Vous êtes sur la page 1sur 14

e-ISSN 2528-7109

p-ISSN 1978-3000

Evaluasi Mikroklimat dalam Kandang Menggunakan Tinggi Atap Kandang


Berbeda yang Berkaitan dengan Respon Fisiologis Sapi Bali Dewasa di
Kecamatan XIV Koto Kabupaten Mukomuko

Microclimate Evaluation in Housing Using Different Height Level Roof Related to


Physiological Responses of Mature Bali Cattle in District XIV Koto Mukomuko District

D. Suherman, S. Muryanto dan E. Sulistyowati

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.


Jl. W.R. Supratman Kandang Limun, Bengkulu 38371. Tel./Fax. +62-736-21290,
Koresponden e-mail : dadangsuherman707@yahoo.com

ABSTRACK

The study aimed to evaluate the respiratory rate, heart rate and rectal temperature of mature Bali cattle, which is
related to the temperature and humidity of the air within the enclosure at different roof height of the enclosure.
The housing was made up of two different housing roofs, namely 200-250 cm (housing I) and housing roof
height> 250-300 cm (housing II). This study used 40 mature cows of Bali cattle, at each height of different
housing roof as many as 20 heads. The research method was done by direct observation and description, and
using the follow-up analysis (Multiple Linear Regression), observation was done three times per day, such as
morning (07.00-09.00 WIB), noon (11.30-13.30 WIB) and afternoon (16.00-18.00 WIB ). The observed
variables were microclimate housing (temperature and humidity) and physiological response of mature Bali
cattle (respiratory rate, heart rate and rectal temperature) at different roof height of the housing. The results
showed that the height of the roof of different housing had an effect on the temperature and humidity of the air in
the cage, which was related to respiratory rate, heart rate and rectal temperature of mature Bali cattle.

Key words: Housing roofs, microclimate housing, physiological response, mature Bali cattle.

ABSTRAK

Penelitian ini untuk mengevaluasi frekuensi pernapasan, denyut jantung dan suhu rektal sapi Bali dewasa, yang
berkaitan dengan mikroklimat dalam kandang (suhu dan kelembaban udara) pada tinggi atap kandang yang
berbeda. Kandang terdiri dari dua tinggi atap kandang yang berbeda, yaitu 200-250 cm (Kandang I) dan tinggi
atap kandang >250-300 cm (Kandang II). Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dari tanggal 25 April 2017
sampai 28 Juni 2017 di kandang peternak di Kec. XIV Koto, Kab. Mukomuko. Penelitian ini menggunakan
ternak Sapi Bali dewasa sebanyak 40 ekor, pada masing-masing tinggi atap kandang yang berbeda sebanyak 20
ekor. Metode penelitian dengan cara pengukuran langsung dan deskripsi, pengukuran dilakukan sebanyak tiga
kali, yaitu pagi, siang, dan sore. Variabel yang diamati meliputi respon fisiologis Sapi Bali dewasa dan
mikroklimat pada tinggi atap kandang yang berbeda, yang dideskripsikan dan dianalisis menggunakan
persamaan regresi. Tinggi atap kandang memberikan pengaruh terhadap mikroklimat dalam kandang, semakin
tinggi atap kandang mempengaruhi penurunan suhu udara dan peningkatan kelembaban udara dalam kandang.
Frekuensi pernapasan dan denyut jantung meningkat seiring dengan meningkatnya suhu udara dan kelembaban
udara dalam kandang.

Kata kunci: Tinggi atap kandang, mikroklimat kandang, respon fisiologis, sapi bali dewasa.

PENDAHULUAN dalam negeri belum mampu memenuhi


kebutuhan karena populasi dan tingkat
Sapi potong merupakan salah satu produktivitas ternak rendah (Direktorat
ternak penghasil daging di Indonesia. Jenderal Peternakan, 2007; Syadzali, 2007).
Namun demikian, produksi daging sapi Kebutuhan protein hewani semakin

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 12 No. 4 Oktober-Desember 2017 | 397


e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

meningkat sejalan dengan meningkatnya nyaman. Kenyamanaan dalam kandang


kesadaran masyarakat terhadap pentingnya dipengaruhi kondisi mikroklimat yang
gizi yang seimbang, pertambahan akan mempengaruhi respon fisiologis
penduduk dan meningkatnya daya beli ternak. Respon fisoilogis pada ternak akan
masyarakat (Direktorat Jenderal berpengaruh terhadap produksi dan
Peternakan, 2006). Rendahnya populasi keberlangsungan hidupnya.
sapi potong antara lain disebabkan Suhu kandang merupakan
sebagian besar ternak dipelihara oleh mikroklimat kandang yang berpengaruh
peternak berskala kecil dengan lahan dan terhadap laju respirasi, apabila suhu
modal terbatas (Kariyasa, 2005; Mersyah, kandang cukup tinggi maka akan
2005). berpengaruh terhadap laju respirasi pada
Faktor pendorong pengembangan sapi lebih tinggi. Salah satu upaya ternak
sapi potong, antara lain permintaan pasar untuk melepaskan beban panas dengan
terhadap daging sapi semakin meningkat, cara evaporasi melalui saluran pernapasan.
ketersediaan tenaga kerja, adanya Bernafas pendek - pendek dan cepat
kebijakan pemerintah yang mendukung merupakan tanda bahwa hewan kepanasan
upaya pengembangan sapi potong, hijauan (Putra, 2012). Reaksi sapi terhadap
pakan dan limbah pertanian tersedia perubahan suhu yang dilihat dari respon
sepanjang tahun, dan usaha peternakan pernapasan dan denyut jantung merupakan
sapi lokal tidak terpengaruh oleh krisis mekanisme dari tubuh sapi untuk
ekonomi global (Kariyasa, 2005; mengurangi atau melepaskan panas yang
Gordeyase et al., 2006; Nurfitri, 2008). diterima dari luar tubuh ternak.
Umumnya ternak ruminansia yang Peningkatan denyut jantung
dikembangkan di Kabupaten Mukomuko, merupakan respon dari tubuh ternak untuk
Kecamatan XIV KOTO adalah Sapi Bali menyebarkan panas yang diterima ke
dan Kerbau. Sangat banyak masyarakat dalam organ-organ yang lebih dingin.
yang beternak Sapi Bali namun kurang Respon pernapasan merupakan respon
memiliki kandang, karena tubuh ternak untuk membuang atau
pemeliharaannya banyak yang diliarkan. mengganti panas dengan udara di
Kondisi kandang Sapi Bali yang digunakan sekitarnya. Jika kedua respon tersebut
beragam, diantaranya terlihat dari tidak berhasil mengurangi tambahan panas
ketinggian atap kandang. Oleh karena itu dari luar tubuh ternak, maka suhu organ
harus dilakukan penelitian mengenai tubuh ternak akan meningkat, sehingga
respon fisiologis Sapi Bali yang ternak mengalami cekaman panas
dipengaruhi oleh tinggi atap kandang yang (Anderson, 1983). Respon fisiologis sapi
berbeda. perah meningkat signifikan sejalan dengan
Kandang merupakan tempat ternak meningkatnya suhu lingkungan. Suhu
dapat bernaung, karena fungsi kandang udara meningkat secara signifikan dari
dapat memberikan naungan dari panas dan 38,70C (suhu lingkungan 26,70C) menjadi
hujan. Selain itu, kandang sebagai tempat 38,90C (suhu lingkungan 27,10C) dan
berlangsungnya proses produksi ternak. frekuensi pernapasan meningkat signifikan
Untuk mendukung keberlangsungan dari 54,9 kali/menit (suhu lingkungan
produksi pada ternak, maka perlu 27,10C) menjadi 67,5 kali/menit (suhu
menciptakan kondisi kandang yang lingkungan 29,90C) (Sulistyowati, 1991).

