Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Reaksi kusta merupakan fenomena imunologi pada penderita kusta yang dapat terjadi karena
perubahan keseimbangan imun antara host dan M. leprae, yang muncul sebelum, saat, dan
setelah pengobatan multi-drug treatment (MDT).1,2 Terdapat 2 jenis reaksi kusta yaitu reaksi
kusta tipe 1 (reaksi reversal) dan reaksi kusta tipe 2 (Eritema Nodosum Leprosum). 1,3,4,5
Reaksi kusta tipe 2 (ENL) adalah reaksi kusta terjadi pada pasien dengan penyakit
multibasiler tipe LL (50%-75%) dan BL (15%). 4,5 Onset ENL terjadi secara akut, kronik dan
dapat berulang selama beberapa tahun.4 Episodik ENL mungkin sporadis, tetapi pada pasien
yang lebih parah, reaksi dapat sering terjadi tanpa henti. Prevalensi reaksi kusta tipe 2 (ENL)
bervariasi antar Negara. Sebanyak 37% pasien kusta di Brazil mengalami reaksi ini dan
Secara imunopatologis, ENL termasuk respon imun humoral karena membentuk kompleks
imun akibat reaksi antara antigen M. leprae dengan antibodi (IgM dan IgG) yang secara
klinis dapat memburuk terutama saat sedang dalam pengobatan LL dan jarang pada
pengobatan BL.2 Selain itu, dapat menimbulkan gambaran dermatologi berupa nodul
berwarna merah muda cerah, nyeri, dan biasanya terlokalisir pada kedua ekstremitas dan
wajah (sebagian penderita) secara simestris. Lesi dapat mengenai bagian superfisial atau
profunda kulit berupa supurasi, ulseratif atau nekrotik pada fase kronis. Lesi ENL papular
1
terjadi pada wajah dan lengan pasien LL. Beberapa papul berkonfluen membentuk plak.
Berbeda dengan lesi ENL nodular, pada lesi ENL papular dermis lebih terlibat dari pada
subkutis.4,5 Reaksi sistemik juga dapat ditimbulkan karena disfungsi seluler sebagai akibat
dari deposisi kompleks imun,6 di antaranya berupa demam, anoreksia, malaise, arthralgia dan
Hasil penelitian kasus kontrol yang dilakukan oleh Negera E, dkk 8 tentang gambaran klinikal-
patologis eritema nodosum leprosum terhadap 46 pasien LL dengan ENL (sampel kasus) dan
31 pasien yang dijadikan sampel control di rumah sakit ALERT, Ethiopia, diperoleh nyeri
sebagai gejala pada sebagian besar pasien LL dengan ENL (98%), 95,7% dengan lesi nodular,
lebih dari 70% mengalami neuritis dan arthralgia dan arthritis, dan 60% pasien dengan edema
KASUS
Seorang perempuan berusia 52 tahun, ibu rumah tangga, Suku Ambon, Bangsa Indonesia,
Alamat Waiheru, datang ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. M. Haulussy Ambon
pada tanggal 16 April 2019 dan masuk ruang rawat inap kesehatan kulit dan kelamin tanggal
17 April 2019 dengan keluhan sesak napas disertai plak kemerahan pada kulit wajah dan
kedua ekstremitas yang terasa tebal, panas, nyeri dan tidak gatal.
AUTOANAMNESIS
Seorang perempuan 52 tahun datang dengan keluhan sesak napas disertai plak kemerahan
pada kulit wajah dan kedua ekstremitas yang terasa tebal, panas, nyeri dan tidak gatal.
Keluhan dirasakan 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien juga sempat merasa pusing,
mual dan muntah sebanyak satu kali berisi cairan putih. Riwayat demam disangkal.
2
Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi (-), asam urat (-), kolesterol (-), gula darah (-).
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis, kesan gizi cukup, nadi 83x/menit, pernapasan
Toraks : Jantung → Bunyi Jantung SI/SII, reguler, murmur (-), gallop (-), Paru →
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), plak kemerahan pada kulit (+).
