Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Efek samping : gangguan fungsi jantung, diare, berkeringat, mual, muntak dan
kejang akomodasi.
Penggunaan terapi :
6. Parasimpatolitik
Klasifikasi:
Penggunaan terapi
Kontraindikasi
a. Glaucoma
b. Pada sclerosis coroner, dosis yang meningkatkan jantung dapat
membahayakan jiwa.
Penggunaan terapi
Atropin:
- Pada kejang otot polos sebagai akibat penggunaan opiate
- Pramedikasi pada anesthesia (penghapusan reflex vagus)
- Antidote pada kasus intoksikasi dengan penghambat kolinesterase (alkilfosfat)
- Peningkatan midriasis untuk tujuan diagnostic
Skopolamin: midriatik, antiemetik pada mabuk perjalanan
Ipratropium bromida: penyakit saluran pernapasan obtstruktif, bradikardi
Butilskopolaminiumbromida: spasmolitik
Farmakodinamik
Mekanisme kerja: antagonis kompetitif pada reseptor muskarinik
Efek-efek: sesuai dengan mekanisme kerjanya, semua efek mirip muskarin diperlemah
(lihat Parasimpatolitik, 36).
Farmakokinetik
Absorpsi Ikatan protein t1/2 Metabolisme Eliminasi
oral plasma
Lamanya efek (7-10 hari) pada pemakaian local di mata disebabkan oleh ikatan pada
Melanin di iris.
Efek samping
Lihat Parasimpatolitik, 36
Pada Skopolamin, efek pada frekuensi jantung lebih lemah dan pada mata serta sekresi
air liur lebih kuat daripada Atropin. Skopolamin lebih mudah dan lebih cepat masuk ke
dalam SSP dan efek sentral berlawanan dengan Atropin, justru bersifat meredam. Pada
Ipratropium bromida tidak tampak suatu hambatan sekresi bronkial.
Kontraindikasi, Interaksi
Lihat Parasimpatolitik, 36. Masa menyusui adalah dikontraindikasikan untuk Atropin.
Keracunan Atropin
Perhatian: Lebar terapeutik besar !
Gejala: wajah jadi merah, selaput lender kering, denyut nadi naik, kesulitan
menelan, pupil sangat lebar, pada dosis tinggi terjadi hipertermia, eksitasi dan
halusinasi (pada Skopolamin menyebabkan sedasi!), kematian karena napas
berhenti.
Terapi: tindakan untuk mencegah absorpsi dan menurunkan suhu badan. Pada
ancaman kelumpuhan pernapasan, pernapasan buatan dan harus dilakukan
diberikan 2 mg Piridostigmin i. m. sebagai antidot.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja: Antagonis kompetitif, spesifik pada M, reseptor. Efek selektif
pada vagotomi proksimal
Efek-efek:
Efek kolinergik terhadap sekresi asam klorida dan pepsin serta pengosongan
lambung dihambat
Ada kemiripan kimiawi dengan antidepresan trisiklik (misalnya Imipramin),
namun sifatnya lipofilnya lemah sehingga hampir tidak dapat menembus ke
SSP→tidak ada efek sentral
Tidak ada peningkatan kadar Gastrin (berlawanan dengan H2-bloker)→tidak
ada hipersekresi reaktif
Farmakokinetik
Bioavailabilitas Ikatan t1/2 Metabolisme Eliminasi
oral protein
plasma
Pirenzepin <30% 10% 10-11 Sampai 10% 50% di
jam ginjal
(glomerular)
Efek samping
Gangguan akomodasi, mulut kering, diare, obstipasi (efek antikolinergik!):
dalam dosis terapeutik dapat diabaikan; Awas: gangguan mengemudi
Pirenzepin pada dosis terapeutik tidak menimbulkan takikardi
Sakit kepala
Alergi
Kontraindikasi
Awas: glaucoma sudut sempit dan gangguan pengosongan kandung kemih
Kehamilan trimester pertama
Masa menyusui
Interaksi
Berdasarkan mekanisme kerja yang berbeda, suatu kombinasi dengan H2-
Antagonis akan mengakibatkan efek hambatan sekresi asam menjadi lebih kuat.
b. Toksin botulinum
Botulinustoksin A, sin. Toksin Clostridium botulinum tipe A (BOTOX)
Golongan: Antiparasimpatotonik
Penggunaan terapi
Botulinustoksin A dipakai untuk pengobatan simtomatis blefarospasmus idiopatik
(kejang kelopak mata), Torticollis yang berotasi dan posisi ujung kaki dinamis
sebagai akibat kejang. Cara terapinya ialah dengan penyuntikan langsung
kedalam otot-otot yang kejang. Efek akan berkembang dalam 1-3 hari dan dapat
bertahan beberapa bulan.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja: Penghantaran impuls ke lempeng akhir neuromuscular
diblokir dengan cara merintangi pembebasan eksositotis asetil-kolin di celah
sinaps.
