Vous êtes sur la page 1sur 15

Di dalam ajaran hindu kita mengenal istilah kata tri purusa .

Apasih arti dari tri purusa itu ?. Tri purusa adalah tiga
sifat tuhan dalam bentuk dewa siwa . Ketika kita sembahyang ataupun berwisata kepulau bali tepat nya di pura
besakih . Di penataran agung nya kita bisa melihat 3 padma yang berbeda warna , itu adalah bukti bahwa
persembahan terhadap dewa siwa yang memiliki 3 macam . Langusng saja kita akan menjelaskan tri purusa dan
bagian-bagiannya .
Bagian-bagian dari tri purusa :

1 . Parama Siwa

Parama siwa adalah tuhan atau ida sang hyang widhi wasa yang tidak terpikirkan, murni, abadi, tak
terbatas, memenuhi segalanya, jiwa segala jiwa tidak berawal dan berakhir (Anadi Ananta) . Beliau tidak memiliki
sifat atau kosong. Ia adalah kesadaran tertinggi yang bersifat transenden. Tuhan dalam wujud Parama siwa tidak
bisa dipikirkan sehingga disebut Nirguna Brahman. Bahkan para orang pinter di muka bumi ini tidak mengetahui
bentuk sesungguh nya dari tuhan . Kuning adalah symbol untuk parama siwa .

2. Sada Siwa

Sada siwa disebut juga Saguna Brahman yaitu tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah
dipengaruhi oleh maya namun menguasai maya sehingga memiliki kemahakuasaan yang tidak terbatas. Dalam
keadaan seperti ini beliau juga disebut Apara Brahman yaitu tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang
menciptakan, pemelihara dan pelebur alam beserta isinya. Hadir di mana mana, Maha Tahu, Maha Kuasa,
pengendali alam semesta dan jiwa perseorangan, penguasa hukum alam (Rta), serta mengatur alam sehingga
menjadi harmonis. Merah adalah symbol untuk sada siwa

Sadasiwatattwa adalah Paramasiwatattwa yang telah terkena pengaruh maya sehingga Ia memiliki guna,
sakti dan swabhawa. Guna adalah hukum kemahakuasaan nya sendiri. Karena itu Sadasiwa masih berkuasa atas
guna nya. Dalam keadaan seperti ini Ia disebut Siwa-swayaparah, Paramasiwa yang telah menyatu dengan
saktinya, sehingga Beliau dapat mencipta (Utpati), memelihara (Sthiti), dan melebur (Pralina) alam semesta beserta
isinya.

Sada siwa adalah hakikat nya kesadaran aktif . Kesadaran aktif nya adalah sarwajnana dan
sarwakaryakarta. Sada siwa adalah Bhatara Siwa yang beratribut karena laksananya Saguna. Arti nya beliau yang
bersifat serba maha tahu, sempurna, kuasa, dan karya . Dengan atribut nya inilah eksistensi Tuhan diketahui .
Tuhan dalam wujud Sadasiwa dalam menjalankan kemahakuasaannya dibantu tiga hal, yaitu: Guna, Sakti,
Swabhawa.

Tuhan dalam wujud Sada Siwa memiliki Sakti yang dsebut dengan Cadu Sakti, yaitu empat kekuatan dan
keistimewaan Tuhan Sada Siwa secara lahir bathin. Adapun yang dimaksud Cadu Sakti, yaitu:

1. Wibhu Sakti

Wibhu Sakti arti nya Tuhan Maha Ada yang memenuhi dan meresapi seluruh bhuana/dunia dan berada
dimana-mana, tidak terpengaruh dan tidak berubah ("Wyapi Wyapaka Nir Wikara") dan tidak ada tempat yang
kosong bagi Beliau karena beliau memenuhi segalanya. Beliau ada di dalam dan di luar ciptaan-Nya.

2. Prabhu Sakti

Prabhu Sakti arti nya Tuhan Maha Kuasa yang menjadi raja dari segala raja (Raja Diraja), yang menguasai
segalanya baik dalam hal penciptaan (Utpetti), pemeliharaan (Stiti), dan Pelebur (Prelina).

3. Jnana Sakti

Jnana Sakti arti nya Tuhan Maha Tahu yang mengetahui segala sesuatu yang terjadi baik di alam nyata
maupun tidak nyata, yang terjadi di masa lampau(Atita), yang sedang terjadi (Nagata), ataupun yang akan terjadi
(Wartamana).
4 . Krya Sakti

Krya Sakti arti nya Tuhan Maha Karya yang setiap saat tidak pernah berhenti melakukan aktifitas baik
dalam penciptaan, pemeliharaan, pelebur, pengawasan, penjagaan, sutradara dalam sandiwara kehidupan (demi
memberikan pembelajaran dan pengetahuan) dan segala aktifitas lainnya.

Tuhan dalam wujud Sada Siwa memiliki Swabhawa yang bernama Astaiswarya yang artinya delapan
kemahakuasaan dan keistimewaan Tuhan. Adapun yag dimaksud yaitu:

1. Anima
Anima arti nya sifat tuhan bagaikan setiap atom yang mempunyai kehalusan yang bahkan lebih halus dari partikel
apapun

2. Lagima
Lagima arti nya sifat tuhan yang sangat ringan bahkan lebih ringan dari bulu atau kapas

3. Mahima
Mahima arti nya sifat tuhan dapat memenuhi segala ruang, tidak ada tempat kosong bagi beliau

4. Prapti
Prapti arti nya sifat tuhan segala tempat bisa dicapai, beliau dapat pergi kemanapun yang dikehendaki dan beliau
telah ada.

5. Prakamya
Prakamya arti nya sifat tuhan segala kehendak nya akan selalu terjadi.

6. Isitwa
Isitwa arti nya sifat tuhan merajai segala-gala nya, dalam segala hal yang paling utama

7. Wasitwa
Wasiwa arti nya sifat tuhan menguasai dan dapat mengatasi apapun.

8. Yatrakamawasayitwa
Yatrakamawasayitwa arti nya sifat tuhan tidak ada yang dapat menentang kehendak nya.

Kedelapan sifat keagungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ini, disimbulkan dengan singgasana teratai
(padmasana) yang berdaun bunga delapan helai (astadala) . Singgasana teratai adalah lambang kemahakuasaan
nya dan daun bunga teratai sejumlah delapan helai itu adalah lambang delapan sifat agung/ kemahakuasaan
(Astaiswarya) yang menguasai dan mengatur alam semesta dan semua makhluk .

