Vous êtes sur la page 1sur 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kanker prostat merupakan salah satu masalah medis pada populasi pria, dan

merupakan kanker nomor dua yang paling sering ditemukan. Kanker prostat penyebab

nomor 5 pada kematian terkait kanker pada pria di seluruh dunia. Meskipun mortalitas

terkait kanker prostat di Amerika Serikat dan Inggris menurun jauh sejak tahun 1990,

pada daerah lain meningkat secara perlahan dengan stabil.(Li F& Hu H, 201)

Menurut statistik, prevalensi kanker prostat di Eropa adalah 214/100.000 dan

jumlah kasus yang didiagnosis tiap tahunnya adalah 2,6 juta. Di Cina, prevalensi kanker

prostat jauh lebih rendah dari Eropa dan Amerika.(Li F&Hu H, 201)

Terapi terkini dari kanker prostat adalah: prostatektomi radical, terapi kastrasi

(kebiri), terapi kastrasi dan terapi androgen, terapi endokrin, dan lainnya. Namun

karena dunia medis yang tertinggal dan insignifikansi gejala awal, pasien dengan

kanker prostat biasanya datang dengan derajat keparahan menengah dan atas ketika

terdiagnosa.(Cao J, Zhu X, 2016)

Terdapat kemajuan yang sangat pesat tentang terapi pada kanker prostat dalam

beberapa tahun terakhir. Beberapa terapi yang baru sudah dikembangkan dan karena

itu muncul kebutuhan yang mendesak akan adanya deteksi biomarker untuk

memfasilitasi pemilihan agen terapi yang tepat. (Uemura K, 2017)

Neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) adalah cara yang paling umum

digunakan karena dapat diakses dengan mudah. Bukti-bukti terbaru mengindikasi

bahwa NLR berhubungan dengan harapan hidup yang buruk pada pasien dengan kanker

prostat (PCa). Akan tetapi, pentingnya NLR dalam memprediksi respon PSA dan
rekurensi biokimia (BCR) sangat diabaikan. Begitu pula dengan Platelet-to-

lymphocyte, PLR merupakan cara yang dapat digunakan untuk memprediksi prognosis

pasien dengan kanker prostat, namun masih jarang digunakan di seluruh dunia. (Cao J,

Zhu X, 2016)

Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa peradangan mungkin memiliki

peran utama dalam tumorogenesis dan perkembangan PCa. Jumlah neutrofil serum

yang rendah memprediksi hasil biopsi prostat yang positif. Neutrofil limfosit rasio

(NLR) nampaknya mewakili penanda prognostik independen pada pasien dengan PCa.

Demikian pula platelet limfosit rasio (PLR) juga merupakan parameter berbasis

peradangan sistemik. Sejumlah penelitian telah mengungkapkan platelet limfosit rasio

(PLR) pretreatment yang tinggi secara mandiri dapat memprediksi prognosis buruk

pada pasien dengan tumor termasuk kanker lambung, kanker pankreas, kanker ovarium,

kanker kolorektal, kanker paru-paru, karsinoma hepatoseluler,kanker ginjal, kanker

kerongkongan. Yuksel OH dkk dan Kaynar M et al.melaporkan bahwa PLR biasa

digunakan untuk membedakan benign prostatic hyperplasia dan kanker prostat, untuk

mendukung nilai diagnostiknya. LangsenlehnerT et al.menunjukkan hubungan yang

signifikan antara PLR dan prognosis pasien PCa yang telah dilakukan terapi radiasi.

Namun, apakah PLR dan NLR memainkan sebuah peran penting dalam prognosis PCa

belum dilaporkan. Jumlah platelet dan limfosit secara rutin dilakukan di kebanyakan

laboratorium klinis di seluruh dunia, oleh karena itu kami mengevaluasi apakah PLR

dan NLR pre treatment dapat memprediksi prognosis pasien kanker prostat. (Yuksel

OH, 2015)
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini apakah ada hubungan antara Platelet-to-Lymphocyte Ratio (PLR),

Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio (NLR) dan Gleason score dalam memprediksi

prognosis kanker prostat pada seluruh pasien kanker prostat yang datang ke poliklinik

di RS H Adam Malik.

1.3 Hipotesis Penelitian

Platelet-to-Lymphocyte Ratio (PLR) berperan penting sebagai prediktor

prognosis terhadap pasien kanker prostat, semakin tinggi jumlah PLR pretreatment

semakin buruk prognsis pasien kanker prostat. Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio (NLR)

mewakili sebagai prognosis independen terhadap prognosis pasien kanker prostat.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara Platelet-to-Lymphocyte Ratio (PLR) dan

Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio (NLR) dalam memprediksi prognosis kanker prostat

pada seluruh pasien kanker prostat yang datang ke poliklinik RS H Adam Malik.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara Platelet-to-Lymphocyte Ratio (PLR) dan

Gleason score untuk memprediksi prognosis kanker prostat pada seluruh pasien

kanker prostat yang datang ke poliklinik RS H Adam Malik.

2. Untuk mengetahui hubungan antara Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio (NLR)

dan Gleason score untuk memprediksi prognosis kanker prostat pada seluruh

pasien kanker prostat yang datang ke poliklinik RS H Adam Malik.


1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bidang Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar tentang Platelet-to-Lymphocyte

Ratio (PLR) dan Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio (NLR) dan dapat digunakan sebagai

prediktor prognosis klinis pada pasien kanker prostat, sehingga dapat dipakai pada

penelitian selanjutnya.

1.5.2 Bidang pekembangan ilmu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai Platelet-

to-Lymphocyte Ratio (PLR) dan Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio (NLR) serta

hubungannya dengan Gleason score dan dapat digunakan sebagai prediktor prognosis

klinis pada pasien kanker prostat.

1.5.3 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai sarana untuk melatih cara

berpikir dan membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi yang baik dan benar

dalam proses pendidikan.

1.5.4 Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai manfaat pemeriksaan Platelet-to-Lymphocyte Ratio (PLR) dan Neutrophil-

to-Lymphocyte Ratio (NLR) yang dapat digunakan sebagai prediktor prognosis klinis

pada pasien kanker prostat.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Kanker prostat stadium awal hampir selalu tanpa gejala. Kecurigaan akan

meningkat dengan adanya gejala lain seperti: nyeri tulang, fraktur patologis ataupun

penekanan sumsum tulang. Untuk itu dianjurkan pemeriksaan PSA usia 50 tahun,

sedangkan yang mempunyai riwayat keluarga dianjurkan untuk pemeriksaan PSA lebih

awal yaitu 40 tahun. (Li F&Hu H, 201)

Pemeriksaan utama dalam menegakkan kanker prostat adalah anamnesis

perjalanan penyakit, pemeriksaan colok dubur, PSA serum serta ultrasonografi

transrektal/ transabdominal. Diagnosa pasti didapatkan dari hasil biopsi prostat atau

spesimen operasi berupa adenokarsinoma. Selain itu pemeriksaan histopatologis akan

menentukan derajat dan penyebaran tumor.(Cao J, Zhu X, 2016)

2.1. Pemeriksaan Colok Dubur

Kebanyakan Kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat dideteksi

dengan colok dubur jika volumenya sudah > 0.2 ml. Jika terdapat kecurigaan dari colok

dubur berupa: nodul keras, asimetrik, berbenjol-benjol, maka kecurigaan tersebut dapat

menjadi indikasi biopsi prostat. 18% dari seluruh penderita Kanker prostat terdeteksi

hanya dari colok dubur saja, dibandingkan dengan kadar PSA. Penderita dengan

kecurigaan pada colok dubur dengan disertai kadar PSA > 2ng/ml mempunyai nilai

prediksi 5-30%.(Epstein JI. 2007)


2.2. Prosate Specific Antigen (PSA)

Pada prakteknya PSA adalah organ spesifik namun bukan kanker spesifik. Oleh

karena itu peningkatan kadar PSA juga dijumpai pada BPH, prostatitis, dan keadaan

non-maligna lainnya. Kadar PSA secara tunggal adalah variabel yang paling bermakna

dibandingkan colok dubur atau TRUS. (Ferlay J, 2012)

