Vous êtes sur la page 1sur 14

LAPORAN KASUS

DIAGNOSIS DAN PENANGANAN SELANJUTNYA PADA


PASIEN UNSTABLE ANGINA PECTORIS (UAP) DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR
REBO

Disusun Oleh :
Firza Oktaviani F. Mahmud
(1102015081)

Kelompok 2
Bidang Kepeminatan Kegawatdaruratan
Blok Elektif

Dosen Pembimbing :
Dr. dr. Indra Kusuma, MBiomed

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018
DIAGNOSIS DAN PENANGANAN SELANJUTNYA PADA PASIEN
UNSTABLE ANGINA PECTORIS (UAP) DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT PASAR REBO

ABSTRACT
Background: Acute coronary syndrome (SKA) such as unstable angina pectoris
(UAP, Unstable angina pectoris), myocardial infarction with non ST segment
elevation (NSTEMI, non ST segment elevation myocardial infarction), myocardial
infarction with ST segment elevation (STEMI, myocardial elevation ST segment)
infarction) is part of oronary heart disease (CHD). WHO estimates that CHD is the
main cause of death in the world
Case Report: Ny. N, 55 years old came to the hospital with complaints of heart
palpitations and chest pain that had penetrated his back since 1 hour ago. Patients
have a history of hypertension. On laboratory examination found liver function
slightly increased, troponin I was still within normal limits, normal in hematoligy test
and normal electrolytes. On ECG, HR: 132 bpm, sinus arrhythmia and ST depression
at V5 and V6 were obtained.
Discussion: Unstable angina pectoris is defined as angina pectoris (or equivalent
ischemic type discomfort) with one between clinical displays: (1) occurs at rest (or
minimal activity) and usually lasts more than 20 minutes (if there is no use of nitrates
or analgesics ); (2) severe pain and the pain is usually clear; or (3) usually gradually
increases in weight (eg pain that wakes the patient from sleep or which gets worse,
continuously or more often than before). Examination that can be done by EKG, heart
markers, laboratory tests, training tests and echocardiography.
Conclusion: The diagnosis of Angina Pectoris is unstable and NSTEMI is
differentiated based on the incidence of myocardial infarction which is characterized
by an increase in heart markers on NSTEMI.
Keyword: Unstable Angina Pectoris (UAP), diagnosis, examination

ABSTRAK
Latar Belakang: Sindrom koroner akut (SKA) seperti angina pektoris tidak stabil
(UAP , Unstable angina pectoris), infark miokard dengan non elevasi segmen ST
(NSTEMI, non ST segment elevation myocardial infarction), infark miokard dengan
elevasi segmen ST (STEMI, ST segment elevation myocardial infarction) merupakan
bagian dari PJK. WHO memperkirakan PJK adalah penyebab utama dari kematian di
dunia
Laporan Kasus: Ny. N, 55 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan jantung
berdebar-debar kencang dan juga nyeri dada yang menembus ke punggung sejak 1
jam yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan fungsi hati sedikit meningkat, troponin I masih dalam batas normal, darah
lengkap normal dan elektrolit normal. Pada EKG didapatkan HR: 132 bpm, sinus
arytmia dan ST depresi pada V5 dan V6
Diskusi: Angina pektoris tidak stabil didefinisikan sebagai angina pektoris (atau
ekuivalen rasa tidak nyaman didada tipe iskemik) dengan satu diantara tampilan
klinis: (1) terjadi saat istirahat (atau aktivitas minimal) dan biasanya berlangsung
lebih dari 20 menit (jika tidak ada penggunaan nitrat atau analgetik); (2) nyeri hebat
dan biasanya nyerinya jelas; atau (3) biasanya lambat laun bertambah berat (misalnya

2
nyeri yang membangunkan pasien dari tidur atau yang semakin parah, terus-menerus
atau lebih sering dari sebelumnya). Pemeriksaan yang dapat dilakukan pemeriksaan
EKG, marka jantung, laboratorium, uji latih dan ekokardiografi.
Simpulan: Diagnosis Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan
berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka
jantung pada NSTEMI.
Kata Kunci: Unstable Angina Pectoris (UAP), diagnosis, pemeriksaan