3. Siwatma

Siwatma atau disebut atmika adalah tuhan atau ida sang hyang widhi wasa yang telah diliputi oleh maya
. Beliau bercirikan Utaprota ibarat permata bening jernih yang di lekati warna sehingga kejernihannya hilang dan
tidak di kenali lagi. Beliau telah bersatu dengan maya sehingga menjadi tanpa berkesadaran (Awidya), menjadi jiwa
semua makhluk. Hitam adalah symbol untuk siwatma

Bab 07 “Gnana Vignana Yoga” / Yoga tentang ilmu pengetahuan mengenai Nirguna Brahman dan Saguna
Brahman

Lingkaran Manifestasi

Page 1 of 4
Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
1. Dengarkanlah olehmu, oh Arjuna, bagaimana mempelajari yoga
dengan pikiran yang selalu terpusat kepadaKu, dan Aku sebagai tempat
dikau berlindung, dengan demikian tanpa ragu-ragu lagi engkau
mengenalKu secara utuh.
2. Seutuhnya akan Kuajarkan (Kubukakan) kepadamu apakah itu
kebijaksanaan (gnana) dan apakah itu pengetahuan (vignana), yang setelah dipelajari, tak
ada lagi hal-hal lainnya perlu untuk dipelajari lagi.

Bab ketujuh ini disebut yoga gnana dan vignana. Lalu apakah perbedaan
antara gnana dan vignana ini? Mempelajari intisari dari Yang Maha Esa
(Nirguna Nivakara Paramatman) adalah gnana; untuk mempelajari atau
mengetahui “keajaiban” atau “permainan”-Nya adalah vignana, Di
dalam bab ketujuh ini akan kita pelajari tentang Yang Maha Esa (Para
Brahman) dan tentang aspek-aspek manifestasiNya dalam bentuk
manusia (Bhagavan), contoh: Sang Kreshna dan Sang Rama.
Pengetahuan tentang Brahman adalah gnana, dan pengetahuan tentang
manifestasiNya, kekuatanNya, dan keajaibanNya disebut vignana.
Dalam Bhagavat Gita Yang Maha Esa memanifestasikan DiriNya sebagai
Sang Kreshna dan langsung mengajarkan manusia ilmu pengetahuan
(yoga) ini yang setelah dipelajari seseorang tak perlu lagi ia
mempelajari ajaran-ajaran Bhagavat Gita dan meresapinya dengan
benar akan lepas dari lingkaran dan alur-alur karmanya. Sayang sekali
kalau kita mengabaikan ajaran ini dan tetap terikat pada hal-hal yang
bersifat duniawi.
3. Diantara beribu-ribu manusia, belum tentu seorangpun berjuang
untuk kesempurnaan, dan di antara yang berjuang dan sukses belum
tentu seorangpun mengenalKu secara benar.
Seseorang yang benar-benar berdedikasi kepadaNya secara lahir dan
batin atau secara total itu dapat dihitung jumlahnya dengan jari. Karena
biasanya manusia itu lupa mengapa ia dilahirkan di dunia ini, yang
menjadi ajangnya untuk mencapai Yang Maha Kuasa. Manusia
kemudian tenggelam dalam ilusi Sang Maya, dan begitu ia sadar maka
terasa perjuangannya ke arah Yang Maha Kuasa menjadi sulit, tetapi
secara perlahan dan pasti kalau ia penuh iman, maka betapapun
terjalnya perjalanan ia akan dituntunNya dengan baik dan suatu saat
pasti sampai ke Tujuan yang abadi ini.
Bahkan para dewa-dewa pun ingin menjadi manusia, karena hanya
dengan mengalahkan raga beserta seluruh indra-indranya sajalah
seseorang dapat mencapaiNya. Sedangkan dewa-dewa itu tidak
memiliki raga. Manusia yang memiliki raga malahan menyalah-gunakan
raga ini dan melupakan nilai-nilai luhur yang sesungguhnya dari
kehidupan yang dikaruniakan olehNya kepada kita semua.
Seyogyanyalah kita memuja dan berdedikasi kepadaNya dan menjauhi
nafsu-nafsu duniawi ini yang makin lama makin menjerumuskan
seseorang ke dalam lembah tak ada ujungnya.
4. Bumi, air, api, udara, ether, pikiran, pengertian dan rasa “aku” —
adalah delapan bagian dari sifatKu.
Sang Kreshna sekarang sedang menerangkan tentang DiriNya seperti
apa adaNya. Sifat-sifat (atau prakriti) Sang Kreshna sebenarnya terdiri
dari dua bagian, yaitu sifat luar dan sifat dalam, di ajaran ini dikatakan
terdiri dari dua sifat, yaitu sifat bagian bawah (rendah) dan sifat bagian
atas (tinggi). Sifat atau prakriti yang rendah terdiri dari benda (apara-
prakriti) yang terbagi dalam delapan unsur; yaitu tanah, air, api, ether
dan udara, dan tiga lagi, yaitu pikiran (mana), pengertian (buddhi) dan
ego (ahankara). Kedelapan unsur ini semuanya dapat binasa, dan
semua unsur-unsur ini terdapat juga sebagai unsur-unsur inti dalam diri
manusia, yang dengan kata lain dapat binasa juga.
5. Inilah sifatKu yang di bawah (rendah). Dan ketahuilah sifatKu yang
lain, yang bersifat lebih tinggi – kehidupan atau jiwa, dengan apa dunia
ini ditunjang, oh Arjuna!
SifatNya yang tinggi atau yang superior adalah yang disebut para-
prakriti, yaitu Jiwa, yang jadi inti atau kekuatan atau penunjang hidup
ini, yang terdapat dalam semua makhluk-makhluk ciptaanNya, yang
menyatukan dunia ini; tanpa Sang Jiwa ini dunia ini tak akan ada. Sang
Jiwa inilah sebenarnya nafas dari kehidupan atau inti atau asal-mula
dari semua makhluk di alam semesta ini (yonini bhutani).
6. Ketahuilah bahwa ini (Sang Jiwa) adalah asal-mula semua makhluk
Aku adalah asal-mula seluruh alam semesta dan juga pemusnahnya.
Semua benda dan makhluk dalam alam semesta ini datang dari Yang
Maha Esa, tanpa Yang Maha pencipta ini tak akan ada apapun di dunia
ini; Sang Maya adalah “Ibu” dan Sang Kreshna adalah sebagai “Ayah”
dari semua manifestasiNya ini. (“Akulah Sang Ayah yang meletakkan
benih!”). Ibarat cahaya Sang Surya yang datang dari Sang Surya tetap
merupakan bagian dari Sang Surya, begitupun semua makhluk dan
benda-benda di dunia ini adalah berasal dari Yang Maha Esa dan tetap
merupakan bagian dariNya, merupakan sebagian dari cahayaNya.
Setiap jiwa adalah sebagian cahaya dari Yang Maha Esa dan Yang Maha
Esa adalah sumber atau inti dari setiap jiwa ini. Alam semesta ini
bergerak terus dalam gerakan melingkar atau memutar. Ada lingkaran
manifestasi dan ada juga lingkaran kemusnahan kehidupan, dan semua
itu terserah kepadaNya untuk mengaturnya sesuai dengan
