Vous êtes sur la page 1sur 15

Laporan Kasus

ERITEMA NODOSUM LEPROSUM

Neni N. Dadiara (2018-84-067)

Bagian / SMF L.P. Kulit dan Kelamin

FK UNPATTI / RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

PENDAHULUAN

Reaksi kusta merupakan fenomena imunologi pada penderita kusta yang dapat terjadi karena

perubahan keseimbangan imun antara host dan M. leprae, yang muncul sebelum, saat, dan

setelah pengobatan multi-drug treatment (MDT).1,2 Terdapat 2 jenis reaksi kusta yaitu reaksi

kusta tipe 1 (reaksi reversal) dan reaksi kusta tipe 2 (Eritema Nodosum Leprosum). 1,3,4,5

Reaksi kusta tipe 2 (ENL) adalah reaksi kusta terjadi pada pasien dengan penyakit

multibasiler tipe LL (50%-75%) dan BL (15%). 4,5 Onset ENL terjadi secara akut, kronik dan

dapat berulang selama beberapa tahun.4 Episodik ENL mungkin sporadis, tetapi pada pasien

yang lebih parah, reaksi dapat sering terjadi tanpa henti. Prevalensi reaksi kusta tipe 2 (ENL)

bervariasi antar Negara. Sebanyak 37% pasien kusta di Brazil mengalami reaksi ini dan

sekitar 19%-26% di Asia.1

Secara imunopatologis, ENL termasuk respon imun humoral karena membentuk kompleks

imun akibat reaksi antara antigen M. leprae dengan antibodi (IgM dan IgG) yang secara

klinis dapat memburuk terutama saat sedang dalam pengobatan LL dan jarang pada

pengobatan BL.2 Selain itu, dapat menimbulkan gambaran dermatologi berupa nodul

berwarna merah muda cerah, nyeri, dan biasanya terlokalisir pada kedua ekstremitas dan

wajah (sebagian penderita) secara simestris. Lesi dapat mengenai bagian superfisial atau

profunda kulit berupa supurasi, ulseratif atau nekrotik pada fase kronis. Lesi ENL papular

1
terjadi pada wajah dan lengan pasien LL. Beberapa papul berkonfluen membentuk plak.

Berbeda dengan lesi ENL nodular, pada lesi ENL papular dermis lebih terlibat dari pada

subkutis.4,5 Reaksi sistemik juga dapat ditimbulkan karena disfungsi seluler sebagai akibat

dari deposisi kompleks imun,6 di antaranya berupa demam, anoreksia, malaise, arthralgia dan

arthritis (paling sering), neuritis, adenitis, orchitis/epididymitis, limfadenomegali, atau iritis,

tetapi biasanya jarang terjadi pada awal serangan reaksi. 2,4,7

Hasil penelitian kasus kontrol yang dilakukan oleh Negera E, dkk 8 tentang gambaran klinikal-

patologis eritema nodosum leprosum terhadap 46 pasien LL dengan ENL (sampel kasus) dan

31 pasien yang dijadikan sampel control di rumah sakit ALERT, Ethiopia, diperoleh nyeri

sebagai gejala pada sebagian besar pasien LL dengan ENL (98%), 95,7% dengan lesi nodular,

lebih dari 70% mengalami neuritis dan arthralgia dan arthritis, dan 60% pasien dengan edema

wajah dan tungkai.8

KASUS

Seorang perempuan berusia 52 tahun, ibu rumah tangga, Suku Ambon, Bangsa Indonesia,

Alamat Waiheru, datang ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. M. Haulussy Ambon

pada tanggal 16 April 2019 dan masuk ruang rawat inap kesehatan kulit dan kelamin tanggal

17 April 2019 dengan keluhan sesak napas disertai plak kemerahan pada kulit wajah dan

kedua ekstremitas yang terasa tebal, panas, nyeri dan tidak gatal.

AUTOANAMNESIS

Seorang perempuan 52 tahun datang dengan keluhan sesak napas disertai plak kemerahan

pada kulit wajah dan kedua ekstremitas yang terasa tebal, panas, nyeri dan tidak gatal.

Keluhan dirasakan 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien juga sempat merasa pusing,

mual dan muntah sebanyak satu kali berisi cairan putih. Riwayat demam disangkal.

2
Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi (-), asam urat (-), kolesterol (-), gula darah (-).

