Vous êtes sur la page 1sur 22

REKONSTRUKSI HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DI INDONESIA

RECONSTRUCTION OF THE HIERARCHY OF LEGISLATION IN INDONESIA

Zaka Firma Aditya dan M. Reza Winata


Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Perpustakaan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Email: zaka.aditya@gmail.com

Naskah diterima: 11 Maret 2018


Naskah direvisi: 17 Mei 2018
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2018

Abstract
The hierarchy of the legislation in Indonesia has been amended 4 (four) times, however still contains the
juridical issues. The most common problems are related to the overlapping of the existing rules. The Law
Number 12 Year 2011 as the guidance on the hierarchy of the legislation which is considered to resolve the
issues on the previous law, which was also experiencing the same problem. Some of the problems contained
in Law no 12 year 2011 which related to the reposition of the People’s Consultative Assembly decree
(MPR’s decree), the unclear position of the ministerial regulations, the state organs regulations, and local
regulations of village. also, as well as the content of the presidential regulation which is considered to be
similar as the government regulation. This paper will discuss related: (1) the legal historical and the legal
policy of the legislation’s hierarchy in Indonesia and its problems; (2) the reconstruction of the legislation’s
hierarchy in Indonesia. The results of this paper that the establishment of the legislation’s hierarchy in
Indonesia each has its own political law in accordance with the regime at the time. Each hierarchy have
its own problems, although the original purpose is to returned the order and to correct the ambiguity of
the previous legislation. Therefore, the reconstruction of the legislation’s hierarchy is important to ensure
the consistency and the conformity of the norms at various levels of legislation. The reconstruction which
meant here is to rearrange the hierarchy of the legislation by distinguishing between the legislation in the
central levels and the regional levels.
Key words: Hierarchy; laws; regulation; problems; reconstruction

Abstrak
Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia telah diubah sebanyak 4 (empat) kali,
namun masih mengandung permasalahan-permasalahan yuridis di dalamnya. Permasalahan yang
paling sering terjadi berkaitan dengan tumpang tindihnya aturan-aturan yang ada. UU No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai pedoman hierarki
perundang-undangan yang dianggap dapat mengatasi masalah dalam undang-undang sebelumnya,
namun juga mengalami masalah yang sama. Beberapa problematika yang ada dalam UU No. 12
Tahun 2011 berkaitan dengan dikembalikannya kedudukan ketetapan MPR, tidak tegasnya
kedudukan peraturan menteri, kedudukan peraturan lembaga negara, dan peraturan desa, serta
materi muatan peraturan presiden yang dianggap sama dengan peraturan pemerintah. Tulisan
ini akan membahas mengenai (1) legal historis dan politik hukum hierarki peraturan perundang-
undangan di Indonesia beserta permasalahan-permasalahannya; dan (2) rekonstruksi hierarki
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Adapun hasil penulisan ini bahwa pembentukan
hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia memiliki politik hukum masing-masing
sesuai dengan rezim pemerintahan pada saat itu. Setiap hierarki memiliki problematikanya masing-
masing, meskipun tujuan awalnya sama yaitu untuk menertibkan dan memperbaiki kerancuan dari
peraturan sebelumnya, sehingga rekonstruksi hierarki peraturan perundang-undangan penting

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 79


dilakukan agar menjamin konsistensi perundang-undangan sebagaimana diatur
dan keselarasan norma-norma pada dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
berbagai tingkatan peraturan perundang- tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Adapun rekonstruksi yang Undangan (UU No. 12 Tahun 2011). Pasal 7
dimaksud adalah dengan menata kembali ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 menyebutkan
hierarki peraturan perundang-undangan
mengenai jenis dan hierarki peraturan
dengan membedakannya antara peraturan
perundang-undangan di Indonesia, yaitu:
perundang-undangan tingkat pusat dan
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik
tingkat daerah.
Indonesia Tahun 1945;
Kata kunci: hierarki; peraturan; undang-
2. Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat;
undang; permasalahan;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
rekonstruksi
Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
I. PENDAHULUAN 5. Peraturan Presiden;
Di dalam ilmu perundang-undangan 6. Peraturan Daerah Provinsi;
dikenal adanya teori hierarki. Teori Hierarki 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
merupakan teori yang menyatakan bahwa Selanjutnya, Pasal 7 ayat (2) UU No. 12
sistem hukum disusun secara berjenjang Tahun 2011 menentukan bahwa kekuatan
dan bertingkat-tingkat seperti anak tangga. hukum peraturan perundang-undangan sesuai
Hubungan antara norma yang yang mengatur dengan hierarki sebagaimana dalam Pasal 7 ayat
perbuatan norma lain dan norma lain tersebut (1). Ini berarti bahwa Undang-Undang Dasar
disebut sebagai hubungan super dan sub- Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
ordinasi dalam konteks spasial.1 Norma yang NRI Tahun 1945) dijadikan sebagai norma
menentukan perbuatan norma lain adalah dasar (basic norm) sebagaimana menurut Kelsen
superior, sedangkan norma yang melakukan atau aturan dasar negara (Staatsgrundgesetz)
perbuatan disebut norma inferior. Oleh sebab sebagaimana pandangan Nawiaky. Oleh sebab
itu, perbuatan yang dilakukan oleh norma yang itu, konsekuensinya adalah: pertama, UUD
lebih tinggi (superior) menjadi alasan validitas NRI Tahun 1945 mengesampingkan semua
keseluruhan tata hukum yang membentuk satu peraturan yang lebih rendah (berlaku asas
kesatuan.2 lex superiori derogat legi inferiori) dan kedua,
Di Indonesia, rantai norma hukum ini materi muatan dari UUD NRI Tahun 1945
diaktualisasikan ke dalam hierarki peraturan menjadi sumber dalam pembentukan segala
perundang-undangan, sehingga Ketetapan
1
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Theory Hans Kelsen
MPR hingga Peraturan Daerah Kabupaten/
Tentang Hukum, Cetakan 1, Jakarta: Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hal. Kota tidak boleh bertentangan dengan UUD
110. NRI Tahun 1945. Menurut Ni’matul Huda,
2
Dalam teori das doppelte rechstanilitz yang dikemukakan apabila peraturan perundang-undangan yang
oleh Adolf Merkl, norma hukum pada dasarnya memiliki
lebih rendah bertentangan dengan di atasnya,
dua wajah. Pertama, norma hukum keatas, dimana ia
bersumber dan berdasar pada norma diatasnya. Kedua, maka peraturan tersebut dapat dituntut
norma hukum kebawah, dimana ia juga menjadi dasar dan untuk dibatalkan atau batal demi hukum (van
menjadi sumber bagi norma hukum dibawahnya. Dalam rechtswegenietig).3
pengertian ini, maka norma hukum memiliki mas berlaku
UU No. 12 Tahun 2011 telah memuat
(rechtskracht) yang relative karena masa berlakunya suatu
norma tergantung pada norma hukum diatasnya, sehingga asas yuridis dalam pembentukan peraturan
apabila norma hukum diatasnya dihapus atau dicabut, perundang-undangan di Indonesia, namun masih
maka norma hukum yang berada dibawahnya juga dihapus
atau dicabut. Lihat, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang- 3
Ni’matul Huda, “Kedudukan Peraturan Daerah dalam
Undangan: Dasar dan Cara Pembentukannya, Yogjakarta: Hierarki Peraturan Perundang-Undangan”, Jurnal
Kanisius, 1998, hal. 25. Hukum Vol. 13 No. 1, Januari 2006, hal. 29.

80 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018


memunculkan masalah-masalah yuridis dalam Hal ini memunculkan kebingungan (diskursus)
penerapannya. Pertama, UU No. 12 Tahun 2011 mengenai kedudukan peraturan perundang-
mengembalikan posisi/kedudukan Ketetapan undangan lainnya tersebut di dalam hierarki,
MPR ke dalam hierarki peraturan perundang- karena dalam penerapannya, peraturan
undangan. Padahal, dalam Undang-Undang setingkat peraturan menteri justru dapat
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan mengesampingkan peraturan daerah.
Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 10 Berdasarkan permasalahan tersebut,
Tahun 2004), kedudukan dari Ketetapan MPR perlu dibuat strategi rekonstruksi hierarki
telah dihapuskan dalam hierarki perundang- peraturan perundang-undangan di Indonesia.
undangan di Indonesia. Hal ini kemudian Hal ini disebabkan di dalam negara yang
memunculkan pertanyaan dan permasalahan berdasarkan hukum, hierarki perundang-
baru karena dengan adanya Ketetapan MPR undangan dijadikan sebagai legalitas dalam
dalam hierarki peraturan perundang-undangan, menyelesaikan permasalahan di bidang hukum
maka secara yuridis konstitusional, Ketetapan agar tercipta keadilan dan kepastian hukum.
MPR tidak dapat diuji melalui sistem judicial Keberadaan hierarki peraturan perundang-
review, baik melalui Mahkamah Konstitusi (MK) undangan dalam kehidupan ketatanegaraan
maupun Mahkamah Agung (MA). Artinya, Indonesia merupakan sebuah sistem untuk
apabila terdapat materi muatan Ketetapan MPR menjaga adanya konsistensi dan ketaatan asas
yang bertentangan dengan UUD NRI Tahun dalam hukum positif di Indonesia.5 Larangan
1945 ataupun melanggar hak konstitusional terdapat pertentangan antara suatu norma
warga negara, baik secara potensial maupun dengan norma yang lain, semata demi memberi
secara faktual, maka akan sangat sulit mekanisme jaminan kepastian hukum kepada masyarakat.
penyelesaiannya. Makna tata urutan atau hierarki atau tingkatan
Kedua, keberadaan Peraturan Presiden dalam tata hukum/peraturan perundang-
(Perpres) yang muatan materinya hampir sama undangan adalah:6
dengan Peraturan Pemerintah dan dianggap a. Peraturan hukum atasan merupakan dasar
memiliki muatan materi yang tidak menentu, hukum pembentukan peraturan hukum
sehingga berpotensi digunakan oleh presiden bawahan.
untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan b. Peraturan hukum bawahan merupakan
(abuse of power). Ketiga, di dalam UU No. 12 pelaksanaan peraturan hukum atasan,
Tahun 2011 juga dikenal adanya jenis peraturan oleh karena itu kedudukannya lebih
perundang-undangan lainnya di luar hierarki rendah dan materi muatannya tidak boleh
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1). bertentangan.
Peraturan lainnya tersebut berupa Peraturan c. Manakala terdapat dua peraturan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), perundang-undangan dengan materi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan muatan mengatur materi sama dan dengan
Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung kedudukan sama maka berlaku peraturan
(MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Badan perundang-undangan baru.
Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Yudisial
(KY), Bank Indonesia (BI), Menteri, badan
atau lembaga yang setingkat yang dibentuk 5
Dian Agung Wicaksana, “Implikasi dan Re-Eksistensi Tap
dengan undang-undang atau pemerintah atas MPR dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan
terhadap Jaminan atas Kepastian Hukum yang Adil di
perintah undang-undang, DPRD Provinsi,
Indonesia ”, Jurnal Konstitusi, Vol. 10 No. 1, Maret 2013,
Gubernur, DPRD Kabupaten/kota, Bupati/ hal. 151-152.
Walikota, Kepala Desa atau setingkatnya.4 6
Retno Saraswati, “Perkembangan Pengaturan Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
4
Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang di Indonesia”, Media Hukum, Vol. IX, No. 2, April-Juni
Pembentukan Peraturan Perudang-undangan. 2009, hal. 1.

