Vous êtes sur la page 1sur 8

SANKSI HUKUM POLIGAMI TANPA IZIN PENGADILAN AGAMA

DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA


DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

Raflisman
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bengkulu Selatan
Jl. Pangeran Duayu Manna
Email: raflis.man@gmail.com

Abstract: Sanctions Against The Polygamist Without Permission Of Religious Courts In The Perspective Of Book Of Criminal
Law Based On Islamic Law. This study raised the issue of people who marry without permission polygamist Islamic Court
may be sanctioned in accordance with Article 55 of the Criminal Code and the Islamic legal review of legal sanctions those
who marry without permission polygamist Islamic Court under Article 55 of the Criminal Code. The purpose of this study was
to determine the polygamists who marry without the permission of the Religious Court may be sanctioned in accordance with
Article 55 of the Criminal Code and to know the Islamic legal review of legal sanctions those who marry without permission
polygamist Islamic Court under Article 55 of the Criminal Code. This research uses normative juridical method, with the
primary law legal materials and secondary law, after law materials collected and then selected and refined by considerations
of reliability (honesty) and validity (validity) and then analyzed by juridical qualitative deductive method. From the results
of the study showed that people who marry without permission polygamist religious court essentially can not be subject to
criminal sanctions under Article 55 of the Criminal Code before the polygamist gets criminal sanctions first. When polygamist
has gained criminal sanctions, then the people who marry polygamist can be penalized inclusion as contained in Articles 55
and 57 of the Criminal Code. While the law sanctions those who marry without permission polygamist religious courts in the
review of Islamic law no difference is no difference polygamists and people who marry polygamist gets the same punishment
between direct actors and indirect actors, for he has done each of these makers including jarimah ta’zir and punishment also
sentenced ta’zir. While Personality ‘jarimah ta’zir not separate between one and the other ta’zir jarimah.
Keywords: polygamy, Religious Court, criminal law, Islamic law

Abstrak: Sanksi Hukum Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama Dalam Kitab undang-Undang Hukum Pidana Ditinjau Dari
Hukum Islam. Penelitian ini mengangkat permasalahan orang yang menikahkan pelaku poligami tanpa izin Pengadilan
Agama yang dapat diberi sanksi menurut Pasal 55 KUHP, dan tinjauan hukum Islam tentang sanksi hukuman orang yang
menikahkan pelaku poligami tanpa izin Pengadilan Agama menurut Pasal 55 KUHP. Penelitian ini mengunakan pen­dekatan
yuridis normatif, dengan bahan hukum hukum primer dan bahan hukum sekunder, setelah bahan hukum terkumpul lalu
diseleksi dan disempurnakan dengan pertimbangan reabilitas (kejujuran) dan validitas (keabsahan) kemudian dianalisis
secara kualitatif dengan metode deduktif, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Dari hasil penelitian menunjukan
bahwa orang yang menikahkan pelaku poligami tanpa izin pengadilan agama pada dasarnya belum dapat dikenakan sanksi
pidana menurut Pasal 55 KUHP sebelum pelaku poligami mendapat sanksi pidana terlebih dahulu. Apabila pelaku poligami
telah mendapatkan sanksi pidana, maka orang yang menikahkan pelaku poligami dapat dikenakan sanksi penyertaan
sebagaimana termuat dalam Pasal 55 dan 57 KUHP. Sedangkan sanksi hukum orang yang menikahkan pelaku poligami
tanpa izin pengadilan agama, dalam tinjauan hukum Islam tidak ada perbedaan antara pelaku poligami dan orang yang
menikahkan pelaku poligami, karena keduanya mendapat hukuman yang sama antara pelaku langsung dan pelaku tidak
langsung, sebab perbuatan keduanya termasuk jarimah ta’zir dan hukumannya juga hukuman ta’zir. Sedangkan syara’ tidak
memisahkan antara jarimah ta’zir yang satu dan jarimah ta’zir lainnya.
Kata kunci: poligami, Pengadilan Agama, hukum pidana, hukum Islam

Pendahuluan perkawinan Pasal 3 ayat (2) dijelaskan bahwa


Dalam suatu perkawinan seorang pria hanya seorang suami diperbolehkan beristeri lebih
mempunyai seorang istri, dan seorang wanita hanya dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-
boleh mempunyai seorang suami sebagaimana pihak yang bersangkutan dan mendapat izin dari
disebutkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang pengadilan. Adapun alasan-alasan yang dijadikan

