Vous êtes sur la page 1sur 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/326758687

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN SUMBER PRASASTI


ABAD KE-11 MASEHI DI JAWA TIMUR

Article · August 2018


DOI: 10.24164/pw.v7i1.256

CITATIONS READS

0 100

1 author:

Siswanto Siswanto

1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Siswanto Siswanto on 05 November 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PURBAWIDYA: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi
p-ISSN: 2252-3758, e-ISSN: 2528-3618 Akreditasi LIPI No. 695/Akred/ P2MI-LIPI/07/2015
Vol. 7(1), Juni 2018, pp 21 – 34 DOI: https://doi.org/10.24164/pw.v7i1.256

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN SUMBER


PRASASTI ABAD KE-11 MASEHI DI JAWA TIMUR

Identification of Land Use Based on InscriptionsFrom 11th Century A.D in


East Java

Siswanto
Balai Arkeologi Jawa Barat
Jalan Raya Cinunuk Km 17, Cileunyi, Bandung
E-mail: sswanto.id@gmail.com
Naskah diterima 2 Maret 2018 — Revisi terakhir 23 Juni 2018
Disetujui terbit 15 Juli 2018 — Tersedia secara online 1 Agustus 2018

Abstract
This article discusses the use of ancient Javanese ancient land based on the source of
the 11th century AD inscription in East Java. The problem in this paper focus on what
kind of land use during the ancient Javanese period based on the inscription of the 11th
century AD. Inscriptions as the main data were studied using the epigraphic method.
Analysis based on the source of the inscription that provides complete information about
the life of ancient Javanese in relation to land use. The results of the inscription analysis
indicate that there are six forms of land use that have been done, namely; settlements,
rice fields, gardens, dams (and also canals), religious buildings, and forests. Forms of
land use in the form of rice fields, gardens, dams and canals associated strongly with
agricultural activities. Reasons related to land use indicate the dominance of strong po-
litical reasons. This is because in the 11th century AD especially during the Airlaṅga and
its successors were the events of war and the enforcement of power so that many inscrip-
tions contain political reasons. Although some inscriptions contain religious reasons but
the numbers are not too many. However, it remains the political reason that dominates
in the inscription description.

Keywords: Land use, Inscriptions, Airlaṅga

Abstrak
Artikel ini membahas tentang penggunaan lahan masa Jawa kuno berdasarkan sumber
prasasti abad ke-11 Masehi di Jawa Timur. Permasalahan pada tulisan ini adalah apa
saja bentuk penggunaan lahan masa Jawa kuno berdasarakan prasasti abad ke-11
Masehi. Prasasti-prasasti sebagai data utama dikaji menggunakan metode epigrafi.
Analisis berdasarkan sumber prasasti yang memberikan informasi lengkap mengenai
kehidupan masa Jawa kuno kaitannya dengan pemanfaatan lahan. Hasil analisis prasasti
menunjukkan bahwa terdapat enam bentuk penggunaan lahan yang pernah dilakukan,
yaitu permukiman, sawah, kebun, serta bendungan (dan juga kanal), bangunan
keagamaan, dan hutan. Bentuk penggunaan lahan berupa sawah, kebun, bendungan

21
PURBAWIDYA Vol. 7, No. 1, Juni 2018:
2018 21 – 34

dan kanal berkaitan kuat dengan kegiatan pertanian. Alasan terkait penggunaan lahan
menunjukkan dominasi alasan politik yang kuat. Hal itu disebabkan pada abad ke-11
Masehi, terutama pada masa Airlaṅga dan penerusnya, terjadi peristiwa peperangan dan
penegakan kekuasaan sehingga banyak prasasti memuat alasan politik. Beberapa prasasti
memuat alasan religi, tetapi jumlahnya tidak terlalu banyak. Namun, tetap alasan politik
yang mendominasi dalam uraian prasasti.
Kata kunci: penggunaan lahan, prasasti, Airlaṅga

PENDAHULUAN Penanggungan, dan Pegunungan Kendeng.