398 | Evaluasi Mikroklimat Kandang Menggunakan Tinggi Atap Berbeda (Suherman et al., 2017)
e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

Besarnya penambahan panas yang membatasi difusi radiasi matahari yang


berasal dari radiasi matahari di daerah diterima ternak di dalam kandang (Hahn,
tropis dapat mencapai empat kali lebih 1985). Ketinggian atap kandang untuk
besar dari pada produksi panas hasil daerah tropis basah berkisar antara 2 – 3 m
metabolisme (Thwaites, 1985). Besarnya dan untuk daerah beriklim panas kering
penambahan panas ini tergantung pada antara 4–5 m (McDowell, 1972), serta
ukuran tubuh ternak. Semakin kecil ukuran antara 3 – 4 m untuk daerah semi arid
tubuh seekor ternak, akan mendapatkan (Wiersma et al., 1984).
penambahan panas yang lebih tinggi dari Perbedaan ketinggian atap kandang
pada ternak yang lebih besar ukuran sangat mempengaruhi respons fisiologis
tubuhnya. sapi. Respon fisiologis yang berubah
Perolehan panas dari luar tubuh antara lain suhu kulit, suhu rektal, suhu
(heat gain) akan menambah beban panas tubuh, frekuensi pernapasan dan denyut
bagi ternak,bila suhu udara lebih tinggi jantung. Respon produksi yang berubah
dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan terjadi yaitu konsumsi makan dan minum, serta
kehilangan panas tubuh (heat loss) apabila pertambahan bobot badan (Santoso, 1996).
suhu udara lebih rendah dari suhu nyaman. Ketinggian atap kandang yang terbuat dari
Perolehan dan penambahan panas tubuh bahan seng sebaiknya 3,5 m dari lantai
ternak dapat terjadi secara sensible melalui kandang (Basyarah, 1995). Ketinggian atap
mekanisme radiasi, konduksi dan konveksi. kandang yang digunakan juga dapat
Jalur utama pelepasan panas melalui mempengaruhi kondisi mikroklimat dalam
mekanisme evaporative heat loss dengan kandang. Dalam pembuatan kandang yang
jalan melakukan pertukaran panas melalui dilakukan peternak tentu terdapat
permukaan kulit (sweating) atau melalui perbedaan dari ketinggian atap kandang
pertukaran panas disepanjang saluran yang digunakan. Perbedaan ini dipengaruhi
pernapasan (panting) (Purwanto, 1993) dan oleh nilai ekonomis yang diinginkan oleh
sebagian melalui feses dan urin (McDowell, peternak. Ketinggian atap kandang akan
1972). berpengaruh terhadap sirkulasi udara
Selain memilih bahan atap yang dalam kandang dan jumlah produksi panas.
berkonduktivitas rendah, usaha lain yang Semakin tinggi kandang akan
ditempuh untuk modifikasi lingkungan menghasilkan sirkulasi udara yang baik
mikro di dalam kandang adalah dengan serta produksi panas yang dihasilkan dari
memperbesar ukuran kandang. Salah atap kandang semakin sedikit. Kandang
satunya adalah dengan meninggikan atap yang digunakan dalam penelitian
kandang, sehingga volume udara dan aliran merupakan kandang individual dan bahan
udara yang masuk ke dalam kandang atap kandang terbuat dari seng.
menjadi lebih besar dan pergantian udara Pengukuran evaluasi lingkungan
lebih cepat sehingga suhu dalam kandang mikroklimat dibutuhkan untuk mengetahui
menurun (Carpenter, 1981).Daerah-daerah pengaruh lingkungan terhadap
yang cerah dengan sinar matahari penuh, produktifitas sapi dalam kandang. Evaluasi
tinggi atap kandang sebaiknya antara 3,6 – lingkungan mikroklimat yang dilakukan
4,2 m, sedangkan daerah agak berawan diantaranya suhu dan kelembaban udara
tinggi atap kandang antara 2,1 – 2,7 m. kandang. Cuaca disekitar lingkungan
Ketinggian kandang tersebut cukup efektif kandang memiliki pengaruh terhadap