Sampai saat ini belum ada persetujuan mengenai nilai standar secara

internasional. Kadar PSA adalah parameter berkelanjutan yaitu semakin tinggi

kadarnya, semakin tinggi pula kecurigaan adanya Kanker prostat. Nilai baku PSA di

Indonesia saat ini yang dipakai adalah 4ng/ml. (Umbas R,. 2015)

2.3. Transrectal ultrasonography (TRUS) dan Biopsi

Sangat dianjurkan dilakukan biopsi prostat dengan guided TRUS, bila tidak

mempunyai TRUS dapat dilakukan biopsi transrektal menggunakan jarum trucut

dengan bimbingan jari. Untuk melakukan biopsi, lokasi untuk mengambil sampel harus

diarahkan ke lateral. Jumlah core dianjurkan sebanyak 10-12 core tambahan dapat

diambil dari daerah yang dicurigai pada colok dubur atau TRUS. Tingkat komplikasi

biopsi prostat rendah. Komplikasi minor termasuk makrohematuria dan

hematospermia. Infeksi berat setelah prosedur dilaporkan <1 % kasus. (Uemura K,

2017)

Biospsi ulang dapat dilakukan dengan waktu optimal 3-6 bulan dari biopsi

sebelumnya. Terdapat beberapa Indikasi dilakukannya Biopsi Ulang, yaitu:

1. PSA yang meningkat dan atau menetap pada pemeriksaan ulang setelah 6 bulan

2. Kecurigaan dari colok dubur.

3. Proliferasi sel asinar kecil yang atipik (ASAP)


4. High Grade Prostatic intraepithelial (PIN) lebih dari satu core

Penggunaan antibiotik oral atau intravena pra-biopsi merupakan keharusan

dengan menggunakkan golongan Kuinolon atau Sefalosporin. Pemberian anestesi

sangat dianjurkan. Pemilihan jenis anestesi berupa obat oral, supposutoria, anestesi

umum ataupun anestesi blok peri-prostatik dengan guided TRUS tergantung dari

pilihan operator, fasilitas dan pilihan/kondisi penderita. Pemberian gel Lidokain 2%

sebelum dimasukkannya probe akan menurunkan rasa nyeri di daerah sfingter ani

penderita.(Hardjowijoto S, 2010).

2.4. Pemeriksaan apabila terdapat kecurigaan metastasis

Metode sidik tulang paling sensitif untuk mendiagnosis metastasis tulang.

Apabila tidak terdapat fasilitas pemerikaan tersebut, dapat digunakan penilaian klinis,

CT Scan, alkali fosfatase serum dan bone survey. Peningkatan kadar alkali fosfatase

mengindikasikan adanya metastasis tulang pada 70% penderita. Pengukuran alkali

fosfatase dan PSA secara bersamaan akan meningkatkan efektivitas penilaian klinis

sebesar 98%. Pemeriksaan sidik tulang tidak perlu pada penderita asimptomatik, PSA

kurang dari 20 ng/mL dan berdiferensiasi baik atau moderat.(Yuksel OH, 2015)

Selain ke tulang, kanker prostat dapat bermetastasis ke organ lain umumnya ke

KGB jauh, paru-paru, hepar, otak dan kulit. Pemeriksaan fisik, foto thoraks,

ultrasonografi, CT dan MRI adalah metode yang digunakan, terutama bila gejala

menunjukkan adanya kemungkinan metastasis ke jaringan lunak. (Sciarra1 A. Et al,

2016)

Sejak penelitian tentang kanker prostat makin gencar dilakukan, berkembang

juga metode untuk sebuah studi metanalisis untuk menghitung nilai prognosis dari
NLR untuk BCR dan harapan hidup PCa. Studi tersebut memanfaatkan 21 artikel dari

Embase, PubMed, the Cochrane Library dan China National Knowledge Infrastructure

(CNKI). Meta-analisis dilakukan dengan mengumpulkan data hazard ratio (HRs), odds

ratios (ORs) dengan 95% confidence intervals (Cis).(Wang et al., 2016)

Hasil dari studi tersebut menyatakan bahwa, naiknya NLR dapat digunakan

sebagai penanda prognosis dari perubahan biokimia dan prognosis untuk stratifikasi

risiko dan menentukan keputusan dalam terapi pasien dengan kanker prostat.(Bostwick

DG, 2003)

Banyak studi klinis menemukan bahwa peningkatan NLR sangat berkorelasi

dengan prognosis yang buruk pada kanker prostat, dan dapat memprediksi respon PSA

terhadap berbagai jenis terapi dan obat. Akan tetapi hasil-hasil pada studi klinis tersebut

tidak konsisten. Studi meta-analisis terbaru mengindikasikan peningkatan NLR

berkaitan dengan overall survival (OS) dan progression-free-survival (PFS).(De Marzo

, 2007)

Sfanos et al. menemukan bahwa NLR ≥5 merupakan penanda penting untuk

metastasis PCA dan menurunkan harapan hidup. Namun Turkmen et al. menemukan

bahwa platelet-to-lymphocyte ratio (PLR) lebih unggul dibandingkan NLR dalam

memprediksi derajat keparahan inflamasi, dan Li et al. menngkonfirmasi bahwa PLR

secara signifikan meningkat pada pasien kanker prostat dan berhubungan erat dengan

data klinis, dan merupakan faktor risiko independen untuk kematian pasien kanker

prostat, serta sangat signifikan dalam mendeteksi kanker prostat dan memberikan

prognosisnya.(Li F&Hu H, 201)(Sfanos KS, 2014)


2.5. Diagnosis Banding(Wang et al., 2016)

1. Pembesaran prostat jinak

2. Prostatitis kronik

2.6. Klasifikasi Histologik dan Stadium4

2.6.1. Derajat Keganasan

Derajat Adenokarsinoma prostat dengan sistem Skor Gleason (modifikasi).

Skor Gleason adalah penjumlahan dari derajat Gleason (Gleason grade) yang paling

dominan dan kedua yang paling dominan. Pengelompokan skor Gleason terdiri dari

Diferensiasi baik ≤ 6, sedang/moderat 7 dan buruk (8-10).(Hardjowijoto S, 2010).

2.6.2. Stadium

Berikut tabel yang berisikan sistem stadium yang digunakan untuk kanker

prostat menurut AJCC TNM 2009.(Hardjowijoto S, 2010)

Tabel 2.1 Sistem Stadium Kanker Prostat menurut AJCC TNM 2009

Tumor Primer (T)

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai


T0 Tumor primer tidak dapat ditemukan
T1 Tumor yang tidak dapat dipalpasi atau dilihat pada pemeriksaan pencitraan
(tidak terdeteksi secara klinis)

T1a Tumor ditemukan secara kebetulan (PA), < 5% dari jaringan yang
direseksi

T2b Tumor ditemukan secara kebetulan (PA), > 5% dari jaringan yang
direseksi

T2c Tumor diidentifikasi dengan pemeriksaan biopsi jarum


T2 Tumor terbatas di prostat*
T2a Tumor mengenai setengah atau kurang dari satu lobus
T2b Tumor mengenai setengah lebih dari satu lobus, tetapi tidak
mengenai kedua lobus

T2c Tumor mengenai kedua lobus


T3 Tumor menembus kapsul**
T3a Ekstensi ekstrakapsular (unilateral atau bilateral)
T3b Tumor mengenai vesikula seminalis
T4 Tumor terfiksasi atau mengenai struktur yang berdekatan selain vesikula
seminalis, seperti leher kandung kemih, sfingter eksterna rektum, atau
dinding pelvis.

