Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang
secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam kehidupan.
Secara keilmuan perawatan kritis fokus pada penyakit yang kritis atau pasien yang tidak
stabil. Untuk pasien yang kritis, pernyataan penting yang harus dipahami perawat ialah
“waktu adalah vital”. Sedangkan Istilah kritis memiliki arti yang luas penilaian dan evaluasi
secara cermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi krusial dalam rangka mencari
penyelesaian/jalan keluar.
Kritis adalah keadaan krisis, gawat, genting (tentang suatu keadaan), keadaan yg
paling menentukan berhasil atau gagalnya suatu usaha. Kritis jg didef sbg penilaian dan
evaluasi scr cermat dan hati2 thd suatu kondisi dlm rangka mencari penyelesaian. Secara
keilmuan, keperawatan kritis berfokus pada penyakit yg kritis atau ps yg tidak stabil. Untuk
pasien kritis, pernyataan paling penting yg harus dipahami adalah “waktu adalah vital”.
AACN mendefinisikan keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu
perawatan yang dihadapkan secara rinci dengan manusia (pasien) dan bertanggung jawab atas
masalah yang mengancam jiwa. Perawat kritis adalah perawat profesional yg resmi dan
bertanggung jawab utk memastikan pasien dgn sakit kritis dan keluarga ps mendapat
kepedulian optimal.
Pasien kritis adlah pasien dng perburukan patofisiologi yg cepat dan dapat
menyebabkan kematian. Ruangan untuk mengatasi ps kritis di RS terdiri dari: unit gawat
darurat (UGD), dimana ps diatasi prtama kali; unit perawatan intensif (ICU), bagian yg
mengatasi keadaan kritis, sedangkan bagian yg lebih memusatkan perhatian pada
penyumbatan dan penyempitan pbuluh darah koroner disebut dgn unit perawatan intensif
koroner (ICCU). Baik UGD, ICU, dan ICCU adalah unit perawatan kritis dimana perburukan
patofisiologis dapat tjd secara cemat dan berakhir dgn kematian.
Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta membahayakan hidup
bagi pasien dan keluarga yang mengancam keadaan stabil dari ekuibrium internal yang
biasanya terpelihara dalam unit keluarga tersebut (Morton dkk, 2011). Pasien kritis erat
kaitannya dengan dengan perawatan intensif karena memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis
yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya.
Unit perawatan intensif (Intensive Care Unit) merupakan salah satu ruang perawatan
yang tepat untuk pasien kritis tersebut karena dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus
untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang
mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya
sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian (Rab, 2007). Hal ini
sesuai dengan Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris yang
merekomendasikan untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa
batas (critical care without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun
pasien tersebut secara fisik berada di dalam rumah sakit.
1
1.2 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pencegahan Sekunder Pada Pasien Kritis Berbagai Sistem .
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan yang dilakukan pada fase awal patogenik yang
bertujuan unuk mendeteksi dan melakukan intervensi segera guna menghentikan penyakit
tahap dini, mencegah penyebaran penyakit, menurunkan intensitas penyakit atau mencegah
penyebaran penyakit, menurunkan intensitas penyakit atau mencegah komplikasi, serta
mempersingkat fase ketidakmampuan. Pencegahan sekunder dilakukan melalui upaya
diagnosis dini/penanganan segera, seperti penemuan kasus, survei penapisan, pemeriksaan
selektif. (Asmadi, 2008, konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC)
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan derajat
kesehatan masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini
menekankan pada diagnosa dini dan intervensi yang tepat untuk menghambat proses penyakit
atau kelainan sehingga memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan. Misalnya
mengkaji dan memberi intervensi segera terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai
balita.
3
biokimia (fungsi hati dan ginjal), foto toraks, sistoskopi, proktosigmoidoskopi, dan CT scan
(Price & Wilson, 2005).
2. Sistem Muskulokeletal
1. Pencegahan skunder
Adalah Upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah berlangsung
namun belum timbul tanda/gejala sakit (patogenesis awal) dengan tujuan proses
penyakit tidak berlanjut
Tujuan: menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi
Bentuknya berupa deteksi dini dan pemberian pengobatan (yang tepat)
melakukan pengobatan atau Kemoterapi-dengan menggunakan obat anti
kanker yang digunakan untuk mengecilkan tumor. Terapi radiasi
menggunakan energi tinggi sinar x atau sinar gamma balok untuk membunuh
sel-sel kanker. Ini dapat digunakan sebelum dan setelah operasi untuk
mengobati kanker tulang. dapat diberikan dalam siklus lima kali seminggu,
Efek samping dari terapi radiasi yaitu kulit burns, ruam, kelemahan, mual,
hilangnya rambut dll.
Obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi kanker tulang meliputi :
Carboplatin
Cisplatin
Cyclophophamide
Doxorubicin
Methotrexate dengan kalsium
Leucovorin
Etoposide
Efek samping umum meliputi :
Mual
Muntah
Diare
kehilangan nafsu makan
hilangnya rambut
kelemahan
4
berkolaborasi dengan dokter dalam melakukan pembedahan
Pembedahan untuk kanker tulang adalah dengan mengangkat tumor kanker,
jaringan sekitarnya, dan mungkin kelenjar getah bening di dekatnya. Mungkin
dalam pembedahan diperlukan amputasi pada ekstremitas yang terkena
kanker. Bila mungkin, dokter akan berusaha mengangkat bagian dari kanker
tulang tanpa harus mengamputasi. Dalam hal ini, pelat logam atau cangkok
tulang akan menggantikan jaringan kanker yang telah dibuang.Terkadang,
dengan menambahkan terapi radiasi atau kemoterapi dapat menghindari
kemungkinan amputasi. Jika tumornya besar dan agresif, atau risiko
menyebarnya tinggi, kemoterapi dan terapi radiasi dapat dikombinasikan
untuk membantu mencegah kekambuhan di lokasi operasi. Hal ini juga
dilakukan untuk mencegah penyebarannya ke organ yang lebih jauh.
konsumsi makanan yang mengadung vitamin A,D,E,K
Sayuran yang kaya akan vitamin A adalah wortel, ubi, labu kuning,
bayam, melon. Susu, keju mentega dan telur juga mengandung vitamin A.
Fungsi Vitamin A penting untuk pemeliharaan sel kornea dan epitel dari
penglihatan. Vitamin A juga membantu pertumbuhan dan reproduksi
tulang dan gigi. Selain itu vitamin A juga berperan dalam pembentukan
dan pengaturan hormon serta membantu melindungi tubuh terhadap
kanker.
Sumber-sumber makanan dari vitamin D adalah telur, hati dan ikan, seperti
halnya susu dan margarine yang diperkaya dengan vitamin D. Fungsi
Vitamin D bekerja pada mineralisasi tulang dengan meningkatkan
penyerapan kalsium dan fosfor di dalam sistem pencernaan,sehingga
kadarnya di dalam darah meningkat. Hal ini dilakukan dengan mengambil
kalsium dari tulang dan dengan mendorong penyimpanannya oleh ginjal.
Vitamin E banyak tersedia dalam sayuran dan minyak biji-bijian, yang
dapat ditemukan dalam bentuk margarine, salad dressing, dan shortening.
Minyak kacang dan minyak kulit gandum mempunyai konsentrasi vitamin
E yang tertinggi. Fungsi Vitamin E juga merupakan antioksidan. Vitamin
E membantu menstabilkan membran sel, mengatur reaksi oksidasi dan
melindungi vitamin A. Dalam peranannya sebagai anti oksidan, vitamin E
5
mempunyai pengaruh besar terhadap sel, seperti sel darah merah dan sel
darah putih yang melewati paru-paru.
Sumber-sumber makanan dari vitamin K adalah bayam, daun selada,
kembang kol, anggur, alvukat dan kiwi. Fungsi utama vitamin K adalah
membantu proses pembekuan darah saat tubuh mengalami luka, Vitamin K
juga dibutuhkan untuk pembentukan tulang.
3. Sistem Perkemihan
Pencegahan Sekunder
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya
batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung
empedu baik, dan duktus sistik paten.
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan
melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun
1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran
empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat
atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen
duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit
(batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas
saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan
sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi
laser.
6
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.7
2. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai
sembilan puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung
empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut.7 Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya
keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah
yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,
berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut
dibanding dengan batu yang lebih kecil.3,7 Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi
prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung empedu simtomatik. Kelebihan
yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi kecil (2-10 mm)
sehingga nyeri pasca bedah minimal.
4. Sistem Hematologi
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau
cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan.43
Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang
cepat dan tepat.
7
A. Penatalaksanaan Medis
1. Kemoterapi
Kemoterapi pada penderita LLA
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang
digunakan untuk semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.29 Terapi induksi kemoterapi biasanya
memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel
darah normal dalam proses membunuh sel leukemia.9 Pada tahap ini dengan memberikan
kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.19
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang
resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.21
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang
digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.29 Pada tahap ini
menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi
radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.9
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya
memerlukan waktu 2-3 tahun. 29 Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan
sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi
sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami
harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada
sumsum tulang dan SSP.
2. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar
berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton,
elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat
keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
8
4. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia
dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan
keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk
mengatasi infeksi.
5. Sistem Pernafasan
Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosa dini dan
pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah proses
penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan ni ditujukan
pada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan
menderita tuberkulosa (masa tunas). Contohnya :
1). Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada penderita tuberkulosa paru sesuai
dengan kategori pengobatan seperti isoniazid aatau rifampizin.
2). Penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin dengan melakukan diagnosa
pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang dewasa.
3). Diagnosa dengan tes tuberculin
4). Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya
5). Melakukan foto thorax
6). Libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti tuberkulosa.
6. Sistem Kardiovaskuler
Pencehahan Sekunder Yang dimaksud dengan pencegahan sekunder hipertensi adalah
pencegahan yang dilakukan terhadap seseorang/ masyarakat yang memiliki faktor resiko
terkena hipertensi. sasaran pencegahan primer hipertensi adalah orang yang baru terkena
penyakit hipertensi melalui diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan
menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. pencegahan bagi
mereka yang menderita/terancam menderita hipertensi adalah sebagai berikut:
1. Pemerikasaan berkala
a. Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah secara berkala merupakan cara untuk
mengetahui apakah kita menderita hipertensi atau tidak.
b. Mengontrol tekanan darah secara teratur sehingga tekanan darah dapat stabil dan senormal
mungkin dengan atau tanpa obat-obatan.
2. Pengobatan/perawatan
Penderita hipertensi yang tidak dirawat atau dapat membawa dampak parah karenanya,
pengobatan yang tepat waktu sangat penting dilakukan sehingga penyakit hipertensi dapat
segera dikendalikan
9
7. Sistem Saraf
Pencegahan sekunder:
Gaya hidup: management stres, makanan rendah garam, stop smoking,
penyesuaian gaya hidup.
Lingkungan: penggantian kerja jika di perlukan, family counseling.
Biologi: pengobatan yang patuh dan cegah efek samping.
Pelayanan kesehatan: pendidikan pasien dan evaluasi penyebab sekunder.
8. Sistem Endokrin
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang
cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Salah
satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular yang merupakan
penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan GIT.
Skrinning direkomendasikan untuk :
b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan pengobatan bila
diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan menurunkan berat badan
sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet dan bergerak
badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih
merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan
jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral. Obat
hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa individu dengan DM
tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta pancreas atau
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
10
c. DIET
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan yang masuk
harus dibagi merata sepanjang hari. Ini harus konsisten dari hari kehari. Adalah sangat
penting bagi pasien yang menerima insulin dikordinasikan antara makanan yang
masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh orang dengan DM tipe II, cenderung
kegemukan dimana ini berhubungan dengan resistensi insulin dan hiperglikemia.
Toleransi glukosa sering membaik dengan penurunan berat badan. (Hendrawan,2002).
1) Modifikasi dari faktor-faktor resiko
Menjaga berat badan
Tekanan darah
Kadar kolesterol
Berhenti merokok
Membiasakan diri untuk hidup sehat
Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik yang
terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang
untuk mencapai kebugaran.
Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena
hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.
Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam
yang tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat
dan lemak tinggi.
Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
9. Sistem Pencernaan
Pencegahan Sekunder Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepa da sianak yang
telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa
dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping
dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian
oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor
seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus
disesuaikan dengan klinis pasien.
Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas
penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala
diare dan spasmolitik yang membantu menghi langkan kejang perut yang tidak
menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa
resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab
11
diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping
dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan proses keperawatan, rasa tanggung jawab dan tanggung gugat bagi perawat
itu dapat dimiliki dan dapat digunakan dalam tindakan-tindakan yang merugikan atau
menghindari tindakan yang legal. Semua tatanan perawatan kesehatan secara hukum
perlu mencatat observasi keperawatan, perawatan yang diberikan, dan respons pasien.
Berfungsi sebagai alat komunikasi dan sumber untuk membantu dalam menentukan
keefektifan perawatan dan untuk membantu menyusun prioritas keperawatan
berkesinambungan.
3.2 Saran
Kita sebagai seorang perawat harus mengetahui tentang pencegahan Sekunder dalam
berbagai system tubuh manusia. Karena jika seorang perawat dapat memahami
dengan baik tentang pencegahan primer dalam berbagai system tubuh manusia, maka
akan sangat bermanfaat untuk perawat maupun masyarakat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Nancy L, Caroline, Emergency Care in the Street , Boston, Little Brown and Company
Tabrani Rab, Dr, Prinsip Gawat Paru, Jakarta, Kedokteran:EGC
14