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 12 No. 4 Oktober-Desember 2017 | 399


e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

respon fisiologis ternak. Pengukuran Evaluasi lingkungan mikroklimat dalam


respon fisiologis dilakukan melalui kandang, meliputi suhu dan kelembaban
pengukuran denyut jantung, frekuensi udara, yang dilakukan dengan mengukur
pernapasan dan suhu rektal (Suherman, secara langsung pada setiap tinggi atap
2013). kandang berbeda terhadap respon fisiologis
sapi Bali dewasa. Suhu udara dalam
MATERI DAN METODE kandang diukur dengan menggunakan
termometer bola kering (Lakitan, 1994).
Penelitian ini dilaksanakan selama
Suhu udara dalam kandang diukur
dua bulan, dari tanggal 25 April 2017
menggunakan termometer bola kering
sampai 28 Juni 2017 di kandang peternak
yang digantungkan di dalam kandang,
di Kec.XIV Koto, Kab. Mukomuko.
dengan satuan (oC).
Penelitian dilaksanakan pada tiga Desa
Kelembaban udara diukur
yang memiliki potensi ternak Sapi Bali
menggunakan Hygrometer dengan
yang cukup tinggi. Tiga Desa yang
menggantungkan higrometer di dalam
termasuk dalam penelitian tersebut adalah
kandang. Hygrometer dapat menganalisis
Desa Rawa Bangun (SP.10), Desa Tanjung
kelembaban udara suatu tempat, baik di
Mulia (SP.09), dan Rawa mulya (SP.07).
dalam maupun di luar ruangan. Hasil dari
Alat yang digunakan dalam
pengukuran menggunakan higrometer
penelitian ini adalah sepatu boot,
berupa angka kelembaban udara (%) dan
termometer klinik, higrometer, stopwatch,
angka suhu kering (oC) suatu tempat.
meteran, kamera dan alat bantu tulis
Hygrometer adalah alat yang berfungsi
lainnya. Penelitian ini menggunakan Sapi
untuk mengukur kelembaban udara yang
Bali dewasa sebanyak 40 ekor, yang
merupakan pengembangan dari
masing-masing pada setiap kandang
psikrometer. Psycrometer merupakan
dengan tinggi atap kandang berbeda
sebuah higrometer sederhana. Psikometer
berjumlah 20 ekor.
berfungsi sebagai pengukur kelembaban
Survei kandang dilaksanakan pada
25 Februari 2017. Kandang memiliki atap udara yang terdiri dari termometer bola
kering dan basah. Alat ini diletakkan tegak,
yang terbuat dari seng, lantai terbuat dari
bola yang mengandung air raksa dari
semen, dan kandang bersifat individual.
termometer bola basah dibungkus dengan
Kandang memiliki dua tinggi atap kandang
kain yang dibasahi terus menerus dengan
yang berbeda, yaitu 200-250 cm (Kandang
air destilasi melalui benang yang tercelup
I) dan tinggi atap kandang >250-300 cm
pada sebuah mangkok kecil (Tjasyono,
(Kandang II). Izin penelitian dilakukan
2004).
sebelum penelitian berlangsung, meliputi
Frekuensi pernapasan diamati
izin penelitian yang dikeluarkan oleh
dengan cara memperhatikan kembang
Fakultas Pertanian dan Pemerintah Daerah
kempis rongga perut Sapi pada saat proses
setempat. Evaluasi kandang dilakukan
keluar masuknya udara melalui saluran
secara langsung dengan melakukan
pernapasan. Pengamatan frekuensi
pengukuran terhadap kandang, untuk
pernapasan dihitung dalam waktu satu
mengetahui rata-rata ukuran dan luas
menit (kali/menit), banyaknya pengamatan
kandang pada masing-masing tinggi atap
yang dilakukan tiga kali per ekor ternak
kandang yang berbeda.
dalam sehari, yaitu pagi (07.00-09.00

400 | Evaluasi Mikroklimat Kandang Menggunakan Tinggi Atap Berbeda (Suherman et al., 2017)
e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

WIB), siang (11.30-13.30WIB), dan sore dewasa pada kandang dengan tinggi atap
(16.00-18.00). kandang berbeda.
Denyut jantung diamati melalui urat
nadi (Vena Cava Superior) yang terdapat Analisis Data
di leher Sapi dengan cara sedikit menekan Pengolahan data dilakukan secara
menggunakan jari tangan, serta deskripsi, dengan mendeskripsikan
menghitung denyut selama satu menit variabel hasil penelitian, meliputi evaluasi
dengan satuan (kali/menit). Pengukuran kandang, mikroklimat dalam kandang
dilakukan sebanyak tiga kali setiap ekor (suhu dan kelembaban udara), pengamatan
ternak dalam sehari, yaitu pagi, siang, dan dan pengukuran fisiologis (frekuensi
sore. Mengukur suhu rektal diukur dengan pernapasan, denyut jantung, dan suhu
memasukkan termometer klinik sedalam rektal).Menggunakan analisis lanjutan
10 cm selama satu menit (oC). Pengukuran Analisis Regresi Linear Berganda
dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari, (persamaan regresi, korelasi linear
yaitu pagi, siang, dan sore. berganda, determinasi dan Uji t). Tiga
Variabel Dependen dalam respon fisiologis
Rancangan Penelitian Sapi Bali dewasa yang akan dianalisis,
Penelitian ini dilakukan dengan yaitu frekuensi pernapasan (Y1), denyut
cara pengamatan dan pengukuran jantung (Y2) dan suhu rektal (Y3). Analisis
lingkungan mikroklimat dalam kandang ini memiki dua Variabel Independen dalam
(suhu dan kelembaban udara) dan respon mikroklimat kandang, yaitu suhu udara
fisiologi sapi Bali dewasa (frekuensi (X1) dan kelembaban udara (X2). Data
pernapasan, denyut jantung dan suhu yang digunakan adalah data rata-rata dari
rektal) pada kandang dengan tinggi atap setiap variabel yang diamati pada
kandang yang berbeda. Pengukuran ketinggian atap kandang yang berbeda.
dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari,
pada pukul 07.00-09.00 WIB (pagi), 11.30- HASIL DAN PEMBAHASAN
13.30 WIB (siang) dan 16.00-18.00 WIB
Evaluasi Kandang
(sore). Untuk memperoleh data penelitian Evaluasi kandang dilakukan secara
membutuhkan waktu kurang lebih selama
langsung dengan melakukan pengukuran
dua bulan. Penelitian dilaksanakan pada untuk mengetahui rata-rata ukuran panjang,
saat matahari cerah. Sapi Bali yang diukur
lebar dan luas kandang pada masing-
dan diamati dalam keadaan sehat,
masing tinggi atap kandang yang berbeda.
pemeliharaannya tidak dimandikan dan
Kandang I dengan tinggi atap 200-250 cm
sudah berumur dewasa.
dan Kandang II dengan tinggi atap >250-
Sapi Bali dipelihara dalam kandang
300 cm. Hasil penelitian menunjukkan
individu, sehingga untuk melakukan bahwa bahan atap kandang terbuat dari
pengukuran respon fisiologis mudah seng, lantai kandang terbuat dari semen,
dilakukannya. Selain itu juga, respon dan dinding kandang tipe terbuka. Rataan
fisiologis yang akan diukur dapat
panjang, lebar dan luas kandang pada
memberikan data yang sesuai dengan
tinggi atap yang berbeda terdapat pada
tujuan penelitian yaitu mengetahui
Tabel 1.
pengaruh mikroklimat dalam kandang
Data rataan yang terdapat pada
terhadap respon fisiologis Sapi Bali
Tabel 1 menunjukkan bahwa ukuran