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 81


Selain itu, pembentukan peraturan perbandingan dengan negara lain khususnya
perundang-undangan menjadi salah satu Korea Selatan yang memiliki kemiripan hierarki
upaya dalam pembangunan hukum nasional. peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Terealisasinya pembentukan peraturan Tujuan dari penulisan ini adalah pertama,
perundang-undangan yang komprehensif dan mengetahui legal historis dan politik hukum
memenuhi asas-asas dan tidak saling tumpang pembentukan peraturan perundang-undangan
tindih, dapat mewujudkan tegaknya wibawa di Indonesia sekaligus masalah-masalahnya
hukum dalam pembangunan hukum. Adapun dari setiap rezim hierarki tersebut dan
permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini kedua, mengetahui model hierarki peraturan
adalah: perundang-undangan pada masa mendatang
1. Bagaimana legal historis dan politik untuk dirumuskan atau digagas oleh pembentuk
Hukum pembentukan hierarki peraturan undang-undang (legislator). Adapun kegunaan
perundang-undangan di Indonesia? dari penulisan ini secara umum dapat
2. Bagaimana rekonstruksi hierarki peraturan memperluas pemahaman dan pengetahuan di
perundang-undangan di Indonesia? bidang ilmu hukum khususnya di bidang hukum
Saat ini, terdapat beberapa literasi peraturan perundang-undangan. Secara khusus,
dalam bentuk artikel Jurnal Hukum yang tulisan ini dapat menjadi bahan masukan bagi
telah membahas mengenai isu-isu tersebut, pembuat undang-undang (legislator) dalam
misalkan artikel dengan judul “Hierarki Baru menyusun rancangan undang-undang tentang
Peraturan Perundang-undangan” oleh Enny pembentukan peraturan perundang-undangan
Nurbaningsih dalam Jurnal Mimbar Hukum untuk menggantikan UU No. 12 Tahun 2011
tahun 2004, lalu artikel jurnal berjudul “Kajian yang saat ini masih banyak permasalahan
terhadap Jenis dan Tata Urutan Peraturan yuridis, baik di dalam teori maupun praktiknya.
Perundang-Undang di Indonesia” oleh
Syihabudin dalam Jurnal Hukum No. 24, Vol II. LEGAL HISTORIS DAN POLITIK
10 tahun 2003, namun pembahasan dalam HUKUM PEMBENTUKAN
jurnal-jurnal ini masih berdasarkan hierarki PERATURAN PERUNDANG-
perundang-undangan dahulu yang diatur UNDANGAN DI INDONESIA
UU No. 10 tahun 2004, sehingga sudah tidak BESERTA PERMASALAHAN-
relevan dengan konteks pengaturan saat ini. PERMASALAHANNYA
Adapun artikel jurnal berjudul “Problematika Berbagai literatur menyebutkan hierarki
Hukum Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 atau tata urutan peraturan perundang-
tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan di Indonesia telah mengalami 4
Undangan” oleh Retno Saraswati dalam (empat) kali perubahan sejak kemerdekaan,
Jurnal Yustisia Vol. 2, No. 3 Tahun 2013 sebagaimana diatur di dalam Ketetapan MPRS
masih sebatas mendeksripsikan permasalahan Nomor XX/MPRS/1966, Ketetapan MPR
dalam pengaturan UU No. 12 tahun 2011 dan Nomor III/MPR/2000, UU No. 10 Tahun 2004,
belum memberikan tawaran hierarki peraturan dan UU No. 12 Tahun 2011. Keempat aturan
perundang-undangan yang baru. Untuk itu, tata urutan peraturan perundang-undangan
kebaruan gagasan dalam jurnal ini mengusulkan tersebut memiliki persamaan dan perbedaan
hierarki peraturan perundang-undangan baru yang cukup mencolok. Namun, sebenarnya
di Indonesia untuk menjawab permasalahan- hierarki peraturan perundang-undangan
permasalahan tersebut. Rekonstruksi hierarki di Indonesia sudah dikenal sejak zaman
ini akan menganalisis kedudukan dari setiap kemerdekaan apabila ditelusuri lebih jauh.
peraturan perundang-undangan yang saat Pada awal kemerdekaan, secara umum
ini berada di dalam dan di luar hierarki, tidak dikenal adanya hierarki peraturan
yang berdasarkan doktrin-doktrin ahli dan perundang-undangan. Pada masa itu dengan

82 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018


sistem pemerintahan yang executive centris, Maklumat dipakai sebagai alternatif bagi jenis
dikenal adanya peraturan dan keputusan yang peraturan perundang-undangan yang tidak
tidak lazim dikenal di zaman sekarang ini dikategorikan dalam bentuk undang-undang
seperti adanya Maklumat Presiden, Penetapan atau peraturan pemerintah.
Presiden, UU darurat, UU Federal, Intruksi Selain itu, pada masa awal kemerdekaan
Presiden dan Dekrit Presiden. Selain itu, pada juga masih dikenal adanya undang-undang
masa ini hanya dikenal 3 (tiga) jenis peraturan peninggalan Belanda seperti wet, ordonantie,
perundang-undangan di luar Undang-Undang gemeentelijke raadverordeningen, dan besluit
Dasar, yaitu: (1) undang-undang; (2) Peraturan Beberapa di antaranya masih memiliki kekuatan
Pemerintah Sebagai Pengganti undang-undang; hukum dan berlaku di Indonesia hingga sekarang
dan (3) Peraturan Pemerintah. Tidak terdapat ini, antara lain, Hinder Ordonantie (Ordonanti
jenis peraturan perundang-undangan lainnya Gangguan/HO) berdasarkan Staatblad Nomor
yang disebut dan tidak ada ketentuan yang 226 tahun 1926, Wetboek van Strafrecht
memerintahkan diaturnya jenis-jenis peraturan (WvS) atau Kitab Undang-Undang Hukum
perundang-undangan dalam undang-undang Pidana (KUHP) dan Burgerlijk Wetboek (BW)
oleh UUD 1945 (sebelum perubahan). Namun atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
demikian, antara periode 1945-1949 juga (KUHpdt). Saat itu belum dikenal hierarki
berkembang jenis-jenis peraturan perundang- peraturan perundang-undangan, namun di
undangan lainnya, seperti: bidang peraturan diberlakukan ketentuan
1. Penetapan Presiden; umum peraturan perundang-undangan di negeri
2. Peraturan Presiden; jajahan yaitu dengan dikeluarkannya Algemene
3. Penetapan Pemerintah; Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie Indie
4. Maklumat Pemerintah; dan (AB). Di dalam Pasal 2 AB dikenal aturan
5. Maklumat Presiden; umum bahwa undang-undang tidak boleh
Menurut A. Hamid S. Attamimi, pemakaian berlaku surut.
9

nama dan materi muatan dari masing-masing Kemudian pada 2 Februari 1950, Pemerintah
peraturan perundang-undangan tersebut RI Yogjakarta menetapkan undang-undang
tidak pasti, rancu, dan tidak konsisten seperti yang mengatur tentang jenis dan hierarki
halnya penamaan “maklumat”.7 Menurut peraturan perundang-undangan melalui UU
Moch. Tolchah Mansoer, digunakannya nama No. 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang
“maklumat” dikarenakan pada waktu itu Jenis dan Bentuk Peraturan yang dikeluarkan
memang belum sempat memikirkan apakah oleh Pemerintah Pusat, antara lain:
nama produk yang dibuat oleh Presiden, 1. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
Menteri, Komite Nasional, dan sebagainya.8 Pengganti Undang-Undang;
2. Peraturan Pemerintah; dan
7
A. Hamid S. Attamimi, Hukum Tentang Peraturan 3. Peraturan Menteri.
Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum
Tata Pengaturan), Pidato purna Bhakti Guru Besar Tetap, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993, landasan yuridis berlakunya kembali UUD
hal. 247-257. 1945 membawa implikasi terhadap hierarki
8
Penggunaan istilah maklumat sendiri tidak konsisten,
peraturan perundang-undangan. Hal ini
dimana ada yang disebut Maklumat Pemerintah,
Maklumat Presiden, dan Maklumat Wakil Presiden. dikarenakan jenis peraturan perundang-
Begitu juga dengan materi muatannya, ada yang berisi undangan sebagaimana disebutkan dalam
materi muatan UUD, UU, peraturan dibawah UU, UUD 1945 (sebelum perubahan) yang terdiri
atau bahkan hanya berisi pengumuman dan instruksi
dari undang-undang, Perppu, dan Peraturan
pemerintah, seperti Maklumat Pemerintah tanggal 28
Desember 1945 tentang Kewajiban Tentara Inggris. Pemerintah dipandang belum dapat memenuhi
A. Rosyid Al Atok, Konsep Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Malang: Setara Press, 2015, hal. 41.
9
Ibid., hal. 2-3.

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 83


kebutuhan. Oleh karena itu, Presiden Soekarnomateri muatan yang seharusnya diatur dengan
melalui Surat Presiden Nomor 2262/HK/1959 Peraturan Pemerintah justru diatur melalui
tertanggal 20 Agustus 1959 meminta ketua Peraturan Presiden dan juga banyak materi
DPR-GR untuk segera mengeluarkan jenis- muatan dalam undang-undang yang justru
jenis peraturan perundang-undangan lain selain
diatur melalui Peraturan Presiden tersebut.12
yang telah disebut sebagaimana di dalam UUD Pada tahun 1966, Majelis Permusyawaratan
1945, antara lain:10 Rakyat Sementara (MPRS) mengeluarkan
1. Penetapan Presiden, untuk melaksanakan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966
Dekrit Presiden/Panglima tertinggi
tentang Memorandum Dewan Perwakilan
Angkatan Perang 5 Juli 1959; Rakyat Gotong Royong mengenai Sumber
2. Peraturan Presiden, antara lain: Tertib Hukum dan Tata urutan Peraturan
a. Peraturan Presiden yang dikeluarkan Perundang-Undangan (Tap MPRS No. XX/
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945;
MPRS/1966), yang dilatarbelakangi adanya
b. Peraturan Presiden yang untuk kerancuan-kerancuan dari sumber tertib
melaksanakan Penetapan Presiden; hukum di Indonesia. Menurut Sri Soemantri,
3. Peraturan Pemerintah, untuk melaksanakan diajukannya hierarki peraturan perundang-
Peraturan Presiden; undangan dalam Tap MPRS No. XX/
4. Keputusan Presiden, untuk melaksanakan MPRS/1966, dilatarbelakangi oleh adanya
Peraturan Presiden dalam melakukan atau Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang telah dijadikan
meresmikan pengangkatan-pengangkatan; dasar hukum bagi Penetapan Presiden yang
5. Peraturan Menteri, untuk mengatur sesuatusederajat dengan Undang-Undang.13 Selain itu,
yang dibuat oleh departemen-departemen; Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 secara tersirat
dan memuat susunan kekuasaan dalam Negara
6. Keputusan Menteri, untuk melaksanakan atau
Republik Indonesia yang semuanya bersumber
meresmikan pengangkatan-pengangkatan. pada Presiden RI (executive heavy).
Dengan dikeluarkannya berbagai peraturan Menurut Tap MPRS No. XX/MPRS/1966,
perundang-undangan tersebut, menyebabkan tata urutan peraturan perundang-undangan
terjadinya permasalahan dan kerancuan dalam sebagai berikut:
tata urutan peraturan perundang-undangan, 1. Undang-Undang Dasar 1945;
terutama tata urutan antara undang-undang 2. Ketetapan MPRS;
dan penetapan presiden serta antara peraturan3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
pemerintah dan peraturan presiden. Pengganti Undang-Undang;
Penetapan presiden berdasarkan Surat 4. Peraturan Pemerintah;
Presiden kepada ketua DPR-GR tersebut pada 5. Keputusan Presiden;
awalnya dimaksudkan untuk melaksanakan 6. Peraturan Menteri; dan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Peraturan 7. Peraturan Pelaksana Lainnya seperti:
Presiden dikeluarkan untuk melaksanakan a. Peraturan Menteri;
UUD 1945, tetapi dalam praktiknya banyak b. Instruksi Menteri; dan
materi muatan yang seharusnya diatur dengan c. Lain-lainnya
undang-undang justru diatur dengan Penetapan Hal tersebut menunjukkan bahwa
Presiden atau dengan Peraturan Presiden atau telah ada pengaturan tata urutan peraturan
bahkan Perppu.11 Selain itu, terdapat juga perundang-undangan di Indonesia, namun
pada kenyataannya masih dapat dijumpai
10

Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca
Reformasi, Jakarta: PT Buana Ilmu Populer, 2007, hal. 12
Ibid.
213. 13
Riri Nazriyah, MPR RI Kajian Terhadap Produk Hukum
11
Soehino, Hukum Tata Negara Teknik Perundang-undangan, dan Prospek di Masa Depan, Yogjakarta: FH UII, 2007, hal.
Yogjakarta: Liberty, 1981, hal. 6. 69.

84 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018


permasalahan yuridis di dalamnya. Menurut MPR No. III/MPR/2000 juga dilatarbelakangi
Maria Farida:14 oleh adanya dorongan yang besar dari berbagai
“Keputusan Presiden tidak tepat dimasukkan daerah di Indonesia untuk mendapatkan
dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan otonomi yang lebih luas berubahnya konsep
dalam Tap MPRS/XX/1966 apabila Keputusan otonomi daerah.17 Oleh karena itu, di dalam
Presiden yang dimaksud adalah yang bersifat Tap MPR No. III/MPR/2000 ini, untuk pertama
khusus (einmalig), karena dalam Keputusan kalinya Peraturan Daerah (perda) dimasukkan
Presiden yang bersifat khusus (einmalig) ke dalam hierarki peraturan perundang-
normanya individual, konkret, dan sekali selesai undangan. Adapun bentuk dan jenis peraturan
sehingga bersifat beschikking. Padahal, norma perundang-undangan yang diatur di dalam Tap
dari suatu peraturan perundang-undangan MPR No. III/MPR/2000, antara lain:
seharusnya bersifat umum, abstrak, dan terus 1. Undang-Undang Dasar 1945;
menerus (dauerhaftig).” 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Selain itu, dimasukkannya Intruksi Menteri Rakyat;
dalam Peraturan Perundang-undangan juga 3. Undang-Undang;
dianggap tidak tepat meskipun sebagai peraturan 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
pelaksana. Hal ini disebabkan suatu instruksi Undang;
selalu bersifat individual dan konkrit serta harus 5. Peraturan Pemerintah;
terdapat hubungan atasan dengan bawahan 6. Keputusan Presiden; dan
secara organisatoris, sedangkan sifat dari norma 7. Peraturan Daerah.
hukum dalam peraturan perundang-undangan Tap MPR No. III/MPR/2000 juga
adalah bersifat umum, abstrak, dan berlaku menimbulkan permasalahan dalam bidang
terus-menerus.15 Maria Farida juga mengkritisi perundang-undangan. Laporan Kompendium
bahwa dalam Tap MPRS No. XX/ MPRS/1966 Bidang Hukum Peraturan Perundang-
tidak memasukkan Peraturan Daerah (perda) Undangan yang diterbitkan oleh Departemen
sebagai salah satu jenis peraturan perundang- Hukum dan HAM RI tahun 2008 menyebutkan
undangan, meskipun Perda merupakan salah terdapat dua permasalahan mendasar dari
satu jenis peraturan perundang-undangan dan Tap MPR No. III/MPR/2000.18 Pertama, posisi
tidak selalu merupakan peraturan pelaksana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
saja.16 Tidak dimasukkannya Perda dalam Undang (Perppu) yang terletak di bawah
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 sebenarnya undang-undang, termasuk di dalamnya
dapat dipahami karena pada masa itu sistem di perbedaan materi muatan antara Perppu dan
Indonesia masih menganut sistem sentralistik undang-undang. Ketentuan Pasal 2 Tap MPR
dan belum berkembang adanya konsep No. III/MPR/2000 ini bertentangan dengan
desentralisasi dengan otonomi daerah. Pasal 22 UUD 1945 (sebelum amandemen),
Pasca reformasi, MPR mengeluarkan karena Perppu pada prinsipnya memiliki
Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Tata muatan materi yang sama dengan undang-
Urutan Peraturan Perundang-Undangan untuk undang.19 Menurut Yusril Ihza Mehendra,
menggantikan Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, dengan meletakkan Perppu setingkat di
yang dilatarbelakangi adanya keinginan untuk bawah undang-undang berarti perppu tidak
menertibkan dan menyelesaikan permasalahan
yuridis perundang-undangan yang tidak 17

Dian Agung Wicaksana, “Implikasi Re-Eksistensi Tap
terselesaikan dengan menggunakan Tap MPRS MPR dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan
Terhadap Jaminan Atas Kepastian Hukum yang Adil di
No. XX/MPRS/1966. Selain itu, lahirnya Tap
Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Vol. 10 No. 1, Maret 2013,
hal. 147.
14
Maria Farida Indrati, hal. 75-77. 18
Maria Farida, dkk., Laporan Kompendium Bidang
15
Ibid., hal. 79.
Hukum…, Op.Cit., hal. 4.
16
Ibid., hal. 80. 19
Ibid.

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 85


boleh bertentangan dengan undang-undang. undang. Hal ini tidak ditemukan di dalam Tap
Hal ini akan mengakibatkan kesulitan bagi MPR No. III/MPR/2000 yang menempatkan
pemerintah dalam mengatasi keadaan genting Perppu satu tingkat di bawah undang-undang.
yang menghendaki pemerintah agar menunda/ Kedua, kedudukan peraturan daerah di dalam
mencabut berlakunya suatu undang-undang. UU No. 10 Tahun 2004 semakin diperinci dan
Kedua, penyebutan Peraturan Daerah (perda) dipertegas yaitu Peraturan Daerah Provinsi,
yang terletak di bawah keputusan presiden dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan
dihapuskannya keputusan menteri dalam tata Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat.
urutan.20 Selain itu, materi muatan peraturan Ketiga, dihilangkannya kedudukan Ketetapan
daerah yang disebutkan dalam Tap MPR No. MPR dalam hierarki peraturan perundang-
III/MPR/2000 dianggap terlalu luas karena undangan. Hal ini merupakan implikasi dari
tidak dibedakan antara Perda Provinsi, Perda adanya perubahan Pasal 1 ayat (2) dan Pasal
Kabupaten/Kota, atau Peraturan Desa. 3 dalam perubahan UUD 1945 amandemen
Banyaknya permasalahan yuridis dalam Tap ketiga, sehingga MPR tidak lagi memiliki
MPR No. III/MPR/2000 tersebut menyebabkan kekuasaan untuk menetapkan putusan-
pembaruan hukum yang terjadi pada 24 Mei putusan yang bersifat pengaturan dalam bentuk
Tahun 2004 dengan disahkannya UU No. ketetapan MPR.
10 Tahun 2004 yang berlaku secara efektif Meskipun UU No. 10 Tahun 2004 lahir
mulai November 2004 untuk menggantikan untuk memperbaiki permasalahan yuridis
tata urutan peraturan perundang-undangan dari Tap MPR No. III/MPR/2000, namun
dalam Tap MPR No. III/MPR/2000. Pasal 7 terdapat juga beberapa masalah klasik yang
ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 menentukan dapat ditemukan. Pertama, permasalahan yang
bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang- paling mencolok adalah keberadaan Peraturan
undangan di Indonesia sebagai berikut: Presiden (Perpres) yang materi muatannya
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik hampir sama dengan peraturan pemerintah.
Indonesia Tahun 1945; Keberadaan Perpres sebenarnya sudah menjadi
2. Undang-Undang/Peraturan pemerintah perdebatan lama sejak dalam Rapat Panitia
Pengganti Undang-Undang; Khusus (Pansus). Perdebatan yang terjadi
3. Peraturan Pemerintah; dilandasi oleh pemikiran bahwa Presiden
4. Peraturan Presiden; dan sebagai pemegang kekuasaan eksekutif memiliki
5. Peraturan Daerah; kekuasaan yang besar di bidang legislatif karena
a. Peraturan Daerah Provinsi; di samping membentuk peraturan pemerintah
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; juga dapat membentuk Perpres. Apabila dilihat
dan dari sisi Perpres sebagai produk eksekutif
c. Peraturan Desa/Peraturan yang (pemerintah) maka pelaksanaannya cukup
setingkat. dengan menggunakan Peraturan Pemerintah.
UU No. 10 Tahun 2004 merupakan bentuk Di samping itu, Perpres juga dianggap memiliki
dari penyempurnaan dan perbaikan tata urutan muatan materi yang tidak menentu, sehingga
peraturan perundang-undangan sebagaimana berpotensi digunakan untuk penyalahgunaan
telah diatur dalam Tap MPR No. III/MPR/2000. kekuasaan (abuse of power). Kedua, UU No. 10
Perbaikan yang dimaksud adalah: pertama, Tahun 2004 dipandang memiliki ketidakjelasan
disejajarkannya kembali Perppu setingkat dan ketidakpastian hukum dengan adanya
dengan undang-undang. Artinya, muatan rumusan Pasal 7 ayat (4) yang menyebutkan
materi Perppu di dalam UU No. 10 Tahun 2004 bahwa jenis peraturan perundang-undangan
dianggap sama dengan muatan materi undang- lainnya selain sebagaimana diatur dalam ayat (1),
diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan
20
Maria Farida, dkk., Laporan Kompendium Bidang hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Hukum…, Loc.Cit.

