Vous êtes sur la page 1sur 68

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI ISOLASI SOSIAL


DIRUAGAN SRIKAYA DI RSUD MADANI PROV. SULTENG

Disusun Oleh :
NURHAEDA, S.Kep
NIM : 2017032068

Mengetahui

CI Ruangan CI Institusi

....................................... ................................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2018

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
KONSEP TEORI

a. Defenisi
 Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara
 Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perubahan atau penghiduan.
 Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata
stimulus/rangsangan dari luar.
b. Rentang respon

Adaptif Mal Adaptif

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Waham


 Persepsi akurat proses pikir  Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu  Kerusakan proses
dengan pengalaman  Ilusi emosi
 Perilaku cocok  Emosi berlebihan  Perilaku tidak
 Hubungan sosial
 Perilaku yang tidak terorganisasi
harmonis
biasa  Isolasi sosial
 Menarik diri

c. Penyebab
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobilogi
c. Meurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
c. Adanya gejala pemicu
d. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang
menyenangkan.Pada tahap ini masuk dalam golongan
nonpsikotik.Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan
perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang
lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.Karakteristik :
pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa.Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap halusinasinya.

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang
control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
Perilaku klien :
Perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.
e. Jenis dan Tanda-Tanda Halusinasi
Jenis Data objektif Data subjektif
halusinasi
Halusinasi  Bicara atau ketawa sendiri  Mendengar suara atau
pendengara Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
n  Mengarahkan telinga kearah tertentu  Mendengar suara yang
 Menutup telinga bercakap-cakap
 Mendengar suara yang
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya

Halusinasi  Menujuk-nunjuk kearah tertentu Melihat bayangan,


penglihatan Ketakutan kepada sesuatu yang tidak sinar bentuk geometris,
jelas bentuk kartoon, melihat
hantu atau monster

Halusinasi  Menghidu Seperti Sedang Membaui Membaui bau-bauan


penghidu bau-bauan tertentu seperti bau darah,

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
 Menutup hidung urine, fases kadang-
kadang bau itu
menyenangkan

Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti


pengecap  Muntah darah, urine atau fases

Halusinasi Menggaruk-garuk permukaan kulit Menyatakan ada


perabaan serangga di permukaan
kulit
Merasakan tersengat
listrik

f. Proses keperawatan
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobiology
c. Neurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Mekanisme koping
a. Regresi
b. Proyeksi
c. Menarik diri
4. Perilaku halusinasi
a. Isi halusinasi
b. Waktu terjadinya
c. Frekuensi
d. Situasi pencetus

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
e. Respon klien saat halusinasi

g. Iintervensi Keperawatan klien Gangguan sensori persepsi halusinasi

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah …………..x SP 1
 Mengenali halusinasi pertemuan, pasien dapat  Bantu pasien
yang dialaminya menyebutkan : mengenal halusinasi
 Mengontrol  Isi waktu, frekuensi, (isi, waktu
halusinasinya situasi pencetus, terjadinya, frekuensi,
 Mengikuti program perasaan situasi pencetus,
pengobatan  Mampu memperagakan perasaan saat terjadi
cara dalam mengontrol halusinasi)
halusinasi.  Latih mengontrol
halusinasi dengan
cara menghardik.
Tahapan tindakannya
meliputi :
 Jelaskan cara
menghardik
halusinasi
 Peragakan cara
menghardik
 Minta pasien
memperagakan ulang
 Pantau penerapan
cara ini, beri
penguatan perilaku
pasien
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Setelah ……..x SP 2

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu (SP 1)
 Menyebutkan kegiatan  Latih
yang sudah dilakukan berbicara/bercakap
 Memperagakan cara dengan orang lain
bercakap-cakap dengan saat halusinasi
orang lain muncul
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Setelah …..x pertemuan SP 3
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan
 Menyebutkan kegiatan lalu (SP2)
yang sudah dilakukan  Latih kegiatan agar
 Membuat jadwal halusinasin tidak
kegiatan sehari-hari dan muncul
mampu Tahapannya :
memperagakannya  Jelaskan pentingnya
aktivitas yang teratur
untuk mengatasi
halusinasi
 Diskusikan aktivitas
yang biasa dilakukan
oleh pasien
 Latih pasien
melakukan aktivitas
 Susun jadwal
aktivitas sehari-hari
sesuai aktivitas yang
telah dilatih (dari
bangun pagi sampai
tidur malam)

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Pantau pelaksanaan
jadwal kegiatan,
berikan penguatan
terhadap perilaku
yang ( + )

Setelah …….x SP 4
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu ( SP 1, 2,
 Menyebutkan kegiatan dan 3)
yang sudah dilakukan  Tanyakan program
 Menyebutkan manfaat pengobatan
dari program pengobatan  Jelaskan pentingnya
penggunaan obat
pada gangguan jiwa
 Jelaskan akibat bila
tidak digunakan
sesuai program
 Jelaskan akibat bila
putus obat
 Jelaskan cara
mendapatkan
obat/berobat
 Jelaskan pengobatan
(5B)
 Latih pasien minum
obat
 Masukkan dlm jdwal
harian pasien
Keluarga mampu : Setelah ……x pertemuan SP 1
Merawat psien di keluarga mampu  Identifikasi masalah

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
rumah dan menjadi menjelaskan tentang keluarga dalam
system pendukung halusinasi merawat pasien
yang efektif untuk  Jelaskan tentang
pasien halusinasi
- Pengertian halusinasi
- Jenis halusinasi yang
dialami pasien
- Tanda dan gejala
halusninasi
- Cara merawat pasien
halusinasi ( cara
berkomunikasi,
pemberian obat, dan
pemberian aktivitas
kepada pasien)
- Sumber-sumber
pelayanan ksehatan
yang bias dijangkau
- Bermain peran cara
merawat
- Rencana tindak
lanjut keluarga,
jadwal keluarga
untuk merawat psien
Setelah…….x pertemuan SP 2
keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan
 Menyelesaikan kegiatan keluarga (SP 1)
yang sudah dilakukan  Latih keluarga
 Memperagakan cara merawat pasien
merawat pasien  RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Setelah …….x SP 3
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 2)
 Menyebutkan kegiatan  Latih keluarga
yang sudah dilakukan merawat pasien
 Memperagakan cara  RTL keluarga/jadwal
merawat pasien serta keluarga untuk
mampu membuat RTL merawat pasien
Setelah …….x SP4
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga
 Menyebutkan kegiatan  Evaluasi kemampuan
yang sudah dilakukan pasien
 Melaksanakan Follow up  RTL keluarga
rujukan - Follow up
- Rujukan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
LAPORAN PENDAHULUAN
PERUBAHAN PROSES PIKIR WAHAM
DI RSUD MADANI PROV. SULTENG