Efek-efek: Botulinustoksin A adalah suatu kompleks protein dari Clostridium
botulinum, suatu pembentuk spora yang anaerob dan tergolong sebagai salah satu
racun yang terkenal paling keras. Toksin berikatan dengan reseptor dalam
jangkauan lempeng akhir neuromuscular, lalu masuk secara aktif ke dalam
aksoplasma dan di tempat ini bekerja secara irreversible sebagai enzim
proteolitik pada struktur-struktur, yang di dalam sel-sel saraf mengatur
eksositosis asetilkolin. Sekitar delapan minggu setelah pemberian toksin,
penghantaran impuls dapat berlangsung kembali karena pembentukan ujung-
ujung saraf yang baru.
Farmakokinetik
Botulinustoksin A dari tempat pemberiannya masuk secara difusi ke dalam
jaringan-jaringan yang bersebelahan dengan luas jangkauan yang berbeda sesuai
dengan volume larutan injeksi. Data-data tentang metabolismenya tidak tersedia.
Efek samping
Reaksi-reaksi local pada tempat pemberian sebagai akibat paralisis yang
berlebihan pada musculus orbicularis oculi
Reaksi-reaksi yang disebabkan oleh teknik pemberian dan penyebaran toksin
Kenaikan tekanan intraocular
Ruam kulit yang difus; pembengkakan local pada kelopak mata (selama
beberapa hari)
Pada penderita dengan berat badan kurang, risiko timbulnya efek yang tidak
diinginkan lebih besar.
Kontraindikasi
Gangguan umum pada aktivitas otot. Infeksi pada kelopak mata, penggunaan
bersama-sama dengan antibiotika Aminoglikosida dan Spektinomisin,
Tetrasiklin dan Polimiksin harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Pemakaian pada anak-anak, kehamilan dan masa menyusui.
Interaksi
Berdasarkan mekanisme kerja, pengaruh timbal-balik dapat terjadi dengan obat-
obat lain yang memengaruhi transmisi rangsang neuromuscular (Aminoglikosida,
Tetrasiklin, Anestetik).
8. Farmakologi system saraf simpatik
Transmisi rangsang
Impuls yang keluar dari SSP dikirim ke ganglia simpatik. Di tempat tersebut,
impuls dihantarkan oleh Asetilkolin (ACh) ke neuron pasca-ganglion. Pada
ujung-ujung saraf simpatik, rangsangan mengakibatkan pengeluaran
Noradrenalin dari dalam vesikel. Pada organ sasaran, Noradrenalin (NA)
mengakibatkanperangsangan reseptor-reseptor khusus. Dalam keadaan darurat,
suatu stimulasi tambahan terhadap sumsum anak ginjal, dengan perantaraan
Asetilkolin, akan mengakibatkan pengeluaran Adrenalin.
Dopamine adalah transmitter pada sinaps di SSP (lihat obat-obat antiparkinson)
Biosintesis Neurotransmiter (Katekolamin)
Fenilalanin
↓ Hidroksilasi hepatic
Tirosin
↓ Tirosinhidroksilase
DOPA
↓ DOPA-dekarboksilase
Dopamine
↓ Dopamin-β-hidroksilase
Noradrenalin (NA)
↓N-Metiltransferase (hanya terdapat di SSP dan sumsum anak ginjal)
Adrenalin
Pengakhiran efek farmakodinamik
Pengambilan kembali dari dalam celah sinaps ke dalam vesikel prasinaps
Penguraian enzimatik: COMT (katekolamin-O_metiltransferase)→metilasi
menjadi normetanefrin; MAO (monoaminoksidase)→ deaminasi oksidatif
menjadi aldehid
Adrenoseptor (Subtipe dan Lokasinya)
- α1 (misalnya pembuluh darah kulit, ginjal, limpa, hati, Musculus dilatator
pupillae)
- α2 (pascasinaps di SSP, prasinaps pada neuron simpatis ke-2, trombosit)
- β1 (jantung, ginjal → sel-sel jukstaglomerular, jaringan lemak)
- β2 (otot-otot bronkial, uterus, pembuluh darah otot-otot rangka, hati, sel-sel
mast)
α2-Reseptor prasinaps = hambatan pengeluaran NA (mencegah stimulasi yang
berlebihan)
Reseptor dopamine terdapat di arteriola ginjal (D1) dan SSP (D2)
Klasifikasi Obat yang Bekerja pada Sistem Simpatik
a. Simpatomimetik
Simpatomimetik kerja-langsung
- α-Simpatomimetik (local; dipakai sistemik)
- β-Simpatomimetik (β2-selektif; nonselektif)
Simpatomimetik kerja-tidak langsung
b. Simpatolitik
- α-Simpatolitik (α1-selektif; nonselektif α-agonis maupun β-agonis)
- β-Simpatolitik (β1-selektif; nonselektif)
c. Antisimpatotonik
Mekanisme pada organ sasaran
Setelah melewati celah sinaps, neurotransmitter berikatan pada reseptor
pascasinaps dan menimbulkan efek-efek farmakodinamik yang sesungguhnya.
