Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
1
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
BATUAN BEKU
A. PENGERTIAN
Batuan beku (igneous rock) berasal dari kata ”ignis” yang dalam bahasa Latin berarti
api dan rock yang berarti batuan, jadi batuan beku adalah batuan yang berasal dari api. Secara
harfiah adalah batuan yang terbentuk dari kristalisasi magma baik di bawah permukaan
(batuan beku intrusif) maupun diatas permukaan (batuan beku ekstrusif).
B. PROSES PEMBENTUKAN
Batuan beku terbentuk dari hasil proses kristalisasi magma. Magma sendiri adalah
suatu lelehan material batuan yang bersifat mobile (dapat bergerak), terbentuk secara
alamiah, bertemperatur tinggi antara 700̊C-1200̊C di dekat permukaan (Best, 1982). Dalam
magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, 𝐶𝑂2 , chlorine,
fluorine, besi, sulfur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-
volatile yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.
Komposisi kimiawi magma dari contoh-contoh batuan beku terdiri dari :
a. Senyawa-senyawa yang bersifat non-volatil dan merupakan senyawa oksida dalam magma.
Jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma , sehingga merupakan mayor element, terdiri
dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5.
b. Senyawa volatil yang banyak pengaruhnya terhadap magma, terdiri dari fraksi-fraksi gas
CH4, CO2, HCl, H2S, SO2 dsb.
c. Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan merupakan minor element
seperti Rb, Ba, Sr, Ni, Li, Cr, S dan Pb.
(Dally 1933, Winkler 1957, Vide W. T. Huang 1962) berpendapat lain yaitu magma
asli (primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses diferensiasi
menjadi magma yang bersifat lain.
(Bunsen1951, W. T. Huang, 1962) mempunyai pandapat bahwa ada dua jenis magma
primer, yaitu basaltis dan granitis dan batuan beku merupakan hasil campuran dari dua
magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain.
Magma terbentuk dari pelelehan batuan yang dikontrol oleh tiga parameter dasar
yaitu tekanan (P), temperatur (T), dan komposisi kimia (X), yaitu :
a. Kenaikan temperatur T pada kondisi P dan X yang konstan (IncreasingTemperature).
b. Penurunan tekanan P pada T dan X yang konstan (Decompression).
2
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
c. Perubahan X pada P dan T yang konstan (terutama penambahan fluida khususnya H2O
dan CO2).
Magma dapat terbentuk di berbagai tempat, berikut ini adalah lokasi-lokasi dimana
dapat terbentuknya magma menurut Best (1982) dan Wilson (1989) :
1. Zona Subduksi (Subduction Zone)
a. Peleburan mantel atas/baji mantel (mantle wedge), mantel tersomatisasi.
b. Pelelehan parsial kerak samudera
c. Pelelehan kerak benua bagian bawah (anateksis)
2. Zona Tumbukan (Collision Zone)
a. Pelelehan parsial kerak benua bagian bawah (anateksis)
b. Pelelehan parsial kerak benua bagian tengah (anateksis)
3. Rekahan tengah samudera (mid oceanic rift)
4. Rekahan tengah benua (intra continental rift)
5. Kepulauan tengah samudera (mid oceanic island)
Semua fenomena yang melibatkan batuan dalam fase leleh disebut igneous
processes.Igneous processes umumnya dibagi dalam 4 proses utama, yaitu : 1) pembentukan
magma daribatuan asal, 2) transportasi magma, 3) diferensiasi magma, 4) pembekuan magma
menjadi batuan beku.
Magma yang berpindah naik mendekati permukaan bumi biasanya mengalami
berbagai ubahan kimia dan mineralogi melalui proses diferensiasi, yang menghasilkan
bermacam-macam batuan beku dengan komposisi kimia yang berbeda-beda. Diferensiasi
3
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
sendiri adalah proses-proses yang menghasilkan magma turunan (derivative magmas) yang
berbeda komposisi kimia dan mineralogi dari magma induk (primitive parental magma).
Proses diferensiasi antara lain terdiri dari proses kristalisasi fraksional (fractional
crystallization), magma mixing, serta asimilasi. (Best, 2005)
Ketiga proses diferensiasi tersebut diilustrasikan dalam gambar 2. Kristalisasi
fraksional merupakan proses pemisahan kristal-kristal dari lelehan magma pada proses
kristalisasi. Urutan kristalisasi mineral mengikuti kaidah deret Bowen yang menyatakan
mineral akan terbentuk secara berurutan pada urutan tertentu seturut penurunan suhu magma.
Proses kristalisasi fraksional akan menghasilkan magma yang bersifat lebih asam dari magma
sebelumnya. Magmamixing adalah proses dimana dua atau lebih magma dengan komposisi
berbeda bertemu dansaling menghomogenkan sehingga didapati magma baru dengan
komposisi diantara dua jenis magma yang bercampur. Proses pencampuran magma biasanya
terjadi di dapur magma dimana suatu dapur magma terhubungkan dengan dapur magma
lainnya sehingga terjadi pencampuran. Asimilasi adalah perubahan komposisi magma,
sebagai akibat dari adanya reaksi antara magma dengan batuan dinding yang berkomposisi
berbeda.
Pembentukan batuan beku juga dapat terjadi diatas permukaan bumi sebagai hasil dari
erupsi gunung berapi baik secara eksplosif maupun efusif, batuan beku jenis ini disebut juga
batuan beku fragmental atau vulkaniklastik yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Proses
terbentuknya batuan beku fragmental ini bisa terjadi akibat dari pembekuan magma yang
keluar ke permukaan secara cepat ketika erupsi gunung berapi, atau lava yang membeku
ketika bersentuhan dengan udara luar atau air. Gambar 5 menunjukkan skema sistem magma
yang berhubungan dengan gunung api sehingga dapat menghasilkan batuan beku
vulkaniklastik.
4
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
5
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Seri reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menunjukkan urutan kristalisasi dari
mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian. Mineral-mineral tersebut dapat
digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu :
1) Golongan mineral gelap atau mineral mafik.
2) Golongan mineral berwarna terang atau mineral felsik.
Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung semuanya
membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan bahkan mungkin cepat.
Penurunan tamperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan mineral-mineral
tertentu yang sesuai dengan temperaturnya Pembentukan mineral dalam magma karena
penurunan temperatur telah disusun oleh Bowen (Lab Petrologi UPNV, 2012).
Sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, yang pertama kali terbentuk dalam
temperatur sangat tinggi adalah Olivin. Akan tetapi jika magma tersebut jenuh oleh SiO2 maka
Piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Olivin dan Piroksan merupakan pasangan
”Incongruent Melting”; dimana setelah pembentukkannya Olivin akan bereaksi dengan
larutan sisa membentuk Piroksen. Temperatur menurun terus dan pembentukkan mineral
berjalan sesuai dangan temperaturnya. Mineral yang terakhir tarbentuk adalah Biotit, ia
dibentuk dalam temperatur yang rendah (Lab Petrologi UPNV, 2012).
Mineral disebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok Plagioklas, karena mineral ini
paling banyak terdapat dan tersebar luas. Anortite adalah mineral yang pertama kali terbentuk
pada suhu yang tinggi dan banyak terdapat pada batuan beku basa seperti Gabro atau Basalt.
Andesin terbentuk peda suhu menengah dan terdapat batuan beku Diorit atau Andesit.
Sedangkan mineral yang terbentuk pada suhu rendah adalah albit, mineral ini banyak tersebar
pada batuan asam seperti granit atau Riolite. Reaksi berubahnya komposisiPlagioklas ini
merupakan deret : “SolidSolution” yang merupakan reaksi menerus, artinya kristalisasi
Plagioklas Ca-Plagioklas Na, jika reaksi setimbang akan berjalan menerus. Dalam hal ini
Anortite adalah jenis Plagioklas yang kaya Ca, sering disebut Juga "Calcic Plagioklas",
sedangkan Albit adalah Plagioklas kaya Na ( "Sodic Plagioklas / Alkali Plagioklas" ).
Mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral Potasium Felspar ke
mineral Muskovit dan yang terakhir mineral Kuarsa, maka mineral Kwarsa merupakan
mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral Felsik atau mineral Mafik, dan sebaliknya
mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang sangat tidak stabil dan mudah sekali
terubah menjadi mineral lain (Lab Petrologi UPNV, 2012).
6
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Mineral primer dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kelimpahannya dalam batuan
beku, yaitu :
a. Mineral utama (essential mineral), mineral yang jumlahnya cukup banyak (melimpah-
sangat melimpah), dan menjadi penyusun utama dalam batuan beku sehingga menjadi
dasar dalam penamaan batuan tersebut. Contoh : mineral orthoklas, plagioklas dan
kuarsa dalam granit. Mineral olivin pada dunit.
b. Mineral tambahan (accessory mineral) yaitu mineral-mineral yang jumlahnya sedikit
(cukup melimpah – minor) dan tidak menjadi dasar penamaan batuan, namun apabila
jumlahnya > 10% akan ikut memberi nama pada batuan. Contoh : biotit dalam granit
biotit. Contoh mineral aksesoris minor dalam batuan beku antara lain topaz, zirkon,
korundum, fluorit, garnet, magnetit, ilmenit, turmalin, dll.
7
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
sebagai hasil pembekuan lava dan material lainnya yang keluar dari hasil erupsi
gunungapi. Batuan ini memiliki ukuran mineral yang sangat halus sampai dengan
afanit yang disebabkan oleh sangat cepatnya pembekuan magma. Batuan beku
ekstrusif dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :
a. Piroklastik adalah batuan beku ekstrusif yang terbentuk dari disintegrasi
magma yang keluar dari gunungapi akibat pelepasan gas sehingga magma
tersebut keluar ke permukaan dan dapat terbentuk di darat dan di udara.
Contoh batuan piroklastik adalah pumis dan tuf.
b. Hidroklastik adalah batuan beku ekstrusif yang terbentuk dari magma yang
keluar ke permukaan dan berinteraksi dengan air, contohnya adalah lava
bantal.
c. Autoklastik adalah berupa batuan yang mempunyai tekstur fragmental yang
terbentuk dari proses mekanis lava ketika meluncur di pemukaan dan
membeku sehingga membentuk kenampakan seperti breksi. Contohnya adalah
breksi autoklastik.
