Vous êtes sur la page 1sur 8

ISSN 1411 – 0067 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 6, No. 1, 2004, Hlm.

14 - 21 14

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG PADA LAHAN GAMBUT


DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI TAMPURIN

GROWTH AND YIELD OF MAIZE ON PEAT LAND WITH APPLICATION OF


MODIFIED TAMPURIN TECHNOLOGICAL PACKAGE

Bambang Gonggo M., Purwanto, Bilman W. Simanihuruk, dan J. Arto


Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

ABSTRACT

Maize is one of the most important sources of carbohydrate after rice. The yield improvement of maize is often
hindered by availability of productive soil because most of the productive soils have been used for the production
of rice, which is the main staple food for the majority of Indonesia citizen. Consequently, maize production
should be extended to other potential place. Peat land can be categorized as marginal land due to depleted
fertility indicated by low pH (3.0 –5.0), less amount and availability of N, P, K, Mg, Zn, B, Ca, Mo, and Mn, and
high moisture content. This condition, however, can be manipulated into productive land by applying technological
package such as Tampurin. The objective of this research was to determine the growth and yield of maize on
peat land with application of modified Tampurin technological package. The experiment was conducted in hemic
state peat land and set up in randomized complete block design with six treatments, i.e. no tampurin (control),
tampurin without dolomite, tampurin without CuSO4, tampurin without fruit bunch oil, tampurin without
cattle manure, tampurin without borate, and complete tampurin. It was found that the treatments had no effect
on the growth and yield variables observed.

Keywords : maize, peat land, tampurin

ABSTRAK

Jagung merupakan komoditas pangan kedua setelah padi. Kendala yang dihadapi untuk meningkatkan produksi
jagung di antaranya persaingan lahan dan tanaman padi sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat
Indonesia. Untuk itu perlu lahan alternatif yang potensial seperti lahan gambut untuk budidaya tanaman jagung.
Tanah gambut merupakan tanah marjinal yang memiliki kesuburan rendah yang dicirikan oleh pH rendah (3.0 –
5.0), kandungan dan ketersediaan unsur N, P, K, Mg, Zn, B, Ca, Mo dan Mn rendah dan kandungan air yang
tinggi. Namun demikian lahan gambut masih memberikan harapan untuk dijadikan lahan produktif dengan
menerapkan teknologi yang sesuai seperti paket teknologi tampurin. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung di lahan gambut melalui paket teknologi tampurin. Penelitian dilaksanakan
dengan menggunakan disain acak kelompok dengan perlakuan yang diuji terdiri atas kontrol, tampurin tanpa
Dolomit, tampurin tanpa Terusi, tampurin tanpa abu janjang kelapa sawit, tampurin tanpa kotoran sapi, tampurin
tanpa Borate, dan tampurin lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paket teknologi tampurin yang diberikan
berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan hasil jagung.

Kata kunci : jagung, gambut, tampurin

PENDAHULUAN setelah padi. Produksi jagung di Propinsi


Jagung (Zea mays) sebagai sumber Bengkulu rata-rata baru mencapai 1.81 ton ha -1
karbohidrat merupakan komoditas pangan kedua dan rata-rata nasional sekitar 2.5 ton ha -1 yang
Gonggo B.M. et al JIPI 15