Berikut ini dijelaskan dua mekanisme (reaksi rantai sinyal) untuk masing-masing
reseptor.
β1/β2 dan D1-Reseptor
Stimulasi adrenilatsiklase
Kompleks hormon-reseptor menstimulasi suatu ptotein G (= protein yang
mengikat GTP)
Gugus α dari protein G ini mengaktifkan adenilatsiklase
Adenilatsiklase mengubah ATP menjadi cAMP sebagai “second messenger”
Lalu cAMP mengaftifkan suatu proteinkinase A, yang mampu mengaktifkan
protein-protein tertentu dengan jalan fosforilasi misalnya membuka kanal
Ca2+ sehingga mencetuskan reaksi-reaksi yang diperantarai oleh Ca2+.
α1-Reseptor/α2-Reseptor
stimulasi fosfolipase C
Kompleks hormon-reseptor menstimulasi suatu protein G (=protein yang
mengikat GTP)
Gugus alfa protein G ini mengaktifkan fosfolipase C
Fosfolipase C mengkatalisis pemecahan Fosfatidilinositol-4,5-bifosfat
(=PIP2) dan pembentukan Inositoltrifosfat (=IP3) dan Diasilgliserol (=DAG)
sebagai “second messenger”.
IP3 meningkatkan kadar Ca2+ intraseluler (pembebasan kalsium dari reticulum
endoplasma)
DAG mengaktifkan Proteinkinase C, yang mampu mengaktifkan protein-
protein tertentu dengan jalan fosforilasi (misalnya pengaktifan Lipokortin)
9. Simpatomimetik
Simpatomimetik adalah zat-zat yang mencetuskan reaksi adrenergic.
Zat-zat dan afinitasnya terhadap adrenoseptor (selektivitas)
Adrenalin : α1 + α2 + β1 + β2
Noradrenalin : α1 + α2 + β1
Fenilefrin : α1
Klonidin : α2
Isoprenalin : β1 + β2
Fenoterol : β2
Dopamin: Reseptor dopamine (D1 + D2) + α1 (pada dosis tinggi) + β1
Prinsip struktur umum
Struktur dasar feniletilamin; gugus –OH pada cincin dan di rantai: substitusi pada
atom N
Hilangnya gugus OH → (bioavailabilitas oral yang lebih baik + daya tembus SSP
↑)
Besarnya gugus substituent pada N menentukan selektivitas terhadap β –reseptor
Enansiomer R-(-)-20-50 kali lebih aktif daripada bentuk S-(+)
Pembuluh darah:
Lambung/usus:
Motilitas Berkurang α1
Ginjal/saluran kemih:
Mata Midriasis α1
Trombosit Agregasi α2
Klasifikasi
a. Simpatomimetik kerja-langsung
b. Simpatomimetik kerja-tidak langsung
Efek farmakodinamik dengan contoh Adrenalin dan Noradrenalin
Adrenalin menstimulasi α-dan β-reseptor, yang ambang rangsangnya untuk β
reseptor lebih rendah daripada untuk α-reseptor.
Infus dengan dosis Adrenalin yang rendah:
Penurunan tekanan darah diastolic (efek β2 pada pembuluh darah > efek α1)
Peningkatan tekanan darah sistolik (efek β1 terhadap jantung)
Tekanan darah rata-rata hamper tidak mengalami perubahan
Peningkatan tekanan darah diastolic (efek β2 pada pembuluh darah < efek α2)
Peningkatan tekanan darah sistolik (efek β1 terhadap jantung)
Tekanan darah rata-rata sebagai resultan naik
Dengan berangsur-angsur hilangnya efek, tekanan darah rata-rata akan turun di
bawah nilai awal, karena ambang rangsang reseptor α tidak dilampaui, tetapi
untuk reseptor β dilampaui.
