Vous êtes sur la page 1sur 46

1.

Sistem saraf vegetative


Sistem saraf vegetative diklasifikasikan dalam 2 sistem, yang berada
dalam keseimbangan fisiologis satu dengan yang lainnya : sistem simpatik dan
parasimpatik. Keduanya terhadap organ tubuh yang dipengaruhi oleh sistem saraf
vegetatof memberikan efek-efek fungsional berlawanan, yang terkoordinasi
secara cermat. Stimulasi terhadap sistem simpatik mencetuskan rekasi-reaksi
ergotrop, misalnya aktivasi jantung, peredaran darah dan pernafasan,
perombakan cadangan lemak, mobilisasi cadangan glikogen, dan lain-lain.
Dengan demikian, kenaikan tonus simpatis memungkinkan kapasitas meningkat
dalam situasi tertentu, misalnya pada waktu melarikan diri. Saraf simpatik dan
parasimpatik tersusun atas dua neuron yang berkaitan satu di belakang yang lain
dan saling bersimpul melalui pengatur hubungan yaitu ganglion.
2. Farmakologi sistem saraf parasimpatik
a. Transimisi rangsang
Impuls yang keluar dari sistem saraf pusat dikirim ke ganglia
parasimpatik, lalu ditempat tersebut . Asetilkolin meneruskan impuls ke serat-
serat pascaganglion. Rangsangan pada ujung-ujung saraf parasimpatik
mengakibatkan curahan asetilkolin dari dalam vesikel.

b. Sintesis dan penyimpanan asetilkolin


Di dalam sinaps, asetilkolin disintesis dari kolin dan asetil koenzim A
dengan bentuk katalisator kolinasetitransferase dan disimpan dalam vesikel.

c. Penguraian asetilkolin (akhir dari efek farmakodinamik)


Asetilkolin dinonaktifkan secara hidrolisis oleh asetilkolinesterase yang
bersifat spesifik. Hasil reaksi yang di peroleh asam astetat dan kolin yang
secara aktif di transportasi lagi ke dalam akson.
1) Reseptor asetilkolin
- Reseptor muskarinik terdapat pada:
a) Sistem parasimpatik pascaganglion
b) Sistem saraf pusat

- Reseptor nikotinik terdapat pada :


a) Ganglia vegetative
b) Lempengan ujung saraf motoric dari otot-otot lurik
c) Sistem saraf pusat
d. Klasifikasi obat yang bekerja pasa sistem parasimpatik
1) Parasimpatomemitik kerja langsung : merangsang reseptor parasimpatik
seperti asetilkolin
2) Parasimpatomemitik kerja-tidak langsung: meningkatkan konsentrasi
asetilkolin pada sinaps dengan cara menghalangi peruraian asetilkolin
3) Parasimpatolitik : antagonis kompetitif pada reseptor pada tipe asetilkolin
tipe muskarinik.
4) Antiparasimpatotonik : mempengaruhi transmisi rangsang neuromuscular
dengan serangan prasinaps
3. Parasimpatomimetik
a. Prinsip struktur umum
- Nitrogen kuartener (untuk pengikatan pada “pusat anionik” dari
resptor)
- Gugus ester (untuk ikatan “pusat esteratik” dari reseptor)
b. Klaisifikasi
- Parasimpatominetik kerja langsung
- Parasimpatominetik kerja tidak langsung
c. Penggunaan terapi
Local : glaucoma sudut sempit (→ Pilokarpin, Fisostigmin, Neostigmin)
Sistemik : gangguan ritem jantung takikardi, atoni usus dan kandung kemih
intoksikasi dengan zat-zat mirip kurare.
d. Farmakodinamik
Efek terhadap :
- Lambung : kenaikan tonus, morbiditas dan sekresi
- Kelenjar keringat : peningkatan sekresi
- Kandung kemih : kontraksi muskulus detrusor
e. Kontraindikasi :
Jantung tkikardia, asma bronkial dan hipertiroidisme.
4. Parasimpatomimetik kerja langsung

Karbokal, muskarin, arekolin, pilokarpin, oksotremonin

Muskarin, arekolin dan oksotremonin mempunyai efek eksperimental, tetapi tidak


ada efek terapeutik

Yang digunakan untuk terapu :

- Karbakol, suatu ester kolin


- Pilokarpin, alkaloid utama dari daun jaborandi

Efek samping : gangguan fungsi jantung, diare, berkeringat, mual, muntak dan
kejang akomodasi.

Kontraindikasi : insufisiensi jantung, asma bronkial, dan hipertiroidisme.

5. Parasimpatomimetik kerja tidak langsung

Penggunaan terapi :

a. Glaucoma sudut sempit


b. Atoni kandung kemih
c. Atoni lambung dan usus
d. Untuk perbaikan penghantaran rangsang pada miastenia gravis

Mekanisme kerja: penghambat kolinestrase mengurangi kecepatan penguraian


setilkolin dengan cara blockade molekul-molekul kolinesterase. Dengan demikian
peningkatan kadar asetilkolin akan terjadi dan pengaruh parasimpatikus
bertambah. Terutama pada sinapsi dengan reseptor muskarin, efek kolinomimetik
ini akan nyata. Pada dosis yang lebih tinggi, reseptor nikotinik juga akan
terangsang.

Gejala : bradikardi ekstrem, hipotensi, kelumpuhan otot, dan peredaran darah.

6. Parasimpatolitik

Klasifikasi:

a. Alkaloid belladonna dan derivatnya


b. Parasimpatolitik dengan berbagai sumber

Penggunaan terapi

a. Kejang otot polos


b. Gangguan ritem jantung bradikardi
c. Terapi ulkus
d. Premedikasi untuk anastesi

Efek-efek yang timbul:

Asetilkolin parasimpatolitik mempunyai afinitas tinggi untuk reseptor-


reseptor muskarinik, tetapi tidak mempunyai aktivitas intrinsic karena tidak
terjadi perangsangan. Oleh karena itu, fungsinya adalah sebagai antagonis
kompetitif. Semua efek asetilkolin di perlemah karena adanya hambatan ini.
Penurunan tonus parasimpatik menyebabkan efek-efek berikut:

a. Percepatan frekuensi jantung


b. Pelebaran pembuluh darah kulit
c. Midriasis dan gangguan akomodasi

Kontraindikasi

a. Glaucoma
b. Pada sclerosis coroner, dosis yang meningkatkan jantung dapat
membahayakan jiwa.
Penggunaan terapi

 Atropin:
- Pada kejang otot polos sebagai akibat penggunaan opiate
- Pramedikasi pada anesthesia (penghapusan reflex vagus)
- Antidote pada kasus intoksikasi dengan penghambat kolinesterase (alkilfosfat)
- Peningkatan midriasis untuk tujuan diagnostic
 Skopolamin: midriatik, antiemetik pada mabuk perjalanan
 Ipratropium bromida: penyakit saluran pernapasan obtstruktif, bradikardi
 Butilskopolaminiumbromida: spasmolitik

Farmakodinamik
Mekanisme kerja: antagonis kompetitif pada reseptor muskarinik
Efek-efek: sesuai dengan mekanisme kerjanya, semua efek mirip muskarin diperlemah
(lihat Parasimpatolitik, 36).

Farmakokinetik
Absorpsi Ikatan protein t1/2 Metabolisme Eliminasi
oral plasma

Atropin Baik 14-22% 3-4 jam1 sampai 50% Sampai


60% di
ginjal

Skopolamin Baik - 2-3 jam1 >95% Sampai


6% di
ginjal

Ipratropiumbromida 3-6% - sampai 2 jam - -

Lamanya efek (7-10 hari) pada pemakaian local di mata disebabkan oleh ikatan pada
Melanin di iris.
Efek samping
Lihat Parasimpatolitik, 36
Pada Skopolamin, efek pada frekuensi jantung lebih lemah dan pada mata serta sekresi
air liur lebih kuat daripada Atropin. Skopolamin lebih mudah dan lebih cepat masuk ke
dalam SSP dan efek sentral berlawanan dengan Atropin, justru bersifat meredam. Pada
Ipratropium bromida tidak tampak suatu hambatan sekresi bronkial.