Batuan beku plutonik dan hipabisal saat membeku di bawah permukaan akan
menghasilkan bentukan-bentukan tubuh batuan beku yang dibedakan berdasarkan geometri
dan hubungan dengan batuan sekitar yang diterobosnya, antara lain :
a. Batholith merupakan tubuh batuan beku intrusif (plutonik) dengan ukuran yang
sangatbesar (dapat mempunyai luas lebih dari 100 km 2), terbentuk jauh di bawah
permukaan, dan umumnya mempunyai bentuk tidak beraturan dan batas bawah yang
tidak jelas. Batholith umumnya terbentuk dari batuan beku felsic atau intermediate,
contohnya :granit, monzonit kuarsa, atau diorit.
b. Stock merupakan batuan beku intrusif dengan bentuk tidak beraturan seperti batholith,
namun dengan ukuran yang lebih kecil (kurang dari 10 km 2). Stock dapat merupakan
penyerta tubuh batholith ataupun bagian atas dari batholith.
c. Dike (gang/korok) merupakan tubuh batuan beku intrusi yang berbentuk tabular
yangmemotong lapisan batuan di sekitarnya.
d. Sill merupakan tubuh batuan beku intrusi berbentuk tabular dengan
kedudukanparalel/sejajar dengan lapisan batuan di sekitarnya.
e. Laccolith merupakan tubuh batuan beku intrusi yang bentuknya cembung ke arah atas
dibagian atas, dan rata di bagian bawah yang paralele dengan lapisan batuan di
sekitarnya. Lakolit terbentuk dari intrusi magma yang kental.
8
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
f. Lopolith merupakan tubuh batuan beku intrusi yang bentuknya cembung ke arah
bawah,dengan kedudukan paralel dengan lapisan batuan di sekitarnya. Lopolith
terbentuk dari intrusi magma yang tidak kental.
g. Volcanic neck merupakan tubuh batuan beku yang berbentuk silindris ataupun
takberaturan hasil dari pembekuan pipa gunung api yang menghubungkan kepundan
magma dengan kawah. Apabila gunung api mengalami erosi, volcanic neck akan
tersisa karena sifatnya yang lebih resisten dan menghasilkan bentukan positif dari
morfologi sekitarnya.
9
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
10
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Gambar 8. Contoh lokasi pembentukan batuan beku mafik (Schminke, 2004)
d. Batuan beku ultramafik adalah batuan beku yang mempunyai komposisi mineral
didominasi oleh mineral-mineral yang bersifat ultrabasa dengan kandungan-
kandungan silika kurang dari 45%, mempunyai warna yang gelap dengan indeks
warna diatas 90%, mineral utama dalam batuan beku ultramafik adalah piroksen dan
olivin. Contoh batuaannya adalah dunit dan peridotit.
a) b)
c)) d)
Gambar 9. Contoh batuan beku intrusif : a) felsik (granit), b) intermediate (diorit), c) mafik (gabbro), d)
ultramafik (peridotit)
Berdasarkan kejenuhan silika (SiO2) batuan beku dapat dikelompokkan menjadi 3
(Tiga), yaitu (Lab Petrologi UPNV, 2012) :
a. Over saturated rock,bila batuan beku tersebut lewat jenuh silika. Contoh batuan
tridimit.
b. Saturated rock,bila batuan beku tersebut jenuh silika. Contoh batuan mengandung
feldspar , piroksen, amphibol bervariasi dengan mineral sphene, zirkon, apatit, dll.
E. DESKRIPSI BATUAN BEKU
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam deskripsi batuan beku adalah:
a. Warna Batuan, kita dapat menginterpretasi jenis batuan beku felsik-mafik secara dini
dariwarna batuan, jika warna batuan beku cenderung cerah maka batuan beku tersebut
kemungkinan felsik dan jika warna batuan cenderung gelap maka kemungkinan
batuan beku tersebut adalah mafik.
b. Tekstur.Tekstur dalam batuan beku merupakan hubungan antar mineral atau mineral
dengan masa gelas yang membentuk masa yang merata pada batuan. Selama
pembentukan tekstur dipengarui oleh kecepatan dan stadia kristalisasi. Yang kedua
11
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
tergantung pada suhu, komposisi kandungan gas, kekentalan magma dan tekanan.
Dengan demikian tekstur tersebut merupakan fungsi dari sejarah pembentukan
batuanbeku. Dalam hal ini tekstur tersebut menunjukkan derajat kristalisasi (degree of
crystallinity), ukuran butir (grain size), granularitas dan kemas (fabric),(Williams,
1982; Huang, 1962 ). Berikut tekstur dari batuan beku :
i. Derajat kristalisasi atau kristalinitas, adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan
beku pada waktut erbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dapat mencerminkan
kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam proses pembekuannya
lambat, maka ukuran kristal menjadikasar. Sedangkan jika pembekuan berlangsung
cepat, maka akan membentuk ukuran kristal halus, akan tetapi jika pembekuan
berlangsung sangat cepat maka tidak terbentuk kristal (amorf). Dalam
pembentukannya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
1. Holokristalin, apabila dalam tubuh batuan beku terdiri atas kristal secara
keseluruhan.
2. Hipokristalin, apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi
terdiri dari massa kristal
3. Holohialin, apabila tubuh batuan beku secara keseluruhan tersusun atas gelas.
ii. Granularitas, didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku.
Padaumumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
1. Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristal yang membentuk batuan
berukuran sama besar. Kelompok ini dibagi berdasarkan ukuran butirnya, yaitu:
a. Faneritik/fanerokristalin, besar kristal dari golongan ini dapat dibedakan
satu sama lain secara megaskopis dengan mata telanjang atau dengan lup.
Kristal-kristal jenis fanerik dapat dibedakan menjadi:
- Halus (fine) jika ukuran diameter butir < 1 mm
- Sedang (medium) jika ukuran diameter butir 1 – 5 mm
- Kasar (coarse) jika ukuran diameter butir 5 – 30 mm
- Sangat kasar (very coarse) jika ukuran diameter butir > 30 mm
b. Afanitik, besar kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan satu sama
lain secara megaskopis sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan
dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas, atau keduanya.
Dalam analisamikroskopis tekstur ini dapat dibedakan menjadi:
- Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati
12
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butir berkisar antara 0,1 –
0,01mm
- Kriptokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku terlalu kecil
untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butir berkisar
antara 0,01 – 0,002 mm
- Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas
2. Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan
tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris sedangkan mineral yang
kecil disebut massa dasar / matriks yang bisa berupa mineral atau gelas. Secara
umum tekstur ini disebut tekstur porfiritik, namun dapat dibagi lagi berdasarkan
ukuran matriksnya, yaitu :
a) Faneroporfiritik, apabila fenokris berada di tengah-tengah massa dasar
faneritik.
b) Porfiroafanitik, apabila fenokris berada di tengah-tengah massa dasar
afanitik.
iii. Kemas, meliputi bentuk butir dan susunan hubungan kristal dalam suatu batuan.
1. Bentuk kristal, ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga macam :
a) Euhedral, apabila bentuk kristal dan butiran mineral mempunyai
bidang kristal yang sempurna.
b) Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh
sebagian bidang kristal yang sempurna.
c) Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh
sebagian bidang kristal yang tidak sempurna
Sedangkan secara tiga dimensi yaitu sebagai berikut :
a) Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama
panjang.
b) Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu
dimensi lain.
c) Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur
2. Relasi, merupakan hubungan antara kristal satu dengan kristal lain dalam suatu
batuan dalam ukuran yang dikenal. Jenis dari hubungan antar kristal yaitu :
a) Equigranular, apabila mineral mempunyai ukuran butir yang relatif
seragam, terdiri dari :
o Panidiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral berukuran
seragam dan euhedral. Bentuk butir euhedral merupakan penciri
13
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
mineral-mineral yang terbentuk paling awal, hal ini dimungkinkan
mengingat ruangan yang tersedia masih sangat luas sehingga mineral-
mineral tersebut sampai membentuk kristal secara sempurna.
o Hipiodiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran
relatif seragam dan subhedral. Bentuk butiran penyusun subhedral atau
kurang sempurna yang merupakan penciri bahwa pada saat mineral
terbentuk, maka rongga atau ruangan yang tersedia sudah tidak
memadai untuk memadai untuk dapat membentuk kristal secara
sempurna.
o Allotiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran
relatif seragam dan anhedral. Bentuk anhedral atau tidak beraturan
sama sekali merupakan pertanda bahwa bahwa pada saat mineral-
mineral penyusun ini terbentuk hanya dapat mengisi rongga yang
tersedia saja. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa mineral-mineral
anhedral tersebut terbentuk paling akhir dari rangkaian proses
pembentukan batuan beku.
b) Inequigranular, apabila mineralnya mempunyai ukuran butir tidak
sama, antara lain :
o Porfiritik, merupakan tekstur batuan beku dimana kristal besar
(fenokris) tertanam dalam masa dasar kristal yang lebih halus.
o Vitroverik, apabila fenokris tertanam dalam masa dasar berupa gelas.
3. Tekstur khusus batuan beku, karakter tekstur ditentukan oleh bentuk kristal,
struktur, relasi, atau karakter internal telah memberikan bentuk khusus. Dalam
beberapa kasus ditemukan bahwa detail dari suatu batuan tidak bisa ditentukan
tanpa menggunakan mikroskop. Selain tekstur menunjukkan bentuk dan relasi
antar kristal juga menunjukkan pertumbuhan bersama antara mineral-mineral
yang berbeda. Berikut tekstur khusus dari batuan beku :
a) Diabasik, yaitu tekstur dimana plagioklas tumbuh bersama dengan
piroksen, disini piroksen tidak terlihat jelas dan plagioklas radier
terhadap piroksen.
b) Trachitik, yaitu tekstur dimana fenokris sanidin dan piroksen tertanam
masa dasar kristal sanidin yang relatif tampak penjajaran dengan isian
butir-butir piroksen, oksida besi dan aksesori mineral.
c) Intergranular, yaitu tekstur batuan beku yang memiliki ruang antar
14
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
plagioklas ditempati oleh kristal-kristal piroksen, olivin, atau biji besi.
d) Intersertal, yaitu tekstur batuan beku yang memiliki ruang antar
plagioklas diisi masa dasar gelas.
e) Ophitic, yaitu tekstur batuan beku dimana kristal-kristal plagioklas
tertanam secara acak dalam kristal yang lebih besar olivin atau
piroksen.
c. Struktur adalah ciri-ciri pada batuan yang dapat dilihat pada skala hand specimen
ataulebih besar lagi. Struktur batuan beku sebagian besar hanya bisa dilihat di
lapangan saja, misalnya:
1. Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik
bawahlaut, membentuk struktur seperti bantal
2. Masif, jika tidak menunjukkan sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya
lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam
tubuh batuan beku
3. Vesikuler, struktur berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada
waktu pembekuan magma.