b. Noradrenalin:
1) Lokal pada perdarahan difus
2) Zat tambahan untuk anestetik lokal (tipe ester asam benzoat)
3) Pada berbagai bentuk syok (syok neurogenik)
Kontraindikasi Katekolamin
a. Hipertiroidisme
b. Adanya hipertensi berat
c. Penderita yang menjalani terapi dengan digitalis
d. Adanya sklerosis pembuluh darah (koroner atau serebral)
e. Injeksi NA atau Adrenalin pada ekstremitas
f. Sewaktu hamil, NA dapat mengakibatkan kontraksi uterus
g. Anestesia dengan hidrokarbon terhalogenisasi (sensitisasi sistem transmisi
rangsang untuk katekolamin)
Klasifikasi
a. Zat-zat yang terutarna menunjukkan efek α- simpatomimetik
Zat-zat yang digunakan sistemik
Zat-zat yang digunakan lokal
b. Zat-zat dengan efek α- dan β- simpatomimetik
c. Zat-zat yang terutarna menunjukkan efek β- simpatomimetik
Zat-zat dengan efek β1 dan β2- simpatomimetik
Zat-zat yang terutama menunjukkan efek β- simpatomimetik
α-Simpatomimetik
α-Simpatomimetik yang kini ada dalam perdagangan terutama berikatan dengan
α-reseptor sebagai agonis dan merangsang baik α1-maupun α2-reseptor.
Simpatomimetik yang digunakan secara sistemik
Norfenefrin (Novadra®), Oksedrin (Effortilor®), Midodrin (Gutron®)
Penggunaan terapi
Terapi gangguan tekanan darah hipotensi
Farmakodinamik
Efek-efek: Zat-zat ini dengan kontraksi arteriola meningkatkan resistensi
perifer sehingga menaikkan tekanan darah sistolik dan distolik. Frekuensi
jantung justru turun karena regulasi parasimpatik berlawanan. Biovailabilitas
oralnya sangat rendah ~20% sehingga efek terapinya yang murni masih
diragukan.
Efek samping
Pada dosis yang besarnya memadai dapat mengakibatkan jantung berdebar,
keluhan yang ada berkaitan dengan angina pektoris dan aritmia ventrikuler.
Kontraindikasi
Hipertiroidisme, feokomositoma, adenoma prostat dengan pembentukan sisa
urin, hipertensi yang sudah ada.
Penggunaan lokal α-Simpatomimetik (derivat Imidazol)
Kontraindikasi
- Rinitis sicca
- Berbahaya pada glaukoma sudut sempit
- α- dan β-Simpatomimetik
β-Simpatomimetik
Penggunaan terapi
Bradikardi
Gangguan transmisi
Tokolisis
Bronkolisis
Vasodilatasi
Klasifikasi
Penggunaan terapi
Efek-efek:
Farmakokinetik
Efek samping
Gangguan ritme jantung, serangan angina pektoris, rasa Iemah, produksi keringat
beriebihan.
Kontraindikasi
Penggunaan terapi
- pada asma bronkial sebagai bronkospasmolitik pilihan pertama
(kebanyakan sebagai aerosol terukur)
- sebagai tokolitik pada his sebelum waktunya dan ancaman aborsi
- sebagai vasodilator pada gangguan sirkulasi perifer
Farmakodinamik
Farmakokinetik
3 x 2,5 mg/hari
(Bronkospasmolisis)
~6 ginjal
Fenoterol ~60% - ~2 jam
Tiap 3-6 jam 5 mg
(tokolisis) jam
Efek samping
Tekanan di kepala, rasa takut, pada dosis yang tinggi menyebabkan takikardi,
takiaritmia, gelisah, tremor pada ekstremitas.
Awas: Pemakaian dosis tinggi untuk jangka waktu lama dapat menyebabkan
takhifolaksis (Inteernalisasi β-reseptor -> pengurangan kepekaan). Bila dosis
dinaikkan, dapat terjadi efek samping yang berrat pada jantung. Selain itu
selama terapi dapat terjadi kenaikkan kadar glukosa (efek pada pertukaran zat
yang disebabkan β2) -> gula darah perlu dipantau.
Kontraindikasi
Interaksi
Konsurnsi makanan yang mengandung tiramin (keju, anggur merah) pada
waktu bersamaan dengan terapi yang menggunakan obat-obat penghambat
MAO (Tranilisipromin [Jatrosom®N]) dapat mengakibatkan krisis tekanan
darah.
12. Simpatolitik
Simpatolitik adalah zat-zatyang berikatan secara kompetitif pada adrenoreseptor
tanpa merangsangnya.
