Vous êtes sur la page 1sur 17

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA POKOK BAHASAN MOMENTUM

DAN IMPULS DI KELAS XII IPA.4 SMA NEGERI 4 LUBUKLINGGAU


TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Naning Lusiana1, Linda Kurniawati1, Akhmad Budi Mulyanto1

1
Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Alam, STKIP-PGRI Lubuklinggau,
Jl. Mayor Toha Lubuklinggau, Indonesia

ABSTRACT
This Thesis Entittled “An Analysis of Student’s Misconceptions on the
Momentum and Impuls Class XII IPA.4 SMA Negeri 4 Lubuklinggau Academic
Year 2015/2016”. This research aims, (1) to describe student’s misconceptions on
the momentum and impuls class XII IPA.4 SMA Negeri 4 Lubuklinggau if
observed from the result of multiple choice test with opened reason. (2) to
describe cause of student’s misconceptions on the momentum and impuls class
XII IPA.4 SMA Negeri 4 Lubuklinggau. (3) to describe solutions used for
overcome student’s misconceptions on the momentum and impuls class XII IPA.4
SMA Negeri 4 Lubuklinggau. The research method used for this research is a
descriptive qualitative. The data reduction teknique by multiple choice test with
opened reason completed certainty of response index (CRI) and interview to
students. The result of data analys that from 20 questions, there are 16 questions
that occured misconceptions and 4 questions that answered by students according
to right. The cause of student’s misconceptions are sourced from teacher, lesson
book, matter, teaching method, and students. The cause misconceptions from
students such as, student’s skill, association think, false reasoning, language
usage, student intuition, and student’s unknown to a concept. For the implication
from this research to propragate teachers give student’s opportunity to express
their concept because student’s misconception can overcome soon. Besides that, a
teacher when teach a concept in order to give the example from student’s
experiences and base concept before it, that appropriated with phenomenon
related with the concept.

Keywords: Analysis, Misconception, Multiple Choice, Reasoning, Certainty of


Response Index (CRI)

