Vous êtes sur la page 1sur 6

ISOLASI KITIN DARI LIMBAH CANGKANG KEPITING (SCYLLA SP) DENGAN

VARIASI PELARUT PADA PROSES BLEACHING

Frederika Mawarni Adilasari Nduru1), Drastinawati2), Silvia Reni Yenti2)


1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia, 2)Dosen Jurusan Teknik Kimia
Laboratorium Material dan Korosi
Program Studi Teknik Kimia S1, Fakultas Teknik Universitas Riau
Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Simpang Baru, Panam,
Pekanbaru 28293
Email: frederika_mawarni@yahoo.com

ABSTRACT
Crab shell is a waste that reach 50-60% of total weight, with chitin content of 20-30%. Chitin is
biopolymer commercially used in biochemistry, medicine, textile, agriculture and others. The
main aim of this research is to compare the level of lightness and whiteness of chitin produced in
the bleaching process with organic and inorganic solvents. The research was started by reducing
the size of the crab shell into a powder. Chitin was isolated by deproteination process using 3.5%
NaOH and demineralization process using HCl 1N, followed by bleaching process with organic
solvents variation of methanol; ethanol; acetone; ethanol:acetone (1:1), inorganic solvents of
NaOCl 4%; Ca(OCl)2 3%; H2O2 3%, and the combination of acetone fallowed by NaOCl
0.315%. The result obtained is chitin without bleaching process with a yield of 24.44%, water
content of 4%, and ash content of 1.75%. The IR spectrum analyzed before and after bleaching
process showed relativity similiar absorption and were not affected by the solvent used in
bleaching process. The color of chitin was analyzed using colorimeter. The result is the use of
acetone fallowed by NaOCl 0.315% yileding chitin with 100% lighteness, 99.95% whiteness and
categorized as white.
Keywords: bleaching, crab shell, chitin, lightness, and whiteness.

1. PENDAHULUAN dan hanya berbeda pada gugus yang terikat


di posisi atom C-2. Gugus pada C-2 selulosa
Keanekaragaman potensi sumber daya
adalah gugus hidroksil, sedangkan pada C-2
alam Indonesia terutama dibidang perikanan
kitin adalah gugus N-asetil (-NHOCH3,
menjadi salah satu daya tarik untuk industri
asetamida) (Muzzarelli, 1977). Kitin dapat
yang berkembang pesat di era globalisasi ini.
larut dalam asam mineral pekat seperti HCl,
Salah satunya berasal dari hasil tangkapan
H2SO4 dan HNO3 dan tidak larut dalam air,
laut seperti dari kelas crustacea, diantaranya
larutan asam encer, pelarut alkali dan
udang, kepiting atau rajungan. Pengolahan
pelarut organik. Kitin memiliki kemampuan
limbah cangkang kepiting dapat mengurangi
untuk mengikat ion logam karena
pencemaran lingkungan serta menambah
mengandung gugus asetamida yang
nilai guna dari kepiting bakau. Cangkang
bertindak sebagai penukar ion (Savitri dkk,
kepiting mengandung protein (15,60%-
2010).
23,90%), kalsium karbonat (53,70%-
Diperlukan beberapa tahapan proses
78,40%) dan kitin (18,70%-32,20%) (Focher
sehingga didapatkan kitin sesuai dengan
dkk, 1992).
mutu standarnya. Isolasi kitin dari cangkang
Kitin merupakan poli (2-asetamido-2-
kepiting dapat dilakukan melalui tiga
deoksi-β-(1,4)-D-glukopiranosa) dengan
tahapan proses yaitu penyisihan protein
rumus molekul (C8H13NO5)n yang tersusun
(deproteinasi), penyisihan mineral
atas 47% C, 6% H, 7% N, dan 40% O.
Struktur kitin menyerupai struktur selulosa