masih sangat rendah jika dibandingkan dengan nyata (Melati et al, 1991). Kotoran sapi merupakan
kebutuhan jagung yang terus meningkat dari salah satu pupuk kandang dan bahan organik yang
tahun-ketahun. Untuk memenuhi kebutuhan memiliki kandungan C-organik dan K yang tinggi
jagung yang terus meningkat, diperlukan serta beberapa unsur hara lain seperti N dan P
peningkatan produksi melalui peningkatan (Tejasarwana, 1998). Menurut Hasanudin (1996)
produktivitas lahan dan tanaman serta perluasan dan Dahono et al (2001), pemberian bahan organik
areal tanaman. (IPPTP, 1997; BPTP, 2000). dan peningkatan pupuk P akan membentuk in-
Peningkatan produktivitas lahan dan tanaman teraksi sangat kuat dengan unsur hara Cu dan Zn
dapat dilakukan dengan penambahan input. dalam tanah sehingga ketersediaan unsur hara akan
Sedangkan perluasan areal tanam dapat dilakukan terjamin. Amelioran berupa abu janjang kelapa
dengan pembukaan lahan baru terutama sawit mengandung unsur K dan P yang tinggi
pemanfaatan lahan-lahan marjinal (Adisarwanto (Gusmara, 1998). Sementara untuk mengatasi
dan Widyastuti, 2000). kekurangan Ca perlu diberikan pengapuran.
Lahan marginal seperti lahan gambut dapat Menurut Widarjanto (1997), inkubasi diperlukan
ditingkatkan menjadi lahan produktif dengan untuk membuat keadaan tanah siap mendukung
menerapkan teknologi yang tepat guna (Djaenudin, pertumbuhan tanaman. Dalam proses inkubasi
1993). Lahan gambut dicirikan dengan kandungan terjadi reaksi-reaksi fisika, kimia dan biologi
bahan organik yang tinggi, kemasaman tanah sehingga diharapkan populasi mikroba tanah dapat
tinggi, namun mempunyai ketersedian hara makro berkembang baik dan adanya peningkatan unsur
dan mikro yang sangat rendah. Selain itu pada hara.
musim penghujan akan terjadi penggenangan air Keadaan tanah yang mendukung per-
dan pada musim kemarau akan terjadi kekeringan, tumbuhan tanaman jagung akan memberikan
sehingga tata air menjadi kebutuhan mutlak penambahan penimbunan berat kering, tinggi
(Yardha, et al, 1998; Yusuf, et al, 1999). Meskipun tanaman dan luas daun sebagai ciri pertumbuhan.
lahan gambut merupakan lahan marginal dengan Luas daun menentukan Indeks Luas Daun (ILD)
berbagai kendala, namun mengingat luasnya yang menunjukan rasio permukaan daun (satu sisi
mencapai 30.000 ha di Bengkulu maka lahan ini saja) terhadap luas tanah yang ditempati oleh
memiliki potensi untuk dikembangkan (Saleh, tanaman. Leaf Area Duration (Lamanya Luas
1999). Untuk itu perlu suatu pola pendekatan yang Daun atau LAD) menunjukan besar dan lamanya
didasarkan pada sifat dan ciri lahan dengan suatu daun bertahan selama pertumbuhan. LAD
mempertimbangkan sistem pengairan, pemupuk- ini menentukan sejauh mana penyerapan cahaya
an, kesesuaian komoditas dan varietas Salah satu oleh tanaman. Selanjutnya pertambahan per-
pendekatannya ialah dengan penerapan paket tumbuhan tanaman dapat dilihat dari nilai Laju
teknologi Tampurin yang merupakan singkatan Pertumbuhan Relatif (LPR) yang merupakan
dari Tata Air, Mikroba, Pupuk yang seimbang dan peningkatan berat kering dalam suatu interval
kapur serta proses inkubasi bahan amelioran waktu tertentu dalam hubungan berat asal. Pada
(IPPTP, 1997; Widarjanto, 1997). akhirnya akan menentukan hasil panen yang
Mikroba sangat diperlukan dalam proses bernilai ekonomis (Gardner et al, 1985).
dekomposisi bahan organik baik yang segar Penelitian ini bertujuan untuk membanding-
maupun ketika sedang melapuk sehingga menjadi kan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung dengan
bentuk senyawa lain yang bermanfaat bagi modifikasi paket teknologi tampurin di lahan
kesuburan tanah (Hakim et al, 1986). Salah satu gambut.
sumber mikroba adalah pupuk kandang. Selain
sebagai sumber mikroba pupuk kandang juga METODE PENELITIAN
mampu meningkatkan kandungan unsur P akan Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pekik
tetapi dapat menurunkan kandungan Ca, Nyaring Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten
sedangkan pengaruhnya terhadap unsur lain tidak Bengkulu Utara dari akhir bulan Juli 2002 sampai
Pertumbuhan dan hasil jagung pada lahan gambut JIPI 16