Riwayat penyakit keluarga : (-)

Riwayat alergi : alergi makanan, obat-obatan, dan bahan lainnya disangkal

Riwayat pengobatan : pengobatan MDT Morbus Hansen 2 bulan ini

Riwayat kebiasaan : merokok dan konsumsi alcohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis, kesan gizi cukup, nadi 83x/menit, pernapasan

23x/menit, dan suhu 36,20C

Kepala : Normochephali, Konjungtiva anemis (+)

Mulut : Sianosis (-), T1/T1, hiperemis (-), Kandidiasis oral (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Toraks : Jantung → Bunyi Jantung SI/SII, reguler, murmur (-), gallop (-), Paru →

Bunyi napas dasar vesikuler, bunyi tambahan (-)

Abdomen : Hepatomegali (-), splenomegaly (-) dan nyeri tekan (-)

Inguinal : Tidak ada pembesaran kelenjar betah bening

Genital : Tidak diperiksa

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), plak kemerahan pada kulit (+).

Status dematologi

1. Lokasi : Regio facialis, Regio ekstremitas superior et inferior

2. Ukuran : Plakat

3. Effloresensi : Nodul, plak eritematous, hiperpigmentasi, erosi. Distribusi bilateral.

3
Gambar 1. Lesi nodul eritematous pada regio fasialis dan kedua ekstremitas

(Hari I, 17 April 2019)

4
Pemeriksaan Tambahan

Laboratorium

HEMATOLOGI
16 April 2019
No. Pemeriksaan Hasil
1. Jumlah eritrosit 3,49 x 106 mm3
2. Hemoglobin 9,7 g/dl
3. Hematokrit 28,8%
4. MCV 83 μ m3
5. MCH 27,9 pg
6. MCHC 33,8 g/dl
7. RDW 15,2 %
8. Jumlah Trombosit 229 x 103/mm3
9. MPV 8,4 μ m3
10. PCT 0,194% DIAGNOSIS BANDING
11. PDW 15,0%
12. Jumlah leukosit 9,7 x 103 mm3 - Reaksi kusta tipe 1
13. Neutrofil 65%
14. Limfosit 14,7% (Reversal)
15. Monosit 12,5%
16. Eosinofil 7,3% - Vitiligo
17. Basofil 0,5%
- Ptiriasis versikolor

22 April 2019 DIAGNOSIS


1. WBC 15,4 x 10 ¿ μ
3
L
2. Limfosit 3,4 x 103 ¿ μ L Morbus Hansen
3. Monosit 1,1 x 103 ¿ μ L
4. Granulosit 10,9 x 103 ¿ μ L multibasiler dengan
5. Limfosit % 22%
6. Monosit % 7,4% Eritema Nodulus Leprosus
7. Granulosit % 70,6%
(ENL)
8. RBC 3,55 x 106 ¿ μ L
9. HGB 9,2 g/dl Diagnosis bagian Interna :
10. HCT 29,2 %
11. MCV 82,3 μ m3 Anemia normositik
12. MCH 25,9 pg
13. MCHC 31,5 g/dl normokrom
14. RDW 17,7%
15. PLT 350 x 103 ¿ μ L
16. MPV 8,2 μ m3 PENATALAKSANAAN
17. PCT 0,287 %
18. PDW 12,6% Terapi yang diberikan:

5
Di UGD

Suportif :

- O2 Nasal canule 3 Lpm

- IVFD 12 tpm 0,9%

Sistemik:

1. Dexamethasone 3x1 amp./ iv

2. Inj. Ranitidin 1 amp./12 jam/ iv

3. Inj. Ketorolac 3x1 amp/iv

Di ruang rawat inap Kesehatan Kulit dan Kelamin

Suportif : IVFD RL 20 tpm

Sistemik :

1. Metilprednisolon 62,5 mg/ 24 jam/ iv

2. Ranitidin 1 amp./12 jam/ iv

3. Sohobion 1 Amp/24 jam/iv (drips)

4. MDT-MB 1x2 tablet/ PO (pagi)

5. Bionemi 1x1 capsul/PO

Pengamatan Selanjutnya

Tanggal 18 April 2019 (Hari ke II)

Keluhan : Wajah, kedua tangan dan kedua kaki terasa tebal, panas, nyeri dan agak

gatal. Lesi baru (-), demam (-), tidur agak terganggu karena hidung kanan tersumbat, makan

dan minum baik.