Jom FTEKNIK Volume 5 Edisi 1 Januari s/d Juni 2018 1


(demineralisasi) dan penghilangan pigmen anorganik menggunakan pelarut aseton
warna (bleaching). perlakuan 30 menit yang diikuti penggunaan
Dalam proses isolasi kitin ini akan NaOCl 0,315% selama 10 menit.
ditentukan karakteristik dari kitin hasil
isolasi dengan variasi pelarut pada proses 2.2 Prosedur Penelitian
bleaching menggunakan uji warna Penelitian ini dilaksanakan melalui
(colorimeter), analisa gugus fungsi beberapa tahapan yaitu persiapan bahan
menggunakan FTIR (Fourier Transform baku, persiapan larutan, isolasi kitin meliputi
Infra Red). Menentukan yield, kadar air dan deproteinasi, demineralisasi dan bleaching,
kadar abu pada kitin hasil isolasi. analisa yield, analisa kadar air, kadar abu,
analisa FTIR, dan analisa warna
2. METODE PENELITIAN (colorimeter) dari kitin yang dihasilkan.
2.1 Bahan dan Alat
2.1.1 Bahan 2.2.1 Tahap Persiapan
Bahan baku dalam penelitian ini Persiapan bahan baku diawali dengan
adalah limbah cangkang kepiting yang membersihkan cangkang kepiting dengan
diperoleh dari restoran di Kota Pekanbaru, dicuci berulang kali hingga kotorannya
Riau. Bahan pendukung berupa NaOH, HCl, hilang. Kemudian dijemur dibawah sinar
aquades, Aseton, Etanol, Metanol, NaOCl, matahari hingga benar-benar kering.
Ca(OCl)2, H2O2. Cangkang kepiting yang sudah kering
dihaluskan, diayak dengan ukuran partikel
2.1.2 Alat lolos 100 mesh. Serbuk cangkang kepiting
Alat-alat yang digunakan pada yang lolos ayakan siap diisolasi menjadi
penelitian ini adalah timbangan analitik, kitin.
ayakan 100 mesh, magnetic stirrer, Tahap selanjutnya larutan NaOH 3,5%
penangas, beaker glass, gelas ukur 100 ml, dibuat dengan melarutkan 35 gram NaOH
labu ukur 500 ml dan 1000 ml, gelas kimia didalam labu takar 1000ml dan ditambahkan
50 ml-2000 ml, kertas indikator pH, aquades sampai tanda batas. Untuk larutan
termometer, oven, cawan porselin, statif & HCl 1 N dibuat dengan cara mengencerkan
klem, batang pengaduk, corong, kertas larutan HCl 12 N sebanyak 83,3 ml
saring, pipet tetes, dan aluminum foil. kemudian dimasukkan kedalam labu takar
Variabel penelitian terdiri dari variabel 1000ml dan ditambahkan aquades sampai
tetap dan variabel berubah. Variabel tetap tanda batas
pada penelitian ini adalah ukuran ayakan
lolos 100 mesh, proses deproteinasi dan 2.2.2 Tahap Penelitian
demineralisasi mengacu pada metode Hong a. Deproteinasi
(1989), konsentrasi NaOH 3,5%, 2 jam pada Penghilangan protein dengan
suhu 650C, konsentrasi HCl 1N, dengan mereaksikan serbuk cangkang kepiting lolos
lama proses 1 jam pada suhu HCl (ambient 100 mesh dengan NaOH 3,5% dengan
temperature), kecepatan pengadukan 150 perbandingan berat cangkang kepiting
rpm, pengeringan di lakukan selama 4 jam dengan volume larutan 1:10 (b/v), campuran
suhu 1000C. Proses bleaching perbandingan dipanaskan pada suhu 65○C selama 2 jam,
antara serbuk kitin dan pelarut sebesar 1:10 pengadukan 150 rpm. Kemudian
(b/v). didinginkan dan disaring, diambil residunya
Variabel berubah pada penelitian ini dan dicuci menggunakan aquades sampai pH
yaitu variasi pelarut pada proses bleaching netral. Endapan hasil penyaringan
menggunakan pelarut organik Metanol, dikeringkan dalam oven suhu 100 0C selama
Etanol, Aseton, dan Etanol:Aseton (1:1) 4 jam.
dengan perlakuan 24 jam. Pelarut anorganik b. Demineralisasi
menggunakan NaOCl 4%, Ca(OCl)2 3%, Proses demineralisasi dengan
H2O2 3% dengan perlakuan 1 jam. Untuk mereaksikan serbuk hasil proses deproteinasi
kombinasi dari pelarut organik dan dengan HCl 1 N, perbandingan berat serbuk