86 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018


peraturan perundang-undangan yang lebih Secara umum, lahirnya UU No. 12 Tahun
tinggi. 2011 telah memberikan penyempurnaan
Berdasarkan Pasal 7 UU No. 10 Tahun terhadap UU No. 10 Tahun 2004 khususnya
2004 tersebut, pada dasarnya terdapat 2 (dua) dengan mengembalikan kedudukan dari
macam peraturan perundang-undangan di Ketetapan MPR di dalam hierarki peraturan
Indonesia, yaitu peraturan tingkat pusat dan perundang-undangan. Ketetapan MPR
peraturan tingkat daerah. Menurut Maria diletakkan setingkat di bawah UUD NRI Tahun
Farida, jenis-jenis dari peraturan perundang- 1945 dan setingkat di atas undang-undang,
undangan di Indonesia berdasarkan UU No. jenis dan hierarkinya sebagai berikut:
10 Tahun 2004 dapat dikembangkan sebagai 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik
berikut:21 Indonesia Tahun 1945;
1. Peraturan Perundang-Undangan Tingkat 2. Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat;
Pusat 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
a. Undang-Undang dan Peraturan Pengganti Undang-Undang;
Pemerintah Pengganti Undang- 4. Peraturan Pemerintah;
Undang; 5. Peraturan Presiden;
b. Peraturan Pemerintah; 6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
c. Peraturan Presiden; 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
d. Peraturan Menteri; Menariknya, meskipun UU No. 12 Tahun
i. Peraturan Kepala Lembaga 2011 dipandang lebih sempurna daripada
Pemerintahan Non Departemen ; UU No. 10 Tahun 2004, namun pada
ii. Peraturan Direktur Jenderal kenyataannya masih ditemukan problematika
Departemen; dalam penerapan hierarki peraturan
iii. Peraturan Badan Hukum Negara. perundang-undangan. Bahkan, permasalahan
2. Peraturan Perundang-Undangan Tingkat dalam UU No. 12 Tahun 2011 jauh lebih
Daerah kompleks dibandingkan dalam UU No. 10
a. Peraturan Daerah Provinsi; Tahun 2004. Pertama, UU No. 12 Tahun 2011
b. Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala mengembalikan kembali kedudukan Ketetapan
Daerah Provinsi; MPR dalam hierarki peraturan perundang-
c. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota; undangan. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya
d. Peraturan/Keputusan Bupati/ Walikota tugas konstitusional bagi MPR sebagaimana
Kepala Daerah Kabupaten/Kota. diatur dalam Pasal I Aturan Tambahan UUD
Kelemahan dan permasalahan yang terdapat 1945 (setelah amandemen) untuk melakukan
di dalam UU No. 10 Tahun 2004 kemudian peninjauan terhadap materi dan status hukum
diperbaiki dalam UU No. 12 Tahun 2011 yang ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR untuk
menurut pembentuk undang-undang dapat diambil putusan dalam sidang MPR tahun
dikatakan lebih sempurna dari sebelumnya. Hal 2003 yang kemudian dituangkan dalam Tap
ini diuraikan secara rinci di dalam Penjelasan MPR No. I/MPR/2003. Permasalahannya,
Umum UU No. 12 Tahun 2011 bahwa lahirnya setelah amandemen UUD 1945, lahir lembaga
UU No. 12 Tahun 2011 dilatarbelakangi untuk bernama Mahkamah Konstitusi (MK) yang
menyempurnakan kelemahan-kelemahan UU memiliki kewenangan konstitusional yang salah
No. 10 Tahun 2004.22 satunya menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, sedangkan peraturan
21
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan : Dasar perundang-undangan di bawah undang-
dan Cara Pembentukannya, Yogjakarta: Kanisius, 2007, undang terhadap undang-undang dapat diuji
hal. 184. ke Mahkamah Agung. Artinya, dalam hierarki
22
Penjelasan umum UU No. 12 Tahun 2011 tentang
peraturan perundang-undangan versi UU No.
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 87


12 Tahun 2011, Ketetapan MPR tidak dapat dibentuk berdasarkan kewenangan. Hal ini
dilakukan pengujian, baik melalui Mahkamah menimbulkan kerancuan yang dalam praktiknya
Konstitusi maupun Mahkamah Agung apabila seringkali terdapat banyak pengabaian, yaitu
terdapat materi muatan ketetapan MPR yang banyak daerah yang membentuk Peraturan
bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 Daerah tidak mengacu pada Peraturan Menteri.
maupun undang-undang dan peraturan di Bahkan, tidak sedikit Pemerintah Daerah yang
bawahnya yang bertentangan dengan ketetapan sengaja mengabaikan Peraturan Menteri dalam
MPR. pembentukan Peraturan Daerah dengan alasan
Kedua, UU No. 12 Tahun 2011 juga mengenal tidak jelasnya posisi Peraturan Menteri dalam
adanya jenis peraturan perundang-undangan hierarki sebagaimana diatur UU No. 12 Tahun
lainnya di luar hierarki sebagaimana dalam Pasal 2011.
7 ayat (1). Peraturan lainnya tersebut berupa Keempat, kedudukan Peraturan Daerah
Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Kabupaten/Kota di bawah Peraturan Daerah
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Provinsi dalam hierarki peraturan perundang-
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah undangan yang memunculkan pertanyaan
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi yuridis apakah pembentukan Peraturan Daerah
Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan atau Kabupaten/Kota harus didahului adanya
lembaga yang setingkat yang dibentuk dengan pembentukan Peraturan Daerah Provinsi
undang-undang atau pemerintah atas perintah atau tidak. Kelima, kedudukan Peraturan
undang-undang, DPRD Provinsi, Gubernur, Desa yang tidak dicantumkan dalam hierarki
DPRD Kabupaten/kota, Bupati/Walikota, peraturan perundang-undangan. Padahal,
Kepala Desa atau setingkatnya. Peraturan- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
peraturan ini tidak memiliki kedudukan secara tentang Desa (UU No. 6 Tahun 2014) juga
pasti dalam hierarki peraturan perundang- telah mengamanatkan bahwa Desa memiliki
undangan, sehingga seringkali memunculkan kewenangan untuk menyusun Peraturan
kerancuan dan pertentangan dengan peraturan Desa. Pasal 69 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014
perundang-undangan lainnya. Misalnya, sebagai menetapkan bahwa terdapat 3 (tiga) jenis
dasar hukum, akan sangat sulit menentukan peraturan di Desa terdiri dari Peraturan Desa,
kedudukan yang lebih tinggi antara Peraturan Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan
Bank Indonesia dengan Peraturan Pemerintah. Kepala Desa. Berdasarkan 3 (tiga) jenis
Karena dalam praktiknya, Peraturan peraturan tersebut, hanya 2 (dua) yang wajib
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 mengatur diundangkan dalam Lembaran Desa dan Berita
dengan memperbolehkan pihak asing membeli Desa oleh Sekretaris Desa yaitu Peraturan
maksimal 99% saham di Bank Lokal, sedangkan Desa dan Peraturan Kepala Desa. Artinya,
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/8/ secara teoritis, berdasarkan karakteristik,
PBI/2012 mengatur bahwa pihak asing hanya pembentukan, dan pengundangannya, maka
dapat membeli maksimal 40% saham di bank Peraturan Desa termasuk ke dalam kategori
lokal.23 peraturan perundang-undangan (regeling regel).
Ketiga, kedudukan Peraturan Menteri yang
secara hierarki tidak termasuk ke dalam Pasal III. REKONSTRUKSI HIERARKI
7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, akan tetapi PERATURAN PERUNDANG-
menurut Pasal 8 ayat (2) UU No. 12 Tahun UNDANGAN DI INDONESIA
2011 Peraturan Menteri diakui keberadaannya Menurut A. Hamid S. Attamimi yang
dan mempunyai kekuatan hukum mengikat mengutip Juridish woordenboek24, kata
sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan (wetgeving) mengandung
perundang-undangan yang lebih tinggi atau
24
S. J. Fockema Andrea, Rechtsgeleerd Handwoordenboek,
23
Retno Saraswati, hal. 101. Groningen/Batavia: J.B. Wolter, 1948.

88 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018


dua macam arti, yaitu: pertama, proses peraturan perundang-undangan tidak hanya
pembentukan peraturan-peraturan negara berlaku umum tetapi juga berdaya laku keluar
dari jenis yang tertinggi yaitu undang-undang (naar buiten werkende voorschriften).30 Oleh
(wet) sampai yang terendah yang dihasilkan karena itu, dapat ditarik benang merah bahwa
secara atribusi atau delegasi dari kekuasaan peraturan perundang-undangan adalah wujud
perundang-undangan (wetgevendemacht); kehendak dari pemegang kekuasaan tertinggi
kedua, keseluruhan produk peraturan-peraturan yang bedaulat, maka peraturan perundang-
negara tersebut.25 Oleh sebab itu, peraturan undangan merupakan hukum tertinggi dan
perundang-undangan merupakan keseluruhan satu-satunya sumber hukum.31
peraturan yang berhubungan dengan undang- Secara umum, Konstitusi Indonesia
undang dan bersumber pada kekuasaan mengatur jenis-jenis peraturan perundang-
legislatif.26 Sementara itu, menurut Bagir undangan meskipun secara limitatif. Sebelum
Manan, apabila dikaitkan dengan isinya maka adanya amandemen UUD 1945, diatur jenis-
peraturan perundang-undangan merupakan jenis peraturan peundang-undangan berupa;
keseluruhan kaidah hukum tertulis yang dibuat undang-undang [Pasal 5 ayat (1)], Peraturan
oleh lembaga yang berwenang yang berisi aturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-
tingkah laku yang bersifat abstrak dan mengikat Undang (Pasal 22), dan Peraturan Pemerintah
secara umum.27 Peraturan-peraturan bersifat [Pasal 5 ayat (2)]. Meskipun demikian, di luar
umum-abstrak menurut Maria Farida disebut ketiga jenis peraturan perundang-undangan
dengan algemeen verbindende voorschrift yang tersebut terdapat juga berbagai maklumat yang
meliputi de Supranationale algemeen verbindende mengandung muatan peraturan perundang-
voorschrift, Wet, AmvB, de ministeriale undangan. Sementara itu, setelah adanya
verordening, de gemeentelijke raadverordeningen, amandemen UUD 1945, terdapat perluasan
de provinciale staten verordeningen.28 jenis-jenis peraturan perundang-undangan
Pendapat yang sama juga disampaikan yaitu tidak hanya dikenal undang-undang
oleh P. J. P. Tak dalam bukunya yang berjudul [Pasal 20 ayat (1)], Peraturan Pemerintah
Rechsvorming in Netherland sebagaimana sebagai Pengganti Undang-Undang (Pasal
dikutip oleh Bagir Manan, yang mengartikan 22), dan Peraturan Pemerintah [Pasal 5 ayat
perundang-undangan sebagai keputusan (2)], melainkan juga dikenal adanya Peraturan
tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat yang Daerah (perda) dan peraturan lain yaitu
berwenang yang berisi aturan yang bersifat Peraturan Kepala Daerah [Pasal 18 ayat (6)].
mengikat umum.29 T. J. Buys juga memberikan Apabila diperhatikan, tata urutan peraturan
pengertian peraturan perundang-undangan perundang-undangan di Indonesia mulai dari
sebagai peraturan-peraturan yang mengikat Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, Tap MPR
secara umum (algemeen bindende voorschriften), No. III/MPR/2000, UU No. 10 Tahun 2004,
sedangkan J. H. A. Logemann memandang hingga UU No. 12 Tahun 2011 masing-masing
difungsikan untuk menertibkan tata urutan
25
A. Hamid S. Attamimi, Hukum Tentang Peraturan
peraturan perundang-undangan sebelumnya
Perundang-Undangan…, Op.Cit., hal. 7.
26
Ibid., hal. 8. yang dinilai mengandung banyak permasalahan
27
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Jakarta: Dirjen dan penuh dengan muatan materi yang saling
DIKTI, 2000, hal. 136. tumpang tindih. Oleh sebab itu, apabila
28
Maria Farida Indrati, Kedudukan dan Materi Muatan
dikomparasikan maka dapat terlihat perubahan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah dan Keputusan Presiden dalam Penyelenggaraan 30
Amiroedin Syarief, Perundang-undangan: Dasar, Jenis dan
Pemerintahan Negara di Republik Indonesia, Jakarta:
Teknis Membuatnya, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal. 32-
Disertasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002,
33.
hal. 146. 31
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah
29
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan di
Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: PT Alumni,
Indonesia, Jakarta: Ind. Hill, 1992, hal. 3.
1997, hal. 248.