4. Skoria, struktur yang serupa seperti vesikuler tetapi dengan lubang-lubang yang
besar dan tidak teratur.
5. Amigdaloidal, struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral
sekunder, biasanya silikat atau karbonat
6. Xenolitis, struktur yang memperlihatkan adanya fragmen atau pecahan batuan lain
yang masuk ke dalam batuan.
7. Struktur yang dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture), misalnya: kekar
tiang (columnar joint) dan kekar lembaran (sheeting joint).
d. Komposisi mineral. Menurut Walker T.Huang (1962), komposisi mineral
dikelompokkan menjadi tiga kelompok mineral, yaitu :
1. Mineral Primer. Mineral-mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma
dan kehadirannya sangat menentukan dalam penamaan batuan.
a) Mineral Felsic (mineral berwarna terang dengan densitas rata-rata 2,5 - 2,7)
yaitu :
- Kuarsa ( SiO2 )
- Kelompok felspar, terdiri dari seri felspar alkali (K, Na) AlSi 3O8.
Seri felsparalkali terdiri dari sanidin, orthoklas, anorthoklas,
15
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Tabel 1. Pengenalan Mineral dan Sifatnya
16
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Nama Bentuk dan Perawakan
Warna Belahan Keterangan
Mineral Kristal
Prismatik pendek, massif, 2 arah saling tegak Kilap kaca dan permukaannya
Piroksen Hijau tua - Hitam
membutir lurus halus
Tabular, berlembar
Biotit Hitam - coklat 2 arah Kilap kaca
(memika)
Prismatik/tabular panjang.
Plagioklas Putih susu, abu-abu 3 arah Kilap kaca/lemak
Massif, membutir
Tabular, berlembar
Muskovit Putih transparan 1 arah Kilap kaca/mutiara
(memika)
Rombohedral, massif,
Kalsit Tidak berwarna, putih Sempurna Kilap kaca, berbuih dengan HCl
membutir
Serisit Tidak berwarna, putih Tabular, berlembar Sempurna Kilap kaca berukuran halus
Anhidrit Putih, abu-abu, biru pucat Massif, membutir Sempurna Karena evaporasi
Struktur :
Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll.
Tekstur
Granulitas/Besar butir
Halus < 1 mm
Kasar 5 mm - 3 cm, Sedang 1 mm - 5 mm
Fanerik Afanitik
Derajat Kristalisasi
Keseragaman Butir/Kristal
Kuarsa (%), ciri-cirinya, dll. (untuk % digunakan diagram perbandingan secara visual)
Nama Batuan :
18
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
BORANG DESKRIPSI BATUAN BEKU
Nama :
Kode Peraga :
Deskripsi Mineralogi :
Diagenesa Batuan :
19
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
CONTOH DESKRIPSI BATUAN BEKU
Nama :
Kode Peraga :
Batuan berwarna hitam keabu-abuan, memunyai struktur masif, ukuran kristal 1 – 20 mm,
menunjukkan tekstur berdasarkan kristalinitas holokristalin, tekstur berdasarkan granularitas
faneritik, berdasarkan hubungan antar kristal panidiomorfik granular, komposisi batuan :
mineral mayor kuarsa, feldspar orthoklas, feldspar plagioklas, mineral aksesori berupa biotit,
dan muskovit.
Deskripsi Mineralogi :
Petrogenesa Batuan :
Granit merupakan batuan beku plutonik yang terbentuk dari hasil pembekuan magma yang
berkomposisi asam pada kedalaman tertentu dari permukaan bumi. Umumnya bersifat masif,
bertekstur porfiritik, terdiri atas mineral kuarsa, ortoklas, plagioklas, biotit, dan hornblende.
Berwarna abu-abu berbintik hijau dan hitam, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Merupakan batuan beku dalam yang memunyai kristal-kristal kasar.
REFERENSI
Best, M.G., 2003, Igneous and Metamorphic Petrology, Blackwell Science, Ltd., Malden,
USA.
Blatt, H., and Tracy, 1996, Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic, Freeman, &
Co.
20
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
21
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
22
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
23
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Gambar 13. Klasifikasi Komposisi Kimia Batuan Beku (Le Bas, dkk, 1986)
24
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
26
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
27
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
BATUAN PIROKLASTIK
A. PENGERTIAN
Piroklastik atau pyroclatics secara etimologi berasal dari kata pyro (bahasa Yunani
yang berarti api) dan clastic yang berarti fragmen atau pecahan. Batuan piroklastik
dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung api. Material
erupsi dari gunung api tersebut terendapkan dan terbatukan/terkonsolidasikan sebelum
mengalami transportasi (reworked) oleh air atau es (William, 1982). Menurut McPhie
(1993), batuan piroklastik adalah batuan yang tersusun oleh material-material yang
berasal dari hasil erupsi gunung api yang eksplosif, dan diendapkan dengan proses-
proses vulkanik primer.
Kelompok batuan ini menjadi penting untuk dipelajari mengingat kondisi geologi
Indonesia yang dilalui oleh 2 jalur pembentukan gunung api mediterania & pasifik,
sehingga batuan ini sering dijumpai di Indonesia, khususnya pada daerah vulkanik aktif.
28
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
hialoklastik adalah struktur yang menunjukkan breksiasi akibat aliran lava masuk ke
media air kemudian mengalami granulasi atau pemecahan materi (shattering) menjadi
fragmen-fragmen kecil bersudut mirip breksi.
Alterasi perubahan komposisi mineralogy batuan (dalam keadaan padat) karena
pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi dan tidak dalam kondisi isokimia menghasilkan
mineral lempung, kuarsa, oksida atau sulfida logam. Proses alterasi merupakan peristiwa
sekunder, berbeda dengan metamorfisme yang merupakan peristiwa primer.
Welding merupakan deformasi plastis dari piroklas yang bersifat panas (umumnya
pumis, skoria atau gelas vulkanik), sehingga mengalami pemadatan dan pengerasan.
Piroklas dan batuan piroklastik dikelompokkan berdasarkan ukuran butirnya, yaitu :
Proses perkembangan tekstur pada pada endapan vulkanik dapat digolongkan kedalam tiga
tahap:
1. Pembentukan tekstur asli dari erupsi gunung api dan proses emplasemen.
2. Modifikasi tekstur asli oleh proses syn-volcanic (oxidation, degassing, hydration,
vapourphase alteration, high-temperature devitrification, hydrothermal alteration).
Dapat disebut proses pembentuk struktur primer.
3. Modifikasi oleh proses post-volcanic (hydration, devitrification, hydrothermal
alteration, diagenesis, metamorphism, deformation, weathering). Dapat disebut proses
pembentuk struktur sekunder.
McPhie(1993)
29
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
30
Gambar1. Baganalirbatuanbekuvolkaniklastik(McPhie,dkk.,1993)
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Tabel 2. Jenis batuan fragmental yang dihasilkan oleh erupsi gunung api (McPhie, 1993)
31
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
1. Klasifikasi Deskriptif
2. Klasifikasi Genetis
Klasifikasi batuan piroklastik secara genetis dibagi menjadi tiga yang dibedakan
berdasarkan mekanisme transportasi serta pengendapannya, yaitu :
32
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
b. Pyroclastic Flow Deposit
Merupakan endapan material piroklastik yang mengalami pergerakan lateral di
permukaan tanah dalam bentuk aliran berupa fluida, sehingga material vulkanik ini
tertransportasi jauh dari gunung api. Endapan pyroclastic flow (piroklastik aliran) mempunyai
ciri-ciri antara lain:
o Biasanya membentuk struktur welded.
o Umumnya masif (tidak membentuk perlapisan).
o Bagian bawah endapan menggerus lapisan di bawahnya.
o Memiliki sortasi yang buruk.
o Endapan tidak merata dan menumpuk di lembah.
c. Pyroclastic surge
Merupakan endapan material piroklastik yang terbentuk dari hasil pergerakan dari
material vulkanik yang berupa partikel vulkanik, gas, dan air. Bagian dari piroklastik aliran
banyak mengandung air (wet) sehingga membentuk arus turbulen dengan densitas rendah.
Perbedaan flow dengan surge terletak dari banyaknya konsentrasi fluida. Pyroclastic surge
dibentuk langsung dari erupsi explosif phreatomagmatic dan phreatic (base surge) dan dalam
asosiasi dengan erupsi dan emplacement pyroclastic flow (ash cloud surge & ground surge).
33
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Gambar 4. Perbedaan konsentrasi endapan pyroclastic fall, surge dan flow pada morfologi
lembah dan puncak bukit. (McPhie, 1993)
34
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
D. DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam deskripsi batuan piroklastik antara lain :
a. Warna
Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.mineral penyusun
batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya sehingga dari warna dapat
diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali untuk batuan yang mempunyai tekstur
gelasan. Umumnya batuan piroklastik berwarna cerah apabila banyak mengandung abu
vulkanik (ash grain) dan pumis, dan berwarna gelap apabila dominan fragmen-fragmen
batuan gunung api.
b. Tingkat konsolidasi
Tingkat konsolidasi menggambarkan tingkat kekuatan ikatan antar butiran (antar fragmen
dengan matriksnya)
c. Struktur
Struktur adalah kenampakan hubungan antara bagian-bagian batuan yang berbeda.
Pengertian struktur pada batuan biasanya mengacu pada pengamatan dalam skala besar atau
singkapan dilapangan.pada batuan beku struktur yang sering ditemukan adalah:
a) Masif : bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas.
b) Vesikular: dicirikandengan adanya lubang-lubang gas,sturktur ini dibagi lagi menjadi 3
yaitu
• Skoriaan : bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.
• Pumisan : bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
• Aliran : bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang gas.
c) Amigdaloidal: bila lubang-lubang gas terisi oleh mineral-mineral sekunder.
d) Berlapis : bila dalam batuan tersebut terdapat lapisan-lapisan endapan dari fragmen-
fragmen letusan gunung api.
d. Tekstur
Pengertian tekstur batuan piroklastik mengacu pada kenampakan butir-butir mineral
yang ada di dalamnya, yang meliputi ukuran butir yaitu Bomb >64 mm, Block >64 mm, lapili
2–64 mm, dan ash < 2 mm. .Serta Bentuk butir yaitu glassy dan framental. Batuan
fragmental piroklastik umumnya tersusun oleh fragmen dan matriks. Tekstur batuan dibagi
atas 2 kategori: coherent volcanic dan volcaniclastic (Fisher, 1961)
35
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
e. Komposisi
Batuan piroklastik umumnya tersusun oleh 3 komponen utama, yaitu gelas, fragmen
batuan, dan kristal (mineral) (Fisher, 1966). Gelas umumnya hadir dalam tuff, sebagai salah
satu komponen abu vulkanik. Fragmen batuan berasal dari batuan gunung api di sekitar pusat
erupsi, atau batuan dinding pada kawah gunung berapi, yang ikut terlontarkan bersama
dengan material magma. Kristal-kristal mineral umumnya berasal dari magma yang telah
mengalami kristalisasi sebagian.