Jom FTEKNIK Volume 5 Edisi 1 Januari s/d Juni 2018 2


cangkang kepiting dengan volume larutan Proses demineralisasi bertujuan untuk
1:15 (b/v) pada suhu HCl selama 1 jam menghilangkan mineral didalam cangkang
dengan pengadukan 150 rpm lalu disaring kepiting. Proses demineralisasi
untuk diambil residunya, dicuci mengakibatkan kalsium karbonat dan
menggunakan akuades sampai pH netral. kalsium fosfat bereaksi dengan asam klorida
Endapan hasil penyaringan dikeringkan membentuk kalsium klorida, asam karbonat
dalam oven pada suhu 100oC selama 4 jam. dan asam fosfat yang merupakan senyawa
c. Bleaching larut dalam air, sedangkan residu yang tidak
Kitin dilarutkan dengan pelarut larut merupakan senyawa kitin. Reaksi
organic dan anorganik, perbandingan serbuk pelarutan mineral yang terjadi dituliskan
kitin dan volume pelarut 1:10 (b/v). Pelarut pada persamaan reaksi (1) dan (2).
organik menggunakan metanol, etanol,
aseton, dan campuran etanol:aseton (1:1), CaCO3(s)+ 2HCl(l) CaCl2(l) + H2O(g) + CO2(g)
perlakuan 24 jam, pengadukan pada 1 jam Ca3(PO4)2(s) + 6HCl(l) 3CaCl2(l) + 2H3PO4(l)
pertama kemudian perendaman selama 23 CO2 yang dihasilkan terlihat dari buih
jam. Pelarut anorganik menggunakan NaOCl yang terbentuk pada proses demineralisasi.
4%, Ca(OCl)2 3%, H2O2 3% dengan Sehingga HCl harus dituangkan secara
pengadukan selama 1 jam. Kombinasi bertahap untuk menghindari meluapnya CO2.
pelarut menggunakan pelarut organik aseton Dihasilkan endapan kering berwarna kuning
selama 30 menit pengadukan, pemanasan kecoklatan seberat 24,44 gr dari serbuk kitin
50oC, dicuci, dikeringkan dalam oven hasil deproteinasi.
selama 2 jam pada suhu 100oC, kemudian Selanjutnya tahap bleaching bertujuan
diputihkan menggunakan NaOCl 0,315 % menghilangkan pigmen atau zat warna pada
selama 10 menit pengadukan. Sampel yang kitin. Di dalam cangkang kepiting, pigmen
telah di bleaching disaring, dicuci hingga pH karoten berikatan dengan protein. Pada saat
netral dan residu dioven pada suhu 100oC deproteinasi pada suhu tinggi, ikatan pigmen
selama 4 jam. Hasil proses bleaching di yang bebas protein mendominasi menjadi
timbang kemudian dianalisa yield, kadar air, warna merah muda bercampur kuning
kadar abu, uji FTIR dan uji warna dikarenakan adanya pemanasan.
(colorimeter). Bleaching menggunakan pelarut
organik polar menyebabkan larutnya pigmen
3. HASIL DAN PEMBAHASAN karotenoid (astaxanthin) yang juga
3.1 Hasil Isolasi Kitin tergolong polar. Pengadukan selama 1 jam
Cangkang kepiting yang digunakan memberikan kontak lebih luas antara kitin
dalam penelitian ini sebelumnya dihaluskan dan pelarut, melalui proses perendaman
sehingga diperoleh bubuk cangkang kepiting yang semakin lama akan membuka pori-pori
yang lolos ayakan 100 mesh, agar suatu bahan menjadi lebih besar. Hal ini
permukaan kontaknya lebih luas sehingga akan menyebabkan zat warna akan mudah
efektivitas hasil isolasi yang diperoleh dapat berikatan dengan pelarut organik (Kaimudin
meningkat. dan Leounupun, 2016).
Proses deproteinasi dilakukan untuk Penggunaan pelarut anorganik
memisahkan ikatan antara protein dan kitin memberikan perubahan mencolok terhadap
dengan mengekstrak serbuk cangkang dalam warna yang dihasilkan pada kitin sebelum
NaOH panas, protein akan terlepas, dan sesudah bleaching. Hal ini dikarenakan
membentuk Na-proteinat yang larut. Hasil pelarut anorganik NaOCl, Ca(OCl)2 dan
dari proses deproteinasi ini ditandai dengan H2O2 sebagai oksidator kuat akan
serbuk kitin yang berwarna merah muda dan mengoksidasi karotenoid yang ada didalam
filtrat deproteinasi yang berwarna oranye. kitin dalam waktu yang lebih cepat dan
Serbuk hasil deproteinasi yang telah dengan hasil warna yang lebih putih
dikeringkan sebesar 83,45% dari 100 gr dibandingkan pelarut organik. Oksidator
serbuk cangkang kepiting. akan memutuskan ikatan rangkap pada
astaxanthin, sehingga menyebabkan