A. PENDAHULUAN
Fisika adalah ilmu tentang gejala alam secara keseluruhan. Fisika
mempelajari materi, energi, dan fenomena atau kejadian alam, baik yang
bersifat makroskopis maupun mikroskopis yang berkaitan dangan perubahan
zat atau energi. Fisika berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip dan juga proses
penemuan.
Fisika merupakan mata pelajaran yang banyak menuntut
intelektualitas yang cukup tinggi sehingga sebagian besar siswa mengalami
kesulitan dalam mempelajarinya. Akibatnya seringkali menimbulkan masalah
pada saat proses pembelajaran fisika berlangsung. Hal ini dapat menyebabkan
hasil belajar fisika yang diharapkan sulit untuk dicapai.
Pada dasarnya siswa menganggap pembelajaran fisika ini hanya
abstrak, pelajaran yang hanya berisi kumpulan rumus yang rumit, siswa tidak
melihat adanya hubungan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-harinya,
tidak memiliki keyakinan atau kepercayaan terhadap pelajaran ini akan
menjamin masa depan mereka nantinya. Hal lain yang ditampakkan siswa
adalah kurangnya minat belajar saat pembelajaran fisika berlangsung. Dalam
pembelajaran fisika, siswa kurang berinisiatif memahami materi fisika
sehingga konsentrasi dan ketelitian siswa dalam mengerjakan tugas fisika
menjadi terganggu pada saat proses pembelajaran fisika yang ditandai dengan
masih ada siswa yang kurang berpartisipasi dalam belajar.
Pembelajaran fisika di sekolah saat ini masih didominasi oleh kegiatan
guru. Dalam arti guru aktif mengajar dan siswa pasif dalam belajar. Guru aktif
menjabarkan rumus-rumus fisika dengan bantuan media pembelajarn
disekolah, latihan soal-soal, yang semua kegiatan ini untuk mengejar target
materi ajar dan mempersiapkan siswa menghadapi ujian nasional. Dalam
pembelajaran fisika pada umumnya siswa pasif dalam mempelajari fisika
sehingga banyak peserta didik yang ngantuk dalam pembelajaran. Siswa tidak
aktif dalam bekerja ilmiah, bersikap ilmiah dan tidak dapat menemukan
sendiri produk ilmiah yang diharapkan.
Peristiwa yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari itu
merupakan pengalaman yang dijadikan konsep awal bagi siswa. Konsep awal
itu mereka dapatkan sewaktu berada di Sekolah Dasar, sekolah menengah, dari
pengalaman dan pengamatan mereka dimasyarakat atau dalam kehidupan
sehari-hari (Suparno, 2013:2). Dengan demikian kepala siswa sudah penuh
dengan pengalaman dan pengetahuan yang berhubungan dengan fisika sebelum
memasuki pelajaran fisika. Konsep yang sudah dimiliki oleh setiap siswa
merupakan dasar untuk membangun pengetahuan selanjutnya. Pengetahuan itu
dibentuk (dikontruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan,
tantangan, dan bahan yang dipelajari (Suparno, 2013:30). Pengetahuan yang
dikontruksi siswa belum tentu benar sehingga menimbulkan miskonsepsi.
Hasil observasi peneliti di SMA Negeri 4 Lubuklinggau pada hari
rabu 8 Oktober 2014, peneliti menemukan bahwa guru fisika kelas XI kurang
menjelaskan konsep fisika kepada siswa, guru lebih banyak menjelaskan
rumus-rumus fisika dan penerapannya dalam soal-soal kuantitatif (berupa
hitung-hitungan), pembelajaran seperti ini membuat siswa mahir dalam
mengerjakan soal-soal kuantitatif tetapi kesulitan dalam menyelesaikan soal
kualitatif yang memerlukan penguasaan konsep dalam menjawab soal. Hal
tersebut karena keterbatasan waktu, dengan demikian guru hanya sedikit saja
menjelaskan konsep kepada siswa.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Analisis Miskonsepsi Siswa Pokok Bahasan
Momentum dan Impuls di Kelas XII IPA.4 SMA Negeri 4 Lubuklinggau
Tahun Pelajaran 2015/2016”.
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Rumusan Masalah Umum
Bagaimanakah miskonsepsi yang dialami oleh siswa pokok bahasan
momentum dan impuls di kelas XII IPA.4 SMA Negeri 4 Lubuklinggau
tahun pelajaran 2015/2016?
2. Rumusan Masalah Khusus
a. Bagaimanakah miskonsepsi yang dialami oleh siswa pokok bahasan
momentum dan impuls di kelas XII IPA.4 SMA Negeri 4
Lubuklinggau jika ditinjau dari hasil tes multiple choice dengan
reasoning terbuka?
b. Apa penyebab terjadinya miskonsepsi yang dialami oleh siswa pada
pokok bahasan momentum dan impuls di kelas XII IPA.4 SMA
Negeri 4 Lubuklinggau?
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum.
Untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami oleh siswa pokok bahasan
momentum dan impuls di kelas XII IPA.4 SMA Negeri 4 Lubuklinggau
tahun pelajaran 2015/2016.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami oleh siswa pokok
bahasan momentum dan impuls di kelas XII IPA.4 SMA Negeri 4
Lubuklinggau jika ditinjau dari hasil tes multiple choice dengan
reasoning terbuka.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya miskonsepsi
yang dialami oleh siswa pada pokok bahasan momentum dan impuls
di kelas XII IPA.4 SMA Negeri 4 Lubuklinggau.
c. Untuk mengetahui solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi
miskonsepsi yang dialami oleh siswa di kelas XII IPA.4 SMA Negeri
4 Lubuklinggau.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang
berarti bagi semua pihak, antara lain:
1. Siswa, dapat mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami konsep
momentum dan impuls.
2. Guru, dapat memberikan informasi kepada guru mengenai miskonsepsi pada
momentum dan impuls yang dialami oleh siswa. Informasi ini dapat
dijadikan bahan masukan bagi guru untuk mengetahui cara
mengidentifikasi dan menganalisis miskonsepsi sehingga dapat mengubah
miskonsepsi siswa menuju konsep ilmiah dan dapat memilih model
pembelajaran atau strategi pembelajaran yang tepat agar dalam proses
pembelajaran tidak terjadi miskonsepsi.