Disusun Oleh :
NURHAEDA, S.Kep
NIM : 2017032068

Mengetahui

CI Ruangan CI Institusi

....................................... ................................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2018

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
KONSEP TEORI

a. Defenisi
 Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
 Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.
Keyakinan ini berasa; dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control
(Depkse RI, 2000).
 Waham adalah suatu seyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespons stimulus
internal dan eksetrnal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat
(Keliat, 1999).
b. Rentang respon

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Gangguan isi


 Persepsi akurat proses pikir Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu  Perubahan proses
dengan pengalaman  Ilusi emosi
 Perilaku sesuai  Emosi berlebihan  Perilaku tidak
 Hubungan sosial  Perilaku yang tidak terorganisasi
biasa  Isolasi sosial
 Menarik diri

Gambar : rentang perubahan proses pikir waham, sumber Keliat, 1999


c. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pada klien dengan perubahan proses pikir : waham adalah
sebagai beriku :
 Menolak makan
 Tidak ada perhatian pada perawatan diri

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
 Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan
 Gerakan tidak terkontrol
 Mudah tersinggung
 Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan
 Menghindar dari orang lain
 Mendominasi pembicaraan
 Berbicara kasar
 Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan
d. Faktor predisposisi
 Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menakan perasaannya sehingga
pengamatan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
 Faktor sosial budaya
Sesorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham
 Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan peningkaran terhadap kenyataan
 Faktor biolgis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertical di
otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
 Faktor genetik
e. Faktor presipitasi
 Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti
atau diasingkan dari kelompok
 Faktor biokimia
Dopamine, neropinerpin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang
 Faktor psikologis

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang menyenangkan.
f. Jenis waham
 Waham kebesaran
 Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau
kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“saya ini pejabat di kementrian kesehatan”
“saya punya perusahaan paling besar di dunia lho…..”
 Waham agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“kalau saya mau masuk syurga, saya harus memakai pakaian serba putih dan
mengalungkan tasbih setiap hari”
“ saya adalah tuhan yang bias mengendalikan makhluk ”
 Waham curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau
mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
Contoh :
“saya tahu…..semua keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya kerna
mereka semua iri dengan kesuksesan yang dialami saya”
 Waham somatic
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubunha terganggu atau
terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Contoh:
“saya menderita kanker ” (padahal hasil pemeriksaan lab tidak ada sel
kenker pada tubuhnya)
 Waham nihilistic
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“ini alam kubur kan ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”
g. Status mental
Berdandan dengan baik dan berpakain rapi, tetapi mungkin terlihat eksentrik
dan aneh. Tidak jarang bersikap curiga atau bermusuhan terhadap orang lain.
Klien biasanya cerdik ketika dilakukan pemeriksaan sehingga dapat
memanipulasi data.Selain itu perasaan hatinya konsisten dengan isi waham.
h. Sensori dan kognisi
Tidak memiliki kelainan dalam orientasi kecuali klien waham spesifik
terhadap orang, tempat, dan waktu.Daya ingat atau kognisi lainnya biasanya
akurat. Pengendalian implus pada klien waham perlu diperhatikan bila terlihat
adanya rencana untuk bunuh diri, membunuh, atau melakukan kekerasan pada
orang lain.
Gangguan proses pikir : waham biasanya diawali dengan adanya riwayat
penyakit berupa kerusakan pada bagian korteks dan limbic otak. Bias
dikerenakan terjatuh atau didapat ketika lahir. Hal ini mendukung terjadinya
perubahan emosional seseorang yang tidak stabil. Bila berkepanjangan akan
menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian mengisolasi diri dari orang lain
dan lingkungan. Waham kebesaran akan timbul sebagai manifestasi ketidak
mampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Bila respons lingkungan
kurang mendukung terhadap perilakunya dimungkinkan akan timbul risiko
perilaku kekerasan pada orang lain.

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Pohon masalah

Effect Risiko perilaku kekerasan

Core problem Perobahan sensori waham

Causa Isolasi sosial : menarik diri

Harga diri rendah kronis


Gambar……….. pohon masalah perubahan proses pikir waham
Sumber : Fitria (2009)

i. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan proses pikir : waham
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah
j. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Perubahan prose pikir : waham Subjektif :
 Klien mengatakan bahwa dirinya adalah
orang yang paling hebat
 Klien mengatakan bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuasaan khusus.
Objektif :
 Klien terlihat terus ngoceh tentang
kemampuan yang dimilikinya
 Pembicaraan klien cenderung berulang
 Isi pembicaraan tidak sesuai dengan
kenyataan

k. Diagnosa keperawatan
Perubahan proses pikir : waham

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
l. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah ……..x SP 1
 Berorientasi kepada pertemuan, pasien dapat  Identifikasi kebutuhan
realitas secara bertahap memenuhi pasien
 Mampu berinteraksi kebutuhannya  Bicara konteks realita
dengan orang lain dan (tidak mendukung atau
lingkungan membantah waham
 Menggunakan obat pasien)
dengan prinsip 6 benar  Latih pasien untuk
memenuhi
kebutuhannya “dasar”
 Masukkan dalam jadwal
harian pasien
Setelah …….x SP 2
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu (SP1)
 Menyebutkan kegiatan Identifikasi
yang sudah dilakukan potensi/kemampuan
 Mampu menyebutkan yang dimiliki
serta memilih Pilih dan latih potensi
kemampuan yang /kemampuan yang
dimiliki dimiliki
 Masukkan dalam jadual
kegiatan pasien
Setelah …….x SP 3
pertemuan, pasien dapat Evaluasi kegiatan yang
menyebutkan kegiatan lalu (SP1 2)
yang sudah dilakukan  Pilih kemampuan yang
dan mampu memilih dapat dilakukan
kemampuan lain yang  Pilih dan latih potensi
dimiliki /kemampuan lain yang
dimiliki
 Masukkan dalam jadual
kegiatan pasien
Keluarga mampu : Setelah …… x SP 1
 Mengidentifikasi waham pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah
pasien mampu keluarga dalam merawa
 Memfasilitas pasien mengidentifikasi pasien
untuk memenuhi masalah dan  Jelaskan proses
kebutuhannya menjelaskan cara terjadinya waham
 Mempertahankan merawat pasien  Jelaskan tentang cara
program pengobatan merawat pasien waham
pasien secara optimal  Latih (stimulasi) cara
merawat
 RTL keluarga/jadwal

