Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Background: Tuberculosis is one of infectious disease that has special attention in Indonesia. Based on
WHO report, in 2015 Indonesia is the second country with the largest tuberculosis cases in the world which
number of tuberculosis reach 10% of all TB cases in the world. This condition also consist by the higher
number of smokers in Indonesia where Indonesia is the third rank of the largest number of smokers in the
world. This study conducted to know the correlation between smoking degree with tuberculosis.
Method: This study is an analytical study using cross sectional approach. The sampel in this study are 9.639
people. Statistical analysis used in this study are univariate, bivariate, and multivariate analysis using
complex sample analysis.
Result: The result of univariate analysis of this study showed the percentage of respondents who suffer from
tuberculosis is 6,7%. Bivariate analysis showed a correlation between smoking degree , age, sex, education
level, income level, body mass index, occupancy density, type of house floor, and the type of wall of the house
with the incidence of tuberculosis. The result of multivariate analysis showed that there was a correlation
between the smoking degree and the incidence of tuberculosis after controlling for age, sex, education level,
income level, body mass index, and type of house wall.
Conclusion: The smoking degree influences the incidence of tuberculosis in Indonesia, so it should be given
special attention to smokers in Indonesia in order to decrease the incidence of tuberculosis and can optimize
the health status of Indonesian people, especially the group of smokers in Indonesia.
Key Word: Tuberculosis, degree of smoking, smokers
ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang mendapat perhatian khusus di
Indonesia. Berdasarkan laporan WHO, pada tahun 2015 Indonesia menempati peringkat kedua dengan kasus
tuberkulosis terbanyak di dunia dengan kasus tuberkulosis yang mencapai 10% dari kejadian tuberkulosis di
dunia. Keadaan ini juga diperberat dengan tingginya angka perokok di Indonesia dimana Indonesia
menempati peringkat ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia. penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan derajat merokok dengan kejadian tuberkulosis.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan potong lintang (cross
sectional). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 9.639 responden. Analisis statistik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis univariat, bivariat, dan multivariat dengan menggunakan analisis complex
sample.
Hasil Penelitian: Hasil analisis univariat penelitian ini menunjukkan persentase responden yang menderita
tuberkulosis adalah sebesar 6,7%. Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square menunjukkan adanya
hubungan antara derajat merokok, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat indeks massa tubuh,
kepadatan hunian, jenis lantai rumah, dan jenis dinding rumah dengan kejadian tuberkulosis. Hasil analisis
multivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara derajat merokok dengan kejadian tuberkulosis setelah
dikontrol dengan variabel umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, indeks massa tubuh,
dan jenis dinding rumah.
Kesimpulan: Derajat merokok seseorang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis di Indonesia, sehingga
perlu diberikan perhatian khusus terhadap perokok di Indonesia guna menekan angka kejadian tuberkulosis
dan dapat mengoptimalkan status kesehatan masyarakat Indonesia khususnya kelompok perokok di
Indonesia.
Kata Kunci: Tuberkulosis, derajat merokok, perokok
Alamat Koresponding: Indah Wahyuni Harahap, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Jl. Palembang Prabumulih
KM. 32, Indralaya Indah Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, email : indahwahyuni05@gmail.com
PENDAHULUAN METODE
Tujuan pembangunan berkelanjutan Penelitian ini menggunakan metode
atau Sustainable Development Goals (SDGs) survei observasonal analitik kuantitatif dengan
telah disusun sebagai tujuan pembangunan pendekatan potong lintang (cross-sectional)
kesehatan jangka panjang dengan salah satu dengan menganalisis data sekunder Indonesia
indikatornya memuat penyelesaian kejadian Family Life Survey tahun 2014. Populasi
emerging infectious disease salah satunya dalam penelitian ini adalah seluruh individu
adalah tuberkulosis dan penyakit menular dalam rumah tangga di seluruh Indonesia.