Jumlah prasasti yang cukup banyak dan
Masa Indonesia kuno dipengaruhi lokasi penemuan yang berbeda menarik
kebudayaan Hindu-Buddha dengan dikaji lebih lanjut sehingga memunculkan
peninggalannya berupa budaya materi, pertanyaan apa saja bentuk penggunaan
salah satunya adalah prasasti. Secara umum lahan masa Jawa kuna berdasarkan prasasti
data prasasti adalah sumber sejarah paling abad ke-11 Masehi?
penting (Kusumohartono, 1994) karena
memuat banyak informasi mengenai Informasi mengenai penggunaan lahan
kehidupan pada masa pengaruh Hindu- banyak dikaji pada masa sekarang. Hal itu
Buddha di Indonesia. Informasi yang dipengaruhi oleh berkembangnya ilmu
dimaksud di antaranya adalah kegiatan pengetahuan dan banyaknya kepentingan
ekonomi, sosial-politik, hukum, religi, yang terkait dengan lahan. Masalah
bahkan informasi mengenai penggunaan penggunaan lahan pada masa Jawa kuno
lahan juga dapat dicari lewat data prasasti. menarik dikaji karena dapat mengetahui
kecenderungan usaha pemanfaatan lahan
Salah seorang raja yang pernah dari waktu ke waktu. Selain itu, kajian
memerintah di Jawa Timur pada masa Jawa identifikasi bentuk penggunaan lahan
Kuno adalah Airlangga. Awalnya Airlaṅga masa Jawa kuno dapat digunakan untuk
merupakan menantu dari Dharmmawaṅśa mengetahui alasan suatu penguasa dalam
Tguh. Pada berlangsungnya pesta memanfaatkan lahan dalam wilayah
pernikahan Airlaṅga dengan anak dari kekuasaannya.
Dharmmawaṅśa Tguh, kerajaan diserang
oleh Haji Wurawari. Akibat serangan itu Prasasti-prasasti masa Airlaṅga dan
Airlaṅga terpaksa melarikan diri ke hutan raja-raja setelahnya, dipilih enam prasasti
bersama Narottama (De Casparis, 1958). yang dianggap mewakili kluster temuan
prasasti sebagai data penelitian. Kluster
Berdasarkan sumber prasasti dari abad temuan prasasti dibagi berdasarkan
ke-11 Masehi, Airlaṅga telah membuat kedekatan antarprasasti satu dan lainnya.
bendungan untuk memperbaiki kondisi Prasasti-prasasti yang cukup dekat dengan
lahan pertanian di seluruh hilir. lainnya dianggap sebagai sebuah kluster
Prasasti-prasasti abad ke-11 Masehi temuan. Prasasati tesebut adalah sebagai
yang berhubungan dengan Airlaṅga berikut.
menempati bentang lahan berbeda-beda. Tabel 1. Daftar Prasasti yang Digunakan Sebagai
Lokasi-lokasi tersebut berupa daerah aliran Data Penelitian
sungai (DAS) Solo dan Brantas, Gunung