Status dematologi
2. Ukuran : Plakat
3
Gambar 1. Lesi nodul eritematous pada regio fasialis dan kedua ekstremitas
4
Pemeriksaan Tambahan
Laboratorium
HEMATOLOGI
16 April 2019
No. Pemeriksaan Hasil
1. Jumlah eritrosit 3,49 x 106 mm3
2. Hemoglobin 9,7 g/dl
3. Hematokrit 28,8%
4. MCV 83 μ m3
5. MCH 27,9 pg
6. MCHC 33,8 g/dl
7. RDW 15,2 %
8. Jumlah Trombosit 229 x 103/mm3
9. MPV 8,4 μ m3
10. PCT 0,194% DIAGNOSIS BANDING
11. PDW 15,0%
12. Jumlah leukosit 9,7 x 103 mm3 - Reaksi kusta tipe 1
13. Neutrofil 65%
14. Limfosit 14,7% (Reversal)
15. Monosit 12,5%
16. Eosinofil 7,3% - Vitiligo
17. Basofil 0,5%
- Ptiriasis versikolor
5
Di UGD
Suportif :
Sistemik:
Sistemik :
Pengamatan Selanjutnya
Keluhan : Wajah, kedua tangan dan kedua kaki terasa tebal, panas, nyeri dan agak
gatal. Lesi baru (-), demam (-), tidur agak terganggu karena hidung kanan tersumbat, makan
Status Dermatologis
6
UKK : Nodul, plak eritema, hiperpigmentasi, erosi, lesi baru (-)
Terapi
Keluhan : Nyeri dan panas pada kulit wajah serta kedua ekstremitas berkurang,
perdarahan tidak aktif pada hidung kanan (epistaksis) ± 0,5 cc, telinga terasa penuh dan
Status dermatologis
Terapi
7
- Topikal : Gentamycin zalf. 3x1 Nasal Dextra et Sinistra
Keluhan : Nyeri dan panas pada kulit wajah serta kedua ekstremitas (-), perdarahan
pada hidung kanan berkurang, demam (-), makan dan minum baik.
Status dermatologis
Terapi
Keluhan : Nyeri dan panas pada kulit wajah serta kedua ekstremitas (-), perdarahan
pada hidung kanan (-), demam (-), makan dan minum baik.
Status dermatologis
Terapi
8
- Sistemik : 1. Metilprednisolon 16 mg/ PO 1-1-0
Keluhan : Nyeri dan panas pada kulit wajah serta kedua ekstremitas (-), perdarahan
Status dermatologis
Terapi
9
Gambar 2. Makula hiperpigmentasi pada regio fasialis dan kedua ekstremitas
PEMBAHASAN
10
Diagnosis Eritema nodulum leprosum (ENL) pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
Pada anamnesis didapatkan seorang perempuan 52 tahun datang ke Rumah Sakit dengan
keluhan sesak napas disertai plak kemerahan pada kulit wajah dan kedua ekstremitas yang
terasa tebal, panas, nyeri dan tidak gatal. Menurut kepustakaan, reaksi kusta tipe 2 (ENL)
sering timbul dengan gejala lesi menjadi lebih eritema, sebagian kecil berupa nodul atau
plakat dengan ukuran bermacam-macam disertai nyeri, pustulasi, dan ulserasi. Lesi
terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan, atau
hampir seluruh tubuh kecuali daerah kepala yang berambut, aksila, lipatan paha, dan
perineum. Reaksi kusta merupakan reaksi imunologi pada penderita kusta yang dapat terjadi
sebelum, saat, dan setelah pengobatan multi-drug treatment (MDT). Reaksi kusta tipe 2
(ENL) adalah reaksi kusta terjadi pada pasien dengan penyakit multibasiler tipe LL (50%-
75%) dan BL (15%).4,5 Pasien dalam kasus mengalami reaksi imunologis ini saat pengobatan
MDT karena sementara menjalani pengobatan Morbus Hansen multibasiler dalam 2 bulan ini.
Diagnosis reaksi tipe I (reversal) disingkirkan karena gejala klinis yang ditimbulkan pada
reaksi ini umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada bertambah aktif dan atau timbul
lesi baru dalam waktu yang relatif singkat. Lesi hipopigmentasi dapat menjadi eritema dan
lesi eritema dapat berkembang menjadi makin eritematosa, lesi macula menjadi infiltrate, lesi
Vitiligo juga disingkirkan karena merupakan penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit.