kehendakNya, ibarat awan yang lahir atau tercipta di angkasa, bergerak
atau tinggal di angkasa, maka begitupun semua makhluk dan benda di
alam semesta ini datang, tinggal dan kembali kepadaNya lagi. Dengan
kata lain Yang Maha Esa itu Satu untuk semuanya dan hadir di dalam
semuanya.
Sesuatu manifestasi bermula kalau Yang Satu ini menjadi dua, yaitu
benda dan kehidupan (raga dan jiwa yang menyatu). Raga atau benda
adalah bentuk fisik, sedangkan kehidupan adalah jiwa, dan semua
makhluk yang ada dalam manifestasi akan bergerak dan hidup karena
ada motornya, yaitu Sang Jiwa. Di mana ada permulaan kehidupan di
situ kemusnahan akan kehidupan ini pun pasti akan datang, itu sudah
hukumnya. Dan tahap-tahapnya adalah melalui tahap kanak-kanak,
kemudian meningkat ke masa muda, masa tua dan masa di mana
seseorang atau sesuatu harus binasa. Selama menjalani kehidupan
maka hidup ini ibarat terisi oleh musim semi, musim kemarau, musim
rontok dan musim dingin. Di musim dingin bekulah semua nilai-nilai
moral dan keyakinan dan lain sebagainya terhadap yang Maha Esa, dan
di musim dingin inilah Yang Maha Esa kembali meluruskan dan
mencairkan yang beku ini ke asalnya lagi dan mulailah lagi nilai-nilai
luhur yang baru di musim semi yang kemudian datang menyusul.
Maka disebutlah bahwa alam semesta ini memiliki “pagi” dan “malam.”
Di kala pagi bangkitlah kehidupan dengan segala aspek-aspeknya
seperti peradaban, kebudayaan, seni, ilmu pengetahuan, kerajaan,
sejarah, dan lain-lainnya. Dan setelah pagi maka akan timbul malam
yang berarti kehancuran dan kemusnahan dari segala sesuatu ini, di
mana semua benda dan makhluk musnah kecuali mereka-mereka yang
telah mengabdi kepadaNya tanpa pamrih. Mereka-mereka ini
dibebaskan dari hidup dan mati, dan tak akan menyatu dengan
manifestasi lagi atau bahkan dengan kebinasaan, mereka menyatu
denganNya, Yang Maha Abadi. Dan begitulah cara permainanNya (lila).
7. Tak ada sesuatupun yang lebih tinggi dariKu, oh Arjuna! Semua yang
ada di sini tertali padaKu, ibarat permata-permata yang teruntai
disehelai benang.
8. Aku adalah rasa segar di dalam air, oh Arjuna, dan cahaya dalam
sang Chandra dan sang surya. Aku adalah Satu Kata Pemuja (OM) di
dalam semua Veda. Aku adalah suara di dalam ether dan benih
kekuatan dalam diri manusia.
9. Aku adalah wewangian yang sejati di dalam bumi dan warna merah
di dalam bara api. Akulah kehidupan di dalam segala yang hidup dan
disiplin yang amat keras di dalam kehidupan para pertapa.
Page 2 of 4
10. Kenalilah Aku, oh Arjuna sebagai inti yang abadi dari semua
makhluk. Aku adalah kebijaksanaan mereka yang bijaksana. Aku adalah
kemegahan dalam setiap hal yang bersifat megah.
11. Aku adalah kekuatan dari yang kuat, bebas dari nafsu dan
keinginan. Tetapi Aku adalah keinginan yang benar yang tak
bertentangan dengan dharma, oh Arjuna.
12. Dan ketahuilah bahwa ketiga guna (sifat-sifat prakriti), ketiga tahap
(sifat) setiap makhluk – kesucian (sattvika), nafsu (rajasa) dan
kemalasan (tamasa)—adalah dariKu semata. Kupegang mereka semua,
bukan mereka yang memegangKu.
Yang Maha Kuasa adalah motor dari sifat-sifat alami ini (gund), tetapi
la berada di atas sifat-sifat ini dan tak terpengaruh oleh mereka (sifat-
sifat ini).
13. Seisi dunia ini terpengaruh oleh ketiga guna ini, dan tak mengenalKu
yang berada di atas semuanya itu dan yang tak dapat berganti-ganti
sifat.
14. Sukar benar, untuk menembus ilusi MayaKu yang agung ini, yang
tercipta akibat sifat-sifat prakriti. Tetapi mereka-mereka yang
mempunyai iman kepadaKu semata, akan berhasil menembus ilusi ini.
Manusia kebanyakan tertipu oleh ilusi Sang maya yang juga adalah
ciptaan Yang Maha Esa, sehingga manusia lebih mementingkan obyek-
obyek duniawi dan dunia ini sendiri. Bagi kebanyakan manusia maka
harta-benda, kekasih, keluarga dan milik maupun kehormatan dianggap
nyata dan seakan-akan sudah menjadi milik mereka secara abadi yang
tidak dapat diganggu-gugat atau dipisahkan lagi dari sisi mereka.
Lupalah kita bahwa dengan berpendapat seperti itu maka makin lama
kita makin jauh dariNya, Yang Maha Nyata dan Maha Abadi. Terikatlah
kita makin lama dengan isi dunia ini, tetapi Yang Maha Kuasa selalu
memberikan berkahNya, karena di dunia ini masih saja ada manusia-
manusia yang beriman kepadaNya, dan manusia-manusia semacam ini
dapat berhasil menembus tirai ilusi dan bersatu denganNya.
15. Mereka yang (gemar) berbuat dosa, yang telah tersesat, tenggelam
ke bawah dalam evolusi manusia ini, mereka yang pikiran-pikirannya
telah terbawa jauh oleh kegelapan, dan telah memeluk sifat-sifat iblis
— mereka tidak datang kepadaKu.
Mereka yang telah bertekuk-lutut dihadapan ilusi Sang Maya, akan
makin jauh diseret dari Yang Maha Kuasa, dan makin lama makin
rengganglah jarak antara mereka ini dengan Yang Maha Esa. Sedangkan
mereka yang ingin ke jalanNya harus secara total menyerahkan semua
milik mereka dalam ilusi ini secara tulus kepadaNya. Dan ini berarti
menyerahkan dengan mental yang tulus semua milik duniawi seperti
anak-anak, istri, kekasih yang tercinta, harta-benda, raga, pikiran,
ketenaran, kemashyuran, dan lain sebagainya, dan menjadikan semua
itu ibarat sesajen atau pengorbanan untukNya, tanpa pamrih. Pemuja
seperti inilah yang akan dibimbing untuk keluar dari ilusi dan kegelapan
Sang Maya, Ilusi yang diciptakanNya sendiri untuk menyeleksi “bibit-
bibit unggul ciptaanNya juga.”
16. Ada empat golongan manusia beriman yang memuja Ku: manusia
yang menderita, manusia yang ingin mempelajari ilmu pengetahuan,
manusia yang menginginkan harta-benda dan manusia yang bijaksana,
oh Arjuna!
Yang Maha Kuasa (Sang Kreshna) membagi pemuja-pemujaNya dalam