22
Identifikasi Penggunaan Lahan .......(Siswanto)

tidak selalu memberikan gambaran yang


Prasasti Tahun Sumber jelas. Hal tersebut disebabkan tidak
semua prasasti berisi gambaran kondisi
Pātakan 1021 Brandes, 1913:
lingkungan.
125-128; Christie,
1999: 385
Tĕrĕp I 1032 Christie, 1999:
& II 395-396; Damais, HASIL DAN PEMBAHASAN
1952: A139; Da- Identifikasi penggunaan lahan pada
mais, 1955: 65-66; beberapa prasasti dari abad ke-11 Masehi
Wurjantoro 2012: menunjukkan adanya permukiman,
324-330 pertanian, bangunan keagamaan, dan
Turun 1036 Christie, 1999: hutan. Penggunaan lahan untuk pertanian
Hyan A 397; Brandes, terdapat tiga bentuk, yaitu sawah,
1913: 143-146; kebun, dan bendungan (serta kanal).
Kamalag- 1037 Christie, 1999: Penggolongan bendungan dan kanal
yan 398; Brandes, sebagai bagian dari kegiatan pertanian
1913: 134; Da- disebabkan perannya yang lebih banyak
mais, 1952: A140; sebagai sarana pendukung kegiatan
Damais, 1955: petanian.
161; Susanti
1996/97: 31-37 • Permukiman
Sumĕnka 1059 Christie, 1999: Permukiman dalam penelitian ini
432; Damais, ditemukan berdasarkan penyebutan
1952: A144; nama thāni (desa). Informasi nama thāni
Damais, 1955: atau dalam pengertian sekarang disebut
141-143 sebagai toponim atau nama geografis.
Kusamb- ? Widayanto 2004; Prasasti-prasasti yang digunakan sebagai
yan Nastiti 2014: 69- data penelitian seluruhnya menyebutkan
79 toponim desa. Mengacu pada toponim
Prasasti tersebut dikaji menggunakan yang disebutkan dalam prasasti, digunakan
kajian epigrafi (Dwiyanto, 1993). Kajian sebagai dasar intepretasi adanya sebuah
tersebut bertujuan untuk menghasilkan permukiman.
intepretasi, yaitu identifikasi bentuk Toponim Patakan muncul di dua
penggunaan lahan berdasarkan sumber prasasti. Prasasti pertama adalah prasasti
prasasti abad ke-11 Masehi di Jawa Timur. Tĕrĕp 1032 Masehi yang memberitakan
Selain menggunakan prasasti sebagai pelarian Airlaṅga dari Wwatan ke Patakan
data utama, digunakan berita dari naskah- karena serangan musuh dan prasasti kedua
naskah sastra. Berita dari naskah sastra adalah prasasti Pātakan 1021 Masehi
digunakan untuk memberikan gambaran yang memberitakan adanya bangunan
lebih jelas mengenai penggunaan lahan Saṅ Hyaṅ Patahunan di Patakan. Toponim
masa Jawa kuna karena uraian prasasti Patakan masa sekarang kemungkinan
berubah menjadi Desa Pataan, Kecamatan

23
PURBAWIDYA Vol. 7, No. 1, Juni 2018:
2018 21 – 34

Sambeng, di Kabupaten Lamongan. Selain menjadi Kembangsri, yang masuk wilayah


itu, juga ditemukan situs kuna yang masih Kabupaten Mojokerto. Peta Rupabumi
masuk wilayah desa Pataan, Sambeng. Indonesia (RBI) yang dikeluarkan oleh
Situs tersebut bernama Situs Pataan. Bakosurtanal tahun 1999, lembar Mojosari
dan Porong, menunjukkan dua toponim
yang mirip dengan toponim Kambangsri,
yaitu Bangsri dan Kembangsri. Dusun
Bangsri dan Kembangsri masuk wilayah
Desa Kembangsri sehingga dapat
dikatakan bahwa di Desa Kembangsri
kemungkinan nama desa yang disebut
dalam prasasti ialah Tĕrĕp.
Desa Turun Hyaṅ yang disebutkan
dalam prasasti Turun Hyaṅ sulit ditemukan
Gambar 1.Situs Pataan dari Arah pada masa sekarang. Nama desa yang
Timur(Sumber:Dokumen Siswanto, 2013) memiliki kesamaan dengan nama Turun
Hyaṅ hanya dusun yang lokasinya tidak
Situs Pataan terletak di Dusun jauh dari lokasi penemuan prasasti. Dusun
Montor, Desa Patakan, Kecamatan yang dimaksud adalah dusun Truneng,
Sambeng, Kabupaten Lamongan. Lokasi Desa Mojowono, tetapi perlu dilakukan
sekitar situs merupakan areal ladang milik penelitian lebih lanjut untuk memastikan
penduduk yang ditanami oleh tanaman Dusun Truneng sebagai Desa Turun Hyaṅ.
jagung. Ekskavasi yang dilakukan oleh Toponim desa Turun Hyaṅ berhubungan
Balai Pelestarian Cagar Budaya, Jawa dengan pemberian hak istimewa kepada
Timur tahun 2013 menunjukkan sebagian penduduk Desa Turun Hyaṅ yang telah
besar struktur penyusun bangunan Situs membantu raja dalam perang. Perang
Patakan terdiri atas tatanan batu putih yang tersebut disebabkan musuh yang
berbentuk persegi dengan ukuran yang sebelumnya pernah dikalahkan menyerang
bervariasi dan saling berkaitan. Struktur kembali.
Situs Patakan berukuran panjang 16 Prasasti Kamalagyan menyebutkan
meter, lebar 10 meter, dan tinggi bangunan toponim desa yang paling banyak. Secara
diperkirakan sekitar empat meter (Eviana umum toponim tersebut dapat dibedakan
& Pamungkas, 2016). menjadi dua bagian, pertama desa yang
Prasasti Tĕrĕp memuat tiga toponim berhubungan dengan lokasi dawuhan
yang keberadaannya masih dapat dan tambak dan kedua merupakan desa
ditemukan di masa sekarang. Toponim yang terkena dampak dari luapan sungai
pertama adalah Kambangsri yang merujuk (bengawan) yang bahkan menggenangi
pada lokasi pertapaan yang berada di beberapa sarana keagamaan yang berada
tingkat wilayah thāni. Kambangsri di sekitarnya. Toponim desa yang
berada di bawah wilayah watak paṅkaja kemungkinan dapat menjadi bukti lokasi
yang dipimpin oleh seorang Rake yang dawuhan dan tambak adalah Kamalagyan
bernama Dyah Tumambong. Keberadaan dan Waringin Sapta, sedangkan
toponim kambangsri saat ini telah berubah terdampak luapan sungai adalah Lasun,