Deskripsi komposisi dilakukan pada setiap material dengan melihat jenis material
tersebut, serta dipisahkan antara komposisi fragmen dan matriks.
Komposisi batuan piroklastik dibagi menjadi empat bagian yaitu menurut kandungan
mineral : Mineral-mineral sialis, Mineral ferromagnesian, Mineral tambahan, dan Mineral
ubahan.
36
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
E. REFERENSI
Fisher, R. V. & Schmincke H.-U., (1984) Pyroclastic Rocks, Berlin, Springer-Verlag.
McPhie, J., Doyle, M., Allen, R., 1993, Volcanic Textures : A Guide to the Interpretation
Textures in Volcanic Rocks., CODES Key Centre, University of Tasmania.
https://rovicky.wordpress.com/
http://geologi.iagi.or.id/
37
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
BORANG DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK
Nama :
NRP :
Hari/Tanggal :
Jenis Batuan :
Nomor Peraga :
Warna:
___________________________________________________________________________
Struktur:
___________________________________________________________________________
Tekstur (bentuk buir, ukuran butir, komposisi fragmen dan matriks):
___________________________________________________________________________
Deskripsi Komposisi
Fragmen
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
Matriks :
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
Nama batuan:
___________________________________________________________________________
Genesa :
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
Keterdapatan :
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
38
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
CONTOHDESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK
Warna:
Batuan bewarna putih,
Struktur:
Struktur masif
Tekstur:
Tekstur Fragmental, Bentuk Butir fragmen tidak teramati, ukuran fragmen 2-5 mm, ukuran
matriks <2mm, tingkat welding tidak ada, komposisi fragmen : Muskovit, Biotit. komposisi
matriks : Ash.
Deskripsi Komposisi
Fragmen:
1. Mineral biotit, berwarna hitam, bentuk kristal kristalin, kilap kaca, belahan 1 arah, struktur
tabular, kelimpahan 10 %, hadir sebagai fragmen dalam batuan.
2. Mineral Muskovit warna putih, bentuk kristal kristalin, kilap kaca, belahan 1 arah, struktur
tabular, kelimpahan 10 %, hadir sebagai fragmen dalam batuan.
Matriks :
1. Ash, berwarna putih, kilap tanah, ukuran <2mm, kelimpahan total 80%
Genesa :batuan piroklastik hasil piroklastik fall terjadi karna bahan hasil letusan eksplosif
terhambur keudara, lalu perlahan turun kepermukaan dan terjadi pengendapan primer beserta
pembekuan, fragmen brasal dari piroklas gunung berapi sedangkan ash adalah ciri khas
produk gunung api.
Keterdapatan :karna piroklastik fall mengikuti topografi tempat ia terbentuk, maka batuan
ini banyak terdapat disekitar lereng dengan ketebalan mengikuti topograf, dengan ukuran
butir makin menjauhi lereng ukuran butirnya makin halus.
39
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
BATUAN SEDIMEN
A. PENGERTIAN
Batuan sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk akibat adanya proses pembatuan
(litifikasi) dari material-material hasil rombakan batuan lain baik batuan beku, sedimen, atau
metamorf di suatu cekungan sedimentasi. Cekungan sedimentasi inilah yang menjadi wadah
terkumpulnya atau terakumulasinya material sedimen yang nantinya dapat berubah menjadi
batuan sedimen. Raymond (1995) mengemukakan bahwa batuan sedimen adalah batuan yang
terbentuk di permukaan bumi pada suhu dan tekanan rendah, sebagai hasil dari akumulasi dan
pemadatan material - material sedimen, yang ditransportasikan oleh air, angin atau es.
Gambar 2.1. Macam – macam lingkungan pengendapan dan pembentukan batuan sedimen
Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya, yang kemudian
mengalami penghancuran akibat proses pelapukan. Proses erosi mengakibatkan terlepasnya
material hasil pelapukan dari batuan asalnya, yang kemudian mengalami transportasi oleh air,
angin, atau es. Material lepas tersebut, atau disebut dengan sedimen, kemudian terakumulasi
pada suatu cekungan sedimen, hingga akhirnya mengalami proses litifikasi atau pembatuan
yang terdiri dari kompaksi dan sementasi. Kompaksi disebabkan oleh adanya tekanan,
misalnya overburden pressure atau pembebanan yang menyebabkan material sedimen
menjadi semakin kompak dan berkurang volumenya. Sedangkan sementasi disebabkan oleh
40
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
adanya larutan-larutan silika, oksida, ataupun karbonat yang kemudian mengikat butir-butir
sedimen menjadi padat dan tidak lepas-lepas. Proses pembentukan batuan sedimen tersebut
disebut juga sebagai proses diagenesis, yaitu peningkatan suhu dan tekanan yang
menyebabkan pengerasan dan pembatuan dari material-material sedimen menjadi batuan
sedimen.
Secara singkat, urutan proses terbentuknya batuan sedimen adalah sebagai berikut :
1. Pelapukan
2. Transportasi
3. Pengendapan
4. Sementasi
5. Kompaksi
Menurut Tucker (2003), berdasarkan proses utama yang berperan dalam pembentukannya,
batuan sedimen dapat dikelompokkan menjadi :
1. Batuan Sedimen Silisiklastik, yaitu batuan sedimen yang terbentuk dari fragmen-framen
(klastika) batuan yang telah ada sebelumnya, yang kemudian mengalami transportasi dan
pengendapan karena proses-proses fisik. Contoh jenis batuan ini antara lain batupasir,
batulempung, konglomerat, breksi, dll.
41
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Gambar 2.3. Contoh batuan sedimen siliklastik berupa batupasir, batulanau, konglomerat
dan breksi
2. Batuan Sedimen Biokimia, Biogenik, dan Organik, yaitu kelompok batuan sedimen yang
terbentuk akibat proses aktivitas organisme. Contoh jenis batuan ini antara lain
batugamping, batubara, endapan fosfat guano, chert, dll.
Gambar 2.4. Contoh batuan sedimen biokimia, biogenik dan organik berupa batubara dan
batugamping
3. Batuan Sedimen Kimiawi, merupakan kelompok batuan sedimen yang terbentuk dari
hasil proses kimia. Contoh batuan pada kelompok ini berupa batuan sedimen evaporit
(gipsum, halit, dll.) dan ironstone.
Gambar 2.5. Contoh batuan sedimen kimiawi berupa gipsum dan ironstone
42
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
4. Batuan sedimen Vulkaniklastik, merupakan batuan sedimen yang mengandung material
hasil erupsi vulkanik yang telah mengalami rombakan dan transportasi ke lingkungan
pengendapan. Contoh : batupasir tufan, batulanau tufan.
Secara lebih umum, batuan sedimen juga dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar
yaitu batuan sedimen klastik dan batuan sedimen non-klastik.
Gambar 2.6. Pembagian batuan sedimen menjadi kelompok klastik dan non-klastik, beserta
komponennya.
Klastik berasal dari kata clast (dari kata Yunani klastos, artinya „pecahan‟), merupakan
terminologi untuk fragmen pecahan dalam batuan sedimen. Batuan sedimen klastik tersusun
oleh butiran-butiran yang berasal dari transportasi dan pengendapan batuan yang telah ada
sebelumnya (pre-existing rocks) dalam suatu lingkungan pengendapan. Mekanisme
transportasi melalui media angin, arus sungai, arus pasang surut, arus turbit, dll. (Tucker,
2003). Batuan sedimen klastik terdiri dari 3 komponen utama, yaitu : Fragmen, Matriks, dan
Semen.
43
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Butiran atau fragmen adalah penyusun utama batuan sedimen berupa mineral atau
pecahan batuan.
Matriks merupakan material pada batuan sedimen dengan ukuran lebih kecil daripada
fragmen, mengisi rongga antar fragmen dan terendapkan bersamaan dengan fragmen.
Semen adalah material yang mengisi rongga-rongga antar fragmen dan matriks,
berfungsi mengikat dan menguatkan ikatan antar butiran. Semen dapat berupa mineral
silika, oksida besi, atau karbonat.
Contoh batuan sedimen klastik antara lain batupasir, breksi, konglomerat, dll.
Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia maupun aktifitas organisme. Reaksi
kimia yang terjadi dapat berupa kristalisasi langsung maupun reaksi organik. Jenis batuan
sedimen non klastik antara lain chert, fosfaat, batubara, ironstone, dll.
Khusus pada batuan karbonat, dapat masuk ke dalam kelompok batuan sedimen klastik
maupun non-klastik (gambar 2.6.) tergantung dari material penyusun serta proses
pembentukannya. Namun untuk menghindari keambiguan, umumnya batuan karbonat tidak
diklasifikasikan ke dalam kedua kelompok tersebut.
44
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
D. DESKRIPSI BATUAN SEDIMEN
1. Warna
Secara umum warna pada batuan sedimen akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
Warna mineral penyusun batuan sedimen. Contoh jika mineral penyusun batuan
sedimen didominasi oleh kuarsa maka batuan akan berwarna putih.
Warna matriks atau warna semen.
Warna material yang menyelubungi (coating material). Contoh batupasir kuarsa yang
diselubungi glaukonit akan berwarna hijau.
2. Tekstur
a. Ukuran butir
Ukuran butir yang dimiliki butiran sedimen berkisar antara lempung (clay) hingga bongkah
(boulder). Skala kisaran ukuran butir yang paling sering digunakan adalah skala Udden-
Wentworth yang mengkelaskan ukuran menjadi empat kategori utama, yaitu lempung, lanau,
pasir dan gravel, dengan masing-masing kategori dapat dibagi lebih rinci.
45
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
b. Morfologi butir
Morfologi butir yang penting dalam deskripsi petrologi yaitu derajat kebundaran (roundness)
dan derajat kebolaan (sphericity), walaupun Tucker (2003) menambahkan aspek bentuk
(form), sementara Pettijohn (1975) dan Boggs (2009) menekankan bahwa aspek morfologi
luar suatu butir meliputi bentuk (form), kebundaran (roundness) dan tekstur permukaan.
