Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Abstract
Purpose: This study aimed to examine the perceptions of parents against the
early sex education for children, and to provide information about the best
Dikirim: 6 April 2016
Diterbitkan:1 September 2016
intervention measures through sex education. Methods: This research was a
descriptive exploratory study with a qualitative approach. Selection of
research subjects was done by purposive sampling. Data were collected by
focus group discussions (FGD) and in-depth interviews. Data analysis used
discourse content analysis. Results: Results showed that the knowledge of
parents in cases of children sexual abuse (CSA) was still low to minimal. The
main barrier factors that prevent parents from providing sexuality education
in early childhood were: felt to be an inconvenience, the perception of the
child’s unpreparedness, and nescience of how to deliver sexuality education
to children. The availability of adequate information about sexuality, good
communication and the role of fathers in sexuality education will facilitate
the parents in providing sexuality education in early childhood. Conclusions:
Parents need to receive more education and socialization of CSA cases that
occurred in the city of Dumai. Health promoters and educators should be
able to take advantage of the community forums that involve parents, such
as Posyandu or school committee meetings, to promote early appropriate
sexuality education for children.
Keywords: sex education; parents; Health Belief Model; child; sexual abuse
1
Puskesmas Purnama Kota Dumai (Email: ratnazakiyah@gmail.com)
2
Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran Sosial, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
3
Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
323
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 32 No. 9 Tahun 2016
324
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 32 No. 9 Tahun 2016
persepsi, interpretasi dan kepercayaan dari populasi Kedokteran dengan nomor Ref : KE/FK/ 350/ EC.
terpilih (15). Sebelum melakukan FGD maupun wawancara men-
Penelitian ini dilakukan kepada orangtua yang dalam, peneliti mengawalinya dengan penjelasan
memiliki anak usia 5-10 tahun. Hal ini didasari pada tujuan penelitian dan pengisian informed consent.
beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa ren-
tang usia tersebut adalah usia yang tepat untuk
HASIL
memberikan pendidikan seksualitas dini pada anak
Dalam penelitian ini, peneliti menggali 4 tema
(8,10). Selain itu, usia ini dipilih karena korban KSA
besar, yaitu: persepsi orang tua terhadap kasus
yang terjadi di Dumai berada di rentang usia 5-10
kekerasan seksual pada anak, persepsi orangtua
tahun.
terhadap pendidikan seksualitas dini pada anak, faktor
Peserta FGD adalah 5 orang ibu-ibu kader posyandu
penghambat dan pemudah orangtua dalam mem-
yang memiliki anak usia 5-10 tahun. FGD dipandu oleh
berikan pendidikan seksualitas dini pada anak. Hasil
peneliti dan dibantu oleh 1 orang asisten peneliti yang
penelitian dapat dilihat lebih lengkap dari tabel di
bertugas mengambil gambar selama proses FGD dan
bawah ini.
