dakwah kepada siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam,
khususnya buat kawula muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa.

Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar
belakang dan budaya. Yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Universitas
Al-Ahzar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal Jerman yang kebetulan juga
sedang belajar di Mesir. Kisah percintaan ini berawal ketika mereka secara tidak sengaja bertemu
dalam sebuah perdebatan sengit dalam sebuah metro.

Pada waktu itu, si pemuda yang bernama lengkap Fahri bin Abdullah Shiddiq, sedang
dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakkar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima ,
ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi pada Syaikh Ustman Abdul Fattah, seorang Syaikh yang
cukup tersohor di seantero Mesir. Kepadanya Fahri belajar tentang qiraah Sad’ah dan Ushul
tafsir. Hal ini sudah biasa dilakukannya setiap dua kali seminggu. Setiap hari Ahad dan Rabu.
Dia sama sekali tidak pernah melewatkannya walau suhu udara panas menyengat dan badai debu
sekalipun. Karena baginya itu merupakan suatu kewajiban karena tidak semua orang bisa belajar
pada Syaikh Ustman yang sangat selektif dalam memilih murid dan dia termasuk salah seorang
yang beruntung.

Di dalam metro, Fahri tidak mendapatkan tempat untuk duduk, mau tidak mau dia harus
berdiri sambil menunggu ada kursi yang kosong. Kemudian ia berkenalan dengan seorang
pemuda Mesir brnama Ashraf yang juga seorang muslim. Mmereka bercerita tentang banyak hal,
termasuk kebenciannya terhadap Amerika. Tak berapa lama kemudian, ada tiga orang bule yang
berkewarganegaraan Amerika (dua perempuan dan satu laki-laki) naik ke dalam metro. Satu
diantara mereka terlihat sangat lelah. Biasanya orang Mesir akan memberikan tempat duduknya
apabila ada wanita yang tida mendapatkan tempat duduk, namun kali ini tidak. Mungkin karena
kebencian mereka terhadap Amerika. Sampai pada suatu saat, ketika si nenek hendak duduk
mengglosor di lantai metro, ada seorang gadis bercadar putih berih yang sebelumnya
dipersilakan Fahri untuk duduk di bangku kosong, memberikan tempat duduknya untuk nenek
tersebut dan meminta maaf atas perlakuan orang-orang Mesir lainnya. Di sinilah awal perdebatan
itu terjadi. Orang-orang Mesir yang paham bahasa Inggris merasa tersinggung dengan ucapan si
gadis bercadar. Mereka mengeluarkan berbagai umpatan dan makian kepada gadis itu, dan ia pun
hanya terkejut diam dan takut. Kemudian Fahri berusaha untuk meredakan perdebatan itu dengan
menyuruh mereka membaca shalawat Nabi karena biasanya orang Mesir akan luluh
kemarahannya jika mengucap Shalawat Nabi dan ternyata berhasil. Lalu ia mencoba
menjelaskan pada mereka bahwa apa yang dilakukan perempuan bercadar itu benar, dan
umpatan-umpatan itu tidak layak diucapkan. Namun yang terjadi mereka kembali marah dan
menyuruh Fahri untuk tidak ikut campur dalam masalah ini. Kemudian emosi mereka mereda
ketika Ashraf yang juga ikut memaki perempuan bercadar itu, mengatakan bahwa Fahri adalah
mahasiswa Al-Azhar yang hafal Al-Qur’an dan juga murid dari Syaikh Ustman yang terkenal itu.
Lantas orang-orang Mesir itu meminta maaf pada Fahri. Fahri kemudian menjelaskan
bahwasannya mereka tidak seharusya bertindak seperti itu karena ajaran Nabi tidak seperti itu.
Lalu ia pun menjelaskan bagaimana seharusnya bersikap pada tamu apalagi orang asing yang
sesuai dengan yang diajarkan oleh Rosulullah Saw. Mereka pun mengucapkan terima kasih pada
Fahri karena sudah mengingatkan mereka. Sementara itu, si bule perempuan muda, Alicia,
sedang mendengarkan tentang apa yang terjadi pada si perempuan bercadar dengan bahasa
inggris yang fasih. Kemudian Alicia berterima kasih pad menyerahkan kartu namanya pada fahri.
Tak berapa lama kemudian metro berhenti dan perempuan bercadar itupun bersiap untuk turun.
Sebelum turun ia mengucapkan terima kasih pada Fahri karena sudah menolongnya tadi.
Akhirnya merekapun berkenalan. Dan ternyata si gadis itu bukanlah orang mesir melainkan
gadis asal Jerman yang sedang studi di Mesir. Ia bernama Aisha.

Di Mesir fahri tinggal dengan empat orang temannya yang juga orang Indonesia, mereka
tinggal di sebuah apartemen yang mempunyai dua lantai . Dimana lantai bawah ditempati oleh
Fahri dank e empat temannya dan yang atas di tempati oleh sebuah keluarga Kristen koptik yang
sekaligus menjadi tetangga mereka. Walaupun antara Fahri dkk dan keluarga Boutros berbeda
keyakinan mereka bisa terjalin baik. Apalagi dengan Maria, Fahri menganggap dia sebagai
seorang koptik yang aneh yang memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh gadis muslim,
yaitu dia menyukai Al-Qur’an dah juga mengahafa surat Al- Maidah dan surat Maryam. Bahkan
keluarga ini juga sangat baik pada fahri dkk, saat Fahri sakit keluarga itu juga yang membawa
Fahri ke Rumah Sakit. Selain bertetangga denga keluarga Boutros Fahri juga bertetangga lain
dengan berkulit hitam yang kepala keluarganya bernama Bahadur yang terkenal dengan si muka
dingin. Bahadur mempunyai tiga orang anak yang salah satunya berbeda dengan keluarga
mereka, yaitu naura. Naura sangat di benci oleh semua keluarganya hingga suatu malam dia
disiksa oleh Bahadur, Fahri yang tak tega melihatnya pun sms Maria agar Maria menolong
Noura hingga malam itu Noura menginap di eluarga Boutros dan malam itu juga menjadi
penderitaan yang sama bagi Fahri.

Vous aimerez peut-être aussi