Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
YESSY VELINA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Deteksi dan
Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya
sebagai Anti Hiperglikemik pada Mencit (Mus musculus)” merupakan gagasan
dan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Yessy Velina
G351100051
ABSTRACT
YESSY VELINA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Mayor Mikrobiologi
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Gayuh Rahayu Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini berhasil diselesaikan.
Penelitian ini berjudul “Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada
Mencit (Mus musculus) ” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains pada program studi Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Selama menjalani perkuliahan hingga terselesaikannya tesis ini, penulis
banyak mendapat bantuan moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh
karena itu dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Ir. Yulin Lestari dan drh. Min Rahminiwati, Ph.D. selaku pembimbing
atas kesabarannya dalam memberikan saran, bimbingan, dukungan, serta
kesempatan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Fachriyan Hasmi
Pasaribu atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan
saran dan bimbingan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr. Ence Darmo Supena atas kesediaannya sebagai
penguji mutu lulusan program studi Mikrobiologi Pascasarjana IPB.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Profesor Masafumi Yohda
dan Profesor Masafumi Odaka yang telah memberikan fasilitas dan bimbingan
sebagian dari penelitian ini di Laboratory for Biomolecules and Proteomes, Tokyo
University of Agriculture and Technology (TUAT) Japan, serta terima kasih
penulis sampaikan kepada Profesor Wuled Lenggoro sebagai penyelenggara
program Short Stay / Short Visit for Indonesia Student (SSSV) yang berperan
sebagai penjamin selama penulis berada di Jepang. Dukungan dana untuk
keberangkatan penulis ke Jepang juga di berikan oleh program Indonesia
Managing Higher Education Relevance and Efficiency (IMHERE) B2c IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada program Hibah Pasca Sarjana, DP2M
DIKTI atas nama Dr. Ir. Yulin Lestari yang telah membiayai penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda
tercinta, Ayuk Yona dan kak Ligo, kak Elvan dan Ayuk Iin, kak Elwan dan Ayuk
Linda dan Yolinda serta segenap keluarga atas dukungan, kepercayaan, kesabaran
dan doa demi keberhasilan penulis.
Terima kasih kepada teman-teman program studi Mikrobiologi khususnya
angkatan 2010 yaitu mbak Ike, kak Erwin, Vivi, teh Ukit, kak Sipri, bang Saiful,
mbak Yunita, atas kerjasama dan persahabatan yang telah terjalin selama ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada laskar Yulin Lestari yaitu Annisa,
mbak Dyah, mbak Eka, Sari, Putri, Pak Puji, dan juga untuk seorang teman Tomi
Ramadona terima kasih atas masukan dan doa selama penulis berada di kota
Bogor. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi berikut seluruh
teknisi atas bantuan dan perhatian serta kerjasama yang baik.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Neng Risma Liana,
dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah memberikan masukan dalam
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf
pengajar di Program Studi Mayor Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana IPB atas
segala ilmu yang telah diberikan. Seluruh Staf administrasi atas bantuannya
selama penulis menjalankan tugas belajar di IPB. Serta semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, semoga amal baik yang telah
diberikan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat serta dapat memberikan informasi
untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan
manusia.
Yessy Velina
RIWAYAT HIDUP
Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................... 1
Permasalahan ......................................................................................... 3
Hipotesis............ .................................................................................... 4
TujuanPenelitian .................................................................................... 4
Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Obat ....................................................................................... 5
Brotowali........ ....................................................................................... 6
Mikrob Endofit...................................................................................... 7
Aktinomiset ......................................................................................... 9
Diabetes Mellitus .................................................................................. 10
Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat .................................................. 11
Pengobatan Diabetes Mellitus............................................................... 11
Mikrob Penghasil Inhibitor α-Glukosidase ............................................ .13
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat................................................................................. 15
Bahan..................................................................................................... 15
Alat......................................................................................................... 15
Peremajaan Streptomyces sp. BWA 65.................................................. 15
Penentuan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase........................................ 16
Ketahanan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase terhadap Asam………... 17
Deteksi Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase
Streptomyces sp. BWA 65………..…………………………………... 17
Purifikasi DNA……………………………………………….………. 18
Kloning DNA dengan T-Vektor pMD20…………………………….. 18
Transformasi ......................................................................................... 18
Polymerase Chain Reaction (PCR) Koloni .......................................... 19
Pemotongan dengan Enzim Restriksi .................................................. 20
Sekuensing DNA .................................................................................. 20
Uji Kemampuan Ekstrak Etil Asetat Streptomyces sp. BWA 65
Dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Mencit (In vivo)................ 21
Penentuan Dosis Ekstrak Isolat Terpilih................................................ 22
Aktivitas Antihiperglikemik Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)…... 22
Aktivitas Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin................ 22
Analisis Data.......................................................................................... 23
HASIL
Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65..….…... 25
Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase pada Kondisi Asam………………. 25
Amplifikasi gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase………….………….. 26
Kloning Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase………………. 26
Analisis Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase
Acarbose dengan Database di GenBank………..…………………….. 28
Aktivitas Antihiperglikemik Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ..... 28
Aktivitas Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin................ 29
PEMBAHASAN.. ........................................................................................ 31
SIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 37
LAMPIRAN................................................................................................. 45
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur acarbose..................................................................................... 13
2 Aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat
Streptomyces sp.BWA 65…...………………………………………..... 25
3 Perbandingan aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65 pada pH 8 dan pH 4…………….….….….. 25
Halaman
1 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 1 m ........... 17
2 Pereaksi untuk ligasi menggunakan T-Vektor PMD20 ........................... 18
3 Komposisi enzim restriksi ........................................................................ 20
4 Reaksi PCR untuk siklus sekuensing menggunakan ABI BigDye
Terminator................................................................................................ 20
5 Hasil kemiripan sekuen nukleotida gen Sedoheptulosa
7-fosfat siklase acarbose pada program BLAST ..................................... 28
6 Pengaruh pemberian ekstrak etil asetat Streptomyces sp.
BWA 65 terhadap kadar glukosa darah mencit selama 180
menit perlakuan ....................................................................................... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Perhitungan dosis ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65
yang dicekok berdasarkan uji aktivitas inhibitor α-
glukosidase………………………………………………………………... 45
2 Dosis acarbose yang dicekok ke hewan coba mencit berdasarkan
bobot badan………………………………………………………..……. ... 46
3 Analisis statistika aktivitas antihiperglikemik tes toleransi
glukosa oral (TTGO)……………………………………………………… 47
4 Hasil analisis statistika aktivitas antihiperglikemik ekstrak etil asetat
pada mencit penderita diabetes yang diinduksi dengan
streptozotosin……………… ....................................................................... 48
5 Hasil penjajaran melalui BLASTN sekuen 300 bp yang teramplifikasi
gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase pada Streptomyces sp. BWA 65 ........... 49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit kronis seperti diabetes, menjadi masalah dunia yang jumlah
penderitanya terus meningkat, termasuk di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memprediksi bahwa jumlah penderita diabetes di dunia akan meningkat
dari 171 juta di tahun 2000 menjadi 366 juta di tahun 2030 (Wild et al. 2004).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang terkait dengan gangguan
metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia akibat dari tidak adanya sekresi
insulin dari sel beta pankreas dan akibat dari resistensi reseptor terhadap insulin.