Status Dermatologis

Lokasi : Regio fasialis, Regio ekstremitas superior et inferior

6
UKK : Nodul, plak eritema, hiperpigmentasi, erosi, lesi baru (-)

Terapi

- Suportif : IVFD RL 20 tpm

- Sistemik : 1. Metilprednisolon 62,5 mg/ 24 jam/ iv

2. Ranitidin 1 amp./12 jam/ iv

3. Sohobion 1 Amp/24 jam/iv (drips)

4. MDT-MB 1x2 tablet/ PO (pagi)

5. Bionemi 1x1 capsul/PO

Tanggal 19 April 2019 (Hari ke-III)

Keluhan : Nyeri dan panas pada kulit wajah serta kedua ekstremitas berkurang,

perdarahan tidak aktif pada hidung kanan (epistaksis) ± 0,5 cc, telinga terasa penuh dan

tinnitus, makan dan minum baik.

Status dermatologis

Lokasi : Regio fasialis, Regio ekstremitas superior et inferior

UKK : Nodul, plak eritema, hiperpigmentasi, erosi, lesi baru (-).

Terapi

- Suportif : IVFD RL 20 tpm

- Sistemik : 1. Metilprednisolon 62,5 mg/ 24 jam/ iv

2. Ranitidin 1 amp./24 jam/ iv

3. Sohobion 1 Amp/24 jam/iv (drips)

4. MDT-MB 1x2 tablet/ PO (pagi)

5. Bionemi 1x1 capsul/PO

6. Clindamycin 3x300 mg/PO

7
- Topikal : Gentamycin zalf. 3x1 Nasal Dextra et Sinistra

Tanggal 20 April 2019 (Hari ke-IV)

Keluhan : Nyeri dan panas pada kulit wajah serta kedua ekstremitas (-), perdarahan

pada hidung kanan berkurang, demam (-), makan dan minum baik.

Status dermatologis

Lokasi : Regio fasialis, Regio ekstremitas superior et inferior

UKK : Makula hiperpigmentasi, lesi baru (-).

Terapi

- Suportif : IVFD RL 20 tpm

- Sistemik : 1. Metilprednisolon 16 mg/ PO 1-1-0

2. Sohobion 1 amp./24 jam/iv (drips)

3. MDT-MB 1x2 tablet/ PO (pagi)

4. Bionemi 1x1 capsul/PO

5. Clindamycin 3x300 mg/PO

- Topikal : Gentamycin zalf. 3x1 Nasal Dextra et Sinistra

Tanggal 21 April 2019 (Hari ke-V)

Keluhan : Nyeri dan panas pada kulit wajah serta kedua ekstremitas (-), perdarahan

pada hidung kanan (-), demam (-), makan dan minum baik.

Status dermatologis

Lokasi : Regio fasialis, Regio ekstremitas superior et inferior

UKK : Makula hiperpigmentasi, lesi baru (-).

Terapi

- Suportif : IVFD RL 20 tpm

8
- Sistemik : 1. Metilprednisolon 16 mg/ PO 1-1-0

2. Sohobion 1 amp./24 jam/iv (drips)

3. MDT-MB 1x2 tablet/ PO (pagi)

4. Bionemi 1x1 capsul/PO

Tanggal 22 April 2019 (Hari ke-VI)

Keluhan : Nyeri dan panas pada kulit wajah serta kedua ekstremitas (-), perdarahan

pada hidung (-), demam (-), makan dan minum baik.

Status dermatologis

Lokasi : Regio fasialis, Regio ekstremitas superior et inferior

UKK : Makula hiperpigmentasi, lesi baru (-).

Terapi

- Suportif : IVFD RL 20 tpm

- Sistemik : 1. Metilprednisolon 16 mg/ PO 1-1-0

2. Sohobion 1x1 tab./PO

3. MDT-MB 1x2 tablet/ PO (pagi)

Pasien boleh pulang

9
Gambar 2. Makula hiperpigmentasi pada regio fasialis dan kedua ekstremitas

(Hari VI, 22 April 2019)

PEMBAHASAN

10
Diagnosis Eritema nodulum leprosum (ENL) pada pasien ini ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan gambaran klinis pasien.