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 89


yang dilakukan melalui tambal sulam dan Menurut penulis, selain kedudukan
bongkar pasang posisi peraturan perundang- UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang,
undangan. dan Peraturan Pemerintah yang masih harus
Pada Tap MPR No. III/MPR/2000, Perppu dipertahankan, perlu juga meninjau peraturan-
yang disejajarkan dengan undang-undang pada peraturan lainnya sebagaimana dalam Pasal 8
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 diturunkan ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 yaitu peraturan
derajatnya menjadi berada di bawah undang- menteri/setingkat, peraturan gubernur/
undang. Sementara itu, peraturan menteri setingkat, dan peraturan bupati/walikota, serta
dicabut kedudukannya dari hierarki dan perlu peninjauan terhadap Ketetapan MPR dan
peraturan pelaksana lainnya digantikan dengan Peraturan Presiden. UUD NRI Tahun 1945
peraturan daerah. Pada UU No. 10 Tahun masih tetap dipertahankan sebagai sumber
2004, kedudukan Perppu dikembalikan sejajar hukum tertulis tertinggi32 yang menurut Hans
dengan undang-undang, sementara kedudukan Nawiasky disebut sebagai Staatsgrundgesetz
Ketetapan MPR dihapuskan dan Keputusan (aturan dasar negara). Staatsgrundgesetz ini
Presiden diganti menjadi Peraturan Presiden. kemudian menjiwai dan mendasari peraturan di
Adapun dalam UU No. 12 Tahun 2011, bawahnya yaitu undang-undang (formell gezetz)
Ketetapan MPR dikembalikan kedudukannya dan peraturan pemerintah hingga peraturan di
dalam hierarki yaitu tepat di bawah UUD 1945 tingkat paling bawah (verordnung en autonome
dan tepat di atas Undang-Undang. satzung).
Berdasarkan fakta tersebut, dapat 1. Kedudukan Ketetapan MPR dan
diprediksi jika perubahan tata urutan Permasalahan Yuridisnya
peraturan perundang-undangan ke depan Perdebatan yang sering muncul ketika
masih melalui mekanisme bongkar pasang berbicara mengenai hierarki peraturan
peraturan perundang-undangan. Namun, yang perundang-undangan adalah mengenai
menjadi fokus di sini bukan hanya menjadikan kedudukan Ketetapan MPR, karena kedudukan
peraturan seperti puzzle yang dibongkar pasang, Ketetapan MPR yang dalam sejarahnya timbul
melainkan juga melihat apakah peraturan dan tenggelam di dalam hierarki. Hingga saat
tersebut ke depannya menimbulkan kerancuan ini berdasarkan Tap MPR No. I/MPR/2003
dan permasalahan atau tidak karena bisa jadi tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status
peraturan yang dulu dihapuskan kedudukannya Hukum setiap Ketetapan MPRS dan Ketetapan
dari tata urutan peraturan perundang-undangan MPR Tahun 1960 sampai Tahun 2002 (Tap
masih memiliki relevansi dengan perkembangan MPR No. I/MPR/2003), terdapat beberapa
zaman sekarang ini. Hal ini didukung juga oleh Ketetapan MPR yang masih dipertahankan
perkembangan sistem ketatanegaraan yang dan berlaku di Indonesia. Oleh sebab itu,
semakin maju. Contoh yang paling konkret, Tap MPR dianggap memiliki legitimasi tinggi
yaitu meskipun sekarang ini Peraturan Menteri
32
Terdapat perbedaan pendapat mengenai UUD 1945
tidak berada dalam susunan tata urutan
termasuk peraturan perundang-udnangan ataukah tidak.
peraturan perundang-undangan di UU No. A. Hamid S. Attamimi berpandangan bahwa UUD 1945
12 Tahun 2011, namun pada faktanya justru tidak termasuk ke dalam peraturan perundang-undangan
banyak dijadikan dasar hukum pembuatan karena UUD 1945 berisi Pancasila sebagaimana terdapat
dalam pembukaan (preamble) dan berisi aturan-aturan
Peraturan Daerah sehingga kedudukannya
pokok dasar negara yang tidak dapat dipersamakan
lebih tinggi dari perda. Hal ini tentunya akan dengan undang-undang. Lihat, A. Hamid S. Attamimi,
menimbulkan kerancuan, perdebatan, dan Hukum Tentang Peraturan…., Op.Cit., p. 290. Sementara
multitafsir di masyarakat yang mengakibatkan itu, Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa UUD 1945
beserta perubahannya merupakan jenis peraturan
kacaunya implementasi berbagai peraturan
perundang-undangan. Lihat, Jimly Asshiddiqie, Format
perundang-undangan di Indonesia. Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Negara
dalam UUD 1945, Yogjakarta: FH UII Press, 2005, hal.
29.

90 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018


berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 dan penetapan (beschiking).34 Pandangan yang sama
kedudukannya berada di atas Undang-Undang, juga disampaikan oleh Mahdfud MD, bahwa
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, memposisikan Tap MPR dalam derajat kedua di
hingga Peraturan Daerah. Berdasarkan Tap bawah UUD 1945 hanyalah tafsiran dari MPR
MPR No. I/MPR/2003 dihasilkan beberapa saja, karena UUD 1945 tidak menyebutkan
ketentuan berupa 8 ketetapan MPRS/MPR bahwa Tap MPR harus berisi pengaturan
yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; 3 (regeling) dan berbentuk peraturan perundang-
Ketetapan MPRS/MPR dinyatakan berlaku undangan, sehingga menetapkan hanya bisa
dengan ketentuan; 8 Ketetapan MPRS/ diartikan sebagai penetapan yang bersifat
MPR dinyatakan berlaku sampai dengan individual dan konkret.35
terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2004; Pada dasarnya, pendapat yang menyatakan
11 Ketetapan MPRS/MPR dinyatakan tetap Tap MPR tidak masuk dalam jenis peraturan
berlaku sampai dibentuknya undang-undang; perundang-undangan dilatarbelakangi oleh
5 ketetapan MPRS/MPR dinyatakan masih adanya perubahan sistem ketatanegaraan pasca-
berlaku sampai ditetapkannya peraturan tata amandemen. Setelah amandemen, kedudukan
tertib yang baru oleh MPR hasil pemilu 2004; MPR sebagai lembaga tertinggi negara dicabut
dan 106 Ketetapan MPRS/MPR yang tidak dan diganti menjadi lembaga tinggi negara yang
perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut. sejajar dengan Presiden, MA, MK, BPK, DPR,
Menurut A. Hamid S. Attamini, Ketetapan dan DPD. Pasca-amandemen, kedaulatan tidak
MPR termasuk ke dalam Staatsgrundgesetz lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR tetapi
bersama UUD 1945 dan Konvensi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang
Internasional. Namun, pendapat Attamimi
33
Dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat
ini lebih cocok untuk UUD 1945 (sebelum (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menetapkan:
amandemen), yang memposisikan MPR sebagai “kedaulatan berada ditangan rakyat dan
lembaga tertinggi negara yang memiliki tugas dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
memegang kedaulatan rakyat. Menurut Pasal Selain itu, Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945
1 ayat (2) UUD 1945, disebutkan bahwa juga telah menghilangkan kewenangan MPR
“kedaulatan berada ditangan rakyat dan dijalankan dalam menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaran Negara (GBHN), sehingga dihilangkannya
Rakyat”. Pelaksanaan kedaulatan rakyat secara kewenangan MPR dalam menyusun dan
totalitas oleh MPR menjadikan MPR memiliki menetapkan GBHN mengandung konsekuensi
kewenangan menetapkan Garis-Garis Besar bahwa aturan dasar negara hanya bertumpu pada
Haluan Negara (GBHN) yang berkonsekuensi UUD NRI Tahun 1945. Meskipun demikian,
hukum adanya Ketetapan MPR sebagai salah MPR masih dapat menerbitkan ketetapan yang
satu peraturan perundang-undangan karena hanya bersifat menetapkan (beschiking) seperti
memuat pengaturan (regeling). ketetapan pengangkatan Presiden/Wakil
Harun Al-Rasyid berpendapat bahwa Tap Presiden, ketetapan memberhentikan Presiden/
MPR tidak dapat dijadikan sebagai peraturan Wakil Presiden, dan ketetapan menetapkan
perundang-undangan atau memuat hal- UUD NRI Tahun 1945.36
hal yang bersifat pengaturan (regeling), oleh
karena itu Tap MPR hanya sebatas berisi
34

Moh Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca
Amandemen Konstitusi, Jakarta: Rajawali Press, 2010, hal.
33
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden 32.
Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
35
Ibid.
Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden
36
Irwandi, “Kedudukan Tap MPR dan Implikasinya
yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-IV, Terhadap Hierarki Peraturan Perundang-undangan di
Disertasi Hukum. Jakarta: Pascasarjana Universitas Indonesia”, Jurnal Inovatif Ilmu Hukum, Vol. 6 No. 2,
Indonesia, 1990, hal. 287. 2013, hal. 95-96.