lainnya pada tahun 2030.1 Berdasarkan Teknik pengambilan sampel pada Indonesia
laporan WHO, pada tahun 2015 terdapat 10,4 Family Life Survey yaitu multistage random
juta kasus TB dengan 1,8 juta kematian sampling. IFLS merupakan survey yang
(CFR=17,3%). Kejadian ini juga dilakukan secara longitudinal. Penarikan
menempatkan tuberkulosis sebagai salah satu sampel pada IFLS1 dilakukan terlebih dahulu
dari 10 penyebab kematian terbesar di dunia. dengan memilih wilayah cacah secara random
Pada tahun 2014 jumlah kasus TB di dari 13 provinsi FLS berdasarkan kerangka
Indonesia mencapai 1 juta kasus atau 10% sampel yang ada pada SUSENAS tahun 1993
dari seluruh kasus TB di dunia. Keadaan ini yang kemudian didapatkan 321 wilayah cacah
menempatkan Indonesia sebagai negara kedua baik perkotaan maupun pedesaan. Selanjutnya
terbanyak kasus TB pada tahun 2015 dilakukan pemilihan rumah tangga dari
bersamaan dengan Cina setelah India dengan masing-masing wilayah cacah yang dilakukan
23% kasus TB dari seluruh kasus TB di secara random yaitu sebanyak 20 rumah
Dunia.2 tangga dari perkotaan dan 30 rumah tangga
Perilaku seseorang merupakan salah dari pedesaan. Selanjutnya dilakukan
satu faktor risiko yang dapat meningkatkan pemilihan individu pada rumah tangga
risiko untuk terinfeksi tuberkulosis. Perilaku berdasarkan beberapa ketentuan. Pada IFLS5
ini dapat mencakup aktivitas fisik yang dilakukan re-contact terhadap individu yang
kurang, tidak mendapatkan imunisasi BCG, diwawancarai pada IFLS1, IFLS2, dan IFLS4
dan status merokok seseorang.3 Merokok dengan beberapa ketentuan yang disesuaikan
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya dengan waktu pengambilan sampel.
penyakit tuberkulosis. Meningkatnya angka Sampel pada penelitian ini adalah
perokok di masyarakat tentunya akan individu perokok yang berusia 15-24 tahun
meningkatkan angka kejadian tuberkulosis. sebanyak 9.639 responden. Variabel dependen
Tidak hanya tuberkulosis, rokok juga penelitian ini adalah kasus tuberkulosis,
merupakan faktor risiko utama bagi beberapa variabel independen pada penelitian ini adalah
penyakit khususnya penyakit kronis.4 derajat merokok, dan variabel yang diduga
Indonesia merupakan negara yang menempati confounding adalah umur, jenis kelamin,
peringkat ketiga dengan jumlah perokok tingkat pendidikan, tingkat pendapatan
terbanyak di dunia setelah Cina dan India.5 keluarga, indeks massa tubuh, kepadatan
Tingginya angka perokok berdampak pada hunian, jenis lantai rumah, dan jenis dinding
peningkatan kasus tuberkulosis yang rumah. Penelitian ini dianalisis secara
menyebabkan ketidaktercapainya indikator univariat, bivariat dan multivariat. Analisis
SDGs. Penelitian ini bertujuan untuk bivariat penelitian ini menggunakan analisis
mengetahui hubungan derajat merokok chi square, sedangkan analisis multivariat
dengan kejadian tuberkulosis pada perokok di menggunakan uji regresi logistik berganda
Indonesia. model faktor risiko.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1.
Hubungan Derajat Merokok dengan Kejadian Tuberkulosis pada Perokok di Indonesia
Tabel 2.
Hubungan Derajat Merokok dengan Kejadian Tuberkulosis
Tuberkulosis
Variabel Total p-value PR 95%CI
Ya Tidak
Derajat Merokok
Berat 89 1.360 1.449 0,761 0,602-0,963
0,004*
Sedang 312 4.757 5.069 0,767 0,651-0,903
Ringan 246 2.875 3.121 Reff. Reff.
Umur
Produktif 331 6.291 6.622 <0,0001* 0,477 0,413-0,551
Lansia 316 2.701 3.017 Reff. Reff.
Jenis Kelamin
Laki-laki 589 8.650 9.236 <0,0001* 0,441 0,346-0,562
Perempuan 58 342 400 Reff. Reff.
Tingkat Pendidikan
Rendah 312 5.572 5.884 <0,0001* 0,594 0,513-0,689
Tinggi 335 3.420 3.755 Reff. Reff.
Tingkat Pendapatan
Rendah 542 8.372 8.914 <0,0001* 0,422 0,342-0,520
Tinggi 104 621 725 Reff. Reff.
IMT
Kurus 73 1.372 1.445 0,791 0,621-1,008
<0,0001*
Gemuk 182 1.809 1.991 1,489 1,249-1,775
Normal 392 5.811 6.203 Reff. Reff.