dengan bulan Nopember 2002, pada tanah Histosol pada saat tanaman jagung berumur 4 minggu
dengan ketinggian 10 m dpl. setelah tanam dengan cara menugal lubang pupuk
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak di samping tanaman.
Kelompok Lengkap (RAKL) yang diulang 3 kali. Uji viabilitas benih dilakukan dengan
Komponen tampurin meliputi Urea, SP-36, KCl, mengambil benih sebanyak 100 biji dan
Dolomit (CaMg(CO3 )2 ), Borate, Terusi, Abu janjang dikecambahkan. Hasil pengujian benih
kelapa sawit, kotoran sapi yang diuji pada beberapa menunjukkan persentase tumbuh benih mencapai
modifikasi yang terdiri atas : t1 = Tampurin tanpa 98% benih tumbuh sehingga benih layak
Borate-48, t 2 = Tampurin tanpa Terusi, t 3 = Tampurin digunakan. Benih ditanam dengan sistem tugal
tanpa abu janjang kelapa sawit, t 4 = Tampurin tanpa sedalam 3 cm - 4 cm yang setiap lubangnya
kotoran sapi, dan t5 = Tampurin lengkap. Selain itu dimasukkan 2 benih, jarak antar lubang tanam
juga dibuat petak kontrol (Urea, SP-36, KCl) sebagai 25 cm x 70 cm. Bersamaan dengan itu diberikan
pembanding. Carbofuran 3% dengan dosis 10 kg.ha -1 atau 5
Tahapan penelitian meliputi persiapan lahan, butir per lubang. Penjarangan dilakukan setelah
pembuatan bahan tampurin, pemberian tampurin, tanaman berumur 2 mst dengan memilih satu
penanaman, pemeliharaan dan panen. Persiapan tanaman yang sehat dan seragam. Penyulaman
lahan dimulai dengan pembersihan lahan dari dilakukan sejak tanaman berumur 7 hst sampai
vegetasi yang ada seperti gulma dan tunggul-tunggul dengan 14 hst. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari
kayu kemudian dibuat petakan berukuran 24 m x jika turun hujan tidak dilakukan penyiraman.
12.5 m yang dibagi menjadi 3 blok dengan ukuran Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan
24 m x 3.5 m. Pada setiap blok dibuat petak-petak menggunakan insektisida Deltametrin 25 g L-1 ,
percobaan sebanyak 15 petak dengan ukuran 4 m x Sihalotrin 25 g L-1 dan Isoprothiolane 400 g L-1.
3.5 m. Jarak antar petakan 1 m dan antar blok juga 1 Pengendalian gulma dilakukan secara manual
m. Setelah pembuatan petakan, kemudian dilakukan yang dilakukan setelah 2 mst dan selanjutnya
pembuatan parit sekeliling petak percobaan dengan penyiangan dilakukan seminggu sekali.
kedalaman 1 m dan lebar 50 cm. Parit dibuat dengan Penjarangan tongkol dilakukan saat munculnya
lebar dan kedalaman yang sama (datar), mengikuti tongkol (7 mst) dengan meninggalkan 1 tongkol
jalur parit yang sudah ada sebelumnya. Pintu air untuk yang sehat setiap tanaman. Pemanenan dilakukan
menjaga ketinggian air dibuat menggunakan tunggul- setelah rambut tongkol berwarna coklat dan kering,
tunggul kayu yang ada di sekitar lahan. kelobot berwarna kuning, biji keras mengkilap dan
Pembuatan pupuk tampurin dilakukan dengan jika bijinya ditekan dengan kuku tidak
cara mencampurkan bahan pupuk dan amelioran meninggalkan bekas, ciri ini dicapai pada saat
kecuali Urea (280 g) yaitu SP-36 (280 g), KCl tanaman berumur 90 hst.
(150 g), Dolomit (1400 g), Terusi (14 g), Mamikro Pengamatan dilakukan dengan menggunakan
(14 g), Abu janjang kelapa sawit (350 g), dan metode destruktif kecuali untuk peubah hasil.
Kotoran sapi (140 g) per petak hingga tercampur Peubah yang diamati yaitu : tinggi tanaman, luas
rata. Campuran tersebut diinkubasi dengan daun, biomassa tanaman,. diameter tongkol,
memasukkan campuran ketujuh unsur pupuk dan diameter tongkol, bobot tongkol bersih, dan bobot
amelioran ke dalam karung dan setiap 3 hari sekali 1 biji Untuk peubah pertumbuhan, selanjutnya di
disiram air, inkubasi dilakukan selama 21 hari. analisis berdasarkan analisis pertumbuhan yang
Pemberian tampurin dilakukan dalam 2 tahap. meliputi ILD, LPR (Laju Pertumbuhan Relatif),
Tahap pertama diberikan satu hari sebelum benih Leaf Area Rasio (Rasio Luas Daun).
ditanam sebanyak 1 /3 dari bahan tampurin dan urea Data dari peubah pertumbuhan dan hasil
dengan cara membuat lubang pupuk dengan tanaman jagung yang dikumpulkan dianalisis
kedalaman kurang lebih 5-6 cm dan lebar 15 cm, dengan analisis varians (Anava) taraf 5 %. Untuk
sisanya 2 /3 dari bahan tampurin dan urea diberikan membandingkan rata-rata pertumbuhan dan hasil
Gonggo B. M. et al JIPI 17