Kontraindikasi, Interaksi
Lihat Parasimpatolitik, 36. Masa menyusui adalah dikontraindikasikan untuk Atropin.
Keracunan Atropin
Perhatian: Lebar terapeutik besar !
Gejala: wajah jadi merah, selaput lender kering, denyut nadi naik, kesulitan
menelan, pupil sangat lebar, pada dosis tinggi terjadi hipertermia, eksitasi dan
halusinasi (pada Skopolamin menyebabkan sedasi!), kematian karena napas
berhenti.
Terapi: tindakan untuk mencegah absorpsi dan menurunkan suhu badan. Pada
ancaman kelumpuhan pernapasan, pernapasan buatan dan harus dilakukan
diberikan 2 mg Piridostigmin i. m. sebagai antidot.

7. Parasimpatolitik, obat-obat ulkus


a. Pirenzepin (Gastrozepin)
Penggunaan terapi
 Gastritis, gangguan lambung
 Profilaksis dan terapi ulkus lambung dan duodenum

Farmakodinamik
Mekanisme kerja: Antagonis kompetitif, spesifik pada M, reseptor. Efek selektif
pada vagotomi proksimal
Efek-efek:
 Efek kolinergik terhadap sekresi asam klorida dan pepsin serta pengosongan
lambung dihambat
 Ada kemiripan kimiawi dengan antidepresan trisiklik (misalnya Imipramin),
namun sifatnya lipofilnya lemah sehingga hampir tidak dapat menembus ke
SSP→tidak ada efek sentral
 Tidak ada peningkatan kadar Gastrin (berlawanan dengan H2-bloker)→tidak
ada hipersekresi reaktif

Farmakokinetik
Bioavailabilitas Ikatan t1/2 Metabolisme Eliminasi
oral protein
plasma
Pirenzepin <30% 10% 10-11 Sampai 10% 50% di
jam ginjal
(glomerular)

Efek samping
 Gangguan akomodasi, mulut kering, diare, obstipasi (efek antikolinergik!):
dalam dosis terapeutik dapat diabaikan; Awas: gangguan mengemudi
 Pirenzepin pada dosis terapeutik tidak menimbulkan takikardi
 Sakit kepala
 Alergi

Kontraindikasi
Awas: glaucoma sudut sempit dan gangguan pengosongan kandung kemih
 Kehamilan trimester pertama
 Masa menyusui
Interaksi
Berdasarkan mekanisme kerja yang berbeda, suatu kombinasi dengan H2-
Antagonis akan mengakibatkan efek hambatan sekresi asam menjadi lebih kuat.

b. Toksin botulinum
Botulinustoksin A, sin. Toksin Clostridium botulinum tipe A (BOTOX)
Golongan: Antiparasimpatotonik

Penggunaan terapi
Botulinustoksin A dipakai untuk pengobatan simtomatis blefarospasmus idiopatik
(kejang kelopak mata), Torticollis yang berotasi dan posisi ujung kaki dinamis
sebagai akibat kejang. Cara terapinya ialah dengan penyuntikan langsung
kedalam otot-otot yang kejang. Efek akan berkembang dalam 1-3 hari dan dapat
bertahan beberapa bulan.

Farmakodinamik
Mekanisme kerja: Penghantaran impuls ke lempeng akhir neuromuscular
diblokir dengan cara merintangi pembebasan eksositotis asetil-kolin di celah
sinaps.
Efek-efek: Botulinustoksin A adalah suatu kompleks protein dari Clostridium
botulinum, suatu pembentuk spora yang anaerob dan tergolong sebagai salah satu
racun yang terkenal paling keras. Toksin berikatan dengan reseptor dalam
jangkauan lempeng akhir neuromuscular, lalu masuk secara aktif ke dalam
aksoplasma dan di tempat ini bekerja secara irreversible sebagai enzim
proteolitik pada struktur-struktur, yang di dalam sel-sel saraf mengatur
eksositosis asetilkolin. Sekitar delapan minggu setelah pemberian toksin,
penghantaran impuls dapat berlangsung kembali karena pembentukan ujung-
ujung saraf yang baru.
Farmakokinetik
Botulinustoksin A dari tempat pemberiannya masuk secara difusi ke dalam
jaringan-jaringan yang bersebelahan dengan luas jangkauan yang berbeda sesuai
dengan volume larutan injeksi. Data-data tentang metabolismenya tidak tersedia.

Efek samping
 Reaksi-reaksi local pada tempat pemberian sebagai akibat paralisis yang
berlebihan pada musculus orbicularis oculi
 Reaksi-reaksi yang disebabkan oleh teknik pemberian dan penyebaran toksin
 Kenaikan tekanan intraocular
 Ruam kulit yang difus; pembengkakan local pada kelopak mata (selama
beberapa hari)
 Pada penderita dengan berat badan kurang, risiko timbulnya efek yang tidak
diinginkan lebih besar.

Kontraindikasi
 Gangguan umum pada aktivitas otot. Infeksi pada kelopak mata, penggunaan
bersama-sama dengan antibiotika Aminoglikosida dan Spektinomisin,
Tetrasiklin dan Polimiksin harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
 Pemakaian pada anak-anak, kehamilan dan masa menyusui.

Interaksi
Berdasarkan mekanisme kerja, pengaruh timbal-balik dapat terjadi dengan obat-
obat lain yang memengaruhi transmisi rangsang neuromuscular (Aminoglikosida,
Tetrasiklin, Anestetik).
8. Farmakologi system saraf simpatik
Transmisi rangsang
Impuls yang keluar dari SSP dikirim ke ganglia simpatik. Di tempat tersebut,
impuls dihantarkan oleh Asetilkolin (ACh) ke neuron pasca-ganglion. Pada
ujung-ujung saraf simpatik, rangsangan mengakibatkan pengeluaran
Noradrenalin dari dalam vesikel. Pada organ sasaran, Noradrenalin (NA)
mengakibatkanperangsangan reseptor-reseptor khusus. Dalam keadaan darurat,
suatu stimulasi tambahan terhadap sumsum anak ginjal, dengan perantaraan
Asetilkolin, akan mengakibatkan pengeluaran Adrenalin.
Dopamine adalah transmitter pada sinaps di SSP (lihat obat-obat antiparkinson)
Biosintesis Neurotransmiter (Katekolamin)
Fenilalanin
↓ Hidroksilasi hepatic
Tirosin
↓ Tirosinhidroksilase
DOPA
↓ DOPA-dekarboksilase
Dopamine
↓ Dopamin-β-hidroksilase
Noradrenalin (NA)
↓N-Metiltransferase (hanya terdapat di SSP dan sumsum anak ginjal)
Adrenalin
Pengakhiran efek farmakodinamik
 Pengambilan kembali dari dalam celah sinaps ke dalam vesikel prasinaps
 Penguraian enzimatik: COMT (katekolamin-O_metiltransferase)→metilasi
menjadi normetanefrin; MAO (monoaminoksidase)→ deaminasi oksidatif
menjadi aldehid
Adrenoseptor (Subtipe dan Lokasinya)
- α1 (misalnya pembuluh darah kulit, ginjal, limpa, hati, Musculus dilatator
pupillae)
- α2 (pascasinaps di SSP, prasinaps pada neuron simpatis ke-2, trombosit)
- β1 (jantung, ginjal → sel-sel jukstaglomerular, jaringan lemak)
- β2 (otot-otot bronkial, uterus, pembuluh darah otot-otot rangka, hati, sel-sel
mast)
α2-Reseptor prasinaps = hambatan pengeluaran NA (mencegah stimulasi yang
berlebihan)
Reseptor dopamine terdapat di arteriola ginjal (D1) dan SSP (D2)
Klasifikasi Obat yang Bekerja pada Sistem Simpatik
a. Simpatomimetik
 Simpatomimetik kerja-langsung
- α-Simpatomimetik (local; dipakai sistemik)
- β-Simpatomimetik (β2-selektif; nonselektif)
 Simpatomimetik kerja-tidak langsung
b. Simpatolitik
- α-Simpatolitik (α1-selektif; nonselektif α-agonis maupun β-agonis)
- β-Simpatolitik (β1-selektif; nonselektif)
c. Antisimpatotonik
Mekanisme pada organ sasaran
Setelah melewati celah sinaps, neurotransmitter berikatan pada reseptor
pascasinaps dan menimbulkan efek-efek farmakodinamik yang sesungguhnya.
Berikut ini dijelaskan dua mekanisme (reaksi rantai sinyal) untuk masing-masing
reseptor.
β1/β2 dan D1-Reseptor
Stimulasi adrenilatsiklase
 Kompleks hormon-reseptor menstimulasi suatu ptotein G (= protein yang
mengikat GTP)
 Gugus α dari protein G ini mengaktifkan adenilatsiklase
 Adenilatsiklase mengubah ATP menjadi cAMP sebagai “second messenger”
 Lalu cAMP mengaftifkan suatu proteinkinase A, yang mampu mengaktifkan
protein-protein tertentu dengan jalan fosforilasi misalnya membuka kanal
Ca2+ sehingga mencetuskan reaksi-reaksi yang diperantarai oleh Ca2+.
α1-Reseptor/α2-Reseptor
stimulasi fosfolipase C
 Kompleks hormon-reseptor menstimulasi suatu protein G (=protein yang
mengikat GTP)
 Gugus alfa protein G ini mengaktifkan fosfolipase C
 Fosfolipase C mengkatalisis pemecahan Fosfatidilinositol-4,5-bifosfat
(=PIP2) dan pembentukan Inositoltrifosfat (=IP3) dan Diasilgliserol (=DAG)
sebagai “second messenger”.
 IP3 meningkatkan kadar Ca2+ intraseluler (pembebasan kalsium dari reticulum
endoplasma)
 DAG mengaktifkan Proteinkinase C, yang mampu mengaktifkan protein-
protein tertentu dengan jalan fosforilasi (misalnya pengaktifan Lipokortin)