Mereka menganggap bahwa sphericity adalah metode untuk menyatakan suatu bentuk (form)
butiran.
Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir, jenis proses
transportasi dan jarak transport. (Boggs, 1987). Butiran dengan sifat fisik keras dan resisten
seperti kuarsa dan zircon lebih sulit membulat selama proses transport dibandingkan butiran
yang kurang keras seperti feldspar dar piroksen. Butiran dengan ukuran kerikil sampai
berangkal biasanya lebih mudah membulat dibandingkan butiran pasir. Jarak transport akan
mempengaruhi tingkat kebundaran butir dari jenis butir yang sama, makin jauh jarak
transport butiran akan makin bundar.
Penentuan derajat kebundaran ini dilakukan dengan cara membandingkan butiran yang
sebenarnya dengan tabel visual oleh Krumbein (1953), atau Power (1953), yang dibagi
menjadi beberapa kelas, yaitu:
1. Well-rounded (membundar baik)
2. Rounded (membundar)
3. Subrounded (membundar tanggung)
4. Subangular (menyudut tanggung)
5. Angular (menyudut)
46
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
- Tingkat Kebolaan (Sphericity)
Sphericity ( ) didefinisikan sebagai ukuran bagaimana suatu butiran mendekati bentuk bola.
Semakin butiran berbentuk menyerupai bola maka mempunyai nilai sphericity yang semakin
tinggi. Nilai sphericity ditentukan dengan perhitungan matematis, namun umumnya juga
diterapkan perbandingan visual, khususnya untuk butiran berukuran pasir.
c. Kemas (fabric)
Kemas/fabric berkaitan dengan pengaturan butiran dalam batuan serta hubungannya dengan
matriks. Tinggi-rendahnya kelimpahan matriks secara langsung berpengaruh terhadap tingkat
kerapatan persinggungan antar butir. Kemas terbagi menjadi :
47
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
d. Sortasi
Sortasi atau pemilahan merupakan keseragaman ukuran butir penyusun batuan sedimen.
Semakin seragam ukuran butirnya, maka semakin baik pula pemilahan butir atau sortasinya
(well-sorted), sementara bila besar butir tidak merata, terdapat matriks dan fragmen
sortasinya semakin buruk (poorly sorted). Tekstur ini umumnya hanya digunakan dalam
deskripsi batuan sedimen klastik berukuran pasir hingga gravel.
48
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
3. Struktur Sedimen
Struktur sedimen adalah kenampakan batuan sedimen dalam dimensi yang lebih besar,
merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan sedimen dan diakibatkan oleh proses
pengendapan dan keadaan energi pembentuknya. (Pettijohn & Potter, 1964; Koesoemadinata,
1981)
Struktur sedimen adalah atribut penting dalam batuan sedimen yang terbentuk melalui proses
fisika, biologi dan atau kimiawi sebelum, selama, dan setelah terendapkan (Tucker, 2003).
Struktur sedimen terbentuk akibat dinamika dari lingkungan pengendapan. Tucker (2003)
mengelompokkan struktur sedimen berdasarkan genesa pembentukannya, yaitu :
a. Stuktur Erosional
b. Struktur Pengendapan (Syn-depositional)
c. Struktur Pasca Pengendapan (Post-depositional)
d. Struktur Biogenik
49
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
a. Struktur Erosional
Merupakan struktur sedimen yang terbentuk karena proses erosi oleh aliran fluida dan
sedimen sebelum pengendapan partikel sedimen diatas bidang perlapisan atau akibat partikel
yang menggerus permukaan sedimen. Contoh : Sole mark (groove cast, flute cast), channel,
scours.
Sole mark merupakan struktur erosi yang disebabkan oleh fluida yang membentuk pusaran
yang menggerus lapisan. Salah satu contoh dari sole mark yaitu flute cast yang terbentuk
akibat “cetakan” hasil erosi pada lapisan lunak (muddy) yang kemudian terisi oleh sedimen
yang lebih kasar (gambar 2.12), mempunyai bentuk menyerupai cekungan memanjang yang
melebar pada bagian ujungnya.
50
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Tool marks merupakan struktur erosional yang “dibantu” oleh objek (tool) yang membentuk
jejak erosi pada perlapisan. Salah satu contohnya adalah groove cast yang merupakan
bentukan parit memanjang pada lapisan batupasir yang terbentuk karena pengisian gerusan
memanjang yang memotong lapisan batuan halus di bawahnya.
Channel dan scour merupakan struktur erosi jenis scour marks yang merupakan cetakan
gerusan yang memotong bidang perlapisan dan bidang laminasi, dihasilkan dari pergerakan
arus dalam waktu yang lama. Channel dan scour dibedakan dari ukurannya, channel
memiliki ukuran meter hingga kilometer, sedangkan scour lebih kecil (sentimeter hingga
meter).
51
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
b. Struktur Pengendapan
Struktur pengendapan (deposisi) merupakan struktur sedimen yang terbentuk ketika suplai
sedimen terendapkan (syn-depositional structure). Contoh : perlapisan, laminasi, perlapisan
silang siur, graded bedding, massive bedding, current ripple, dune, dll.
Perlapisan dan Laminasi merupakan kenampakan saling berjajar dan berulangan antara
suatu lapisan dengan lapisan yang lain perlapisan dan laminasi terbentuk karena adanya
perbedaan komposisi, ukuran butir, bentuk butir, dan warna.
Perlapisan silang siur merupakan bentukan lapisan dalam batuan sedimen yang berorientasi
menyudut yang terbentuk akibat migrasi bedform dan dunes. Jika bedform adalah ripples
maka akan menghasilkan struktur yang disebut sebagai cross lamination. Dunes akan
menghasilkan cross bedding yang ketebalannya mungkin mencapai puluhan sentimeter
hingga puluhan meter.
Wave-Formed Ripples merupakan struktur sedimen deposisi yang terbentuk akibat yang
menghasilkan bentukan yang umumnya simetri, meskipun bentukan asimetri dapat dijumpai
apabila salah satu gelombang lebih dominan.
Current Ripple terbentuk akibat arus dominan satu arah, menghasilkan bentukan asimetri
berupa sisi steep lee-side (downstream) dan gentle stoss-side (upstream).
Gradasi merupakan struktur sedimen yang menunjukkan pemilahan ukuran butir secara
gradasional. Lapisan batuan sedimen yang menunjukkan ukuran butir dari kasar di dasarnya
52
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
hingga halus di bagian atasnya disebut gradasi normal (normal grading). Sebaliknya, lapisan
batuan sedimen yang menunjukkan ukuran butir semakin halus ke arah atas, dikenal sebagai
gradasi terbalik (reverse grading).
Slide dan Slump terbentuk sebagai jejak/bekas pergeseran suatu massa batuan pada tubuh
batuan. Pergeserannya pada struktur slide berupa bidang yang lurus, sedangkan slump
pergeserannya berupa bidang lengkung.
Load Cast merupakan struktur sedimen yang memiliki bentukan melengkung ke bawah tidak
beraturan sebagai akibat pembebanan oleh material kasar yang berada diatasnya.
Gambar 2.17. Kenampakan struktur sedimen load cast (kiri) dan ilustrasinya (kanan)
Dish and Pillar merupakan struktur yang tampak seperti mangkok, yang terbentuk sebagai
laminasi lempung yang tipis, berwarna gelap, dan membentuk cekungan karena lepasnya air
dari tubuh batuan akibat pengendapan yang cepat.
53
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Mudcracks merupakan struktur sedimen berupa rekahan-rekahan pada permukaan sedimen
kaya-lumpur akibat pengeringan dan pemanasan. Karena sifat kohesif dan butir individunya
yang cenderung melekat satu sama lain, ketika sedimen mengering, volume air berkurang dan
kelompok mineral lempung bercerai berai.
d. Struktur Biogenik
Struktur biogenik merupakan struktur sedimen yang dihasilkan dari kegiatan organisme
terutama hewan-hewan pasca pengendapan sedimen. Proses terbentuknya struktur biogenik
menurut Compton (1985) yaitu:
a) Sentuhan atau penjejakan
b) Pergerakan melintasi
c) Proses makan pada permukaan
d) Proses melubangi
e) Penggalian
f) Cetakan akibat keluar dari sedimen
Studi mengenai struktur sedimen biogenik disebut studi trace fossil / ichnology. Contoh
struktur sedimen biogenik antara lain tracks, trails, dan burrows.
Tracks (jejak kaki) merupakan struktur biogenik yang terbentuk akibat penjejakan dari suatu
organisme.
Trails (seretan) merupakan struktur biogenik yang terbentuk akibat seretan bagian tubuh dari
suatu organisme.
Burrows (penggalian) merupakan struktur biogenik yang berupa lubang-lubang galian, dan
terbentuk akibat penggalian oleh organisme. Burrow dapat dibedakan menjadi burrow
horisontal dan burrow vertikal berdasarkan orientasinya dengan permukaan lapisan sedimen.
54
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Gambar 2.18. Contoh kenampakan struktur sedimen burrow dengan orientasi vertikal
Komposisi batuan sedimen silisiklastik tercakup pada butiran detritus (grain), matriks dan
semen. Butiran dan matriks umumnya mempunyai komposisi berupa fragmen batuan dan /
atau mineral.
Fragmen batuan umumnya dominan pada batuan kasar (breksi dan konglomerat) dan semakin
berkurang jumlahnya seiring berkurangnya ukuran butir. Jenis dari fragmen batuan sangat
tergantung dari asal fragmen batuan tersebut, dan dapat terdiri dari berbagai jenis batuan,
contohnya batuan sedimen, metasedimen, batuan metamorf, batuan beku dan batuan
vulkanik.
Mineral penyusun batuan sedimen silisiklastik tergantung dari geologi regional daerah asal
sedimen, kestabilan mekanik dan kimiawi dari mineral (Tucker, 2003). Beberapa mineral
yang umumnya berada dalam batuan sedimen sesuai urutan stabilitas kimiawinya menurut
Tucker (2003) yaitu:
a. Kuarsa, zircon, tourmalin
b. Muskovit
c. Orthoklas
d. Plagioklas
e. Hornblende, biotit
f. Piroksen
g. Olivin
55
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Komponen penyusun batuan sedimen dapat dapat menjelaskan kondisi asal butiran sedimen.