tanaman jagung pada modifikasi paket tampurin Menurut Saleh (1999) untuk menjadikan
dilakukan uji BNT taraf 5 %. lahan gambut lebih produktif ada beberapa faktor
yang perlu diperhatikan di antaranya ialah
ketebalan, kematangan dan kemasaman gambut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ketebalan, kematangan dan kemasaman gambut
diduga mempengaruhi perakaran, penyerapan hara
Lahan gambut Pekik Nyaring yang digunakan dan pertumbuhan tanaman. Menurut Leiwa-
untuk penelitian ini menunjukan tingkat kabessy dan Wahjudin (1979) dalam Radjagukguk
kematangan gambut hemik. Hasil analisis tanah (1997) terdapat hubungan erat antara ketebalan
awal di Laboratorium Ilmu Tanah menunjukan pH gambut dan produksi gabah padi sawah. Hasil
H2 O (3.62), pH KCl (2.08), kadar lengas penelitian itu menunjukan bahwa hasil padi sawah
(17.21%), N-total (1.14%), P tersedia (21.60 ppm) sangat rendah apabila ketebalan gambut > 80 cm.
dan K-dd (0.46 meq 100 g-1). Keadaan ini tidak Pada tanah gambut dengan tingkat kematangan
cocok bagi pertumbuhan tanaman jagung, karena hemik ditengarai terjadi produksi asam-asam
pada dasarnya tanaman jagung menghendaki tanah organik seperti asam humat dan asam fuilvat yang
yang subur dengan pH 5.5 – 7 (Suprapto, 1995; menyebabkan rendahnya nilai pH tanah
Deptan, 1996). Tingkat ketebalan gambut ini (Radjagukguk, 2000; Noor, 2001). Pemberian
tergolong gambut dalam (200 m – 300 m). Curah tampurin mampu menaikkan pH dari kondisi awal
hujan selama penelitian berlangsung dari bulan Juli3.82 menjadi 4.32 pada akhir penelitian. Namun
hingga November 2002 tidak merata terutama peningkatan pH tersebut belum cukup karena
pada bulan Agustus saat penanaman benih tanaman jagung umumnya dapat tumbuh dengan
dilakukan. Pada awal Agustus curah hujan sangat baik pada pH 5.5 – 7.0 (Suprapto, 1995; Deptan,
sedikit sehingga dilakukan penyiraman dengan air 1996).
drainase dan air genangan yang ada pada lahan Pemberian kapur dan inkubasi menyebabkan
gambut. Pada petak perlakuan tampurin tanpa mikroba dapat berkembang dengan baik.
Terusi (Urea, SP-36, KCl, Dolomit, Borate, AJKS, Akibatnya unsur-unsur seperti N, P dan S yang
kotoran sapi) ulangan I banyak terdapat abu sisa dibebaskan oleh proses pelapukan bahan organik
bakaran kayu karena merupakan tempat akan segera digunakan kembali oleh mikroba
pembakaran tunggul-tunggul kayu dan seresah sebagai sumber energi. Apabila jumlah hara yang
lainnya. tersedia tidak mencukupi maka mikroba ini akan
Tanaman jagung selama penelitian mencari hara-hara lain yang terdapat di sekitarnya
menunjukan gejala terserang hama belalang dan baik berasal dari pupuk maupun sumber lain
ulat penggerek batang . Hama yang menyerang (Hindarto, 1993 ; Suhardi 1998), pada akhirnya
dikendalikan dengan insektisida Deltametrin 25 terjadi persaingan antara mikroba dan tanaman
g L-1, Sihalotrin 25 g L-1 dan Isoprothiolane 400 jagung dalam mendapatkan unsur hara. Hal ini
g L-1. sejalan dengan penelitian Ardi (1988), yang
Hasil analisis varians terhadap data menyatakan bahwa pengaruh pengapuran dan
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung yang inkubasi terhadap C, N, C/N, fosfat dan kation
dikumpulkan menunjukan bahwa, tidak terdapat basa dapat ditukar tidak nyata. Sehingga hasil yang
pengaruh nyata perlakuan yang diuji terhadap didapat dari perlakuan tampurin lengkap dan
semua peubah yang diamati. Hal ini diduga karena perlakuan lainnya juga kontrol berbeda tidak nyata.
pengaruh ketebalan dan tingkat kematangan lahan Bahkan berdasarkan data pengamatan peubah
gambut, curah hujan yang tidak merata terutama pertumbuhan dan hasil tanaman jagung yang
pada awal pertumbuhan tanaman, pembuatan dikumpulkan nilai rata-rata perlakuan ini
drainase yang dilakukan tidak berfungsi secara cenderung lebih kecil jika dibandingkan perlakuan
baik, dan pengaruh drainase itu sendiri terhadap lainnya termasuk juga dengan kontrol (Tabel 1, 2
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. dan 3).
Pertumbuhan dan hasil jagung pada lahan gambut JIPI 18