9. Simpatomimetik
Simpatomimetik adalah zat-zat yang mencetuskan reaksi adrenergic.
Zat-zat dan afinitasnya terhadap adrenoseptor (selektivitas)
Adrenalin : α1 + α2 + β1 + β2
Noradrenalin : α1 + α2 + β1
Fenilefrin : α1
Klonidin : α2
Isoprenalin : β1 + β2
Fenoterol : β2
Dopamin: Reseptor dopamine (D1 + D2) + α1 (pada dosis tinggi) + β1
Prinsip struktur umum
Struktur dasar feniletilamin; gugus –OH pada cincin dan di rantai: substitusi pada
atom N
Hilangnya gugus OH → (bioavailabilitas oral yang lebih baik + daya tembus SSP
↑)
Besarnya gugus substituent pada N menentukan selektivitas terhadap β –reseptor
Enansiomer R-(-)-20-50 kali lebih aktif daripada bentuk S-(+)

Organ/jaringan Efek simpatik Tipe reseptor yang


bertanggung jawab

Jantung/peredaran darah Frekuensi jantung ↑/ β1


kontraktilitas ↑,
kecepatan hantaran ↑

Pembuluh darah:

Ginjal, kulit dan endotel, Kontraksi α1

Otot-otot, pembuluh darah Dilatasi (kontraksi) β1 (α1)


coroner
Dilatasi D1
Arteriola ginjal

Lambung/usus:

Motilitas Berkurang α1

Kandung empedu dilatasi β1

Ginjal/saluran kemih:

Sel-sel jukstaglomerular Sekresi renin β1

Otot-otot dinding kandung Dilatasi β2


kemih
Sfingter Kontraksi α1

Uterus Dilatasi (kontraksi) β2 (α1)

Otot-otot bronkial DIlatasi β2

Mata Midriasis α1

Kelenjar keringat Sekresi Kolinergik

Trombosit Agregasi α2

Pertukaran zat Glikogenesis↑ β2


Glukoneogenesis ↑

Klasifikasi
a. Simpatomimetik kerja-langsung
b. Simpatomimetik kerja-tidak langsung
Efek farmakodinamik dengan contoh Adrenalin dan Noradrenalin
Adrenalin menstimulasi α-dan β-reseptor, yang ambang rangsangnya untuk β
reseptor lebih rendah daripada untuk α-reseptor.
Infus dengan dosis Adrenalin yang rendah:

 Penurunan tekanan darah diastolic (efek β2 pada pembuluh darah > efek α1)
 Peningkatan tekanan darah sistolik (efek β1 terhadap jantung)
 Tekanan darah rata-rata hamper tidak mengalami perubahan

Injeksi dengan dosis Adrenalin yang lebih tinggi:

 Peningkatan tekanan darah diastolic (efek β2 pada pembuluh darah < efek α2)
 Peningkatan tekanan darah sistolik (efek β1 terhadap jantung)
 Tekanan darah rata-rata sebagai resultan naik
Dengan berangsur-angsur hilangnya efek, tekanan darah rata-rata akan turun di
bawah nilai awal, karena ambang rangsang reseptor α tidak dilampaui, tetapi
untuk reseptor β dilampaui.

Pada injeksi Adrenalin terjadi blockade β-reseptor yang mengakibatkan


kenaikan tekanan darah dan dengan berangsur-angsur hilangnya efek, tidak
mengakibatkan penurunan sampai di bawah titik awal.

Blockade α-reseptor pada pemberian injeksi Adrenalin mengakibatkan


penurunan tekanan darah (Adrenalin reversal !).

Noradrenalin (NA) terutama menstimulasi α-reseptor dan dengan lemah β-


reseptor.

Dengan demikian suatu suntikan NA mengakibatkan:

 Kenaikan resistensi perifer (kontraksi arteriola)


 Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolic
 Tekanan darah rata-rata sebagai resultan naik
 Bradikardia reflektonik (regulasi lawan parasimpatik)

Penggunaan terapi Adrenalin dan Noradrenalin


a. Adrenalin :
1) Zat tambahan untuk anestetik lokal (tipe ester asam benzoat)
2) Syok anafilaktjk
3) Serangan Adam-Stokes
4) Pada henti jantung secara i.v. atau intratrakeal

b. Noradrenalin:
1) Lokal pada perdarahan difus
2) Zat tambahan untuk anestetik lokal (tipe ester asam benzoat)
3) Pada berbagai bentuk syok (syok neurogenik)
Kontraindikasi Katekolamin

a. Hipertiroidisme
b. Adanya hipertensi berat
c. Penderita yang menjalani terapi dengan digitalis
d. Adanya sklerosis pembuluh darah (koroner atau serebral)
e. Injeksi NA atau Adrenalin pada ekstremitas
f. Sewaktu hamil, NA dapat mengakibatkan kontraksi uterus
g. Anestesia dengan hidrokarbon terhalogenisasi (sensitisasi sistem transmisi
rangsang untuk katekolamin)

10. Simpatomimetik keria-langsung


Simpatomimetik kerja-langsung berikaitan dengan reseptor adrenergik sebagai
agonis dengan aktivitas intrinsik.

Klasifikasi
a. Zat-zat yang terutarna menunjukkan efek α- simpatomimetik
 Zat-zat yang digunakan sistemik
 Zat-zat yang digunakan lokal
b. Zat-zat dengan efek α- dan β- simpatomimetik
c. Zat-zat yang terutarna menunjukkan efek β- simpatomimetik
 Zat-zat dengan efek β1 dan β2- simpatomimetik
 Zat-zat yang terutama menunjukkan efek β- simpatomimetik

α-Simpatomimetik
α-Simpatomimetik yang kini ada dalam perdagangan terutama berikatan dengan
α-reseptor sebagai agonis dan merangsang baik α1-maupun α2-reseptor.
Simpatomimetik yang digunakan secara sistemik
Norfenefrin (Novadra®), Oksedrin (Effortilor®), Midodrin (Gutron®)
 Penggunaan terapi
Terapi gangguan tekanan darah hipotensi
 Farmakodinamik
Efek-efek: Zat-zat ini dengan kontraksi arteriola meningkatkan resistensi
perifer sehingga menaikkan tekanan darah sistolik dan distolik. Frekuensi
jantung justru turun karena regulasi parasimpatik berlawanan. Biovailabilitas
oralnya sangat rendah ~20% sehingga efek terapinya yang murni masih
diragukan.
 Efek samping
Pada dosis yang besarnya memadai dapat mengakibatkan jantung berdebar,
keluhan yang ada berkaitan dengan angina pektoris dan aritmia ventrikuler.
 Kontraindikasi
Hipertiroidisme, feokomositoma, adenoma prostat dengan pembentukan sisa
urin, hipertensi yang sudah ada.
Penggunaan lokal α-Simpatomimetik (derivat Imidazol)

Xilometalazon (Otriven®), Nafazolin (Privin®), Fenilefrin (Visadron®)


 Penggunaan terapi
Vasokontriksi lokal dan pencuitan selaput lendir yang bengkak, konjungtivitis
alergik, sinusitis dan nasofaringitis.
 Farmakodinamik
Efek: Kontraksi epitel elaput lerdir menciutkan pembergkakan
 Efek samping
Zat-zat ini relatif mudah rnasuk ke SSP karena Sifat lipofilinya tinggi dan
terutarna pada bayi mungkin ada kejadian minp koma. Di samping itu,
halusinast pada balita juga pernah dilaporkan. Pada pemakaian kronis(potensi
ketagihan?), ada bahaya selaput lendir.