93
94 | QIYAS Vol. 1, No. 1, April 2016

pedoman oleh pengadilan untuk memberi izin yang ditunjuk olehnya menikahkah pelaku
poligami ditegaskan pada Pasal 4 ayat (2) yaitu: poligami tidak dicatat di KUA serta tidak ada izin
“(1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya dari pengadilan merupakan tindakan melawan
sebagai isteri, (2) Isteri mendapat cacat badan hukum, karena dapat atau tidaknya seorang suami
atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan beristeri lebih dari satu orang, ditentukan oleh
dan, (3) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan”. Pengadilan Agama berdasarkan terpenuhi atau
Ketentuan seperti di atas juga ditegaskan tidaknya persyaratan sebagaimana dalam Pasal
dalam PP No. 9 tahun 1975 Pasal 41 huruf a 4 dan 5 ayat (1) dalam UU No. 1 Tahun 1974
dan KHI Pasal 57. Lebih lanjut Pasal 5 UU No. dan Pasal 55, 56, 57 dan 58 dalam KHI. Tidak
1 Tahun 1974 menetapkan syarat-syarat poligami cukup itu, Pemohon juga harus melewati beberapa
sebagai berikut: “(1) Adanya persetujuan dari prosedur persidangan di Pengadilan Agama, dengan
isteri/isteri-isteri, (2) Adanya kepastian bahwa mengajukan permohonan tertulis. Namun yang
suami mampu menjamin keperluan-keperluan menjadi permasalah sanksi pidana orang yang
hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka, (3) menikahkan karena melakukan aktifitas yang bukan
Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil wewenangnya hal ini merupakan suatu pelanggaran.
terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka”. Ini dapat dinyatakan bahwa “kriminologi dalam
pendapat klasik merupakan ilmu pengetahuan
Di samping ketentuan di atas UU No. 1 Tahun
yang meneliti delikuensi dan kejahatan sebagai
1974 juga mengatur prosedur yang harus ditempuh
suatu gejala sosial”.2 Jadi ruang lingkupnya adalah
suami dalam melakukan poligami, yakni melalui
proses terjadinya hukum (pidana), penyimpangan
proses di pengadilan. Persoalannya adalah masih
terhadap hukum atau pelanggarannya, dan reaksi
terjadi kasus-kasus poligami yang dilakukan tanpa
terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut
izin pengadilan. Pernikahan keduanya di­laku­kan
dengan cara nikah bawah tangan, di mana proses Dalam hukum Islam, praktik poligami tanpa
pernikahan kedua tersebut dilakukan tanpa di­ izin Pengadilan Agama sebagai formulasi hukum
catatkan dan tidak mendapatkan akte pernikahan keluarga di Indonesia selaras dengan konsep teori
yang sah dari Kantor Urusan Agama (KUA). maslahah mursalah. Karena hukum-hukum syara`
disyariatkan untuk melaksanakan kemashlahatan
Bila diperhatikan praktik poligami di tengah-
bagi manusia di satu pihak dan untuk menolak
tengah masyarakat para poligam masih banyak
kemudharatan di pihak yang lain. Oleh sebab
yang mengabaikan aturan-aturan poligami sebagai­
itu, “apabila ada kasus yang tidak ada nash dan
mana tersebut dalam Pasal di atas. Kebanyakan
ijma’ dan tidak bisa di qiyaskan, sedangkan
dari mereka melakukan poligami hanya karena
ada kemashlahatan padanya, maka digunakan
pemenuhan nafsu belaka, sehingga mengabaikan
maslahat mursalah sebagai thuruq al-istinbath”.3
prinsip-prinsip pokok dalam hukum Islam, yakni
terwujudnya keadilan dan kemaslahatan. “Akibat Walaupun hukum Islam telah memberi aturan,
poligami ini tidak sedikit para wanita (terutama namun praktek poligami ilegal masih terjadi dalam
isteri pertamanya) dan anak-anak mereka menjadi masyarakat, seorang yang mempunyai buku nikah
terlantar karena hanya diabaikan begitu saja. Tentu seperti asli akan tetapi ketika dicek ke KUA, buku
saja hal ini dapat mengakibatkan perpecahan nikah tersebut ternyata palsu. Hal ini terlihat dari
keluarga yang jauh dari tujuan suci dari lembaga cara penomoran yang jelas berbeda, juga petugas
pernikahan dalam Islam”.1 Oleh sebab itu, yang menandatangani buku nikah juga bukan
setiap orang yang melaksanakan poligami harus petugas resmi. Di mata masyarakat awam, buku
dilaksanakan secara sah yaitu terpenuhi syarat nikah itu tidak ada masalah, semuanya tampak asli.
dan rukunnya serta mendapat izin dari Pengadilan Kalau diteliti lebih lanjut, ternyata buku nikah
Agama dan dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah asli tapi palsu tersebut di peroleh dari oknum
Kantor Urusan Agama bagi mereka yang beragama petugas (dapat dikatakan orang yang mengaku
Islam, dan Catatan Sipil bagi mereka yang di luar penghulu, akan tetapi bukan penghulu resmi),
agama Islam, dibuktikan adanya surat nikah.
Apabila Petugas Pencatat Nikah (PPN) atau 2
Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Piodana dan Acara
Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 75
1
Marzuki. Poligami Dalam Islam. http://www.poligamiislam. 3
A. Djazuli, Ushul Fiqh: Metodologi Hukum Islam. (Jakarta:
com, diakses tanggal 15 April 2015 PT. RajaGrafindo Persada, 2000), h. 73
RAFLISMAN: Sanksi Hukum Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama | 95