Tabel 1. Rata-rata peubah tinggi tanaman pada lima waktu pengamatan

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)


2 mst 4 mst 6 mst 8 mst 10 mst
t1 30.750 45.670 65.317 78.767 79.283
t2 31.380 41.470 120.970 144.200 146.033
t3 39.500 66.130 90.167 112.750 113.167
t4 37.950 50.530 78.567 105.830 106.917
t5 34.530 58.430 73.700 106780 107.783
Kontrol 24.880 41.050 72.367 119.130 142.767

Tabel 2. Rata-rata peubah indeks luas daun pada lima waktu pengamatan

Perlakuan Indeks luas daun


2 mst 4 mst 6 mst 8 mst 10 mst
t1 0.034 0.250 0.675 0.869 0.913
t2 0.054 0.293 1.327 1.799 1.882
t3 0.066 0.403 0.789 1.829 1.898
t4 0.062 0.297 0.811 0.884 0.923
t5 0.053 0.292 0.689 1.066 1.134
Kontrol 0.022 0.129 0.519 1.405 1.825

Tabel 3. Rata-rata peubah berat kering tanaman pada lima waktu pengamatan

Perlakuan Berat Kering Tanaman


2 mst 4 mst 6 mst 8 mst 10 mst
t1 0.682 4.377 25.443 38.602 86.368
t2 0.800 4.557 50.102 109.23 149.48
t3 1.043 8.033 30.726 45.583 51.795
t4 1.008 5.937 29.255 57.685 94.947
t5 0.953 5.060 26.485 52.767 77.687
Kontrol 0.495 1.815 14.108 53.978 151.508

Jagung varietas C-7 belum teruji mampu Perlakuan drainase yang diberikan
beradaptasi dengan baik pada lahan gambut. menyebabkan meningkatnya laju dekomposisi dan
Menurut Widarjanto (1997), sistem tampurin akan mineralisasi gambut di lapisan atas yang
lebih efektif dan efesien apabila dikombinasikan membebaskan CO 2 dan mengakibatkan
dengan ketepatan pemilihan komoditas/varietas pengasaman tanah, sehingga akan meningkat pula
dan pemupukan berimbang. Penggunaan jagung pelepasan hara dari bahan organik tanah gambut.
varietas Antasena dan pupuk kandang sebanyak Air drainase juga akan membawa serta unsur-unsur
200 kg ha -1 terbukti mampu menghasilkan 4.22 hara terutama yang mudah larut (Radjagukguk,
ton ha -1. 1997; Radjagukguk, 2000), akibatnya meskipun
Gonggo B.M. et al JIPI 19