PENDAHULUAN
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 penyakit
kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama dari seluruh penyakit tidak
menular dan bertanggung jawab atas 17,5 juta kematian atau 46% dari seluruh
kematian penyakit tidak menular. WHO memperkirakan PJK adalah penyebab utama
dari kematian di dunia (Institute of Public Health in Ireland, 2012).
Sindrom koroner akut (SKA) seperti angina pektoris tidak stabil (UAP ,
Unstable angina pectoris), infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI,
non ST segment elevation myocardial infarction), infark miokard dengan elevasi
segmen ST (STEMI, ST segment elevation myocardial infarction) merupakan bagian
dari PJK. Penyebab paling umum UAP adalah berkurangnya aliran darah ke otot
jantung karena arteri koroner menyempit oleh penumpukan lemak (aterosklerosis)
yang dapat pecah yang menyebabkan cedera pada pembuluh darah koroner yang
mengakibatkan pembekuan darah yang menghalangi aliran darah ke otot jantung
(American Heart Association, 2015). Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah
untuk mengetahui diagnosis UAP dan NSTEMI, penanganan dari kasus Unstable
Angina Pectoris (UAP) dan bagaimana pemeriksaan selanjutnya yang dapat
dilakukan.

DESKRIPSI KASUS
Ny. N, 55 tahun datang ke RS Pasar Rebo dengan diantar oleh suaminya. Keluhan
utama yang dirasakan yaitu jantung berdebar-debar kencang dan juga nyeri dada yang
menembus ke punggung sejak 1 jam yang lalu. Keluhan lain yang dirasakan berupa
sesak seperti ditekan dan nyeri ulu hati. Riwayat penyakit pasien yaitu hipertensi dan
sudah minum obat amlodipin. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan nafas:
°
24x/menit, TD: 130/70, nadi: 140/menit dan suhu: 36,7 C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan bunyi jantung I dan II reguler dan nyeri tekan epigastrium postif. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan fungsi hati sedikit meningkat, troponin I masih

3
dalam batas normal, darah lengkap normal dan elektrolit normal. Pada EKG
didapatkan HR: 132 bpm, sinus arytmia dan ST depresi pada V5 dan V6 (lateral).
Dari manifestasi klinis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis
sementara Unstable Angina Pectoris (UAP), Atrial Fibrillation with Rapid Ventrcular
Response (AF RVR) dan di DD dengan NSTEMI. Penanganan awal pada pasien yaitu
diberi O2 3 liter dan pasien bedrest. Lalu pasien langsung dikonsulkan ke spesialis
penyakit jantung (SpJP) dan diberikan loading klopidogrel 4 tablet, simarc 1 x 2,5
mg, arixtra 1 x 2,5mg (2 hari) dan pasien dirawat di ruang biasa.

DISKUSI
Angina pektoris tidak stabil didefinisikan sebagai angina pektoris (atau ekuivalen rasa
tidak nyaman didada tipe iskemik) dengan satu diantara tampilan klinis: (1) terjadi
saat istirahat (atau aktivitas minimal) dan biasanya berlangsung lebih dari 20 menit
(jika tidak ada penggunaan nitrat atau analgetik); (2) nyeri hebat dan biasanya
nyerinya jelas; atau (3) biasanya lambat laun bertambah berat (misalnya nyeri yang
membangunkan pasien dari tidur atau yang semakin parah, terus-menerus atau lebih
sering dari sebelumnya) (Ginanjar E, Rachman, A M, 2014).
Pada saat dilakukan kunjungan ke ruang IGD RS. Pasar Rebo, ditemukan
pasien dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) dan juga Atrial Fibrillation (AF).
Pasien adalah seorang perempuan berusia 55 tahun dengan keluhan utama jantung
berdebar-debar kencang dan juga nyeri dada yang menembus ke punggung sejak 1
jam yang lalu. Dokter telah melakukan pemeriksaan penunjang sesuai literatur
diantaranya pemeriksaan EKG, pemeriksaan marka jantung dan juga pemeriksaan
laboratorium. Pada pemriksaan EKG tidak ditemukan ST elevasi hanya ditemukan ST
depresi pada V5 dan V6. Hal ini sesuai dengan diagnosis angina pektoris tidak stabil.
Karena diagnosis angina pektoris tidak stabil dan NSTEMI ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan
yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization,
atau bahkan tanpa perubahan (PERKI, 2015).
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi
risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda
iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti

4
depresi segmen ST kurang dari 0.5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2mm,
tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak
stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal.
Rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat
darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali
(Trisnohadi H B, Muhadi, 2014).
Pemeriksaan marka jantung pada kasus pasien, didapatkan troponin I masih
dalam batas normal. Ini sesuai dengan diagnosis angina pektoris tidak stabil karena
perbedaan angina pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian
infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang
lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia
marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard
Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI).
Sedangkan pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara
bermakna (PERKI, 2015).
Pemeriksaan troponin I dalam batas normal pada kasus pasien, sebaiknya
dilakukan pengulangan tes karena peningkatan kadar marka jantung tersebut akan
terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam sedangkan pasien tersebut baru merasakan
keluhannya sejak 1 jam yang lalu. Hal ini sesuai literatur yaitu pemeriksaan troponin
I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar
marka jantung tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Dalam menentukan
kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya mempertimbangkan ketidakpastian
dalam menentukan awitan angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal
tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut.
Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah
perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan
ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi
nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu. Perlu diingat bahwa
selain akibat STEMI dan NSTEMI, peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi
akibat: Takiaritmia atau bradiaritmia berat, miokarditis, dissecting aneurysm, emboli
paru, gangguan ginjal akut atau kronik, stroke atau perdarahan subarakhnoid, dan
penyakit kritis terutama pada sepsis. Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia,
pemeriksaan CKMB dapat digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga
6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari (PERKI, 2015).

5
Pemeriksaan penunjang lain yang juga dapat dilakukan yaitu:
1. Laboratorium: Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid
(PERKI, 2015).
2. Uji Latih
Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menujukkan tanda
resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila
hasilnya negatif maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-
lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh
koronernya apakah perlu tindakan revakularisasi (PCI atau CABG) kenapa
resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup
besar (Trisnohadi H B, Muhadi, 2014). Angiografi koroner memberikan
informasi mengenai keberadaan dan tingkat keparahan PJK, sehingga
dianjurkan segera dilakukan untuk tujuan diagnostik pada pasien dengan risiko
tinggi dan diagnosis banding yang tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik
akut, misalnya pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang
sedang mengalami gejala atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan
perubahan EKG diagnostik (PERKI, 2015).
3. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data diagnosis angina tak stabil
secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,
adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung,
menandakan prognosis kurang baik. Ekokardiografi stres juga dapat
membantu menegakkan adanya iskemia miokard (Trisnohadi H B, Muhadi,
2014).
4. Rontgen toraks
Rontgen dada sangat berperan untuk mengidentifikasi adanya kongesti
pulmonal atau udem, yang biasanya terjadi pada pasien UAP/NSTEMI luas
yang melibatkan ventrikel kiri sehingga terjadi disfungsi ventrikel kiri
(Trisnohadi H B, Muhadi, 2014).