membantu menulis catatan lapangan. Setiap peserta
FGD mendapatkan kompensasi berupa souvenir dari
Tabel.I. Hasil penelitian persepsi orang tua terhadap
peneliti. pendidikan seksualitas dini pada anak di Kota Dumai
Informan wawancara mendalam berjumlah 6 orang Tema Hasil
dengan kriteria orang tua yang memiliki anak usia 5-10 Persepsi orang a. Pengetahuan terhadap kasus KSA masih
tua terhadap minim karena jarang dibicarakan
tahun di lingkungan kerja terdekat peneliti. Hal ini kasus b. Orang tua yang hanya memiliki anak
dilakukan untuk membangun kedekatan dengan in- kekerasan laki-laki, merasa kurang khawatir anak
seksual pada menjadi korban KSA karena yang lebih
forman karena topik seksualitas adalah topik yang
anak di Kota rentan menjadi korban KSA adalah anak
masih belum umum untuk dibicarakan. Dumai perempuan
c. Pesan seksualitas muncul melalui bebagai
Wawancara mendalam dilakukan kepada 4 orang
macam media
ibu dan 2 orang ayah dengan latar belakang sosial, d. Kemajuan teknologi seperti internet dan
ekonomi, pendidikan, status pernikahan dan agama gadget merupakan salah satu penyebab
terjadinya KSA
yang berbeda-beda. Selain itu, wawancara mendalam Persepsi a. Pendidikan seksualitas dini adalah hal yang
juga dilakukan kepada salah satu kepala bidang di orangtua porno untuk dibicarakan
terhadap b. Mengajarkan pendidikan seksualitas sama
Badan Perlindungan Anak dan Perempuan Kota pendidikan artinya dengan mengajarkan hubungan
Dumai, kepala sekolah dan guru Penjaskes. seksualitas dini seksual pada anak
pada anak di c. Pengetahuan terhadap pendidikan
Setelah melakukan FGD dan wawancara mendalam, Kota Dumai seksualitas dini pada anak masih rendah
peneliti melakukan transkrip terhadap data yang d. Orangtua berkeinginan mengajarkan
pendidikan seksualitas agar anak tidak
didapat. Setelah itu, dilakukan analisis awal terhadap
mendapat informasi yang salah dari orang
data yang didapat untuk melihat kemungkinan luar
informasi yang belum tergali. Data yang telah
Faktor-faktor a. Ketidaknyamanan atau risih
ditranskrip dianalisis secara lengkap dengan bantuan yang b. Persepsi bahwa anak belum siap untuk
software opencode versi 3.6. menghambat diajak berdiskusi tentang seksualitas
orangtua dalam c. Ketidaktahuan tentang cara menyampaikan
Analisis data dilakukan dengan content analysis memberikan pendidikan seksualitas pada anak
yang terdiri dari beberapa langkah, seperti membuat pendidikan
seksualitas dini
kategori-kategori atas informasi yang diperoleh (open pada anak di
coding), memilih salah satu kategori dan menempat- Kota Dumai
kannya dalam satu model teoritis (axial coding),
Faktor-faktor a. Ketersediaan informasi tentang cara
kemudian merangkai sebuah cerita dari hubungan yang menjadi pendidik seksualitas pada anak
mempermudah (seminar, pelatihan, buku, dsb)
antar kategori ini (selective coding). Untuk menjamin
orangtua dalam b. Komunikasi yang baik dengan anak
keabsahan data, peneliti melakukan cek ulang hasil memberikan semenjak kecil
transkrip, memastikan tidak ada makna yang meng- pendidikan c. Pendidikan seksualitas di sekolah
seksualitas dini d. Peran ayah dalam memberi pendidikan
ambang selama proses coding, triangulasi sumber data pada anak di seksualitas pada anak
dan melakukan peer the brief (16). Kota Dumai
Perizinan penelitian dari Kantor Kesbanglinmas
Kota Dumai disetujui melalui surat rekomendasi
Persepsi orang tua terhadap kasus kekerasan
bernomor : 134.071/ II/ 2015/ 24. Penelitian ini juga
seksual pada anak. Secara umum, informan merasa
sudah mendapatkan izin dari Komisi Etik Fakultas
325
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 32 No. 9 Tahun 2016
khawatir apabila anak informan menjadi korban “Jika kita, pertama tidak mempedulikannya
kekerasan seksual. Namun, pengetahuan informan misalnya, tentu lambat laun dia akan mencari di tempat
terhadap kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kota yang lain. Kalau seandainya jawaban tempat lain itu
Dumai masih sangat minim sekali. Ada perbedaan menyimpang, tentu dalam pikirannya akan me-
kekhawatiran antara orangtua yang memiliki anak nyimpang. Tapi kalau kita yang menjawab dan jawaban
laki-laki dan perempuan. Seperti yang diungkapkan kita tepat, sesuai dengan logikanya, sesuai dengan
oleh informan berikut ini: nalarnya sebagai anak kecil, saya rasa ke depannya
nanti dia akan,"Ohh jawaban dari orangtua saya
“Kalau saya, anak saya laki-laki. Terus terang kemarin lain".