Klasifîkasi
Secara garis besar α-simpatolitik dapat dibagi dalam dua golongan:
a. α1-dan α2-Simpatolitik nonselektif
- Alkaloid sekale yang terhidrogenasi
- Fentolamin
- Tolazolin
- Fenoksibenzamin (zat penghambat irreversibel)
b. α1-Simpatolitik selektif
- Prazosin
- Terazosin
- Altuzosin
- Dokszosin
α-Simpatolitik
Penggunaan terapi
Farmakodinamik
Efek samping
Kontraindikasi
Penggunaan terapi
Farmakodinamik:
Kontraindikasi
Penggunaan terapi:
Efek samping:
1. Takikardia (jarang)
2. Gangguan ejakulasi
3. Retensi air dan natrium reflektoris
4. Hipertensi ortostatik
Kontraindikasi
Farmakokinetik
Efek samping
Kontraindikasi
1. Syok
2. Asidosis metabolic
3. Gangguan sirkulasi perifer
4. Insufisiensi jantung
5. Blok AV
6. Asma bronkial
7. Bradikardi
Penggunaan terapi
1. Karvedilol : hipertensi essensial, angina pektoris kronis stabil, insufisiensi
jantung kronis
2. Labetolol, nebivolol : hipertensi essensial
Mekanisme kerja:
Kontraindikasi
1. Syok kardiogenik
2. Emboli paru-paru akut
3. IMA
4. Hipotensi
5. Bradikardi
Penggunaan terapi:
Mekanisme kerja
1. Klonidin stimulasi nervus vagus dan hambatan sentral terhadap simpatikus.
Selain efek-efek sentral sehingga resistensi perifer dan tekanan darah turun
2. Metildopa di SSP dimetabolisme menjadi metilnoradrenalin/
Efek – efek:
Efek samping:
Kontraindikasi
13. Antihipertensi
Pengertian
Hipertensi adalah setiap peningkatan tekanan darah arteri yang bertahan melebihi
nilai normal. Batas – batas normal (WHO) untuk TD sistolik adalah 160 mmHg
dan diatolik 90 mmHg. Nilai – nilai sistolik 140 – 160 mmHg dan diastolik 90 –
95 mmHg perlu diwaspadai.
Klasifikasi hipertensi
Efek samping
Kontraindikasi
Pemberian secara bersama-sama dengan diuretika hemat kalium atau obat – obat
lain yang menaikkan kadar kalium dalam serum (misalnya heparin), dapat
mengakibatkan suatu peningkatan kadar kalium. Pemberian sama – sama dengan
antihipertensi lain menguatkan efek penurunan tekanan darah. Fenobarbital
menurunkan availabilitas. Losartan dan metabolit – metabolit (< 20 %).
Simetidin menaikkan availabilitas sistemik losartan metabolit – metabolit ( > 20
%).
14. Spasmolitik
Spasmolitik adalah obat – obat yang melemaskan otot – otot polos
Klasifikasi
Spasmolitik neurotrop : zat – zat dengan sifat – sifat antikolinergik (
lihat parasimpatolitik)
Spasmolitik muskulotrop (Papaverin) : zat – zat dengan efek langsung
pada otot – otot polos
Spasmolitik neurotrop – muskulotrop (kamilofin, Drofenin) ; zat – zat
dengan sifat – sifat kolinolitik dan muskulotrop – spasmolitik ; terutama
bekerja pada lambung dan usus, kandung empedu dan saluran
pembuangan urin.
Penggunaan terapi
Kejang bronki, saluran Lmbung – usus, saluran kemih dan uterus.
Spasmolitik muskulotrop
Papaverin, Moksaverin ( kollateral)
Penggunaan terapi
Papaverin : per oral pada kejang di daerah lambung, usus dan saluran
urogenital serta juga pada gangguan sirkulasi perifer dan koroner
Maksoverin : pada gangguan sirkulasi perifer, sentral (arterial ) dan koroner
serta pada infark miokard
Farmakodinamik
Mekanisme kerja : tidak jelas (penghambat fosfodiesterase, antagonis
kalmodulin)
Efek – efek
Papaverin : Alkaloid opium tanpa efek sentral ; meneklan konstraksi semua otot
– otot polos tanpa selektivitas
Moksaverin : 2 kali lebih efektif daripada papaverin, absorpsi lebih baik dan
lama efeknya lebih panjang
Farmakokinetik
t1/2 metabolisme
Efek samping
Papaverin : nafsu makan hilang, mulut kering, obstipasi, vertigo, lelah,
gangguan fungsi hati (jarang)
Maksoverin : rangsangan gairah
Kontraindikasi
Papaverin : syok, hipotensi, insufisiensi jantung, kerusakan hati, glaucoma,
adenoma prostat, atoni usus dan kandung kemih, bayi dan balita, kehamilan dan
masa menyusui
Maksoverin : pendarahan lambung akut.