➢ Rudaceous, yaitu batuan sedimen silisiklastik dengan ukuran butir gravel (>2mm)
➢ Arenaceous, yaitu batuan sedimen silisiklastik dengan ukuran butir pasir (1/16 –
2mm)
➢ Lutaceous/Argillaceous, yaitu batuan sedimen silisiklastik dengan ukuran butir lanau-
lempung (<1/16 mm)
56
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Untuk Rudaceous, batuan dapat diklasifikasikan seperti tabel berikut ini :
Tabel 2.2. Klasifikasi Konglomerat & Breksi (Pettijohn, 1975; Sengupta, 1994)
Khusus untuk batupasir, ada beberapa klasifikasi, namun yang sering digunakan adalah
klasifikasi Pettijohn (1975) :
57
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
2. Batuan Karbonat
Ada beberapa klasifikasi yang membagi batuan karbonat menjadi beberapa macam, terutama
berdasarkan tekstur pengendapannya, antara lain :
a. Klasifikasi Grabau
Menurut Grabau batugamping dapat dibagi menjadi 5 macam, yaitu :
b. Klasifikasi Folk
Menurut Folk, ada 3 macam komponen utama penyusun batugamping, yaitu :
➢ Allochem, hasil presipitasi kimiawi atau biokimia yang telah mengalami transportasi
(intrabasinal), analog dengan butiran pasir atau gravel. Ada 4 macam : intraclast, oolite,
pellet, dan fosil.
➢ Mycrocrystalline calcite ooze (micrite), analog dengan lempung pada batulempung atau
matrik lempung pada batupasir.
➢ Sparry calcite (sparite), analog dengan semen pada clean sandstone.
58
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
c. Klasifikasi Dunham
Dunham (1962) mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan pada tekstur deposisi dari
batugamping. Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan
batugamping, antara lain :
a. Derajat perubahan tekstur pengendapan.
Dalam klasifikasi batuan karbonat yang dilakukan oleh Embry & Klovan, tekstur batuan yang
terbentuk saat pengendapanlah yang menjadi dasar pengklasifikasian. Pengklasifikasian
batuan karbonat yang dilakukan oleh Embry & Klovan merupakan pengembangan dari
klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham (1962).
59
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Tabel 2.3. Klasifikasi Embry & Klovan (1971)
3. Batuan Mix-Silisiklastik
Batuan Mix-silisiklastik adalah batuan sedimen dengan komposisi berupa campuran antara
material karbonat dan material silisiklastik. Dalam pengklasifikasiannya, dapat digunakan
klasifikasi Mount (1985)
60
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
F. BORANG DESKRIPSI BATUAN SEDIMEN
Nama :
Kode Peraga :
Jenis Batuan Sedimen : Batuan sedimen silisiklastik
Batuan berwarna _________, struktur sedimen_________, tekstur meliputi : ukuran butir
____-____ mm (fragmen : ___-___ mm, matriks _______ mm), bentuk butir
(roundness,sphericity jika dapat diamati) _________, sortasi _________, kemas _________,
komposisi : ________ (___%), ________ (___%), ________ (___%), dll.
Deskripsi Komposisi :
(dibedakan berdasarkan fragmen dan matriks)
➢ Komposisi berupa lithik dideskripsi sesuai dengan deskripsi jenis batuannya.
➢ Mineral _____________, warna _____________, ukuran _____________, bentuk
______________, kilap_______________, kelimpahan _________.
Nama :
Kode Peraga :
Jenis Batuan Sedimen : Batuan karbonat Allochtonous
Batuan berwarna _________, struktur sedimen_________, tekstur meliputi : ukuran butir
____-____ mm (fragmen : ___-___ mm, matriks _______ mm), bentuk butir (bentuk khas
butir penciri jenis material sedimen penyusun batuan, misal : foraminifera bentuk melensa)
_________, kemas _________, komposisi : ________ (___%), ________ (___%), ________
(___%), dll.
Deskripsi Komposisi :
______________________________________________________________________
Nama Batuan (Klasifikasi) : ________________________
Gambar :
61
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
c. Batuan Sedimen Karbonat Autochtonous
Nama :
Kode Peraga :
Jenis Batuan Sedimen : Batuan karbonat Allochtonous
Batuan berwarna _________, ukuran kristal atau material penyusun ____-____ mm, bentuk
dan kenampakan khas material penyusun (mengacu pada Embry & Klovan (1971)) komposisi
(jenis material penyusun) : ________ (___%), ________ (___%), ________ (___%), dll.
Deskripsi Komposisi :
______________________________________________________________________
Nama Batuan (Klasifikasi) : ________________________
Gambar :
Nama :
Kode Peraga :
Jenis Batuan Sedimen : Batuan karbonat Allochtonous
Batuan berwarna _________, ukuran kristal / butir (bedakan antara kristal dan butir) _______
mm, kenampakan khas (struktur kristal atau sifat lain). komposisi : ________ (___%),
________ (___%), ________ (___%), dll.
Deskripsi Komposisi :
______________________________________________________________________
Nama Batuan (Klasifikasi) : ________________________
Gambar :
62
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
F. BORANG DESKRIPSI BATUAN SEDIMEN
a. Batuan Sedimen Silisiklastik
Nama :
Kode Peraga :
Jenis Batuan Sedimen : Batuan sedimen silisiklastik
Batuan berwarna _________
Struktur sedimen_________
Tekstur meliputi : ukuran butir ____-____ mm (fragmen : ___-___ mm, matriks _______
mm), bentuk butir (roundness,sphericity jika dapat diamati) _________, sortasi _________,
kemas _________,
Komposisi : ________ (___%), ________ (___%), ________ (___%), dll.
Deskripsi Komposisi :
(dibedakan berdasarkan fragmen dan matriks)
➢ Komposisi berupa lithik dideskripsi sesuai dengan deskripsi jenis batuannya.
➢ Mineral _____________, warna _____________, ukuran _____________, bentuk
______________, kilap_______________, kelimpahan _________.
63
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
b.Batuan Sedimen Karbonat Non-Klastik
Nama :
Kode Peraga :
Jenis Batuan Sedimen : Batuan sedimen silisiklastik
Batuan berwarna _________
Struktur sedimen_________
Tekstur meliputi : ukuran butir ____-____ mm (fragmen : ___-___ mm, matriks _______
mm), bentuk butir (roundness,sphericity jika dapat diamati) _________, sortasi _________,
kemas _________,
Komposisi : ________ (___%), ________ (___%), ________ (___%), dll.
Deskripsi Komposisi :
(dibedakan berdasarkan fragmen dan matriks)
➢ Komposisi berupa lithik dideskripsi sesuai dengan deskripsi jenis batuannya.
➢ Mineral _____________, warna _____________, ukuran _____________, bentuk
______________, kilap_______________, kelimpahan _________.
➢ Kandungan fosil :
64
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
BATUAN METAMORF
A. PENDAHULUAN
1. Pengertian
Metamorfisme adalah proses yang melibatkan perubahan isi/komposisi dan atau struktur
mikro batuan, secara dominan pada kondisi padat. Proses ini utamanya berkaitan dengan
penyesuaian batuan terhadap perbedaan kondisi pada saat batuan itu terbentuk serta antara
kondisi normal di permukaan bumi dengan zona diagenesis. (Fettes dan Desmond, 2007).
Proses metamorfisme berlangsung pada keadaan padat, tidak terjadi pada keadaan hasil
lelehan. Apabila temperatur terlalu tinggi dan terjadi lelehan batuan, maka hasilnya adalah
batuan beku. Hasil metamorfisme batuan biasanya sangat berbeda dengan batuan asli
pembentuk batuan/ protolith.(Richard, 2010 )
2. Limitasi
a. Batas Bawah Suhu Metamorfisme
Pada kebanyakan batuan, transformasi mineral diawali segera setelah sedimentasi dan
berlanjut seiring dengan penambahan penimbunan material diatasnya. Proses ini dinamakan
diagenesa, dan menjadi batas bawah dari metamorfisme. Jadi, proses metamorfisme terjadi
dalam satuan rangkaian kenaikan suhu yang berawal dari kenaikan suhu permukaan. Batas
bawah suhu metamorfisme berkisar pada 150 0C ± 50 0C (Butcher dan Grapes, 2011; Gambar
3.1) dan pada kebanyakan diagram fasa ditunjukkan di atas 200 0C atau 300 0C. Temperatur
dari proses metamorfisme sangat dipengaruhi oleh material pembentuk batuannya, sebagai
contoh perubahan terjadi pada suhu rendah daripada oleh reaksi kimia pada kebanyakan
batuan silika dan karbonat.
Pada suhu tinggi, batuan akan mulai meleleh, dan bersinggungan dengan magma sebagai
subjek dalam batuan beku. Proses pelelehan parsial (partial melting) merupakan aspek
gabungan metamorfisme dan batuan beku. Batuan yang mencirikan hasil pelelehan parsial
adalah migmatit, yang terdiri dari sisa metamorfirme dan komponen batuan beku. Namun,
suhu pelelehan batuan didefinisikan sebagai batas atas suhu metamorfisme. Suhu pelelehan
bergantung pada tekanan, komposisi batuan, dan kuantitas kandungan air. Sebagai contoh,
pada tekanan 500 MPa dan kehadiran fluida, batuan granitik akan meleleh pada kisaran suhu
65
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
6600C, sedangkan batuan basaltik membutuhkan suhu yang lebih tinggi yaitu sekitar 800 0C.
Jika tidak terdapat H2O, suhu pelelehan akan makin tinggi. Batuan metamorf yang terdapat
pada kondisi suhu tertinggi tercatat pada suhu 1000–1150 0C (Lamb dkk, 1986; Ellis, 1980;
Harley dan Motoyoshi, 2000; Hokada, 2001; Sajev dan Osanai, 2004 dalam Butcher dan
Grapes, 2010; Gambar 3.1) yang ditentukan oleh metode tidak langsung termobarometri.
66
Gambar 3.1. Limitasi P-T metamorfisme (Bucher dan Grapes, 2011).
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
berhubungan dengan pergerakan kerak menuju kedalaman yang sangat besar (>100 km).
Pada batuan mantel seperti garnet peridotit dari kompleks ophiolit atau dari xenolit dalam
kimberlit tercatat tekanan mencapai lebih dari 3-4 Gpa. (Yang et al. 1993; Song et al. 2009)
Sehingga berhubungan dengan itu, pada kedalaman lebih dari 100 km dibawah permukaan
bumi tekanan pembentuk batuan dapat mencapai 6 Gpa. (Butcher dan Grapes, 2011)
Klasifikasi utama metamorfisme dari sudut pandang luasan, tatanan tektonik dan
penyebabnya seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.2. Istilah-istilah seperti metamorfisme
termal, metamorfisme dinamik, metamorfisme dinamotermal, metamorfisme deformasi,
metamorfisme terbalik (up-side-down metamorphism), metamorfisme kataklastik dll, tidak
digunakan karena istilah tersebut bertampalan dengan istilah yang digunakan dalam gambar
3.2 atau memiliki penggunaan yang ambigu. Beberapa tipe utama batuan metamorf dengan
lingkungan tektoniknya dapat dilihat pada gambar 3.3.