 Kontraindikasi
- Rinitis sicca
- Berbahaya pada glaukoma sudut sempit
- α- dan β-Simpatomimetik

Etilefrin (Effortil®), Oksilofrin (Camigen®)


 Penggunaan terapi
Terapi gangguan tekanan darah hipotensi
 Farmakodinamik
Efek-efek: peningkatan tekanan darah yang bertahan karena vasokostriksi
arteriola yang diperantarai α-reseptor, juga adanya efek inotrop dan kronotrop
positf pada jantung karena stimulasi β-reseptor.
 Farmakokinetik
Ketersediaan sistemik pada pemberian oral adalah ~50%
 Efek samping
Pada dosis yarg cukup bnggi dapat menyebabkan jantung berdebar, keluhan
angina pektoris dan ariùnia ventrikuler.
 Kontraindikasi
Hipertroidisme, feokromositoma, adenoma prostat dengan pembentukan sisa
urin, hipertensi yang sudah ada.

β-Simpatomimetik

Simpatomimetik adalah zat-zat yang terutarna β-adrenoseptor


Perarangsangan β1-di jantung mengakibatkan kenaikan frekuensi jantung dan
kekuatan kontraksinya serta penambahan kecepatan transmisi. Suatu β1- reseptor
mengakibatkan pengendoran otot-otot bronkial dan uterus serta pelebaran
pembuluh darah.

Penggunaan terapi

 Bradikardi
 Gangguan transmisi
 Tokolisis
 Bronkolisis
 Vasodilatasi

Klasifikasi

 Zat-zat dengan efek β1 dan β2 yang hampir sama


 Prototipe: Isoprenalin
 Zat-zat dengan terutama efek β2-simpatomimetik
 Prototipe: Salbutamol
 β1 dan β2-Simpatomimetik

Isoprenalin, Orsiprenalin (Alupent®)

Penggunaan terapi

Orsiprenalin dipakai untuk terapi gangguan transmisi (sebelum implantasi suatu


pacemaker). Senyawa-senyawa β2-selektif menggantikan Isoprenalin dan
Orsiprenalin sebagai bronkospasmolitik.
Farmakodinamik

Efek-efek:

 Volume denyut berürnbah (efek β1 )


 Tekanan diastolik turun dengan jelas (efek β2)
 Tekanan sistolik hanya sedikit (stimulasi α yang gagal)
 Terjadi penurunan tekanan rata-rata (berlawanan dengan Adrenalin).

Farmakokinetik

Biovallabilitas Ikatan protein t1/2 Lama Metabbolis


oral plasma kerja me
Orsiprenalin - 1,5 ~ 4 jam -
40% jam

Isoprenalin dan Orsiprenalin merupakan substrat yang buruk untuk MAO


(kehilangan struktur katekol). Lama kerjanya dibandingkan Adrenalin jelas lebih
panjang. Isoprenalin tidak berfungsi karena tingginya First-Pass-Effect dan
waktu paruhnya yang pendek. Pada Orsiprenalin efeknya tidak begitu menonjol.

Efek samping
Gangguan ritme jantung, serangan angina pektoris, rasa Iemah, produksi keringat
beriebihan.

Kontraindikasi

 Seperti pada Adrenalin


 Hiperteroidisme
 Aritmia takikardia
 Hipertensi
 Penyakit jantung coroner
β2-Simpatomimetik "selektif"

Salbutamol (Sultanor®), Fenoterol (Berotec®), Klenbuterol (Spiropent®),


Salmeterol (Serevent®), Formoterol (Foradit® P)

Zat-zat ini menstimulasi terutama β2-reseptor. Selektivitas ini hanya bersifat


relatif, karena pada kadar yang leblh tinggi, β1-reseptor juga distimulasi sehingga
pertu diperhitungkan efek-efek samping pada jantung.

 Penggunaan terapi
- pada asma bronkial sebagai bronkospasmolitik pilihan pertama
(kebanyakan sebagai aerosol terukur)
- sebagai tokolitik pada his sebelum waktunya dan ancaman aborsi
- sebagai vasodilator pada gangguan sirkulasi perifer
 Farmakodinamik

Efek-efek: relaksasi kuat terhadap otot-otot bronkial, uterus. Dengan


Salmeterol dan Formoterol, tersedia β2-simpatomimetik kerjasama secara
inhalasi, berlawanan dengan Salbutamol dll. Onset kerja Salrneterol agak
lambat (kira-kira 20 menit), sebaliknya onset Formoterol cepat seperti
Salbutamol, dengan efek yang berlangsung lama seperti pada Salmeterol.

 Farmakokinetik

Dosis Absorbsi Ikatan Protein t1/2 Lama Eliminasi


Plasma Kerja

Salbutamol Individual 78-98% - ~2 jam 4-6 Ginjal


jam (~80)

3 x 2,5 mg/hari
(Bronkospasmolisis)
~6 ginjal
Fenoterol ~60% - ~2 jam
Tiap 3-6 jam 5 mg
(tokolisis) jam

Klenbuterol Individual (tokolisis) ~100% - 34 ~10 ginjal


jam jam

Salmeterol dan Formoterol hanya diginakan secara inhalasi. Setelah inhalasi,


hamya dosis yang masuk ke bronnki, kira-kira 70-80% tertelan dan diabsorpsi,
namun, hampir seluruhnya dieliminasi prasistemik oleh hati (Firts Pass Effect)

 Efek samping

Tekanan di kepala, rasa takut, pada dosis yang tinggi menyebabkan takikardi,
takiaritmia, gelisah, tremor pada ekstremitas.

Klenbuterol: penyalahgunaaan untuk menggemukkan anak sapi dan sebagai


anabolikukm pada olah raga prestasi.

Awas: Pemakaian dosis tinggi untuk jangka waktu lama dapat menyebabkan
takhifolaksis (Inteernalisasi β-reseptor -> pengurangan kepekaan). Bila dosis
dinaikkan, dapat terjadi efek samping yang berrat pada jantung. Selain itu
selama terapi dapat terjadi kenaikkan kadar glukosa (efek pada pertukaran zat
yang disebabkan β2) -> gula darah perlu dipantau.

 Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap katekolamin, hipertiroidisme, aritmia takikardi,


hipertensi, penyakit jantung koronerr, diabetes melitus, kehamilan harus
diwaspadai untuk indikasi pada trisemester ke-1.
11. Simpatomimetik kerja-tidak langsung
Simpatomimetik kerja-tidak langsung bekerja dengan jalan mernbebaskan
Noradrenalin (NA) dan/atau dengan menghambat reinkorporasl ke dalam vestkel
depotnya. dengan demikian, titik tangkapnya adalah pada prasinaps di retikulum
terminal. Prasyarat untuk dapat berefek
a. Zat-zat itu harusdapat masuk ke dalam neuron
b. NA harus tersedia dalam jumlah yang cukup

Apabila persediaan menjadi kosong, mis. oleh Reserpin, simpatomimetik kerja-


tidak largsung dapat bekerja lagi. Dernikian pula suatu efek akan dicegah oleh
zat-zat yang menghalangi masuknya simpatomimetik kerja-tidak langsung (mis.
Kokain, Imipramin). Pada pemberian yang berulang kali (terutama dalam dosis
tinggi), akan terjadi kekosongan persediaan (takifilaksis) dan penurunan efek
secara cepat.

Obat-obat tipikal yang dapat mewakili

a. Efedrin dan derivat-derivatnya


b. Amfetamin
c. Tiramin
d. Ameziiiniummetilsulfat
 Penggunaan terapi
a. Efedrin sekarang hanya digunakan lokal untuk pembengkakan mukosa
(salep hidung,obat tetes hidung); dahulu dipakai untuk bronkitis dan
Asma bronkial.
b. Diastereomer dan derivat-derivat Efedrin terutama digunakan sebagai
obat pengendali nafsu makan(sifat lipofil yang lebih tinggi -> daya
tembus ke SSP ).
c. Ameziniummetilsulfat (Supratonin®) digunakan sebagai antihipotensi.
d. Amfetaminn (Metilfenidat [Ritalin®]) dalam kasus-kasus tertentu dengan
alasan yang kuat digunakan untuk terapi sindrom hiperkinetik pada balita.
e. Tiramin tidak memiliki khasiat terapeutik (lihat interaksi).
 Efek samping
a. Gangguan tidur, kegelishan motorik, mudah tersinggung, ketakutan, tremor
b. Pada orang usia lanjut, miksi menjadi lebih sulit.
 Kontraindikasi
Seperti pada Adrenalin
a. Hipertiroidisme
b. Takikardi
c. Hipertensi
d. Penyakit jantung koroner
e. Glaukoma sudut sempit

 Interaksi
Konsurnsi makanan yang mengandung tiramin (keju, anggur merah) pada
waktu bersamaan dengan terapi yang menggunakan obat-obat penghambat
MAO (Tranilisipromin [Jatrosom®N]) dapat mengakibatkan krisis tekanan
darah.