Kepadatan Hunian
Berisiko 48 823 869 0,020* 0,768 0,614-0,960
Tidak Berisiko 601 8.169 8.770 Reff. Reff.
Jenis Lantai
Berisiko 45 1.176 1.221 <0,0001* 0,516 0,408-0,653
Tidak Berisiko 602 7.816 8.418 Reff. Reff.
Jenis Dinding
Berisiko 79 1.831 1.910 <0,0001* 0,562 0,450-0,703
Tidak Berisiko 568 7.161 7.729 Reff. Reff.
*Signifikan pada alpha 0,05
Hasil analisis bivariat menunjukkan Hasil yang mirip juga ditemukan pada
seluruh variabel kurang dari nilai alpha sebagian besar variabel yang diduga
(0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada confounding yaitu umur, jenis kelamin,
hubungan antara derajat merokok, umur, jenis tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
kelamin, tingkat pendidikan, tingkat kepadatan hunian, jenis lantai dan jenis
pendapatan, indeks massa tubuh, kepadatan dinding, dimana seluruh variabel ini jika
hunian, jenis lantai rumah, dan jenis dinding dilihat dari nilai PR yang berada dibawah
rumah dengan kejadian tuberkulosis pada angka 1 merupakan faktor protektif. Begitu
perokok di Indonesia. Hasil analisis statistik juga jika dilihat dari rentang confidence
di atas menunjukkan nilai PR pada variabel interval yang hampir mendekati angka 1 yang
independen utama yaitu derajat merokok menunjukkan bahwa variabel-variabel
bernilai 0,761 dan 0,767 dengan nilai 95% CI tersebut tidak menunjukkan risiko yang cukup
masing-masing adalah 0,602-0,963 dan 0,651- berbeda pada setiap kategorinya.
0,903 yang berarti bahwa variabel derajat Berbeda dengan variabel Indeks Massa
merokok merupakan faktor protektif, namun Tubuh (IMT), dimana responden dengan IMT
nilai PR dan rentang CI hampir mendekati kurus tidak signifikan terhadap kejadian
angka 1 yang mengartikan bahwa derajat tuberkulosis jika dibandingkan dengan
merokok seseorang tidak cukup signifikan responden dengan IMT normal, atau
untuk menurunkan risiko atau hampir tidak seseorang dengan IMT kurus dan IMT normal
terdapat risiko yang berbeda antarkelompok tidak memiliki perbedaan risiko untuk
perokok untuk terinfeksi tuberkulosis. (Tabel terinfeksi tuberkulosis. Hasil yang berbeda
2) ditunjukkan pada responden dengan IMT
gemuk dimana nilai confidence interval
berada diatas angka 1 yang menunjukkan gemuk lebih berisiko 1,489 kali lebih besar
bahwa ada perbedaan risiko antara kelompok untuk terinfeksi tuberkulosis dibandingkan
IMT gemuk dan kelompok IMT normal untuk dengan responden IMT normal, namun angka
terinfeksi tuberkulosis. Nilai PR sebesar 1,489 PR ini menggambarkan risiko yang tidak jauh
mengartikan bahwa responden dengan IMT berbeda antara kedua kelompok ini.
Tabel 3.
Hubungan Derajat Merokok dengan Kejadian Tuberkulosis pada Perokok di Indonesia
Crude PR Adjusted PR
Variabel
p-value PR 95%CI p-value PR 95%CI
Derajat Merokok
Berat 0,009* 0,728 0,574-0,923 0,009* 0,727 0,573-0,922
Sedang 0,047* 0,842 0,711-0,998 0,042* 0,839 0,708-0,994
Ringan Reff. Reff. Reff. Reff. Reff. Reff.
Umur <0,0001* 0,372 0,312-0,442 <0,0001* 0,370 0,311-0,441
Jenis Kelamin <0,0001* 0,463 0,345-0,623 <0,0001* 0,464 0,345-0,624
Tingkat Pendidikan <0,0001* 0,502 0,422-0,596 <0,0001* 0,497 0,419-0,591
Tingkat Pendapatan <0,0001* 0,510 0,393-0,660 <0,0001* 0,508 0,392-0,657
IMT
Kurus 0,099 0,815 0,639-1,039 0,086 0,808 0,634-1,030
Gemuk 0,112 1,160 0,966-1,393 0,103 1,164 0,970-1,398
Normal Reff. Reff. Reff. Reff. Reff. Reff.