24
Identifikasi Penggunaan Lahan .......(Siswanto)

Paňjuwan, Sijayanatyĕsan, Paňjiganting, yang letaknya tidak jauh dari Desa


Dasapangkah, Pangkaja, dan Thāni Kamalagyan dan bangunan keagamaan
Iumput. lain yang disebutkan dalam Prasasti
Kata kalagyan yang disebutkan Kamalagyan.
dalam Prasasti Kamalagyan merujuk Toponim Desa Lasun, Paliňjwan,
sebagai nama suatu desa. Kalagyan Sijayanatyĕsan, Paňjiganting,
diidentifikasikan sebagai Desa Klagen, Dasapangkah dan Thāni Jumput tidak dapat
yang sekarang berada di Kabupaten ditemukan dalam peta RBI skala 1:25.000
Sidoarjo. Desa Klagen merupakan lokasi tahun 1999--2000 dan peta topografi yang
ditemukannya Prasasti Kamalagyan dibuat oleh Army Map Service, USA skala
(Sandi & Pamungkas, 2015). Menurut 1:50.000 yang dikeluarkan sekitar tahun
Supomo (1977a: 63), kalagyan merupakan 1940-an. Desa-desa itu kemungkinan
bangunan keagamaan untuk agama sudah berubah nama dan tidak memiliki
Hindu aliran Śiwa, seperti pada naskah kemiripan dengan nama desa sebelumnya.
Arjunawijaya Pupuh 30 Bait 2 dan Kata Paliňjwan yang merujuk sebagai
Nagarakrtagama pada Pupuh 75 Bait 2b suatu desa memiliki kemiripan dengan
(Th. Pigeaud, 1960a:58; 1960b:88). nama Desa Panjunan yang terletak di
Asumsi merujuknya kata kalagyan daerah Sidoarjo. Desa Panjunan berjarak
sebagai suatu nama desa perlu ± 3 km di selatan Kali Mas.
dipertimbangkan lagi. Kata kalagyan
dalam Kakawin Arjunawijaya (Supomo,
1977a; 1977b) dan Nagarakrtagama (Th.
Pigeaud, 1960a; 1960b) merujuk pada
salah satu jenis bangunan keagamaan.
Jadi, kemungkinan toponim Klagen
berhubungan dengan adanya suatu
bangunan keagamaan berupa kalagyan

Gambar 3.Lokasi Desa Panjunan, Kabupaten


Sidoarjo di peta tahun 1944(Sumber:Army
Map Service, 1944 – dengan Perubahan)

Toponim desa lain yang dapat


ditemukan sebagai nama desa adalah
Gambar 2. Lokasi Dusun Waringin Pitu (kiri) Pangkaja. Toponim Pangkaja sekarang
dan Lokasi Prasasti Kamalagyan (kanan) di menjadi nama sebuah dusun di sebelah
Kabupaten Sidoarjo(Sumber:Google earth - timur Mojosari, Mojokerto, tepatnya dusun
dengan perubahan, 2016) Pengkojo, Desa Tunggalpager (Sandi