3. Sekolah, dapat memperoleh gambaran mengenai miskonsepsi yang dialami
siswa pada pokok bahasan momentum dan impuls di kelas XII IPA.4 tahun
pelajaran 2015/2016 sehingga dapat meningkatkan kualitas belajar mengajar
siswa dan kedepan diharapkan menghasilkan lulusan yang berkompeten.
4. Peneliti, dapat menambah wawasan peneliti terkait pelaksanaan
pembelajaran sebagai bekal menuju dunia kerja kelak sebagai seorang
pendidik dan dapat dijadikan pembelajaran yang bermakna bagi peneliti
untuk lebih berhati-hati dalam mengajarkan konsep fisika ketika nanti
menjadi seorang guru.
5. Lembaga, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan
rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya serta menumbuhkan persepsi
pentingnya memahami konsep dibalik rumus-rumus fisika.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Analisis
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014:58), analisis
diartikan sebagai, Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab,
musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya) (1); Penguraian suatu
pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta
hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan
pemahaman arti keseluruhan (2); Penjabaran sesudah dikaji sebaik-
baiknya (3); Proses pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan-
dugaan akan sebenarnya (4).
Sedangkan menurut Dimyati & Mudjiono (2013:203), analisis
merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran kebagian-bagian yang
menjadi unsur pokok. Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa analisis adalah kegiatan mengurai, membedakan,
memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali
menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditaksir
maknanya.
2. Pengertian Konsep
Menurut Bahri (2008:30), Konsep adalah satuan arti yang
mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang
memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek
yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan
tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk
representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat
dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa). Carrol (dalam
Trianto, 2007:158), mendefinisikan konsep sebagai suatu abstraksi dari
serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok
objek atau kejadian. Abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian
seseorang pada situasi tertentu, dan mengambil elemen-elemen tertentu,
serta mengabaikan elemen yang lain.
Konsep diartikan sebagai, rancangan atau buram surat; ide atau
pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental
dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan
oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2014:725). Sedangkan menurut Rosser (dalam Dahar,
2006:63), konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-
objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan
yang mempunyai atribut yang sama. Dari penjelasan beberapa ahli
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan abstraksi
suatu benda, objek, kejadian, dan situasi yang digunakan manusia.
3. Tinjauan tentang Miskonsepsi
a. Pengertian Miskonsepsi
Menurut Flower (dalam Suparno, 2013:4), miskonsepsi adalah
pengertian yang tidak akurat akan konsep, klasifikasi contoh-contoh
yang salah, penggunaan konsep yang salah, konsep yang berbeda,
kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis
konsep-konsep yang tidak benar.
Menurut Dahar (2006:153), miskonsepsi adalah hasil konstruksi
tentang alam sekitarnya berbeda dengan konsepsi ilmiah. Dari
penjelasan tentang miskonsepsi dari para ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa miskonsepsi merupakan konsep yang
bertentangan dengan konsep para pakar suatu bidang tertentu.
b. Penyebab Miskonsepsi
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang
menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa. Menurut Suparno (2013:30-
53), penyebab miskonsepsi pada siswa adalah (1) miskonsepsi dari sudut
filsafat konstruktivisme. Secara filosofis terjadinya miskonsepsi pada
siswa dapat dijelaskan dengan filsafat konstruktivisme. Filsafat
konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan itu
dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan
lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa
sendiri yang mengonstruksikan pengetahuannya, maka tidak mustahil
dapat terjadi kesalahan dalam menginstruksi. Hal ini disebabkan siswa
belum terbiasa mengonstruksi konsep fisika secara tepat, belum
mempunyai kerangka ilmiah yang dapat digunakan sebagai patokan; (2)
Miskonsepsi berasal dari siswa sendiri yaitu dapat dikelompokkan dalam
beberapa hal, antar lain: prakonsepsi atau konsep awal siswa, Pemikiran
asosiatif, Pemikiran humanistic, Reasoning yang tidak lengkap/salah,
Intuisi yang salah, Tahap perkembangan kognitif siswa, Kemampuan
siswa, Minat belajar siswa; (3) guru/pengajar; (4) buku teks; (5) konteks;
(6) metode mengajar.
c. Teknik Mendeteksi Miskonsepsi
Teknik untuk mendeteksi miskonsepsi yaitu dengan
menggunakan peta konsep (concept maps), tes multiple choice dengan
reasoning terbuka, tes essai tertulis, wawancara diagnosis, diskusi dalam
kelas, praktikum dengan tanya jawab (Suparno 2013:121). Beberapa
peneliti menggunakan beberapa cara itu bersama-sama untuk
melengkapi, seperti tes essai dengan wawancara. Yang kiranya perlu
ditekankan adalah bahwa siswa diberi kesempatan mengungkapkan
gagasan mereka sehingga dapat dimengerti miskonsepsi yang dipunyai.
4. Tinjauan tentang Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka
dan Certainty of Response Indeks (CRI)

a. Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka


Tes multiple choice dengan reasoning terbuka ini merupakan tes
dimana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai
jawaban seperti itu (Suparno, 2013:123). Pada tes multiple choice
dengan reasoning terbuka siswa dengan bebas memberikan alasan
mereka dalam memilih jawaban sehingga peneliti dapat mengetahui
miskonsepsi yang terjadi dalam diri siswa melalui jawaban dan alasan
yang telah diberikan.
b. Certainty of Response Indeks (CRI)
Untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi, sekaligus dapat
membedakannya dengan tidak tahu konsep, Saleem Hasan (dalam
Tayubi, 2005:5), telah mengembangkan suatu metode identifikasi
yang dikenal dengan istilah CRI (Certainty of Response Indeks), yang
merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam
menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan. Tingkat kepastian
jawaban tercermin dalam skala CRI yang diberikan, CRI yang rendah
menandakan ketidakyakinan konsep pada diri responden dalam
menjawab suatu pertanyaan, dalam hal ini biasanya jawaban siswa
didasarkan atas tebakan semata. Sebaliknya CRI yang tinggi
mencerminkan keyakinan dan kepastian konsep yang tinggi pada diri
responden dalam menjawab pertanyaan.
Tabel 2.2 dan 2.3 berikut menunjukkan empat kemungkinan
kombinasi dari jawaban (benar atau salah) untuk tiap responden secara
individu dan kelompok. Pengidentifikasian miskonsepsi untuk
kelompok responden dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti
untuk individu, kecuali harga CRI diambil merupakan hasil perata-
rataan CRI tiap responden. Dalam kasus kelompok pada umumnya
sebagian jawaban dari pertanyaan yang diberikan benar dan sebagian
lagi salah.
Tabel 2.2
Ketentuan untuk membedakan atara tahu konsep, miskonsepsi,
dan tidak tahu konsep untuk responden secara individu.

Kriteria jawaban CRI rendah (< 2,5) CRI tinggi (> 2,5)
Jawaban benar tapi CRI Jawaban benar tapi
Jawaban benar rendah berarti tidak CRI tinggi berarti
tahu konsep (lucky menguasai konsep
guess) dengan baik
Jawaban salah tapi CRI Jawaban salah tapi CRI
Jawaban salah rendah berarti tidak tinggi berarti terjdi
tahu konsep miskonsepsi
Saleem Hasan (dalam Tayubi, 2005:5)

Untuk seorang responden dan untuk suatu pertanyaan yang


diberikan, jawaban benar dengan CRI rendah menandakan tidak tahu
konsep, dan jawaban benar dengan CRI tinggi menunjukkan
penguasaan konsep yang tinggi. Jawaban salah dengan CRI rendah
menandakan tidak tahu konsep dan jawaban salah dengan CRI tinggi
menandakan terjadinya miskonsepsi.
Tabel 2.3
Ketentuan untuk membedakan atara tahu konsep, miskonsepsi,
dan tidak tahu konsep untuk responden secara kelompok.