Pada anamnesis didapatkan seorang perempuan 52 tahun datang ke Rumah Sakit dengan

keluhan sesak napas disertai plak kemerahan pada kulit wajah dan kedua ekstremitas yang

terasa tebal, panas, nyeri dan tidak gatal. Menurut kepustakaan, reaksi kusta tipe 2 (ENL)

sering timbul dengan gejala lesi menjadi lebih eritema, sebagian kecil berupa nodul atau

plakat dengan ukuran bermacam-macam disertai nyeri, pustulasi, dan ulserasi. Lesi

terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan, atau

hampir seluruh tubuh kecuali daerah kepala yang berambut, aksila, lipatan paha, dan

perineum. Reaksi kusta merupakan reaksi imunologi pada penderita kusta yang dapat terjadi

sebelum, saat, dan setelah pengobatan multi-drug treatment (MDT). Reaksi kusta tipe 2

(ENL) adalah reaksi kusta terjadi pada pasien dengan penyakit multibasiler tipe LL (50%-

75%) dan BL (15%).4,5 Pasien dalam kasus mengalami reaksi imunologis ini saat pengobatan

MDT karena sementara menjalani pengobatan Morbus Hansen multibasiler dalam 2 bulan ini.

Diagnosis reaksi tipe I (reversal) disingkirkan karena gejala klinis yang ditimbulkan pada

reaksi ini umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada bertambah aktif dan atau timbul

lesi baru dalam waktu yang relatif singkat. Lesi hipopigmentasi dapat menjadi eritema dan

lesi eritema dapat berkembang menjadi makin eritematosa, lesi macula menjadi infiltrate, lesi

infiltrate bertambah infiltrate dan lesi lama menjadi bertambah luas.

Vitiligo juga disingkirkan karena merupakan penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit.

Gambaran dermatologis yang ditemukan pada vitiligo berupa macula berwarna putih berbatas

tegas dengan diameter beberapa mm hingga cm, bulat atau lonjong tanpa perubahan

11
epidermis yang lain. Vitiligo menyerang folikel rambut sehingga predileksinya pada daerah

ini menyebabkan rambut menjadi putih.7

Sedangkan Pityriasis versicolor adalah infeksi superfisial ringan dan kronis pada lapisan

stratum korneum kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur dan / atau spesies Malassezia

lainnya. Lesi berupa makula diskret dan serpentine yang hipopigmentasi atau hiperpigmentasi

dengan berbagai ukuran dan berskuama halus merupakan gejala klinis penyakit ini. Selain

itu, tempat predileksi ptiriasis versikolor pada badan bagian atas, leher, perut, ekstremitas sisi

proksimal, kadang pada wajah, kulit kepala, aksila, lipatan paha dan genital, yang

membedakannya dengan reaksi kusta tipe 2. 7,9 Diagnosis klinis dapat dikonfirmasikan dengan

pemeriksaan mikroskopis langsung dengan 10% kalium hidroksida (KOH) atau diwarnai

dengan lactophenol cotton blue stain. Visualisasi mikroskopis ditemukan hifa pendek dan

tebal dengan sejumlah besar spora dengan ukuran bervariasi (Spaghetti and meatball

appearance).9

Selain gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium juga dapat diperhatikan. Menurut

kepustakaan, pada reaksi kusta tipe 2 hasil tes serologis menunjukkan positif anemia dan

limfopenia ringan.4 Episode berat dapat dikaitkan dengan penurunan tiba-tiba kadar

hemoglobin, hingga 5 g / dL, sebagai akibat dari hemolisis yang diinduksi Dapson. 4 Tes darah

lengkap pasien menunjukkan adanya penurunan Hb (dari 9,7 mg/dl menjadi 9,2 g/dl) dan

limfosit awal 14,7% dan 22% pada pemeriksaan darah kedua (limfopenia ringan).

Penatalaksanaan Eritema nodosum leprosum (reaksi tipe II) yang direkomendasikan WHO

adalah menggunakan Thalidomide. Obat ini memiliki yang efikasi paling tinggi bila tersedia

dan tidak ada kontraindikasi. Terapi dimulai dengan dosis 4 × 100–200 mg/hari. Dosis

pemeliharaan antara 50 mg tiap 2 hari hingga 500 mg/hari. 4,10 Di Indonesia, Thalidomde

12
sudah tidak didapat.7 Jika thalidomide tidak tersedia, dapat diberikan kortikostreroid yaitu

prednisone 0,5–1 mg/ kg/hari dan dikurangi bertahap berdasarkan respon pasien. 4,5 Dapat

ditambahkan analgetik-antipiretik dan sedatif bila reaksi berat. 7 Pada kasus ini, terapi yang

diberikan telah sesuai yaitu pemberian methylprednisolone 62,5 mg/24 jam/IV selama 2 hari

dan diturunkan menjadi 16 mg/12 jam/PO untuk 4 hari berikutnya. Pemberian analgetik

sudah dilakukan di awal penatalaksanaan pasien di instalasi gawat darurat. Antipiretik tidak

diberikan karena pasien tidak demam.