25
PURBAWIDYA Vol. 7, No. 1, Juni 2018:
2018 21 – 34

& Pamungkas, 2015:53). Asumsi itu berada jauh dari lokasi ditemukannya
berdasar pada Nagarakrtagama Pupuh 17 Prasasti Kusambyan sendiri. Jaraknya
bait 10c, yang kutipannya sebagai berikut ± 8 km tenggara dari lokasi penemuan
(Th. Pigeaud, 1960a:15; 1960b:23): prasasti. Ada dua kemungkinan terkait
Len tekaṅ kuṭi ratna paṅkaja muwah jarak lokasi toponim Desa Kesamben dan
kuṭi haji kuṭi paṅkajādulur lokasi penemuan. Pertama, kemungkinan
pemindahan prasasti pernah dilakukan
Terjemahan: meskipun prasasti berupa batu. Kedua,
Selain itu, sampai di biara Ratna tidak ada upaya pemindahan yang pernah
Pangkaja dan juga Kutihaji dan asrama dilakukan, tetapi memang wilayah
Pangkaja berdampingan. Desa Kusambyan cukup luas sehingga
Pupuh 17 menjelaskan kegiatan Raja memungkinkan kedua lokasi tersebut
Hayam Wuruk yang mengunjungi daerah- saling berjauhan.
daerah kekuasaannya dan dimulai dari Prasasti Kusambyan menyebutkan
sekitar Mojokerto, besar kemungkinannya bahwa di Desa Kusambyan terdapat
jika wilayah Pangkaja memang berada di sebuah keraton yang diserang oleh musuh
sekitar Mojokerto. Desa Tunggalpager yang bernama Si Cbek. Akibat serangan
sekarang berjarak ± 3.4 km arah barat itu keraton mengalami kerusakan sehingga
Sungai Porong. Informasi dari Prasasti penduduk Desa Kusambyan membangun
Kamalagyan yang menjelaskan bahwa kembali keraton. Sebagai bentuk terima
wilayah Pangkaja terdampak banjir sungai kasih dan balas jasa, raja memberikan
dapat dikatakan benar karena lokasinya anugerah sīma kepada Desa Kusambyan
yang cukup dekat dengan Sungai Porong. dan penduduk pun membalas anugerah
Prasasti Sumĕṅka menyebutkan raja dengan memuja Saṅ Hyaṅ Iwak setiap
adanya desa sumĕṅka. Pada masa sekarang bulan Asuji.
toponim Desa sumĕṅka dapat ditemukan Selain itu, Prasasti Kusambyan
di selatan Kali Mas, yang bernama Desa menyebut adanya toponim Madaṇḍĕr.
Sumengko dan masuk Kabupaten Gresik. Kitab Pararaton menyebut adanya toponim
Toponim Desa Sumĕṅka berhubungan Badaṇḍĕr. Pada prasasti Sangguran
dengan adanya perbaikan sebuah kanal (928 M) dan Paṇgumulan III (928 M)
yang dibangun oleh raja terdahulu. Jika maḍaṇḍĕr adalah nama tempat kedudukan
benar, kemungkinan adanya kanal tersebut samgat momahumah (Nastiti, 2014:75).
berhubungan dengan pembangunan Penyebutan pejabat yang berhubungan
bendungan yang pernah dibuat oleh dengan penggunaan lahan menjadi bukti
Airlaṅga untuk memperlancar aliran air bahwa pengaturan perumahan mempunyai
sehingga tidak terjadi lagi banjir di masa peranan yang penting dalam kepentingan
kemudian. suatu kerajaan dan sudah diperhatikan
Prasasti Kusambyan menyebutkan setidaknya sejak abad ke-10 Masehi.
adanya toponim Desa Kusambyan.
Keberadaan Desa Kusambyan dapat • Pertanian
ditemukan kembali dengan nama Desa
Kesamben (Nastiti, 2014; Widayanto, Lahan pertanian yang disebutkan
2004), tetapi lokasi Desa Kesamben dalam prasasti cukup beragam, seperti