Kelenjar Getah Bening Regional (N)


Nx KGB regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada penyebaran KGB regional
N1 Terdapat penyebaran KGB regional

Metastasis Jauh (M)***


Mx Metastatis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
M1a Metastasis KGB non regional
M1b Metastasis ke tulang
M1c Metastasis ke organ lain

Keterangan

* Tumor ditemukan pada satu atau dua lobus dengan biopsi jarum akan tetapi tidak

teraba atau terlihat dengan pencitraan yang ada diklasifikasikan sebagai T1c.

** Tumor yang menginvasi apeks prostat atau ke kapsul akan tetapi tidak menembus,
tidak diklasifikasikan sebagai T3 akan tetapi T2.

*** Bila lebih dari satu tempat metastasis, dikategorikan sebagai metastasis paling

tinggi stadiumnya; M1c adalah tingkatan tertinggi.

Tabel 2.2. Pengelompokkan Berdasarkan Stadium (AJCC 2010)

Stadium I T1a-c N0 M0 PSA < 10 Skor Gleason ≤ 6


T2a N0 M0 PSA < 10 Skor Gleason ≤ 6
T1-T2a N0 M0 PSA X Skor Gleason X

Stadium IIA T1a-c N0 M0 PSA < 20 Skor Gleason 7


T1a-c N0 M0 10 ≤ PSA < 20 Skor Gleason ≤ 6
T2a N0 M0 PSA < 20 Skor Gleason ≤ 7
T2b N0 M0 PSA < 20 Skor Gleason ≤ 7
T2b N0 M0 PSA X Skor Gleason X
Stadium IIB T2c N0 M0 Semua PSA Semua Skor
Gleason

T1-2 N0 M0 PSA ≥ 20 Semua Skor


Gleason

T1-2 N0 M0 Semua PSA Skor Gleason ≥8


Stadium III T3a-b N0 M0 Semua PSA Semua Skor
Gleason

Stadium 4 T4 N0 M0 Semua PSA Semua Skor


Gleason

Tiap T N0 M0 Semua PSA Semua Skor


Gleason

Tiap T Tiap N M1 Semua PSA Semua Skor


Gleason
2.7. Tatalaksana Kanker Prostat

Tatalaksana kanker prostat didasarkan pada faktor-faktor, yaitu grading tumor,

staging tumor, komorbid, preferensi penderita, usia harapan hidup saat diagnosis

ditegakkan.Berhubungan dengan belum adanya data untuk menentukan usia harapan

hidup saat diagnosis di Indonesia, maka digunakan batasan usia sebagai salah satu

parameter penetuan terapi. (Caruso C, et al, 2009)

2.7.1. Penatalaksanaan Kanker Terlokalisir atau Locally Advanced

Keterangan:

a. Pasien yang memiliki gejala, dikontraindikasikan untuk monitoring aktif (EAU

Grade A). Juga tidak direkomendasikan pada pasien dengan usia < 70 tahun

dengan risiko sedang atau tinggi (EAU Grade A).

b. Diseksi KGB pelvis tidak dilakukan bila probabilitas adanya keterlibatan

kelenjar (staging nomogram) < 3% (EAU Grade A)


c. Terdapat perubahan untuk rekomendasi radikal prostatektomi untuk pasien

risiko tinggi dan sangat tinggi sebagai program terapi multimodalitas termasuk

terapi hormonal, radioterapi pasca oprasi dan bila memungkinkan kemoterapi

(EAU Grade C).(Sciarra A, 2008)

2.7.2. Tatalaksana Kanker yang telah Bermetastasis

Standar baku terapi kanker prostat stadium lanjut adalah Androgen Deprivation

Therapy (ADT) setelah penemuan Huggins dan Hodges tahun 1941. Terapi ini terdiri

dari kastrasi dengan obat atau dengan pembedahan (orkhidektomi) (EAU Grade A).

Tingkat kastrasi yang diinginkan adalah kadar testosteron < 20 ng/dL. Pemberian

Lutenising Hormone Releasing-Hormone (LHRH) agonis seharusnya disertai

pemberian anti-androgen untuk mencegah flare-up paling tidak 14 hari (EAU Grade

A).(Sciarra A, 2008)

Terdapat berbagai macam strategi dalam penggunaan ADT, menurut jenis

blokadenya dapat komplit (Complete Androgen Blokade/CAB) LHRH agonis

ditambah anti-androgen atau pun tunggal (LHRH agonis saja) (EAU LE 2b, GR A).

Menurut lama waktu pemberiannya, terbagi atas kontiniu dan intermiten. Menurut awal

waktu pemberian, terdiri dari segera (immediate) atau ditunda (deffered).(Sciarra A,.

2007).

Berdasarkan hasil telaah studi maupun meta-analisis, keuntungan CAB pada

terapi tunggal hanya <5%. Pemberian CAB jangka panjang akan menginduksi

terjadinya sel independen androgen dalam jangka waktu rerata 2 tahun. Oleh karena itu

dianjurkan penghentian obat secara berkala (intermiten) yang dibuktikan dari beberapa

penelitian penting bahwa hasilnya tidak berbeda.Pemberian ADT segera (immediate),

akan menurunkan progesivitas penyakit dan komplikasi secara bermakna dibandingkan


ditunda (deffered) (EAU GR A). Tetapi hal ini tidak meningkatkan cancer-specified

survival.(Sciarra A,. 2007).

2.7.3. Tatalaksana pada Kanker Prostat dengan Kastrasi/Hormon Refrakter

(CRPC/HRPC)

Munculnya resistensi terhadap terapi hormonal merupakan isu yang penting

pada pemberian terapi hormonal. Mekanisme munculnya resistensi ini belum diketahui

secara pasti. Kanker prostat saat ini memiliki sel-sel yang bersifat heterogen (androgen

dependen dan androgen independen).(Klein EA, 2008)

Berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan kanker prostat yang

kambuh setelah terapi ablasi hormonal awal, termasuk HRPC, androgen-independen

kanker, dan hormon-independen kanker. CRPC masih responsif terhadap terapi hormon

lini kedua, termasuk pengehentian anti-androgen, estrogen, dan kortikosteroid.

Sedangkan HRPC adalah resisten terhadap semua tindakan hormonal.(Nelson WG,

2003)

Kriteria yang harus dipenuhi untuk menegakan diagnosis kanker prostat

refrakter hormon: peningkatan PSA atau peningkatan lesi tulang atau jarinan lunak

walaupun sudah diberikan terapi hormonal sekunder dan antiandrogen withdrawal

minimal 4 minggu dimana kadar testosteron serum telah mencapai ambang kastrasi

(<20 ng/dL)

Tatalaksana kemoterapi (Cytotoxic therapy):

1. Pada penderita yang hanya mengalami peningkatan PSA, maka 2 kali

peningkatan PSA berturut-turut di atas batas kadar nadir yang sebelumnya harus

diketahui.
2. Sebelum pengobatan, kadar PSA serum harus di atas > 5 ng/mL untuk

memastikan interpretasi efek pengobatan secara pasti.

3. Keuntungan dan efek samping pengobatan sitotoksik harus didiskusikan dengan

setiap individu penderita (EAU GR C).

4. Pada penderita dengen metastasis HRPC, dan kandidat untuk terapi sitotoksik,

docetaxel 75 mg/m2 + Prednison 3x 10mg/hari dengan interval 3 minggu sampai

6 siklus (EAU GR A). Terapi ini memberikan keuntungan survival yang

bermakna.(Nelson WG, 2003)

Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan Pasien Baru Kanker Prostat


2.8. Pemantauan

Pemantauan pasca terapi Kanker prostat perlu dilakukan sebagai bagian dari

penatalaksanaan penderita yang baik dan bertanggung jawab. Pemantauan yang

dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing penderita.