yang suka menikahkan pasangan yang bermasalah. peroleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya
Masih banyaknya oknum yang tidak resmi (ilegal) berupa RUU, buku-buku, kitab-kitab fiqh, yang
ini mengharuskan adanya sanksi yang tegas bagi memiliki keterkaitan dengan topik yang akan
oknum tersebut, sehingga tidak ada korban dibahas. Setelah bahan hukum didapat lalu di­
selanjutnya yang terkena tipu daya oknum petugas seleksi dan disempurnakan dengan pertimbangan
tidak resmi dan tidak ber­tanggungjawab tersebut. reabilitas (kejujuran) dan validitas (keabsahan)
Seorang penghulu resmi mempunyai ke­ kemudian dianalisis secara yuridis normatif dan
wenangan agar menghindari terjadinya praktek- di interpresasikan untuk dapat menjelaskan
praktek pernikahan yang tidak sesuai ketentuan pokok masalah yang dikemukakan. Setiap pokok
negara maupun ketentuan agama, yang sudah jelas masalah tersebut dianalisis secara yuridis kualitatif
mengatur dan melindungi setiap warga negara. dengan metode induktif, sehingga dapat ditarik
Misalnya pernikahan sirri, tidak tercatat, perkawinan suatu kesimpulan untuk menjawab dari setiap
di bawah umur, perkawinan di bawah ancaman permasalahan yang ada.
kekerasan, menikahkan pasangan poligami yang
tidak mendapat izin dari Pengadilan Agama, Poligami dalam Perundang-undangan di
pasangan kawin kontrak, pasangan nikah sejenis, Indonesia
dan lain sebagainya”.4 Hal ini sangat bertentangan Secara yuridis formal, poligami di Indonesia diatur
dengan tugas seorang penghulu mengemban dalam Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun
amanat dari pemerintah. Namun, yang menjadi 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah
permasalahan di sini adalah terkait sanksi pidana No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
bagi orang yang menikahkan pelaku poligami tanpa undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
izin Pengadilan Agama, yang melakukan aktivitas Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagi penganut agama
di luar kewenangannya atau menyalahi wewenang Islam. Walaupun pada dasarnya asas yang melekat
yang diembannya, sehingga bisa disebut illegal. dalam Undang-Undang perkawinan tersebut
Dari permasalahan di atas, cukup menarik merupakan asas monogami. Namun menurut M.
perhatian bukan hanya sekedar pada proyeksi Yahya Harahap “asas hukum dalam Undang-undang
terjadinya praktek poligami yang dilakukan warga tersebut tidaklah berimplikasi pada asas monogami
masyarakat tapi lebih jauh dari itu penulis juga mutlak akan tetapi asas monogami terbuka”.5
sangat tertarik untuk mengkaji tentang sanksi Sementara asas yang melekat pada Kompilasi
hukum orang yang menikahkan pelaku poligami Hukum Islam (KHI) adalah asas poligami tertutup.
tanpa izin Pengadilan Agama dalam Kitab Undang- Sebab secara tersurat dalam Pasal 55 ayat (1)
Undang Hukum Pidana ditinjau dari Hukum Islam. Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa
Oleh sebab itu, permasalahan dalam penelitian asas perkawinanya adalah poligami. Namun
ini adalah: pasal-pasal setelahnya mengindikasikan untuk
1. Apakah orang yang menikahkan pelaku menutup asas poligami tersebut dengan berbagai
poligami tanpa izin Pengadilan Agama dapat persyaratan yang begitu ketat, sehingga tidak
diberi sanksi menurut Pasal 55 KUHP? memungkinkan bagi para pelaku poligami untuk
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang menerapkannya dengan sewenang-wenang.
sanksi hukum orang yang menikahkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak
pelaku poligami tanpa izin Pengadilan Agama mengatur adanya perkawinan poligami karena asas
menurut Pasal 55 KUHP? dalam KUHPer adalah monogami. Seperti yang
telah dijelaskan dalam Pasal 27 bab perkawinan
Metode Penelitian disebutkan “dalam waktu yang sama seorang laki-
laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang
Penelitian ini bersifat yuridis normatif’ dengan
perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan
bahan hukum primer yang didapat dari KUHP
hanya satu orang laki-laki sebagai sumainya”.6
dan hukum Islam dan bahan hukum sekunder
yang didapat lewat pihak lain, tidak langsung di­
5
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan:
Zahir Trading, 1995), h. 25-26
4
Undang-Undang No. 32 Tahun 1954 Pasal 3 ayat (2) tentang 6
Subekti dan Tjicrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum
Pegawai Pencatat Nikah Perdata, (Jakarta: PT. Pradya Pramitra1996), h. 8
96 | QIYAS Vol. 1, No. 1, April 2016