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
merawat pasien
Setelah …….x SP 2
pertemuan, keluarga  Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu (SP1)
 Menyebutkan kegiatan Latih keluarga cara
yang sesuai dilakukan merawat pasien
 Mampu memperagakan (langsung ke pasien)
cara merawat pasien  RTL Keluarga
Setelah……x SP 3
pertemuan, keluarga  Evaluasi kegiatan yang
mampu lalu (SP2)
mengidentifikasi  Evaluasi kemampuan
masalah dan mampu pasien
menjelaskan cara  RTL Keluarga
merawat pasien - Follow up
- Rujukan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL DI RSUD MADANI
PROV. SULTENG

Disusun Oleh :
NURHAEDA, S.Kep
NIM : 2017032068

Mengetahui

CI Ruangan CI Institusi

....................................... ................................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2018

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
KONSEP TEORI

a. Pengertian
 Menurut depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu
gangguang interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel menimbulkan perilaku menimbulkan perilaku maladatif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
 Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab
dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan
kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam hubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada
perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman.
 Menurut Stuart dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu
gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan
mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosial.
 Menurut Towsend (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan
dimana seseorang beradaptasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan
kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial
mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya
mengarah pada menarik diri.
 Menurut Rawlins, (1993), dikutip Keliat (2001), menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain.
b. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya
perkembangan dan sosial budaya.Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa
terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa
tertekan.Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan
kegiatan sehari-hari terabaikan.

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
c. Faktor Predisposisi
 Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak dipenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah.
Tahap perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung
jawab, dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan
berkompromi
Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesame jenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis
atau bergantung
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantungan antara orang
tua dan teman, mencari pasangan, menikah
dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan keterikatan
dengan budaya
Sumber : stuart dan Sundeen (1995), hlm. 346 dikutip dalam fitria (2009)
 Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan
(double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
 Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana
setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit
kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosial
 Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial.Organ tubuh yang dapat memengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki
struktur yang abnormal pada otak sepeti atropi otak, serta perubahan ukuran
dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
d. Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungana sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor
internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
 Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga
 Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat ansietas
atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
e. Tanda dan gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhdap lingkungan)
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
 Asupan makanann dan minuman terganggu
 Retensi urine dan feses
 Aktivitas menurun
 Kurang energy (tenaga)
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur).
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang manila dirinya rendah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak
dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi
sensori : halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan.
Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bias menyebabkan intoleransi
aktivitas yang akhirnya bias berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan perawatan secara mandiri.
Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang
tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif).Peranan
keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan
masalah. Oleh karena itu, bila system pendukungnya tidak baik (koping keluarga
tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.
f. Rentang respons

Adaptif Maladaptif

 Merasa
 Menyendiri  Menarik diri
sendiri
 Otonomi  Ketergantunga
 Depedensi
 Bekerjasama  Manipulasi
 Curiga
 Interdependen  Curiga

Gambar 3.1.rentang respons isolasi sosial

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial :
 Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini
adalah sikap yang termasuk respons adaptif.
a. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa
yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menpaikan ide,
pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama
lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
 Respons maladaptif
a. Respons maladaptif adalh respons yang menyimpang dari norma sosial
dan kehidupan disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk
respons maladaptif.
b. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain
c. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
dirisehingga tergantung dengan orang lain.
d. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
e. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
g. Pohon masalah
Risti mencederai diri, orang lain dan
lingkungan

Defisit perawatan diri GPS : Halusinasi

Intoleransi Aktivitas Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif

Gambar 3.2. Pohon Masalah Isolasi Sosial


Sumber : Fitria (2009)

h. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Koping individu tidak efektif
5. Koping keluarga tidak efektif
6. Intoleransi aktivitas
7. Defisit perawatan diri
8. Risiko tinggi mencederai diir, orang lain, dan lingkungan
i. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Subjektif :
 Klien mengatakan malas bergaul
 Klien mengatkan dirinya tidak ingin dietmani
perawat dan meminta untuk sendirian
 Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan
orang lain
 Tidak mau berkomunikasi
 Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga
yang mengetahui keterbatasan klien (suami, istri,
anak, ibu, ayah, atau teman dekat).

Objektif :

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhadap lingkungan)
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersihan diri
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya
 Asupan makanan dan minuman terganggu
 Retensi urine dan feses
 Aktivitas menurun
 Kurang berenergi atau bertenaga
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau
janin (khususnya pada posisi tidur).

j. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial
k. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah ..x pertemuan, SP 1
 Menyadari penyebab pasien mampu :  Identifikasi penyebab
isolasi sosial  Membina hubungan  Siapa yang satu rumah
 Berinteraksi dengan saling percaya dengan pasien
orang lain  Menyadari penyebab  Siapa yang dekat
isolasi sosial, dengan pasien
keuntungan dan  Siapa yang tidak dekat
kerugian berinteraksi dengan pasien
dengan orang lain. Tanyakan keuntungan
 Melakukan interaksi dan kerugian
dengan orang lain berinteraksi dengan
secara bertahap orang lain
 Tanyakan pendapat
pasien tentang
kebiasaan berintraksi
dengan orang lain.
 Tanyakan apa yang
menyebabkan pasien
tidak ingin berintraksi
dengan orang lain
 Diskusikan keuntungan
bila pasien memiliki
bnaykan teman dan
bergaul akrab dengan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
mereka
 Diskusikan kerugian
bila pasien hanya
mengurung diri dan
tidak bergaul dengan
orang lain
 Jelaskan pengaruh
isolasi sosial terhadap
kesehatan fisik pasien
Latih berkenalan
 Jelaskan kepada klien
cara berinteraksi
dengan orang lain
 Berikan contoh cara
berinteraksi dengan
orang lain
 Berikan kesempatan
pasien mempraktekkan
cara berinteraksi
dengan orang lain yang
dilakukan dihadapan
perawat.
 Mulailah bantu pasien
berinteraksi dengan
satu orang
teman/anggota
keluarga
 Bila pasien sudah
menunjukkan
kemajuan, tingkatan
jumlah interaksi
dengan 2, 3, 4 orang
dan seterusnya.
 Beri kemajuan untuk
setiap interaksi yang
telah dilakukan oleh
pasien
 Siap mendegarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi dengan
orang lain, mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya, beri
dorongan terus
menerus agar pasien
Alce Tosani, S.Kep
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
tetap semangat
meningkatkan
interaksinya.
 Masukkan jadwal
kegiatan pasien