12. Simpatolitik
Simpatolitik adalah zat-zatyang berikatan secara kompetitif pada adrenoreseptor
tanpa merangsangnya.

Klasifîkasi
Secara garis besar α-simpatolitik dapat dibagi dalam dua golongan:
a. α1-dan α2-Simpatolitik nonselektif
- Alkaloid sekale yang terhidrogenasi
- Fentolamin
- Tolazolin
- Fenoksibenzamin (zat penghambat irreversibel)

b. α1-Simpatolitik selektif
- Prazosin
- Terazosin
- Altuzosin
- Dokszosin

ß-Simpatolitik dapat dibagi sebagai berikut:

a. Bloker ß-reseptor nonselektif


b. Bloker β1-reseptor selektif
c. Bloker ß-reseptor dengan aktivitas agonis parsial (=PAA atau ISA)

α-Simpatolitik

Alkaloid Sekale yang terhidrogenasi

Dihidroergotamin (Dihydergot®), Dihidroergotoksin (Hydergin®)

Alkaloid tidak rnemiliki efek yang rumit. Senyawa-ænyawa yang terhidrogenasi


(Dihidrgotamin dan Dihidroergotoksin) memiliki sifat-sifat α-simpatolitik yang
menonjol. Di samping itu, senyawa tersebut juga mempunyai komponen α-
simpatomemitik tertentu serta afinitas untuk reseptor-reseptor serotonin dan
dopamin, sedangkan pada senyawa-senyawa yang tidak terhidrogenasi
(Mesegrid, Ergotamin) memberi pengaruh yang lebih kuat.

Penggunaan terapi

a. Dihidroergotamin Terapi untuk diregulasi ortostatik dan profilaksi trombose,


selain itu untuk terapi interval pada migraen.
b. Dihidroergotamin Terapl untuk disregulasi ortostatik dan penurunan tekanan
darah pada pendenta htpertensi yang berusia lanjut

Farmakodinamik

Efek-efek : Oleh efek α tejadi pelebaran pembuluh-pembuluh darah dan


penurunan tekanan darah. Komponen agonis-α hanya berpengaruh lemah.
Dihidroergotamin bekerja memberikan tonus pada vena. Kedua senyawa berefek
kontraksi lemah pada

Dosis (oral) Biovailabilitas t1/2


Dihidrgotamin 2 mg/hari ~0,5% ~2jam
Dihidroergotoksin 1-2 mg/hari ~ 10% ~2-4jam

Efek samping

Mual dan muntah (efek dopaminergik), gangguan gastrointestinal, hidung kering,


penurunan tekanan darah yang tidak dikehendaki, bradlkardi.

Kontraindikasi

Kehamilan, insufisiensi koroner berat.


Fentolamin, Tolazolin, fenoksibenzamin

Penggunaan terapi

1. Fentolamin: terapi krisis hipertensi dan feokromositoma


2. Tolazoline: terapi local pada gangguan aliran darah di mata
3. Fenoksibenzamin: mengatasi krisis hipertensi pada feokromositoma dan
profilaksis sebelum operasi pada tumor sejenis dan pada kenaikan patologis
tonus sfingter kandung kemih.

Farmakodinamik:

Efek samping dari fenoksibenzamin menginhibisi secara irreversible dengan


jalan alkilasi sehingga mengakibatkan efek relaksasi yang bertahan lama pada
otot polos, yang baru dapat di akhiri dengan pembentukan reseptor – reseptor
baru.

Kontraindikasi

Kehamilan dan masa menyusui, insufisiensi jantung yang berat

Alkaloid Belladonna dan Derivatnya

Atropine, skopolamin, ipratropiumbromida, butilskopolaminbromida

Prazosin, Terazosin, Alfuzosin, Doxazosin

Penggunaan terapi:

1. Prazosin : terapi hipertensi essensial, gangguan sirkulasi perifer, pengobatan


krisis hipertensi pada feokromositoma.
2. Terazosin: terapi hipertensi essensial
3. Alfuzosin: pengobatan simtomatik hipertrofi prostat jinak
4. Doxazosin: hipertensi essensial dan pengobatan simtomatik BPH

Efek samping:

1. Takikardia (jarang)
2. Gangguan ejakulasi
3. Retensi air dan natrium reflektoris
4. Hipertensi ortostatik

Kontraindikasi

1. Masa hamil dan menyusui


2. Anak-anak < 12 tahun
3. Insufisiensi jantung kronis dan hipertensi pulmonal yang berat

Propranolol, Oksprenolol, Metoprolol, Atenolol, Nadolol, Sotalol

Indikasi utuma : hipertensi, angina pektoris, IMA, dan profilaksis sekunder,


berbagai aritmia takikardi, keadaan ketakutan, tremor dan glaucoma.

Farmakokinetik

1. Profil bloker tergantung pada bloker farmakokinetik berdasarkan sifat-sifat


lopofilnya.
2. Setelah pemberian oral obat di absorpsi sempurna
3. Mengalami metabolism yang menonjo. Besar kecilnya efek tersebut
tergantung individu.
4. Biovalibilitas yang kecil
5. Waktu paruh eliminasi yang relati pendek
6. Lama efek lebih Panjang dengan faktor 2-3 karena sebagian metabolic masik
aktif secara farmakologi.
7. Menembus sawar darah otak
8. Eliminasi: hepatic
9. Dosis diberikan beberapa kali dalam sehari.
10. Kuota absorpsi berkurang
11. Kadar plasma relative konstan
12. Waktu paruh eliminasi relative Panjang
13. Eliminasi semata-mata diginjal dalam bentuk tidak berubah, yang berarti
bahwa pada ginjal yang sudah berkurang perlu dilakukan penyesuaian dosis.
14. Dosis pada umumnya cukup 1x sehari

Efek samping

1. Kardiovaskuler: gangguan sirkulasi hipotensif, sinus bradikardi, syok


kradiogenik, asistol
2. Sistem saraf pusat: nyeri kepala, vertigo, gangguan tidur, halusinasi
3. Bronkokonstriksi
4. Hipoglikemia: memburuk pada penderita diabetes usia muda dengan
kecendrungan ketoasidosis. Karena penundaan pengembalian kadar gula
darah ke level yang lebih tinggi, reaksi-reaksi hipoglikemia yang
membahayakan dapat terjadi. Selain itu, pada penderita ini blokadi β
menyebabkan tidak adanya gejala tanda bahaya yang distimulasi oleh saraf
simpatik.
5. Gangguan sirkulasi perifer yang memburuk
6. Krisis hipertensi

Kontraindikasi

1. Syok
2. Asidosis metabolic
3. Gangguan sirkulasi perifer
4. Insufisiensi jantung
5. Blok AV
6. Asma bronkial
7. Bradikardi

Karvedilol, Labetalol, Nebivolol

Penggunaan terapi
1. Karvedilol : hipertensi essensial, angina pektoris kronis stabil, insufisiensi
jantung kronis
2. Labetolol, nebivolol : hipertensi essensial

Mekanisme kerja:

1. Karvedilol (dalam perdagangan sebagai campuran rasemiat) dengan efek


pemblokiran. Berlangsung primer. Selain itu karvedilol dan metabolit
hidroksinya mempunyai sifat-sifat antioksidatif.
2. Labetalol seperti juga pada karvedilol blockade reseptor juga bertanggung
jawab atas pengurangan resistensi perifer. Labetalol memiliki sati PAA dan
bekerja menstabilkan membrane.
3. Nebivolol relaksasi endothelial dengan perantaraan NO bertanggung jawab
untuk vasodilatasi yang kemudian menghasilkan penurunan resistensi di arteri
dan vena. Disini nebivolol menstimulasi sintesa NO yang di induksi oleh ADP
di dalam sel-sel endotel. Nebivolol di antara semua β bloker memiliki sifat
kardioselektif yang paling tinggi, tidak ada PAA dan tidak bersifat
menstabilkan membrane.