Kepadatan Hunian 0,612 0,939 0,735-1,199
Jenis Lantai 0,052 0,759 0,575-1,004
Jenis Dinding 0,025 0,738 0,565-0,963 <0,0001* 0,649 0,514-0,821
dalamnya hisapan asap rokok serta faktor memasuki usia tua.8 Seseorang yang berusia 0
lainnya.7 hingga 2 tahun sangat berisiko untuk
Hasil yang berbeda yang ditemukan terinfeksi tuberkulosis dikarenakan imunitas
dalam penelitian ini dapat diakibatkan karena yang kurang baik untuk menangkal kuman
desain penelitian yang kurang tepat tuberkulosis ini, sedangkan pada usia remaja
menjelaskan hubungan sebab akibat, yaitu hingga dewasa akhir merupakan rentang usia
hanya dilakukan pengukuran pada satu waktu yang sangat baik untuk menangkal bakteri
saja khususnya pada konsumsi rokok dan ini.9
waktu orang tersebut didiagnosis tuberkulosis, Pada umumnya, usia produktif adalah
dalam penelitian ini derajat merokok usia dimana seseorang bebas untuk
seseorang juga tidak dikaitkan dengan melakukan kegiatan serta bertemu dengan
lamanya seseorang merokok, sehingga orang-orang baru untuk saling berinteraksi.
keadaan ini dapat mengakibatkan seorang Kesibukan seseorang pada usia produktif
perokok ringan bisa saja mulai mengurangi dapat mempengaruhi daya tahan tubuh
konsumsi rokoknya setelah didiagnosis seseorang, hal ini diakibatkan orang tersebut
menderita tuberkulosis, dan juga akan banyak melakukan kegiatan yang
memungkinkan seseorang yang baru saja kemudian akan berujung pada kurangnya
memulai merokok namun dalam kategori istirahat dan pola makan yang kemungkinan
perokok berat lantas tidak langsung menderita kurang akan komponen gizi.10 Kegiatan
tuberkulosis. seseorang yang berusia produktif juga dapat
Peneliti mengkategorikan variabel umur meningkatkan interaksi dengan dunia luar dan
menjadi dua kelompok yaitu kelompok usia memungkinkan untuk bertemu dengan orang-
produktif dan kelompok usia lansia. orang baru dengan status kesehatan yang
Kelompok usia produktif adalah responden berbeda-beda. Hal tersebut kemudian dapat
dengan rentang usia 15 sampai 50 tahun, meningkatkan risiko seseorang dengan usia
sedangkan kelompok usia lansia adalah produktif untuk terinfeksi tuberkulosis.
responden yang berusia di atas 51 tahun. Hasil Temuan pada penelitian ini cukup
analisis statistik menyimpulkan bahwa berbeda dengan beberapa penelitian dimana
terdapat hubungan antara umur dengan responden dengan usia produktif akan
kejadian tuberkulosis. Hasil penelitian ini menurunkan risiko untuk terinfeksi
didukung juga oleh penelitian yang dilakukan tuberkulosis dibandingkan dengan responden
oleh Fitriani yang menyebutkan bahwa ada dengan usia lansia. Hal ini dapat diakibatkan
hubungan antara umur seseorang dengan oleh sistem kekebalan tubuh yang semakin
kejadian tuberkulosis (p-value=0,004). menurun pada usia lansia sehingga lebih
Umur seseorang cukup berperan rentan untuk terinfeksi penyakit khususnya
terhadap kejadian tuberkulosis, risiko yang tuberkulosis.
didapatkan seseorang berdasarkan umur Uji statistik chi square menunjukkan
layaknya kurva normal terbalik. Seseorang hasil bahwa jenis kelamin seseorang
akan berisiko pada awalnya untuk terkena berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis
tuberkulosis dikarenakan sistem kekebalan selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh
tubuh yang belum baik untuk menangkal Rukmini dan Chatarina. Namun, jika dilihat
bakteri tuberkulosis ini, risiko kemudian akan dari nilai prevalence ratio, temuan pada
menurun pada usia 2 tahun hingga usia remaja penelitian ini cukup berbeda dari kebanyakan
dikarenakan daya tangkal terhadap penyakit penelitian dimana responden laki-laki justru
ini cukup baik pada usia ini, kemudian risiko mengurangi risiko untuk terinfeksi
akan meningkat lagi pada awal usia dewasa tuberkulosis dibandingkan dengan responden
muda dan akan menurun seiring menjelang perempuan. Hal ini dapat diakibatkan karena
pengetahuan tentang faktor risiko oleh Fitriani pada tahun 2013 yang
tuberkulosis. Pengetahuan mengenai menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
tuberkulosis ini tidak hanya didapatkan dari pendapatan keluarga dengan kejadian
tingkat sekolah formal saja namun bisa tuberkulosis.