empat kategori atau golongan, dan mereka semua ini dianggap bersifat
baik atau beriman. Mereka-mereka ini terdiri dari para bhakti (pemuja)
sepert berikut ini:
a. Para artha-bhakta — mereka yang hidupnya menderita dan memohon
perlindungan kepadaNya.
b. Parajignasu-bhakta — mereka-mereka yang memujaNya agar
mendapatkan kesadaran dan penerangan Ilahi. Para jignasu ini tidak
memerlukan harta-benda atau kenikmatan duniawi, bagi mereka yang
penting adalah penerangan Ilahi.
Hidup mereka ini amat sederhana dan selalu mencari guru yang dapat
mengajarkan mereka ilmu pengetahuan tentang Yang Maha Esa. Hidup
mereka adalah pemujaan tanpa henti-hentinya kepada Yang Maha Esa.
c. Para arthaarthi-bhakta — yaitu mereka-mereka yang memujaNya
demi suatu sukses dalam hidup mereka seperti sukses dalam pekerjaan,
atau untuk mendapatkan harta-benda, kedudukan dan kebahagiaan
duniawi yang beraneka-ragam sifatnya, bahkan demi untuk mendapat
kebahagiaan sorga-loka setelah kematian mereka. Tetapi mereka-
mereka ini bukan tipe manusia perusak makhluk sesamanya. Mereka
memujaNya tanpa henti demi kesuksesan duniawi belaka, tetapi juga
memujaNya dengan penuh kepercayaan.
d. Para gnani-bhakta — mereka yang bijaksana dalam segala-galanya.
Dalam setiap makhluk, bangsa, negara, suku dan agama, dalam diri
nabi-nabi dan orang suci, maka terdapatlah kaum bijaksana yang sudah
melupakan ego duniawinya, dan yang mereka miliki hanyalah la dan la
semata, dan la hadir dalam segala-galanya tanpa kecuali. Bhakta
semacam ini telah meresap ke dalam Yang Maha Esa dan bertindak
sesuai dengan kehendakNya semata. Bagi seorang yang bijaksana
dunia ini adalah manifestasi dari Yang Maha Esa dalam bentuk alam
semesta beserta segala isinya. Orang-orang yang bijaksana ini
merasakanNya dalam rasa air yang mereka minum. MelihatNya sebagai
cahaya abadi dalam rembulan dan matahari, melihatnya sebagai ajaran
agung dan suci di dalam Veda-Veda. MelihatNya sebagai kata inti “OM”
dalam setiap pustaka suci. lalah inti dari ether, kejantanan dalam diri
laki-laki yang perkasa. Di juga yang menjadi inti dari wewangian yang
sejati atau asli di dalam bumi (bumi ini dianggap keramat dan suci oleh
orang Hindu). la juga menjadi inti dari api, dan segala-galanya yang
hidup dan bergerak. la juga sifat disiplin yang ketat dan keras para
pertapa dan para resi. la juga akal sehat dan buddhi dari orang-orang
yang bijaksana. Pokoknya tidak ada sesuatupun yang lepas dari Yang
Maha Esa, la lah sumber dan segala-galanya di alam semesta ini, la juga
Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pengasih dan Pecinta semua makhluk
ciptaanNya ini. (Orang-orang Hindu mempunyai seribu nama untuk
Tuhan Yang Maha Esa).
17. Di antara mereka ini, ia yang bijaksana (gnani), yang hidup dalam
suatu kesatuan yang konstan dengan Yang Maha Suci, yang dedikasinya
terpusat ke satu arah, adalah yang terbaik. Aku paling dikasihinya dan
Aku pun paling mengasihiNya.
Di antara keempat tipe pemuja, Sang Kreshna hanya mengutamakan
salah satu saja sebagai yang terbaik, karena ketiga lainnya lagi
memujaNya dengan motif-motif dan keinginan-keinginan tertentu.
Mereka ini sebenarnya terbius oleh obyek-obyek duniawi dan terlelap
dalam ilusi Sang Maya. Sebaliknya seorang gnani (yang bijaksana)
mengasihi dan bekerja untukNya tanpa pamrih.
Kebijaksanaan atau gnana ini adalah pencetusan atau emansipasi yang
amat khusus sifatnya. Bagi seseorang yang telah mencapai gnana atau
kebijaksanaan ini, maka akan terlihat beberapa sifat-sifat khususnya
seperti:
a. Lepasnya orang ini dari berbagai rasa sensasi.
b. Orang bijaksana ini tindak-tanduknya dan pikirannya berada jauh di
atas hal-hal duniawi pada umumnya seperti logika, mekanisme yang
berlaku secara umum, bentuk, intelek, dan,
c. Orang ini langsung memasuki cara hidup yang tinggi, yaitu suatu
situasi yang penuh dengan kesatuan dengan Yang Maha Esa, tenang
dan damai. Baginya tak nampak sesuatu apapun selain Yang Maha Esa,
Inti dari segala-galanya di alam semesta ini beserta seluruh aspek-
aspekNya.
Ia pun sadar bahwa semua makhluk dan benda bergerak dan bertindak
sesuai dengan ketiga sifat alam (Prakriti), dan Yang Maha Esa adalah
Inti dari semua itu, tetapi la tetap di atas semua itu. Semuanya datang
dan pergi tetapi Yang Maha Esa abadi dan tetap ada selama-lamanya.
18. Semua (pemuja) ini agung, tetapi Kutegaskan bahwa pemuja yang
bijaksana adalah sebenarnya DiriKu Sendiri. Karena setelah harmonis
secara sempurna, ia memandangKu sebagai Tujuan Nan Agung.
19. Pada akhir berbagai kelahiran, seseorang tumbuh menjadi bijaksana
dan datang kepadaKu, mengetahui bahwa Tuhan (Vasudeva) adalah
semuanya ini. Mahatma (jiwa yang besar) semacam ini sukar
didapatkan (di dunia ini).
Sang Kreshna dengan rendah hati tetap memandang pemuja-
pemujaNya yang lain sebagai agung, tetapi sekaligus menegaskan
bahwa pemuja yang bijaksana adalah ibarat DiriNya Sendiri. Kedua-
duanya, yaitu sang pemuja yang bijaksana dan Yang Maha Esa adalah
yuktaatma (yaitu, kembar tetapi satu). Yang Maha Esa mencintainya
dan ia pun mencintai Yang Maha Esa. Orang bijaksana (gnani) semacam
ini disebut seorang tatva-gnani atau mahatma, yaitu seorang yang
berjiwa sangat agung (besar), dan adalah amat sukar untuk
mendapatkan seorang mahatma di dunia ini. Seorang mahatma adalah
produk dari evolusi yang panjang. la adalah ibarat buah matang akibat
kelahiran yang berulang-ulang, jatuh-bangun dalam berjalan (yatra)
sucinya ke arah Yang Maha Esa. Dan Sambil membersihkan antah-
karannya ia melanjutkan dedikasinya kepada Yang Maha Esa. Pada
suatu saat ia dengan karuniaNya akan berubah menjadi seorang
mahatma.
Page 3 of 4
20. Tetapi mereka yang kebijaksanaannya telah terbawa oleh