Penyakit DM terbagi atas DM tipe 1 yang disebabkan kerusakan sel beta pankreas
dan DM tipe 2 yang disebabkan oleh defisiensi insulin (CDA 2008).
Salah satu terapi dalam pengobatan diabetes yang dapat diterapkan adalah
dengan menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Hal ini dilakukan dengan
cara memperlambat penyerapan glukosa melalui penghambatan pemecahan
karbohidrat oleh α-glukosidase dan α-amilase dalam saluran pencernaan. Obat-
obat kimia yang digunakan untuk mengobati DM tipe 2 yaitu golongan
sulfonylurea, biguanida, inhibitor α-glukosidase, thiazolidinediones dapat
menurunkan kadar gula darah dengan mekanisme yang berbeda. Salah satu
mekanisme kerja obat tersebut diatas adalah sebagai inhibitor α-glukosidase
seperti acarbose, miglitol dan voglibose yang digunakan untuk menunda
penyerapan glukosa di usus halus sehingga terjadi penurunan kadar glukosa
setelah makan. Obat-obat ini sering digunakan untuk mengobati pasien penderita
DM tipe 2 (Laar et al. 2005, Hanefeld et al. 2008). Akan tetapi obat tersebut
dapat memiliki efek samping seperti hipoglikemia, menimbulkan keracunan asam
laktat dan gangguan pencernaan (Li et al. 2004). Acarbose adalah
pseudooligosakarida yang berperan sebagai kompetitor α-glukosidase karena
hampir tidak dicerna dan tidak bersifat racun (Wehmeier & Piepersberg 2004,
Laube 2002).
Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya memiliki potensi besar untuk
mengembangkan obat herbal (Radji 2005). Penggunaan obat herbal secara umum
dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena
2
obat herbal diakui memiliki efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan
dengan obat modern (Sari 2006). Tanaman obat antidiabetes yang telah lama
digunakan masyarakat antara lain brotowali (Tinospora cordifolia W), pare
(Momordica charantia L) dan mimba (Azardirachta indica ) (Jung et al. 2006).
Lebih lanjut telah diketahui bahwa ekstrak brotowali memiliki efek
antihiperglikemik (Noor & Aschrof 1998).
Mikrob endofit adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada
periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan
tanaman tanpa membahayakan inangnya. Mikrob endofit menghasilkan senyawa
bioaktif yang dapat berfungsi sebagai antioksidan, antibiotik, antivirus,
antikanker, bioinsektisida, imunosupresif, serta antidiabetik (Strobel & Daisy
2003). Beberapa mikrob endofit mampu menghasilkan senyawa fitokimia atau
metabolit sekunder sama dengan tanaman inangnya. Kemampuan mikrob dalam
memproduksi metabolit yang identik tersebut diduga akibat dari transfer genetik
(genetic recombination) dalam kurun waktu evolusi dari tanaman inang ke dalam
mikrob endofit (Tan & Zou 2001).
Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya
seperti Colletotrichum sp. diisolasi dari tanaman Artemisia annua. Mikrob ini
menghasilkan metabolit artemisinin yang sangat potensial sebagai anti malaria
(Lu et al. 2000). Metabolit paclitaxel dan derivatnya merupakan senyawa
diterpenoid berkhasiat sebagai antikanker yang diekstrak dari tanaman Taxus.
Paclitaxel ternyata juga dapat dihasilkan oleh mikrob endofit dari tanaman
inangnya (Strobel et al. 2002). Jenis mikrob endofit lain yang diisolasi dari
tanaman Grevillea pteridifolia juga mampu menghasilkan metabolit kakadumycin
yang berkhasiat sebagai anti malaria (Castillo et al. 2003). Geotrichum sp. yang
diisolasi dari Crassocephalum crepidioides menghasilkan senyawa metabolit
sekunder dihydroisocoumarin yang memiliki potensi antimalaria, antituberkulosis
dan antifungal (Kongsaeree et al. 2003). Cytonaema sp. dapat menghasilkan
metabolit cytonic acid A dan B, yang struktur molekulnya merupakan isomer p-
tridepside, berhasiat sebagai anti virus. Cytonic acid A dan B ini merupakan
protease inhibitor dan dapat menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia
(Guo et al. 2000). Streptomyces griseorubiginosus yang di isolasi dari tanaman
Musa acuminata menghasilkan metabolit sekunder yang mampu melawan
Fusarium oxysporum sp. Cubense (Cao et al. 2004).
Aktinomiset diketahui sebagai mikrob utama penghasil metabolit sekunder
dengan beragam fungsi seperti antibiotik, anti tumor, anti virus, anti fungi yang
bermanfaat dibidang kesehatan (Dehnad et al. 2010, Hyun et al. 2005). Anggota
aktinomiset yang dapat menghasilkan inhibitor α-glukosidase acarbose adalah
Actinoplanes sp. SE50/110 yang sudah dikomersialkan dalam bentuk produk
glucobay oleh perusahaan Bayer (Zhang et al. 2003b), Micromonospora sp.
VITSDK3 (EU55138) (Suthindiran et al. 2009), Actinoplanes sp. A56 (Wei et al.
2010), Actinoplanes sp. CKD485-16 (Choi & Shin 2003) dan Streptomyces
glaucescens (Rockser & Wehmeier 2008).
Brotowali merupakan tanaman obat yang secara turun temurun digunakan
sebagai obat antidiabetes. Tanaman obat ini ternyata mengandung aktinomiset
endofit. Pujiyanto (2012) melakukan penapisan kemampuan inhibitor -
glukosidase terhadap 32 isolat aktinomiset endofit brotowali dan mendapatkan
bahwa Streptomyces sp. BWA 65 memiiki kemampuan tertinggi. Namun
demikian, sejauh ini kajian tentang gen penghasil inhibitor -glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 yaitu Sedoheptulosa 7-fosfat siklase belum diketahui.
Pengaruh ekstrak Streptomyces sp. BWA 65 yang mengandung senyawa inhibitor
-glukosidase dalam menurunkan kadar glukosa darah secara in vivo juga belum
diketahui. Langkah penting tersebut diperlukan untuk pengembangan
kemampuannya sebagai inhibitor -glukosidase.