Secara umum, pemantauan penderita Kanker prostat dapat dibagi menjadi:

1. Pemantauan setelah terapi kuratif

2. Pemantauan setelah terapi hormonal

Terapi kuratif meliputi operasi prostatektomi radikal atau radioterapi, baik EBRT

atau Brakiterapi permanen, atau kombinasi keduanya. Terapi hormonal diberikan pada

penderita dengan metastasis atau stadium lanjut lokal (locally advanced). Kegagalan

biokimia pada penderita tersebut seringkali berhubungan dengan progresi simtomatis

yang cepat. Oleh sebab itu, pemantauan diperlukan untuk mendeteksi progresi secara

dini.(Sciarra A,. 2007)

2.8.1 Pemantauan Pasca Terapi kuratif

Rekurensi dapat terjadi setelah terapi kuratif. Oleh karena itu pemantauan

diperlukan mengingat beberapa hal sebagai berikut:(Bostwick DG, 2003)

 Adanya kemungkinan terapi lini kedua dengan tujuan kuratif jika terjadi

kegagalan terapi lini pertama.

 Adanya kemungkinan terapi hormonal dini

Pemeriksaan rutin digunakan untuk mendeteksi progresi atau residual kanker

prostat yaitu pemeriksan fisik (termasuk colok dubur) dan kadar PSA. Anamnesis

spesifik juga perlu dilakukan, meliputi aspek psikologis, tanda-tanda progresi panyakit,

dan komplikasi terkait terapi.


2.8.2. Pemantauan Pasca Prostatektomi Radikal

Progresi PSA didefinisikan sebagai peningkatan kadar PSA lebih dari 0.2 ng/ml

pada dua kali pengukuran berturut-turut. Pemantauan PSA direkomendasikan pada

bulan ke 3, 6, dan 12 pasca terapi, setiap 6 bulan sampai 3 tahun, dan selanjutnya sekali

setahun (EAU GR B). Pemantauan yang dilakukan selain PSA adalah atas indikasi

seperti: colok dubur, TRUS biopsi, sidik tulang, CT/MRI.(Bostwick DG, 2003)

2.8.3. Pemantauan pasca EBRT

Progresi PSA didefinisikan sebagai peningkatan kadar PSA sebesar 2 ng/ml

diatas kadar PSA nadir pasca terapi (EAU LE B). Pemantauan PSA direkomendasikan

pada bulan ke 3, 6, dan 12 pasca terapi, setiap 6 bulan sampai 3 tahun, dan selanjutnya

sekali setahun (EAU GR B).

2.8.4. Pemantauan pasca Terapi Hormonal

Tujuan pemantauan pasca terapi hormonal adalah untuk memantau respons terapi,

menjamin compliance terapi, mendeteksi komplikasi terapi hormonal, menentukan

modalitas terapi paliatif sesuai pasca gagal terapi hormonal. Waktu pemantauan

minimal 3-6 bulan sekali (EAU GR A). Hal-hal yang perlu dipantau selama terapi

hormonal adalah:(De Nunzio C, 2011)

 Pemantauan kadar kreatinin, hemoglobin, dan fungsi hati (EAU GR A)

 Kadar testosteron serum (EAU GR B)

 Pemantauan komplikasi metabolic

 Sidik tulang, ultrasonografi, dan foto thoraks


 Bone Mass Density

2.9 Respon Platelet and Lymphosite ratio (PLR) pada Kanker Prostat

Platelet Dan Limfosit Pada Kanker Progresi dan metastasis kanker terdiri atas

langkah kaskade yang melibatkan interaksi antara tumor dengan lingkungan mikronya

termasuk faktor yang mendukung terjadinya angiogenesis dan inflamasi. Kapasitas sel

tumor untuk menginvasi, mendapatkan vaskularisasi, dan bermetastasis diawali oleh

sinyal dari lingkungan mikro tumor primer, pembuluh darah, dan lingkungan mikro

baru (lokasi sekunder). Respon inflamasi telah menunjukkan korelasi yang dekat

dengan progresi tumor, termasuk angiogenesis dan invasi tumor melalui peningkatan

regulasi sitokin. Sebagi respon dari berbagai bentuk inflamasi, lingkungan mikro tumor

mengandung sel imun innate ( termasuk makrofag, neutrofil, sel mast, sel dendritik dan

sel natural killer ), dan sel imun adaptif (limfosit T dan B) yang akan berkorelasi satu

sama lain dalam hubungannya dengan produksi sitokin dan chemokin dan bekerja

secara autokrin dan parakrin untuk mengatur dan membentuk pertumbuhan dan

progresi tumor. Inflamasi sistemik berhubungan dengan pelepasan beberapa mediator

proinflamasi seperti interleukin-1,IL-3 dan IL-6 yang diketahui dapat menstimulasi

proliferasi megakariosit dan aktivasi platelet yang nantinya akan menghasilkan faktor

pro-angiogenik yang merupakan hal penting dalam pertumbuhan tumor. Selain itu,

sejumlah mediator immmunologi seperti IL-10 dan TGF-β dilepaskan, yang akan

menyebabkan efek immunosupresif yang signifikan dengan konsekuensi gangguan

fungsi limfosit dan pengurangan jumlah limfosit.(Caruso C, et al, 2009)

Platelet adalah fragmen sel kecil anukleasi yang berasal dari megakariosit

sumsum tulang dan merupakan efektor seluler reaktif dari hemostasis, inflamasi dan

imunitas. Platelet merupakan satu dari reservoir terbesar faktor pertumbuhan


angiogenik dan onkogenik pada tubuh manusia. Konsep dimana platelet memegang

peranan dalam invasi dan metastasis tumor cukup panjang. Penelitian yang menilai

trombositosis terjadi pada pasien dengan kanker solid telah dilakukan lebih dari 100

tahun lalu. Hampir 40% pasien dengan keganasan pada gastrointestinal, paru, payudara

dan ovarium, dan prostat dijumpai jumlah platelet lebih dari 400.000 mm3. Hal

terpenting yang mencetuskan trombositosis pada kanker adalah sekresi tumor derived-

cytokines seperti IL-1,G-CSF dan IL-6 yang akan menstimulasi trombopoesis melalui

mekanisme thrombopoetic-dependent, mempengaruhi pertumbuhan dan differensiasi

megakariopoetik secara besar. Megakariopoetik juga mempunyai kemampuan yang

sama untuk menghasilkan sitokin inflamasi, yang juga mempengaruhi sel endotel

sumsum tulang untuk menyokong megakariositopoesis. Adhesi platelet dengan sel

tumor dapat membantu sel tumor membentuk koloni intravaskular atau ekstravasasi ke

organ target. Membran platelet mengandung lapisan tebal dari integrin glikoprotein,

dan selektin yang memediasi adhesi dan agregasi platelet. Adherensi platelet dengan

sel tumor pada penelitian eksperimental in vivo metastasis paru, meningkatkan

interaksi sel tumor dengan monosit, dan meningkatkan lisis sel tumor oleh sel natural

killer. Adherensi platelet juga melindungi sel tumor dari sistem imun, mendukung

ketahanan, proliferasi dan invasi sel. Sebagai tambahan, platelet juga dapat melepaskan

faktor pro-angiogenik yang menstabilkan vaskularisasi tumor. Platelet aktif dilepaskan

oleh sejumlah molekul bioaktif termasuk chemokines, sitokin, faktor pertumbuhan,

faktor koagulasi dan metalloproteinase dari 3 tipe vesikel sekretori; alpha granules,

dense granules dan lisosom. Secara khusus, platelet apha granules kaya dengan

kandungan faktor pro- dan antiangiogenik. Granul tersebut mengandung sejumlah

protein yang dilepaskan pada saat aktivasi platelet. Penelitian terbaru menduga bahwa

faktor pro- dan antiangiogenik dapat dibedakan secara selektif saat platelet berikatan
dengan reseptor permukaan spesifik, seperti protease-activated receptors. VEGF

merupakan protein pro-angiogenik yang ditemukan dalam kandungan formasi tumor,

yang menyebabkan pembuluh darah menjadi hiperpermiabel dalam makromolekul

yang bersirkulasi. VEGF diketahui keberadaannya dalam megakariosit atau proteome

platelet dan dilepaskan oleh thrombin stimulated megakaryocytes dan platelet in vitro.