keinginan-keinginan (nafsu-nafsu) berpaling pada dewa-dewa yang
lain, mengikuti berbagai upacara (dan peraturan), yang terpusat pada
sifat-sifat mereka sendiri.
21. Apapun bentuk yang ingin dipuja oleh seseorang pemuja dengan
kepercayaannya — maka kepercayaan tersebut akan Kuteguhkan tanpa
ragu-ragu.
22. Dengan dasar kepercayaan itu, ia kemudiaan mencari dan memuja
bentuk tersebut, dan darinya ia mendapatkan apa yang diingininya,
tetapi manfaatnya hanya Aku yang menentukan.
23. Tetapi orang-orang yang berpikiran pendek ini hanya mendapatkan
hasil yang bersifat sementara saja. Mereka ini, pemuja para dewa akan
pergi ke dewa-dewa. Tetapi yang memujaKu — pemuja-pemujaKu —
akan datang kepadaKu.
Sang Kreshna sendiri mengakui bahwa ketiga tipe pemuja yang
memujaNya dalam bentuk dewa-dewa dan dengan tujuan pribadi
tertentu bukan berarti orang yang tidak baik. BagiNya itu hanyalah
suatu proses saja, setelah beberapa kelahiran maka pemuja-pemuja ini
pada suatu saat akan langsung memujaNya juga pada waktunya nanti.
Memuja para dewa sebenarnya adalah pemujaan terhadapNya juga
tetapi secara tidak langsung dan salah, karena berdasarkan pada motif-
motif pribadi. Seharusnya diketahui bahwa dunia para dewa ini terbatas
masanya, dan para dewa-dewa itu juga terbatas mandatnya dari Yang
Maha Esa.
Maka para pemuja dewa-dewa hanya mendapatkan hasil yang
sementara saja sifatnya, tetapi para pemuja ini karena sering memuja
dewa-dewa, maka setelah beberapa kehidupan mereka pun langsung
meningkatkan pemujaannya ke arah Yang Maha Esa, dan pemujaan
semacam ini hasilnya abadi dan tidak sementara. Inilah pesan yang
harus dihayati. Yang memujaNya tanpa pamrih langsung menuju
kepadaNya, Yang memujaNya dengan pamrih secara tidak langsung
akan dituntunNya juga, tetapi melalui jalan yang berliku-liku dan lebih
panjang, penuh dengan berbagai kelahiran dan kematian.
24. Mereka yang kurang pengertiannya (buddhi) mengenalKu — yang
tak berbentuk ini — sebagai berbentuk. Mereka tak kenal SifatKu Yang
Maha Suci Yang Tak Dapat Binasa dan Teramat Agung.
Sang Kreshna manifestasi dari Yang Maha Kuasa tak dapat dikenal oleh
orang-orang yang berpikiran cupat dan sempit, yang memandangNya
sebagai seorang dewa atau manusia super yang dapat menghasilkan
harta-benda duniawi dan keajaiban-keajaiban. Mereka tidak melihatNya
sebagai manifestasi Yang Maha Esa Yang Sebenarnya, Tanpa Bentuk
Dan Tak Terbinasakan. Memang bagi yang memiliki nafsu dan keinginan
duniawi Sang Kreshna tak akan terlihat dalam wujud asliNya, karena
mereka ini telah terbius oleh ilusi Sang Maya.
25. Terselimut oleh yoga-maya, Aku tak terlihat oleh semuanya. Dunia
yang kacau ini tak mengenalKu, Yang Tak Pernah Dilahirkan, Yang Tak
Terbinasakan.
26. Aku mengetahui, oh Arjuna, akan makhluk-makhluk yang telah lalu,
yang terdapat sekarang ini, dan yang masih akan datang. Tetapi tak
seorangpun mengetahui tentang Aku.
27. Setiap manusia dilahirkan dalam ilusi, oh Arjuna, terpengaruh oleh
sifat dualisme yang bertentangan yang lahir dari keterpikatan (pada
obyek-obyek) dan ketidak-terpikatan (pada obyek-obyek).
Dunia tidak mengenal Sang Kreshna secara sejati, tetapi Sang Kreshna,
Yang Maha Esa, sesungguhnya mengetahui akan setiap hal, setiap
makhluk yang ada pada masa silam, sekarang, dan yang akan datang.
Bukankah semuanya datang dariNya juga? Bukankah la juga yang tak
nampak tetapi bersemayam di dalam diri kita semuanya ini, dalam
setiap makhluk ciptaanNya. Tetapi banyak yang tak sadar akan hal ini,
karena telah terpengaruh sehari-hari oleh rasa dualisme, yaitu suka dan
tak suka, punyaku dan bukan punyaku, panas dan dingin, untung dan
rugi, dan lain segainya yang semuanya ini di atas disebut sebagai
keterpikatan dan tak-keterpikatan akan obyek-obyek duniawi, yang
semuanya sebenarnya adalah ilusi Sang Maya.
28. Tetapi mereka yang bertindak secara murni, di mana di dalam diri
mereka dosa-dosa telah berakhir, lepas dari kegelapan sifat dualisme,
memujaKu teguh dengan tekad mereka.
29. Mereka yang memintaKu jadi tempat-tempat mereka berlindunq,
berjuang demi kebebasan dari usia tua dan kematian – mereka
mengenal Sang Brahman (Yang Abadi), mereka mengenal Sang
Adhyatman (Sang Atman, Sang Jati Diri), dan mereka juga semua
tentang karma (tindakan atau aksi).
Page 4 of 4
30. Mereka yang mengenalKu sebagai Yang Esa dalam setiap elemen
(Adhibhuta), dalam setiap dewa (Adhidaiva) dan dalam semua
pengorbanan atau persembahan (Adhiyagna) – mereka ini yang telah
harmonis pikirannya mengenalKu bahkan pada saat-saat kematian
(mereka).
Yang mengenalNya, yang mengenal Sang Kreshna secara murni itu di
dunia ini jumlahnya hanya sedikit. Mereka ini adalah orang-orang yang
murni tindak-tanduknya, bersih dari segala dosa dan telah lepas dari
pengaruh dvandvas yaitu rasa dualisme yang bertentangan. Mereka-
mereka ini kenal dan tahu (1) Sang Brahman yang Maha Abadi (2) Sang
Atman (Adhyatman) dan (3) semua karma (tindakan dan
akibatnya) Mereka pun mengenalNya sebagai Yang Hadir dalam setiap
benda atau elemen (Adhibhuta), Yang Hadir dalam setiap dewa
(Adhidaiva) dan Yang Hadir dalarn setiap upacara atau tindakan
pengorbanan, sesajen, atau persembahan (Adhiyagna). Orang-orang
yang betul-betul telah sadar akan ke-EsaanNya Kemaha TunggalanNya
ini dalam setiap elemen atau unsur di alam semesta ini, betul-betul
secara sejati memujaNya, tanpa pamrih!
Dalam Upanisad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang Abadi, Karya
Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka karya ini
adalah bab ke tujuh yang disebut :
Gnana Vignana Yoga
atau
Yoga tentang ilmu pengetahuan mengenai Nirguna Brahman dan
Saguna Brahman