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 91


Selanjutnya, merujuk pada teori norma Surat Direktur Kabinet Presiden kepada Perdana
yang dinyatakan oleh Hans Kelsen bahwa suatu Menteri tertanggal 4 Juni 1952 Nomor 1750/52-P
norma memiliki kekuatan mengikat secara perihal Keputusan Presiden, menegaskan bahwa
umum kepada orang-orang yang diaturnya,37 “terminologi Peraturan Presiden dan Penetapan
maka ketika Ketetapan MPR ke depannya Presiden adalah dari jaman Djogja jang kedua-duanja
hanya dapat menerbitkan ketetapan yang (malahan pada permulaan djaman Republik ada
bersifat penetapan, bukan pengaturan yang terminoligie pula Penetapan Pemerintah) telah diganti
mengikat secara umum, maka seharusnya dengan Keputusan Presiden”.38
Ketetapan MPR tersebut juga tidak termasuk Selama ini, keberadaan Peraturan Presiden
menjadi bagian dari hierarki norma dalam (Perpres) dalam hierarki peraturan perundang-
perundang-undangan. undangan di Indonesia merupakan hal
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, yang cukup kontroversial dan mengundang
ke depannya Ketetapan MPR tidak perlu perdebatan dalam Rapat Panitia Khusus (pansus)
dimasukkan kembali ke dalam hierarki peraturan RUU Pembentukan Peraturan Perundang-
perundang-undangan karena Ketetapan MPR undangan yang telah disahkan menjadi UU No.
materi muatannya tidak bersifat pengaturan 12 Tahun 2011. DPR berinisiatif menghapuskan
(regeling) tetapi hanya penetapan (beschiking). Perpres dari daftar hierarki peraturan perundang-
Adapun Ketetapan MPR/MPRS yang memiliki undangan karena materi muatannya sama dengan
muatan materi mengatur apabila merujuk pada Peraturan Pemerintah.39 Bahkan, oleh beberapa
Tap MPR No. I/MPR/2003, maka sebenarnya anggota DPR, Perpres dianggap memiliki materi
Ketetapan MPR yang bersifat mengatur muatan berupa beleidsregel (aturan kebijakan)
tersebut dapat diturunkan derajatnya menjadi sehingga tidak termasuk di dalam hierarki
Undang-Undang. Hal ini mengakibatkan peraturan perundang-undangan. Selain itu, DPR
sebelum adanya perubahan hierarki peraturan juga mempertanyakan alasan Presiden perlu
perundang-undangan, maka terlebih dahulu membuat peraturan mandiri berupa Perpres
sekiranya harus mengubah Ketetapan MPR/ selain dapat membuat Peraturan Pemerintah,
MPRS yang bermuatan materi mengatur dan padahal dalam sistem ketatangeraan presiden
bersifat umum menjadi undang-undang. merupakan pemegang kekuasaan eksekutif,
bukan legislatif.40
2. Problematika Kedudukan dan Muatan Ada beberapa alasan mengapa DPR
Materi Peraturan Presiden mengusulkan dihapuskannya Perpres dalam
Keberadaan Perpres sebagai peraturan hierarki, antara lain: (1) Perpres dipandang
perundang-undangan tidak diatur dalam sebagai aturan kebijakan (beleidsregel)
Konstitusi sebagaimana diaturnya undang- yang sifatnya mengikat ke dalam unsur
undang, peraturan pemerintah, dan peraturan pemerintahan;41 (2) Perpres sebagai peraturan
daerah. Namun, eksistensi Perpres sebagai
38
A. K. Pringgodigdo, Surat Direktur Kabinet Presiden
peraturan telah jauh ada di awal kemerdekaan
kepada Perdana Menteri tertanggal 4 Juni 1952 Nomor
pada tahun 1946, yaitu Presiden Soekarno 1750/52-P Perihal Mengenai Keputusan Presiden, Jakarta,
mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 1 1952, hal.1.
Tahun 1946 tentang Pemberian Ampunan 39
Fajri Nursyamsi, dkk., Catatan Kinerja DPR RI Tahun
2011: Legislasi Aspirasi Atau Transaksi?, Jakarta: Pusat
kepada Hukuman.
Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2012, hal. 97.
Menurut Bagir Manan, apabila dilihat dari
40
Arsip dan Dokumentasi, Risalah Rapat Panitia Khusus
materi, susunan, maupun bentuknya yang tersusun Rancangan Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan
dalam rincian pasal-pasal, sejak awal Perpres Perundang-undangan, Jakarta: DPR RI, 2010, hal. 5.
41
Arsip dan Dokumentasi, Risalah Rapat Panitia Khusus
dibentuk berupa peraturan (regeling). Sementara
Rancangan Undang-Undang Tentang Pembentukan
itu, A.K. Pringgodigdo menyatakan bahwa dalam Peraturan Perundang-Undangan tanggal 2 Mei 2011,
Jakarta: DPR RI, tidak diterbitkan, hal. 5.
37
Hans Kelsen, Op.Cit., hlm. 30

92 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018


yang memuat kaidah perintah undang- kedudukannya sebagai badan atau pejabat
undang dan melaksanakan perintah Peraturan administrasi negara.44
Pemerintah pada praktiknya bersifat mandiri Selain itu, Perpres dapat digunakan untuk
dan tidak berisi materi yang ditetapkan; (3) membatalkan Perda, artinya kedudukan
UUD NRI 1945 tidak menyebutkan Perpres Perpres lebih tinggi daripada Perda, sedangkan
sebagai jenis perundang-undangan; dan (5) beleidsregel tidak dapat digunakan untuk
pelaksanaan undang-undang cukup melalui membatalkan Perda. Perpres dapat diujikan
Peraturan Pemerintah.42 melalui mekanisme judicial review di Mahkamah
Terkait dengan alasan DPR yang Agung, sedangkan beleidsregel tidak dapat
menyebut Perpres sebagai beleidsregel, perlu diujikan melalui mekanisme judicial review
sekiranya melihat detail/rincian Perpres secara sehingga tidak tepat apabila menyamakan
keseluruhan di dalam UU No. 12 Tahun 2011. Perpres dengan beleidsregel, karena keduanya
Perpres merupakan kaidah hukum tertulis memiliki karakteristik yang jauh berbeda.
yang dibuat oleh Presiden dengan perintah Pentingnya keberadaan Perpres sebagai
undang-undang yaitu Pasal 1 angka 6 UU No. suatu peraturan perundang-undangan
12 Tahun 2011 untuk menjalankan peraturan dilatarbelakangi oleh perkembangan
perundang-undangan yang lebih tinggi sistem ketatanegaraan yang menuju negara
(sumber kewenangan delegasi) atau dalam kesejahteraan (welfarestate) yang menghendaki
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan, pemerintah untuk ikut aktif mengurus berbagai
yang merupakan kewenangan asli Presiden kepentingan warga negaranya. Menurut A.
dalam menyelenggarakan pemerintahan Hamid S. Attamimi, frasa Presiden memegang
sebagaimana diamanatkan Pasal 4 ayat (1) UUD kekuasaan pemerintah berarti bahwa Presiden
NRI 1945. Hal ini berbeda dengan beleidsregel berwenang untuk memutuskan (belissende
yang memiliki karakteristik menampakan bevoegheid) dan mengatur (regelende bevoegheid).45
keluar suatu kebijakan tertulis dan dibentuk Dalam hal ini, Perpres merupakan kewenangan
tanpa disertai kewenangan pembuat peraturan Presiden untuk mengatur agar penyelenggaraan
yang menciptakan beleidsregel itu. pemerintahan dapat berjalan lancar, sehingga
Beleidsregel dibentuk berdasarkan freise keberadaan Perpres merupakan atribusi dari
ermesen yakni wewenang yang diberikan Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Untuk
kepada pemerintah untuk mengambil tindakan itu, apabila dikaitkan dengan teori norma yang
guna menyelesaikan suatu masalah penting disampaikan oleh Hans Kelsen bahwa suatu
yang mendesak/tiba-tiba tetapi belum ada norma memiliki kekuatan mengikat secara
peraturannya. Afdeling Rechtspraak Raad van umum kepada orang-orang yang diaturnya,46
State (ARRS) merumuskan aturan kebijakan Perpres yang memiliki kekuatan mengikat
sebagai algemene bekendmaking van het beleid kepada masyarakat umum seharusnya tetap
(suatu maklumat yang dibuat dalam rangka termasuk dalam bagian hierarki peraturan
melaksanakan suatu kebijakan).43 Aturan perundang-undangan.
Kebijakan (beleidsregel) adalah ketentuan Namun, luasnya cakupan materi Perpres
(rules bukan law) yang dibuat oleh pemerintah sehingga ke depannya perlu adanya pembatasan
sebagai administrasi negara. Presiden hanya ruang lingkup Perpres karena jika tidak dibatasi
akan membuat aturan kebijakan dalam maka dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan
kewenangan dan kekuasaan. Meskipun, di dalam
42
Arsip dan Dokumentasi, Risalah Rapat Panitia Khusus
Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011 telah menegaskan
Rancangan Undang-Undang Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan tanggal 13 Desember 44
Ibid., hal. 161.
2010, Jakarta : DPR RI, tidak diterbitkan, hal. 5. 45
A. Hamid S, Attamimi, Peranan Keputusan Presiden…,
43
Phillipus M. Hadjon, dkk., Pengantar Hukum Administrasi
Op.Cit., hal. 186-187.
Indonesia, Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 46
Hans Kelsen, General Theory of Law, London: Oxford
2015, hal. 169.
University Press, 1949, hal. 30

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 93


bahwa muatan materi Perpres berupa: (1) materi Selanjutnya Jimly Asshidiqie memberikan
yang diperintahkan oleh undang-undang, konsep bahwa lembaga negara utama merupakan
dan materi untuk melaksanakan perintah lapis pertama yang dapat juga disebut sebagai
peraturan pemerintah, atau (2) materi untuk lembaga tinggi negara, di antaranya: 1) Presiden
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. dan Wakil Presiden; 2) Dewan Perwakilan
Jimly Asshiddiqie menyampaikan beberapa hal Rakyat (DPR); 3) Dewan Perwakilan Daerah
yang dapat menjadi pembatasan Perpres, yaitu:47 (DPD); 4) Majelis Permusyawaratan Rakyat
(1) Adanya perintah oleh peraturan yang lebih (MPR); 5) Mahkamah Konstitusi (MK); 6)
tinggi; (2) Perintah dimaksud tidak harus bersifat Mahkamah Agung (MA); 7) Badan Pemeriksa
tegas dalam arti langsung menyebutkan bentuk Keuangan (BPK).49 Berdasarkan hierarki dari
hukum penuangan norma hukum yang perlu lembaga negara utama ini, sebenarnya Peraturan
diatur, asalkan perintah pengaturan tersebut dari lembaga negara ini juga dapat disejajarkan
tetap ada; (3) Dalam hal perintah tersebut dengan Peraturan Presiden berdasarkan prinsip
memang sama sekali tidak ada, maka Perpres itu pemisahan kekuasaan dan checks and balances
dapat dikeluarkan untuk maksud mengatur hal- yaitu yang mensejajarkan ketujuh lembaga
hal yang benar-benar bersifat teknis administrasi negara tersebut.
pemerintahan dan semata-mata dimaksudkan Adanya peraturan-peraturan pelaksana
untuk tujuan internal penyelenggaraan ketentuan undang-undang dari lembaga negara utama
undang-undang dan peraturan pemerintah. tersebut berhubungan dengan subordinate
legislations yang dianggap urgen dan terus
3. Kedudukan Peraturan Majelis berkembang dalam praktik negara hukum
Permusyawaratan Rakyat, Dewan modern, sebagaimana pendapat Gary Slapper
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan & David Kelly, “Delegated legislation is of
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah particular importance. Generally speaking,
Konstitusi, dan Badan Pemeriksa Keuangan delegated legislation is law made by some person
Untuk mengkaji kedudukan Peraturan or body to whom Parliament has delegated its
Peraturan MPR, DPR, DPD, MA, MK, dan BPK general law-making power. A validly enacted piece
dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan, of delegated legislation has the same legal force
maka dapat dianalisis berdasarkan hierarki dari and effect as the Act of Parliament under which
lembaga negara yang menerbitkannya. Jimly it is enacted but, equally, it only has effect to the
Asshidiqie menyatakan bahwa kelembagaan extent that its enabling Act authorises it”.50. Hal
negara berdasarkan hierarkinya dapat didasarkan ini juga berkaitan dengan adanya kekurangan
pada dua kriteria yang dapat dipakai, yaitu (i) dalam legislasi yang dilakukan oleh pembentuk
kriteria hierarki bentuk sumber normatif yang undang-undang. Menurut Enrico Simanjuntak
menentukan kewenangannya dan (ii) kualitas salah satu alasannya karena parlemen dan
fungsinya yang bersifat utama atau penunjang presiden tidak mempunyai cukup waktu untuk
dalam sistem kekuasaan negara, sehingga secara mendetail memberikan perhatian
terdapat lembaga negara yang bersifat utama atau mengenai segala urusan teknis mengenai materi
primer (main state organ) dan bersifat sekunder suatu undang-undang.51
atau penunjang (auxiliary state organ). 48 Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa
Peraturan MPR, DPR, DPD, MA, MK, dan BPK
47
Jimly Asshiddiqie dalam Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, 49
Ibid.
Teori dan Pengujian Peraturan Perundang-Undangan, 50
Slapper, Gary & Kelly, David., The English Legal System,
Bandung: Nusamedia, 2011, hal. 109. Sixth edition, London: Cavendish Publishing Limited,
48
Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga- 2003. hal.63
Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Sekretariat 51
Enrico Simanjuntak, “Kewenangan Hak Uji Materil Pada
Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Mahkamah Agung RI”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol.
Indonesia, 2006, hal. 105 2 No. 3 November 2013, hal. 340-341.