Pada penelitian terakhir,VEGF dilaporkan keberadaannya dalam α-granul platelet,

yang menunjukkan kolokalisasi yang hampir komplit dengan protein α-granul

fibrinogen melalui pemeriksaan immunostaining dan miskroskop fluoresens. Bambace

et al menunjukkan pada penelitiannya bahwa ADP dependent platelet agregation yang

dicetuskan oleh sel kanker akan menyebabkan aktivasi platelet yang selanjutnya akan

melepaskan VEGF sebagai faktor pro-angiogenik, namun tidak endostatin

(antiangiogenik) secara in vitro. Hal ini menunjukkan suatu mekanisme potensial

bahwa sel kanker ovarium dapat mencetuskan pelepasan faktor pro-angiogenik namun

tidak faktor anti-angiogenik melalui platelet secara in vivo. Sisa dan mikropartikel

platelet dijumpai pada pertumbuhan angiogenik dan secara in vitro menunjukan

hubungan dosis-respon antara jumlah platelet dan tingkat pertumbuhan angiogenik.

Platelet mencetuskan migrasi dan adherensi sumsum tulang pada lokasi angiogenesis

dan menyebabkan diferrensiasi progenitor sel endotel menjadi sel endotel matur.

Selebihnya, platelet aktif merupakan regulator dari hemostasis vaskular tumor dengan

mencegah perdarahan tumor melalui pembongkaran selektif kandungan granulnya. Hal

ini secara khusus memberikan kontribusi penting terhadap angiogenesis tumor yang

ditandai dengan morfologi pembuluh darah yang abnormal, imatur, dilatasi dan rapuh.

Hubungan antara inflamasi, koagulasi dan progresi kanker telah menjadi masalah yang

sering diteliti. Ketika mekanisme patofisiologi pasti yang mengatur siklus antar

parameter koagulasi, inflamasi dan sel tumor masih belum jelas, terdapat penelitian
novel biomarker di bidang onkologi yang menguji coba interaksi ketiganya. Biomarker

tersebut menghubungkan status pre inflamasi dan pre koagulasi pada kanker dengan

kemampuan residu endogen antikanker; dimana rasio neutrofil limfosit dan rasio

platelet limfosit (NLR dan PLR) khususnya diteliti sebagai biomarker novel yang

reliabel dan murah. (Sfanos KS, 2014)

2.10 Respon Neutrophil and Lymphosite ratio (NLR) pada Kanker Prostat

Telah diketahui bahwa variasi hasil keluaran penderita karsinoma tidak hanya

semata ditentukan dari karakteristik tumor tetapi juga faktor respons inang. Keadaan

inflamasi dapat mempercepat pertumbuhan tumor, invasi, angiogenesis, dan bahkan

metastasis. Peningkatan petanda peradangan (protein reaktif C) berhubungan dengan

menurunnya ketahanan hidup penderita kanker prostat. Juga terdapat hubungan antara

petanda peradangan sederhana (seperti neutrofil, limfosit, dan trombosit darah tepi) dan

hasil keluaran karsinoma. Hubungan antara tingginya rasio neutrofil terhadap limfosit

dan buruknya prognosis sangat kompleks. (Caruso C, et al, 2009)

Pada percobaan kultur neutrofil dan limfosit dari donor penderita karsinoma,

neutrofil terkait tumor melalui reaksi enzimatik memicu pembentukan matriks ekstrasel

baru yang menghasilkan pelepasan faktor pertumbuhan fibroblas dasar, migrasi sel

endotel, dan disosiasi sel karsinoma. Selain itu, spesies oksigen reaktif yang dihasilkan

neutrofil menurunkan sifat adhesi dan properti promosi dari matriks ekstrasel serta

menghambat apoptosis sel tumor melalui aktivasi nuclear factor (NK)-κB. Peristiwa ini

mengakibatkan peningkatan angiogenesis, pertumbuhan tumor, dan perkembangan ke

fenotip metastatik. Pada KPD, oncostatin M yang disekresi oleh neutrofil memberi

sinyal ke sel-sel prostatuntuk menghasilkan vascular endothelial growth factor (VEGF)

dan meningkatkan pelepasan sel karsinoma. Sehubungan dengan keganasan, limfosit


menekan maturasi tumor. Limfosit sitotoksik T (CTLs) menginduksi apoptosis sel-sel

karsinoma melalui interaksi molekul CD95L (ligan Fas). Pada KPD, adanya limfosit

yang menginfiltrasi tumor dihubungkan dengan angka kehidupan yang lebih baik, dan

respons yang lebih baik terhadap pemberian kemoterapi berbasis antrasiklin.(Nelson

WG, 2003)

2.9. Kerangka Konsep

Proses inflamasi

Peningkatan Platelet Peningkatan Neutrofil to


to Lymphocite Ratio Lymphocite Ratio

Peningkatan reaksi pro tumor Pengurangan imunitas anti


yang dipengaruhi platelet tumor yang dimediasi limfosit

Pertumbuhan sel kanker &


sel metastatic

GLEASON SCORE

Skor Karnofsky Mortalitas pasien


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan menggunakan metode

analitik cross sectional.

3.2. Waktu danTempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Bedah Divisi Urologi RSUP H. Adam

Malik Medan dengan data diambil dari rekam medis pasien rawat jalan departemen

urologi RSUP H. Adam Malik Medan mulai tahun 2012 sampai tahun 2017. Waktu

penelitian ditentukan setelah proposal penelitian disetujui.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi target : Penderita kanker prostat

Populasi terjangkau : Pasien rawat jalan yang sudah terdiagnosa kanker

prostat di RSUP H. Adam Malik dari tahun 2012 sampai tahun 2017.

3.3.2. Subjek Penelitian

Pasien rawat jalan yang sudah terdiagnosa kanker prostat di RSUP H. Adam

Malik dari tahun 2012 sampai tahun 2017 yang memenuhi kriteria inklusi.
3.3.3. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan adalah pasien dengan diagnosis kanker prostat yang

telah dilakukan pemeriksaan histopatologi melalui teknik simpel random sampling,

dimana sampel yang digunakan adalah pasien baru yang terdiagnosis kanker prostat

yang dikumpulkan sampai jumlah sampel terpenuhi. Dan peneliti menggunakan rumus

perhitungan sampel Slovin (Slovin’s formula) dengan tingkat kepercayaan 85%. Dari

pre-survey didapatkan jumlah pasien baru dengan diagnosis kanker prostat didapatkan

besar populasi sebanyak 260 pasien.

𝑁 260
𝑛= 2
=
1 + 𝑁(𝑑) 1 + 260(0,15)2

n = 37,9

n = 38 sampel

Keterangan :

N = besar populasi

n = besar sampel

d = tingkat kepercayaan 0,15

Jadi, pada penelitian ini dibutukan sampel sebanyak 38 pasien.

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Seluruh pasien dengan kanker prostat yang telah didiagnosis secara

histopatologi di RSUP H. Adam Malik Medan

2. Data rekam medis lengkap.


3. Menyetujui informed consent

b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Hasil rekam medis yang tidak lengkap (data pasien berupa alamat dan nomor

telepon, hasil laboratorium berupa darah rutin)

2. Gangguan metabolik seperti penyakit DM Tipe 2

3. Gangguan hematologi dan infeksi

3.5. Kerangka Konsep


Skor Gleason
Platelet to Lymphosit Ratio (PLR)
Neutrophyle to Lymphosite Ratio (NLR) Skor Karnofsky

Mortalitas

Faktor Perancu:

 Gangguan Metabolik (DM Tipe-2)

 Infeksi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.6. Analisa Data

Data yang akan di kumpulkan dan diolah secara analitik dengan program SPSS

Statistic Ed. 23. Variabel kontinyu dengan sebaran data normal akan digambarkan

dengan mean ± SD, kemudian akan digunakan t-test sebagai uji statistik. Untuk data

kontinyu dengan sebaran data tidak normal, akan digambarkan dengan median (nilai

maksimum dan minimum) dan menggunakan Mann-Whitney U-test sebagai uji


statistic. Variable kategorik akan digambarkan sebagai frekuensi dan persentase dan

signifikansinya akan dihitug dengan uji x2 test. Angka p<0.05 dianggap bermakna

secara statistic.