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 12 No. 4 Oktober-Desember 2017 | 401


e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

kandang memiliki perbedaan pada setiap Tabel 1. Rataan panjang, lebar, dan luas
tinggi atap kandang. Kandang II memiliki kandang pada tinggi atap kandang
ukuran panjang, lebar dan luas yang lebih berbeda
besar dari pada ukuran Kandang I. Kandang Panjang Lebar Luas
Semakin luas kandang dan semakin tinggi (cm) (cm) (cm)
atap akan memberikan pengaruh terhadap I 285 146 4,2
sirkulasi udara dalam kandang semakin II 309 157 4,8
besar, sehingga dapat menurunkan suhu Keterangan: I: Tinggi kandang 200-250 cm; II:
dalam kandang. Rataan pada Tabel 1 tinggi atap kandang > 250- 300 cm
menunjukkan luas kandang Sapi Bali
dewasa pada Kandang I sebesar 4,2 m2 dan Mikroklimat dalam Kandang
Kandang II sebesar 4,8 m2. Evaluasi mikroklimat dalam
Hasil penelitian menunjukkan kandang yang diukur yaitu suhu dan
bahwa luas kandang individu Sapi Bali kelembaban udara dalam kandang.
memenuhi persyaratan, baik Kandang I Evaluasi lingkungan mikroklimat kandang
maupun Kandang II. Hal tersebut tidak dilakukan dengan mengukur secara
jauh berbeda dengan pendapat Rasyidi & langsung pada pagi, siang dan sore hari,
Hartati (2007), bahwa kandang individu evaluasi lingkungan mikroklimat pada
sapi potong memiliki panjang 2,5 meter, tinggi atap kandang yang berbeda memiliki
lebar 1,5 meter dan memiliki luas 3,7 pengaruh terhadap suhu dan kelembaban
meter. yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan suhu dan kelembaban udara dalam kandang pada tinggi atap kandang berbeda

Suhu udara (oC)


Kandang Rata-rata harian
Pagi Siang Sore
I 27±0,6 35±0,3 31±0,8 31±0
II 26±0,1 34±0,4 31±1,2 30±0,5
Kelembaban udara (%)
I 78±2,6 55±1,4 70±2 71±1,1
II 92±0,3 60±1,7 74±2,3 75±1,1
Keterangan: I: Tinggi atap kandang 200-250 cm; II: Tinggi atap kandang >250-300 cm.

Suhu udara dalam kandang pagi hari di Kandang I sebesar 27oC dan
merupakan salah satu unsur mikroklimat Kandang II sebesar 26oC, suhu udara
dalam kandang yang diukur pada setiap maksimum pada siang hari di Kandang I
tinggi atap kandang yang berbeda. Hasil sebesar 35oC dan pada Kandang II sebesar
penelitian menunjukkan bahwa rataan suhu 34oC. Rata-rata suhu udara harian Kandang
udara Kandang I lebih tinggi dari pada I sebesar 31oC dan pada Kandang II
Kandang II, tinggi atap kandang yang sebesar 30oC. Terdapat perbedaan suhu
berbeda memiliki selisih suhu kandang udara kandang dipengaruhi luas dan tinggi
yang berbeda. Hasil penelitian bahwa suhu kandang, sehingga suhu udara harian
udara kandang minimum pada pengamatan Kandang II lebih rendah dari pada
pagi hari sebesar 26oC, suhu maksimum Kandang I.
sebesar 35,5oC pada saat pengukuran siang Hasil penelitian tersebut sesuai
hari. Rataan suhu udara minimum pada dengan hasil penelitian Suherman et al.,

402 | Evaluasi Mikroklimat Kandang Menggunakan Tinggi Atap Berbeda (Suherman et al., 2017)
e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

(2013), bahwa nilai suhu 22,79-32oC bahwa terdapat perbedaan rata-rata


menunjukkann kondisi lingkungan yang kelembaban udara antara Kandang I
memberikan cekaman pada ternak sapi. dengan Kandang II, baik kelembaban
Kisaran zona termonetral ternak berada udara pagi, siang, sore maupun rataan
pada suhu udara antara 5-25oC (Jones dan kelembaban udara harian. Kelembaban
Stallings, 1999), suhu udara antara 13- udara harian pada Kandang II sebesar 75%
25oC (McNeilly, 2001). lebih tinggi dibandingkan dengan
Ketinggian atap kandang yang lebih kelembaban udara di Kandang I sebesar
tinggi selain dapat meningkatkan sirkulasi 71%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
udara, juga dapat mempengaruhi suhu semakin rendah suhu udara dalam kandang,
udara dalam kandang. Hal tersebut sesuai maka semakin meningkat kelembaban
dengan pendapat Nuriyas et al. (2010), udara dalam kandang. Hasil penelitian
bahwa radiasi matahari yang mengenai tersebut sejalan dengan hasil penelitian
bahan atap kandang akan dirubah oleh Yani et al. (2013), bahwa semakin rendah
lapisan bagian atas atap menjadi suhu udara dalam kandang sapi bali, maka
gelombang panjang (panas), diantarkan ke kelembaban udara semakin meningkat.
lapisan bagian dalam dengan cara konduksi Rataan kelembaban udara minimum
dan dipancarkan ke ruangan kandang. terjadi pada siang hari, baik di Kandang I
Pancaran radiasi gelombang panjang ini sebesar55% dan Kandang II sebesar 60%.
merupakan bagian paling dominan Kelembaban maksimum terjadi pada pagi
mempengaruhi suhu udara dalam kandang, hari di Kandang I sebesar 87% dan di
sehingga Kandang II memiliki sirkulasi Kandang II sebesar 92%.Hasil pengukuran
udara lebih tinngi yang dapat menurunkan tersebut menunjukkan kelembaban udara
suhu udara dalam kandang. sangat tinggi, kelembaban udara tersebut
Tingginya rata-rata suhu udara dalam kurang sesuai karena diatas nornal. me
kandang berpengaruh terhadap respon kelembaban udara normal antara 50-60%
fisiologis Sapi Bali dewasa, meliputi (McNielly, 2001). Kelembaban udara
frekuensi pernapasan, denyut jantung, dan dalam kandang dipengaruhi suhu udara
suhu rektal. Suhu udara dalam kandang yang berada pada setiap tinggi atap
selama seharian memiliki titik minimum kandang, selain itu ada faktor lain yang
dan maksimum. Hal tersebut, menurut berpengaruh terhadap kelembaban udara
Ensminger (1971), terdapatnya puncak kandang yang dikemukakan oleh Nuriyasa
suhu udara maksimum dapat memberikan et al. (2010), bahwa kelembaban udara
pengaruh stres panas terhadap Sapi Bali. relatif yang terukur di dalam kandang
Perubahan suhu udara dalam kandang tergantung pada sumber air yang ada
dapat juga mempengaruhi perubahan dalam kandang, kecepatan angin yang
denyut jantung dan frekuensi pernapasan. berhembus dalam kandang dan suhu udara
Kelembaban udara dalam kandang sebagai faktor pengendali evaporasi.
merupakan unsur mikroklimat yang diukur
secara lansung pada pagi, siang dan sore Respon Fisiologis Sapi Bali
hari. Data rata-rata kelembaban udara pada Pengukuran respon fisiologis
tinggi atap kandang yang berbeda meliputi frekuensi pernapasan, denyut
tercantum pada Tabel 2. Hasil penelitian jantung, dan suhu rektal Sapi Bali dewasa
yang tertera pada Tabel 2 menunjukkan pada tinggi atap kandang yang berbeda.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 12 No. 4 Oktober-Desember 2017 | 403