Permasalahan
Berdasarkan fakta bahwa penderita diabetes di Indonesia terus meningkat,
sedangkan Indonesia memiliki kekayaaan dan keragaman aktinomiset yang tinggi.
Aktinomiset diketahui merupakan penghasil utama metabolit sekunder dengan
beragam fungsi penting di bidang kesehatan diantaranya sebagai obat antidiabetes.
Penelitian sebelumnya telah berhasil memperoleh Streptomyces sp. BWA 65
endofit brotowali yang memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase. Namun
demikian, gen yang memproduksi inhibitor -glukosidase oleh Streptomyces sp.
BWA 65 belum diketahui. Gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase diketahui
4
Hipotesis
Streptomyces sp. BWA 65 memiliki gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase
acarbose dan pada konsentrasi tertentu, senyawa inhibitor -glukosidase yang
dihasilkannya dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi gen Sedoheptulosa 7-fosfat
siklase dan mengkaji kemampuan senyawa bioaktif inhibitor α-glukosidase yang
dihasilkan oleh Streptomyces sp. BWA 65 dalam menurunkan kadar glukosa
darah mencit secara in vivo.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah bahwa
Streptomyces sp. BWA 65 endofit brotowali memiliki gen penghasil inhibitor α-
glukosidase penurun kadar glukosa darah pada hewan coba mencit. Informasi
ilmiah yang diperoleh dari hasil penelitian ini bermanfaat sebagai dasar
pengembangan obat antidiabetes berbasis metabolit sekunder yang dihasilkan
Streptomyces sp. BWA 65 sebagai inhibitor α-glukosidase.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Obat
Tanaman obat merupakan penghasil metabolit sekunder yang dapat
berfungsi sebagai bahan baku obat untuk beragam penyakit termasuk diabetes
(Radji 2005). Metabolit sekunder asal tanaman obat yang berpotensi sebagai
antidiabetes dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimia yaitu alkaloid,
terpenoid, flavonoid, dan fenol (Jung et al. 2006). Menurut Li et al. (2004)
metabolit sekunder yang dikembangkan sebagai obat herbal baru untuk
pengobatan diabetes di Cina termasuk ke dalam golongan polisakarida, terpenoid,
flavonoid, sterol, dan alkaloid.
Grover et al. (2002) mengidentifikasi setidaknya ada 45 jenis tanaman
obat tradisional Asia India berupa produk murni dan ekstrak kasar yang efektif
dalam mengobati diabetes dan komplikasinya. Tanaman tersebut diantaranya
adalah Ayurveda, Allium cepa, Allium sativum, Cajanus cajan, Coccinia indica,
Caesalpinia bonducella, Eugen jambolana, Ficus bengalenesis, Gymnema
sylvestre, Momordica charantia, Murraya koeingii, Ocimum sanctum syn.Tenuit,
Pterocarpus marsupium, Swertia chirayita, Syzigium cumini, Tinospora
cordifolia, Trigonella dan Azardirachta indica .
Tanaman obat yang berpotensi sebagai antidiabetes mempunyai beragam
mekanisme kerja. Beberapa mekanisme tanaman obat dalam menurunkan kadar
glukosa darah yang telah teridentifikasi diantaranya adalah merangsang sel pulau
langerhans pankreas untuk melepaskan insulin, menghambat kerja enzim yang
dapat meningkatkan kadar glukosa darah, meningkatkan jumlah dan kepekaan
situs reseptor insulin terhadap insulin, mengurangi pengeluaran glikogen,
meningkatkan penggunaan glukosa pada jaringan dan organ, membersihkan
radikal bebas, menghambat peroksidasi lipid dan memperbaiki gangguan
metabolisme lipid dan protein (Li et al. 2004). Terpenoid dan polifenol dari
tanaman berpotensi sebagai antidiabetes dalam menurunkan kadar glukosa darah
menurut Jung et al. (2006) terjadi melalui mekanisme penghambatan terhadap
kerja alfa glukosidase dan aldose reduktase.
6
Mikrob Endofit
Mikrob endofit adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada
periode tertentu. Mikrob ini mampu hidup dengan membentuk koloni dalam
jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Mikrob endofit menghasilkan
senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai antioksidan, antibiotik, antivirus,
antikanker, bioinsektisida, imunosupresif, serta antidiabetik (Strobel & Daisy
2003). Beberapa mikrob endofit diketahui mampu menghasilkan metabolit
sekunder atau senyawa fitokimia sama dengan tanaman inangnya. Hal ini diduga
terbentuk akibat adanya transfer genetik (genetic recombination) dalam kurun
waktu evolusi tertentu dari tanaman inangnya ke dalam mikrob endofit (Tan &
Zou 2001). Beragam mikrob endofit yang telah berhasil diisolasi dari tanaman
inangnya (Strobel & Daisy 2003, Hasegawa et al. 2006) dideskripsikan sebagai
berikut:
1. Mikrob endofit penghasil antibiotik
Fusarium sp. endofit tanaman Sellaginella pallescens memiliki potensi
sebagai antifungi terhadap Candida albicans (Brady & Jon 2000). Colletotrichum
gleosporioides endofit tanaman Artemisia mongolica menghasilkan senyawa
metabolit sekunder asam Colletrotic yang dapat menghambat pertumbuhan
Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, dan Sarcina lutea (Zou et al. 2000).
Colletotrichum sp. endofit tanaman Artemisia annua memproduksi senyawa
8
Aktinomiset
Aktinomiset termasuk kelompok bakteri Gram positif yang mempunyai
kandungan Guanine-Cytosine (GC) tinggi (high GC Gram positive bacteria)
antara 63–78% (Madigan et al. 2006). Aktinomiset dikenal memiliki kemampuan
menghasilkan metabolit sekunder seperti antibiotik, anti tumor, antidiabetik, anti
virus, anti jamur dan lain-lain (Strobel & Daisy 2003, Dehnad et al. 2010).
Aktinomiset dengan hifa tumbuh cepat, membentuk miselium aerial, memiliki
spora yang tersusun berantai seperti spiral atau heliks tergolong streptomiset.
Aktinomiset yang tidak membentuk miselium aerial tergolong non streptomiset
(rare actinomycetes). Streptomyces merupakan genus paling banyak (77%) dari
kelompok streptomiset. Genus yang tergolong non streptomiset antara lain
Actinomadura, Actinoplanes, Mycobacterium, Nocardia, Saccharopolyspora,
Microbispora, dan Micromonospora. Morfologi rantai spora, permukaan spora,
warna miselium serta pigmentasi dapat dijadikan dasar klasifikasi hingga level
spesies (Miyadoh & Otoguro 2004).