Kontraindikasi

1. Syok kardiogenik
2. Emboli paru-paru akut
3. IMA
4. Hipotensi
5. Bradikardi

Klonidin dan metildopa

Penggunaan terapi:

Antisimpatotonik terutama bermanfata sebagai antihipertensi

Mekanisme kerja
1. Klonidin  stimulasi nervus vagus dan hambatan sentral terhadap simpatikus.
Selain efek-efek sentral sehingga resistensi perifer dan tekanan darah turun
2. Metildopa di SSP dimetabolisme menjadi metilnoradrenalin/

Efek – efek:

1. Dilatasi arteriola  resistensi perifer turun, volume sekuncup jantung


berkurang. Tidak terjadi keluhan-keluhan ortostatik, karena reflek-reflek
peredaran darah dipertahankan.
2. Klonidin masih banyak memiliki efek: menekan sentral, ansiolitik, analgesic,
dan menekan simtomatik putus obat pada adiksi opiate.

Efek samping:

1. Sedasi, gangguan potensi


2. Bradikardi
3. Konduksi AV yang makin sulit
4. Kenaikan tekanan darah
5. Pengurangan sekresi cairan lambung dan air liur dan mulut kering

Kontraindikasi

1. Klonidin : blok AV, bradikardi, sindrom simpul sinus, hipotensi


2. Metildopa: insufisiensi jantung berat, penyakit hati kronis

13. Antihipertensi

Pengertian

Hipertensi adalah setiap peningkatan tekanan darah arteri yang bertahan melebihi
nilai normal. Batas – batas normal (WHO) untuk TD sistolik adalah 160 mmHg
dan diatolik 90 mmHg. Nilai – nilai sistolik 140 – 160 mmHg dan diastolik 90 –
95 mmHg perlu diwaspadai.
Klasifikasi hipertensi

 Berdasarkan sudut pandang klinik atau organopatogenik


o Hipertensi primer = esensial (90% kasus, tidak jelas etiologinya)
o Hipertensi sekunder (dapat disebabkan oleh ginjal, endokrin,
kardiovaskuler, neurogen, iatrogen)
 Berdasarkan keparahan penyakit :
o Stadium I : TD tinggi tanpa perubahan organic pada sistem
kardiovaskular.
o Stadium II : TD tinggi dengan hipertrofi jantung kiri dan perubahan pada
pembuluh darah (mata)
o Stadium III : seperti II dan insufisiensi jantung, gangguan sirkulasi
serebral, kerusakan ginjal.

1. Penghambat enzim konversi (penghambat ACE)


Kaptopril (laporin), Enalapril (Pres)
Penghambat ACE berbeda dengan vasodilator lain karena memiliki efek
ganda :
a. Pengurangan komponen yang bersifat vasokontriktor, yaitu
Angiotensin II  berhubung dengan hal tersebut, ada penekanan
tonus simpatikus sentral dan perifer.
b. Peningkatan komponen yang bersifat vasodilator, yaitu Bradikinin
dan sintesis prostaglandin (prostasklin)
Penggunaan terapi untuk hipertensi dan sebagai pilihan ke-1 pada
insufisiensi jantung.
Efek-efek
 Penurunan resistensi pembuluh darah perifer (frekuensi meningkat
dan tekanan darah menurun)
 Pengurangan tekanan pengisian ventrikel kiri
 Pengurangan “preload” dan “after load” serta penggunaan oksigen
 Kenaikan volume sekuncup jantung
Farmakokinetik
Dosis Bioavailabilitas Ikatan t 1/2 Lama efek peruraian
menengah protein pada produk di
plasma pemberian hati
1x
Kaptopril 2 x 25 mg/hari 70% 30% 1,5 – 2 6 – 10 jam Tidak
jam
Enalapril 1 x 10 mg/hari 60% 50 % 11 – 12 18 – 30 jam ya
jam
Efek samping :
Vertigo, batuk, gangguan pengecapan, gejala SSP, sindrom angioneurotik,
gangguan fungsi ginjal.
Kontraindikasi :
Stenosis arteri ginjal, gangguan imunitas, alergi terhadap penghambat
ACE, udem angioneurotik, kehamilan dan masa menyusui
Interaksi :
 Garam dapur dan penghambat siklooksigenase memperlemah efek
antihipertensi
 Anastetik dan diuretic memperkuat efek antihipertensi
 Efek alcohol diperkuat
 Imunosupresan, sistolik, dan Alopurinol mempotensiasi proteunuria,
dan neutropeni.

2. Antagonis reseptor Angiostensin – II (AT – II)


Losartan (Lozaar), Valsartan (Diovan)
Penggunaan terapi :
Hipertensi esensial
Farmakodinamik :
Mekansime kerja : antagonis reseptor AT- II adalah zat- zat yang bukan
merupakan jenis peptide, yang memblokir reseptor angiotensin II- tipe 1
(AT1 reseptor) sehingga memblokir efek – efek yang diperantarai oleh
Angiostensin – II (vasokontriksi karena pembebasan Aldosteren,
Vasopresin (Adiuretin) dan faktor – faktor pertumbuhan. Stimulasi
simpatikus)
Farmakokinetik :
Dosis Bioavailabilitas Absorpsi Ikatan t1/2 Eliminasi
oral protein terminal
plasma
Losartan 1 x 50 33 % cepat >99% 6-9 jam ginjal /
mg/hari ( empedu
dapat 1x
100 mg/
hari)
valsartan 1 x 80 mg/ 23 % 23 % ± 95 % 9 jam ginjal
hari (dapat (33%)
1 x 160 eliminasi
mg/hari) (70%)

Penyerapan makanan dapat mengurangi bioavailabilitas. Losartan secara ekstensif


mengalami metabolism melalui Sitokrom P450 (CYP) 2C9 dan 3A4 menjadi suatu
metabolit karboksi yang 40 kali lebih efektif. Berlawanan dengan Losartan,
valsartan bukan merupakan suatu produg dan hampir tidak dimetabolisme.

Efek samping

Vertigo, angioudem (jarang) , ruam kulit, gangguan ortostatik, samnolen,


obstipasi

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap losartan atau valsartan, gangguan fungsi ginjal,


insufisiensi, anak – anak, kehamilan dan masa menyusui.
Interaksi

Pemberian secara bersama-sama dengan diuretika hemat kalium atau obat – obat
lain yang menaikkan kadar kalium dalam serum (misalnya heparin), dapat
mengakibatkan suatu peningkatan kadar kalium. Pemberian sama – sama dengan
antihipertensi lain menguatkan efek penurunan tekanan darah. Fenobarbital
menurunkan availabilitas. Losartan dan metabolit – metabolit (< 20 %).
Simetidin menaikkan availabilitas sistemik losartan metabolit – metabolit ( > 20
%).

14. Spasmolitik
Spasmolitik adalah obat – obat yang melemaskan otot – otot polos
Klasifikasi
 Spasmolitik neurotrop : zat – zat dengan sifat – sifat antikolinergik (
lihat parasimpatolitik)
 Spasmolitik muskulotrop (Papaverin) : zat – zat dengan efek langsung
pada otot – otot polos
 Spasmolitik neurotrop – muskulotrop (kamilofin, Drofenin) ; zat – zat
dengan sifat – sifat kolinolitik dan muskulotrop – spasmolitik ; terutama
bekerja pada lambung dan usus, kandung empedu dan saluran
pembuangan urin.
Penggunaan terapi
Kejang bronki, saluran Lmbung – usus, saluran kemih dan uterus.

Spasmolitik muskulotrop
Papaverin, Moksaverin ( kollateral)
Penggunaan terapi
Papaverin : per oral pada kejang di daerah lambung, usus dan saluran
urogenital serta juga pada gangguan sirkulasi perifer dan koroner
Maksoverin : pada gangguan sirkulasi perifer, sentral (arterial ) dan koroner
serta pada infark miokard
Farmakodinamik
Mekanisme kerja : tidak jelas (penghambat fosfodiesterase, antagonis
kalmodulin)
Efek – efek
Papaverin : Alkaloid opium tanpa efek sentral ; meneklan konstraksi semua otot
– otot polos tanpa selektivitas
Moksaverin : 2 kali lebih efektif daripada papaverin, absorpsi lebih baik dan
lama efeknya lebih panjang
Farmakokinetik
t1/2 metabolisme

Papaverin 1 jam >60 % hepatik

Efek samping
 Papaverin : nafsu makan hilang, mulut kering, obstipasi, vertigo, lelah,
gangguan fungsi hati (jarang)
 Maksoverin : rangsangan gairah

Kontraindikasi
Papaverin : syok, hipotensi, insufisiensi jantung, kerusakan hati, glaucoma,
adenoma prostat, atoni usus dan kandung kemih, bayi dan balita, kehamilan dan
masa menyusui
Maksoverin : pendarahan lambung akut.