e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

Pengukuran respon fisiologis dilakukan fisiologis Sapi Bali dewasa terdapat


sebanyak tiga kali, yaitu pagi, siang, dan perbedaan pada setiap tinggi atap kandang,
sore hari. Hasil penetitian, rata-rata respon yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan frekuensi pernapasan, denyut jantung, dan suhu rektal sapi Bali dewasa pada tinggi
atap kandang yang berbeda

Frekuensi pernapasan (kali/menit) Rata-rata


Kandang
Pagi Siang Sore Harian
I 27±1 33±4 29±1 30±1
II 27±1 30±1 29±1 29±1
Denyut jantung (kali/menit)
I 51±2 64±3 57±4 57±2
II 49±3 56±4 52±5 52±3
Suhu rektal (oC)
I 37,8±0,4 38,5±0,2 38,6±0,2 38,3±0
II 37,9±0,3 38,5±0,2 38,4±0,1 38,3±0,1
Ket: I: Tinggi atap kandang 200-250 cm; II: Tinggi atap kandang >250-300 cm.

Frekuensi pernapasan merupakan bahwa semakin meningkat suhu udara


respon fisiologis Sapi Bali dewasa yang lingkungan, maka semakin meningkat pula
diukur pada tinggi atap kandang yang frekuensi pernapasan Sapi Bali. Berman
berbeda. Hasil penelitian yang tertera pada (2005), bahwa cekaman panas sedang
Tabel 4 menunjukkan rata-rata frekuensi ditandai dengan terjadinya pelepasan panas
pernapasan harian berbeda, pada Kandang tubuh melalui proses respirasi. Rataan
I sebesar 30 kali/menit dan Kandang II frekuensi pernapasan minimum terjadi pagi
sebesar 29 kali/menit. Frekuensi hari dan maksimum pada siang hari. Hasil
pernapasan harian Sapi Bali dewasa yang penelitian menunjukkan bahwa frekuensi
terdapat pada Kandang I dan Kandang II pernapasan minimum sebesar 24 kali/menit
masih nornal. Ensminger (1971), dan maksimum sebesar 42 kali/menit.
melaporkan bahwa frekuensi pernapasan Kandang I menunjukkan suhu udara
sapi dewasa sehat pada daerah zona harian sebesar 31 oC dan kelembaban
nyaman adalah 10–30 kali/menit. Hasil udara 71%, yang menunjukkan frekuensi
penelitian tersebut menunjukkan frekuensi pernapasan 30 kali/menit. Kandang II
pernapasan pada siang hari berbeda, antara sebesar suhu 30oC dan kelembaban 75%,
Kandang I sebesar 33 kali/menit dan yang menunjukkan frekuensi pernapasan
Kandang II sebesar 30 kali/menit. 29 kali/menit. Menurut Sulistyowati (1991),
Suherman et al. (2013), melaporkan bahwa bahwa frekuensi pernapasan meningkat
frekuensi pernapasan siang hari mengalami signifikan seiring dengan meningkatnya
stres panas yang diakibatkan suhu dan suhu lingkungan.
kelembaban udara dalam kandang. Denyut jantung merupakan respon
Penurunan suhu udara kandang fisiologis Sapi Bali dewasa yang diukur
menyebabkan peningkatan kelembaban pada tinggi atap kandang yang berbeda.
udara kandang yang berpengaruh terhadap Data rata-rata denyut jantung Sapi Bali
penurunan frekuensi pernapasan ternak dewasa terdapat pada Tabel 3. Hasil
Sapi Bali dewasa. Hasil tersebut sesuai pengukuran pada Tabel 3 menunjukkan
dengan hasi penelitian Yani et al. (2013), rata-rata denyut jantung pada Kandang I

404 | Evaluasi Mikroklimat Kandang Menggunakan Tinggi Atap Berbeda (Suherman et al., 2017)
e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