67
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
a. Metamorfisme Regional
Metamorfisme regional adalah tipe metamorfisme yang meliputi area sangat luas dan
mempengaruhi volume batuan yang sangat besar. Metamorfisme ini berasosiasi dengan
proses tektonik skala besar seperti pemekaran dasar samudra, penebalan kerak berkaitan
dengan tumbukan lempeng, penurunan dasar cekungan yang dalam, dll. Tipe-tipe dari
metamorfisme regional adalah metamorfisme orogenik, subduksi, tumbukan / kolisi, dasar
samudera dan burial. (Butcher dan Grapes, 2011)
Metamorfisme dasar samudra adalah tipe matemorfisme skala regional maupun lokal
yang berhubungan dengan tingginya gradien geothermal di sekitar pusat pemekaran dalam
lingkungan samudra. Rekristalisasinya, yang umumnya tidak komplit, meliputi beragam
suhu. Metamorfisme ini berasosiasi dengan sirkulasi fluida panas (berhubungan dengan
metasomatisme) dan umumnnya menunjukkan kenaikan suhu metamorfisme terhadap
kedalaman.
68
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
b. Metamorfisme Lokal
Metamorfisme lokal adalah tipe metamorfisme meliputi area (volume) terbatas dimana
metamorfisme dapat secara langsung berhubungan dengan penyebab lokal ataupun sumber
khusus, seperti intrusi magma, patahan ataupun tumbukan meteor. Tipe-tipe dari
metamorfisme lokal adalah metamorfisme kontak, kataklastik, hidrotermal, tubrukan, akibat
petir dan pembakaran. (Butcher dan Grapes, 2011)
Metamorfisme Kataklastik adalah tipe metamorfisme yang berada disekitar patahan
dan sesar, sehingga murni karena adanya gaya mekanik yang mengakibatkan penggempuran
dan granulasi struktur batuan. Sehingga metamorfisme ini sangat berkaitan erat dengan
regangan tinggi dan tekanan yang tinggi dengan temperatur yang relatif rendah, hasil dari
metamorfisme ini adalah batuan metamorf non-foliasi.
Metamorfisme dislokasi adalah tipe metamorfisme skala lokal, berasosiasi dengan
patahan atau zona sesar. Pengurangan ukuran butir umumnya terjadi pada batuan dan batuan
yang terbentuk umumnya milonit dan kataklastik.
Metamorfisme tubrukan (impact) adalah tipe metamorfisme skala lokal disebabkan
oleh penjalaran gelombang kejut akibat tubrukan benda angkasa pada permukaan planet.
Metamorfisme ini termasuk proses pelelehan dan penguapan batuan akibat tumbukan.
Metamorfisme kontak adalah tipe metamorfisme skala lokal yang mempengaruhi
batuan yang diterobos (country rock) di sekitar tubuh magma yang terletak pada berbagai
lingkungan dari vulkanik sampai mantel bagian atas, pada kerak samudra maupun benua.
Metamorfisme ini pada dasarnya disebabkan oleh transfer panas dari tubuh magma yang
mengintrusi kepada batuan yang diterobos, dengan perbedaan suhu metamorfisme bisa sangat
besar. Metamorfisme ini bisa dibarengi oleh deformasi yang signifikan tergantung dinamika
intrusinya.
Pirometamorfisme adalah tipe metamorfisme kontak yang dicirikan oleh suhu yang
sangat tinggi pada tekanan yang sangat rendah, dibentuk oleh tubuh vulkanik ataupun sub-
vulkanik. Metamorfisme ini umumnya terbentuk pada xenolith dalam tubuh intrusi, dan dapat
diikuti oleh beberapa derajat partial melting.
Metamorfisme hidrotermal adalah tipe metamorfisme skala lokal yang disebabkan oleh
fluida panas dengan banyak kandungan H2O. Metamorfisme ini umumnya skala lokal yang
berhubungan dengan penyebab spesifik (yaitu di mana intrusi batuan beku menghasilkan
fluida yang bereaksi dengan batuan sekitarnya). Namun, pada lokasi dimana intrusi batuan
69
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
beku terjadi berulang-ulang (seperti pada pusat pemekaran lantai samudra) perulangan
sirkulasi fluida panas ini dapat meningkakan efek regional seperti pada metamorfisme dasar
samudra. Metasomatisme umumnya berasosiasi dengan tipe metamorfisme ini.
Metamorfisme hot-slab adalah tipe metamorfisme skala lokal yang terjadi di bawah
tubuh lempeng tektonik panas (contohnya adalah metamorfosa kontak berdimensi kecil di
bagian bawah dari obduksi kerak samudera). Gradien termal dari tipe metamorfisme ini
umumnya terbalik dan curam.
Metamorfisme pembakaran (combustion metamorphism) adalah tipe metamorfisme
skala lokal yang dihasilkan dari proses pembakaran spontan material-material alami, seperti
batuan bituminous, batubara maupun minyak.
Metamorfisme akibat petir (lightning metamorphism) adalah tipe matemorfisme
skala lokal yang disebabkan sambaran petir. Batuan yang dihasilkan umumnya berupa
Gambar 3.3. Beberapa tipe utama batuan metamorf dan lokasi pembentukannya (Press dkk, 2003 dengan
modifikasi).
70
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
3. Grade Metamorfisme
Istilah grade metamorfisme (metamorphic grade) digunakan untuk menjelaskan kondisi
relatif pada proses metamorfisme. IUGS (International Union of Geological Sciences)
Subcommision on the Systematic of Metamorphic Rocks mengacu pada Turner dan
Verhoogen (1951), Miyashiro (1973) dan Winkler (1974) menjelaskan bahwa grade
metamorfisme harus mengacu hanya kepada suhu metamorfisme, dan bukan pada kondisi
Gambar 3.4. Grafik P dan T yang menunjukkan grade metamorfisme, batas bawah metamorfisme
pada proses sedimentasi (litifikasi) dan batas atas pada batuan mulai meleleh.(Richard, 2010)
tekanan metamorfisme. Hal ini untuk mencegah kebingungan apakah grade metamorfisme
mengacu pada suhu atau tekanan relatif, atau kombinasi keduanya. Jika suhu metamorfisme
dibagi menjadi lima kelompok yaitu very low, low, medium, high, dan very high, kelompok
ini juga mengacu pada grade metamorfisme dengan pembagian yang sama, yaitu very low,
low, medium, high dan very high grade of metamorphism (Gambar 3.4).
Dalam grade metamorfisme, terdapat beberapa istilah yang penting dan umum
digunakan, antara lain :
a. Prograde (=progressive) metamorphism, adalah proses metamorfisme yang
menghasilkan pembentukan mineral-mineral dari grade yang lebih tinggi (dengan kata
lain, suhu yang lebih tinggi) dibandingkan fase mineral-mineral asalnya.
71
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
b. Retrograde (=retrogressive) metamorphism, adalah proses metamorfisme yang
menghasilkan pembentukan mineral-mineral dari grade yang lebih rendah (dengan kata
lain, suhu yang lebih rendah) dibandingkan fase mineral-mineral asalnya.
c. Isograd, merupakan suatu permukaan yang melewati sekuen batuan, diwakili oleh garis
pada peta, ditentukan oleh kemunculan atau hilangnya suatu mineral, komposisi mineral
tertentu atau asosiasi mineral, yang dihasilkan sebagai produk dari reaksi tertentu.
Sebagai contoh, isograd ‘staurolit-in’ didefinisikan oleh reaksi:
Garnet + Klorit + Muskovit = Staurolit + Biotit + Kuarsa + H2O.
Isograd merepresentasikan reaksi mineral dan bukan komposisi kimia batuan.
4. Fasies Metamorfisme
Fasies metamorfisme adalah suatu kumpulan mineral-mineral metamorfik, secara
berulang berasosiasi dalam ruang dan waktu dan menunjukkan hubungan umum antara
komposisi mineral dan komposisi kimia secara keseluruhan. Oleh karena itu fasies
metamorfisme terkait dengan kondisi metamorfisme yang berbeda, pada suhu dan tekanan
yang khusus, walaupun beberapa variabel, seperti PH2O juga dapat dipertimbangkan (Fettes
72
Gambar 3.5. Fasies metamorfisme yang digambarkan oleh wilayah-wilayah pada grafik P-T (Winter, 2010).
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
dan Desmond, 2007). Posisi relatif dari fasies metamorfik terhadap P-T dan lokasi
pembentukan fasies metamorfik pada zona subduksi dapat dilihat pada gambar 3.5 dan 3.6
secara berurutan.
a. Fasies Zeolite
Fasies zeolite merupakan fasies tingkat rendah, umumnya terbentuk dari alterasi gelas
vulkanik menjadi mineral zeolite berupa heulandite atau stibnite (terkadang berupa
analcime), bersama dengan mineral-mineral phyllosilicate, seperti celadonite, smectite,
kaolinite, atau montmorillonite, dan kuarsa atau mineral karbonat sekunder. Mineral kristalin
batuan beku tidak mengalami perubahan. Pada kedalaman yang sedikit lebih dalam, mineral
klorit dapat muncul, dan heulandite digantikan oleh laumontite, dan analcime oleh albite.
Wairakite merupakan mineral zeolite lain yang dapat terbentuk, yang umumnya lebih stabil
pada grade yang lebih tinggi dibandingkan laumontite.
b. Fasies Prehnite-pumpellyite
Fasies prehnite-pumpellyite merupakan salah satu fasies tingkat rendah selain fasies
zeolite. Pada bagian atas dari fasies zeolite, laumontite akan hilang dan digantikan oleh
mineral prehnite + pumpellyite + kuarsa yang menjadi stabil. (umumnya bersama dengan
albite, chlorite, phengite dan titanite). Fasies ini terbentuk sesaat sebelum fasies blueschist
dan greenschist terbentuk.
c. Fasies Greenschist
Fasies Greenschist terjadi pada grade rendah hingga medium, dimana nama dari dari
fasies ini ditimbulkan dari karakteristik tampilan dari metamorfosa batuan basaltik yang
menjadi “green schist” dalam kondisi tekanan dan suhu fasies greenschist (Richard, 2010).