SP 2
 Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP1)
 Latih berhubungan
sosial secara bertahap
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 1dan SP 2)
 Latih cara berkenalan
dengan 2 orang atau
lebih
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien
Keluarga mampu Setelah ……x SP 1
merawat pasien dengan pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah
isolasi sosial di rumah mampu menjelaskan yang dihadapi dalam
tentang : merawat pasein
 Masalah isolasi sosial  Penjelasan isolasi
dan dampaknya pada sosial
pasien  Cara merawat pasien
 Penyebab isolasi isolasi sosial
sosial  Latih (stimulus)
 Sikap keluarga untuk  RTL Keluarga/jadwal
membantu pasien keluarga untuk
mengatasi isolasi merawat pasien
sosialnya SP 2
 Pengobatan yang  Evaluasi kemampuan
berkelanjutan dan SP 1
mencegah putus obat  Latih (langsung ke
 Tempat rujukan dan pasien)
fasilitas kesehatan  RTL Keluarga/jadwal
yang tersedia bagi keluarga untuk
pasien merawat pasien
SP 3
 Evaluasi kemampuan
SP 2
 Latih (langsung ke
pasien)
 RTL Keluarga/jadwal

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
keluarga untuk
merawat pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan
keluarga
 Evaluasi kemampuan
pasien
 Rencana tindak lanjut
keluarga
Follow up
- Rujukan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN DI RSUD MADANI
PROV.SULTENG

Disusun Oleh :
NURHAEDA, S.Kep
NIM : 2017032068

Mengetahui

CI Ruangan CI Institusi

....................................... ................................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2018

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
KONSEP TEORI

a. Pengertian
 Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (kusumawati dan hartono, 2010)
 Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan (stuart dan sundeen, 1995).
 Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis
(berkowitz, dalam harnawati, 1993)
 Setiap aktifitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (stuart dan
sundeen, 1998)
 Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai
secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998)
 Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan
klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis,
1998)
 Perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua perilaku kekerasan secara
verbal dan fisik (Ketner et al…1995)
b. Tanda dan gejala
 Fisik
Mata melotot/pendangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku
 Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, ketus
 Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
 Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan
menuntut
 Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme
 Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
 Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran
 Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
c. Rentang respons

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Asertif frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar : rentang respons perilaku kekerasan


Sumber : Keliat 1991
Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenagan
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkontrol
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control

Tabel : perbandingan antara perilaku asertif, pasif, dan agresif/kekerasan


PASIF ASERTIF AGRESIF
ISIPEMBICARAAN Negatif dan Postif dan Menyombongkan
merendahkan menawarkan diri,
diri, diri, merendahkan
contohnya contohnya orang lain,
perkataan : perkataan : contohnya
“dapatkah “saya perkataan :
saya?” dapat…..” “kamu
“kamu?” “saya akan selalu””kamu
…..” tidak
pernah…”
TEKANAN SUARA Cepat, lambat, Sedang Keras dan ngotot
mengeluh
POSISI BADAN Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong ke
kepala depan
JARAK Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang akan
acuh/mengab nyaman menyerang
aikan orang lain
PENAMPILAN Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi
tenag menyerang
KONTAK MATA Sedikit/sama Mempertahankan Mata melotot dan
sekali tidak kontak mata dipertahankan
sesuai dengan
dapatkah
hubungan
Sumber :Keliat (1999) dalam Fitria (2009)
d. Faktor predisposisi
1. Faktor psikologis
a. Terjadi asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku
kekerasan
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masakecil
yang tidak menyenangkan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
c. Rasa frustasi
d. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau lingkungan
e. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri
serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi
bahwa perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga
diri perilaku tindak kekerasa.
f. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku
kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal
dibandingkan anak-anak tanpa faktor predsiposisi biologic
2. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori
menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-respons yang
lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin
sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
terjadi.Budaya juga dapat membantu mendefenisikan ekspresi marah yang
dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam measyarakat merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasa.
3. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (system limbic) ternyata menimbulkan
perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan
perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk
interpretasi indera penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka
lebar, pupil berdilatsi, danhendak menyerang objek yang ada disekitarnya.

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Selain itu berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai
berikut:
a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis
mempunyai implikasi dan memfasiliats dan menghambat implus agresif.
System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respons agresif.
b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinerprin, neropineprin,
dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi dan menghambat implus agresif. Peningkatan hormone
androgen dan nerofienrprin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan
7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang
menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY, yang
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak criminal (narapidana).
d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khsususnya pada limbic dan lobus
temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy (epilepsy lobus
temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
e. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa fakor
pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lingkunga.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan
perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut :
1. Kesulitan kondisi sosial ekonomi
2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
3. Ketidaksipan seoarng ibu dalam merawat anaknya
danketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa
4. Pelaku mungkin mempunyiai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan
obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi
5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
f. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme kpoing yang konstruktif dan
mengeksplorasikan kemarahannya.Mekanisme koping yang umum digunakan
adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi,
represif, denial dan reaksi formal.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan anatara lain :
1. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epinerprin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual sekresi HCL
meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran juga meningkat, tangan
mengepal, tubuh menjadi kaku dan diserta reflek yang cepat
2. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, dan asertif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan
rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis
dan dengan perilaku tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.
3. Memberontak

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Perilaku yang muncul biasanya diserta kekerasan akibat konflik perilaku
untuk menarik perhatian orang lain
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan.
g. Pohon masalah

Perilaku kekerasan

GPS : Halusinasi

Regimen terapeutik RPK


inefektif

Isolasi sosial : menarik


diri

Koping keluarga tidak Berduka disfungsinoal


efektif

Gambar 8.2. Pohon masalah perilaku kekerasan Sumber : Fitria (2009)

h. Masalah keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
8. Koping keluarga inefektif

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
i. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Perilaku kekerasan Subjektif :
 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien menyalhkan dan menuntut
 Klien meremehkan
Objektif
 Mata melotot/pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras
Faktor-faktor yang berhubungan dengan maslah perilaku kekerasan antara lain
sebagai berikut :

1. Ketidakmanpuan mengendalikan dorongan marah


2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Status mental
5. Putus obat
6. Penyalahgunaan narkoba/alcohol
j. Diagnose keperawatan
Perilaku kekerasan
k. Rencana asuhan keperawatan
Tujuan Asuhan Interven
Pasien mampu : Setelah …….x SP 1
 Mengidentifikasi pertemuan, pasien  Identifikasi
penyebab dan tanda mampu : penyebab, tanda dan
perilaku kekerasan  Menyebutkan gejala serta akibat
 Menyebutkan jenis penyebab tanda, perilaku kekerasan
perilaku kekerasan yang gejala, dan akibat  Latih cara fisik 1 :
pernah dilakukan perilaku kekerasan tarik nafas dalam
 Menyebutkan akibat dari  Masukkan dalam
perilaku kekerasan yang jadwal harian pasien
dilakukan Setelah ……..x SP 2
 Menyebutkan cara pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
mengontrol perilaku mampu : yang lalau (SP1)
kekerasan  Menyebutkan  Latih fisik 2 : pukul
 Mengontrol perilaku kegiatan yang sudah kasur/bantal