takutnya diculik. Kalau seks, kasihan yang punya anak (Z, 37 tahun)
perempuan. Besok mana tahu (punya) anak perempuan
kan, khawatir juga.” Faktor-faktor yang menghambat orang tua dalam
(FGD kelompok ibu) pendidikan seksualitas dini pada anak. Faktor
pertama adalah ketidaknyamanan atau risih. Hampir
Menurut informan, kemajuan teknologi merupakan semua informan mengatakan bahwa ketidaknyamanan
salah satu hal yang dianggap sebagai pemicu atau perasaan risih adalah kendala utama mereka
terjadinya kasus kekerasan seksual pada anak. Selain dalam memberikan pendidikan seksualitas pada anak.
itu, konten seksual saat ini hadir dalam berbagai Mereka merasa saat membicarakan pendidikan
macam cara seperti melalui lagu-lagu, sinetron seksualitas seolah sedang membicarakan hal yang
ataupun film yang tayang saat ini. porno pada anak.
“Tapi sekarang, sinetron-sinetron sekarang, “Sebaiknya kalau sudah mulai pubertas ya,
tersipu-sipu dia. Adegan-adegan sinteron sekarang sepertinya sudah wajib diberi tahu. Tapi kakak bingung
gawat-gawat. Mulai dari sinilah istilahnya.” bagaimana membahasakannya. Kita orang tua, seperti
(RB, 39 tahun) porno begitu.”
(RB, 39 tahun)
Persepsi orang tua terhadap pendidikan
seksualitas dini pada anak. Hampir semua informan Faktor kedua adalah persepsi ketidaksiapan anak
berpendapat bahwa pendidikan seksualitas itu adalah untuk berdiskusi tentang seksualitas. Kendala lain
sesuatu hal yang porno dan tabu. Para informan yang dihadapi orang tua dalam memberikan
mengungkapkan bahwa memberikan pendidikan pendidikan seksualitas adalah persepsi bahwa anak
seksualitas berarti mengajarkan anak tentang belum siap dalam menerima pendidikan seksualitas.
hubungan seksual, sehingga ketika memberikan Menurut mereka, anak belum memiliki nalar yang
pendidikan seksualitas itu artinya mengajarkan anak cukup dalam menerima pendidikan seksualitas.
untuk melakukan hubungan seksual. Informan mengata- kan bahwa usia yang sesuai untuk
menyampaikan pendidikan seksualitas pada anak
“Seperti apa ya? Tentang cumbu-cumbuan atau adalah saat anak akan memasuki usia pubertas
istilahnya tentang tata cara yang istilahnya suami ke
istri. Mungkin mau diterangkan, tapi istilahnya “Karena mungkin menurut mbak, anak-anak
tunggulah dia dewasa sedikit.” perempuan, terutama yang perempuan ya, pubernya
(S, 34 tahun) lebih cepat. Mbak terasa anak kelas 4 SD saja, 9 tahun,
sepertinya rasa ingin tahunya banyak. Makanya di
Namun, ada juga informan yang menyadari bahwa sanalah kita masukkan sedikit demi sedikit. Lebih cepat
tuntutan zaman membuat mereka harus memberikan mengerti.
pendidikan seksualitas pada anak. Menurut informan, (Y, 38 tahun)
jika pendidikan seksualitas diajarkan oleh orang tua
maka anak akan selalu menjadikan orang tuanya Faktor ketiga adalah ketidaktahuan tentang cara
sebagai pusat rujukan informasi, sehingga jika anak menyampaikan pendidikan seksualitas pada anak.
mendapat informasi yang berbeda dari luar, maka Sebagian besar informan merasa bingung saat harus
anak akan berpegang pada informasi dari kedua menjawab pertanyaan seksualitas dari anak. Informan
orangtuanya. kesulitan dalam mencari kalimat yang baik dan tepat
saat menjelaskan pendidikan seksualitas pada anak.