Gambaran dermatologis yang ditemukan pada vitiligo berupa macula berwarna putih berbatas
tegas dengan diameter beberapa mm hingga cm, bulat atau lonjong tanpa perubahan
11
epidermis yang lain. Vitiligo menyerang folikel rambut sehingga predileksinya pada daerah
Sedangkan Pityriasis versicolor adalah infeksi superfisial ringan dan kronis pada lapisan
stratum korneum kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur dan / atau spesies Malassezia
lainnya. Lesi berupa makula diskret dan serpentine yang hipopigmentasi atau hiperpigmentasi
dengan berbagai ukuran dan berskuama halus merupakan gejala klinis penyakit ini. Selain
itu, tempat predileksi ptiriasis versikolor pada badan bagian atas, leher, perut, ekstremitas sisi
proksimal, kadang pada wajah, kulit kepala, aksila, lipatan paha dan genital, yang
membedakannya dengan reaksi kusta tipe 2. 7,9 Diagnosis klinis dapat dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan mikroskopis langsung dengan 10% kalium hidroksida (KOH) atau diwarnai
dengan lactophenol cotton blue stain. Visualisasi mikroskopis ditemukan hifa pendek dan
tebal dengan sejumlah besar spora dengan ukuran bervariasi (Spaghetti and meatball
appearance).9
Selain gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium juga dapat diperhatikan. Menurut
kepustakaan, pada reaksi kusta tipe 2 hasil tes serologis menunjukkan positif anemia dan
limfopenia ringan.4 Episode berat dapat dikaitkan dengan penurunan tiba-tiba kadar
hemoglobin, hingga 5 g / dL, sebagai akibat dari hemolisis yang diinduksi Dapson. 4 Tes darah
lengkap pasien menunjukkan adanya penurunan Hb (dari 9,7 mg/dl menjadi 9,2 g/dl) dan
limfosit awal 14,7% dan 22% pada pemeriksaan darah kedua (limfopenia ringan).
Penatalaksanaan Eritema nodosum leprosum (reaksi tipe II) yang direkomendasikan WHO
adalah menggunakan Thalidomide. Obat ini memiliki yang efikasi paling tinggi bila tersedia
dan tidak ada kontraindikasi. Terapi dimulai dengan dosis 4 × 100–200 mg/hari. Dosis
pemeliharaan antara 50 mg tiap 2 hari hingga 500 mg/hari. 4,10 Di Indonesia, Thalidomde
12
sudah tidak didapat.7 Jika thalidomide tidak tersedia, dapat diberikan kortikostreroid yaitu
prednisone 0,5–1 mg/ kg/hari dan dikurangi bertahap berdasarkan respon pasien. 4,5 Dapat
ditambahkan analgetik-antipiretik dan sedatif bila reaksi berat. 7 Pada kasus ini, terapi yang
diberikan telah sesuai yaitu pemberian methylprednisolone 62,5 mg/24 jam/IV selama 2 hari
dan diturunkan menjadi 16 mg/12 jam/PO untuk 4 hari berikutnya. Pemberian analgetik
sudah dilakukan di awal penatalaksanaan pasien di instalasi gawat darurat. Antipiretik tidak
Prognosis penderita quo ad vitam bonam, ad sanationam bonam, ad functionam bonam dan
ad kosmetikam bonam. Berdasarkan kepustakaan, reaksi tipe 2 morbus Hansen ini dapat
Mengalami perbaikan jika reaksi ringan dan cepat ditangani sebelum memberat serta
RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus Eritema Nodulum Leprosum (Reaksi kusta tipe 2) pada
seorang perempuan berusia 52 tahun dengan keluhan sesak napas disertai plak kemerahan
pada kulit wajah dan kedua ekstremitas yang terasa tebal, panas, nyeri dan tidak gatal.
Riwayat pengobatan Multi-drug Treatment (MDT) Morbus Hansen 2 bulan ini. Pada
pemeriksaan fisik tampak nodul, plak eritematous dan hiperpigmentasi disertai erosi.
Terapi yang diberikan pada pasien berupa methylprednisolone 62,5 mg/24 jam/IV selama 2
hari dan diturunkan menjadi 16 mg/12 jam/PO untuk 4 hari berikutnya. Pemberian analgetik
dilakukan di awal penatalaksanaan pasien di instalasi gawat darurat berupa Inj. Ketorolac 3x1
amp/iv . Antipiretik tidak diberikan karena pasien tidak demam. Terapi memberikan hasil
13
yang baik. Prognosis penderita quo ad vitam, ad sanationam, ad functionam, dan ad
kosmetikam bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vionni, Arifputra J, Arifputra Y. Reaksi Kusta. Jakarta : FKUA. 2016. Vol.43, No. 7.
2. L, JC. Leprosy : Review of The Epidemiological, Clinical, and Etiopathogenic Aspect-
Development of Type 2, But Not Type 1, Leprosy Reactions is Associated with a Severe
Reduction of Circulating and In situ Regulatory T-Cells. University of São Paulo, São
Paulo, Brazil; 2016. Am. J. Trop. Med. Hyg., 94(4), 2016, pp. 721–727
doi:10.4269/ajtmh.15-067.
4. Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Leprosy. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks Dermatolgy in general medicine. 8 th Ed.
94.doi:10.1128/CMR.00079-13.
7. Wisnu MI, Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SL. Kusta. In: Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi
W, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Ed 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2016.
8. Negera E, Walker SL, Girma S, Doni SN, Tsegaye D, Lambert SM, et al. Clinico-
14
10.Thangaraju P, Venkatesan S, Tamilselvan T, Sivashanmugam E, Ali MK. Information on
15