Vous êtes sur la page 1sur 16

Judul

PROSEDUR KERJA PRAKTIKUM IODOMETRI DAN IODIMETRI


II. Tujuan
a. Iodometri
Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan Na-Tio dengan K2Cr2O7 0,1 N sebagai larutan
baku
b. Iodimetri
Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan I2 dengan Na-Tio 0,1 N sebagai larutan baku

III. Prinsip
a. Melakukan standarisasi larutan Na-Tio menggunakan prinsip Iodometri
b. Melakukan standarisasi larutan Na-Tio menggunakan prinsip Iodimetri

IV. Dasar Teori


Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodide)
untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan
oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini disebabkan karena factor kecepatan
reaksi dan kurangnya jenis indicator yang dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali
merubakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodide. Senyawaan iodide
umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang
terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan
dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3)
dengan indicator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai
warna ini tepat hilang.
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut:
IO3- + 5 I- + 6H+ -> 3I2 + H2O
I2 + 2 S2O32- -> 2I- + S4O62-
Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat bereaksi
dengan 6 mmol S2O32- (ingat 1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S2O32-) sehingga mmol
IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32-.
Mengapa kita menitrasi langsung antara tiosulfat dengan analit? Beberapa alasan yang dapat
dijabarkan adalah karena analit yang bersifat sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat
menjadi senyawaan yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi
ini tidak stoikiometri. Alasa kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan
beberapa ion logam seperti Besi(II).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri adalah sebagai
berikut:
Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai
dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2
dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka
banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan
kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari
terjadinya hidrolisis amilum
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodide oleh
udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk
menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat
menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi
ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh
kehadiran S).
S2O32- + 2H+ -> H2SO3 + S
Pastikan jumlah iodide yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit tereduksi
dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya
titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh
udara menjadi I2.
Bagaimana menstandarisasi larutan tiosulfat?
Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi dengan menggunakan
senyawa oksidator yang memiliki kemurnian tinggi (analytical grade) seperti K2Cr2O7, KIO3,
KBrO3, atau senyawaan tembaga(II).
Bila digunakan Cu(II) maka pH harus dibuffer pada pH 3 dan dipakai tiosianat untuk
masking agent, KSCN ditambahkan pada waktu mendektitik akhir titrasi dengan tujuan untuk
menggantikan I2 yang teradsorbsi oleh CuI. Bila pH yang digunakan tinggi maka tembaga(II) akan
terhidrolisis dan akan terbentuk hidroksidanya. Jika keasaman larutan sangat tinggi maka
cenderung terjadi reaksi I- sebagai akibat adanya Cu(II) dalam larutan yang megkatalis reaksi
tersebut.
Beberapa contoh reaksi iodometri adalah sebagai berikut
2MnO4- + 10 I- + 16 H+ <-> 2Mn2+ + 5 I2 + 8H2O
Cr2O72- + 6I- <-> 14 H+ <-> 2Cr3+ + 3 I2 + 7H2O
2Fe3+ + 2I- <-> 2Fe2+ + I2
2 Ce4+ + 2I- <-> 2Ce3+ + I2
Br2 + 2I- <-> 2Br- + I2
Iodimetri merupakan titrasi redoks yang melibatkan titrasi langsung I2 dengan suatu agen
pereduksi. I2 merupakan oksidator yang bersifat moderat, maka jumlah zat yang dapat ditentukan
secara iodimetri sangat terbatas, beberapa contoh zat yang sering ditentukan secara iodimetri
adalah H2S, ion sulfite, Sn2+, As3+ atau N2H4. Akan tetapi karena sifatnya yang moderat ini
maka titrasi dengan I2 bersifat lebih selektif dibandingkan dengan titrasi yang menggunakan titrant
oksidator kuat.
Pada umumnya larutan I2 distandarisasi dengan menggunakan standar primer As2O3,
As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida dan kemudian dinetralkan dengan penambahan asam.
Disebabkan kelarutan iodine dalam air nilainya kecil maka larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2
dalam larutan KI, dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah
larutan I3-.
I2 + I- -> I3-
Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai
basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi
menjadi hipoiodat.
I2 + 2OH- <-> IO3- + I- + H2O
Sedangkan pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai sebagai indicator akan
terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan
adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam.
4I- + O2 + 4H+ -> 2I2 + 2H2O
Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator dimana titik akhir titrasi
diketahui dengan terjadinya kompleks amilum-I2 yang berwarna biru tua. Beberapa reaksi
penentuan denga iodimetri ditulis dalam reaksi berikut:
H2S + I2 -> S + 2I- + 2H+
SO32- + I2 + H2O -> SO42- + 2I- + 2H+
Sn2+ + I2 -> Sn4+ + 2I-
H2AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+
V. Cara Kerja
a. Iodometri
1. Memasukkan Na2S2O3 kedalam buret
2. Memasukkan K2Cr2O7 0,1N sebanyak 10 ml secara kuantitatif menggunakan pipet gondok
kedalam erlenmeyer
3. Menambahkan KI 20% sebanyak 3 ml secara kualitatif menggunakan gelas ukur, begitu masuk
langsung erlemeyer ditutup
4. Menambahkan HCl 6N sebanyak 5 ml secara kualitatif menggunakan gelas ukur
5. Menambahkan aquades sebanyak 10 ml secara kualitatif menggunakan gelas ukur
6. Warnanya coklat agak tua
7. Melakukan titrasi yang pertama dengan Na2S2O3 hingga warna coklat agak tua menjadi warna
coklat muda
8. Menambahkan indikator amylum 1 % sebanyak 3 ml, terjadi warna biru gelap
9. Melakukan titrasi yang kedua dengan Na2S2O3 hingga TAT: warna biru gelap hilang