Klasifikasi aktinomiset genus Streptomyces dalam Miyadoh (1997) yaitu :
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Sub kelas : Actinobacteridae
Ordo : Actinomycetales
Sub ordo : Streptomycineae
Famili : Streptomycetaceae
Genus : Streptomyces
Species : Streptomyces sp.
Perbedaan dalam bentuk dan pembentukan filamen aerial serta
munculnya struktur spora dari beberapa spesies merupakan bagian utama yang
10
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik ditandai dengan
tingginya glukosa dalam darah. Bila tidak segera ditangani, penyakit ini akan
mengarah pada komplikasi utama, seperti diabetes neuropati, retinopati dan
penyakit kardiovaskuler (Sheetz & George 2002, He & King 2004).
Penyakit DM terbagi atas DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 dikenal
sebagai diabetes tergantung Insulin (IDDM). Selain terjadi pada orang dewasa,
DM tipe 1 juga dapat terjadi pada anak-anak dan remaja. Penyakit DM tipe 1
terjadi karena ada kerusakan sel beta pankreas pulau langerhans yang berakibat
pada berkurangnya produksi insulin sehingga dampak dari DM tipe 1 hanya dapat
dikendalikan dengan pemberian Insulin. Diabetes Mellitus tipe 2 disebut juga
diabetes tidak tergantung insulin (NIDDM), terjadi karena adanya gangguan
sekresi insulin pankreas atau menurunnya sensitifitas reseptor terhadap insulin ke
dalam jaringan terutama otot dan hati. Umumnya DM tipe 2 disertai dengan
kegemukan (obesitas), dislipidemia, hipertensi, hiperinsulinemia, fibrinolisis,
disfungsi endotel, peradangan, dan aterosklerosis prematur (Inzucchi 2002, Sheetz
& George 2002, CAD 2008). Pengobatan DM tipe 2 ini dapat diobati dengan
obat-obatan kimia yaitu golongan sulfonylurea, biguanida, inhibitor α-
glukosidase, thiazolidinediones (Li et al. 2004 ) dan dapat juga dengan tanaman
obat herbal (Jung et al. 2006).
Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori yang memiliki polimer
polisakarida. Sebelum dicerna didalam tubuh karbohidrat terlebih dahulu dipecah
menjadi monomer yaitu unit paling sederhana yang disebut monosakarida. Untuk
memecah polisakarida diperlukan dua enzim utama yaitu α-amilase dan α-
glukosidase. Pencernaan karbohidrat dimulai dari mulut, dengan adanya enzim α-
amilase yang dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Enzim ini memecah karbohidrat
sekitar 5 % dan kemudian di degradasi di dalam lambung. Pencernaan karbohidrat
selanjutnya dilakukan di usus halus oleh adanya enzim α-amilase yang dihasilkan
oleh pankreas. Enzim α-amilase dapat menghidrolisis sempurna amilosa menjadi
maltose (disakarida) dan glukosa. Selanjutnya enzim α-glukosidase yang
dihasilkan di usus halus dapat menghidrolisis secara sempurna laktosa, maltosa
dan sukrosa menjadi unit monosakarida. Hanya unit monosakarida yang mampu
diserap didalam darah. Glukosa dan monosakarida lainnya seperti fruktosa dan
galaktosa yang merupakan hasil dari hidrolisis sukrosa dan laktosa diabsorpsi dari
usus halus melalui vena portal hepatika menuju hati. Dari hati monosakarida yang
tidak digunakan secara langsung akan disimpan sebagai glikogen. Glukosa
kembali akan memasuki aliran darah sebagai glukosa bebas (kadar glukosa dalam
darah) untuk dibawa ke jaringan dan dioksidasi melalui jalur glikolisis untuk
menghasilkan energi yang diperlukan oleh tubuh (FAO 1998).
2. Golongan Thiazolidinediones
Thianizolidinediones bekerja pada jaringan lemak, otot dan jaringan hati
seperti metformin. Obat ini dapat menurunkan lipolisis pada jaringan lemak,
menurunkan produksi asam lemak bebas, mengurangi resistensi insulin pada
jaringan otot dan hati. Obat ini dapat mengurangi glukoneogenesis dalam hati,
meningkatkan ambilan glukosa oleh hati dan sel otot, meningkatkan produksi
insulin dengan memperbaiki sel beta pankreas (Nancy & Bohannon 2002).
3. Golongan Biaguanide
Turunan biaguanide adalah metformin yang memperbaiki sensitivitas insulin,
menurunkan glukoneogenesis hati dan meningkatkan pengambilan glukosa oleh
sel hati dan sel otot. Obat ini juga menghambat lipolisis dalam jaringan lemak,
dan mengurangi pelepasan asam lemak bebas (Sheetz & George 2002).
4. Golongan Inhibitor α-Glukosidase
Enzim α-glukosidase berperan dalam proses metabolisme karbohidrat dan
glikoprotein. Enzim ini berfungsi mengkatalisis pelepasan glukosa dari
oligosakarida dan polimer penyimpanan seperti pati dan glikogen (Cheng &
Fantus 2005). Inhibitor α-glukosidase (misalnya acarbose, miglitol dan
voglibose) menyebabkan pembentukan glukosa terhambat di usus halus sehingga
penyerapan glukosa tertunda. Hal ini mengakibatkan kadar glukosa setelah
makan menjadi rendah. Obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah
acarbose. Dalam pengobatan diabetes, acarbose sering digunakan untuk
pengobatan pasien DM tipe 2 (Laar et al. 2005, Hanefeld et al. 2008).
Acarbose adalah pseudooligosakarida yang memiliki kemampuan
menghambat kerja enzim α-glukosidase di dalam saluran pencernaan sehingga
dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
postprandial. Acarbose memiliki nama kimia O-4,6-dideoxy- 4-[[(1S, 4R, 5S,
6S)-4,5,6-trihydroxy-3-(hydroxymethyl)-2-cyclohexen-1-yl]amino]-(alpha)-D-
glucopyranosyl-1(1→4)O-(alpha)-D-glucopyranosyl-(1→4)-D-glucose. Acarbose
memiliki rumus empirik C25H43NO18 bersifat larut dalam air (Wehmeier &
Piepersberg 2004, Shibao et al. 2007). Struktur kimia acarbose adalah sebagai
berikut :
Gambar 1 Struktur acarbose terbagi atas bagian cylitol tidak jenuh (A),
aminodeoxyhexose atau acarviosine (B) dan maltose (cincin C dan D)
(Brunkhorst & Erwin 2005).
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan galur
deutsch democratic Yokohama (ddY) yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka
LPPM-IPB, Streptomyces sp. BWA 65 koleksi Dr. Ir. Yulin Lestari, yang telah
diketahui memiliki aktivitas inhibisi tertinggi terhadap enzim α- glukosidase.