Kriteria jawaban CRI rendah (< 2,5) CRI tinggi (> 2,5)
Jawaban benar Jawaban benar tapi Jawaban benar tapi
rata-rata CRI rendah rata-rata CRI tinggi
berarti tidak tahu berarti menguasai
konsep (lucky guess) konsep dengan baik
Jawaban salah Jawaban salah tapi rata- Jawaban salah tapi rata-
rata CRI rendah berarti rata CRI tinggi berarti
tidak tahu konsep terjdi miskonsepsi
Saleem Hasan (dalam Tayubi, 2005:5)

Saleem Hasan (dalam Tayubi, 2005:7), menyatakan bahwa


untuk suatu pertanyaan yang diberikan, total CRI untuk jawaban salah
diperoleh dengan cara menjumlahkan CRI dari semua responden yang
jawabannya salah untuk pertanyaan tersebut. Rata-rata CRI untuk
jawaban salah, untuk suatu pertanyaan yang diberikan diperoleh
dengan cara membagi jumlah tersebut diatas dengan jumlah responden
yang jawabannya salah untuk pertanyaan tersebut. Total CRI untuk
jawaban benar diperoleh dengan cara yang sama.
C. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Menurut Sugiyono (2011:12), penelitian kualitatif sering disebut
penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang
alamiah (natural setting) dan data hasil penelitian merupakan data
kualitatif artinya gejala yang diamati dipaparkan dalam bentuk kalimat,
kata atau gambar. Penelitian ini dilakukan pada objek yang alamiah.
Objek yang alamiah adalah objek yang berkembang apa adanya, tidak
dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi
dinamika pada objek tersebut (Sugiyono, 2011:13).
Sedangkan menurut Ghony dan Almansyur (dalam Sarli
Kinanti, 2014:46), penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dicapai dengan
menggunakan prosedur statistik atau dengan cara-cara kuantifikasi.
Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk me deskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan,
persepsi, pemikiran seseorang atau kelompok dan beberapa deskripsi
untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada
penyimpulan yang sifatnya induktif. Oleh karena itu penelitian ini
menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal lain
yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto,
2013:3).
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh
peneliti (Arikunto, 2013:188). Subjek penelitian dalam penelitian ini
adalah kelas XII IPA.4 SMA Negeri 4 Lubuklinggau tahun pelajaran
2015/2016 yang berjumlah 32 siswa. Pengambilan subjek tersebut
berdasarkan saran guru sesuai data nilai milik guru mata pelajaran fisika
yang mengajar di kelas XI IPA SMA Negeri 4 Lubuklinggau.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Hasil Penelitian
a. Analisis data Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka
Dilengkapi dengan Certainty of Response Index (CRI)

Analisis data tes dilakukan dengan menentukan fraksi siswa


yang menjawab benar dan fraksi siswa yang menjawab salah.
Selanjutnya menentukan rata-rata CRI jawaban benar dan CRI
jawaban salah. Hasil perhitungan fraksi siswa dan rara-rata CRI siswa
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3
Rekapitulasi Fraksi Siswa dan Rata-Rata CRI Siswa