94 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018


yang merupakan pengaturan (regeling) kepada karakteristik yang hampir sama dengan Perpres
masyarakat telah memenuhi prasyarat sebagai hanya saja peraturan menteri berada di bawah
norma dan mengikat secara umum dalam teori derajat Perpres. Sementara itu, peraturan di
hierarki norma, sehingga seharusnya diposisikan bawah peraturan menteri tersebut merupakan
sejajar dengan Peraturan Presiden. jenis peraturan kebijakan (beleidsregel) dan
didasarkan atas asas kebebasan bertindak
4. Kedudukan Peraturan Menteri dan (beleidvrijheid atau beoorderings vrijheid), yang
Lembaga Negara Setingkat Kementerian pelaksanaan kebijakan tersebut tidak atas
Peraturan Menteri mendapatkan dasar peraturan perundang-undangan karena
kedudukan sebagai peraturan lainnya di dalam pembuat peraturan kebijakan tidak mempunyai
UU No. 12 Tahun 2011. Meskipun tidak kewenangan perundang-undangan dan tidak
secara spesifik masuk di dalam hierarki, namun ada kewenangan mengatur (wetgever).53
keberadaannya tetap diakui dan bahkan dalam
pelaksanaannya. Peraturan Menteri justru 5. Kedudukan Peraturan Gubernur,
kedudukannya lebih tinggi daripada peraturan Peraturan Bupati/Walikota
daerah karena di era UU No. 23 Tahun Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/
2014, Peraturan daerah dibatalkan melalui Walikota juga memiliki karakteristik yang sama
Peraturan Menteri (Permendagri). Namun, dengan peraturan menteri dan Perpres yaitu
di dalam praktik yang lain, beberapa instansi termasuk ke dalam peraturan yang bersumber
pemerintahan masih menggunakan Peraturan dari delegasi. Hanya saja, kedudukan Peraturan
Menteri sebagai jenis peraturan yang bersifat Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota
mengatur (regeling) dan kedudukannya lebih berada di bawah peraturan menteri karena
tinggi daripada Keputusan Menteri (beschiking). Peraturan Gubernur dan peraturan Bupati/
Peraturan Menteri merupakan peraturan Walikota merupakan peraturan yang berada
pusat yang dibuat oleh pemerintah pusat di pemerintahan tingkat daerah. Peraturan
yang besifat pelaksanaan terhadap peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota
yang lebih tinggi dan sekaligus merupakan bersumber dari delegasi untuk melaksanakan
pelaksanaan kewenangan pusat yang memiliki peraturan perundang-undangan yang lebih
kedudukan lebih tinggi daripada peraturan tinggi. Peraturan Gubernur memiliki kedudukan
daerah. Oleh sebab itu, setiap penetapan lebih rendah dari Perda Provinsi tetapi lebih
peraturan daerah harus mengacu berdasarkan tinggi daripada Perda Kabupaten/Kota,
peraturan menteri.52 sedangkan peraturan bupati/walikota memiliki
Pembentukan peraturan menteri sendiri kedudukan di bawah Peraturan Gubernur dan
dilatarbelakangi pada kebijakan pemerintah di bawah Perda Kabupaten/Kota.
yang perlu dituangkan dalam bentuk peraturan Sementara itu, peraturan di bawah
yang bersifat pelaksanaan terhadap peraturan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dibuat
yang lebih tinggi, oleh sebab itu Menteri atau oleh Kepala Dinas, Pejabat Eselon, dan Kepala
pejabat setingkat menteri dapat diberikan SKPD lainnya termasuk ke dalam peraturan
kewenangan untuk membuat peraturan yang kebijakan (beleidsregel)54 yang tidak masuk
besifat pelaksanaan tersebut.
53
Arief Christino Soebroto, Kedudukan Hukum Peraturan/
Apabila diperhatikan, pelaksanaan
Kebijakan dibawah Peraturan Menteri Perencanaan
pembuatan peraturan menteri bersumber dari Pembangunan Nasional, file pdf diunduh dari www.
delegasi yaitu untuk menjalankan peraturan bappenas.go.id, hal. 12
perundang-undangan yang lebih tinggi. 54
Di dalam kepustakaan hukum Belanda, ada beberapa
istilah aturan kebijakan, antara lain pseudowetgeving (Van
Oleh sebab itu, peraturan menteri memiliki
der hoevens), spiegelsrecht (Mannoury), dan beleidsregel
(alvan Kreveld). Aturan kebijakan, banyak disebut dengan
52
Maria Farida dkk., Laporan Kompedium…., Op.Cit., hal.
istilah peraturan kebijakan. Menurut Bagir Manan,
47.
penggunaan istilah “peraturan” dalam arti wegeving

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 95


dalam kategori peraturan perundang-undangan. desa; 3. Tugas pembantuan dari Pemerintah,
Adapun kekuatan mengikatnya beleidsregel, Pemerintah Provinsi, dan/atau pemerintah
menurut Bagir Manan, tidak secara langsung kabupaten/kota; dan 4. Urusan pemerintahan
mengikat secara hukum tetapi mengandung lain yang oleh Peraturan Perundang-undangan
relevansi hukum. Maksudnya adalah Peraturan diserahkan kepada desa.58
kebijakan pada dasarnya ditujukan kepada Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia
badan atau pejabat administrasi negara merupakan negara yang memiliki keberagaman
sendiri. Jadi yang pertama-tama melaksanakan budaya, sumber daya alam, sumber daya manusia,
ketentuan yang termuat dalam peraturan kebutuhan masyarakat, luas wilayah, adat istiadat,
kebijakan adalah badan atau pejabat agama, sehingga tidak cukup diatur dengan
administrasi negara. Meskipun demikian, Undang-Undang dan Peraturan Daerah.59 Untuk
ketentuan tersebut secara tidak langsung itu, Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala
akan dapat mengenai masyarakat umum.55 Desa diakui sebagai regulasi yang sangat penting
Apabila dianalisis menggunakan teori hierarki untuk mengakomodir local wisdom dan local value
norma sebagaimana yang dijelaskan oleh Hans yang masih hidup di Indonesia.
Kelsen, bahwa semua norma-norma yang telah Dikarenakan sifat Peraturan Desa dan
diakui validitasnya dan mengikat secara umum Peraturan Kepala Desa memiliki sifat yang
memiliki jenjang,56 maka Peraturan Menteri, berlaku umum juga terhadap warga masyarakat
Peraturan Gubernur, dan Peraturan Bupati/ yang tinggal di Desa, bukan hanya mengikat
Walikota yang berlaku juga kepada masyarakat terhadap perangkat Desa, maka seharusnya
umum seharusnya juga dimasukkan dalam regeling ini juga termasuk ke dalam hierarki
hierarki peraturan perundang-undangan. peraturan perundang-undangan berdasarkan
teori hierarki norma dari Hans Kelsen
6. Kedudukan Peraturan Desa sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya.
Melalui UU No. 6 Tahun 2014, Pemerintah Selanjutnya, dalam memformulasikan
telah mengakui Desa telah berkembang dengan hierarki perundang-undangan yang tepat,
berbagai bentuk, sehingga perlu dilindungi dan Penulis mencoba memberikan pemikiran baru
diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, terkait dengan hierarki norma yang seharusnya
dan demokratis. Lebih lanjut diatur bahwa jenis diterapkan di Indonesia. Penulis mulai dengan
peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, landasan pemikiran dari Maria Farida, setelah
peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturan itu dimodifikasi dengan membandingkan
Kepala Desa.57 Hal-hal yang diatur dalam dengan hierarki norma yang terdapat di Korea
Peraturan Desa berhubungan dengan urusan Selatan. Maria Farida membedakan peraturan
yang diserahkan kepada Desa, seperti 1. Urusan perundang-undangan menjadi dua tingkat yaitu
pemerintahan yang sudah ada berdasarkan peraturan perundang-undangan tingkat pusat
hak asal-usul desa; 2. Urusan pemerintahan dan peraturan perundang-undangan tingkat
yang menjadi kewenangan kabupaten/kota daerah, antara lain:
yang diserahkan pengaturannya kepada 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
sebenarnya kurang tepat. Penggunaan kata “peraturan”
2. Peraturan Perundang-Undangan Tingkat
bukan dalam padanan kata wetgeving atau legislation
tetapi sebagai padanan kata regel atau rule, sehingga Pusat
terkait dengan penamaan, lebih tepat dinamakan “aturan
kebijakan” sebagai padanan kata beleidsregel. Lihat Bagir
58

Nandang Alamsah Deliarnoor, “Reposisi Peraturan Desa
Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah…., dalam Kajian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
Op.Cit., hal. 199. dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011”, Jurnal
55
Bagir Manan dalam Arief Christino Soebroto, Kedudukan Sosial Politik, Vol. 2, No. 1, 2011, hal. 39.
Hukum….,Op.Cit., hal. 14
59
Saiful, “Eksistensi Peraturan Desa Pasca Berlakunya
56
Hans Kelsen, Pure Theory of Law…, Op. Cit., hal.. 112 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011”, Jurnal Ilmu
57
Pasal 69 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Hukum Legal Opinion, Edisi 6, Vol. 2, 2014, hal. 6.

96 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018


a. Undang-Undang dan Peraturan Class I : Constitution
Pemerintah Pengganti Undang-
Class II : Acts; Emergency executive
Undang;
order; and Emergency
b. Peraturan Pemerintah;
financial and economic
c. Peraturan Presiden;
executive order; Treaties
d. Peraturan Menteri;
and conventions
e. Peraturan Kepala Lembaga
Class III : Presidential Decree; Rules
Pemerintahan Non Kementerian; dan
of the National Assembly,
f. Peraturan Direktur Jenderal Kementerian.
Rules of the Supreme
3. Peraturan Perundang-Undangan Tingkat
Court, and Rules of the
Daerah
Constitutional Court, Etc.
a. Peraturan Daerah Provinsi;
b. Peraturan Gubernur; Class IV : Ordinance of the Prime
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; dan Minister and Ordinance of
d. Peraturan Bupati/Walikota. Ministry
Class V : Administrative Rules
Akan tetapi, pendapat Maria Farida
(Directives, Regulations,
tersebut dalam konteks UU No. 10 Tahun
Public Notices, Guidelines,
2004 sehingga perlu adanya penyempurnaan
Etc.); Ordinance of Local
kembali. Seperti misalnya, tidak dimasukkannya
Government
kedudukan peraturan lembaga tinggi negara
(Peraturan DPR, DPD, MPR, BPK, MA, MK, Berdasarkan pembahasan di atas,
BI) tidak adanya kedudukan peraturan lembaga sebenarnya dapat diidentifikasi susunan hierarki
negara setingkat kementerian dan tidak adanya perundang-undangan di Indonesia untuk masa
kedudukan Peraturan Desa. Oleh karena itu, mendatang, yaitu:
Penulis selanjutnya akan mengkomparasikan 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik
dengan pengaturan hierarki norma yang Indonesia Tahun 1945
terdapat di negara Korea Selatan. Korea 2. Peraturan Perundang-Undangan Tingkat
Legislation Research Institute menjelaskan Pusat
bahwa, “The Korean legislative system consists a. Undang-Undang dan Peraturan
of the Constitution as the paramount law, Acts to Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
realize the constitutional notions, and administrative b. Peraturan Pemerintah;
legislation including Presidential Decrees, c. Peraturan Presiden; Peraturan Majelis
Ordinances of the Prime Minister, Ordinances Permusyawaratan Rakyat, Peraturan
of Ministries and so forth to effectively implement Dewan Perwakilan Rakyat, Peraturan
the Acts. Since statutes form a certain hierarchy, Dewan Perwakilan Daerah, Peraturan
subordinate statutes that are enacted under powers Mahkamah Agung, Peraturan
delegated by Acts or are enacted for the purpose of Mahkamah Konstitusi, dan Peraturan
enforcing Acts, are not permitted to contain details Badan Pemeriksa Keuangan;
in conflict with such Acts.”60 Jadi penerapan d. Peraturan Menteri dan Kepala Lembaga
hierarki norma di Korea Selatan dibagi menjadi Negara Setingkat Kementerian;
kelas-kelas norma yang setingkat, antara lain:61 e. Peraturan Kepala Lembaga
Pemerintahan Non Kementerian; dan
f. Peraturan Direktur Jenderal
60
Korea Legislation Research Institute, Korea Legislative
Kementerian.
System, https://elaw.klri.re.kr/eng_service/struct.do
61
Ministry of Legislation of the Republic of Korea, Overview 3. Peraturan Perundang-Undangan Tingkat
of Legislation System of the Republic of Korea, hal. 3 Daerah
http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/ a. Peraturan Daerah Provinsi;
APCITY/UNPAN011552.pdf