b. Iodimetri
1. Memasukkan Na2S2O3kedalam buret
2. Memasukkan I2 0,1 N sebanyak 10 ml secara kuantitatif menggunakan pipet gondok ke dalam
erlenmeyer
3. Menambahkan aquades 40 ml secara kualitatif menggunakan gelas ukur
4. Melakukan titrasi yang pertama dengan Na2S2O3 hingga berwarna coklat muda
5. Menambahkan indikator amylum 1% sebanyak 1 ml
6. Melakukan titrasi yang kedua dengan Na2S2O3 hingga TAT: warna biru gelap hilang
VI. Perhitungan
a. Iodometri
Na2S2O3 = K2Cr2O7
VNa2S2O3 x NNa2S2O3 = VK2Cr2O7 x NK2Cr2O
NNa2S2O3 = VK2Cr2O7 x NK2Cr2O7
VNa2S2O3
b. Iodimetri
I2 = Na2S2O3
V I2 x N I2 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3
N I2 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3
V I2

LAPORAN LENGKAP
IODIMETRI

KELAS : J. 12

ASISTEN : AHSAR ISKANDAR S.Farm, Apt

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan

pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika

dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan

stokiometri yang sederhana pelaksanaannya, praktis dan tidak banyak masalah dan

mudah. (Nurirjawati El Ruri, 2012)

Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan

tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan kadar-kadar zat oksidator

secara langsung, seperti kadar yang terdapat pada serbuk vitamin C. (Nurirjawati El Ruri,

2012)

Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat yang

mengandung oksidator, misalnya Cl2, Fe(III), Cu(II) dan sebagainya. Sehingga

mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya. (Nurirjawati El

Ruri, 2012)

Titrasi redoks didasarkan pada pemindahan electron titran dan analit. Jenis titrasi

ini biasanya diikuti dengan potensiometri, meskipun pewarna yang mengubah warna jika

teroksidasi dengan kelebihan titran dapat digunakan.

Potensial reduksi adalah suatu ukuran seberapa menguntungksannya secara

termodinamik bagi suatu senyawa untuk mendapatkan electron. Nilai positif yang tinggi

untuk suatu potensial reduksi menunjukkan bahwa suatu senyawa mudah tereduksi

sehingga merupakan bahan pengoksidasi kuat, yaitu senyawa yang menghilangkan

electron dari zat-zat dengan potensial reduksi yang lebih rendah.


Suatu zat dengan potensial reduksi yang lebih tinggi akan mengoksidasi zat yang

potensial reduksinya lebih rendah. Perbedaan potensial antara dua zat merupakan

potensial reaksi dan lebih kurang merupakan perbedaan potensial yang akan diukur jika

zat tersebut terdiri atas dua setengah dari suatu sel listrik. Contohnya I 2 akan

mengoksidasi Br- dengan mengikuti persamaan berikut ini :

Cl2 + 2 Br- 2 Cl+Br2 (David, 2005)

Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena zat organic dan

zat anorganik dapat ditemukan dengan cara ini. Namun demikian agar titrasi redoks ini

berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus di penuhi :

1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran electron

secara stokiometri.

2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur

(Kesempurnaan 99%). Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.