Sebenarnya Pasal ini hampir sama dengan Pasal Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa Barang
1 Undang-Undang Perkawinan yeng memberikan siapa yang melanggar ketentuan yang diatur dalam
definisi tentang perkawinan. perkawinan ialah Pasal 3, 10 ayat (3), 40 Peraturan Pemerintah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan ini dihukum dengan hukuman denda setinggi-
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan tingginya Rp.7.500,-(tujuh ribu lima ratus rupiah).
membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia Ketentuan Pasal 40 yang dimaksud pada Pasal 45
dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa). PP Nomor 9 Tahun 1975 adalah “Apabila seorang
Definisi ini sebenarnya memberikan pemahaman suami bermaksud untuk beristeri lebih dari
perkawinan adalah akad antara seorang pria dan seorang maka ia wajib mengajukan permohonan
wanita yang disimpulkan ini prinsip monogami. secara tertulis kepada Pengadilan”.
Ketentuan Pasal 45 atas pelanggaran terhadap
Tindak Pidana Poligami Pasal 40 dimaksud berkaitan dengan ketiadaan
Perbuatan poligami diperbolehkan apabila telah izin poligami dari Pengadilan, sehingga perbuatan
memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan poligami yang dilakukan secara liar (tanpa izin
didalam Pasal 3 ayat (3), Pasal 4 dan Pasal 5 UUP. pengadilan) dapat dikenakan sanksi pidana
Apabila ketentuan tersebut dilanggar maka pelaku berupa membayar denda setinggi- tingginya
poligami ilegal diancam dikenakan sanksi pidana Rp.7.500,-(tujuh ribu lima ratus rupiah).
kategori pelanggaran sebagaimana diatur Pasal Dari unsur-unsur pasal dimaksud dapatlah di­
45 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. ketahui bahwa larangan terhadap poligami bukan
Ketentuan sanksi pidana yang diatur didalam terletak kepada hukum pernikahannya, tapi terletak
Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun kepada syarat administrasi yang harus terpenuhi
1975 merupakan peristiwa pidana yang di­golongkan terlebih dahulu yang dibuktikan dengan adanya
kepada jenis pidana pelanggaran (contraventions) penetapan dari pengadilan. Unsur-unsur yang
bukan peristiwa pidana yang di­golongkan kepada terdapat didalam Pasal 45 PP Nomor 9 Tahun
kejahatan ringan (rechtsdeliktern). Ancaman Sanksi 1975 tidak jauh berbeda dengan rumusan pasal
bagi Pelaku yang me­langgar ketentuan Pasal 3, yang terdapat Draft RUU Hukum Materil Pengadilan
10 ayat (3) dan Pasal 40 PP No 9 tahun 1975 Agama.
inipun tergolong ringan yaitu hanya sanksi dengan Ketentuan Pasal 145 Draft RUU HMPA me­­
ancaman denda setinggi-tinggi Rp. 7.500.- (tujuh nyebutkan bahwa “Setiap orang yang me­langsung­
ribu lima ratus rupiah). kan perkawinan dengan isteri kedua, ketiga atau
UUP juga mengatur mengenai hal-hal yang keempat tanpa mendapat izin terlebih dahulu dari
menjadi penghalang bagi seorang suami yang Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
ingin berpoligami yang terdapat dalam Pasal 9, 52 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling
15 dan, 24 yaitu sebagai berikut: banyak Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) atau
hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan”.
1. Pasal 9 UUP yang berbunyi “Seseorang yang
masih terikat tali perkawinan dengan orang Dengan demikian berdasarkan redaksi Pasal
lain tidak dapat kawin lagi kecuali hal yang 145 Draft RUU HMPA dapatlah diketahui bahwa
tersebut pada Pasal 3 Ayat (2) dan Pasal 4 perbuatan poligami sama sekali tidak di­larang
undang-undang ini; selama suami yang ingin berpoligami mendapatkan
2. Pasal 15 UUP yang berbunyi “Barangsiapa izin dari pengadilan. Perbuatan poligami yang
karena perkawinan dirinya masih terikat dengan dilakukan secara illegal (tanpa izin pengadilan)
salah satu dari kedua belah pihak dan atas dapat dikenakan sanksi pidana berupa delik
dasar masih adanya perkawinan yang dapat pidana pelanggaran dengan sanksi yang sedikit
mencegah perkawinan yang baru”; lebih tinggi dari ketentuan Pasal 45 PP Nomor 9
3. Pasal 24 UUP yang berbunyi “Barangsiapa Tahun 1975 yaitu membayar denda paling banyak
karena perkawinan masih terikat dirinya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) atau hukuman
dengan salah satu pihak dan atas dasar kurungan paling lama 6 (enam) bulan.
masih adanya perkawinan dapat mengajukan Berbeda halnya dengan ketentuan sanksi pidana
pembatalan perkawinan”. atas perbuatan yang diatur di dalam Pasal 279 Kitab
Selanjutnya Pasal 45 PP Nomor 9 Tahun 1975 Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ketentuan
RAFLISMAN: Sanksi Hukum Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama | 97