26
Identifikasi Penggunaan Lahan .......(Siswanto)

sawah, kebun, ladang, tanah, dan tanah Satu di antara dua sawah itu luasnya enam
pertanian. Semua jenis lahan pertanian tampaḥ. Hasil tanah pertanian dan sawah
kemudian dikelompokan menjadi dua, yang luasnya enam tampaḥ diserahkan
yaitu sawah dan kebun. Penjelasan sawah kepada raja sebanyak emas 6 suwarṇa, 7
termasuk di dalamnya ladang, tanah, dan māsa, 4 kupang.
tanah pertanian, sedangkan kebun hanya Naskah Sumanasantaka (Worsley
membahas kebun. Hal itu disebabkan etal. 2013:2014) menceritakan adanya
penyebutannya yang cukup banyak di sawah yang diolah oleh seorang pertapa.
prasasti-prasasti. Sawah dan pertapaan letaknya cukup
Rawa dan tepian tidak dimasukkan berdekatan. Sawah tersebutterletak di
pada keduanya karena tidak dapat bawah jurang dengan keadaan sekeliling
dimasukkan ke dalam pengelompokan yang banyak batu-batu besar. Sawah itu
sawah atau kebun. Rawa dan tepian kemungkinan ukurannya tidak terlalu luas
disebutkan dalam Prasasti Kamalagyan karena letaknya yang di bawah jurang dan
yang dimiliki oleh raja dan hasilnya harus banyak batu-batu besar di sekelilingnya.
diserahkan seutuhnya setiap bulan Asuji.
Hasil tersebut diserahkan bersama dengan
• Kebun
hasil dari tanah pertanian, sawah, ladang,
dan kebun. Kebun hanya muncul ditemukan di
Prasasti Tĕrĕp, Prasasti Turun Hyaṅ A,
dan Prasasti Kamalagyan. Prasasti Turun
• Sawah Hyaṅ menyebutkan adanya sebuah kebun.
Penyebutan sawah ditemuakan Kebun tersebut merupakan bagian dari
pada tiga prasasti, yaitu Prasasti Tĕrĕp, tanah yang tepi utara dan selatannya
Prasasti Turun Hyaṅ A, dan Prasasti 118 ḍpa dan tepi timur dan baratnya 90
Kamalagyan. Prasasti Tĕrĕp menyebutkan ḍpa. Jika dihitung ukuran keliling kebun
ada tiga sawah yang hasilnya digunakan tersebut adalah 416 ḍpa.1 Kebun tersebut
sebagai penunjang pertapaan di Tĕrĕp digunakan sebagai penunjang kebutuhan
yang letaknya di sebelah utara, sawah sebuah pertapan yang bernama Patapan
yang letaknya di sebelah timur luasnya Sri Wijayāśrama.
1 tampaḥ, dan sawah yang letaknya di Prasasti Tĕrĕp menjelaskan lokasi
Wuntalan luasnya juga 1 tampaḥ. kebun lebih jelas daripada Prasasti Turun
Sawah yang disebutkan dalam Prasasti Hyaṅ. Kebun yang dijelaskan lokasinya
Turun Hyaṅ A tidak disebutkan berapa adalah kebun Sirih Pinang yang berada
luasnya sehingga tidak dapat dihitung di sebelah timur Babad Hampu, tepatnya
konversi ke satuan meter persegi. Hasil berada di selatan jalan. Babad Hampu
dari sawah tersebut harus dibayarkan mungkin sebuah lokasi yang berupa desa,
sebesar emas 2 suwarṇa dan dibayarkan tetapi desa tersebut tidak dapat ditemukan
setiap bulan Asuji. Menurut (Soesanti- kembali di masa sekarang. Kutipan
Yulianto, 1996), Prasasti Kamalagyan
menyebutkan adanya dua sawah, tanah
pertanian yang luasnya sama dengan kerja 1 Penghitungannya adalah tepi utara 118 dpa +
sebanyak enam masa dan ladang-ladang. tepi selatan 118 dpa + tepi timur 90 dpa + tepi
barat 90 dpa = 416 dpa.