telah diberikan tampurin tetapi tidak terlihat bervariasi akibat pengairan yang dilakukan dengan
pengaruh nyata. Penyiraman dilakukan mengingat menggunakan air drainase dan air genangan pada
ketersediaan air yang tidak stabil terutama saat lahan gambut.
tidak turun hujan dengan menggunakan genangan Peubah LPR menunjukan hasil yang lebih
air dan air drainase pada lahan gambut. bervariasi lagi. Pada pengamatan ke-1 perlakuan
Penggunaan air drainase diduga mempengaruhi t3 menunjukan hasil tertinggi, pengamatan ke-2
pertumbuhan tanaman jagung. Menurut hasil tertinggi terdapat pada perlakuan t 2 sedangkan
Radjagukguk (1997), pengairan dengan air pada pengamatan ke-3 dan ke-4 ukuran tertinggi
drainase dari lahan-lahan gambut berpengaruh didapat pada perlakuan kontrol (Tabel 4). Pada
sangat menghambat pertumbuhan padi maupun peubah LAR (rasio luas daun) ukuran tertinggi
tanaman budidaya lainnya sehingga pengaruh terdapat pada perlakuan t 3 kecuali saat pengamatan
tampurin itu sendiri tidak nyata. Hal ini terlihat ke-3 (Tabel 5). Pada peubah lamanya luas daun
pada tinggi tanaman 2 sampai 4 mst ukuran ter- (LAD) ukuran tertinggi didapat pada perlakuan t3
tinggi terdapat pada tanaman jagung yang diberi saat pengamatan ke-1 dan ke-4, sementara pada
tampurin tanpa AJKS (t3 ) sedangkan 6 sampai 10 pengamatan ke-2 dan ke-3 ukuran tertinggi didapat
mst ukuran tertinggi pada perlakuan tampurin pada perlakuan t 2 (Tabel 6). Kecenderungan ukuran
tanpa terusi (t2 ). Pada peubah ILD ukuran tertinggi tertinggi yang didapat pada perlakuan t2 diduga
terdapat pada perlakuan t 3 saat tanaman berumur karena pengaruh banyaknya kandungan abu kayu
2 sampai 4 mst dan 8 sampai 10 mst kecuali 6 pada petak t2 . Menurut Suryanto (1994) dalam
mst. Pada peubah biomassa ukuran tertingi Radjagukguk (2000) praktek budidaya secara
terdapat pada perlakuan t3 saat tanaman berumur intensif yang melibatkan pemberian pemberian
2 sampai 4 mst, sedangkan saat tanaman berumur bahan amelioran berupa abu hasil pembakaran
6 sampai 8 mst ukuran tertinggi terdapat pada limbah pertanian dan limbah kayu, menghasilkan
perlakuan t2 . Hal ini diduga pengaruh dari paket peningkatan kadar hara total tersedia dalam tanah
teknologi tampurin memberikan respon yang gambut.

Tabel 4. Rata-rata peubah laju pertumbuhan relatif

Perlakuan Laju pertumbuhan relatif


Ke 1 Ke 2 Ke 3 Ke 4
t1 0.134 0.134 0.017 0.059
t2 0.105 0.181 0.043 0.034
t3 0.149 0.107 0.042 0.030
t4 0.131 0.106 0.052 0.039
t5 0.119 0.119 0.046 0.033

Tabel 5. Rata-rata pada peubah rasio luas daun

Perlakuan Laju pertumbuhan relatif


Ke 1 Ke 2 Ke 3 Ke 4
t1 150.314 110.563 70.583 52.118
t2 188.912 138.762 72.255 69.899
t3 155.529 95.712 73.109 68.456
t4 154.862 110.938 62.663 37.569
t5 152.492 102.621 64.621 51.239
Pertumbuhan dan hasil jagung pada lahan gambut JIPI 20