Impersonal God (Nirguna Brahman)/ Tuhan yang Transenden adalah Tuhan yang tanpa sifat yang tak dapat dipikirkan
(Acintya). Ia adalah realitas yang absolut. Suatu realitas yang tak dapat ditentang kehadiranNya, walau tak diketahui
bentukNya yang nyata, karena tak mungkin kita mengungkapkanNya secara harafiah apa Ia itu sebenarnya, dan tak
mungkin pikiran kita mampu menjangkau atau menafsirkanNya, atau bahkan menerangkan secara pasti dan konkrit
Apakah Ia sesungguhnya. Suatu hal yang pasti adalah Ia itu yang Ada dan Hadir dan ini benar-benar realistis. Ia adalah
realita yang abadi dan absolut tanpa bisa ditawar-tawar lagi KehadiranNya.

Lalu bagaimana manusia yang pada umumnya memiliki tingkat ketidaksadaran (Acentana) yang tinggi dapat memikirkan
Tuhan yang Nirguna?

Cetana adalah unsur kesadaran dan Acetana adalah unsur ketidaksadaran. Kedua unsur ini bersifat halus dan menjadi
sumber segala yang ada. Cetana itu ada tiga jenis yaitu Paramasiwa (kesadaran tertinggi), Sadasiwa (kesadaran
menengah) dan Siwa (kesadaran terendah). Tinggi rendahnya tingkat kesadaran dipengaruhi oleh Maya. Paramasiwa
sebagai kesadaran (cetana) tertinggi sama sekali tidak terpengaruh maya karena itu disebut sebagai Nirguna Brahman. Ia
adalah perwujudan sepi, suci, murni, kekal abadi, tanpa aktivitas. Sadasiwa sebagai kesadaran (cetana) menengah mulai
tersentuh maya, terpengaruh oleh sakti, guna dan swabawa atau hukum ke Maha Kuasaan Hyang Widhi yang memiliki
kekuatan untuk memenuhi segala kehendak-Nya. Oleh karena itu Ia aktif dengan segala ciptaan-ciptaannya. Dalam
keadaan begini Ia disebut Saguna Brahman. Siwa unsur kesadaran (cetana) terendah sangat banyak tersentuh maya
menjadi Siwa atau Mayasira. Mayasira kemudian terpecah-pecah tak berbilang jumlahnya, berwujud mahluk-mahluk.
Mayasira yang ada dalam mahluk dinamakan Atma.