(Pharmaceutical friend. Org, 2012)

Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk memahami dan melihat

penentapan kadar dengan metode iodimetri.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami penetapan

kadar iodium dengan metode iodimetri dengan menggunakan larutan baku iodium 0,1 N

Prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan penetapan kadar iodium dimana

larutan baku sebagai reduksi dan zat uji sebagai oksidasi melalui reaksi redoks.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Iodimetri merupakan metode titrasi atau volumetri yang pada penentuan atau

penetapan berdasar pada jumlah I2 (Iodium) yang bereaksi dengan sampel atau

terbentuk dari hasil reaksi antara sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel

dengan ion iodide (I).

Metode ini tergolong titrasi langsung, berbeda dengan metode iodometri yang

sama-sama menggunakan I2 sebagai dasar penetapannya.

Iodimentri termasuk titrasi redoks dengan I2 sebagai titran sepetri dalam reaksi

redoks umumnya yang harus selalu ada oksidator dam reduktor, sebab bila suatu unsur

bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron), maka harus ada suatu unsure

yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (Menangkap electron), jadi tidak

mungkin hanya ada oksidator atau reduktor saja. Dalam metode analisis ini analit

dioksidasikan oleh I2, sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodide, dengan kata lain I2

bertindak sebagai oksidator dengan reaksi :


I2 + 2e- 2l-

Indikator yang digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi biasanya adalah kanji

atau amilum 0,5-1%, karbon tetraklorida atau kloroform dapat mengetahui titik akhir titrasi

akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (disperse koloidal) kanji. Warna yang

terjadi adalah biru tua hasil reaksi I2 – Amilum. Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan

netral atau dalam kisaran asam lemah dan basa lemah. pH tinggi (basa kuat) maka iodine

dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoidat.

I2 + 2OH - IO3- + I- + H2O (Hamdani, 2012)

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri).

Relatiff beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara

langsung dengan iodium, maka jumlah penentuan penentuan iodimetrik adalah sedikit,

akan tetapi banyak pereaksi oksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan

ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodimetrik. Suatu kelebihan ion iodida

ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembahasan iodium

yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.

Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu

kepada titrasi dengan suatu larutan ion standar. Metode titrasi tak langsung (kadang-

kadang dinamakan iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan

dalam reaksi kimia. (Ahmadi muslim, 2010)

Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi

sebesar +0,535√. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai

dengan reaksi.

I2 + 2 e 2 l-
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi

yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai reduksi yang lebih kecil daripada

iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.

Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk membakukan

larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan dengan

menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat

tercapainya titik akhir.

Pada farmakope indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar

asam askorbat, natrium tiosulfat, metampiron (antalgin), serta natrium tiosulfat dan

sediaan injeksi. (Ibnu Gholib, 2007)

Larutan I2 digunakan untuk mengoksidasi reduktor secara kuantitatif pada titik

ekuivalennya. Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena I2 merupakan oksidator

lemah, dan adanya oksidator kuat akan memberikan reaksi samping dengan reduktor.

Adanya reaksi samping ini mengakibatkan penyimangan hasil penetapan. (Mulyono,

2011)

BAB III

METODE KERJA
A. Alat dan bahan

1. Alat yang digunakan:

a. Buret 50ml

b. Corong

c. Erlenmeyer 250 ml

d. Gelas ukur 50 ml dan 10 ml

e. Gelas kimia 500 ml dan 100 ml

f. Labu ukur 100 ml

g. Pipet tetes

h. Sendok tanduk

i. Timbangan analitik

j. Aluminium foil

2. Bahan yang digunakan:

a. Aquadest

b. Asam sulfat 10% 5 ml

c. Indikator kanji 1%

d. Larutan baku I2 0,1 N

e. Vitamin C 0,2 g

B. Prosedur kerja percobaan

1. Penetaapan kadar vitamin C

a. Disiapkan alat dan bahan


b. Ditimbang 400 mg asam askorbat dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest bebas CO 2 dan

5 ml H2SO4 dalam erlenmeyer

c. Ditambahkan indikator kanji 2-3 tetes kedalam erlenmeyer

d. Dititrasi dengan I2 yang telah dibakukan sampai terjadi perubahan warna biru ke bening

(hilang)

e. Diulangi percobaan sebanyak 2 kali

2. Pembuatan larutan baku I2 0,01 N

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Ditimbang dengan teliti 7 g I2 murni dengan botol timbang, dimasukkan kedalam

gelas piala

c. Ditimbang sampai 18 g KI dan larutkan dalam 50 ml air. Ditambahkan dalam gelas

piala yang berisi 7 g. I2 diaduk dengan baik hingga homogen.

d. Dipindahkan kedalam labu ukur, diencerkan dengan air suling sehingga volumenya

menjadi 500 ml (sampai tanda batas) sambil dikocok dengan baik hingga homogen.

e. Disimpan didalam botol yang tertutup berwarna coklat dalam tempat yang gelas

dan diberi etiket.