Tabel 6. Rata-rata peubah lamanya luas daun

Perlakuan Lamanya luas daun


Ke 1 Ke 2 Ke 3 Ke 4
t1 3481.333 11340.000 18930.330 21847.000
t2 4186.000 19846.170 38301.667 45105.670
t3 5751.500 14613.670 32088.000 45668.000
t4 4499.833 13892.670 21409.500 23427.830
t5 3790.500 10763.670 20532.170 26632.670

Tabel 7. Rangkuman data rata-rata pada peubah bobot tongkol bersih, diameter
tongkol dan bobot 1 biji
Peubah t1 t2 t3 t4 t5 Kontrol

Bobot Tongkol Bersih (g) 58.97 80.18 82.94 56.44 39.94 83.83
Diameter Tongkol (cm) 2.83 3.16 3.07 2.74 2.55 3.24
Bobot 1 Biji (g) 0.25 0.31 0.27 0.23 0.20 0.26

Pada peubah hasil untuk bobot tongkol bersih berpengaruh menghambat penyerapan unsur-unsur
dan diameter tongkol nilai kontrol lebih tinggi 1% mikro, terutama Zn.
dibandingkan dengan nilai tertinggi pada
perlakuan modifikasi tampurin yang terdapat pada KESIMPULAN
perlakuan t2 sedangkan untuk peubah bobot 1 biji
ukuran tertinggi pada perlakuan t2 (Tabel 7). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
Kenyataan ini berbeda dengan kecenderungan bahwa petumbuhan dan hasil tanaman jagung pada
pada peubah pertumbuhan. Hal ini diduga akibat lahan gambut tidak menunjukkan perbedaan yang
pembuatan saluran drainase hanya berupa saluran nyata antara tanaman yang diberikan perlakuan
primer yang dibuat secara sederhana menyebabkan tampurin dengan kontrol. Namun terdapat
drainase tidak berjalan dengan baik sehingga kecenderungan pada awal pertumbuhan (2 dan 4
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil mst) yang menunjukan bahwa perlakuan tampurin
tanaman jagung keseluruhannya. Menurut Noor tanpa AJKS menghasilkan nilai tertinggi pada
(2001) drainase yang tidak berfungsi dengan baik tinggi tanaman (39.5 cm dan 66.13 cm), ILD (0.06
akan menyebabkan berubahnya pola tata air, dan 0.403), biomassa tanaman (1.043 dan 8.033),
terjadinya amblesan yang mengikuti terjadinya LPR ke 1 (0.149) LAR ke-1 dan ke-2 (188.9912
proses pematangan gambut, kemunduran dan 138.762) dan LAD ke 1 (5751.5). Sedangkan
fungsional tata saluran pada skala makro, pada akhir penelitian perlakuan tampurin tanpa
terjadinya erosi di petak dan saluran primer. terusi memberikan nilai tertinggi pada tinggi
Akibatnya penggunaan paket tampurin juga tidak tanaman, LPR, LAR, diameter tongkol dan bobot
efektif. 1 biji yaitu 146.033 cm, 0.034, 69.899, 3.16 cm
Kandungan bahan organik yang tinggi juga dan 0.31 g. Peubah hasil ukuran tertinggi didapat
menyebabkan tingginya produksi CO2 dan H2 S pada kontrol untuk peubah bobot tongkol bersih
yang dapat meracuni akar tanaman sehingga (83.83 g) dan diameter tongkol (3.24 cm),
pertumbuhan tanaman juga terhambat. Bikarbonat sedangkan untuk peubah bobot 1 biji hasil tertinggi
yang dihasilkan oleh tingginya produksi CO2 juga pada perlakuan tampurin tanpa terusi- (0.31 g).
Gonggo B. M. et al JIPI 21