3.7. Definisi Operasional

1. PLR adalah Platelet to Limfosit Ratio, dimana jumlah platelet dalam sel/μL

dibandingkan dengan jumlah limfosit dalam %, dimana akan didapatkan angka

hasil perbandingan dengan maksud sebagai factor prediktor prognosis dari kanker

prostat melalui kuesioner skor karnofsky dan angka mortalitas pasien.

2. NLR adalah Neutrofil to Limfosit rasio, dimana jumlah Neutrofil dalam %

dibandingkan dengan jumlah Limfosit dalam %, dimana akan didapatkan angka

hasil perbandingan dengan maksud sebagai factor prediktor prognosis dari kanker

prostat melalui kuesioner skor karnofsky dan angka mortalitas pasien.

3. Diagnosis kanker prostat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi

4. Skor Gleason adalah penjumlahan dari derajat Gleason (Gleason grade) yang

paling dominan dan kedua yang paling dominan.Pengelompokan skor Gleason

terdiri dari Diferensiasi baik ≤ 6, sedang/moderat 7 dan buruk (8-10). Skor Gleason

digunakan untuk menilai derajat adenokarsinoma

5. Skor karnofsky adalah cara standar untuk mengukur kemampuan pasien kanker

dalam melakukan tugas sehari-hari bernilai dari 0 hingga 100 dan digunakan untk

penilaian prognosis pada kanker prostat dan dihubungkan dengan PLR dan NLR.

6. Mortalitas adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen pada

individu dan digunakan untk penilaian prognosis pada kanker prostat dan

dihubungkan dengan PLR dan NLR.


7. TNM adalah letak topografi tumor beserta ekstensi dan metastasenya dalam organ

pada kanker prostat dinilai bedasarkan ukuran tumor, metastase kelenjar getah

bening regional, dan metastase tumor digunakan untuk menentukan stadium tumor.

8. Kadar PSA adalah kadar Antigen Spesifik Prostat dalam darah yang digunakan

sebagai indikator keberadaan kanker prostat dan biasanya dinyatakan dalam

nanogram per mililiter (ng/ml). Kadar normal adalh 4 ng/ml atau lebih rendah.

9. TAMs adalah Tumor Associated Macrophages (TAMs) adalah kelompok infiltrat

leukosit yang berasal dari monosit, yang kemudian bermigrasi dan berdiferensiasi

di jaringan, dan berperan dalam sistem fagositosis mononuclear.

3.8. Alur Penelitian

Pasien Kanker Prostat yang sudah terdiagnosis


secara histopatologi (GLEASON SCORE)

Pengambilan Data Berupa Darah


Rutin (Platetet, Neutrophil,
Lymphocite)

Dihitung Rasio dari Platetet dan


Lymphocite, Rasio Neutrophil dan
Lymphocite

Pengolahan dan Analisa data

disesuaikan dengan penilaian prognosis


kanker prostat

Skor Karnofsky Mortalitas pasien

Gambar 3.2 Cara Kerja


BAB IV
HASIL

Pada penelitian ini, dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji


Kolmogorov-Smirnov (KS) untuk data numerik. Hasil uji KS terdapat pada Tabel
1. Didapatkan bahwa prostate-specific antigen (PSA), hemoglobin, leukosit, hitung
platelet absolut, hitung limfosit absolut, hitung neutrophil absolut, platelet-to-
lymphocyte ratio (PLR), dan neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR), seluruhnya
memiliki nilai P < 0.05, sehigga semua variabel numerik pada penelitian ini tidak
memenuhi asumsi normalitas.

Tabel 1. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov (KS) untuk data numerik

Variabel Nilai P

PSA < 0.001

Hemoglobin 0.049

Leukosit 0.001

Hitung platelet absolut 0.029

Hitung limfosit absolut 0.041

Hitung neutrofil absolut 0.011

PLR < 0.001

NLR < 0.001

Skor Karnofsky < 0.001

PSA = prostate-specific antigen, PLR = platelet-to-lymhocyte ratio, NLR = neutrophil-to-lymphocyte


ratio

Pada penelitian ini, 42 (60%) subjek terdiagnosis dengan adenokarsinoma


prostat. Karakteristik subjek terlampir pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik subjek

N %

Hasil patologi anatomi

 Hiperplasia prostat 28 40%

 Adenokarsinoma 42 60%
prostat

PSA 15 (0.8-436.7)a

Hemoglobin 13.3 (8.8-15.9)a

Leukosit 7.8 (1.1-21.3)a

Hitung platelet absolut 342 (97-642)a

Hitung limfosit absolut 2 (0.5-46)a

Hitung neutrophil absolut 7.5 (2.8-19.1)a

PLR 175.2 (75-553.8)a

NLR 3.4 (1.4-20.5)a

Skor Karnofsky 100 (0-100)a

Mortalitas 12 17.1%

aData numerik berdistribusi tidak normal ditampilkan dalam bentuk median (minimum-
maksimum)
PSA = prostate-specific antigen, PLR = platelet-to-lymhocyte ratio, NLR = neutrophil-to-lymphocyte
ratio

Untuk mengetahui korelasi antara PLR dan skor Karnofsky serta NLR dan skor
Karnofsky, dilakukan uji korelasi Spearman. Ditemukan bahwa baik PLR dan NLR
memiliki korelasi negatif lemah dengan skor Karnofsky (R = -0.257, p = 0.032 dan
R = -0.247, p = 0.039, secara berurutan) Hasil uji korelasi Spearman terdapat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji korelasi Spearman

Koefisien Korelasi (R) Nilai P

PLR dengan skor -0.257 0.032


Karnofsky

NLR dengan skor -0.247 0.039


Karnofsky
BAB V
PEMBAHASAN

Kanker prostat merupakan kanker yang paling sering terdiagnosis dan


merupakan penyebab kedua dari kematian terkait kanker pada laki-laki di negara-
negara barat, terhitung 220,000 kasus baru dan 27,540 kematian di Amerika
Serikat setiap tahunnya. Meskipun terdapat berbagai metode terapi, termasuk
prostatektomi radikal, terapi deprivasi hormon, terapi radiasi dan kemoterapi,
kebanyakan tumor mengalami relapse dalam 2 tahun terhadap keadaan
castration–resistant dan prognosis kanker prostat termasuk buruk. Sejumlah
bukti telah menunjukkan bahwa respon inflamasi berkiatan secara erat dengan
tumorigenesis dan progresi tumor. Interaksi antar atumor dan inflamasi
kompleks dan melibatkan berbagai mekanisme. Sejumlah studi telah melaporkan
bahwa peningkatan PLR dan NLR berkaitan dengan luaran klinis yang buruk pada
pasien kanker prostat. (Tang dkk, 2016) Penelitian in bertujuan untuk
menginvestigasi NLR dan PLR terhadap prognosis pasien kanker prostat.