326
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 32 No. 9 Tahun 2016
Saat mereka kecil pun orang tua mereka tidak meng- Faktor ketiga adalah pendidikan seksualitas di
ajari mereka tentang seksualitas, sehingga mereka juga sekolah. Bagi beberapa informan, pelajaran seksualitas
tidak tahu cara menyampaikan pada anak-anak di sekolah diharapkan dapat membantu menjelaskan
mereka. tentang pendidikan seksualitas. Bagi sebagian in-
forman, guru adalah orang yang tepat dalam me-
“Kata-kata yang sesuai, kata-kata yang bisa nyampaikan pendidikan seksualitas untuk anak.
diterima. Kata-kata yang baik, kata-kata yang indah Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini :
untuk dua. Kalau orang Melayu, kasarlah ya kalau
untuk orang Melayu ini. Tapi mengerti. Tapi tidak ingin “Tapi jangan kita yang melakukannya. Entah
seperti itu. Istilahnya ingin bagaimana yang bagus. gurunya atau siapa. Penempatannya lebih sesuai. Kalau
Yang pertama kalinya, dari pertama kata-kata yang seperti saya, porno itu, lain pula dia nanti.”
baiklah. Itulah yang susah, menerjemahkan kata- (FGD ibu)
katanya itu bagaimana ya, pertama kalinya.”
(S, 34 tahun) Faktor keempat adalah peran ayah dalam
memberikan pendidikan seksualitas dini pada anak.
Faktor-faktor yang mendorong orang tua dalam Menurut informan yang memiliki anak laki-laki,
memberikan pendidikan seksualitas dini pada mereka berharap bahwa ayahlah yang akan
anak. Faktor pertama adalah ketersediaan informasi mengambil peran dalam memberikan pendidikan
tentang cara menjadi pendidik seksualitas pada anak. seksualitas pada anak laki-lakinya. Hal ini karena
Semua informan belum pernah mengikuti seminar, ketika pembicaraan seksualitas laki-laki disampaikan
pelatihan ataupun bentuk diseminasi informasi lain oleh laki-laki maka pembicaraan akan lebih nyaman.
yang ber- temakan pendidikan seksualitas pada anak. Seperti diungkapkan oleh informan berikut ini :
Menurut mereka, adanya sumber informasi tentang
cara me- nyampaikan pendidikan seksualitas pada “Oh, pernah. Seperti kemarin itu, si kakak, namanya
anak akan memudahkan mereka. Seperti yang anak bujang, kan sudah tumbuh rambut di
diungkapkan oleh informan berikut ini: kemaluannya, dia teriak-teriak, panik. Kan dia orangnya
sedikit reaktif. Mbak ketika sholat magrib. "Kenapa
“Akan memudahkan. Istilahnya senang berbicara kakak? Kenapa kakak?". "Bundaaa sini bunda.
seperti ini. Mungkin kalau belum tahu, bagaimana ya, Astaghfirullah al'adziim bunda..". Mungkin sesuatu yang
pertamanya, bahasanya bagaimana, bingung, memang aneh untuk dia. "Kenapa kak?". "Ini apa bunda? kok
iya.” tumbuh bulu di sini?". "Astagfirullah al'adzim
(S, 34 tahun) ..Papaa..papa..". Jadi teriak juga. "Kenapa ni kok
teriak-teriak magrib-magrib berdua ni?". "Anakmu
Faktor kedua adalah komunikasi yang baik dan tu..urusan papa". Hahaha...jadilah papanya yang
terbuka dengan anak sejak kecil. Menurut informan, berbicara. "Iya..itu emang gitu kak..itu harus
saat anak selalu terbuka menceritakan apapun kepada dibersihkan. Kalo ga, ntar ketombean." Hahaha...”
orang tuanya, maka komunikasi yang baik akan (Y, 38 tahun)
muncul, sehingga hal ini akan memudahkan untuk
menanamkan nilai-nilai kepada anak termasuk
BAHASAN
pendidikan seksualitas. Hal ini diungkapkan oleh
informan sebagai berikut : Berdasarkan hasil penelitian, semua orang tua
memiliki kekhawatiran anaknya menjadi korban KSA.