didapatkan juga melalui sumber informal Secara substansial, tingkat pendapatan
lainnya seperti penyuluhan dari tenaga keluarga yang rendah berpengaruh terhadap
kesehatan, dari tetangga, keluarga, televisi, pemenuhan gizi dalam keluarga. Keluarga
media sosial dan sumber informasi lainnya. yang memiliki pendapatan yang rendah
Responden dengan tingkat pendapatan cenderung mengkonsumsi makanan dengan
rendah adalah responden dengan pendapatan kebutuhan gizi yang kurang bagi setiap
keluarga yang kurang dari nilai pendapatan anggota keluarga, sebagaimana diketahui
perkapita pertahun (< Rp 47.960.000,-), bahwa status gizi ini kemudian berpengaruh
sedangkan responden dengan tingkat terhadap respon imun seseorang sehingga
pendapatan tinggi adalah responden dengan menyebabkan seseorang lebih mudah untuk
pendapatan keluarga yang lebih dari nilai terserang penyakit. Tingkat pendapatan yang
pendapatan perkapita pertahun (≥ Rp rendah juga dapat mempengaruhi konstruksi
47.960.000,-). Tingginya proporsi penderita rumah dan kepadatan hunian rumah. Keluarga
tuberkulosis pada responden dengan dengan tingkat pendapatan rendah cenderung
kelompok tingkat pendapatan tinggi (14,4%) memiliki konstruksi rumah dan kepadatan
dapat diakibatkan oleh perilaku sehari-hari hunian yang tidak memenuhi syarat kesehatan
responden tersebut, seperti pola makan dan sehingga menyebabkan anggota rumah tangga
pemeliharaan kesehatan responden tersebut. tersebut lebih mudah untuk terserang
Seseorang dengan pendapatan tinggi biasanya penyakit.7 Hasil penelitian ini menunjukkan
memiliki aktivitas yang cukup tinggi pula hasil yang cukup berbeda dengan beberapa
pada saat bekerja, sehingga pemenuhan gizi penelitian lain dimana responden dengan
orang tersebut kurang baik yakni dengan lebih tingkat pendapatan rendah justru menurunkan
sering mengkonsumsi makanan cepat saji risiko untuk terinfeksi tuberkulosis
yang kurang akan zat gizi,16 pemenuhan zat dibandingkan dengan responden dengan
gizi yang kurang baik kemudian berpengaruh tingkat pendapatan tinggi, hal ini dapat terjadi
terhadap sistem imun yang kurang baik pula karena aktivitas yang tinggi pada responden
dan kemudian dapat meningkatkan risiko dengan pendapatan tinggi yang berimbas pada
untuk terinfeksi tuberkulosis. Tingginya pemenuhan gizi yang kurang baik yaitu
aktivitas responden kemudian juga dapat cenderung mengonsumsi makanan cepat saji
berdampak terhadap pemeliharaan kesehatan yang kemudian berujung pada status imun
orang tersebut. Seseorang yang memiliki yang kurang baik pada orang tersebut.