Jom FTEKNIK Volume 5 Edisi 1 Januari s/d Juni 2018 3


perubahan warna. Pada proses bleaching perlakuan serta pemanasan terhadap kitin
menggunakan pelarut aseton 30 menit, yang menyebabkan pigmen dan pengotor
pengikatan pigmen karotenoid lebih efektif lebih banyak hilang.
karena diiringi dengan pemanasan 500C
sehingga ikatan karotenoid menjadi tidak
stabil, dan akan mempengaruhi proses 3.3 Kadar Air
pemutihan selanjutnya dengan NaOCl Kadar air merupakan salah satu
0,315%, dimana dalam waktu yang 10 menit parameter standar mutu kitin. Kadar Air
dapat memutihkan kitin. Derajat lightness kitin dipengaruhi oleh kelembaban udara
dan whiteness dari kitin diuji dengan sehingga terjadi penyerapan air dari
colorimeter. lingkungan disekitarnya ketika kitin dalam
penyimpanan. Menurut standar mutu SNI-
3.2 Yield
Dalam proses isolasi kitin, berat akhir 7948 kitin komersial diharapkan memiliki
dari setiap proses akan berkurang kadar air kurang dari <12%. Pada penelitian
diakibatkan adanya zat yang hilang dengan ini kitin yang diisolasi memiliki kadar air
penambahan pelarut. Saat proses >2%. Hal ini menunjukkan bahwa kitin yang
deproteinasi yield yang diperoleh sebesar dihasilkan telah memenuhi standar mutu
83,45%, hal ini menunjukkan adanya kadar air yang telah ditetapkan. Menurut No
kehilangan protein, yang larut serta hilang
dkk, (1989) semakin murni kitin yang
selama perlakuan pemanasan. Adanya
pemanasan menyebabkan protein hilang dihasilkan maka akan semakin kuat untuk
tetapi dapat menurunkan yield yang mengikat air, dengan semakin banyaknya
dihasilkan. Pada proses demineralisasi, mineral dan protein yang terbuang pada saat
penurunan nilai yield terjadi dikarenakan isolasi.
banyak kandungan mineral yang terlarut
dihilangkan terutama senyawa kalsium dan 3.4 Kadar Abu
fosfat. Dari proses deproteinasi dan Abu adalah residu anorganik dari
demineralisasi didapatkan yield kitin sebesar pembakaran komponen organik sedangkan
24,44 % dari 100 gr serbuk cangkang mineral merupakan komponen penyusun abu
kepiting. yang terdapat dalam proporsi yang berbeda-
Pada proses bleaching dengan beda tergantung jenis bahan organiknya.
berbagai jenis pelarut, didapatkan yield yang Hasil analisa kadar abu cangkang kepiting
tidak berkurang jauh >98,7%. Dikarenakan bakau kering adalah 51%, sedangkan kadar
zat warna yang terdapat didalam kitin abu kitin tanpa bleaching sebesar 1,75 %
sebagian besar hilang pada saat deproteinasi. dan sesudah bleaching antara 0,95% - 1,35
%. Penurunan kadar abu yang cukup besar
Lamanya perlakuan terhadap kitin
ini dominan terjadi karena proses
menggunakan pelarut organik 24 jam demineralisasi. Hal ini menunjukkan bahwa
mempengaruhi yield dimana akan terjadi kitin yang dihasilkan telah memenuhi
pelarutan pigmen warna hingga dicapai standar mutu kadar abu yang telah
kondisi jenuh. Pada penggunaan pelarut ditetapkan yaitu 5%.
anorganik, yieldnya tidak berbeda jauh
3.5 FTIR
dibandingkan yield pelarut organik akibat
Kitin yang diperoleh dikarakterisasi
sifat anorganik sebagai oksidator kuat, menggunakan spektrofotometer FTIR untuk
sehingga mampu memutihkan kitin dengan menganalisis gugus fungsinya. Secara
yield yang tidak jauh berbeda dengan kualitatif data spektra IR kitin hasil isolasi
penggunaan pelarut organik 24 jam. Namun dan kitin standar memiliki pita serapan yang
pada penggunan pelarut aseton 30 menit, relatif sama. Spektrum kitin tanpa bleaching
suhu 500C diikuti NaOCl 0,315%, nilai yield maupun sesudah bleaching juga memberikan
pola serapan yang sama dengan munculnya
98,5%, lebih rendah dikarenakan adanya dua