Secara umum dalam pemikiran Hindu bahwa konsep Tuhan, dapat dipahami sebagai Tuhan yang Transenden dan Tuhan
yang Imanen yang secara jelas kita temukan dalam pemikiran Advaita dari Sankara. Sankara mengatakan bahwa ada dua
Brahman, yaitu Nirguna Brahman (Tuhan yang Transenden) dan Saguna Brahman (Tuhan yang Imanen). Menurut
Sankara Tuhan yang Transenden adalah Tuhan yang tanpa sifat, sehingga Tuhan terbebas dari perbedaan-perbedaan,
sehingga tidak dapat dibedakan oleh manusia yang pada dasarnya memiliki pemikiran yang terbatas. Upanisad
menyatakan bahwa Brahman itu Neti-Neti, artinya bukan ini dan bukan itu (Madrasuta, 2002:78). Tidak seorangpun
manusia mampu memikirkan dan mengenalinya. Namun Brahman yang Saguna, yang Imanen adalah Tuhan dengan
segala atributnya yang dapat didekati dan dikenal oleh manusia. Oleh karena kemampuan manusia mengenalnya
dengan tingkat serta kapasitas yang berbeda beda dan atribut Tuhan yang tak terbatas maka Saguna Brahman (Tuhan)
dikenal dengan tingkat keragaman yang tinggi, oleh karena kemampuan pengenalan manusia yang satu, berbeda dengan
pengenalan manusia yang lainnya. Dengan demikian sangat mudah kita yang awam akan menarik kesimpulan bahwa
seolah olah ada banyak Tuhan dalam Hindu, atau Hindu adalah Agama yang Politeistis. Tentu saja pernyataan seperti ini
keliru, Tuhan yang Transenden (Nirguna Brahman) dan Imanen (Saguna Brahman) adalah satu (Advaita), dalam
Chandogya-Upanisad, IV.2.1 disebutkan “Ekam Eva Adityam Brahman”, yang artinya Tuhan hanya satu, tidak ada yang
kedua. Namun Tuhan yang Imanen (Saguna), oleh orang-orang bijaksana menyebutNya dengan banyak nama, “Ekam Sat
Wipra Bahuda Wadanti” (Rg. Weda. 1.164.46.). Sekaligus dalam hal ini terkandung konsep tentang Istadewata, yaitu
pemahaman dan penghayatan tentang Tuhan dan manifestasinya, yang memungkinkan manusia untuk memiliki konsep
tentang Tuhan yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya dan kebebasan pada setiap manusia untuk untuk
memuliakan Istadewatanya masing-masing dengan perbedaan-perbedaan yang ada, tanpa harus dipertentangkan satu
dengan yang lainnya.

Menyadari bahwa manusia mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, maka Brahman memberikan kesempatan
kepada siapa saja untuk mendekati diriNya dan memberikan kebebasan untuk memilih jalan yang mana saja untuk
menuju kepadaNya, asalkan jalan-jalan yang dipilih itu adalah jalan yang dibenarkan. Jalan-jalan itu antara lain adalah :
1. Janana Marga, 2. Bhakti Marga, 3. Karma Marga, 4. Yoga Marga. Tidak ada diantara empat jalan ini yang paling baik.
Jalan atau cara yang terbaik bagi seseorang sangat tergantung dari jalan yang paling sesuai dengan kemampuan dan
bakatnya masing-masing. Pluralitas adalah suatu keharusan, suatu keniscayaan, yang tak dapat dipungkiri.

Saguna dan Nirguna Brahman


Brahman dalam agama Hindu merupakan jiwa yang paling utama yang menyebabkan segala sesuatu di alam
semesta ini menjadi ada dan tidak ada. Beliau bersifat kekal, tidak berwujud, tak terbatas, tiada berawal dan
juga tiada akhir, menguasai segala bentuk, waktu, ruang, energi serta menguasai alam semesta. Di Bali Beliau
dikenal dengan gelar Ida Sang Hyang Widhi yang artinya Dia yang maha tahu. Jadi walaupun berbeda nama,
Beliau tetap satu.

Dalam Bhagawad Gita dijelaskan mengenai Brahman beberapa diataranya :


Bab VIII. 3 "Yang Tak Dapat Dihancurkan, Yang Maha Agung disebut Sang Brahman. Svabhava (Sang Jati
Diri atau Sang Atman yang bersemayam dalam jiwa kita) disebut Adhyatman. Tenaga (ataukekuatan) kreatif
yang menciptakan semua mahluk dan benda disebut Kama."

Bab VIII.4 "Yang menjadi inti dari semua benda dan mahluk (yaitu Adhibhuta) sifatnya dapat binasa. Yang
menjadi inti para dewa adalah Jiwa Kosmos. Dan Arjuna, di dalam raga ini, Aku Sendiri (sebagai Saksi di
dalam) adalah Adhiyagna."

Bab VIII.9 "Ia memujaNya sebagai Yang Maha Mengetahui, sebagai Yang Selalu Hadir Semenjak Masa Yang
Amat Silam, sebagai Yang Maha Penguasa, sebagai Yang Maha Tercepat, sebagai Yang Maha Memelihara
kita semua, sebagai Yang BentukNya Tak Dapat Dimengerti oleh manusia dan mahluk-mahluk lainnya, tetapi
Ia Terang Benderang bagaikan Sang Surya dan jauh dari semua kegelapan."

Karena sifat-sifat Beliau yang maha tidak terbatas, sehingga sangat sulit bagi manusia yang mempunyai akal
dan kesadaran yang bisa dibilang masih sangat rendah untuk bisa memahaminya. Maka untuk bisa mencapai
sesuatu yang tidak terbatas maka kita harus mempersempit ketidak terbatasan itu. Contoh: misalnya kita
harus mengukur luas suatu bidang (suatu area) yang tidak beraturan, maka kita harus mempersempit bidang
tersebut dan dibentuk pola-pola bidang datar yang bisa diukur (misal persegi, segi tiga, trapesium, dll)
sehingga nantinya kita bisa menemukan jumlah luas keseluruhan dari bidang tak beraturan tersebut.

Sama halnya dengan Brahman, manusia tidak akan mungkin bisa menggambarkan bagaimana Brahman itu
sebenarnya. Lalu bagaimana manusia bisa menggambarkan bentuk Tuhan? Kembali lagi ke kitab-kitab suci
agama Hindu dimana telah dijelaskan bentuk-bentuk manifestasi dari Tuhan. Beliau adalah Brahma, Wisnu,
Siwa, Indra, Surya, Baruna, Kresna, Ramadewa, dll. Apakah benar jiwa-jiwa tersebut adalah pribadi dari
Tuhan? Sesuai dengan sifat-sifat dari Brahman/Tuhan yaitu maha kuasa, maha ada, maha tahu dan maha
karya, maka untuk menjadi suatu pribadi tertentu tidak akan sulit bagi Beliau.