Interaksi
Papaverin : efek hiperaditif (berkurangnya penyebaran rangsang pada jantung)
pada pemberian bersama sama kinidin
15. Bronkospasmolitik
Klasifikasi
1. Teofilin
2. Simpatomimetik
3. Antikolinergik
4. Antagonis reseptor leukotrien
a. Teofilin
Farmakodinamik
Mekanisme kerja : teofilin dalam kadar rendah dapat memblokir reseptor
adenosine (A1). Pada konsentrasi terapeutik yang lebih tinggi akan terjadi
penghambatan fosfodiesterase kenaikan kadar CAMP.
Efek – efek
Reaksi – reaksi yang dicetuskan oleh CAMP sebagai “second massanger”
mengakibatkan relaksasi otot – otot bronchial dan penghambatan pengeluaran zat
– zat mediator dari sel – sel mast dan granulosit. Suatu kombinasi dengan beta –
simpatomimetik mengakibatkan obat ini sudah efektif bahkan pada dosis yang
sangat rendah sehingga suatu desensibilisasi dari beta – reseptor dapat dicegah.
Arteriol dan pembuluh kapasitas akan mengalami dilatasi. Pada jantung, teofilin
bekerja inotrop positif dan kronotrop positif pemakaian oksigen bertambah.
Farmakokinetik
bioavibilitas ikatan t1/2 kadar toksik eliminasi
protein plasma
plasma terapeutik
Teofilin 95% 60% 3 jam (perokok), 10 – 20 30 mg/ml 10 % doin
sampai 9 jam mg/ml ginjal tidak
(bukan perokok) berubah
interaksi
β simpatomimetik penguatan efek
linkomisin dan Tsoprenalin penundaan metabolism
Bloker β reseptor bronkodilatasi tidak terjadi
Efek samping
Mentelukast pada umumnya dapat diterima dengan baik. Pada anak – anak (usia
6 14 tahun) terkadang timbul nyeri kepala
Kontraindikasi
Kehamilan dan masa menyusui. Mentelukast menembus sawar plasenta dan pada
hewan ditemukan dalam air susu.
Interaksi
Mentelukast dimetabilisasi melalui sitokrom P450 3A4, maka perlu hati – hati
(terutama pada anak – anak) dengan pemberian bersama fenitoin .
Farmakokinetik
Dosis Konsentrasi plasma Absorpsi
maksimal oral
Levodopa Levodopa dalam kombinasi Sudah setelah 30-60 menit Cepat dan
dengan suatu penghambat baik (80%)
dekarboksilase 200-800 mg/hari;
sedapat mungkin dalam
beberapa takaran dan pemberian
sebagai sediaan retard bila ada
fluktuasi efek. Pagi hari
mungkin diberikan suatu sediaan
bekerja cepat (“starterdosis”).
Takaran diberikan setelah
mungkin (diusakan pemberian
dosis suboptimal) → setelah
bertahun-tahun efek levodopa
melemah (tergantung pada
dosis). Hal yang penting adalah
pengaturan dan penyesuaian
pada jadwal harian masing-
masing individu.
Bioavailabilitas Lama Kerja T1/2 Metabolisme Eliminasi
Levodopa 10-20% Hanya ± 3-5 ± 1,5 Sudah terjadi saat Metabolit :
(metabolism jam jam absorpsi melalui ginjalq
First Pass, yang mukosa lambung-
dicegah dengan hati terjadi
penambahan dekarboksilasi
zat-zat usus dan
penghambat selanjutnya,
dekarboksilase) terutama di hati,
terjadi
dekarboksilase
menjadi
Dopamin;
penguraian lebih
jauh oleh enzim
MAO dan COMT
menjadi asam
dihidroksifenilase
tat (DOPAC) dan
asam
homovanilin.
Efek samping
Disebabkan oleh Dopamin yang terbentuk pada perifer :
Mual, hilang nafsu makan → serangan Dopamin pada pusat muntah di
Medula oblongata
Hipertensi arterial dengan sifat ortostatik
Takikardi
Pengaruh dopaminergik sentral menyebabkan (terutama pada dosis yang lebih
tinggi) :
Hyperkinesia (pada otot-otot kunyah, lidah dan wajah, juga lengan, kaki dan
badan)
Dyskinesia (efek “on-off”, Akinesia “End of Dose”)
Psikosis (hiperaktif, bingung, menghayal, halusinasi depresi)
Farmakodinamik
Mekanisme Kerja : sebagai amin tersier mudah lewat sawar darah otak dan
masuk ke SSP’ disini Bipiridin bekerja sebagai antagonis kompetitif pada m-
kolinoseptor → hiperaktivitas kolinergik di SSP (disini terutama di stiatum)
diredakan. Memang efek antikolinergik tidak hanya selektif sentral, melainkan
juga ada efek antikolinergik perifer terutama pada dosis yang lebih tinggi (lihat
efek samping).