6
Terapi yang diberikan dokter pada pasien klopidogrel 4 tablet, simarc 1 x 2,5
mg dan arixtra 1 x 2,5mg (2 hari). Klopidogrel merupakan obat yang dapat
menghambat agregasi platelet (antiagregasi trombosit) yang merupakan salah satu
dasar dalam pengobatan angina tak stabil maupun infark tanpa elevasi segemen ST.
Simarc adalah golongan obat antikoagulan untuk mencegah terjadinya pembekuan
darah, misalnya pembekuan darah di kaki pada penderita trombosis vena dalam, di
paru-paru pada penderita emboli paru, dan di jantung pada penderita fibrilasi atrium
dan serangan jantung. Arixtra adalah obat yang mengandung Fondaparinux sodium
yang masuk ke dalam golongan agen antitrombotik senyawa penghambat
agregasi/penggumpalan trombosit. Fondaparinux adalah alternatif terapi pada pasien
UA/NSTEMI karena rendahnya risiko perdarahan dan direkomendasikan terutama
untuk pasien dengan risiko tinggi perdarahan (Trisnohadi H B, Muhadi, 2014).
Penatalaksanaan dan terapi yang dapat dilakukan pada kasus Unstable Angina
Pectoris (UAP) dibagi menjadi 3 fase (PERKI, 2015) yaitu dapat dilihat dari tabel
berikut:
Tabel 1. Terapi Unstable Angina Pectoris (UAP)
Terapi 1. Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4L/menit
c. Pemasangan IV FD
d. Obat-obatan:
-Aspilet 160 mg kunyah
-Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan tidak rutin
mengkonusmsi clopidogrel) berikan 300 mg atau Ticagrelor
180mg
-Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali
jika masih ada keuhan, dilanjutkan dengan Nitrat iv bila
keluhan persisten
-Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Stratifikasi risiko di IGD untuk menentukan strategi invasif
-Pasien risiko sangat tinggi sebaiknya dikerjakan PCI dalam
2 jam dengan mempertimbangkan ketersediaan tenaga dan
fasilitas cathlab. Kriteris risiko sangat tinggi bila terdapat
salah satu kriteria berikut:

7
 Angina beurlang
 Syok kardiogenik
 Aritmia malignant (VT, VF, TAVB)
 Hemodinamik tidka stabil
-Pasien dengan peningkatan enzim jantung namun tanpa
kriteria risiko sangat tinggi di atas, dirawat selama 5 hari dan
dapat dilakukan PCI saat atau setelah pulang dari rumah sakit
dengan mempertimbangkan kondisi klinis dan ketersediaan
tenaga dan fasilitas cathlab.
-Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaikan enzim,
dilakukan iskemik stress test: Treadmill test, Echocardiografi
Stress Test, stress test perfusion scanning atau MRI. Bila
iskemik stress test negatif, boleh dipulangkan.

2. Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam):


a. Obat-obatan:
-Simvastatin 1x20-40 mg atau Atorvastatin 1x20-40mg atau
rosuvastatin 1x20 mg jika kadar LDL di atas target
-Aspilet 1x80-160 mg
-Clopidogrel 1x75mg atau Tricagrelor 2x90 mg
-Bisoprolol 1x5-10mg jika fungsi ginjal bagus, atau
carvedilol 2x12,5 mg jika fungsi ginjal menurun, dosis dapat
di uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontra indikasi
-Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan
dengan golongan ARB: Candesartan 1x16, Valsartan 2x80
mg
Obat pencahar 2x10 Diazepam 2x5 mg
Heparinisasi dengan: UF hepaprin bolus 60 unit/KgBB,
maksimal 4000 unit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 12
unit/KgBB maksimal 1000 unit/jam atau Enoxaparin 2x60
mg SC (sebelumnya dibolus 30 mg iv di UGD) atau
Fondaparainux 1x2,5 mg SC
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet jantung I 25-35 kkal/KgBB/24 jam
e. Total cairan 25-35 cc/KgBB/24 jam
f. Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL,

8
trigliserid) dan asam urat
3. Fase perawatan biasa
a. Sama dengan langkah 2 a-f (di atas)
b. Stratifikasi Risiko untuk prognostic sesuai skala prioritas
pasien (pilih salah satu): Treadmill test, Echocardiografi
Stress Test, Stress test perfusion scanning atau MRI
c. Rehabilitasi dan prevensi sekunder