Interaksi
Papaverin : efek hiperaditif (berkurangnya penyebaran rangsang pada jantung)
pada pemberian bersama sama kinidin
15. Bronkospasmolitik
Klasifikasi

Ada 4 kelompok obat untuk terapi penyakit jalan napas obstruktif .

1. Teofilin
2. Simpatomimetik
3. Antikolinergik
4. Antagonis reseptor leukotrien
a. Teofilin
Farmakodinamik
Mekanisme kerja : teofilin dalam kadar rendah dapat memblokir reseptor
adenosine (A1). Pada konsentrasi terapeutik yang lebih tinggi akan terjadi
penghambatan fosfodiesterase  kenaikan kadar CAMP.
Efek – efek
Reaksi – reaksi yang dicetuskan oleh CAMP sebagai “second massanger”
mengakibatkan relaksasi otot – otot bronchial dan penghambatan pengeluaran zat
– zat mediator dari sel – sel mast dan granulosit. Suatu kombinasi dengan beta –
simpatomimetik mengakibatkan obat ini sudah efektif bahkan pada dosis yang
sangat rendah sehingga suatu desensibilisasi dari beta – reseptor dapat dicegah.
Arteriol dan pembuluh kapasitas akan mengalami dilatasi. Pada jantung, teofilin
bekerja inotrop positif dan kronotrop positif  pemakaian oksigen bertambah.

Farmakokinetik
bioavibilitas ikatan t1/2 kadar toksik eliminasi
protein plasma
plasma terapeutik
Teofilin 95% 60% 3 jam (perokok), 10 – 20 30 mg/ml 10 % doin
sampai 9 jam mg/ml ginjal tidak
(bukan perokok) berubah

Merokok mempercepat penguraian oksidatif (induksi enzim)


Efek samping
 reaksi – reaksi kardiovaskular (takikardi, takiaritmia, hipotensi)
 gangguan gastrointestinal (mual, muntah), gangguan saraf pusat (gelisah,
gangguan tidur)
kontraindikasi
 infark baru
 epilepsy

interaksi
 β simpatomimetik  penguatan efek
 linkomisin dan Tsoprenalin  penundaan metabolism
 Bloker β reseptor  bronkodilatasi tidak terjadi

b. Antagonis reseptor leukotrien


Montelukast
Penggunaan terapi : sebagai obat tambahan pada asma bronchial tingkat
sedang, kronis, yang dengan pemberian inhalasi glukokortikoid serta inhalasi β –
simpatomimetik sesuai kebutuhan, belum cukup menunjukkan hasil.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja : siteinilleukotrien (LTC4, LTD4, LTE4) adalah Eikosanoida
pendukung peradangan, yang mengadakan ikatan dengan reseptor – reseptor
siteinil di saluran pernapasan dan dapat mengakibatkan bronkokonstriksi.
Montelukast dengan afinitas tinggi mengikat reseptor Sis – LT1 dan pada dosis
rendah (5 mg) dapat mencegah suatu bronkokonstriksi yang dicetuskan oleh
LTD4.
Farmakokinetik
bioavabilitas Cmaks Ikatan Metabolisme Eliminasi
oral protein
plasma
Montelukast 64 – 73% 3 jam 99% partisipasi 86% di
dari enzim empedu
Sitokrom – P
450 3A4, 2A6,
dan 2C9

Efek samping
Mentelukast pada umumnya dapat diterima dengan baik. Pada anak – anak (usia
6 14 tahun) terkadang timbul nyeri kepala
Kontraindikasi
Kehamilan dan masa menyusui. Mentelukast menembus sawar plasenta dan pada
hewan ditemukan dalam air susu.
Interaksi
Mentelukast dimetabilisasi melalui sitokrom P450 3A4, maka perlu hati – hati
(terutama pada anak – anak) dengan pemberian bersama fenitoin .

16. Obat Parkinson

 Farmakokinetik
Dosis Konsentrasi plasma Absorpsi
maksimal oral
Levodopa Levodopa dalam kombinasi Sudah setelah 30-60 menit Cepat dan
dengan suatu penghambat baik (80%)
dekarboksilase 200-800 mg/hari;
sedapat mungkin dalam
beberapa takaran dan pemberian
sebagai sediaan retard bila ada
fluktuasi efek. Pagi hari
mungkin diberikan suatu sediaan
bekerja cepat (“starterdosis”).
Takaran diberikan setelah
mungkin (diusakan pemberian
dosis suboptimal) → setelah
bertahun-tahun efek levodopa
melemah (tergantung pada
dosis). Hal yang penting adalah
pengaturan dan penyesuaian
pada jadwal harian masing-
masing individu.
Bioavailabilitas Lama Kerja T1/2 Metabolisme Eliminasi
Levodopa 10-20% Hanya ± 3-5 ± 1,5 Sudah terjadi saat Metabolit :
(metabolism jam jam absorpsi melalui ginjalq
First Pass, yang mukosa lambung-
dicegah dengan hati terjadi
penambahan dekarboksilasi
zat-zat usus dan
penghambat selanjutnya,
dekarboksilase) terutama di hati,
terjadi
dekarboksilase
menjadi
Dopamin;
penguraian lebih
jauh oleh enzim
MAO dan COMT
menjadi asam
dihidroksifenilase
tat (DOPAC) dan
asam
homovanilin.

 Efek samping
Disebabkan oleh Dopamin yang terbentuk pada perifer :
 Mual, hilang nafsu makan → serangan Dopamin pada pusat muntah di
Medula oblongata
 Hipertensi arterial dengan sifat ortostatik
 Takikardi
Pengaruh dopaminergik sentral menyebabkan (terutama pada dosis yang lebih
tinggi) :
 Hyperkinesia (pada otot-otot kunyah, lidah dan wajah, juga lengan, kaki dan
badan)
 Dyskinesia (efek “on-off”, Akinesia “End of Dose”)
 Psikosis (hiperaktif, bingung, menghayal, halusinasi depresi)

Obat antikolinergik sentral


Biperiden (Akineton®)
 Penggunaan terapi
Parkinsonoid yang disebabkan oleh obat-obat, khususnya neuroleptik; sindrom
Parkinson dengan simtomatik rigiditas dan tremor yang menonjol. Biperden
digunakan sebagai larutab injeksi, serta pada keracunan nikotin dan organofosfat.
Perhatikan : Pada parkinsonoid yang dicetuskan oleh obat-obat (diskinesia dini dan
akatsia, misalnya pad aterapi dengan neuroleptik) tindakna pilihan adalah pemberian
segea dengan suntikan ½ atau 1 ampul Akineton® i.m. atau i.v. secara perlahan-lahan

 Farmakodinamik
Mekanisme Kerja : sebagai amin tersier mudah lewat sawar darah otak dan
masuk ke SSP’ disini Bipiridin bekerja sebagai antagonis kompetitif pada m-
kolinoseptor → hiperaktivitas kolinergik di SSP (disini terutama di stiatum)
diredakan. Memang efek antikolinergik tidak hanya selektif sentral, melainkan
juga ada efek antikolinergik perifer terutama pada dosis yang lebih tinggi (lihat
efek samping).
 Farmakokinetik
Absorpsi Bioavailabilitas Ikatan t½ Metabolism Eliminasi
oral Protein
Plasma
Biperidin Cepat dan ± 30% ± 93% 11-21 Sejumlah Ginjal
hampir (metabolisme jam besar
lengkap; First Pass) diuraikan
konsentrasi secara
plasma oksidasi
maksimal
setelah ±
1,5 jam

 Efek samping
 Efek antikolinergik perifer : midriasis, kelumpuhan akomodasi, mulut
kering, obstipasi, retensi urin, takikardi, kulit jadi merah dan panas, pada
pemberian parenteral terjadi juga penurunan tekanan darah.
 Efek samping sentral : rasa lelah, vertigo, linglung, pada dosis lebih tinggi
juga kegelisahan, kebingungan serta simtomatik psikotik. Gangguan ingatan
dan peningkatan sikap agresif serebral, euforia.
 Sekali-kali ruam kulit alergik.
 Bahaya ketagihan.