Farmakokinetik
Absorpsi Bioavailabilitas Ikatan t½ Metabolism Eliminasi
oral Protein
Plasma
Biperidin Cepat dan ± 30% ± 93% 11-21 Sejumlah Ginjal
hampir (metabolisme jam besar
lengkap; First Pass) diuraikan
konsentrasi secara
plasma oksidasi
maksimal
setelah ±
1,5 jam
Efek samping
Efek antikolinergik perifer : midriasis, kelumpuhan akomodasi, mulut
kering, obstipasi, retensi urin, takikardi, kulit jadi merah dan panas, pada
pemberian parenteral terjadi juga penurunan tekanan darah.
Efek samping sentral : rasa lelah, vertigo, linglung, pada dosis lebih tinggi
juga kegelisahan, kebingungan serta simtomatik psikotik. Gangguan ingatan
dan peningkatan sikap agresif serebral, euforia.
Sekali-kali ruam kulit alergik.
Bahaya ketagihan.
Kontraindikasi
Glaukom sudut sempit, adenoma prostat dengan pembentukan sisa urin, stenosis
mekanik di saluran lambung usus, mengkolon, myasthenia gravis, gangguan
angina pectoris, takiaritmia.
Perhatikan : karena adanya efek samping, pemberian dosis diusahakan serendah
mungkin. Dosis arahan pada orang dewasa 4-12 mg/hari, sedapat mungkin dibagi
3-4 dosis. Untuk antikolinergik sentral lain seperti mis. Triheksifenidil (Artane®)
Bomaprin (Sormodren®) dan Metiksen (Tremanit®) berlaku efek-efek dan efek
samping yang sama.
Agonis Dopamin
Ergolin : Bromokriptin (Pravidel®), pergolidmesilat (Parkotil®), Lisurid
(Deporgin®), Cabergolin (Cabaseril®)
Alkaloid ergot : α-Dihidroergotriptin (Cripar®)
Derivat Aminobenzatiozol : Pramipeksol (Sifrol®)
Derivat Feolindolon : Ropinirol (Requip®)
Penggunaan terapi
Terpai tambahan untuk sindrom Parkinson bersama dengan lecodopa, pada
penderita berusia < 55 tahun juga dapat sebagai monoterapi awal. Selain itu
Bromokriptin juga untuk : hiperprolaktinemia (menghentikan ASI, galaktorea,
gangguan ovulasi), akromegali.
Farmakodinamik
Efek-efek : stimulasi langsung terhadap reseptor-reseptor Dopamin pascasinaps,
pengurangan produk prolactin dan somatotropin.
Farmakokinetik
Ikatan protein t½ Ikatan reseptor
plasma
bromokriptin 95% 3-6 jam D1 < D2
Pregolidmesilat 91% 15-42 jam D1 = D2
Lisurid 65% 2-3 jam D1 < D2 (5-HT)
Kabergolin 40% 65 jam D1 < D2
α-Dihidroergotriptin 55% 10-19 jam D1 < D2
Pramipeksol ? 3 jam D1 < D3
Ropinirol ? 3-10 jam D2
Efek samping
Mual, vertigo, obstipasi, kegelisahan vasomotorik, halusinasi, diskinesia,
disregulasi ortostatik
Kontraindikasi
Gangguan jantung berat, insufisiensi hati dan ginjal.
Antagonis NMDA
Amantadin (PK-Merz®), Budipin (Parkinsan®)
Penggunaan terapi
Amantadin : sindrom Parkinson dengan hipokinesia atau akinesia simtom
utama, neuralgia zoster, profilaksis dan terapi infeksi influenza-A (pada
mulanya Amantadin dikembangkan sebagai visrustatikum), peningkatan
“vigilance” pada gangguan kesadaran dan koma karena berbagai penyebab.
Perhatikan : Obat pilihan pada krisis akinetik !
Budipin : terapi kombinasi pada penyakit Parkinson, yang sangat baik untuk
tremor.
Farmakodinamik
Efek-efek :
Antagonistik pada reseptor NMDA
Efek pelepasan Dopamin dan Antikolinergik lemah
Kerugian : Amantadin kehilangan efek setelah beberapa minggu
Farmakokinetik
Dosis Absorpsi t½ Eliminasi
Amantadin 200-600 mg/hari >90% 10-15 Renal
Krisis akinetik : jam
sampai 200 mg/hari
Budipin 30 – 60 mg/hari 100% 27,5
jam
Efek samping
Keluhan GIT, eritema, bicara tidak jelas, ataksia, bingung, halusinasi, kencing
tertahan, rasa lelah.