80% pasien dengan angina tidak stabil dapat distabilkan dalam 48 jam setelah
diberi terapi medikamentosa secara agresif. Paisen-pasien ini kemudian membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut dengan treadmill test atau ekokardiografi untuk menetukan
apakah pasien cukup dengan terapi medikamentosa atau pasien membutuhkan
pemeriksaan angiografi dan selanjutnya tindakan revaskularisasi.
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia
berat dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di
left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, dan bila disertai faal ventrikel kiri
yang kurang, tindakan operasi Coronary artery bypass graft (CABG) dapat
memperbaiki harapan hidup dan kualitas hidup. Pada pasien dengan faal jantung yang
masih baik dengan penyempitan pada satu pembluh darah atau dua pembuluh darah
atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan, Percutaneous coronary
intervention (PCI) merupakan pilihan utama (Trisnohadi H B, Muhadi, 2014).
Beberapa cara stratifikasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi untuk
sindrom koroner akut (SKA). Diantaranya stratifikasi risiko yang digunakan adalah
TIMI (Thrombolysis In Myocardial Infarction) (PERKI, 2015).
Tabel 2. Skor TIMI untuk UAP dan NSTEMI

Parameter

Usia > 65 tahun 1

Lebih dari 3 faktor risiko* 1

Angiogram koroner sebelumnya menunjukkan stenosis >50% 1

Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir 1

Setidaknya 2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam terakhir 1

9
Deviasi ST > 1 mm saat tiba 1

Peningkatan marka jantung (CK, Troponin) 1

*Faktor risiko: hipertensi, DM, merokok, riwayat dalam keluarga, dislipidemia

Tabel 3. Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI

Skor TIMI Risiko Risiko Kejadian Kedua

0-2 Rendah <8,3 %

3-4 Menengah <19,9%

5-7 Tinggi ≤41%

Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain pasien yang tidak mempunyai
angina sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan, sebelumnya tidak memakai obat
anti angina dan ECG normal atau tak ada perubahan dari sebelumnya, enzim jantung
tidak meningkat termasuk troponin dan biasanya usia masih muda. Risiko sedang bila
ada angina pada waktu istirahat, tak ada perubahan segmen ST, dan enzim jantung
tidak meningkat. Risiko tinggi bila pasien mempunyai angina waktu istirahat, angina
berlangsung lama atau angina pasca infark, sebelumnya sudah mendapat terapi yang
intensif, usia lanjut didapatkan perubahan segmen ST yang baru, didapatkan kenaikan
troponin, dan ada keadaan hemodinamik tidak stabil (Trisnohadi H B, Muhadi, 2014).
Pada kasus pasien ini, selain diagnosis Unstable Angina Pectoris (UAP) juga
didiagnosis sebagai Atrial Fibrillation with Rapid Ventrcular Response (AF RVR).
Hal ini, dapat terjadi karena komplikasi dari UAP yang salah satunya adalah aritmia.
Aritmia yang paling sering ditemui dalam praktik sehari-hari yaitu Atrial Fibrillation
(AF). Sesuai literartur, komplikasi yang dapat terjadi pada angina pektoris tidak stabil
diantaranya yaitu, payah jantung, syok kardiogenik, aritmia dan infark miokard akut
(PERKI, 2014; PAPDI, 2016). Jika pasien memang sudah menderita AF terlebih
dahulu maka hal ini juga sesuai literatur karena sekitar 20% populasi pasien AF
mengalami penyakit jantung koroner meskipun keterkaitan antara AF itu sendiri
dengan perfusi koroner masih belum jelas (PERKI, 2014)

Pandangan Islam Mengenai Meyikapi Penyakit

10
Sakit adalah ujian, cobaan dan takdir Allah. Hendaknya orang yang sakit
memahami bahwa sakit adalah ujian dan cobaan dari Allah dan perlu benar-benar kita
tanamkan dalam keyakinan kita yang sedalam-dalamya bahwa ujian dan cobaan
berupa hukuman adalah tanda kasih sayang Allah. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam
bersabda,