dengan Kandang II berbeda, dikarenakan sebesar 52 kali/menit dengan suhu udara


kelembaban udara dalam kandang kandang 30oC dan kelembaban udara 75%.
mempengaruhi denyut jantung Sapi Bali Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
dewasa. Hasil penelitian tesebut penelitian Sulistyowati (1991), bahwa
menunjukkan denyut jantung Sapi Bali denyut jantung mengalami peningkatan
dewasa pada pagi, siang dan sore di secara signifikan seiring dengan
Kandang II lebih rendah dari pada denyut meningkarnya suhu lingkungan. Rataan
jantung di Kandang I, karena kelembaban denyut jantung Sapi Bali dewasa dari
udara Kandang II lebih tinggi berturut- kedua kandang menujukkan bahwa denyut
turut dari kelembaban udara Kandang I. jantung sapi di bawah nornal. Radostits et
Hasil tersebut sesuai dengan hasil al. (2005), bahwa denyut jantung sapi pada
penelitian Yani et al. (2013), bahwa suhu kondisi normal berkisar antara 60 – 80
udara rendah dapat meningkatkan kali/menit dan kondisi stres berat dapat
kelembaban udara yang mempengaruhi mencapai 40 atau 120 kali/menit.
denyut jantung Sapi Bali, yang sangat Suhu rektal merupakan respon
sensitif terkena stres akibat peningkatan fisiologis Sapi Bali dewasa yang diukut
kelembaban. pada tinggi atap kandang yang berbeda.
Rataan denyut jantung yang tertera Data rata-rata suhu rektal Sapi Bali dewasa
pada Tabel 3 menunjukkan perbedaan terdapat pada Tabel 3. Hasil penelitian
denyut jantung Sapi Bali pada pagi hari di yang tertera pada Tabel 3 menunjukkan
Kandang I sebesar 51 kali/menit lebih bahwa suhu rektal harian Sapi Bali dewasa
tinggi dari pada di Kandang II sebesar 49 yang berada pada tinggi atap kandang
kali/menit. Siang hari di Kandang I berbeda menunjukkan tidak adanya
menunjukkan denyut jantung Sapi Bali perbedaan. Suhu rektal Sapi Bali di
sebesar 64 kali/menit lebih tinggi dari pada Kandang I dan Kandang II dengan suhu
Kandang II sebesar 56 kali/menit, karena rektal rata-rata harian sebesar 38,3 oC.
suhu udara pada Kandang I meningkat dan Suhu rektal minimum pada pagi hari di
kelembaban udara menurun. Menurut Kandang II sebesar 37,9oC lebih tinggi dari
Chantalakhana dan Skunmun (2002), pada Kandang I sebesar 37,8oC,
bahwa pada saat kelembaban udara tinggi disebabkan penurunan denyut jantung
dapat menjadi faktor penghambat akibat tingginya kelembaban udara pada
evaporasi, sehingga evaporasi terjadi Kandang II mempengaruhi peningkatan
secara lambat dan kehilangan panas suhu rektal. Hasil penelitian tersebut sesuai
terbatas. Denyut jantung sore hari pada dengan pendapat Chantalakhana dan
Kandang I sebesar 57 kali/menit lebih Skunmun (2002), bahwa pada saat
tinggi dari pada denyut jantung Kandang II kelembaban tinggi dapat menjadi faktor
sebesar 52 kali/menit. penghambat evaporasi, sehingga evaporasi
Denyut jantung rata-rata harian terjadi secara lambat dan kehilangan panas
meningkat secara signifikan seiring dengan terbatas.
meningkatnya suhu udara dan menurunnya Rataan suhu rektal pada sore hari di
kelembaban, di Kandang I dengan suhu Kandang II sebesar 38,4oC lebih rendah
kandang 31oC dan kelembaban udara 71% dari pada Kandang I sebesar 38,6,
dengan denyut jantung 57 kali/menit lebih dikarenakan terjadi peningkatan kembali
tinggi dari denyut jantung di Kandang II kelembaban udara dalam Kandang II.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 12 No. 4 Oktober-Desember 2017 | 405


e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

Kondisi suhu rektal Sapi Bali masih lingkungan yang tinggi atau rendah dari
normal, seperti yang dikemukakan oleh suhu tubuhnya maka ternak akan
Ensminger (1971), bahwa sapi pada daerah mempertahankan suhu tubuhnya yang
zona nyaman memiliki suhu rektal 38,1- konstan, oleh karena itu ternak akan
39oC. Suhu rektal 38,3 oC pada suhu udara memproduksi panas dalam tubuhnya dan
kandang 30 sampai 31 oC tidak mengalami mengeluarkannya kesekitar lingkungannya
kenaikan secara signifikan, dikarenakan secara terus menerus.
suhu udara harian dalam kandang tidah
Regresi Berganda Respon Fisiologis
berbeda, sehingga suhu rektal harian tidak
terhadap Mikroklimat Kandang
terdapat perbedaan. Hasil penelitian Respon fisiologis meliputi frekuensi
tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil pernapasan, denyut jantung dan suhu rektal
penelitian Sulistyowati (1991), melaporkan Sapi Bali dewasa yang di pengaruhi
bahwa rektal temperatur meningkat secara mikroklimat dalam kandang (suhu dan
signifikan dari 38,7oC (suhu lingkungan
kelembaba udara) pada tinggi atap kandang
26,7oC) menjadi 38,9oC (suhu lingkungan yang berbeda memiliki persamaan regresi
27,1oC). Menurut Kadarsih (2004), berganda yang tertera pada Tabel 4.
menerangkan bahwa dengan adanya suhu

Tabel 4. Persamaan regresi berganda respon fisiologis Sapi Bali dewasa

Respon fisiologis Kandang Persamaan regresi berganda


Frekuensi pernapasan (kali/menit) I Y1 = 85,897 - 1,475X1 - 0,153X2
II Y1 = -58,643 + 1,313X1 + 0,632X2*
Denyut jantung (kali/menit) I Y2 = -119,026 + 1,602X1 + 1,800X2
II Y2= 156,050 - 2,943X1 - 0,188X2*
Suhu rektal (oC) I Y3 = 36,862 - 0,096X1 + 0,062X2.
II Y3= 61,999 - 0,387X1 - 0,159X2*
Ket: I = Tinggi atap kandang 200-250 cm; II = Tinggi atap kandang >250-300 cm; Y1= Frekuensi pernapasan;
Y2= Denyut jantung; Y3= Suhu rektal; X1= Suhu kandang; X2= Kelembaban.

