Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Juneman
Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Sekjen Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) dan Direktur Eksekutif
Lembaga Survei Nasional (LSN), Bakry (2008), mencatat dalam artikelnya,
“Capres dan Pesimisme Ekonomi”, bahwa hampir semua tokoh yang berminat
untuk tampil pada Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2009 menjadikan isu
ekonomi sebagai komoditas utama mereka. Menurut Bakry, alasannya
sangat jelas: di tengah jutaan pengangguran dan hamparan kemiskinan di
mana-mana, isu ekonomi paling mudah dijual dan menjadi magnet untuk
merayu publik. Menurutnya, jika dalam beberapa bulan ke depan belum
juga muncul tokoh baru yang menjanjikan, maka para calon presiden harus
punya jurus-jurus baru untuk menepiskan pesimisme ekonomi masyarakat.
Jika tidak, pesimisme publik terhadap perbaikan ekonomi dapat meluas
sehingga menjadi frustrasi sosial yang berbahaya.
Masalah yang tak kalah penting dari pihak yang lain adalah bagaimana
melakukan penerjemahan pengetahuan-pengetahuan dari psikologi positif ke
dalam kehidupan praktis seperti dalam dunia bisnis. Tulisan ini mencoba
memberikan sumbangsih dalam hal ini.
Lima langkah yang disarankan Coplan (2009) dan Scherer (2008) secara
ringkas-operasional untuk menerapkan pengetahuan psikologi positif dalam
dunia bisnis adalah sebagai berikut: (1) mencari kekuatan pribadi (sejumlah
kuesioner pada
http://www.authentichappiness.sas.upenn.edu/questionnaires.aspx dapat
membantu dalam rangka ini), dengan premis bahwa mengerjakan apa yang
dapat terbaik kita kerjakan secara alami memberikan kita kegembiraan; (2)
menggunakan kekuatan itu dengan cara-cara yang baru; (3) Bangun relasi
positif, antara lain dengan melakukan kunjungan untuk mengucapkan rasa
terimakasih kepada orang lain yang bermakna (gratitude visit); (4) mengukur
hasilnya; dan (5) melakukan pengaturan-diri (self-regulation), termasuk
disiplin-diri, untuk terus menemukan efek positifnya9sebagaimana seorang
atlet melatih ototnya. Langkah keempat cukup menantang bagi psikologi
positif karena ukuran-ukuran variabel dependen (seperti produktivitas
penjualan, kepuasan, kohesivitas organisasi, keuntungan, loyalitas,
ketangguhan terhadap kemalangan, kebahagiaan, dan sebagainya), belum
atau tidak selalu mungkin diukur secara memuaskan, terlebih secara
kuantitatif-reduksionistik; meskipun ukuran-ukuran tersebut akan terus
dicari. Langkah kelima dapat dilakukan dengan metode latihan “three
blessings” (Scherer, 2008), yakni menuliskan tiga hal yang telah berjalan
baik sepanjang hari dan alasannya.
Selanjutnya, menurut Davis (2008) serta Harter, Schmidt, dan Keyes (2002),
kuesioner pengukur keterlibatan pekerja (employee engagement) yang
diciptakan oleh Gallup Organization Research (1992-1999, dalam Harter,
Schimdt, & Keyes, 2002) dengan duabelas butir pertanyaan berikut ini dapat
dianggap sebagai alat ukur perilaku yang berorientasi pada psikologi positif:
Kelima, dalam sebuah studi psikologi positif lintas budaya yang dilaporkan
dalam Journal of Happiness Studies baru-baru ini, Rego dan Cunha (2009)
dengan mengambil sampel 161 karyawan dari 109 organisasi yang
beroperasi di Portugal (kultur kolektivistis, sebagaimana Indonesia),
menemukan bahwa orientasi-orientasi individualistis/kolektivistis dari
karyawan merupakan prediktor bagi kesejahteraan afektif (affective well-
being) karyawan dalam pekerjaannya. Lebih jelasnya, sebagai berikut: (1)
individu-individu yang kolektivistis memperlihatkan kesejahteraan afektif
yang lebih tinggi daripada pada individualis; (2) hubungan ini dimoderasikan
oleh persepsi karyawan terhadap jiwa kesetiakawanan (spirit of camaraderie)
dalam organisasi; (3) Tingkat kesejahteraan afektif yang lebih tinggi
cenderung dialami oleh para kolektivis yang menemukan jiwa
kesetiakawanan yang kaya, yang dapat diperoleh dalam konteks organisasi;
sedangkan tingkat kesejahteraan afektif yang lebih rendah diekspresikan
oleh para individualis yang mempersepsikan jiwa kesetiakawanan yang
buruk dalam lingkungan kerja mereka. Temuan ini menekankan bahwa
kebahagiaan karyawan (employee happiness) dapat memiliki pendasaran
yang berbeda-beda dalam kultur yang berbeda, juga bahwa orientasi-
orientasi individualisme/kolektivisme tidak beroperasi dengan cara yang
sama dalam konteks kultur dan organisasi yang berbeda.
Salah satu pendekatan mutakhir yang juga dapat dijadikan rujukan bagi
pengaplikasian psikologi positif adalah pendekatan “sumber terbuka” atau
open source approach (Lopez & Kerr, 2006). Sebelum menelaah lebih jauh,
kita lihat definisi “sumber terbuka” (“Sumber terbuka”, 2008).
Lopez dan Kerr (2006) berpendapat bahwa kita perlu menggunakan model
teknologi informasi yang sudah sangat sukses ini untuk mengembangkan
dan mendiseminasikan terapi-terapi yang berbasiskan kekuatan (strength-
based therapies). Hal ini sepadan aplikabilitasnya dengan pengembangan
intervensi-intervensi yang tepat terhadap sebuah organisasi. Kebanyakan
pelaku bisnis menghindar dari risiko; mereka ingin mengetahui apa yang
telah terbukti efektif untuk bisnis/pelaku bisnis yang lain sebelum mereka
berkemauan untuk “mencelupkan jari-jari mereka ke dalam air yang sama.”
Gejala ini sebenarnya dalam kasus yang lain agak mirip dengan yang pernah
dilaporkan oleh Antonides (1991) yang dalam psikologi sosial dikenal sebagai
the tragedy of the commons (Hardin dalam Sarwono, 2002), sebagai berikut:
Salah satu dari manfaat terbesar dari sumber terbuka, menurut Lopez dan
Kerr (2006), ialah bahwa intervensi-intervensi dapat diuji secara jauh lebih
cepat. Di samping itu, dalam pendekatan ini, oleh karena para pelaku bisnis
memiliki rasa keanggotaan yang sama dengan banyak pihak, intervensi-
intervensi akan secara berkelanjutan diperhalus dan ditingkatkan ketika
tilikan-tilikan diri (insight) baru diperoleh satu dan/atau lebih anggota. Lebih
jauh lagi, dengan menggunakan pendekatan sumber terbuka, psikologi
positif itu sendiri akan berkolaborasi dengan banyak pihak, seperti dengan
ahli ekonomi, arsitek, pengacara, disainer, dan profesi lain guna penciptaan
dan pengembangan strategi-strategi intervensi bisnis yang baru.
Kesimpulan
Daftar Pustaka