Artinya: “sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar
pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan
kepadanya, barangsiapa yang ridho (menerimanya) maka Allah akan meridhoinya
dan barangsiapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.” (HR.
At-Tirmidzi no. 2396, dihasankan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan At-
Tirmidzi)
Allah segerakan hukuman kita di dunia dan Allah tidak menghukum kita lagi
di akhirat yang tentunya hukuman di akhirat lebih dahsyat dan berlipat-lipat ganda.
Dan perlu kita sadari bahwa hukuman yang Allah turunkan merupakan akibat dosa
kita sendiri, salah satu bentuk hukuman tersebut adalah Allah menurunkannya berupa
penyakit. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi
raaji’uun”.Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat

11
dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S Al-
Baqarah (2):155-157)
Penyakit merupakan sebab pengampunan atas kesalahan-kesalahan yang
pernah dilakukan dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan dengan seluruh
anggota tubuh. Terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari dosa yang
pernah dilakukan. Sebagaimana firman Allah ta’ala,

َ ‫ت أَ ْيدِي ُك ْم َو َي ْعفُو‬
ٍ ‫ع ْن َك ِث‬
‫ير‬ َ ‫صي َب ٍة َف ِب َما َك‬
ْ ‫س َب‬ َ َ ‫َو َما أ‬
ِ ‫صا َب ُك ْم ِم ْن ُم‬
Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu).” (QS. asy-Syuura: 30).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ”Tidaklah menimpa
seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga
kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan
dihapuskan dengannya dosa-dosanya. (HR. Muslim)

SIMPULAN
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan
berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka
jantung.
Selanjutnya pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk prognostic sesuai skala
prioritas pasien (pilih salah satu) : Treadmill test, Echocardiografi Stress test, 
Stress
test perfusion scanning atau MRI, lalu pasien direhabilitasi dan prevensi sekunder.

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini. Terima kasih kepada Dr. dr. Indra Kusuma,
Mbiomed selaku pembimbing selama menempuh blok elektif ini. Terima kasih
kepada dr. Dr. drh. Hj, Titiek Djannatun selaku Koordinator Penyusun Blok Elektif
dan dr. Hj. R.W Susilowati,M.Kes selaku Koordinator Pelaksana Blok Elektif.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Kamal Anas, Sp.B selaku
dosen pengampu kepeminatan kegawatdaruratan dan kepada pihak RS Pasar Rebo

12
dan tenaga medis yang telah membimbing penulis selama observasi di RS. Pasar
Rebo serta teman-teman kelompok dua bidang kepeminatan kegawatdaruratan FK
YARSI.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Hadits

American Heart Association. 2015. Unstable Angina. Viewed 18 November 2018,


from: http://www.heart.org/en/health-topics/heart-attack/angina-chest-
pain/unstable-angina

Trisnohadi H B, Muhadi. 2014. Angina Pektoris Tak Stabil/Infark Miokard Akut


Tanpa Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. VI.
Jakarta: InternaPublishing

PERKI. 2014. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium Ed 1. Perhimpunan Dokter


Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta

PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Ed. 3. Perhimpunan


Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta

PERKI. 2016. Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah. Perhimpunan Dokter Spesiialis Kardiovaskular Indonesia,
Jakarta

PAPDI. 2016. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in


Internal Medicine). Jakarta: InternaPublishing

Hidayat, Firman. 2012. Dan Jika Aku Sakit, Dialah yang Menyembuhkanku. Viewed
18 November 2018, from: https://muslim.or.id/10924-dan-jika-aku-sakit-
dialah-yang-menyembuhkanku.html

Tumade B, Jim L Edmond, et al. 2016. Prevalensi sindrom koroner akut di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 1 Januari 2014 – 31 Desember
2014. Bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado Jurnal e-Clinic (eCl)

Institute of Public Health in Ireland. 2012. Coronary Health Disease Briefing.


Ireland: Health Research Board

14

Vous aimerez peut-être aussi