Media Mikrobiologi yang digunakan adalah Natrium Agar (NA), International
Streptomyces Project (ISP) No.2 dan No.4, Enzim α- glukosidase (Sigma; USA),
Na2CO3, dimetilsulfoksida, dan p-nitrofenil α-Dglukopiranosida, bufer fosfat (pH
7,0), streptozotosin, glukosa 10 %, akuades, lisozim; sodium dodecyl sulfate
(SDS); cetyl trimetyl ammonium bromide (CTAB); kit PCR Ex Takara (Japan),
®
GeneClean II KIT (Qbiogene, Japan), T-vektor pMD20, 2 x ligation Mix,
Buffer sekuensing Big Dye, Enzim restriksi Xba I, Bam HI-HF, Big Dye
terminator Cycle sequencing Kits (v3.1).
Alat
Alat yang digunakan adalah mesin PCR 2400 (Japan), mesin sekuenser
Applied Biosystem 3130 xl Genetic Analyzer (Japan), spektrofotometer,
sentrifuse, freeze dryer (Takara; Japan), water bath, laminar air flow, jarum suntik
dan alat-alat standar laboratorium Mikrobiologi.
(51 mg biomassa/mL) dimasukkan dalam 100 mL media cair ISP no.4. Inkubasi
dilakukan pada suhu ruang menggunakan inkubator bergoyang dengan kecepatan
120 rpm selama tujuh hari untuk kemudian digunakan sebagai starter inokulum.
Ekstrak kasar BWA 65 diperoleh dengan cara menginokulasi starter inokulum
sebanyak 100 mL (100 mg biomassa/mL) ke dalam 5 liter media ISP no.4 selama
14 hari di dalam fermentor. Selanjutnya ekstrak kasar diekstrak dengan etil asetat
dengan perbandingan volume 1:1. Ekstrak kemudian dikeringkan dengan
evaporator. Ekstrak kering digunakan untuk penentuan daya hambat larutan
terhadap aktivitas α-glukosidase (Suthindiran et al. 2009).
Ekstrak - - 10 10
DMSO 10 10 - -
Buffer 50 50 50 50
Subtrat 50 50 50 50
Preinkubasi 37ºC, 5 menit
Enzim - 50 - 50
Preinkubasi 37ºC, 15 menit
Na2CO3 800 800 800 800
(Moon et al. 2011)
sampai dengan volume 25 µl. Produk PCR gen target menggunakan primer ini
adalah 1068 bp. Siklus PCR yang dilakukan terdiri dari denaturasi awal 94⁰C
selama 2 menit, dilanjutkan dengan 25 siklus denaturasi 94⁰C selama 15 detik,
penempelan primer 55⁰C selama 15 detik, pemanjangan 72⁰C selama 45 detik,
dan pemanjangan akhir selama 5 menit.
Purifikasi DNA
Gel yang mengandung DNA target kemudian dipurifikasi dari gel
menggunakan GeneClean II®KIT (Qbiogene, Japan). DNA dikuantifikasi
menggunakan spektrofotometer NanoDrop ND-2000 (Thermo scientific, Jepang).
Total volume 5
Transformasi
Transformasi dilakukan dengan metode renjatan panas (heat shock).
Sebanyak 5 µl pereaksi ligasi ditambahkan ke dalam suspensi sel E. coli DH5α
yang telah kompeten (bakteri yang siap bertransformasi dengan dinding sel yang
permeable dan dapat dilalui oleh DNA plasmid) (Hanahan 1983). Campuran ini
diletakkan selama 3 menit di tempat berisi es, kemudian dilakukan perlakuan
renjatan panas pada suhu 42 C selama 45 detik. Tabung berisi campuran pereaksi
ligasi dan E. coli DH5α kompeten diinkubasi pada tempat berisi es secara cepat
selama 3 menit. Selanjutnya dilakukan penambahan 200 μl media SOC cair pada
tabung perlakuan dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 45 menit kemudian
campuran disebarkan pada media Luria Bertani (LB) yang mengandung ampisilin
100 mg/mL, Isopropyl Beta-d-Thiogalactopyranoside (IPTG) 100 μl, dan X-Gal
100 μl. Inkubasi campuran dilakukan selama 24 jam pada suhu 37 C dan
dilakukan pengamatan warna terhadap koloni yang tumbuh. Koloni putih
mengandung sisipan DNA sebanyak 300 bp.
Template 1 Template 1
10 x NeBuffer 4 4 10 x NeBuffer 4 2
Bam HI-HF 1 Bam HI-HF 1
ddH2O 16 Xba I 1
ddH2O 16
Total 20 Total 20
Campuran tersebut diinkubasi semalam pada suhu 37 C. Apabila hasil
pemotongan plasmid menunjukkan hasil yang positif, maka dilakukan sekuensing.
Sekuensing DNA
Plasmid yang telah positif mengandung sisipan DNA disekuen
menggunakan Applied Biosystem Big Dye Terminator Cycle Sequencing Kits
(v3.1) dengan menggunakan primer M13: primer RV sebagai primer forward dan
M13 primer 14 sebagai primer reverse. Campuran reaksi PCR untuk siklus
sekuensing dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 4 Reaksi PCR untuk siklus sekuensing menggunakan ABI BigDye
Terminator
Tahap Perlakuan
Penentuan Dosis Ekstrak Isolat Terpilih
Dosis diperoleh dengan membandingkan daya hambat pada acarbose
glucobay dengan hasil uji in vitro ekstrak yang menghasilkan aktivitas senyawa
inhibitor α-glukosidase terbaik (Lampiran 1).
Analisis Data
Semua data ditampilkan dalam bentuk nilai rerata ± standar deviasi (Mean
± SD). Data yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dianalisis secara
statistik menggunakan metode sidik ragam (ANOVA) sistem Rancangan Acak
Lengkap Faktor Tunggal (RAL) dengan program Statistical Analysis System
(SAS) versi 9.1.3. Jika data signifikan dilanjutkan dengan uji Duncan taraf nyata 5
%.
24
HASIL
80
60
40
20
0
Acarbose 10 1 0.1 0.01
1%
Konsentrasi (mg/ml)
100
80
% Inhibisi
60
40
20
0
pH 8 pH 4
Konsentrasi 1 mg/ml
Gambar 3 Perbandingan aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65 pada pH 8 dan pH 4.
26
1 M
2000 bp
1000 bp
500 bp
300 bp
100 bp
Koloni putih bakteri E. coli DH5α yang tumbuh pada medium selektif LB
mengandung ampisilin 100 mg/mL (Gambar 5), setelah dilakukan kloning dengan
plasmid pMD20 mengandung sisipan sebanyak 300 bp pada PCR koloni . Ukuran
sisipan sekitar 121 bp merupakan Multicloning sites (MCS) pada plasmid pMD20,
sehingga pita yang teramplifikasi sekitar 421 bp (Gambar 6).