Persamaan regresi respon fisologis memiliki hubungan positif terhadap


Sapi Bali dewasa yang tertera pada Tabel 4 frekuensi pernapasan. Kedua persamaan
menunjukkan pengaruh suhu dan regresi frekuensi pernapasan berbanding
kelembaban udara pada tinggi atap terbalik, karena adanya penurunan suhu
kandang yang berbeda dapat memberikan dan peningkatan kelembaban udara dalam
pengaruh yang berbeda terhadap respon Kandang II. Hasil penelitian tersebut
fisiologis Sapi Bali. Persamaan regresi sesuai denga hasil penelitian Yani et al.
frekuensi pernapasan menunjukkan (2013), semakin meningkatnya suhu dan
variabel suhu dan kelembaban udara kelembaban udara, maka frekuensi
berbanding terbalik antara Kandang I dan pernapasan mengalami peningkatan.
Kandang II, kerena variabel suhu dan Persamaan regresi denyut jantung
kelembaban udara di Kandang I memiliki menunjukkan variabel suhu dan
hubungan negatif terhadap frekuensi kelembaban udara berbanding terbalik
pernapasan, sedangkan variabel suhu dan antara Kandang I dan Kandang II, kerena
kelembaban udara pada Kandang II variabel suhu dan kelembaban udara di

406 | Evaluasi Mikroklimat Kandang Menggunakan Tinggi Atap Berbeda (Suherman et al., 2017)
e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

Kandang I memiliki hubungan positif kelembaban udara berbanding berimpit


terhadap denyut jantung, sedangkan antara Kandang I dan Kandang II, kerena
variabel suhu dan kelembaban udara pada variabel independen di Kandang I suhu
Kandang II memiliki hubungan negatif udara memiliki hubungan negatif dan
terhadap denyut jantung. Hasil penelitian kelembaban udara memiliki hubungan
Yani et al. (2013), menunjukkan bahwa positif terhadap suhu rektal, sedangkan
pada suhu udara yang lebih rendah, denyut variabel suhu dan kelembaban udara pada
jantung Sapi Bali lebih sensitif terkena Kandang II memiliki hubungan negatif
stres akibat peningkatan kelembaban udara terhadap suhu rektal. Hasil penelitian dari
dibanding dengan frekuensi pernapasan. analisis regresi memiliki output model
Persamaan regresi suhu rektal summary yang tertera pada Tabel 5.
menunjukkan variabel suhu dan

Tabel 5. Model summary analisis regresi

Dependent Variable Model R R2 Adjusted R2 Std. Error


Frekuensi pernapasan I 0,307 0,094 -0,012 1,478±1
II 0,233 0,055 -0,057 0,876±1
Denyut jantung I 0,732 0,535 0,481 1,802±2
II 0,397 0,157 0,058 3,121±3,14
Suhu rektal I 0,475 0,225 0,134 0,2394±0
II 0,394 0,155 0,056 0,1420±0,15
Ket: I = Tinggi atap kandang 200-250 cm; II = Tinggi atap kandang >250-300 cm.

Berdasarkan Tabel 5 diperoleh R kelembaban udara kandang terhadap suhu


frekuensi pernapasan di Kandang I sebesar rektal Sapi Bali. Hasil analisis korelasi
0,307, dan di Kandang II sebesar 0,233. menunjukkan bahwa hasil penelitian pada
Hal ini menunjukkan bahwa dari kedua Kandang I terjadi hubungan yang kuat
kandang terjadi hubungan yang rendah antara suhu dan kelembaban udara
antara suhu dan kelembaban udara terhadap denyut jantung.
kandang terhadap frekuensi pernapasan Nilai t hitung suhu udara dalam
Sapi Bali. Korelasi atau R denyut jantung Kandang I (0,778 < 2,109) dan di
di Kandang I sebesar 0,732, dan di Kandang II (0,947 < 2,109), maka secara
Kandang II sebesar 0,397. parsial suhu udara dalam kandang tidak
Hal ini menunjukkan bahwa pada berpengaruh signifikan terhadap frekuensi
Kandang I terjadi hubungan yang kuat pernapasan Sapi Bali (P>0,05). Nilai t
antara suhu dan kelembaban udara hitung kelembaban udara dalam Kandang I
kandang terhadap denyut jantung Sapi Bali, (0,254 < 2,109) dan di Kandang II (0,990 <
sedangkan di Kandang II terjadi hubungan 2,109), maka secara parsial kelembaban
yang rendah antara suhu dan kelembaban udara dalam kandang tidak berpengaruh
udara dalam kandang terhadap denyut signifikan terhadap frekuensi pernapasan
jantung Sapi Bali. Nilai R suhu rektal di Sapi Bali (P>0,05).
Kandang I sebesar 0,475, dan di Kandang Nilai t hitung kelembaban udara
II sebesar 0,394. Hal ini menunjukkan dalam Kandang I (2,457 > 2,109), maka
bahwa dari kedua kandang terjadi secara parsial kelembaban udara dalam
hubungan yang rendah antara suhu dan Kandang I berpengaruh signifikan terhadap

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 12 No. 4 Oktober-Desember 2017 | 407


e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

denyut jantung Sapi Bali (P<0,05). Nilai t Basyarah, W. 1995. Pengaruh Ketinggian
hitung kelembaban udara di Kandang II Naungan dari Bahan Seng terhadap
(0,083 < 2,109), maka secara parsial Respons Termoregulasi Sapi Fries
kelembaban udara dalam kandang tidak Holland Dara. Skripsi. Fakultas
berpengaruh signifikan terhadap denyut Peternakan, IPB, Bogor.
jantung Sapi Bali (P>0,05). Berman, A. 2005. Estimates of heat stress
Berdasarkan nilai t hitung suhu udara relief needs for Holstein dairy cows.
dalam Kandang I (-0,321 < - 2,109) dan di J Anim Sci. 83:1377-1384.
Kandang II (-1,723 < -2,109), maka secara
parsial suhu udara dalam kandang tidak Carpenter, G. A. 1981. Ventilation System.
berpengaruh signifikan terhadap suhu In: Environmental Aspect of Housing
rektal Sapi Bali (P>0,05). Nilai t hitung for Animal Production. J.A. Clark
kelembaban udara dalam Kandang I (0,637 (Ed). Butterwoths, London. p.331-
< 2,109), dan di Kandang II (-1,535 < 350.
2,109), maka secara parsial kelembaban Chantalakhana, C. H., dan P. Skunmun.
udara dalam kandang tidak berpengaruh 2002. Sustainable Smallholder
signifikan terhadap suhu rektal Sapi Bali Animal Systems in the Tropics.
(P>0,05). Bangkok: Kasetsart University Perss.
KESIMPULAN Direktorat Jenderal Peternakan. 2006.
Statistik Peternakan. Direktorat
Hasil penelitian dapat disimpulkan
Jenderal Peternakan, Jakarta.
bahwa tinggi atap kandang memberikan
pengaruh terhadap mikroklimat kandang, Direktorat Jenderal Peternakan. 2007.
semakin tinggi atap kandang Statistik Peternakan. Direktorat
mempengaruhi penurunan suhu udara dan Jenderal Peternakan, Jakarta.
peningkatan kelembaban udara dalam Ensminger, M. E. 1971. Dairy Cattle
kandang. Perbedaan mikroklimat dalam Science. The Interstate Printers and
kandang akan memberikan pengaruh Publisher. Inc. Danville, Illinois.
terhadap respon fisiologis Sapi Bali
dewasa. Kelembaban udara kandang Gordeyase, I. K. M., R. Hartanto, dan W.
meningkat seiring dengan menurunnya D. Pratiwi. 2006. Proyeksi Daya
suhu udara kandang. Frekuensi pernapasan Dukung Pakan Limbah Tanaman
dan denyut jantung meningkat seiring Pangan untuk Ternak Ruminansia di
dengan meningkatnya suhu udara. Jawa Tengah. J. Indon. Trop. Anim.
Agric. 32(4): 285−292.