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
kekerasannya dengan dilakukan  Masukkan dalam
cara :  Memperagakan cara jadwal harian pasien
- Fisik fisik untuk
- Sosial/verbal mengontrol perilaku
- Spiritual kekerasan
- Terapi Setelah……x pertemuan SP3
- Psikofarmaka (obat pasien mampu :  Evaluasi kegiatan
 Menyebutkan yang lalu (SP 1dan
kegiatan yang sudah 2)
dilakukan  Latih secara
 Memperagakan cara sosial/verbal
sosial/verbal untuk  Menolak dengan
mengontrol perilaku baik
kekerasan  Meminta dengan
baik
 Mengungkapkan
dengan baik
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Setelah ……x pertemuan SP 4
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan
 Menyebutkan yang lalu (SP 1, 2,
kegiatan yang sudah dan 3)
dilakukan  Latih secara spiritual
 Memperagakan cara  Berdoa
spiritual  Sholat
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan, SP 5
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan
 Menyebutkan yang lalu (SP 1, 2, 3
kegiatan yang sudah dan 4 )
dilakukan  Latih patuh obat :
 Memperagakan cara  Minum obat secara
patuh obat prinsip 5 B
 Susun jadwal minum
obat secara teratur
 Masukkan dalam
jadwal hariam pasien
Keluarga mampu : Setelah…….x SP 1
Merawat pasien di rumah pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah
mampu yang dirasakan
menkjelaskan keluarga dalam
penyebab, tanda dan merawat pasien
gejala, akibat serta  Jelaskan tentangg
mampu perilaku kekerasan :
memperagakan cara - Penyebab
merawat - Akibat
- Cara merawat
 Latih cara merawat
 RTL keluarga/jadwal

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
untuk merawat
pasien
Setelah…..x pertemuan SP 2
keluarga mampu  Evaluasi kegiatan
menyebutkan yang lalu (SP 1)
kegiatan yang sudah  Latih (stimulus) 2
dilakukan dan cara lain untuk
mampu merawat merawat pasien
serta dapat membuat  Latih Langsung ke
RTL pasien
 RTL keluarga/jadwal
untuk merawat
pasien
Setelah…..x pertemuan SP 3
keluarga mampu  Evaluasi SP 1 dan
menyebutkan SP 2
kegiatan yang sudah  Latih langsung ke
dilakukan dan pasien
mampu merawat  RTL keluarga/jadwal
serta dapat membuat keluarga untuk
RTL merawat pasien
Setelah …….x SP 4
pertemuan keluarga  Evaluasi SP 1, 2, 3,
mampu  Latih langsung ke
melaksanakan pasien
follow up dan  RTL keluarga
rujukan serta - Follow up
mampu - Rujukan
menyebutkan
kegiatan yang sudah
dilakukan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH DI RSUD MADANI
PROV. SULTENG

Disusun Oleh :
NURHAEDA, S.Kep
NIM : 2017032068

Mengetahui

CI Ruangan CI Institusi

....................................... ................................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2018

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
KONSEP TEORI

a. Pengertian
 Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang lama
(nanda, 2005)
 Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih rendah
dari orang lain (depkes RI, 2000)
 Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative
dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspersikan (Townsend,
1998)
 Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga
diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998)
b. Tanda dan gejala
Manifestasi yang biasa muncul pada klien gangguna jiwa dengan harga diri
rendah, fitria (2009) :
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimistis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapi selera amakan berkurang tidak berani menatap lawan
bicara
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah
c. Proses terjadinya masalah
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga
diri rendah situasional yang tidak diselesaikan atau dapat juga terjadi terjadi
karena invidu tidak pernah mendapat feeed back dari lingkunga tentang perilaku

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
klien sebelumnya bahkan meungkin kecenderungan lingkungan yang selalu
member respon negative mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga adiri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu
berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tunutas sehingga timbul pikiran
bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan penilaian
individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran
adalah kondisi diri rendah situasional, jika lingkungan tidak member dukungan
positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
d. Rentang respons

ResponAdaptif Respons Maladaptif

aktualisasi konsep diri Harga diri keracunan depersonalisasi


diri positif rendah identitas

gambar 2.1 rentang respon harga diri rendah kronis


sumber : Keliat 1999

Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi mayor, dimana


aktifitas merupakan bentuk hukuman atau punishment (Stuart dan laraia, 2005).
Depresi adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis dapat bermakna
patologik apabila mengganggu perilaku sehari-hari, menjadi pervasive dan
muncul bersama penyakit lain.
Menurut Nanda 2005 tanda dan gejala yang dimunculkan sebagai perilkau
telah dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik yang meliputi
mengatakan hal yang negative tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus
menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah, kontak mata
kurang/tidak ada.Selalu mengatakan ketidakmampuan/kesulitan untuk mencoba
sesuatu, bergantung pada orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
dan ragu-ragu serta menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik
negtaif mengenai dirinya.
Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dialkukan klien harga diri
rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis,
missalnya pemakian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus
menerus.Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok
sosial, keagamaan dan politik.Kegiatan yang memberi dukungan sementara,
seperti mengikuti suatu kompetisi atau konteks popularitas.Kegiatan mencoba
menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan.
Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang
diharapakn individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang,
antara lain adalah menutup identitas, dimana klien terlalu cepat mengadopsi
identitas yang disenangi dari orang-orang yang berarti tanpa mengindahkan
hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negative, dimana asumsi yang
bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme
pertahanan ego yang sering diguanakan adalah fantasi, eregresi, disasosiasi,
isolasi, proyeksi, mengalihakn marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain.
Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga dipengaruhi
beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan
cultural.
Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secra yang dapat
mempenagaruhi kerja hormone secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonim yang menurun
dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan haga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih
dikuasai oleh pikiran-pikiran negative dan tidak berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri
rendahh kronis adalah :
1. System limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga
diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak
berguna atau gagal terus menerus