V.1 PLR sebagai faktor prognostik pasien kanker prostat


Hitung platelet dan limfosit merupakan parameter berbasis darah yang diukur
secara rutin. Sama halnya dengan NLR, PLR adalah parameter berdasarkan
inflamasi sistemik. Sejumlah studi telah melaporkan bahwa secara independen,
PLR memprediksi prognosis yang buruk pada pasien tumor, termasuk kanker
lambung, kanker pankreas, kanker ovarium, kanker kolorektal, non-small cell lung
cancer, hepatocellular carcinoma, karisnoma sel renal, kanker esophagus. Yuksel
dkk (16) dan Kaynar dkk melaporkan bahwa PLR dapat membedakan benign
prostatic hyperplasia dan kanker prostat (Yuksel dkk, 2015) (Kaynar dkk, 2015).
Langsenlehner melaporkan hubungan yang signifikan antara PLR dan prognosis
pada pasien kanker prostat yang menjalani terapi radiasi. (Langsenlehner, 2015)
Pada penelitian ini, ditemukan korelasi negatif lemah dari PLR terhadap skor
Karnofsky. Hal ini menandakan bahwa PLR merupakan prediktor prognosis
ringan. Sejauh yang peneliti ketahui, hanya terdapat tiga studi. menilai hubungan
antara PLR dengan luaran kanker prosttat. Langsenlehner dkk menemukan
peningkatan PLR (≥190) merupakan faktor prognostik signifikan untuk distant
metastasis-free survival (DMFS), cancer-specific survival (CSS), dan overall survival
(OS) yang buruk pada 384 pasien kanker prostat yang menjalani radioterapi
konformal 3D pada tahun 1999-2007 (Langsenlehner dkk, 2015). Li dkk (Li dkk,
2015) mengevaluasi hubungan antara PLR ≥ 150 dan seluruh penyebab mortalitas
pada 103 pasien kanker prostat, dan menemukan bahwa PLR merupakan faktor
risiko independen dari mortalitas 3 tahun. Meskipun demikian, analisis yang
dilakukan oleh studi tersebut terbatas oleh populasi pasien yang relatif sedikit,
serta terapi inkonsisten antara grup. Wang dkk menemukan bahwa PLR yang
tinggi sebelum dilakukan terapi deprivasi androgen merupakan faktor prognostik
independen progression-free survival (PFS).

Sampai saat ini, penjelasan eksak mengenai peran PLR terhadap prognosis pasien
kanker prostat masih belum jelas. PLR merepresentasikan penanda inflamasi. PLR
yang tinggi merefleksikan peningkatan reaksi pro-tumor dependen platelet dan
penurunan respon imun anti-tumor termediasi limfosit, yang keduanya
berkontribusi terhadap progresi kanker dan luaran yang buruk. Platelet telah
ditemukan mendorong pertumbuhan kanker dan metastasis. Boucharaba dkk
menemukan bahwa lysophosphatidic acid yang didapatkan dari platelet, penting
dalam terjadinya metastasis tulang pada kanker payudara (Boucharaba dkk,
2004). Dashevsky dkk menemukan bahwa mikropartikel yang didapatkan dari
platelet mendorogn keinvasivan sel kanker prostat via upregulation dari produksi
matrix metalloproteinase-2 (MMP-2) (Dahshevsky dkk, 2009). Zheng dkk
menemukan bahwa pada pasien kanker prostat, fibrinogen membnatu platelet
untuk adhesi terhadap sel tumor. Kemudian, platelet akan mendorong fibrinogen
lebih banyaku ntuk agregasi seputar sel tumor dengan memebntuk thrombin, dan
kemudian melindungi sel tumor dari sitotoksisitas sel natural killer, yang
dimediasi oleh β2-integrin. (Zheng dkk, 2009)
Terdapat sejumlah bukti yang menyatakan bahwa limfosit merepresentasikan
basi seluler dari immunosurveillance kanker, yang menginhibisi proliferasi sel
tumor dan metastasis. Huang dkk menemukan bahwa kadar limfosit yang tinggi
sebelum tatalaksana, dapat memprediksi RFS yang lebih baik dan OS yang juga
lebih baik pada pasien kanker orofaring HPV+ (Huang dkk, 2015). Adam dkk
mengkonfirmasi bahwa infiltrasi limfositik stroma merupakan faktor prognostik
yang kuat pada kanker payudara triple-negative (Adams dkk, 2014).

V.2 NLR sebagai faktor prognostik pasien kanker prostat


Pada penelitian ini, ditemukan bahwa semakin tinggi kadar NLR, maka semakin
buruk prognosis pasien kanker prostat. Hal ini serupa dengan penelitian-
penelitian sebelumnya. Meta-analisis dari 22 studi yang melibatkan 18,092 kasus
menemukan bahwa peningkatan NLR merupakan faktor risiko ringan untuk
biochemical recurrence (BCR) pada pasien karsinoma prostat setelah
prostatektomi radikal. Ditemukan bahwa peningkatan NLR merupakan prediktor
kuat dari prediksi respon PSA (PRPSA) pada pasien metastatic castration-resistant
prostate cancer (mCRPC). Peningkatan NLR memprediksikan OS, PFS, dan
recurrence-free survival (RFS) yang lebih buruk. (Cao dkk, 2016) Gu dkk, dalam
meta-analisisnya yang melibatkan 15 studi prospektif pada 16,266 pasien, juga
menemukan bahwa peningkatan NLR berkaitan dengan OS dan PFS/RFS yang
lebih buruk pada pasien kanker prostat. (Gu dkk, 2015). Sedangkan, meta-analisis
oleh Yin dkk. Menemukan bahwa peningkatan NLR berkaitan dengan OS pada
mCRPC namun tidak pada NLC. Meskipun demikian, meta-analisis yang dilakukan
oleh Cao dkk memiliki evidence yang lebih banyak dengan heterogenitas yang
lebih rendah. (Yin dkk, 2015)

Peningkatan NLR kemungkinan berkaitan dengan peningkatan respon inflamasi


sistemik ependen neutrophil dan respon imun antitumor termediasi limfosit yang
lebih renda. Hal ini merefleksikan mikrolingkungan yang suportif. Neutrofil
merupakan subset leukosit yang banyak ditemukan pada darah perifer manusia
dan memiliki peran penting dalam terjadinya tumor dengan menghasilkan sitokin,
protease, dan reactive oxygen species (ROS) dan berinteraksi dengan sel imun
lainnya. Neutrofil yang berkaitan dengan tumor dapat mendukung instabilitas
genetik dengan melepas ROS, mendorong terjadinya proliferasi sel tumor via
elastase, mempertahankan angiongenesis via pelepasan vascular endothelial
growth factor (VEGF), meningkatan keinvasifan sel neoplastik dengan mensekresi
hepatocyte growth factor (HFG), oncostatin M (OSM), dan matrix metallopeptidase
9 (MMP-9), dan menekan imunitas sel T CD8+ antitumor efektif via ekspresi
arginase. Sebaliknya. Limfosit merupakan kompoenen yang penting dari imunitas
antitumor. Limfosit CD8+ T, yang mengenali antigen intraseluler endogen yang
dihasilkan oleh molekul kelas I MHC, yang secara langsung mampu membunuh sel
tumor. Limfot CD4+ merupakan pusat dari fungsi sistem imun dan memiliki perna
penting untuk imunitas tumor. Limfosit T CD4+ (juga diketahui sebagai limfosit T
helper) mengenali antigen yang dihasilkan oleh molekul kelas II MHC, membantu
sel T CD8+, dan membantu menghasilkan antibodi oleh limfosit B, sehingga
meningkatkan efisiensi destruksi tumor. Selain itu, sel T CD4+ dapat secara
langsung atau tidak langsung melisis sel tumor. Selain kapasitas produksi
antibodinya, limosit B terlibat dalam surveillance tumor dengan meningkatkan
respon limfosit T. Limfosit B berperan sebagai antigen-presenting cell, dan
membentuk struktur limfoid tersier dalam kooperasi mutual dengan sel T dan sel
dendritik (Cao dkk, 2016).