DAFTAR PUSTAKA Hindarto, K.S. 1993. Pengaruh pengapuran


terhadap perubahan sifat-sifat tanah gambut
Adisarwanto, T. dan Y.E. Widyastuti. 2000.
Sungai Hitam Propinsi Bengkulu. Laporan
Meningkatkan Produksi Jagung Di Lahan
penelitian Departemen Pendidikan dan
Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penebar
Kebudayaan Universitas Bengkulu. (tidak
Swadaya, Jakarta.
dipublikasikan)
Ardi, DS. 1988. Pengaruh pengapuran dan
IPPTP. 1997. Budidaya Jagung di Lahan Gambut.
inkubasi terhadap sifat kimia tanah gambut
IPPTP, Bengkulu.
Dendang Tiga, Jambi. Pros Pertemuan Teknis
Melati, M., F. Rumawas., J.S. Baharsjah dan
Penelitian Tanah, Cipayung. 189 – 199.
I.P.G.W. Adhi. 1991. Tanggzap kedelai
BPTP. 2000. Laporan Tahunan. BPTP Sukarami,
terhadap pupuk mikro Zn, Cu, B pada
Bengkulu.
beberapa dosis pupuk kandang ditanah
Dahono., O. Ekalinda., R. Arjulis., Elfiani dan
latosol. Forum Pascasarjana. 14 (1) : 1 –12.
Y.Yanfirwan. 2001. Uji tiga paket teknologi
Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut ; Potensi
pemupukan kacang tanah trenggiling di lahan
dan Kendala. Kanisius, Yogyakarta.
podzolik merah kuning. Pros Seminar
Radjagukguk, B. 1997. Pertanian keberlanjutan di
Regional Hasil Penelitian Tanaman Pangan
lahan gambut. Jurnal Alami (2) : 17-20.
dan Perkebunan Wilayah Sumatera,
Radjagukguk, B. 2000. Perubahan sifat-sifat fisik
Bengkulu. 35 – 40.
dan kimia tanah gambut akibat reklamasi
Departemen Pertanian (DepTan). 1996. Budidaya
lahan gambut untuk pertanian. Jurnal Ilmu
Tanaman Palawija. Dep Pertanian Direktorat
Tanah dan Lingkungan (2) :1-15.
Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura,
Saleh, B. 1999. Hasil uji coba komoditas
Jakarta.
pertanian di lahan gambut. Makalah
Djaenudin, D. 1993. Lahan marginal, tantangan
seminar Fak. Pertanian UNIB.
dan pemamfaatannya. Jurnal Penelitian dan
Suhardi. 1998. Bahan ajar Dasar-dasar Ilmu
Pengembangan Pertanian. 12 (4) : 79-86.
Tanah. Laboratorium Ilmu Tanah Faperta
Gardner, F. P., R. B. Pearce and R. L. Mitchel.
Universitas Bengkulu.
1985. The Physiology Field Crop.
Suprapto, Hs. 1995. Bertanam Jagung. Penebar
Diterjemahkan oleh Susilowati, H. 1991.
Swadaya, Jakarta.
Fisiologi Tanaman Budidaya. Indonesia
Tejasarwana, R. 1998. Tanggapan tanaman sedap
University Press, Jakarta.
malam Poliantes tuberosa L. terhadap
Gusmara, H. 1998. Peranan abu janjang kelapa
sawit dan pupuk kandang kotoran ayam pada pemberian pupuk kandang. Jurnal
perubahan sifat kimia tanah (pH, N dan P) Agrotropika. (3): 8-12.
Ultisol dan serapan hara N, P) oleh tanaman Widarjanto. 1997. Sistem tampurins alternatif
jagung. Jurnal penelitian UNIB, 10:10-15. penanganan lahan gambut yang berwawasan
Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M. Lubis., S.G. lingkungan. Jurnal Alami (2) : 41-44.
Nugroho., M.R. Saul., M.A. Diha., G.B. Yardha., A. Yusuf dan Hifnalisa. 1998. Penilaian
Hong dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar sifat fisis tanah dan kimia gambut Teunom
Ilmu Tanah. UNILA, Lampung. Aceh Barat. Jurnal Agrista (2) : 22-28.
Hasanudin. 1996. Pengaruh pemberian bahan Yusuf, A., Yarda., A. Karim dan Darusman. 1999.
organik dan waktu inkubasi terhadap N total Karakteristik lahan gambut Teunom dan
P tersedia dan K tersedia tanah Ultisol Krueng Sabe Aceh Barat. Jurnal Agrista (3) :
Bengkulu. J. Penelitian UNIB. 2(7):35-37. 35-41.

Vous aimerez peut-être aussi