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
2. Hypothalamus yang juga mengatur mood dan motivasi. Karena melihat
kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih banyak
motivasi dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan yang
sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien mengatakan
bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan tersebut.
3. Thalamus, system pintu gerbang atau menyaring fungsi emngatur arus
informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah
berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah
apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi snesori yang
masuk tidak dapat dicegah atau dipilah sehingga menjadi berlebihan yang
mengakibatkan perasaan negative yang ada selalu mendominasi pikiran dari
klien
4. Amigdala yang berfungsi untuk emosi.
Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang dapat
digunakan adalah :
1. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan
memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak
2. CT Scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
3. Single photon emission computed tomography (SPECT), melihat wilayah
otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan
perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.
4. Magnetic resonance imaging (MRI), suatu tehnik radiologi dengan
menggunakan magnet, gelombang radio computer untuk mendapatkan
gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang
kecil sekalipun dalam struktur tubuh atau otak. Beberapa posedur
menggunakan kontras gadolinium untuk meningkatkan akurasi gambar.
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan
neurotransmitter di otak seperti :
1. Acetycholine (ach), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami
penurunan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
2. Neropinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, puast perhatian dan orientasi,
mengatur “fight-flight” dan proses pembelajaran dan memori, mengalami
penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan depresi.
3. Serotonim, mengatur status mood, mengalami penurunan yang
mengakibatkan klien lebih dikuasia oleh pikiran-pikiran negative dan tidak
berdaya
4. Glutamate, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang
energy, selalu terlihat mengantuk. Selain itu berdasarkan diagnose medis
klien yaitu skizofrenia yang sering mengindikasikan adanya penurunan
glutamate
Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang adapat diguanakan
adalah :
1. PositronEmisssion (PET),mengukur emisi/pancaran dari bahan kimia
radioktif yang diberi label dan telah di suntik kedalam aliran darah untuk
mengasilkan gambarandua atau tiga dimensi melalui distribusi dari bahan
kimia tersebut di dalam tubuh dan otak.pet dapat memperlihatkan
gambaran aliran darah,oxygen, metabolism glukosa dan kosentrasi obat
dalam jaringan otak. Yang merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat
dipelajari lebih lanjut tetang fisiologi dan neuro – kimiawi otak.
2. Transcranial magnetic stimulations (TMS)dikombinasikan dengan MRI,
para ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS
dapat menggambarkan proses motorik dan visual dan dapat
menghubungkan antara kimiawi dan struktur otak dengan perilaku manusia
dan hubungannya dengan gangguan jiwa.
Berdasarkan faktor psikologi , harga diri rendah konis sangat
berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran
dan fungsi. Hal-hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami harga
diri rendah kronis meliputi penolakan orang tua,harapan orang tua yang
tidak realitas,orang tua yang tidak percaya pada anak,tekanan teman sebaya
peran yang tidak susai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan.
Faktor sosial : secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi
proses terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan,tempat

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
tinggal di daerah kumuh dan rawan kultur social yang berubah missal
ukuran keberhasilan individu.
Faktor cultural : tuntutan pada sesuai kebudayaan sering
meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah
harus menikah jika umur sudah mencapai dua puluhan, perubahan kultur
kearah gaya hidup individualisme.
Akumulasi faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus harga diri
rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi.faktor presiptasi dapat
disebabkan dari dalam diri sendiri ataupun dari luar,antara lain ketengangan
peran,koflik peran yang tidak jelas,peran berlebihan,perkembngan transisi,
situasi transisi peran dan trransisi peran sehat – sakit.
e. Faktor predisposisi
Faktor prediposisi terjadinya harga dirirendah kronis adalah penolakan
orang tua yang tidak realistis,kegagalan berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,ideal diri yang tidak
realistis
f. Faktor Presipitasi
Faktor presipistasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan konsep diri : harga diri
rendah kronis in dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
g. Pohon masalah
Risiko tinggi perilaku kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial

Core problem Harga diri rendah kronis

Causa Koping individu tidak efektif

Gambar 2.2 Pohon masalah harga diri rendah

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
h. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
1. Harga diri rendah kronis
2. Koping individu tidak efetif
3. Isolasi sosial
4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
5. Risiko tinggi perlaku kekerasan
i. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Harga diri rendah Subjektif :
kronis  Mengungkapkan dirinya merasa tidak
berguna
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak
mampu
 Mengungkapkan dirinya tidak semangat
untuk beraktivitas atau bekerja
 Mengungkapkan dirinya malas
melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan atau toileting)

Objektif :
 Mengkriktik diri sendiri
 Persaan tidak mampu pandangan hidup
pesimis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapi
 Berkurang selera makan
 Tidak berani menatap lawan bicara
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah

j. Diagnose keperawatan
Harga diri rendah kronis
k. Rencana asuhan keperawatan
Tujuan Criteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah….x SP 1
 Mengidentifikasi pertemuan, pasien  Identifikasi
kemampuan dan aspek mempu : kemampuan positif
positif yang dimiliki  Mengidentifikasi yang dimiliki

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
 Menilai kemampuan yang kemampuan aspek - Diskusikan bahwa
dapat digunakan postitf yang pasien masih
 Menetapkan/memilih dimilik memiliki sejumlah
kegiatan yang sesuai  Memiliki kemampuan dan
dengan kemampuan kemampuan yang aspek positif seperti
 Melatih kegiatan yang dapat digunakan kegiatan di rumah
sudah dipilih, sesuai  Memilih kegiatan adanya keluarga dan
kemampuan sesuai lingkungan terdekat
 Merencanakan kegiatan kemampuan pasien
yang sudah dilatihnya.  Melakukan - Beri pujian yang
kegiatan yang realitas dan hindarkan
sudah dipilih setiap kali bertemu
 Merencanakan dengan pasien
kegiatan yang penilaian yang
sudah dilatih negative
 Nilai kemampuan
yang dapat dilakukan
saat ini
- Diskusikan dengan
pasien kemampuan
yang masih
digunakan saat ini
- Bantu pasien
menyebutkannya dan
memberi penguatan
terhadap kemampuan
diri yang
diungkapkan pasien
- Perlihatkan respon
yang kondusif dan
menjaadi pendegar
yang aktif.
 Pilih kemampuan
yang akan dilatih
 Diskusikan dengan
pasien beberapa
aktivitas yang dapat
dilakukan dan dipilih
sebagai kegiatan yang
akan pasien lakukan
sehari-hari
 Bantu pasien
menetapkan aktivitas
mana yang dapat
pasien lakukan secara
mandiri
- Aktivitas yang
memerlukan bantuan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
minimal dari keluarga
- Aktivitas apa saja
yang perlu bantuan
penuh dari keluarga
atau lingkungan
terdeekat pasien
- Beri contoh cara
pelaksanaan aktifitas
yang dapat dilakukan
pasien
- Susun bersama pasien
aktivitas atau kegiatan
sehari-hari pasien
 Nilai kemampuan
pertama yang telah
dipilih
- Diskusikan dengan
pasien untuk
menetapkan urutan
kegiatan (yang sudah
dipilih pasien) yang
akan dilatihkan
- Bersama pasien dan
keluarga
memperagakan
beberapa kegiatan
yang akan dilakukan
pasien
- Beri dukungan atau
pujian yang nyata
sesuai kemajuan yang
diperlihatkan pasien
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
- Beri kesempatan pada
pasien untuk mencoba
kegiatan
- Beri pujian atas
aktifitas/kegiatan
yang dapat dilakukan
pasien setiap hari
- Tingkatkan kegiatan
sesuai dengan
toleransi dan
perubahan sikap
- Susun daftar aktifitas
yang sudah dilatihkan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
bersama pasien dan
keluarga
- Berikan kesempatan
mengungkapkan
perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
Yakinkan bahwa
keluarga mendukung
setiap aktifitas yang
dilakukan pasien.
Sp 2
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP1)
 Pilih kemampuan
kedua yang dapat
dilakukan
 Latih kemampuan
yang dipilh
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1dan 2)
 Memilih kemampuan
ketiga yang dapat
dilakukan
 Masukkan dalam
jadwal egiatan pasien
Keluarga mampu merawat Setelah.…..x SP 1
pasien dengan HDR di rumah pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah yang
dan menjadi system mampu : dirasakan dalam merawat
pendukung yang efektif bagi  Mengidentifikasi pasien
pasien kemampuan yang Jelaskan proses terjadinya
dimiliki pasien HDR
 Menyediakan fasilitas Jelaskan tentang cara
untuk pasien merawat pasien
melakukan kegiatan  Main peran dalam
 Mendorong pasien merawat pasien HDR
melakukan kegiatan  Susun RTL
 Memuji pasien saat Keluarga/jadwal keluarga
pasien dapat untuk merawat pasien
melakukan kegiatan SP 2
 Membantu melatih Evaluasi kemampuan SP1
pasien  Latih keluarga langsung
 Membantu menyusun ke pasien
jadwal kegiatan pasien Menyusun RTL