Prognosis penderita quo ad vitam bonam, ad sanationam bonam, ad functionam bonam dan

ad kosmetikam bonam. Berdasarkan kepustakaan, reaksi tipe 2 morbus Hansen ini dapat

Mengalami perbaikan jika reaksi ringan dan cepat ditangani sebelum memberat serta

kepatuhan terhadap terapi baik.1,3

RINGKASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus Eritema Nodulum Leprosum (Reaksi kusta tipe 2) pada

seorang perempuan berusia 52 tahun dengan keluhan sesak napas disertai plak kemerahan

pada kulit wajah dan kedua ekstremitas yang terasa tebal, panas, nyeri dan tidak gatal.

Riwayat pengobatan Multi-drug Treatment (MDT) Morbus Hansen 2 bulan ini. Pada

pemeriksaan fisik tampak nodul, plak eritematous dan hiperpigmentasi disertai erosi.

Distribusi bilateral pada regio fasialis dan ekstremitas superior et inferior.

Terapi yang diberikan pada pasien berupa methylprednisolone 62,5 mg/24 jam/IV selama 2

hari dan diturunkan menjadi 16 mg/12 jam/PO untuk 4 hari berikutnya. Pemberian analgetik

dilakukan di awal penatalaksanaan pasien di instalasi gawat darurat berupa Inj. Ketorolac 3x1

amp/iv . Antipiretik tidak diberikan karena pasien tidak demam. Terapi memberikan hasil

13
yang baik. Prognosis penderita quo ad vitam, ad sanationam, ad functionam, dan ad

kosmetikam bonam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vionni, Arifputra J, Arifputra Y. Reaksi Kusta. Jakarta : FKUA. 2016. Vol.43, No. 7.
2. L, JC. Leprosy : Review of The Epidemiological, Clinical, and Etiopathogenic Aspect-

Part 1. Faculdade de Medicina de Botucatu, Universidade Estadual Paulista “Juloio de

Mesquita Filho” (FMB-UNESP). Botu catu ; Brazil, 2014.


3. Vieira AP, Trindade MAB, Pagliari C, Avancini J, Valente NYS, Duarte AJ, et al.

Development of Type 2, But Not Type 1, Leprosy Reactions is Associated with a Severe

Reduction of Circulating and In situ Regulatory T-Cells. University of São Paulo, São

Paulo, Brazil; 2016. Am. J. Trop. Med. Hyg., 94(4), 2016, pp. 721–727

doi:10.4269/ajtmh.15-067.
4. Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Leprosy. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller

AS, Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks Dermatolgy in general medicine. 8 th Ed.

USA: The McGraw-Hill Companies,Inc;2012.


5. Lockwood DNJ. Leprosy. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks’s

textbook of dermatology. Vol 2. 8th Ed. Oxford: Wiley-Blackwell; 2010.


6. White C, Paredes CF. Leprosy in the 21st Century. 2015. ClinMicrobiol Rev. 28:80

94.doi:10.1128/CMR.00079-13.
7. Wisnu MI, Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SL. Kusta. In: Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi

W, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Ed 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2016.
8. Negera E, Walker SL, Girma S, Doni SN, Tsegaye D, Lambert SM, et al. Clinico-

pathological features of erythema nodosum leprosum: A case-control study at ALERT

hospital, Ethiopia. Ethiopia : October 13, 2017.


9. Kambil SM. A Clinical and Epidemiological Study of Pityriasis versicolor. Department of

Dermatology, Kannur Medical College, Anjarakandy, Kannur, Kerala, India; 2017.

International Journal of Scientific Study, Vol.5.

14
10.Thangaraju P, Venkatesan S, Tamilselvan T, Sivashanmugam E, Ali MK. Information on

Drugs Used in Management of Lepra Reactions in Commonly used Drug Information

Sources in India. India; 2018. Indian J Lepr 90:129-136. http://www.ijl.org.in.

15

Vous aimerez peut-être aussi