Jom FTEKNIK Volume 5 Edisi 1 Januari s/d Juni 2018 4


serapan pada gugus fungsi kitin standar. Hal
ini menunjukkan bahwa pada proses
bleaching, penggunaan pelarut tidak
mempengaruhi gugus fungsi dari kitin.

Gambar 3.2. Tingkat L* a* b* pada Kitin


Hasil Isolasi

hilangnya pigmen berupa senyawa


astaxanthin. Nilai a* bernilai negatif, dapat
dikatakan tidak terdeteksi adanya pigmen
Gambar 3.1. Analisa FTIR (a.) Kitin kemerahan pada kitin. Senyawa astaxanthin
Standar (b.) Kitin Hasil Penelitian
yang berwarna dominan merah-kuning
ataupun oranye ini akan larut dan hilang
Serapan pada daerah 3446,94 cm-1
ketika pencucian. Hal ini menyebabkan nilai
yang menandakan gugus O-H. Pita serapan
b* kitin sesudah bleaching menurun,
pada daerah 3261,77 cm-1 menunjukan N-H
dikarenakan pigmen kuning-oranye pada
pada amida (NHCOCH3). Pita serapan pada
kitin berkurang bahkan hilang.
daerah 2957 cm-1 merupakan karakteristik
Tingkat kecerahan tertinggi yaitu
dari vibrasi ulur C-H (CH3). Daerah dengan
dengan menggunakan pelarut organik aseton
bilangan gelombang 1656,92 cm-1 adalah
diikuti dengan agen pemutih NaOCl 0,315%
vibrasi ulur C=O. Vibrasi bengkokan N-H
dengan tingkat kecerahan (L*) 100%.
muncul pada bilangan gelombang 1573,98
Tingkat kecerahan tertinggi selanjutnya
cm-1. Pita serapan C-N (NHCOCH3) muncul
diikuti dengan penggunaan pelarut
pada bilangan gelombang 1261,51 cm-1.
anorganik, yaitu NaOCl 4%, Ca(OCl)2 3%
Kemudian adanya serapan C-H (CH2) pada
dan H2O2 3%. Dimana bertindak sebagai
1463,07 cm-1. Adanya pita serapan pada
oksidator yang kuat mampu memutihkan
daerah 1203,63 cm-1 menunjukan vibrasi C–
kitin dalam waktu 1 jam. Tingkat kecerahan
O-C. Adanya pita serapan pada daerah
(L*) kitin pada penelitian ini diatas 93,26%,
713,69 cm-1 menunjukan vibrasi N-H
lebih tinggi dibandingkan kitin hasil isolasi
kibasan.
oleh Yen dkk, (2008) dengan tingkat L*
sebesar 55,4%, dan lebih tinggi
3.6 Uji Warna (Colorimeter)
dibandingkan oleh kitin murni yang
Analisa warna terhadap serbuk kitin
dianalisa oleh Yen dkk, (2008) sebesar
dilakukan di Laboratorium Preservasi dan
62,4%.
Pengolahan Hasil Perairan, Institut Pertanian
Bogor. Pengujian menggunakan color
analyzer LUTRON 10 BIT. Nilai L* (tingkat
Lightness) menyatakan tingkat gelap (-)
sampai terang (+). Nilai a* (tingkat
kemerahan) menyatakan tingkat warna hijau
(-) sampai merah (+) dengan kisaran nilai.
Nilai b* (tingkat kekuningan) menyatakan
tingkat warna biru (-) sampai kuning (+).
Pada gambar menunjukkan bahwa
kitin sesudah bleaching memberikan nilai L* Gambar 3.3. Tingkat Whiteness pada Kitin
yang lebih tinggi dikarenakan Hasil Isolasi