3. Cara kerja pembuatan kanji 5%

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Ditimbang 5 g kanji (amylum)

c. Dipanaskan aquadest 100 ml kemudian dimasukkan kanji kedalam gelas kimia 100

ml sambil diaduk hingga homogen

d. Dimasukkan kedalam botol coklat dan diberi etiket


4. Cara kerja pembuatan H2S04 10%

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Diukur 10,2 ml H2SO4

c. Dilarutkan dengan aquadest secukupnya dalam labu takar 100 ml dan dihomogenkan

d. Dicukupkan volumenya hingga 100 ml dan dihomogenkan

e. Dimasukkan kedalam botol pereaksi dan di beri etiket

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. Tabel Pengamatan

No. Perlakuan Volume titrasi % kadar Perubahan warna

1. Erlenmeyer I 5 ml 40 % Biru – bening

(hilang)

2. Erlenmeyer II 7 ml 56,2 % Biru – bening

(hilang)
3. Erlenmeyer III 6,5 ml 49,8 Biru – bening

(hilang)

B. Pembahasan

Pada percobaan iodimetri menggukana metode titrasi langsung yang mana

dilakukan untuk zat-xat dengan oksidasi potensial yang rendah dari sistem iodida, iodida

dengan menggunakan larutan baku adalah (I2), zat uji yang digunakan pada percobaan

ini adalah serbuk vitamin C.

Untuk mentapkan kadar vitamin C digunakan air bebas O2. Guna untuk

menghindarkan tereduksinya vitamin C oleh udara. Dalam hal ini larutan iodium dapat

dunakan sebagai indikator I2 dalam air.

Pada percobaan ini diperoleh volume titrasi erlenmeyer I 2,8 ml dengan persen

kadar 24,7%, perubahan warna dari biru menjadi bening (hilang). Pada erlenmeyer II

didapat volume titrasi 1,2 ml dengan persen kadar 10,7 % dan terjadi perubahan warna

dari biru menjadi bening hilang.

Telah terjadi perubahan warna pada percobaan ini tetapi ada yang tidak sesuai

dengan literalur hasil yang didapatkan yaitu perubahan warna dari biru tetapi tidak

menjadi bening sempurna.

Rata-rata persen kadar yang di dapat adalah 17,7% ini menunjukkan hasilnya

tidak sesuai dengan literatur pada farmakope yang menyatakan bahwa kadar dari asam

askorbat tidak kurang dari 99,9%.


Adapun perbedaan yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Disebabkan

karena beberapa faktor kesalahan, yaitu :

1. Alat yang digunakan kurang steril

2. Kurang ketelitian dalam menimbang sampel

3. Pereaksi yang digunakan telah terkontaminasi

4. Kurangnya ketelitian saat melakukan praktikum

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada erlenmeyer I, persen kadarnya 24,7 %, berat sampel 200 mg dan volume titrasi 2,5

ml. Pada erlenmeyer II, persen kadarnya 10,7% dengan volume titrasi 1,2 ml

2. Rata-rata persen kadar yang didapat adalah 17,7 % ini menunjukkan hasil yang didapat

tidak sesuai dengan literatur pada farmakope yang menyatakan bahwa kadar dari vitamin

C tidak kurang dari 99%.

B. Saran
Kami dari praktikan sangat mengharapkan bimbingan kakak asisten baik saat

praktikum maupun dalam pembuatan laporan. Dan diharapkan alat dan bahan yang

rusak mohon diganti/diperbaiki dan dilengkapi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. //www.iodo-iodimetri.com.2012

Anonim, 2010.//www. Titrasi iodometri dan iodimetri.com

Anonim. 2012.//www. Titrasi iodimetri.com

David. 2010. Analisis farmasi. Buku kedokteran : Jakarta

Direktur jenderal RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departeman RI : Jakarta

Gholib, ibnu. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar : Yogyakarta.

Mulyono, 2011. Membuat Reagen Kimia. Bumi Aksara : Jakarta

Tim Dosen UIT. 2012. Penuntun praktikum Kimia Analisis. Universitas Indonesia Timur : Makassar

Vous aimerez peut-être aussi