Kontraindikasi
Insufiensi jantung berat, glaucoma sudut sempit, keadaan sensitive dan bingung.
Penghambat COMT
Tolkapon (Tasmar®), Entakapon (Contess®)
Penggunaan terapi
Terapi kombinasi dengan levodopa, terutama pada pasien dengan fluktuasi efek.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja : hambatan perifer dan sentral (Tolkapon) atau hambatan
perifer murni (Entakapon) dari katekol-O-Metiltransferase → hambatan pada
penguraian levodopa.
Reduksi lebih lanjut dari 3-O-metildopa (metabolit Levodopa nonaktif, yang
bersaing dengan Levodopa untuk masuk ked alma SSP) → Tolkapon dan
Entakapon mengurangi dosis Levodopa yang diperlukan sekitar 30 atau 20% dan
mengurangi fluktuasi efek dengan memperpanjang fase On sampai 30% dan
perpendekan yang sesuai dari fase Off.
Farmakokinetik
Tolkapon Entakapon
Dosis 3x 100-200 mg/hari 200 mg/hari bersama-
sama dengan setiap dosis
Levodopa / penghambat
dekarboksilase sampai
maks. 2000 mg/hari
Absorpsi Lengkap setelah Berbeda-beda 35%
bioavailabilitas pemberian oral 65%
Ikatan protein plasma 99,9% 98%
tmax Setelah 1-2 jam Setelah1 jam
t½ 2-3 jam 30 menit
Metabolisme Konjugasi pada suatu
glukuronida nonaktif oleh
glukuroniltransferase
Eliminasi Metabolit sampai 60% di Metabolit sampai 20% di
ginjal dan 40% melalui ginjal dan 80% melalui
feses feses
Efek samping
Diare, nyeri kepala, berkeringat, mulut keirng, nyeri abdominal, peningkatan
kadar transaminase, pewarnaan urin
Dopaminergik : diskinesia, mual dan muntah, gangguan tidur, keluhan
ortostastik, halusinasi.
Kontraindikasi
Insufisiensi hati berat, insufisiensi ginjal berat, pemberian bersama dengan
penghambat MAO-A dan MAO-B yang selektif, feokromosituoma, masa
menyusui.
Catatan : karena bahaya kerusakan hati berat, Tolkapon pada tahun 1988 di
Negara-negara Eu ditarik dari perdagangan sampai ada pemberitahuan.
Penghambat MAO-B
Selegilin (Movergan®)
Perhatikan : selegilin memiliki pusat asimetri; untuk terapi, kini hanya digunakan
enantsiomer yang memutar ke kiri karena bekerja lebih kuat.
Penggunaan terapi
Untuk terapi kombinasi dengan Levodopa + penghambat dekarboksilase pada
sindrom Parkinson. Ada perbaikan yang nyata dari simtomatik On-Off pada
stadium awal.
Farmakodinamik
Efek utama : pada sosis terapeutik menghambat Monoaminoksidae-B (MAO-B)
secarra irreversible, namun selektif ; MAO-B bertanggung jawab untuk
penguraian Dopamin intraneural. Dengan demikian, suatu konsentrasi Dopamin
yang lebih tinggi tercapai di sistem nigrostriatum.
Mekanisme kerja yang lain :
- Hambatan Dopamin-reuptake di neuron prasinaps
- Hambatan pada autoreseptor prasinaps → peningkatan pelepasan Dopamin
Perhatikan : selgilin bekerja neuroprotektif dengan hambatan pembentukan radikal
O2 yang neurotoksik → penelitian membuktikan bahwa dalma kombinasi dengan
Levodopa atau suatu agonis Dopamin pada tahun pertama terjadi sedikit pengurangan
dalam proses penyakit, namun untuk jangka panjang ternyata tidak ada efek positif.
Farmakokinetik
Selegilin
Dosis 5-10 mg/hari dengan satu dosis tunggal pad apagi hari
atau terbagi 2 dosis, pagi dan sore. Dosis Levodopa dalma
kombinasi dengan Selegilin dapat dikuarangi sampai
30%, dan dapat di pertahankan lebih lama pada tingkat
rendah.
Absorpsi 70-80%
Bioavailabilitas ± 94%
Ikatan protein plasma Penguraian oksidatif dengan jalan N-demetilasi atau N-
desalkilasi menjadi desmetildeprenil, amfetamin dan
metamfetamin
Metabolisme Metabolit terutam melalui ginjal
Eliminasi
Efek samping
- Terangsang menjadi histeris hingga psikosis
- Hipotensi
- Mual, nyeri kepala, udem.