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
 Membantu keluarga/jadwal keluarga
perkembangan pasien untuk merawat pasien
SP 3
 Evaluai kemampuan
keluarga
 Evaluasi kemampuan
pasien
 RTL kleuarga
- Follow up
- Rujukan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RSUD MADANI
PROV. SULTENG

Disusun Oleh :
NURHAEDA, S.Kep
NIM : 2017032068

Mengetahui

CI Ruangan CI Institusi

....................................... ................................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2018

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
KONSEP TEORI

a. Pengertian
 Perawatan diri adalah salah satu kemampuan adasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan
dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri
(depkes 2000)
 Deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (nurjannaj, 2004)
 Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Poter pery (2005)
 Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan dirinya (tarwoto dan Wartonah, 2000).
b. Tanda dan gejala
 Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur sushu, atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk
dan keluar kamar mandi
 Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakain, serta memperoleh atau menukar
pakaian.Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian
dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, mengguanakan
kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil
pakaian, dan mengenakan sepatu.
 Makan
Klien mempunyai dalam menelan makanan, mempersiapkan, mengunyah
makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka
container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makanan, mencerna
makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau
gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman
 BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan dari setelah BAB/BAK dengan tepat,
dan menyiram toilet atau kamar kecil
Keterbatasan perawatan diri atas biasanya diakibatkan karena stressor
yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga
diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya
sendiri baik dalam hal mandi, pakaina, berhias, makan, maupun BAB dan
BAK.Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien
bisa mengalami risiko tinggi isolasi sosial.

c. Pohon masalah
Effect Gangguan pemeliharaan kesehatan

Core problem defisit perawatn diri

Causa Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif

Gambar 2.2 Pohon masalah deficit perawatan diri

d. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Defisit perawatan diri
2. Harga diri rendah
3. Risiko tinggi isloasi social

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
e. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Defisit perawatan diri Subjektif :
 Klien mengatakan dirinya malas
mandi karena airnya dingin atau di
RS tidak tersedia alat mandi
 Klien mengatakan dirinya malas
berdandan
 Klien mengatakan inigin disuapi
makan
 Klien mengatakan jarang
membersihkan alat kelaminnya
setelah BAK mupun BAB

Objektif :
 Ketidakmampuan
mandi/membersihkan diri ditandai
dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki, dan berbau, serta
kuku panjang dan kotor
 Ketidakmampuan
berpakaian/berhias ditandai
dengan rambut acak-acakan.
Pakaian kotor dan tidak rapi,
pakaian tidak sesuai tidak
bercukur (laki-laki), atau tidak
berdandan (wanita)
 Ketidakmampuan makan secra
mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan berceceran,
dan makan tidak pada tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/BAK
secara mandiri ditandai BAB/BAK
tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri dengan baik
steleh BAB/BAK.

f. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri
g. Rencana asuhan keperawatan
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Seteleh …..x pertemuan, SP 1
 Melakukan pasien dapat  Identifikasi
kebersihan diri menjelaskan kebersihan diri,
sendiri secara pentingnya : berdandan, makan,

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
mandiri  Kebersihan diri dan BAB/BAK
 Melakukan  Berdandan/berhias  Jelaskan pentingnya
berhias/berdanda  Makan kebersihan diri
secara baik  BAB/BAK  Jelaskan alat dan
 Melakukan makan  Dan mampu cara kebersihan diri
dengan baik melakukan cara  Masukkan dalam
 Melakukan merawat diri jadwal kegiatan
BAB/BAK secara pasien
mandiri SP 2
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP1)
 Jelaskan pentingnya
berdanda
 Latih cara
berdandan
- Untuk pasien laki-
laki meliputi cara :
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Bercukur
- Untuk pasien
perempuan
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Berhias
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1 dan
2)
 Jelaskan cara dan
alat makan yang
benar
- Jelaskan cara
menyiapkan
makanan
- Jelaskan cara
merapikan perlatan
makan setelah
makan dan sesudah
makan
- Praktek makan
sesuai tahapan
makan yang baik
 Latih kegiatan
makan
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
SP 4
 Evaluasi
kemampuan pasien
yang lalu (SP 1, 2,
dan 3)
 Latih cara BAB dan
BAK yang baik
 Menjelaskan tempat
BAB/BAK yang
sesuai
 Menjelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB/BAK
Setelah…….x pertemuan, SP 1
keluarga mampu  Identifikasi masalah
meneruskan melatih keluarga dalam
pasien dan mendukung merawat pasien
agar kemampuan dengan masalah
pasien dalam kebersihan diri,
perawatan dirinya berdandan, makan,
meningkat BAB/BAK
 Jelaskan defisit
perawatan diri
 Jelaskan cara
merawat kbersihan
diri, berdandan,
makan dan
BAB/BAK
 Bermain peran cara
merawat
 Rencana tindak
lanjut
keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP 2
 Evaluasi SP1
 Latih keluarga
merawat langsung
ke pasien,
kebersihan diri, dan
berdandan
 RTL
keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP 3
 Evaluasi
kemampuan SP 2
 Latih keluarga
merawat langsung
ke pasien cara