Dalam kondisi yang sama batuan metabasaltik asal punggungan tengah samudra (mid oceanic
ridge basalt – MORB) terubah menjadi greenschist dengan k6umpulan mineral asosiasi
berupa aktinolit + klorit + epidot + albit ± kuarsa. Tiga mineral pertama memberikan warna
hijau. Keempat mineral pertama merupakan mineral yang harus ada dalam greenschist dan
penciri fasies greenschist.
Fasies greenschist terbentuk pada suhu 300 0C hingga 500 0C dengan tekanan rendah-
menengah. Transisi antara fasies greenschist dan amphibolite bergradasi. Pada suhu sekitar
73
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
450 0C, batuan metabasa akan membentuk mineral hornblende (menggantikan aktinolit)
sebagai hasil reaksi antara epidot dan klorit serta terbentuk pula plagioklas yang lebih basa.
d. Fasies Amphibolite
Di bawah kondisi tekanan dan suhu fasies amphibolites (terletak pada grade medium
hingga tinggi) (Richard, 2010), metabasalt terubah menjadi amphibolites dengan
kandunganplagioklas (oligoklas–andesine) + hornblende ± kuarsa. Mineral hornblende
menjadi penciri utama fasies ini hingga > 50 %.
Pada suhu lebih rendah dalam fasies ini, mineral epidot mungkin masih tersisa. Mineral
garnet juga melimpah pada banyak jenis amphibolites. Padatingkat yang lebih tinggi dalam
fasies ini, klinopiroksen bisa hadir, tentu dalam kondisi tekanan tinggi.
e. Fasies Granulite
Fasies granulite terdiri dari batuan-batuan tingkat tinggi yang terbentuk pada suhu
tertinggi dari metamorfisme orogenik. Batuan yang mengalami metamorfisme ini terbentuk
dalam keadaan ering sehingga titik leleh tidak terjadi karena pada batuan lain dengan kondisi
fasies granulite akan meleleh terlebih dahulu (Richard, 2010). Mineral penciri fasies ini
terdiri dari klinopiroksen + plagioklas ± kuarsa ± ortopiroksen. Klinopiroksen pada fasies ini
merupakan hasil replacement dari hornblende pada fasies amphibolite. Mineral-mineral
hydrous lain seperti mika tidak hadir dalam fasies ini, karena batuan dalam fasies ini
terdehidrasi secara kuat dan pembentukannya dipengaruhi oleh tekanan air yang tinggi.
f. Fasies Blueschist
Nama fasies blueschist berasal dari kehadiran glaukofan dan mineral-mineral sodic
amfibol yang lainnya. Mineral-mineral tersebut umumnya dijumpai bersama dengan mineral
lawsonit, zoisit, epidot, garnet, klorit, phengite, paragonit, kloritoid, talk, kyanit, jadeit,
ankerit dan aragonit. Dalam fasies ini mineral feldspar dan biotit tidak hadir dalam batuan.
Fasies blueschist terbentuk pada suhu rendah dan tekanan yang relatif tinggi, yaitu di
sepanjang gradien geotermal rendah yang terkait dengan proses subduksi.
g. Fasies Eclogite
Pada fasies eclogite, batuan dicirikan dengan kehadiran kelompok mineral ompachite +
garnet, sementara plagioklas tidak hadir pada fasies ini. Eklogit merupakan batuan tekanan
74
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
tinggi yang terbentuk pada rentang suhu yang luas, dan terjadi pada tatanan geodinamik yang
berbeda. Low-T eklogit dihasilkan dari namun istilah ultra-high pressure metamorphism
(UHPM) digunakan untuk batuan fasies eclogite yang mengandung mineral coesite, yang
telah mengalami metamorfosa pada kondisi di mana mineral coesite dapat stabil.
h. Fasies Hornfels
Fasies Hornfels merupakan fasies yang terbentuk pada kondisi tekanan yang rendah
dan hanya dipengaruhi oleh perubahan temperatur yang signifikan pada daerah kontak
metamorfisme. Batuan yang diasilkan adalah batuam metamorf non-foliasi dan biasanya
sortasi bagus serta rapuh/ brittle.biasanya terlihat karena pertumbuhan baru dari
porphyroblast (umumnya andalusite dan/atau cordierite dalam metapelites) (Richard,
2010). Fasies ini terbagi menjadi 3, yaitu fasies albite-epidote hornfels, hornblende
Gambar 3.6. Lokasi pembentukan fasies-fasies metamorfisme pada zona subduksi (Winter, 2010).
hornfels, dan pyroxene hornfels. Fasies sanidite sangat jarang ditemukan, karena
umumnya hanya terbatas pada xenolith dalam magma basa atau pada bagian paling dalam
dari zona aureol kontak yang berhubungan dengan intrusi basa atau anorthosit.
(pirometamorfisme).
75
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Strukur adalah susunan bagian massa batuan yang tidak bergantung pada skala, termasuk
hubungan antara bagian – bagiannya, ukuran relative, bentuk dan bentuk internal dari masing
– masing bagian batuan. Struktur batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu foliasi dan non
foliasi.
a. Struktur Foliasi adalah strktur yang ada pada batuan metamorf akibat adanya penjajaran
mineral pada batuan akibat adanya pengaruh saat proses metamorfosa. Struktur foliasi
dibagi mejadi 4 yaitu :
1. Slaty Cleavage: merupakan struktur yang terbentuk pada batuan metamorf dengan
derajat rendah. Dicirikan dengan butiran yang sangat halus (mikrokristalin) dengan
bidang – bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Contoh batuan :
Slate (Batu Sabak)
(https://ptbudie.wordpress.com/2012/04/11/struktur-dan-tekstur-batuan-metamorf/)
2. Schistosic: pada struktur ini dicirikan dengan lapisan kristal yang tipis dan pada
umumnya tersebar seragam. Contoh batuan : Sekis, sekis mika dan blue schist
(Carroll, 1940)
76
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Gambar 3.8. Struktur schistosic
(https://ptbudie.wordpress.com/2012/04/11/struktur-dan-tekstur-batuan-metamorf/)
3. Phylilitic : struktur batuan metamorf yang memiliki ukuran butir oleh butiran
yang halus dan adanya kilap,susunan skitositas yang baik. Contoh : Phyllite
(https://ptbudie.wordpress.com/2012/04/11/struktur-dan-tekstur-batuan-metamorf/)
4. Gneissic: yipe batuan ini memiliki ciri yaitu adanya perselingan, lapisan mineral
memiliki penjejajaran mineral yang berbeda antara mineral granuler dengan
mineral tabular atau prismatic. Penjajaran mineral tidak menerus melainkan
terputus –putus. Contoh : Gneiss
(https://ptbudie.wordpress.com/2012/04/11/struktur-dan-tekstur-batuan-metamorf/)
77
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
5. Mylonitic: dicirikan dengan skistositas yang berkembang baik dihasilkan dari
penguran butir akibat tektonik. Pada umumnya mengandung porfiroklas
bundarserta fragmen yang memiliki komposisi sama dengan matriksnya. Contoh :
mylonite
(https://ptbudie.wordpress.com/2012/04/11/struktur-dan-tekstur-batuan-metamorf/)
b. Struktur non foliasi adalah struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan
adanya penjajaran mineral pada batuan. Mineral yang membentuk adalah mineral
yang equidimensional yang pada umumnya terdiri dari butran – butiran (granular).
Berikut adalah struktur non foliasi :
1. Granofelsic: dicirikan dengan tidak adanya skistositas yaitu butiran mineral
ataupun agregat butiran mineral yang equant (persegi). Atau jika tidak persegi
memiliki orientasi acak. Contoh :Granofels
78
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
(https://ptbudie.wordpress.com/2012/04/11/struktur-dan-tekstur-batuan-metamorf/)
2. Hornfelsic: terbentuk dari mineral equidimensional dan equigranular dan
umumnya berbentuk polygonal, ukuran butir halus dan saling mengi=unci
(interlocking). Contoh : Hornfels
3. Catalastic: terbentuk oleh pecahan fragmen batuan atau mineral yang berukuran
kasar dan pada umumnya membentuk kenampakan breksiasi, struktur ini terjadi
akibat metamorfosa kataklastik. Contoh: kataklastik
Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan
orientasi butir mineral dan individual batuan metamorf. Penamaan tekstur pada umunya
menggiunakan awalan blasto atau akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya
(Jacson,1997). Berikut adalah tekstur batuan metamorf :
a. Ukuran kristal
0.1 Mm = sangat halus
0.1 – 1 mm = halus
1-5 mm = sedang
5- 10 mm = kasar
79
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
b. Berdasarkan ukuran butir :
- Fanerik : butiran kristal masih dapat dilihat oleh mata
- Afanitik : ukuran butiran kristal tidak dapat dilihat oleh mata
Mineral pada batuan metamorf sangat dipengaruhi oleh tipe protolith ( batuan induk) dan
proses metamorfosa dari batuan itu sendiri. Beberapa tipe protolith yang umum pada batuan
metamorf adalah :
80
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
B. TATANAMA
Pemberian nama pada batuan metamorf lebh mudah karena pemberian nama
berdasarkan jenis protolith, struktur, tekstur, nam spesifik dan kombinasi mineral pada
elemen penyusun batuan metamorf tersebut. Contoh :
81
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
11. Kuarsa : hampir murni SiO2
Contoh : kuarsit
12. Kuarsa : kandungan Si, Na, K, Al tinggi
Contoh : metapsammite
E. TATANAMA
Pemberian nama pada batuan metamorf lebh mudah karena pemberian nama
berdasarkan jenis protolith, struktur, tekstur, nam spesifik dan kombinasi mineral pada
elemen penyusun batuan metamorf tersebut. Contoh :
REFERENSI
82
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
Bard, J.P., 1980, Microtextures of Igneous and Metamorphic Rocks, Riedel Publising
Company, Holland.
Butcher, K., dan Grapes, R., 2011, Petrogenesis of Metamorphic Rock, Springer, New York.
Richard, J Wilson, 2010, Minerals and Rocks “1 st Edition”, Ventus Publishing &
bookboon.com
83
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
BORANG DESKRIPSI BATUAN METAMORF
1. Foliasi
No Peraga :___
Deskripsi Batuan :
Warna :
Deskripsi Mineralogi :
Diagenesa :
84
Laboratorium Petrologi Teknik Geofisika ITS 2016
2. Non-Foliasi
No Peraga : ___
Deskripsi Batuan :
Warna :
Deskripsi Mineralogi :
Nama Batuan
Diagenesa :
85