aktivitas tinggi akan memiliki waktu yang Responden dengan kategori IMT kurus
lebih sedikit untuk mengunjungi tempat adalah responden dengan IMT kurang dari
pelayanan kesehatan guna memeriksakan 18,5. Responden dengan IMT normal adalah
kesehatannya, kurangnya kesigapan dalam responden dengan IMT yang berada pada
pemeliharaan kesehatan orang tersebut rentang 18,5 sampai 25,0, sedangkan
kemudian juga akan berdampak terhadap responden dengan kategori IMT gemuk
meningkatnya risiko untuk perkembangan adalah responden dengan nilai IMT lebih dari
penyakit tuberkulosis ini. Secara statistik, 25,0.17 Secara statistik, pada penelitian ini
penelitian ini menunjukkan bahwa ada terdapat hubungan antara indeks massa tubuh
hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian tuberkulosis. Indeks massa
dengan kejadian tuberkulosis. Penelitian ini tubuh merupakan salah satu indikator
juga didukung oleh penelitian yang dilakukan penilaian status gizi seseorang. Status gizi
seseorang juga sangat berpengaruh terhadap oksigen.23 Apabila dalam satu rumah tangga
sistem imun seseorang yang diperantarai oleh terdapat satu orang penderita tuberkulosis
limfosit-T. Terganggunya sistem imun namun tidak diobati secara benar dapat
seseorang sebagai akibat dari status gizi yang meningkatkan risiko untuk terinfeksi
buruk mengakibatkan seseorang lebih mudah tuberkulosis pada anggota keluarga lain
untuk terinfeksi penyakit infeksi seperti dengan kondisi rumah yang tidak memenuhi
tuberkulosis.18 syarat kesehatan.23
Rumah yang sehat adalah rumah Berdasarkan jenis material lantai terluas
dengan kepadatan hunian yang tidak lebih dari rumahnya, peneliti mengelompokkan variabel
8m2 setiap orangnya, sedangkan rumah yang ini menjadi dua kelompok yaitu kelompok
tidak memenuhi syarat kesehatan adalah berisiko yaitu jenis lantai rumah yang tidak
rumah dengan kepadatan hunian kurang dari memenuhi syarat rumah sehat, dan jenis lantai
8m2 setiap orangnya. Berdasarkan peraturan rumah tidak berisiko yaitu jenis lantai rumah
ini, peneliti kemudian mengelompokkan yang memenuhi syarat rumah sehat.
variabel kepadatan hunian menjadi dua Tingginya proporsi kasus tuberkulosis pada
kelompok yaitu kelompok berisiko (≤ 8m2) kelompok responden dengan jenis lantai
dan kelompok tidak berisiko (8m2).19 Secara rumah tidak berisiko dapat disebabkan oleh
statistik terdapat hubungan yang bermakna faktor lain yang merancu hubungan kedua
antara kepadatan hunian dengan kejadian variabel ini seperti pengetahuan responden
tuberkulosis sejalan dengan penelitian yang terhadap penyakit tuberkulosis. Apabila
dilakukan oleh Ayomi dkk pada tahun 2012 seseorang dengan pengetahuan yang cukup
dan Ruswanto pada tahun 2010. baik mengenai penularan penyakit
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai tuberkulosis ini, maka orang tersebut akan
prevalence ratio yang menyimpulkan bahwa berusaha untuk menekan faktor risiko lainnya
kepadatan hunian yang berisiko justru meskipun jenis lantai yang dimiliki oleh
menurunkan risiko untuk terinfeksi keluarga tersebut tidak kedap air dan begitu
tuberkulosis. Hal ini dapat diakibatkan oleh juga sebaliknya.24
faktor lain seperti keberadaan orang yang Sama halnya dengan variabel jenis
terinfeksi tuberkulosis di dalam rumah lantai rumah, tingginya proporsi kasus
tersebut.20 Keluarga yang memiliki anggota tuberkulosis pada kelompok responden
rumah tangga yang terinfeksi tuberkulosis di dengan jenis dinding rumah tidak berisiko
dalam rumah tersebut akan lebih mudah untuk dapat disebabkan oleh faktor lain yang
menularkan tuberkulosis pada anggota rumah merancu hubungan kedua variabel ini seperti
tangga lainnya yang dengan kondisi sehat pengetahuan responden terhadap penyakit
meskipun kondisi rumah tersebut tidak terlalu tuberkulosis. Apabila seseorang dengan
padat.21 pengetahuan yang cukup baik mengenai
Kepadatan hunian merupakan salah penularan penyakit tuberkulosis ini, maka
satu faktor yang berpengaruh terhadap orang tersebut akan berusaha untuk menekan
penularan suatu penyakit. Semakin padat faktor risiko lainnya meskipun jenis dinding
suatu hunian maka akan semakin yang dimiliki oleh keluarga tersebut tidak
mempermudah suatu penyakit untuk kedap air.
menyebar terutama penyakit yang menular Hasil penelitian ini juga menunjukkan
melalui udara (air borne disease).22 Luas bahwa ada hubungan jenis dinding rumah
rumah yang tidak sebanding dengan anggota dengan kejadian tuberkulosis. Sama halnya
rumah tangga yang tinggal dalam rumah dengan variabel jenis lantai rumah, jenis
tersebut dapat menyebabkan overcrowded dinding rumah yang non/semi permanen
yang menyebabkan kurangnya konsumsi bertekstur lebih lembab daripada jenis dinding