Jom FTEKNIK Volume 5 Edisi 1 Januari s/d Juni 2018 5


Dari grafik whiteness menunjukkan 4. KESIMPULAN
bahwa proses bleaching dengan hasil Berdasarkan hasil isolasi kitin dari
terbaik yaitu dengan menggunakan aseton limbah cangkang kepiting tanpa bleaching
yang diikuti dengan agen pemutih NaOCl didapatkan yield sebesar 24,44%, kadar
0,315% dengan tingkat whiteness sebesar air 4%, dan kadar abu 1,75%. Hasil
99,95% dengan kategori warna white. analisa dengan spektrofotometer FTIR
Diikuti oleh pelarut anorganik dengan antara kitin tanpa bleaching dan sesudah
tingkat whiteness diatas 80%. Tingkat bleaching diperoleh serapan-serapan relatif
whiteness kitin dengan pelarut organik sama yang menunjukkan residu hasil
juga cukup jauh terhadap kitin tanpa isolasi adalah kitin dan tidak dipengaruhi
bleaching dengan nilai diatas 72%. Hal ini oleh pelarut proses bleaching. Berdasarkan
menunjukkan bahwa pelarut organik hasil uji warna dengan colorimeter, hasil
mampu mengikat pigmen warna pada terbaik yaitu pada penggunaan pelarut
kitin. organik Aseton diikuti pelarut anorganik
Tingkat whiteness menggunakan NaOCl 0,315% dengan tingkat lightness
aseton dan NaOCl 0,315% adalah yang 100% dan whiteness 99,95%, kategori
tertinggi, hal ini sesuai dengan hasil warna white.
penelitian No dkk, (1989) dimana
penggunaan aseton diikuti dengan agen 5. DAFTAR PUSTAKA
pemutih NaOCl mampu menghilangkan Focher, B., A. Naggi. G., Tarri. A. Cossami.
pigmen warna kitin, dan penggunaan 1992. Structural Differences Between
pelarut organik tanpa diikuti agen pemutih Chitin Polymorphs and Their
membutuhkan waktu lebih dari 1 jam Precipitates From Solution Evidence
hingga didapatkan hasil yang putih. From CP-MASS BrC-NMR.FT-IR
Semakin putih warna kitin yang dihasilkan and FT-Rahman Spectroscopy.
maka mutu kitin semakin bagus karena Charbohidrat Polymer.
kandungan senyawa pengotor semakin Kaimudin, M., Leonupun, M. F. 2016.
sedikit (Susianthy, 2006). Karakterisasi Kitosan dari Limbah
Tingkat whiteness kitin hasil Udang dengan Proses Bleaching dan
penelitian ini >65,86%, ini tergolong Deasetilasi yang Berbeda. Jurnal
tinggi dibandingkan dengan kitin hasil Majalah BIAM 12 (01) 1-7.
isolasi oleh Susianthy (2006) sebesar Muzzarelli, R.A.A. 1977. Chitin.
36,3%-44,35%, dan kitin hasil isolasi Yen Pergamon Press Inc., Maxwell
dkk, (2008) sebesar 43,9%, serta kitin House. New York, U.S.A.
murni yang dianalisa oleh Yen dkk, (2008) No, H.K., Meyers, S.P., Lee, K.S. 1989.
sebesar 59,6%. Perbedaan warna kitin Isolation and Characterization of
yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar Chitin from Crawfish Shell Waste.
3.4. Journal of Agricultural and Food
Chemistry Vol 37 (3).
Susianthy, M. 2006. Pengaruh Jenis Alat
Penggiling Terhadap Karakteristik
Kitin dari Kulit Rajungan. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
a b c Yen, M.T., Yang, J.H., Mau, J.L. 2008.
Physicochemical Chracterization of
Gambar 3.4. Serbuk (a) Cangkang Kepiting Chitin and Chitosan from Crab
(b) Kitin Tanpa Bleaching (c) Kitin Sesudah Shells. Journal Carbohydrate
Bleaching dengan Aseton diikuti NaOCl Polymers 75: 15-21.
0,315%

Jom FTEKNIK Volume 5 Edisi 1 Januari s/d Juni 2018 6

Vous aimerez peut-être aussi