“Dulu kami dengan ibu kami tidak begitu terbuka. Namun, ternyata hal tersebut tidak didukung dengan
Entah seperti apa tidak tahu. Setelah kami pikirkan, langkah pencegahan yang lebih nyata. Ini terjadi salah
dulu ibu kami tidak terbuka. Sekarang saya anggap satunya karena pembahasan tentang kasus KSA dalam
anak kami teman. Kadang saya ingin marah, kadang forum-forum formal masih jarang (17). Pembahasan
apa itu begini-begini? Anak tidak ingin KSA sering hanya menjadi pembicaraan sepintas lalu
membicarakannya. Kalau teman, begini Bu, diceritakan saja. Padahal orang tua berpotensi mengembangkan
semua, sehingga saya mendapatkan informasi.” kemampuan dalam melindungi anaknya dari kekeras-
(S, 34 tahun) an seksual apabila orang tua memiliki informasi yang
cukup terkait prevalensi kasus kekerasan seksual pada
327
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 32 No. 9 Tahun 2016
anak (KSA), keseriusan terhadap kasus tersebut dan alat kelamin anak mereka. Padahal, memperkenalkan
strategi pencegahannya (12). anak dengan istilah alat kelamin yang benar adalah hal
Pelaku KSA seringkali merupakan orang terdekat yang penting untuk dilakukan agar anak tidak
korban. Saat ini, jarang sekali kasus KSA yang mengalami kebingungan terhadap tubuhnya sendiri.
melibatkan orang asing. Ancaman terbesar KSA justru Ketidaknyamanan adalah salah satu hal yang
berasal dari orang yang dikenal (17,18). Hal ini menghambat semua informan untuk berbicara
seharusnya lebih mendorong orang tua untuk seksualitas pada anak. Mereka merasa risih berbicara
memberikan bekal perlindungan diri pada anak. seksualitas pada anak karena seakan mengajarkan
Perlindungan diri yang dimaksud tidak hanya tentang anak untuk berhubungan seksual (22). Orangtua
olahraga bela diri, namun juga pengenalan terhadap menganggap topik seksualitas adalah topik yang cukup
perilaku yang melewati batas area pribadi pada berat untuk anak dan anak tidak siap untuk
tubuhnya atau potensi pelecehan seksual. Anak harus menerimanya. Hal ini dapat diatasi apabila orangtua
mulai diajari tentang tubuhnya dan batas area pribadi memahami tahapan perkembangan anak, sehingga
yang boleh disentuh atau tidak dan orang-orang yang orang tua dapat mengukur materi seksualitas yang
boleh menyentuhnya (17,19,20). tepat mereka sampaikan kepada anak.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kemajuan Saat orang tua mengalami kebingungan untuk
teknologi harus diwaspadai sebagai salah satu pemicu menyampaikan pendidikan seksualitas pada anak,
terjadinya kasus KSA. Hampir semua hal yang ada saat orang tua dapat menggunakan alat bantu media lain
ini menjurus ke arah pornografi (21,22). Orangtua untuk memulai diskusi seksualitas dengan anak,
seharusnya memberikan pendampingan penuh ter- seperti dengan memanfaatkan buku, majalah,
hadap penggunaan teknologi oleh anak baik itu dari tayangan televisi, lagu ataupun hal lain yang
tayangan televisi, penggunaan internet dan gadget. berhubungan dengan seksualitas (22). Semakin sering
Salah satu hal yang dapat melindungi anak dari KSA orang tua membicarakan topik seksualitas, per-
adalah dengan memberikan pendidikan seksualitas lahan-lahan akan mengurangi rasa ketidak- nyamanan
pada anak. Namun, terminologi pendidikan seksualitas berbicara seksualitas pada anak. Namun tetap, usia
sering kali diartikan sebagai suatu hal yang porno oleh dan daya nalar anak selalu menjadi rujukan utama
sebagian masyarakat di Indonesia. Seksualitas menjadi saat memulai diskusi seksualitas.