Pasal 279 Kitab Undang- udang Hukum Pidana menyimpulkan adanya kerjasama kolektif tanpa
memandang perbuatan poligami ilegal yang telah menunjukkan peran dari masing-masing pelaku
ditetapkan oleh Undang-undang sebagai perbuatan dari suatu tindak pidana. Apalagi diantara pelaku
pidana kategori kejahatan ringan (rechtsdeliktern) terdapat hubungan kerja atasan dan bawahan
yang dapat diancam sanksi pidana. dan disisi lain ada kewenangan-kewenangan dari
Pasal 279 ayat (1) KUHP menjelaskan sebagai hubungan atasan-bawahan dimaksud.
berikut, diancam dengan pidana penjara paling Bahwa suatu tindak pidana yang pelakunya
lama lima tahun: lebih dari satu orang, apalagi diberkas dalam
1. Barang siapa mengadakan perkawinan satu perkara, maka jadi aneh apabila hanya
padahal mengetahui bahwa perkawinan atau dengan menyebutkan adanya kerjanya secara
perkawinan-perkawinannya yang telah ada kolektif disimpulkan pasal 55 KUHP sebagai
menjadi peng­halang yang sah untuk itu; terbukti, padahal peran dan kedudukan dari
2. Barang siapa mengadakan perkawinan masing-masing pelaku tidak ditemukan, misalnya
padahal mengetahui bahwa perkawinan atau manakah diantara pelaku tindak pidana yang
perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi ditempatkan sebagai orang yang melakukan,
penghalang untuk itu. menyuruh lakukan atau iku melakukan. Dalam
konteks ini betapa penting menemukan kapasitas
Jika disimak keberadaan Pasal 55 ayat 1 KUHP,
dari masing-masing pelaku tindak pidana, apalagi
maka ada keharusan untuk menemukan peran
terkait dengan hubungan kerja formal.
pelaku dan para pelaku dimintai pertanggung­
jawabannya sesuai dengan peranannya masing- Bahkan tidak jarang terjadi pembuktian Pasal
masing. Artinya dalam prinsip deelneming tidaklah 55 KUHP hanya dengan menguraikan kronologi
bisa semua pelaku adalah sama-sama sebagai peristiwa pidana dan mengabaikan peran dan
orang yang melakukan, atau sama-sama sebagai kapasitas pelaku, hakim terkadang sampai pada
orang yang menyuruh lakukan, apalagi sama-sama kesimpulan bahwa Pasal 55 KUHP sudah terbukti.
sebagai turut serta melakukan. Dalam konteks Padahal dengan menguraikan kronologi belumlah
ini, suatu peristiwa pidana yang pelakunya lebih cukup untuk sampai pada kesimpulan dan memang
dari satu orang meminta adanya penemuan dari hanya bisa sebatas menyatakan adanya kerjasama
penegak hukum untuk menemukan kedudukan secara kolektif. Dalam konteks inilah acap seorang
dan peran dari masing-masing pelaku. terdakwa dirugilkan hak pembelaan dirinya atas
penyimpulan pasal 55 KUHP yang dangkal dan
Dalam suatu peristiwa pidana adalah sangat
sederhana. Bahkan tidak sesuai dengan esensi
penting menemukan hubungan antar pelaku
yang terkandung dalam pasal 55 KUHP.
dalam menyelesaikan suatu tindak pidana, yakni
bersama-sama melakukan tindak pidana; Seorang Dengan hanya menyebutkan adanya kerjasama
mempunyai kehendak dan merencanakan secara kolektif, maka tidak jelas kapasitas dan
kejahatan sedangkan ia menggunakan orang tanggung jawab atas perbuatan yang mana
lain untuk melaksanakan tindak pidana tersebut. yang harus dipertanggung jawabkan seorang
Seorang saja yang melakukan suatu tindak pidana, pelaku tindak pidana (terdakwa) apakah dalam
sementara orang lain membantu melaksanakan posisinya sebagai yang melakukan, atau sebagai
tidak pidana tersebut. yang menyuruh lakukan atau sebagai turut
serta melakukan. Artinya pembuktian pasal 55
Secara garis besar bisa dikelompokan, pe­
ayat 1 ke-1 KUHP tidak cukup dengan sebatas
nyertaan bisa berdiri sendiri, mereka yang
mendalilkan adanya hubungan yang saling me­
melakukan dan turut serta melakukan. Tanggung
lengkapi (kolektif). Meskipun disisi lain terhadap
jawab pelaku dinilai sendiri-sendiri atas perbuatan
soal ini ada pendapat yang berbeda, tetapi tentu
yang di­lakukan. Penyertaan bisa juga dalam arti
jika dikaitkan dengan Pasal 55 KUHP adanya
tidak berdiri sendiri, pembujuk, pembantu dan yang
kerjasama secara kolektif adalah baru langkah
menyuruh untuk melakukan suatu tindak pidana.
permulaan bagi menentukan peran dan tanggung
Bila diperhatikan rumusan Pasal 55 tersebut, jawab pelaku tindak pidana. Karena belum
maka adalah tidak mungkin dalam pembuktian bisa dijadikan sebagai dasar bagi hakim untuk
Pasal 55 KUHP dalam pemeriksaan perkara pidana, menyatakan Pasal 55 KUHP sebagai telah terbukti.
pasal ini dinyatakan sebagai terbukti hanya dengan
Dengan demikian seorang pelaku poligami dapat
98 | QIYAS Vol. 1, No. 1, April 2016