 Kontraindikasi
Glaukom sudut sempit, adenoma prostat dengan pembentukan sisa urin, stenosis
mekanik di saluran lambung usus, mengkolon, myasthenia gravis, gangguan
angina pectoris, takiaritmia.
Perhatikan : karena adanya efek samping, pemberian dosis diusahakan serendah
mungkin. Dosis arahan pada orang dewasa 4-12 mg/hari, sedapat mungkin dibagi
3-4 dosis. Untuk antikolinergik sentral lain seperti mis. Triheksifenidil (Artane®)
Bomaprin (Sormodren®) dan Metiksen (Tremanit®) berlaku efek-efek dan efek
samping yang sama.

Pada pengembangan demensia sedapat mungkin jangan berikan antikolinergik →


memperkuat demensia.
Perhatikan : Metiksen (Tremarit®) sangat baik efeknya terhadap tremor pada
simtomatik Parkinson.

Agonis Dopamin
Ergolin : Bromokriptin (Pravidel®), pergolidmesilat (Parkotil®), Lisurid
(Deporgin®), Cabergolin (Cabaseril®)
Alkaloid ergot : α-Dihidroergotriptin (Cripar®)
Derivat Aminobenzatiozol : Pramipeksol (Sifrol®)
Derivat Feolindolon : Ropinirol (Requip®)

 Penggunaan terapi
Terpai tambahan untuk sindrom Parkinson bersama dengan lecodopa, pada
penderita berusia < 55 tahun juga dapat sebagai monoterapi awal. Selain itu
Bromokriptin juga untuk : hiperprolaktinemia (menghentikan ASI, galaktorea,
gangguan ovulasi), akromegali.

 Farmakodinamik
Efek-efek : stimulasi langsung terhadap reseptor-reseptor Dopamin pascasinaps,
pengurangan produk prolactin dan somatotropin.

 Farmakokinetik
Ikatan protein t½ Ikatan reseptor
plasma
bromokriptin 95% 3-6 jam D1 < D2
Pregolidmesilat 91% 15-42 jam D1 = D2
Lisurid 65% 2-3 jam D1 < D2 (5-HT)
Kabergolin 40% 65 jam D1 < D2
α-Dihidroergotriptin 55% 10-19 jam D1 < D2
Pramipeksol ? 3 jam D1 < D3
Ropinirol ? 3-10 jam D2

 Efek samping
Mual, vertigo, obstipasi, kegelisahan vasomotorik, halusinasi, diskinesia,
disregulasi ortostatik
 Kontraindikasi
Gangguan jantung berat, insufisiensi hati dan ginjal.

Antagonis NMDA
Amantadin (PK-Merz®), Budipin (Parkinsan®)
 Penggunaan terapi
 Amantadin : sindrom Parkinson dengan hipokinesia atau akinesia simtom
utama, neuralgia zoster, profilaksis dan terapi infeksi influenza-A (pada
mulanya Amantadin dikembangkan sebagai visrustatikum), peningkatan
“vigilance” pada gangguan kesadaran dan koma karena berbagai penyebab.
Perhatikan : Obat pilihan pada krisis akinetik !
 Budipin : terapi kombinasi pada penyakit Parkinson, yang sangat baik untuk
tremor.
 Farmakodinamik
Efek-efek :
 Antagonistik pada reseptor NMDA
 Efek pelepasan Dopamin dan Antikolinergik lemah
Kerugian : Amantadin kehilangan efek setelah beberapa minggu

 Farmakokinetik
Dosis Absorpsi t½ Eliminasi
Amantadin 200-600 mg/hari >90% 10-15 Renal
Krisis akinetik : jam
sampai 200 mg/hari
Budipin 30 – 60 mg/hari 100% 27,5
jam

 Efek samping
Keluhan GIT, eritema, bicara tidak jelas, ataksia, bingung, halusinasi, kencing
tertahan, rasa lelah.

 Kontraindikasi
Insufiensi jantung berat, glaucoma sudut sempit, keadaan sensitive dan bingung.

Penghambat COMT
Tolkapon (Tasmar®), Entakapon (Contess®)
 Penggunaan terapi
Terapi kombinasi dengan levodopa, terutama pada pasien dengan fluktuasi efek.

 Farmakodinamik
Mekanisme kerja : hambatan perifer dan sentral (Tolkapon) atau hambatan
perifer murni (Entakapon) dari katekol-O-Metiltransferase → hambatan pada
penguraian levodopa.
Reduksi lebih lanjut dari 3-O-metildopa (metabolit Levodopa nonaktif, yang
bersaing dengan Levodopa untuk masuk ked alma SSP) → Tolkapon dan
Entakapon mengurangi dosis Levodopa yang diperlukan sekitar 30 atau 20% dan
mengurangi fluktuasi efek dengan memperpanjang fase On sampai 30% dan
perpendekan yang sesuai dari fase Off.
 Farmakokinetik
Tolkapon Entakapon
Dosis 3x 100-200 mg/hari 200 mg/hari bersama-
sama dengan setiap dosis
Levodopa / penghambat
dekarboksilase sampai
maks. 2000 mg/hari
Absorpsi Lengkap setelah Berbeda-beda 35%
bioavailabilitas pemberian oral 65%
Ikatan protein plasma 99,9% 98%
tmax Setelah 1-2 jam Setelah1 jam
t½ 2-3 jam 30 menit
Metabolisme Konjugasi pada suatu
glukuronida nonaktif oleh
glukuroniltransferase
Eliminasi Metabolit sampai 60% di Metabolit sampai 20% di
ginjal dan 40% melalui ginjal dan 80% melalui
feses feses

 Efek samping
 Diare, nyeri kepala, berkeringat, mulut keirng, nyeri abdominal, peningkatan
kadar transaminase, pewarnaan urin
 Dopaminergik : diskinesia, mual dan muntah, gangguan tidur, keluhan
ortostastik, halusinasi.
 Kontraindikasi
Insufisiensi hati berat, insufisiensi ginjal berat, pemberian bersama dengan
penghambat MAO-A dan MAO-B yang selektif, feokromosituoma, masa
menyusui.
Catatan : karena bahaya kerusakan hati berat, Tolkapon pada tahun 1988 di
Negara-negara Eu ditarik dari perdagangan sampai ada pemberitahuan.

Penghambat MAO-B
Selegilin (Movergan®)
Perhatikan : selegilin memiliki pusat asimetri; untuk terapi, kini hanya digunakan
enantsiomer yang memutar ke kiri karena bekerja lebih kuat.

 Penggunaan terapi
Untuk terapi kombinasi dengan Levodopa + penghambat dekarboksilase pada
sindrom Parkinson. Ada perbaikan yang nyata dari simtomatik On-Off pada
stadium awal.

 Farmakodinamik
Efek utama : pada sosis terapeutik menghambat Monoaminoksidae-B (MAO-B)
secarra irreversible, namun selektif ; MAO-B bertanggung jawab untuk
penguraian Dopamin intraneural. Dengan demikian, suatu konsentrasi Dopamin
yang lebih tinggi tercapai di sistem nigrostriatum.
Mekanisme kerja yang lain :
- Hambatan Dopamin-reuptake di neuron prasinaps
- Hambatan pada autoreseptor prasinaps → peningkatan pelepasan Dopamin
Perhatikan : selgilin bekerja neuroprotektif dengan hambatan pembentukan radikal
O2 yang neurotoksik → penelitian membuktikan bahwa dalma kombinasi dengan
Levodopa atau suatu agonis Dopamin pada tahun pertama terjadi sedikit pengurangan
dalam proses penyakit, namun untuk jangka panjang ternyata tidak ada efek positif.
 Farmakokinetik
Selegilin
Dosis 5-10 mg/hari dengan satu dosis tunggal pad apagi hari
atau terbagi 2 dosis, pagi dan sore. Dosis Levodopa dalma
kombinasi dengan Selegilin dapat dikuarangi sampai
30%, dan dapat di pertahankan lebih lama pada tingkat
rendah.
Absorpsi 70-80%
Bioavailabilitas ± 94%
Ikatan protein plasma Penguraian oksidatif dengan jalan N-demetilasi atau N-
desalkilasi menjadi desmetildeprenil, amfetamin dan
metamfetamin
Metabolisme Metabolit terutam melalui ginjal
Eliminasi

 Efek samping
- Terangsang menjadi histeris hingga psikosis
- Hipotensi
- Mual, nyeri kepala, udem.

Vous aimerez peut-être aussi