DAFTAR PUSTAKA Hahn, G. L. 1985. Management and


Housing of Farm Animal in Hot
Anderson, B. E. 1983. Temperature Environment. In : Stress Physiology
Regulation and Environmental of Livestock. Vol. 1. M.K. Yousef
Physiology. In: Du es’Physiology (Ed). CRC Press, Inc. Boca Raton,
of Domestic Animal. 10 th ed. M. J. Florida. P. 159-168.
Swenson (Ed). Cornell Univ. Press.
P. 719-726.

408 | Evaluasi Mikroklimat Kandang Menggunakan Tinggi Atap Berbeda (Suherman et al., 2017)
e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

Jones, G. M., Stallings, C. C., 1999. Purwanto, B. P. 1993. Heat and Energy
Reducing heat stress for dairy cattle. Balance in Dairy Cattle Under High
Virgina Cooperative Extension. Environmental Temperatute.
Publication Number 404-420. Doctoral Thesis, Hiroshima
http;//www.edu/index.html. [21 Juni University.
2017]. Putra, D. K. H. 2012. Fisiologi Hewan:
Kariyasa, K. 2005. Sistem integrasi Thermoregulasi. Udayana University
tanaman ternak dalam perspektif Press. Denpasar.
reorientasi kebijakan subsidi pupuk Radostits, O. M., C. C. Gay and J. H.
dan peningkatan pendapatan petani. Arundel. 2005. Veterinary Medicine:
Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian A Textbook of the Diseases of Cattle,
3(1): 68−80. Sheep, Pigs And Horse. Blackwell
Lakitan, B. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Publishing Professional. Iowa, USA.
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Rasyidi, A. dan Hartati. 2007. Petunjuk
McDowell, R.E. 1972. Improvement of Teknis Perkandangan Sapi Potong.
Livestock Production in Warm Lokasi Penelitian Sapi Potong.
Climate. W.H. Freeman and Co., San Gerati.
Frascisco.p.1-128.
Santoso, A. B. 1996. Pengaruh Lingkungan
McNeilly AS. 2001. Reproduction, fertility, Mikro terhadap Respons Fisiologi
and development. CSIRO Publishing Sapi Dara Peranakan Fries Holland.
13: 583-590. Thesis. Program Pascasarjana, IPB,
Bogor.
Mersyah, R. 2005. Desain sistem budi daya
sapi potong berkelanjutan untuk Suherman, D. 2013. Upper critical
mendukung pelaksanaan otonomi temperature of Fries Holland heifers
daerah di Kabupaten Bengkulu based on physiological responseses
Selatan. Disertasi, Sekolah for feeding management using
Pascasarjana, Institut Pertanian Artificial Neural Network simulation.
Bogor. Disertasi. IPB, Bogor.
Nurfitri, E. 2008. Sistem Pemeliharaan dan Suherman, D., B. P. Purwanto, W. Manalu
Prokduvitas Sapi Potong pada dan I.G. Permana. 2013. Simulasi
Berbagai Kelas Kelompok Peternak Artifical Neural Network untuk
di Kabupaten Ciamis. Skripsi. Menentukan Suhu Kritis pada Sapi
Fakultas Peternakan, Institut Fries Holland Berdasarkan Respon
Petanian Bogor. Fisiologis. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner. 18(1): 70-80.
Nuriyasa, I. M. Puspani E., Sumatra I. G.
N. 2010. Peningkatan Efisiensi Sulistyowati, E. 1991. Effects of Added
Produksi Ayam Petelur Melalui Dietary NaC1, KC1, and KHCO3 on
Peningkatan Kenyamanan Kandang Production and Physiological
di Desa Bolangan, Journal Performances of Lactating Dairy
Pengabdian Kepada Masyarakat, During Heat Stress. Thesis.
ISSN: 1412-0925. University of Kentucky.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 12 No. 4 Oktober-Desember 2017 | 409


e-ISSN 2528-7109
p-ISSN 1978-3000

Syadzali, M.J. 2007. Efektivitas temperature, pulse, and respiration of


Penyuluhan Ternak Sapi Potong di growing cattle. http://jas.fass.org [10
Kabupaten Jeneponto Sulawesi Juni 2017].
Selatan (Studi kasus Kecamatan Wiersma, F., D.V. Armstrong, W.T.
Kelara). Skripsi. Fakultas Peternakan, Welchert dan D.G. Lough. 1984.
Institut Pertanian Bogor. Housing system for dairy production
Thwaites, C.J. 1985. Physiological under warm weather condition.
Responses and Productivity in Sheep. World Animal Review, 50:16-23.
In : M.K. Yousef (Ed.). Stress Yani, A., W. Al-Zahra dan B. P. Purwanto.
Physiology in Livestock Vol. II: 2013. Response of Heart and
Ungulates. CRC Press Inc. Boca Respiratory Frequency Bali Cattle
Raton, Florida. Based on Changes in Temperature
Tyasyono, B. 2004. Klimatologi. Penerbit and Humidity in the Wet Tropical
ITB. Bandung. Climates Using Artifical Neural
Networks. Jurnal Ilmu Produksi dan
Weeth H.J, JE Hunter, EL Piper. 2008.
Tehnologi Hasil Peternakan. 1(1):
Effect of salt water dehydration on
54-62.

410 | Evaluasi Mikroklimat Kandang Menggunakan Tinggi Atap Berbeda (Suherman et al., 2017)

Vous aimerez peut-être aussi