dikenakan sanksi dengan kesalahan yang dibuatnya tentunya orang kedua tidak akan berbuat. Akan
tergantung Pasal berapa yang akan dikenakan oleh tetapi kalau sekiranya tidak ada orang kedua
hakim. Hal tersebut tergantung dari sudut pandang belum tentu paksaan orang pertama tadi akan
hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku menimbulkan perbuatan melanggar hukum
poligami liar. Setelah pelaku dikenakan sanksi tersebut.7
barulah orang yang menikahkah (penghulu) dapat Keikutsertaan orang yang menikahkan pelaku
dikenakan sanksi hukum sebagimana termaktub poligami ilegal menurut Imam Malik, “Ia meng­
di dalam Pasal 55 KUHP penyertaan melakukan anggap orang yang bersepakat dengan orang
perbuatan tindak pidana. lain untuk melakukan suatu tindak pidana dan
orang tersebut menyaksikan tindak pidana itu
Tinjauan Hukum Islam Tentang Sanksi berlangsung, orang tersebut dianggap sebagai
Hukum Orang yang Menikahkan Pelaku “pelaku penyerta langsung” (mede dader), bukan
Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama pelaku tidak langsung”8. Demikianlah teori Imam
Menurut Pasal 55 KUHP Malik mengenai pelaku tidak langsung secara
Pelaku poligami yang tidak mengantongi izin mutlak, baik sarana, cara mewujudkan perbuatan
dari pengadilan agama merupakan perbuatan tidak langsung tersebut melalui persepakatan,
yang melawan hukum, sedangkan orang yang penghasutan, atau bantuan.
menikahkan pelaku poligami juga turut serta Orang yang dianggap pelaku tidak langsung
melakukan perbuatan melawan hukum yang ialah setiap orang yang bersepakat dengan orang
dapat juga dikenakan sanksi pidana. lain untuk melakukan suatu perbuatan yang dapat
Menurut hukum pidana Islam apabila per­ dijatuhi hukuman atasnya, orang yang menghasut
buatan langsung (pelaku poligami) berkumpul (menggerakkan) orang lain atau membantu
dengan perbuatan tidak langsung (orang yang dalam perbuatan tersebut, dengan disyaratkan
menikahkah) dalam suatu tindak pidana maka adanya kesengajaan dalam kebersepakatan,
keduanya ada 3 kemungkinan: penghasutan, dan pemberian bantuan tersebut.9
a. Perbuatan tidak langsung lebih kuat daripada Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i,
perbuatan langsung orang yang turut serta tersebut adalah orang yang
Hal ini terjadi apabila perbuatan langsung memberikan bantuan (pelaku tidak langsung),
bukan perbuatan yang berlawanan dengan bukan pelaku langsung. Alasannya adalah karena
hukum, seperti persaksian palsu yang meng­ perbuatan langsung, yaitu pelaku poligami lebih
akibatkan adanya putusan hakim untuk kuat daripada perbuatan tidak langsung. Imam
menjatuhkan hukuman mati atas diri ter­ Malik berpendapat bahwa “apabila orang yang
sangka, dalam contoh ini persaksian palsu menghasut turut menyaksikan dan berada di
adalah perbuatan tidak langsung. tempat kejadian perkara pada saat tindak pidana
itu berlangsung, ia dianggap sebagai pelaku asli,
b. Perbuatan langsung lebih kuat daripada
baik ia turut membantu pelaku langsung maupun
perbuatan tidak langsung
tidak, dengan syarat sekiranya pelaku langsung
Hal ini terjadi apabila perbuatan langsung dapat
tidak melakukan tindak pidana tersebut, ia sendiri
memutus daya kerja perbuatan tidak langsung,
yang melakukannya”10
dan perbuatan tidak langsung itu sendiri tidak
Unsur-unsur keturutsertaan tidak langsung
meng­haruskan menimbulkan akibat yang terjadi,
ada tiga, yaitu:
seperti orang yang menjatuhkan orang lain ke
dalam jurang, kemudian datang orang ketiga a. Perbuatan yang dapat dijatuhi hukuman pidana.
yang membunuh orang dalam jurang tersebut. b. Sarana cara mewujudkan perbuatan ter­sebut,
c. Kedua perbuatan tersebut seimbang
Hal ini terjadi apabila daya kerjanya sama 7
Ahmad Wardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana
kuatnya, seperti orang yang memaksa orang lain Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 72.