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
makan
 RTL
keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien

SP 4
 Evaluasi
kemampuan
keluarga
 Evaluasi kemapuan
pasien
 Rencan tindak lanjut
keluarga
- Follow up
- Rujukan

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI DI RSUD MADANI
PROV.SULTENG

Disusun Oleh :
NURHAEDA, S.Kep
NIM : 2017032068

Mengetahui

CI Ruangan CI Institusi

....................................... ................................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2018

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
KONSEP TEORI
a. Pengertian
 Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam
nyawa. (fitria, 2009)
 Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang
untuk mengakhiri kehidupannya
 Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri,
niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu
yang diinginkan (stuart dan Sundeen, 1995)
b. Tanda dan gejala
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah sakit
adalah p[erilaku kekerasan di rumah.
Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :
 Observasi
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara ynag tinggi,
berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas
makanan, memukul jika tidak senang
 Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah.Tanda-tanda marah
yang dirasakan klien.
- Mempunyai ide untuk bunuh diri
- Mengungkapkan keinginan untuk mati
- Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
- Implusif
- Menunjukkanperilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
- Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
- Verbal terselubung (bicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan)
- Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah, dan mengasingkan diri)

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
- Kesehatan mental (secara klinis, klien tyerlihatsebagai orang yang
depresi, psikotis, dan menyalahgunakan alkohol)
- Kesehatan fisik (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier)
- Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
- Konflik interpersonal
- Latarbelakang keluarga
- Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
c. Rentang respons
Rentang respons protektif diri

Respon Adaptif ResponsMaladaptif

Peningkatan berisiko destruktif diri pencederaan Bunuh diri


diri Destruktif tidak langsung diri

gambar 2.1 rentang respon protektif diri


sumber : Keliat 1999
 Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan di tempat kerjanya.
 Berisiko deskruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang segharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja
ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
 Deskruktif diri tidak langsung
Seseorang tidak mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptive) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
karena apandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan
tidak optimal
 Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
 Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
d. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
preidisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu :
 Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk.Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiya atau saksi penganiayaan.
 Perilaku
Reinforcement yang dietrima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
 Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan control sosial
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasaan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima (premisive).
 Bioneurolggis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
e. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasaan merupakan faktor penyebab yang lain.
Interkasi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku
kekerasan.
f. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, dan
magical thinking.Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak
ditentang tanpa memberikan koping allternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping.Ancaman
bunuh diri mungkin menujukkan upaya terakhir upaya terkahir untuk
mendapatkan pertolongan agar dapat mengatsi masalah.Bunuh diri yang terjadi
merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
g. Pohon masalah
Effect Bunuh diri

Core problem Risiko bunuh diri

Causa isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Gambar 2.2 Pohon risiko bunuh diri

h. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko bunuh diri
2. Bunuh diri
3. Isolasi sosial

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
4. Harga diri rendah kronis
i. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Risiko bunuh diri Subjektif :
 Mengungkapkan keinginan bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri
sebelumnya dari keluarga
 Berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang dosis obat yang mematikan
 Mengungkapkan adanya konflik
interpersonal
 Mengungkapkan telah menjadi korban
perilaku kekerasaan saat kecil.
Objektif :
 Implusif
 Menujukkan perilaku yang mencurigakan
(biasanya menjadi sangat patuh)
 Ada riwayat penyakit mental (depresi),
psikosis, dan penyalahgunaan alcohol
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis,
atau penyakit terminal)
 Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan
pekerjaan, atau kegagalan dalam karier0
 Status perkawinan yang tidak haromins

j. Diagnose keperawatan
Risiko bunuh diri

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
k. Rencana asuhan keperawatan
Tujuan Criteria evaluasi Intervensi
Pasien tetap aman dan Setelah……x pertemuan, SP 1
selamat pasien mampu  Identifikasi benda-
Mengidentifikasi benda- benda yang dapat
benda yang dapat membahayakan pasien
mengendalikan dorongan  Amankan benda-benda
bunuh diri yang dapat
membahayakan pasien
 Lakukan kontrak
treatment
 Ajarkan cara
mengendalikan
dorongan bunuh diri
 Latih cara
mengendalikan
dorongan bunuh diri
Setelah…….x pertemuan, SP 2
pasien mampu  Identifikasi aspek
mengidentifikasi aspek positif pasien
positif dan mampu  Dorong pasien untuk
menghargai diri sebagai berfikir positif terhadap
individu diri
 Dorong pasien untuk
menghargai diri sebagai
individu yang berharga
Setelah …….x pertemuan, SP 3
pasien mampu  Identifikasi pola koping
mengidentifikasi pola yang biasa diterapkan
koping yang konstruktif pasien
dan mampu  Nilaip pola koping yang
menerapkannya bisa dilakukan
 Identifikasi pola koping
yang konstruktif

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
 Dorong pasien memilih
pola koping yang
konstuktif
 Anjurkan pasien
menerapkan pola
koping yang konstruktif
dalam kegiatan harian
Setelah ...... kali SP 4 P
pertemuan pasien mampu  Buat rencana masa
membuat rencana masa depan yang realistis
depan yang realistis dan bersama pasien
mampu melakukan  Identifikasi cara
kegiatan mencapai rencana masa
depan yang realistis
 Beri dorongan pasien
melakukan kegiatan
dalam rangka meraih
masa depan yang
realistis
Keluarga mampu Setelah .... kali pertemuan SP 1 K
merawat pasien dengan keluarga mampu merawat  Diskusikan masalah
resiko bunuh diri pasien dan mampu yang dirasakan
menjelaskan pengertia, keluarga dalam
tanda dan gejala serta jenis merawat pasien
perilaku bunuh diri  Jelaskan pengertian,
tanda dan gejala resiko
bunuh diri dan jenis
perilaku bunuh diri
yang dialami pasien
beserta proses
terjadinya
 Jelaskan cara-cara
merawat pasien resiko
bunuh diri

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
SP 2 K
 Latih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien dengan
resiko bunuh diri
 Latih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
kepada pasien resiko
bunuh diri
SP 3 K
 Bantu keluarga
membuat jadwal
aktifitas di rumah
termasuk minum obat
 Jelaskan follow up
pasien setelah pulang

Alce Tosani, S.Kep


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANG. V STIKes WIDYA NUSANTARA PALU

Vous aimerez peut-être aussi