sebuah pembicaraan tabu dalam keluarga. Hasil Saat ketidaknyamanan menghilang, maka akan
temuan peneliti pun sejalan dengan hasil penelitian muncul keterbukaan antara anak dan orang tua untuk
sebelumnya (23). Prinsip pendidikan seks sesungguh- berdiskusi tentang seksualitas. Seringkali, orang tua
nya mengacu pada healthy sexual life, bahwa seks bereaksi terlalu berlebihan saat anak bertanya tentang
adalah sesuatu yang alami dan sehat. Pendidikan seks seksualitas. Reaksi orang tua akan sangat menentukan
tidak bersifat porno dan tidak mendorong remaja kepercayaan dan kenyamanan anak untuk berbicara
untuk berhubungan seks tetapi mendorong remaja seksualitas dengan mereka. Bila tidak nyaman, maka
untuk dapat bertanggung jawab atas perilaku mereka akan mencari jawaban dari dunia luar.
seksnya(24). Menjalin komunikasi yang terbuka sejak dini
Orang tua sebenarnya menyadari bahwa mereka dengan anak akan menciptakan jalinan hubungan
memiliki peran agar anak tidak terpapar dengan yang lebih mendalam. Saat hubungan terjalin nyaman,
informasi seksualitas yang salah dari luar. Saat orang anak akan terbiasa untuk mendiskusikan berbagai hal
tua mau membicarakan seksualitas pada anak, hal ini dengan orang tua. Bagi orang tua, hal yang perlu
akan membuat orang tua memiliki otoritas penuh pada diperhatikan bukan hanya tentang materi yang akan
anak sehingga mereka akan selalu menjadi rujukan disampaikan kepada anak, akan tetapi pertimbangan
bagi anak (22,25). Sama halnya dengan mengajarkan hubungan yang telah terjalin antara orang tua dan
keterampilan lainnya, pendidikan seksualitas pun juga anak juga memiliki peran penting. Jalinan komunikasi
dapat diajarkan kepada anak sesuai dengan usia, nalar yang baik, kepercayaan yang tumbuh dan
dan kesiapan mereka dalam menerima informasi penghargaan antara orang tua dan anak adalah hal
tersebut (20, 27). yang cukup menunjang agar pesan dapat tersampaikan
Pengenalan terhadap anatomi tubuh anak dengan baik (17).
merupakan salah satu hal yang bisa diajarkan pada Hal lain yang dapat mendorong orang tua untuk
anak semenjak dini. Akan tetapi, hal yang sering menyampaikan pendidikan seksualitas dini pada anak
terjadi adalah hampir semua informan menggunakan adalah ketersediaan informasi. Orang tua mem-
terminologi yang tidak sebenarnya saat menyebutkan butuhkan ilmu dan informasi tentang cara menjadi
328
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 32 No. 9 Tahun 2016
329
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 32 No. 9 Tahun 2016
of women’s sexual and reproductive health perpetrator of childhood sexual abuse. Child
2002 (pp. 113-127). Springer, Boston, MA. Abuse & Neglect. 2010 Jul 1;34(7):490-5.
7. Elizar. Persepsi Remaja tentang Gaya 20. UNICEF. Early Childhood Development New
Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual York:UNICEF. 2001.