untuk melakukan perbuatan yang me­langgar


8
Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensklopedi Hukum Pidana
Islam, (Bogor: PT Kharisma Ilmu, 2003), h. 40
hukum. Dalam contoh ini orang yang memaksa 9
Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensklopedi Hukum Pidana
itulah yang menggerakkan pembuat langsung Islam…, h. 42.
untuk melakukan perbuatan melanggar hokum 10
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta:
itu, sebab kalau tidak ada orang yang memaksa, Bulan Bintang, 2005), h. 142
RAFLISMAN: Sanksi Hukum Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama | 99

yaitu mengadakan persepakatan (permufakatan), Artinya: Setiap orang yang turut serta berbuat
penghasutan, atau pemberian bantuan. jarimah dalam keadaan tamalu dituntut dari
c. Niat dari pelaku tidak langsung agar perbuatan hasil keseluruhan perbuatan yang turut serta
yang dimaksudkan dapat terjadi.11 berbuat jarimah.15
Adakalanya suatu perbuatan jarimah dilakukan Hal ini dapat diartikan bahwa melaku­ kan,
oleh lebih dari seorang secara tawafuq dan ada menyuruh melakukan atau turut melakukan, serta
juga secara tamalu’. Perbuatan jarimah yang memberi atau menjanjikan sesuatu bahwa suatu
dilakukan secara tawafuq adalah: tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan
oleh lebih dari satu orang dengan cara bersama-
Perbuatan jarimah yang dilakukan oleh
sama. Hal ini terkait dengan pertanggungjawaban,
lebih dari seorang tanpa direncanakan dan
deeleming menurut sifatnya.
disepakati sejak awal. Mereka secara tiba-
tiba melakukan jarimah secara sendiri-sendiri. Perbuataan penyertaan dapat di pidana
Misalnya, beberapa orang melakukan unjuk hukuman pidana karena undang-undang mem­beri
rasa. Tanpa disepakati sejak awal, mereka hak kepada orang yang melakukan keikut sertaan
melakukan tindakan anarkis. Di antara mereka atau keajakan keikut sertaan dalam segala bentuk
ada yang melakukan pembakaran kendaraan; kejahatan. Sifat melawan hukum dari pada peristiwa
melakukan pemukulan kepada aparat; merusak yang dilakukan seperti di atas yang menjadi dasar
sarana umum; bahkan ada yang membunuh.12 pembenaran adanya pemidanaan. Sebaliknya dari
pada penyertaan yang mengakibatkan adanya sifat
Dalam kasus di atas, pertanggungjawaban
melawan hukum dari perbuatan tersebut, dalam
mereka bergantung kepada perbuatannya masing-
keikut sertaan yang melampaui batas perbuatan
masing, sesuai kaidah:
itu tetap melawan hukum. Alasan untuk dapat
‫يسأل لك رشيك عن نتيجةفعله يف حالة اتلوفيق‬ dipidana ialah keberadaan pihak kedua baik secara
Artinya: Setiap orang yang turut serta berbuat langsung maupun tidak langsung dalam kejahatan
jarimah dalam keadaan tawafuq dituntut itu. Ini merupakan alasan untuk dipidananya atas
berdasarkan per­buatannya masing-masing.13 kesalahan yang dilakukan dan bukan alasan yang
menyulitkan.
Sedangkan perbuatan jarimah yang dilakukan
secara tamalu’ adalah: Bahwa dalam hukum pidana Islam dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana mempunyai
Perbuatan jarimah yang dilakukan oleh lebih
persamaan tentang Doenpleger. Dalam Hukum
dari seorang, direncanakan, dan disepakati sejak
Pidana Islam disebut dengan pelaku tidak
awal. Mereka bekerja sama melakukan jarimah
langsung yaitu merupakan suatu tindak pidana
secara langsung sesuai dengan kesepakatan.
(jarimah) baik selesai maupun belum selesainnya
Misalnya, orang yang menikahkah pelaku
tindak pidana, sama-sama dijatuhi hukuman
poligami ada saksi dan ada wali yang sudah
dan perbedaannya adalah mengenai kedudukan
bersepakat untuk melaksanakan perkawinan
orang yang menyuruhlakukan.
poligami. Mereka memiliki tugas masing-masing.
mereka harus bertanggungjawabkan perbuatan Dengan demikian, orang yang turut berbuat
jarimah secara keseluruhan.14 tidak langsung (orang yang menikahkan pelaku
poligami) dalam jarimah hanya dijatuhi hukuman
Dalam kasus ini, pertanggungjawaban mereka
ta’zir. Sedangkan hukuman dalam KUHP yaitu
bergantung kepada perbuatannya masing-masing,
bagi orang yang menikahkan pelaku poligami
sesuai kaidah:
mendapat hukuman sepertiga dari hukuman
‫يسأل لك رشيك عن لك فعل رشيك يف حالة اتلمالؤ‬ yang diterima oleh pelaku poligami sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 57 KUHP di atas.
Dalam jarimah ta’zir tidak ada perbedaan
11
Ahmad Hanafi, Asas-Asas…, h. 140.
pelaku poligami dan orang yang menikahkan
12
Ahmad Wardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana
Islam…, h. 56 pelaku poligami mendapat hukuman yang
13
Abdal-Wahab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Alih sama antara pelaku langsung adan pelaku tidak
Bahasa dan Editor: Moh. Tolehah Mansoer dan Noer Iskandar al- langsung, sebab perbuatan masing-masing pembuat
Barsany, (Bandung: Risalah, 1994), Cet. ke-1, h. 149
14
Ahmad Wardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana
Islam…, h. 68 15
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Islam..., h. 145
100 | QIYAS Vol. 1, No. 1, April 2016