19329
3472
1882
925
421
bp 1 2 M1M 2
3000 bp
2700 bp
300 bp
Gambar 7 Verifikasi DNA Sisipan dengan lajur 1. Plasmid rekombinan Bam Hf-
HI, 2. Plasmid rekombinan Bam HF-HI + Xba I. M1 = Marker 1 kb,
M2 = Marker 100 bp.
28
350
300
250
(mg/dL)
200
150
100
50
0
0 30 60 120 180
Menit
Gambar 8 Kadar glukosa darah normal dan hiperglikemia serta acarbose yang
mendapat ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 (1, 10 dan
100 kali berturut-turut). Ekstrak P1, Ekstrak P2,
bbbbb Ekstrak P3, Sukrosa, Kontrol +, Kontrol -.
Data analisis varian pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
pemberian perlakuan P3 (3.6 mg/30 g BB) ekstrak etil asetat berbeda nyata
dengan Sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB). Perlakuan P3 berbeda nyata terhadap P1
dan P2. Daerah di bawah kurva (Area Under the Curve = AUC) antara kadar
glukosa darah terhadap waktu menunjukkan nilai AUC 626.5 mg.jam/dL setelah
pemberian sukrosa (Tabel 6). Pemberian acarbose menyebabkan 34.04 %
penurunan nilai AUC yaitu menjadi 413.3 mg.jam/dL. Pemberian ekstrak etil
asetat Streptomyces sp. BWA 65 pada konsentrasi P1 mampu menurunkan AUC
sebesar 9.96% sedangkan P2 sebesar 18.91% dan penurunan AUC tertinggi terjadi
pada P3 sebesar 24.71% dengan nilai AUC pada P3 sebesar 75.29%.
*Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak menunjukkan
adanya perbedaan dari perlakuan yang diberikan menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %.
240
ar Glukosa Darah (mg/dL)
200
160
120
80
30
200
(mg/dL)
150
100
50 17.1 26 19.6 23.9
10.7
0
K- K+ P1 P2 P3
Perlakuan
Gambar 10 Perubahan kadar glukosa darah mencit setelah di induksi dengan
streptozotosin pada hari ke 0 dan hari ke 15 percobaan. Hari Ke 0,
aaHari Ke 15, Prosentase Penurunan KGD.
PEMBAHASAN
Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 pada konsentrasi 10 mg/mL
dan 1 mg/mL mampu menghambat aktivitas α-glukosidase masing-masing
sebesar 65.5% dan 63.3%, sedangkan acarbose (10 mg/mL) memiliki daya
hambat 71.2% (Gambar 2). Rendahnya aktivitas inhibisi ekstrak dibandingkan
dengan acarbose, kemungkinan berkaitan dengan tingkat kemurnian dari ekstrak
yang digunakan. Ekstrak yang digunakan pada penelitian ini masih berupa
ekstrak kasar sedangkan acarbose adalah produk komersial yang berbentuk
sediaan murni selain itu acarbose merupakan inhibitor kuat terhadap metabolisme
sukrosa (Ghadyale et al. 2012) melalui inhibisi terhadap aktivitas α-glukosidase.
Enzim α-glukosidase adalah suatu enzim yang dapat menghidrolisis
substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa menjadi produk p-nitrofenol yang
berwarna kuning dan glukosa (Moon et al. 2011). Aktivitas Inhibitor α-
glukosidase acarbose bersifat kompetitif terhadap enzim, sehingga menghalangi
sisi aktif enzim untuk berikatan dengan substrat dalam membentuk kompleks
enzim substrat. Akibatnya, produk p-nitrofenol dan glukosa tidak terbentuk (Kim
et al. 2005).
Kemampuan inhibisi 1 mg/ mL ekstrak etil asetat Streptomyces BWA 65
dipengaruhi pH seperti ditunjukkan Gambar 3. Pada pH 4 daya inhibisi ekstrak
etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 mengalami penurunan dari 63.3% menjadi
40.6%. Aktivitas enzim dipengaruhi konsentrasi, suhu dan pH. Enzim memiliki
pH optimum untuk dapat bekerja, sehingga perubahan pH akan menurunkan kerja
enzim. Hal ini dapat terjadi karena struktur enzim yang dipengaruhi oleh ikatan
ion. Apabila terjadi perubahan pH secara drastis maka terjadi perubahan pada
ikatan ion yang mengakibatkan perubahan struktur enzim dan situs aktif enzim,
akibatnya enzim tidak dapat bekerja menempel pada substrat (Cunha et al. 2010).
Aktivitas inhibitor α-glukosidase ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65
rentan terhadap perubahan pH. Enzim dapat memiliki rentang pH optimum yang
berbeda, seperti inhibitor α-glukosidase Archidendron jiringa yang dilaporkan
bekerja pada pH optimum 8-10 (Virounbounyapat et al. 2012).
Pengaruh pH terhadap aktivitas suatu senyawa aktif dapat
dihindari/dikurangi dengan melakukan pendekatan formulasi berupa penyalutan
32
untuk mempertahankan sifat fisikokimia suatu enzim dari pengaruh pH, sehingga
dapat mempertahankan potensi senyawa metabolit sekunder sebagai obat baru
dalam bidang farmakologi (Stella 2006). Kriteria penyalutan dilakukan dengan
tujuan untuk melindungi obat dari paparan asam lambung, yaitu obat tetap berada
pada kondisi pH sekitar 5.5 sampai dengan netral sesuai dengan pH pada usus
halus. Hal ini menjaga agar tidak terjadi penurunan aktivitas obat dan sesuai
dengan hasil yang diinginkan (Chakraborty et al. 2009).
Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki aktivitas inhibisi
terhadap enzim α-glukosidase karena ekstrak tersebut mengandung senyawa
inhibitor α-glukosidase. Streptomyces sp. BWA 65 diketahui mengandung gen
penyandi pembentukan inhibitor α-glukosidase tersebut. Hasil deteksi dan
kloning gen inhibitor α-glukosidase pada Streptomyces sp. BWA 65 menunjukkan
bahwa Streptomyces sp. BWA 65 dapat mengamplifikasi gen sedoheptulosa 7-
fosfat siklase yang merupakan senyawa perantara dalam menghasilkan inhibitor
α-glukosidase acarbose (Tabel 5).
Sedoheptulosa 7-fosfat siklase adalah enzim yang mengkatalisis siklisasi
Sedoheptulosa 7 fosfat menjadi 2-epi-5-epi-valiolone dalam biosintesis C7N-
aminocyclitol produk alami yang dihasilkan mikrob. Hasil dari siklisasi 2-epi-5-
epi-valiolone merupakan prekusor pembentukan C7N-aminocyclitol yaitu berupa
validamycin dan acarbose yang bermanfaat dalam bidang kesehatan dan pertanian.