Remaja SMU di Kota Lhoksumawe. Thesis, 21. Asampong E, Osafo J, Bingenheimer JB,
Universitas Gadjah Mada. 2010. Ahiadeke C. Adolescents and parents’
8. Opara PI, Eke GK, Akani NA. Mothers perceptions of best time for sex and sexual
perception of sexuality education for children. communications from two communities in the
Nigerian journal of medicine. 2010;19(2). Eastern and Volta Regions of Ghana:
9. Situmorang, A, Traggiai, C, Stanhope, R, Hickey, implications for HIV and AIDS education. BMC
M, Balen, A, Van Der Mei, J, Heijstra, T, Boersma, international health and human rights. 2013
E, Christie, D, Viner, R. Adolescent reproductive Dec;13(1):40.
health in Indonesia. Best Practice and Research 22. Wilson EK, Dalberth BT, Koo HP, Gard JC.
Clinical Obstetrics and Gynaecology. 2013. 17(1): Parents' perspectives on talking to preteenage
41-56. children about sex. Perspectives on Sexual and
10. Fentahun N, Assefa T, Alemseged F, Ambaw F. Reproductive health. 2010 Mar 1;42(1):56-63.
Parents' perception, students' and teachers' 23. Grossman JM, Charmaraman L, Erkut S. Do as I
attitude towards school sex education. say, not as I did: how parents talk with early
Ethiopian journal of health sciences. 2012;22(2). adolescents about sex. Journal of Family Issues.
11. Davies, M. & Macdowall, W. (2006) Health 2016 Jan;37(2):177-97.
Promotion Theory, New York: Open University 24. Rosdiana D. Pokok-pokok pikiran pendidikan
Press. seks untuk remaja. Kesehatan Reproduksi
12. Glanz, K, Rimer, BK, Viswanath, K. Health Remaja. Program Seri Lokakarya Kesehatan
Behaviour and Health Education, San Fransisco: Perempuan, Yayasan Lembaga Konsumen
Jossey-Bass. 2008. Indonesia, Ford Foundation, Jakarta. 1998:9-20.
13. Foster LR, Byers ES, Sears HA. Middle school 25. Izugbara CO. Home-based sexuality education:
students' perceptions of the quality of the sexual Nigerian parents discussing sex with their
health education received from their parents. children. Youth & Society. 2008
The Canadian Journal of Human Sexuality. 2011 Jun;39(4):575-600.
Jul 1;20(3):55. 26. Hurlock, EB. Psikologi Perkembangan, Jakarta:
14. Ghony, MD, Almansur, F. Metode Penelitian Penerbit Erlangga. 1980.
Kualitatif, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2012. 27. Kesterton D, Coleman L. Speakeasy: a UK-wide
15. Rice, PL, Ezzy, D. Qualitative Research Methods, initiative raising parents' confidence and ability
Australia: University Press. 2002. to talk about sex and relationships with their
16. Creswell, JW. Research Design. Yogyakarta: children. Sex Education. 2010 Nov
Pustaka Pelajar. 2012. 1;10(4):437-48.
17. Walsh K, Brandon L. Their children’s first 28. Hutchinson MK, Cederbaum JA. Talking to
educators: Parents’ views about child sexual daddy’s little girl about sex: Daughters’ reports
abuse prevention education. Journal of Child of sexual communication and support from
and Family Studies. 2012 Oct 1;21(5):734-46. fathers. Journal of Family Issues. 2011
18. Frías SM, Erviti J. Gendered experiences of Apr;32(4):550-72.
sexual abuse of teenagers and children in 29. Habsyah, A, Martini, T, Lien, DA. Peran Ayah
Mexico. Child abuse & neglect. 2014 Apr Vis-A-Vis Ibu dan Pranata Sosial Lainnya dalam
1;38(4):776-87. Pendidikan Seks Remaja, Jakarta: The Atmajaya
19. Kenny MC, Wurtele SK. Children's abilities to Research Centre. 1996.
recognize a “good” person as a potential
330