tersebut termasuk jarimah ta’zir dan hukumannya antara jarimah ta’zir yang satu dan jarimah ta’zir
juga hukuman ta’zir. Sedangkan syara’ tidak lainnya. Selama hakim mempunyai kebebasan
memisahkan antara jarimah ta’zir yang satu dan dalam menentukan besar kecilnya hukuman
jarimah ta’zir lainnya. Selama hakim mempunyai ta’zir, maka tidak ada perlunya membuat
kebebasan dalam menentukan besar kecilnya pemisahan antara hukuman perbuatan langsung
hukuman ta’zir, maka tidak ada perlunya membuat dengan hukuman perbuatan tidak langsung
pemisahan antara hukuman perbuatan langsung dalam jarimah ta’zir.
dengan hukuman perbuatan tidak langsung dalam
jarimah ta’zir. Oleh sebab itu, hukuman bagi orang Pustaka Acuan
yang menikahkan pelaku poligami bisa lebih berat, Djazuli, A., Ushul Fiqh: Metodologi Hukum Islam.
sama berat atau lebih ringan dari pada hukuman Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000.
pelaku poligami, berdasarkan pertimbangan Hamzah, Andi, Bunga Rampai Hukum Piodana
masing-masing pelaku, baik keadaannya maupun dan Acara Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
perbuatannya. Hanafi, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam,
Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
orang yang menikahkan pelaku poligami tanpa Harahap, M. Yahya, Hukum Perkawinan Nasional,
izin Pengadilan Agama dapat dikatagorikan Medan: Zahir Trading, 1995.
perbuatan melanggar hukum, masuk dalam Helida, Nova, “Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan
katagori jarimah ta’zir, yang mana hukumannya Poligami yang Disebabkan Ketiadaan Izin Isteri
diserahkan kepada penguasa untuk memutuskan Pertama Ditinjau dari UU No. 1 Tahun 1974
hukuman apa yang pantas diberikan kepada (Analisis Putusan PA Depok No.822/Pdt.G/2004/
orang yang menikahkan pelaku poligami tanpa PA.Dpk).” Tesis pada Program Studi Magister
izin Pengadilan Agama. Hakim diberi wewenang Kenotariatan Pascasarjana Universitas Indonesia,
yang luas dalam menjatuhkan hukuman dengan Depok, 2011.
berpedoman kepada batas maksimal dan minimal Khallaf, Abdul Wahab, Kaidah-kaidah Hukum
yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang sah. Islam, Alih Bahasa dan Editor: Moh. Tolehah
Ta’zir dapat juga mengalami perubahan sesuai Mansoer dan Noer Iskandar al-Barsany,
dengan perubahan masyarakat. Bandung: Risalah, 1994, Cet. ke-1
Marzuki, Poligami Dalam Islam, http://www.
Penutup poligamiislam.com, diakses tanggal 15 April
Berdasarkan pembahasan yang terdahulu, 2015.
maka dapat disimpulkan: Muhammad, Ahsin Sakho, dkk., Ensklopedi
Hukum Pidana Islam, Bogor: PT Kharisma
1. Orang yang menikahkan pelaku poligami tanpa
Ilmu, 2003.
izin pengadilan agama pada dasarnya belum
Muslih, Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum
dapat dikenakan sanksi pidana menurut Pasal
Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
55 KUHP sebelum pelaku poligami mendapat
Subekti dan Tjicrosudibyo, Kitab Undang-
sanksi pidana terlebih dahulu. Apabila pelaku
Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. Pradya
poligami telah mendapatkan sanksi pidana,
Pramitra1996.
maka orang yang menikahkan pelaku poligami
Undang-Undang No. 32 Tahun 1954 tentang
dapat dikenakan sanksi penyertaan sebagaimana
Pegawai Pencatat Nikah.
termuat dalam Pasal 55 dan 57 KUHP.
Wasian, Abdullah, “Akibat Hukum Perkawinan Siri
2. Sanksi hukum orang yang menikahkan pelaku (Tidak Dicatatkan) Terhadap Kedudukan Istri,
poligami tanpa izin pengadilan agama dalam Anak, dan Harta Kekayaannya (Tinjauan Hukum
tinjauan hukum Islam tidak ada perbedaan tidak Islam dan Undang-Undang Perkawinan)”. Tesis
ada perbedaan pelaku poligami dan orang Program Magister Kenotariatan Pascasarjana
yang menikahkan pelaku poligami men­dapat Universitas Diponegoro Semarang, 2010.
hukuman yang sama antara pelaku langsung Wihidayati, Sri, “Studi Kritis Terhadap Pemikiran
dan pelaku tidak langsung, sebab perbuatan Poligami Musda Mulia”. Tesis Program
masing-masing pembuat tersebut termasuk Magister Hukum Islam Pascasarjana IAIN
jarimah ta’zir dan hukumannya juga hukuman Bengkulu. 2013.
ta’zir. Sedangkan syara’ tidak memisahkan

Vous aimerez peut-être aussi