Validamycin adalah antifungi yang memiliki aktivitas inhibisi terhadap trehalase
dan digunakan untuk mengendalikan penyakit selubung hawar tanaman padi
disebabkan oleh Rhizoctonia solani (Mahmud et al. 2001).
Acarbose sebagai inhibitor α-glukosidase digunakan dalam pengobatan
penyakit DM tipe 2. Acarbose bekerja sebagai inhibitor kompetitif enzim α-
glukosidase yang memutus ikatan glikosidik dalam mengkatalisis pelepasan
glukosa, yang menyebabkan inhibisi absorbsi glukosa, sehingga menurunkan
kadar glukosa setelah makan. Acarbose merupakan kompleks
pseudooligosakarida yang diisolasi dari Actinoplanes sp. SE 50/110. Acarbose
mampu menghambat aktivitas sukrase, maltase, dextrinase, dan glukoamilase
(Mahmud 2003).
Deteksi gen penyandi acarbose didesain menggunakan primer PCR
berdasarkan susunan nukleotida yang telah diketahui dari Sedoheptulosa 7-fosfat
siklase (acbC) yang ada di Actinoplanes sp. SE 50/110. Hasil amplifikasi PCR
gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dengan desain primer spesifik menurut Hyun
et al. (2005) akan menghasilkan pita spesifik sekitar 540 bp. Namun amplifikasi
gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase tersebut tidak berhasil dilakukan, sehingga
dirancang primer sepesifik dari susunan nukleotida Sedoheptulosa 7-fosfat siklase
(acbC) di Actinoplanes sp. SE 50/110. Dengan desain primer hulu: 5’-
ACCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGT-3’ dan desain primer hilir: 5’-
GGCGGCCTGCAGCTCGGCGGCCGTCACGT-3’berhasil mengamplifikasi gen
Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dengan ukuran fragmen DNA sekitar 300 bp.
Beberapa jenis aktinomiset lain dilaporkan menghasilkan gen Sedoheptulosa 7-
fosfat siklase dengan jumlah ukuran fragmen parsial gen, seperti Streptomyces
abikoensis strain ATCC 21066 sekitar 474 bp, Saccharothrix espanaensis strain
ATCC 51144 sekitar 456 bp, dan Streptomyces sp. NAIST13/40 sekitar 474 bp.
Hasil Penjajaran melalui BLASTN menunjukkan bahwa Sedoheptulosa 7-
fosfat siklase menunjukkan kemiripan identitas 100 % dengan gen acbC di
Actinoplanes sp. SE50/110 complete acarbose (acb) gene cluster, strain SE50/110.
Hal ini menunjukkan bahwa gen yang terlibat dalam biosintesis acarbose dapat
terdeteksi pada Streptomyces sp. BWA 65 dengan ukuran gen Sedoheptulosa 7-
fosfat siklase 300 bp namun bila memakai primer Hyun et al. (2005) akan
menghasilkan pita spesifik sekitar 540 bp yang diamplifikasi pada 30 jenis
Streptomyces spp. hal ini menunjukkan bahwa gen yang berhasil diamplifikasi
sebanyak 300 bp tersebut adalah gen parsial. Perbedaan ini dapat menyebabkan
perbedaan ekspresi antara acarbose pada Streptomyces sp. BWA 65 dengan
Actinoplanes sp. SE50/110.
Melalui uji in vivo yaitu pada aktivitas antihiperglikemik tes toleransi
glukosa oral (TTGO), ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 mempunyai
potensi sekitar 75 % dari acarbose dalam menurunkan kadar glukosa darah
postprandial mencit setelah pemberian larutan sukrosa 10 % (Tabel 6). Namun
pada aktivitas antihiperglikemik dengan induksi streptozotosin yang dapat
menyebabkan kerusakan sel beta pankreas ditandai dengan kenaikan kadar
34
glukosa darah diatas 150 mg/dL (Wu & Youming 2008) ternyata aktivitas,
ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 mampu menurunkan kadar glukosa
darah hiperglikemik pada mencit diabetes yang telah diinduksi dengan
streptozotosin lebih baik dari acarbose (Gambar 10).
Selain sebagai inhibitor α-glukosidase, ekstrak etil asetat Streptomyces sp.
BWA 65 kemungkinan mempunyai mekanisme kerja lain terkait dengan metabolit
aktif yang dihasilkannya. Hal ini dapat diindikasikan dari data bahwa acarbose
termasuk kedalam golongan pseudooligosakarida (Mahmud 2003), sedangkan
menurut Pujiyanto (2012) ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki
senyawa aktif auron yang berasal dari golongan flavonoid. Komponen flavonoid
ini memiliki kemampuan menekan kadar glukosa darah postprandial
hiperglikemik (Kim et al 2001, Tadera et al. 2006). Flavonoid yang diberikan
secara oral pada tikus diabetes mampu menurunkan kadar glukosa darah plasma
dengan cara meningkatkan ambilan glukosa pada jaringan perifer dan mengatur
aktivitas dari ekpresi enzim yang terlibat dalam jalur metabolism karbohidrat
(Bramachari 2011).
Senyawa aktif dari tanaman Cynanchum acutum L. yaitu senyawa
quersetin, tamarixtin dan kempferol memiliki aktivitas antidiabetes yang dapat
menurunkan kadar glukosa darah (Fawzy et al. 2008). Senyawa flavonoid seperti
quersetin dapat merangsang pembelahan sel-sel beta pankreas sehingga
menghasilkan sekresi insulin (Mahesh & Menon 2004). Dengan adanya informasi
diatas maka dapat menguatkan pembuktian bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces
sp. BWA 65 memiliki potensi selain sebagai inhibitor α-glukosidase juga sebagai
antihiperglikemik pada mencit diabetes yang mengalami kerusakan pankreas.
Saran
Perlu dilakukan pembuktian ekspresi gen inhibitor α-glukosidase pada
Streptomyces sp. BWA 65. Disamping itu perlu dilakukan uji toksisitas dan
formulasi produk antidiabetes.
36
DAFTAR PUSTAKA
Brady SF, Jon C. 2000. CR377, a new pentaketide antifungal agent isolated from
an endophytic fungus. J Nat Prod 63:1447-1448.
Cao L et al. 2004. Isolation of endophytic actinomycetes from roots and leaves of
banana (Musa acuminata) plants and their activities against Fusarium
oxysporum f. sp. Cubense. World J Microbiol Biotechnol 20:501-504.