Untuk lebih jelas kita kutip sloka Bhagawad Gita berikut :


Bab X.19 "Jika demikian, baiklah Arjuna! AkanKu sabdakan kepadamu sebagian dari bentuk-bentuk suciKu,
tetapi hanya bentuk-bentuk yang telah dikenal dan mudah difahami, karena keberadaanKu tak ada batasnya."
Bab X.20 "Aku adalah Jati Diri, oh Arjuna, Yang bersemayam di dalam hati setiap mahluk. Aku adalah
permulaan, Yang ditengah-tengah dan juga akhir dari setiap yang ada."
Bab X.21 "Di antara para Aditya Aku adalah Vishnu; di antara cahaya Aku adalah Sang Surya yang terang-
benderang. Di antara para Marut Aku adalah Marici, di antara bintang-bintang Aku adalah sang rembulan."
Bab X.22 "Di antara Veda-Veda Aku adalah Sama-Veda, di antara para dewa Aku adalah Indra, di antara
indra-indra Aku adalah pikiran; dan Aku adalah kesadaran di antara para mahluk-hidup."
Bab X.23 "Di antara para Rudra Aku adalah Shankara (Shiva), di antara para Yaksha dan Rakshasa Aku
adalah Kubera (dewa kekayaan), di antara para Vasu Aku adalah Agni(dewa api), dan di antara puncak-
puncak gunung Aku adalah Meru."
Bab X.24 "Di antara para pendeta (pendeta setiap rumah-tangga), oh Arjuna, kenalilah Aku sebagai
Brihaspati, sang pemimpin; di antara jenderal-jenderal di peperangan Aku adalah Skanda; di antara danau-
danau Aku adalah Samudra."
Bab X.25 "Di antara para resi yang agung Aku adalah Bhrigu, di antara kata-kata Aku adalah satu patah kata
OM, di antara yang dipersembahkan Aku adalah persembahan dalam bentuk japa (mengulang-ulang mantra
atau puja-puji kepada Yang Maha Esa, atau bisa juga meditasi yang dilakukan secara diam-diam dan tenang),
di antara yang tak dapat dipindah-pindahkan Aku adalah Himalaya."
Bab X.26 "Di antara pepohonan Aku adalah pohon Asvattha, di antara para resi suci Aku adalah Narada, di
antara para ghandharva Aku adalah Citraratha, dan di antara yang telah disempurnakan Aku adalah resi
Kapila."
Bab X.27 "Di antara kuda-kuda Aku adalah Uchaishvara yang lahir dari air-suci (tirta), di antara gajah Aku
adalah Airavata, dan di antara manusia Aku adalah Raja."
Bab X.28 "Di antara senjata Aku adalah halilintar, di antara sapi Aku adalah Kamadhuk, Sapi Kemakmuran; di
antara leluhur (nenek-moyang) Aku adalah Kandarpa, Kasih Nan Kreatif; dan di antara ular Aku adalah
Vasuki."
Bab X.29 "Di antara Naga Aku adalah Ananta, di antara mahluk-mahluk lautan Aku adalah Varuna, dianatara
pitri (arwah leluhur) Aku adalah Aryaman, dan di antara para penguasa Aku adalah Yama, Raja Maut."
Bab X.30 "Di antara Daitya Aku adalah Prahlada, di antara benda-benda yang mengukur Aku adalah Sang
Waktu, di antara binatang yang buas Aku adalah raja-hutan (singa), dan di antara burung-burung Aku adalah
putra sang Vinata (Garuda)."
BabX.31 "Di antara para penyuci Aku adalah sang Vayu (angin), di antara para pendekar (pahlawan) Aku
adalah Sang Rama, di antara ikan Aku adalah Makara, di antara sungai Aku adalah sungai Gangga."

Kenapa diperlukan suatu bentuk?


Pikiran manusia yang terbatas tidak akan bisa mencapai sesuatu yang tidak terbatas. Maka diperlukan suatu
media/bentuk yang bisa menghubungkan atau memusatkan pikiran manusia kepada pribadi yang dipuja
(Brahman/Tuhan). Maka dari itu dalam agama Hindu dikenal istilah Saguna Brahman dan Nirgunam Brahman.
Saguna artinya memiliki atribut sehingga Saguna Brahman adalah Tuhan yang mempunyai nama, bentuk dan
atribut lainnya. Sedangkan Nirgunam artinya tanpa atribut sehingga Nirgunam Brahman adalah Tuhan
merupakan jiwa suci yang tidak mempunyai bentuk, tidak punya nama, ataupun atribut lainnya. Untuk lebih
mudahnya, seseorang yang memuja Tuhan sebagai Saguna Brahman akan cenderung untuk melakukan
pemujaan kepada Dewa-Dewi dan memusatkan pikiran pada pribadi Dewa yang disembah. Sedangkan
seseorang yang memuja Tuhan sebagai Nirgunam Brahman tidak akan mempersonifikasikan lagi pribadi
Beliau karena sudah mencapai tahap pencerahan tertinggi untuk bisa mamahami dan merasakan kehadiran
Brahman.

Seseorang yang tingkat spiritualitasnya masih rendah akan membutuhkan media dalam pemujaannya.
Sehingga kebanyakan orang akan memuja Beliau sebagai pribadi yang mempunyai bentuk dan dibuatkanlah
simbol baik berupa arca, relief ataupun gambar. Dalam sarana upacaranya juga akan masih memakai
persembahan apakah banten, persembahan buah atau makanan, maupun kurban. Sedangkan bagi mereka
yang sudah mempunyai tingkat spiritual tinggi, tidak akan memerlukan media apapun karena dia sudah bisa
merasakan kehadiran Tuhan sebagai nirguna brahman dan akan mempersembahkan dirinya sendiri.
Mempersembahkan diri sendiri dalam hal ini bukan berarti melakukan tindakan bunuh diri demi
mempersembahkan nyawanya kepada Tuhan atau berperang atas nama Tuhan. Melainkan melepaskan
semua ikatan duniawi. memutuskan semua hubungan/tidak bergantung lagi dengan siapapun, tidak
mempunyai nafsu ataupun ambisi apapun, hanya berserah dan selalu memuja Beliau sampai tercapai
tujuannya yaitu Moksa.

Vous aimerez peut-être aussi