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 97


b. Peraturan Gubernur; a. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; Pengganti Undang-Undang; b. Peraturan
d. Peraturan Bupati/Walikota; Pemerintah; c. Peraturan Presiden, Peraturan
e. Peraturan Desa; dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Peraturan
f. Peraturan Kepala Desa. Dewan Perwakilan Rakyat, Peraturan Dewan
Perwakilan Daerah, Peraturan Mahkamah
IV. PENUTUP Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi,
Secara legal historis hierarki peraturan dan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan;
perundang-undangan di Indonesia telah d. Peraturan Menteri dan Lembaga Negara
mengalami 4 (empat) kali perubahan yaitu Setingkat Kementerian; e. Peraturan Kepala
melalui Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, Tap Lembaga Pemerintahan Non Kementerian;
MPR Nomor III/MPR/2000, UU No. 10 Tahun f. Peraturan Direktur Jenderal Kementerian;
2004, dan UU No. 12 Tahun 2011. Masing- 3. Peraturan Perundang-Undangan Tingkat
masing dari hierarki tersebut memiliki politik Daerah: g. Peraturan Daerah Provinsi; h.
hukum dan problematikanya masing-masing, Peraturan Gubernur; i. Peraturan Daerah
meskipun tentunya memiliki tujuan awal yang Kabupaten/Kota; j. Peraturan Bupati/Walikota;
sama yaitu untuk menertibkan dan memperbaiki k. Peraturan Desa; l. Peraturan Kepala Desa.
kerancuan dari peraturan sebelumnya. Saat
ini di era UU No. 12 Tahun 2011 yang
dipandang sebagai undang-undang yang cukup
sempurna, masih menimbulkan permasalahan- DAFTAR PUSTAKA
permasalahan, khususnya berkaitan dengan
kedudukan Tap MPR, muatan materi Perpres,
kedudukan peraturan-peraturan lembaga
negara utama, peraturan menteri dan lembaga Jurnal
negara setingkat kementerian, dan peraturan Barlian, Aristo Evandy. “Konsistensi
kepala daerah. Untuk itu, perlu untuk Pembentukan Peraturan Daerah
merekonstruksi hierarki peraturan perundang- berdasarkan Hierarki Peraturan
undangan di Indonesia. Perundang-undangan dalam Perspektif
Rekonstruksi hierarki peraturan Politik Hukum”. Fiat Justisia. Vol. 10 No. 4.
perundang-undangan penting dilakukan agar Oktober-Desember 2016. Pp. 587-814.
menjamin konsistensi dan keselarasan norma- Deliarnoor, Nandang Alamsah. “Reposisi
norma pada berbagai tingkatan peraturan Peraturan Desa dalam Kajian Undang-
perundang-undangan. Hal ini disebabkan Undang Nomor 10 Tahun 2004 dan
terdapat norma dalam hierarki yang sebenarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011”,
tidak bersifat mengatur (regeling) seperti TAP Jurnal Sosial Politik, Vol. 2, No. 1, 2011.
MPR, sehingga perlu dikeluarkan. Selain
itu, terdapat norma di luar hierarki yang Huda, Ni’matul. “Kedudukan Peraturan Daerah
sesungguhnya bersifat mengatur (regeling), dalam Hierarki Peraturan Perundang-
seperti: peraturan-peraturan lembaga negara Undangan”. Jurnal Hukum. Vol. 13 No. 1.
utama, peraturan menteri dan lembaga negara Januari 2006. Pp. 27-37.
setingkat kementerian, dan peraturan kepala Irwandi. “Kedudukan Tap MPR dan
daerah, maka perlu dimasukkan. Untuk itu, Implikasinya Terhadap Hierarki Peraturan
dalam hasil penelitian ditemukan konstruksi Perundang-undangan di Indonesia”. Jurnal
baru hierarki yaitu: 1. Undang-Undang Dasar Inovatif Ilmu Hukum. Vol. 6 No. 2. 2013.
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Pp. 90-104.
Peraturan Perundang-Undangan Tingkat Pusat:

98 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018


Liddle, R. William. “Indonesia’s Democratic Asshiddiqie, Jimly. 2005. Format Kelembagaan
Opening”. Journal Government and Negara dan Pergeseran Kekuasaan Negara
Opposition. Vol. 34 No. 1. January 1999. dalam UUD 1945. Yogjakarta: FH UII
Prasetyaningsih, Rahayu. “menakar kekuasaan Press.
Presiden dalam Pembentukan Peraturan Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum
Perundang-undangan Menurut Undang- Tata Negara Pasca Reformasi, Jakarta: PT
Undang Dasar 1945”. Padjadjaran Jurnal Buana Ilmu Populer.
Ilmu Hukum. Vol. 4 No. 2. 2017. Pp. 263- Asshidiqie, Jimly. 2006. Perkembangan dan
280. Konsolidasi Lembaga-Lembaga Negara Pasca
Reinstein, Rovert J. “The Limits of Executive Reformasi. Jakarta: Sekretariat Jendral
Power”. American University Law Review. dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
Vol. 59 No. 2. Desember 2009. Republik Indonesia.
Saiful. “Eksistensi Peraturan Desa Pasca Attamimi, A. Hamid S. 1993. Hukum
Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tentang Peraturan Perundang-Undangan
Tahun 2011”, Jurnal Ilmu Hukum Legal dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata
Opinion, Edisi 6, Vol. 2, 2014. Pengaturan), Pidato purna Bhakti Guru
Saraswati, Retno. “Perkembangan Pengaturan Besar Tetap, Jakarta: Fakultas Hukum
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Universitas Indonesia.
Perundang-undangan di Indonesia”. Jurnal Attamimi, A. Hamid S. 1990. Peranan
Media Hukum. Vol. IX, No. 2. April-Juni Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
2009. Pp. 1-25. Penyelenggaraan Pemerintahan Negara:
Simanjuntak, Enrico. “Kewenangan Hak Uji Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan
Materil Pada Mahkamah Agung RI”. Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam
Jurnal Hukum dan Peradilan. Vol. 2 No. 3 Kurun Waktu Pelita I-IV, Disertasi Hukum.
November 2013. Pp. 337-356. Jakarta: Pascasarjana Universitas Indonesia.

Wicaksana, Dian Agung. “Implikasi dan Bagir Manan. 2000. Teori dan Politik Konstitusi,
Re-Eksistensi Tap MPR dalam Hierarki Jakarta: Dirjen DIKTI.
Peraturan Perundang-undangan terhadap Bagir Manan. 2002. Dasar-Dasar Perundang-
Jaminan atas Kepastian Hukum yang Adil undangan di Indonesia, Jakarta: Ind. Hill.
di Indonesia ”, Jurnal Konstitusi. Vol. 10 No. Hadjon, Phillipus M. dkk. 2015. Pengantar
1. Maret 2013. Pp. 143-178. Hukum Administrasi Indonesia, Yogjakarta:
Gadjah Mada University Press.
Buku Huda, Ni’matul dan R. Nazriyah. 2011. Teori
Al Atok, A. Rosyid. 2015. Konsep Pembentukan dan Pengujian Peraturan Perundang-
Peraturan Perundang-undangan, Malang: Undangan. Bandung: Nusamedia.
Setara Press.
Indrati, Maria Farida, dkk. 2008. Laporan
Andrea, S. J. Fockema. 1948. Rechtsgeleerd Kompendium Bidang Hukum Peraturan
Handwoordenboek. Groningen/Batavia: J.B. Perundang-Undangan, Jakarta: Pusat
Wolter. Penelitian dan Pengembangan Sistem
Asshiddiqie, Jimly dan M. Ali Safa’at. 2006. Hukum Nasional Departemen Hukum dan
Theory Hans Kelsen Tentang Hukum, HAM RI.
Cetakan 1. Jakarta: Sekretariat Jenderal Indrati, Maria Farida. 1998. Ilmu Perundang-
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Undangan: Dasar dan Cara Pembentukannya.
RI. Yogjakarta: Kanisius.

ZAKA FIRMA ADITYA DAN M. REZA WINATA: Rekonstruksi Hierarki Peraturan... 99


Indrati, Maria Farida. 2002. Kedudukan dan Nazriyah, Riri. 2007. MPR RI Kajian Terhadap
Materi Muatan Peraturan Pemerintah Produk Hukum dan Prospek di Masa Depan,
Pengganti Undang-Undang, Peraturan Yogjakarta: FH UII.
Pemerintah dan Keputusan Presiden dalam Nursyamsi, Fajri, dkk. 2012. Catatan Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara DPR RI Tahun 2011: Legislasi Aspirasi Atau
di Republik Indonesia, Jakarta: Disertasi Transaksi? Jakarta: Pusat Studi Hukum dan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Kebijakan Indonesia.
Indrati, Maria Farida. 2007. Ilmu Perundang- Slapper, Gary & David Kelly. 2003. The
Undangan: Dasar dan Cara Pembentukannya, English Legal System, Sixth edition, London:
Yogjakarta: Kanisius. Cavendish Publishing Limited.
Kelsen, Hans. 1949. General Theory of Law, Soehino. 1981. Hukum Tata Negara Teknik
London: Oxford University Press. Perundang-undangan, Yogjakarta: Liberty.
Manan, Bagir dan Kuntana Magnar. 1997. Syarief, Amiroedin. 1987. Perundang-undangan:
Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Dasar, Jenis dan Teknis Membuatnya,
Indonesia, Bandung: PT Alumni. Jakarta: Bina Aksara.
MD, Moh Mahfud. 2010. Perdebatan Hukum
Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,
Jakarta: Rajawali Press.

100 NEGARA HUKUM: Vol. 9, No. 1, Juni 2018

Vous aimerez peut-être aussi