Konsep Moemtum dan Impuls No Soal fb Rb fs Rs


1 0,09 2,00 0,91 28,33
2 0,25 2,50 0,75 8,25
Momentum 3 0,19 0,83 0,81 9,50
4 0,50 3,45 0,50 3,00
5 0,09 2,67 0,91 31,00
6 0,56 3,39 0,44 2,94
Impuls 7 0,44 4,43 0,56 3,86
8 0,13 1,75 0,87 27,25
Hubungan impuls dan 9 0,25 2,63 0,75 9,00
momentum
Hukum kelestarian momentum 10 0,19 3,67 0,81 12,33
11 0,09 5,00 0,91 30,00
12 0,69 3,68 0,31 1,46
13 0,16 3,60 0,84 18,40
14 0,03 5,00 0,97 3,03
15 0,03 3,00 0,97 2,71
Tumbukan 16 0,41 4,31 0,59 4,92
17 0,09 1,00 0,91 29,67
18 0,19 2,67 0,81 13,00
19 0,59 3,53 0,41 2,05
20 0,03 4,00 0,97 2,97
Pada konsep momentum, untuk soal nomor satu terdapat 91%
siswa miskonsepsi sedangkan 9% siswa tidak tahu konsep,
miskonsepsi tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa
dan intuisi siswa. Untuk soal nomor dua, terdapat 75% siswa yang
miskonsepsi, sedangkan 25% siswa mengetahui konsep dengan baik.
Untuk soal nomor tiga, terdapat 81% siswa yang miskonsepsi
sedangkan 19% siswa mengetahui konsep dengan baik. Untuk soal
nomor empat terdapat 50% siswa miskonsepsi dan 50% siswa yang
mengetahui konsep dengan baik. Untuk soal nomor 5 terdapat 91%
siswa yang miskonsepsi sedangkan 9% siswa mengetahui konsep
dengan baik, miskonsepsi tersebut disebabkan oleh kurangnya
pemahaman siswa dan reasoning yang salah.
Pada konsep impuls, untuk soal nomor enam, terdapat 56%
siswa mengetahui konsep dengan baik, sedangkan 44% siswa yang
miskonsepsi. Untuk soal nomor tujuh, terdapat 56% siswa yang
miskonsepsi, sedangkan 44% siswa yang mengetahui konsep dengan
baik, miskonsepsi tersebut disebabkan oleh faktor bahasa dan
reasoning yang salah. Untuk soal nomor delapan, terdapat 87% siswa
yang miskonsepsi sedangkan 13% siswa yang tidak tahu konsep,
miskonsepsi tersebut disebabkan oleh reasoning yang salah dan intuisi
siswa.
Pada konsep hubungan impuls dan momentum, untuk soal
nomor sembilan, terdapat 75% siswa yang miskonsepsi, sedangkan
25% siswa mengetahui konsep dengan baik. Miskonsepsi disebabkan
oleh faktor bahasa.
Pada konsep hukum kelestarian momentum, untuk soal nomor
sepuluh, terdapat 81% siswa yang miskonsepsi sedangkan 19% siswa
yang mengetahui konsep dengan baik, miskonsepsi disebabkan oleh
kurangnya pemahaman siswa. Untuk soal nomor sebelas terdapat 91%
siswa yang miskonsepsi sedangkan 9% siswa mengetahui konsep
dengan baik.
Pada konsep tumbukan, untuk soal nomor tiga belas, terdapat
84% siswa yang miskonsepsi sedangkan 16% siswa mengetahui
konsep dengan baik, miskonsepsi tersebut disebabkan oleh kurangnya
pemahaman siswa. Untuk soal nomor empat belas, terdapat 97% siswa
yang miskonsepsi, sedangkan 3% siswa mengetahui konsep dengan
baik. Untuk soal nomor lima belas terdapat 97% siswa sedangkan 3%
siswa mengetahui konsep dengan baik. Untuk soal nomor enam belas
terdapat 59% siswa yang miskonsepsi sedangkan 41% siswa yang
mengetahui konsep dengan baik. Untuk soal nomor tujuh belas
terdapat 91% siswa miskonsepsi, sedangkan 9% siswa yang tidak tahu
konsep. Untuk soal nomor delapan belas terdapat 81% siswa yang
miskonsepsi, sedangkan 19% siswa yang mengetahui konsep dengan
baik. Untuk soal nomor sembilan belas terdapat 59% siswa yang
menguasai konsep dengan baik, sedangkan 41% siswa yang
mengalami miskonsepsi. Untuk soal nomor dua puluh, terdapat 97%
siswa yang miskonsepsi sedangkan 3% siswa mengetahui konsep
dengan baik.
b. Analisis data Hasil Wawancara
Wawancara dilakukan pada siswa yang paling banyak
mengalami miskonsepsi. Siswa yang banyak mengalami miskonsepsi
tersebut diambil 15% dari seluruh siswa yakni 5 orang. Jenis
wawancara yang digunakan yaitu wawancara terstruktur karena dapat
memudahkan peneliti dalam menggali informasi yang akan diperoleh.
Pedoman wawancara yang dijadikan sebagai instrumen dalam