Kemungkinan, indeks kombinasi dari peningkatan NLR kemungkinan


merefleksikan mikrolingkungan imun yang disukai untuk perkembangan tumor
dan metastasis. Meskipun demikian, mekanisme eksak yang mendasari
peningkatan NLR dan luaran yang kurang baik masih belum diketahui. Pertama,
beberapa subset limfosit T memiliki sifat pro- dan antitumor. Sebagai contoh,
limfosit CD4+ T dapat dibagi menjadi sel TH1, sel TH2, sel TH17, dan sel T
regulatorik TH17. Sel regulatorik mendorong progresi tumor. Karena NLR
merupakan parameter relatif, penignkatan NLR baik akibat peningkatan relatif
dari neturofil atau penurunan limfosit, masih belum jelas. Indeks NLR yang lebih
spesifik (contoh: NLCD4TH2R, NLCD4TH17R, dan NLBR) dieksplorasi lebih lanjut untuk
menghasilkan prediksi yang lebih akurat pada stud-studi selanjutnya. Yang kedua,
tumor seringkali diinfiltrasi oleh sejumlah sel imun, yang mana terlibat dalam
progresi kanker. Meskipun demikian, proses dari rekrutmen sel imun yang
bersirkulasi terhadap tumor, masih belum jelas. Masih belum diketahui apakah
neutrofil intratumor direkrut dari sumsum tulang belakang/pool darah dari
neutrofil atau limpa (Cao dkk, 2016).
BAB VI
KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
1. Semakin tinggi jumlah PLR pretreatment, semakin buruk prognosis pasien
kanker prostat
2. Semakin tinggi jumlah NLR pretreatment, semakin buruk prognosis pasien
kanker prostat

6.2 Saran
Dibutuh penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme PLR dan NLR dalam
kanker prostat.
DAFTAR PUSTAKA

Bostwick DG, de la Roza G, Dundore P, Corica FA, Iczkowski KA. Intraepithelial and
stromal lymphocites in the normal human prostate. Prostate. 2003;55:187–
93.
Caruso C, Balistreri CR, Candore G, et al. Polymorphisms of pro-inflammatory
genes and prostate cancer risk: a pharmacogenomic approach. Cancer
immunol immunother. 2009;58:1919–33.
De Marzo AM, Platz EA, Sutcliffe S, et al. Inflammationin prostate carcinogenesis.
Nat rev cancer. 2007;7:256–69.
De Nunzio C, Kramer G, Marberger M, Montironi R, Nelson W, Schröder F, Sciarra
A, Tubaro A. The controversial relationship between benign prostatic
hyperplasia and prostate cancer: the role of inflammation. Eur urol. 2011;
60(1):106–17.
Drake CG. Prostate cancer as a model for tumour immunotherapy. Nat rev
immunol. 2010;10:580–93.
Klein EA, Silverman R. Inflammation, infection and prostate cancer. Curr opin urol.
2008;18:315–9.
LangsenlehnerT et al, Mariotti G, Salciccia S, Gomez AA, Monti S, Toscano V, Di
Silverio F. Prostate growth and inflammation. J steroid biochem mol biol.
2008; 108(3–5):254–60.
Nelson WG, De Marzo AM, Isaacs WB. Prostate cancer. N engl j med. 2003;
349:366–81.
Sciarra A, Di Silverio F, Salciccia S, Gomez AMA, Gentilucci A, Gentile V.
Inflammation and chronic prostatic diseases: evidence for a link? Eur urol.
2007;52(4):964–72.
Sciarra1 A. Et Al Prognostic value of inflammation in prostate cancer progression
and response to therapeutic: a critical review. J of Inflammation (2016)
13:35.
Sfanos KS, Hempel HA, De Marzo AM. The role of inflammation in prostate cancer.
Adv exp med biol. 2014;816:153–81.
Umbas R, Hardjowijoto S, Mochtar CA, Safriadi F, Djatisoesanto W, Soedarso MA,
Danarto SA. Panduan Nasional Penanganan Kanker. Kementerian
Kesehatan. Jakarta, 2010.

Wang et al. Platelet to lymphocyte ratio as an independent prognostic indicator


for prostate cancer patients receiving androgen deprivation therapy . BMC
Cancer (2016) 16:329
Yuksel OH, Urkmez A, Akan S, Yldirim C, Verit A.Predictive Value of the Platelet-
To-Lymphocyte Ratio in Diagnosis of Prostate Cancer. Asian Pac J Cancer
Prev. 2015;16(15):6407-12

Adams S, Gray RJ, Demaria S, Goldstein L, Perez EA, Shulman LN, et al. Prognostic
value of tumor-infiltrating lymphocytes in triple-negative breast cancers from two
phase III randomized adjuvant breast cancer trials: ECOG 2197 and ECOG 1199. J
Clin Oncol. 2014;32(27):2959–66.

Boucharaba A, Serre CM, Gres S, Saulnier-Blache JS, Bordet JC, Guglielmi J, et al.
Platelet-derived lysophosphatidic acid supports the progression of osteolytic
bone metastases in breast cancer. J Clin Invest. 2004;114(12):1714–25.

Cao J, Zhu X, Zhao X, Li XF, Xu R. Neutrophil-to-lymphocyte ratio predicts PSA


responde and prognosis in prostate cancer: A systematic review and meta-
analysis. PLoS ONE 11 (7): e0158770. doi:10.1371/journal.pone.0158770

Dashevsky O, Varon D, Brill A. Platelet-derived microparticles promote


invasiveness of prostate cancer cells via upregulation of MMP-2 production. Int J
Cancer. 2009;124(8):1773–7.

Gu X, Gao X, Li X, Qi X, Ma M, et al. Prognostic significance of neutrophil-to-


lymphocyte ratio in prostate cancer: evidence from 16,266 patients. Scientific
Reports 2016;6(228096)

Huang SH, Waldron JN, Milosevic M, Shen X, Ringash J, Su J, et al. Prognostic value
of pretreatment circulating neutrophils, monocytes, and lymphocytes in
oropharyngeal cancer stratified by human papillomavirus status. Cancer. 2015;
121(4):545–55.

Li F, Hu HB, Gu S, Chen X, Sun Q. Platelet to lymphocyte ratio plays an important


role in prostate cancer’s diagnosis and prognosis. Int J Clin Exp Med.
2015;8(7):11746–51.

Kaynar M, Yildirim ME, Gul M, Kilic O, Ceylan K, Goktas S. Benign prostatic


hyperplasia and prostate cancer differentiation via platelet to lymphocyte ratio.
Cancer Biomark. 2015;15(3):317–23.

Langsenlehner T, Pichler M, Thurner EM, Krenn-Pilko S, Stojakovic T, Gerger A, et


al. Evaluation of the platelet-to-lymphocyte ratio as a prognostic indicator in a
European cohort of patients with prostate cancer treated with radiotherapy. Urol
Oncol. 2015;33(5):201.e9-16.

Langsenlehner T, Thurner EM, Krenn-Pilko S, Langsenlehner U, Stojakovic T,


Gerger A, et al. Validation of the neutrophil‑ to lymphocyte ratio as a prognostic
factor in a cohort of European prostate cancer patients. World J Urol. 2015 Jan 24.
[Epub ahead of print]

Tang L, Li X, Wang B, Luo G, Gu L, Chen L, et al. Prognostic value of neutrophil-to-


lymphocyte ratio in localized and advanced prostate cancer: A systematic review
and meta-analysis. PLoS ONE 11(4): e0153981.
doi:10.1371/journal.pone.0153981

Wang DS, Ren C, Qiu MZ, Luo HY, Wang ZQ, Zhang DS, et al. Comparison of the
prognostic value of various preoperative inflammation-based factors in patients
with stage III gastric cancer. Tumour Biol. 2012;33(3):749–56.

Yin X, Xiao Y, Li F, Qi S, Yin Z, Gao J. Prognostic Role of Neutrophil-to-Lymphocyte


Ratio in Prostate Cancer. Medicine (Baltimore). 2016; 95: e2544. doi:
10.1097/MD.0000000000002544
Yuksel OH, Urkmez A, Akan S, Yldirim C, Verit A. Predictive value of the platelet-
to-lymphocyte ratio in diagnosis of prostate cancer. Asian Pac J Cancer Prev.
2015;16(15):6407–12.

Zheng S, Shen J, Jiao Y, Liu Y, Zhang C, Wei M, et al. Platelets and fibrinogen
facilitate each other in protecting tumor cells from natural killer cytotoxicity.
Cancer Sci. 2009;100(5):859–65.

Vous aimerez peut-être aussi