CDA [Canadian Diabetes Association]. 2008. Clinical practice Guidelines for the
prevention and management of diabetes in Canada. Cand J Diab 32:29
Cheng AYY, Fantus IG. 2005. Oral antihyperglycemic therapy for type 2
diabetes mellitus. CMAJ 172:213-226.
Cunha A, Almeida A, Coelho FJRC, Gomes NCM, Oliveira V, Santos AL. 2010.
Bacterial extracellular enzymatic activity in globally changing aquatic
ecosystems. Appl Microbiol Biotechnol 1:124-132.
Dehnad AR, Laleh PY, Rouhollah B, Ahad M, Samad AS, Ali RM, Sevda G,
Rahib A. 2010. Investigation antibacterial activity of Streptomyces isolates
from soil samples, West of Iran. Afr J Microbiol Res 4:1685-1693.
Dweck AC, Cavin JP. 2006. A review of andawali (Tinospora crispa). Personal
Care Magazine 7:1-3.
Fawzy C. Hossam MA, Mohammed SAM, Fathy MS, Amani AS. 2008.
Antidiabetic and Antioxidant Activities of Major Flavonoids of
Cynanchum acutum L. (Asclepiadaceae) Growing in Egypt. Z.
Naturforsch 63: 658-662.
Grover JK, Yadav S, Vats V. 2002. Medicinal plants of India with anti-diabetic
potential. J Ethnopharmacol 76:81-100.
Grover JK, Vats V, Rathi SS, Dawar R. 2003. Tradition Indian antidiabetic plants
attenuate progressive renal damage in streptozotocin induced diabetic
mice. J Ethnopharmocology 81: 233-240.
Hyun CG, Jin HH, Myung JS, Joo WS, Soon OK. 2005. Molecular detection of α-
glucosidase inhibitor-producing actinomycetes. J Microbiol 43:313-318.
Inzucchi SE. 2002. Oral antihyperglycemic therapy for type 2 diabetes. JAMA
287:373-379.
Jung M, Moonsoon P, Hyun CL, Yoon HK, Eun SK, Sang KK. 2006. Antidiabetic
agents from medicinal plants. Cur Med Chem 13:1203-1218.
Kim JS, Chong SK, Kun HS. 2001. Inhibition of alpha-glucosidase and amylase
by luteolin, a flavonoid. Biosci Biotecnol Biochem 64: 2458-2461.
Kim YM, Jeong YK, Wang MH, Lee WY, Rhee HI. 2005. Inhibitory effect of
pine extract on alpha-glucosidase activity and postprandial
hyperglycemia. Nutrition 21: 756-76.
Laar V de, Peter LL, Reinier PA, Eloy HVDL, Guy ER, Chris VW. 2005. Alpha -
glucosidase inhibitors for patients with type 2 diabetes. Diab Care 28:1-6.
Lee SS, Lin HC, Chen CK. 2008. Acylated flavonol monorhamnosides, alpha-
glucosidase inhibitors, from Machilus philippinensis. Phytochemistry
69:2347-2353.
Li WL, Zeng HC, Bukuru J, De Kimpe N. 2004. Natural medicines used in the
traditional Chinese medical system for therapy of diabetes mellitus. J
Ethnop 92:1-21.
Lu HWX, Zou JC, Meng J, Tan RX. 2000. New bioactive metabolites produced
by Colletotrichum sp., an endophytic fungus in Artemisia annua. Plant Sci
151:76-73.
Madki MA, Manzoora S, Powar PV, Patil KS. 2010. Isolation and biological
activity of endophytic fungi from withania somnifera. Int J PH Sci 2:848-
858.
Mahmud T. 2003. The C7N aminocyclitol family of natural products. Nat Prod
Rep 20:137-166.
Malecki MT, Tomasz K. 2005. Type 2 diabetes mellitus: from genes to disease
Pharmacol 57:25-32.
Moon HE, Islam MN, Ahn Br, Chowdry SS, Shin HS, Jung HA, Choi JS. 2011.
Protein Tyrosine 1 B and α-Glucosidases Inhibitory Phylotonins From
Edible Brown Algae, Eicklonia stolonifera and Eisena bicyclis. Biosci
Biotechnol Biochem 75:1472-1480.
Nancy JV, Bohannon MD. 2002. Treating dual defects in diabetes: insulin
resistance and insulin secretion. Am J Health Syst Pharm 59:9-13.
Rockser Y and Wehmeier UF. 2008. The gac-gene cluster for the production of
acarbose from Streptomyces glaucescens GLA.O—Identification, isolation
and characterization. J Biotechnol 140:114-123.
Santa IGP, Prajogo EW, Bambang. 1998. Studi taksonomi brotowali [Tinospora
crispa (L.)Miers] ex Hook F. and Thoms]. ISJD 4:28-29.
Scheen AJ. 2003. Is there a role for alpha-glucosidase inhibitors in the prevention
of type 2 diabetes mellitus. J Drugs 63:933-51.
Scott LJ, Spencer CM. 2000. Miglitol: A review of its therapeutic potential in type
2 diabetes mellitus. Drugs 59:521–549.
Strobel GA, Daisy B. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their
natural products. Microbiol Mol Biol Rev 67:491-502.
Stella VJ. 2006. Prodrug strategies for improving drug-like properties. Biomed
Life Sci 4:221-242.
42
Tan RX, Zou WX. 2001. Endophytes: a rich source of functional metabolites. Nat
Prod Rep 18:448-459.
Zhang et al. 2003b. In vitro and in vivo protective effect of Ganoderma lucidum
polysaccharides on alloxan-induced pancreatic islets damage. Life Sci
73:2307-2319.
LAMPIRAN
44
Lampiran 1 Perhitungan dosis ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 yang
dicekok berdasarkan uji aktivitas inhibitor α-glukosidase
Maka A = 1.2 B
Dosis ekstrak untuk Manusia = 1.2 x 50 mg = 60 mg
= X 60 mg
x 50 mg = 0.03 mg/ 30 g BB
Lampiran 3 Analisis statistika aktivitas antihiperglikemik tes toleransi glukosa
oral (TTGO)
A 626.55 5 sukrosa
B A 564.15 5 P1
B A
B A C 508.05 5 P2
B C
B C 471.75 5 P3
C 422.75 5 kontrol+
C 413.30 5 kontrol-
48
A 171.450 20 P-
B A 163.500 24 P2
B A
B A 162.600 20 P+
B C 154.350 20 P3
C 150.542 24 P1
Lampiran 5 Hasil penjajaran melalui BLASTN sekuen 300 bp yang teramplifikasi
gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase pada Streptomyces sp. BWA 65
Query 2 ACCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGTG 31
||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 4076970 ACCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGTG 4076999
Lampiran 5 Lanjutan
Query 2 ACCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGTG 31
||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 25071 ACCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGTG 25100