penelitian ini yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Pedoman
wawancara terdiri dari 20 pertanyaan. Hasil wawancara dengan siswa
tersebut disimpulkan bahwa penyebab miskonsepsi yang dialami
siswa adalah berasal dari guru, buku, materi, siswa itu sendiri dan cara
mengajar.
2. Pembahasan
1. Miskonsepsi Siswa tentang Momentum dan Impuls
Dari hasil analisis tes multiple choice dengan reasoning terbuka
yang berjumlah 20 butir soal, terdapat 16 butir soal yang mengalami
miskonsepsi dan 4 butir soal yang dikuasai siswa dengan baik. Pada
soal nomor 12 sebagian besar siswa (69%) menguasai konsep dengan
baik. Siswa miskonsepsi pada semua konsep yang diujikan yaitu
momentum, impuls, hubungan momentum dan impuls, hukum
kelestarian momentum, tumbukan. Jumlah siswa yang mengalami
miskonsepsi setiap butir soalnya sebanyak 31% - 97% dari 32 siswa.
Pada konsep momentum sebanyak 91% siswa mengalami
miskonsepsi, pada konsep impuls sebanyak 87% siswa yang
miskonsepsi, pada konsep hubungan momentum dan impuls sebanyak
75% siswa yang miskonsepsi, pada konsep hukum kelestarian
momentum sebanyak 91% siswa miskonsepsi, pada konsep tumbukan
sebanyak 97% siswa miskonsepsi.
2. Penyebab Miskonsepsi
Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal. Secara umum
dapat disebabkan oleh siswa sendiri, guru yang mengajar, kontek
pembelajaran, cara mengajar dan buku teks (Suparno, 2013:29). Dari
hasil wawancara dengan siswa kelas XII IPA.4 SMA Negeri 4
Lubuklinggau diperoleh keterangan bahwa penyebab miskonsepsi
yang dialami siswa adalah berasal dari guru, buku, materi, siswa itu
sendiri dan cara mengajar. Sedangkan berdasarkan hasil soal tes,
miskonsepsi disebabkan oleh siswa itu sendiri. Miskonsepsi yang
disebabkan oleh siswa yaitu kemampuan siswa, pemikiran asosiatif,
reasoning yang tidak tepat/salah, faktor bahasa, intuisi siswa dan
ketidakpahaman siswa terhadap konsep.
3. Solusi Mengatasi Miskonsepsi
Secara umum, kiat yang tepat untuk membantu siswa mengatasi
miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan yang dimiliki siswa itu,
mencari sebab-sebabnya, dan dengan pengertian itu menentukan cara
yang sesuai. Tanpa proses pencarian hal-hal itu, kiat kita akan sia-sia.
Secara umum, untuk dapat membantu siswa mengatasi miskonsepsi,
pertama-tama guru perlu mengerti kerangka berpikir siswa. Dengan
mengetahui cara berpikir, cara mengungkap, dan bagaimana gagasan
siswa, kita dapat mengetahui tepat dimana letak miskonsepsi siswa
dan kita dapat membantunya.
E. Simpulan
Berdasarkan analisis data hasil penelitian dan pembahsan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan hasil tes multiple choice dengan reasoning terbuka, dari 20
butir soal yang diujikan terdapat 16 butir soal yang miskonsepsi dan 4
butir soal yang dikuasai siswa dengan baik. Jumlah siswa yang
mengalami miskonsepsi setiap butir soalnya sebanyak 31% - 97% dari 32
siswa. Semua materi momentum dan impuls yang diujikan mengalami
miskonsepsi.
2. Faktor penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa berdasarkan hasil
wawancara dengan siswa, bahwa miskonsepsi disebabkan oleh guru,
buku, materi, siswa dan cara mengajar. Sedangkan berdasarkan hasil soal
tes, disetiap butir soal 90% disebabkan oleh siswa itu sendiri.
Miskonsepsi yang disebabkan oleh siswa itu sendiri yaitu kemampuan
siswa, pemikiran assosiatif, reasoning yang tidak tepat/salah, faktor
bahasa, intuisi siswa dan ketidakpahaman siswa terhadap konsep.
3. Solusi untuk mengatasi miskonsepsi siswa dapat dilakukan dengan cara
mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa, mencoba
menemukan penyebab miskonsepsi tersebut dan mencari perlakuan yang
sesuai untuk mengatasi miskonsepsi.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktek. Jakarta:


Rineka Cipta.
__________ 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

__________ 2006. Metodologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Universitas


Sanata Dharma.

Dahar, Ratna Willis. 2006. Teori-teori Belajar dan pembelajaran. Jakarta:


Erlangga.

Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar Edisi 2. Jakarta: Rineka Cipta.

Giancoli, DC. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Halomoan. 2008. Analisis Konsepsi Guru Mata Pelajaran Fisika Madrasah


Aliyah terhadap Konsep Gaya pada Benda Diam dan Bergerak. [Online] http://
sumut. kemenag. go. Id / file / file / TULISANPENGAJAR / flvk 1343807002.
Pdf. (31 Mei 2015)

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Kinanti, Sarli. 2014. Analisis Miskonsepsi Siswa pada Materi Suhu Dan Kalor
Melalui Tes Multiple Choice Dengan Reasoning Terbuka Dilengkapi Certainty Of
Response Indeks (CRI) di Kelas X SMA Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2013/2014. Skripsi STKIP-PGRI Lubuklinggau. Tidak diterbitkan.

Kurniawati, Linda. 2005. Konsepsi Siswa MAN Tentang Kinematia Gerak Lurus.
Tesis Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Rustaman, N. 2011. Materi Dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Universitas


Terbuka.

Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka


Cipta.

Sudjana, N. 1999. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja


Rosda Karya.

Sugiyono. 2014. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

________2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

________2011. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.


Suparno, Paul. 2013. Miskonsepsi & Perubahan Konsep dalam Pendidikan
Fisika. Jakarta: Grasindo.

Susanti, Ignasia Evi. 2012. Konsepsi siswa tentang usaha dan energi.
[Online]http://repository.library.uksw.edu/jspui/bitstream/123456789/1843/2/T1_
192007012_Full%20text.pdf (20 Desember 2014)

Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja


Rosda Karya.

Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia. 2014. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa.

Tayubi, Y.R. 2005. Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep Konsep Fisika


Menggunakan Certainty of Response Index. [Online] http://
file.upi.edu/Direktori/JURNAL/JURNAL_MIMBAR_PENDIDIKAN/MIMBAR_
NO_3_2005/Identifikasi_Miskonsepsi_Pada_KonsepKonsep_Fisika_Menggunaka
n_Certainty_of_Response_Index_%28CRI%29.pdf. (25 Maret 2015)

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif berorientasi Kontruktivistik.


Jakarta: Prestasi Pustaka.

Young dan Freedman. 2000. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 1.


Terjemahan Oleh Endang Juliastuti. 2002. Jakarta: Erlangga.

Vous aimerez peut-être aussi