27
PURBAWIDYA Vol. 7, No. 1, Juni 2018:
2018 21 – 34

prasastinya adalah sebagai berikut melintang sungai yang bertujuan untuk


(Wurjantoro, 2012): membendung air sungai, kemudian
IIIb. dapat disalurkan ke saluran pembagi;
(2) bangunan pematang di sepanjang
...mwaṅ kubwan papucaṅan sungai yang dibangun dengan tujuan
kidul niṅ hawan ˚aṅawetan ˚iṅ babad untuk mencegah peluapan air sungai pada
hāmpu... masa musim hujan; (3) kolam-kolam
Terjemahan: penampung air yang dibangun untuk irigasi
pertanian yang biasanya dibangun dekat
IIIb.
di dekat permukiman Menurut Supratikno
(1) ...kebun sirih pinang Rahardjo (2002:357-361 dalam Prasodjo,
(2) di selatan jalan ke sebelah timur 2004; lihat pula Rahardjo, 2011: 316-318).
dari Babad Hāmpu... Prasasti Kamalagyan (1037 M)
memberikan informasi mengenai
pembuatan bendungan dan kanal atau
saluran air pemecah aliran sungai besar.
Pembuatan bendungan dalam Prasasti
Kamalagyan disebabkan sungai meluap
dan membanjiri area persawahan, desa-
desa sekitar, bangunan keagamaan, dan
menghambat jalur pedagangan sungai.
Peringatan pembuatan bendungan ini
dilaksanakan satu hari setelah Airlaṅga
melaksanakan pasowanan ageng dengan
Gambar 4.rekonstruksi lokasi kebun sirih pinang dihadap oleh semua raja bawahan
dalam prasasti tĕrĕp(Sumber: Siswanto, 2016) yang berhasil ditaklukannya lagi
(Poesponegoro, 2010: 208).
Kebun yang terletak di Babad Hampu Selain itu, Prasasti ini juga memuat
itu berukuran 2 tampaḥ sawah. Selain itu, puji-pujian terhadap raja sebagai Ratu
kebun sirih juga terdapat dalam Prasasti Cakravarti (penguasa dunia) yang
Kamalagyan. Kebun sirih tersebut dimiliki menyirami dunia ini dengan air amĕrta yang
oleh raja, begitu juga dengan sawah, rawa, penuh kasih sayang, menghujankan jasa
ladang, dan tepian yang semuanya hasilnya dan kemasyhuran, dengan memperbaiki
diserahkan kepada raja setiap bulan Asuji. semua bangunan dan tempat-tempat suci
serta daerah-daerah yang merupakan
sīmai, sebagai pendewasaan masa
• Bendungan dan Kanal
pemerintahannya di mandala Pulau Jawa.
Istilah ḍawuhan atau bendungan Oleh karena itu, raja menyebarluaskan
kemungkinan adalah sebuah waduk, perbuatan darma supaya ditiru oleh
bendungan pengalihan, dan cara-cara lain rakyatnya dan berlomba-lomba berbuat
terkait konservasi air dalam skala besar. kebajikan. Akan tetapi, dari kalimat yang
Terdapat tiga bentuk ḍawuhan di masa menyatakan bahwa raja mengkhawatirkan
Jawa kuno, yaitu (1) konstruksi bangunan akan adanya usaha-usaha yang hendak

28
Identifikasi Penggunaan Lahan .......(Siswanto)

menghancurkan semua jasa-jasa yang Terjemahan:


diperbuat, kelihatan bahwa Airlaṅga masih Siwadyaksa dia diberi pengetahuan
belum yakin benar akan ketaatan seluruh untuk menjaga Parhyangan dan
wilayah kerajaan pada pemerintahannya kalagyan,
(Poesponegoro, 2010: 210). Buddhadyaksa dia itu menjaga semua
Kakawin Arjunawijaya memberikan kuti (biara Buddha) dan Wihara,
gambaran lebih jelas mengenai bendungan Menteri diperintahkan tinggal oleh
atau ḍawuhan. Pupuh 38, Bait ke-6c dari Raja, menjaga dan memelihara para
suatu waduk terdapat saluran-saluran yang pertapa laki-laki.
mengalirkan air ke lahan-lahan pertanian
Sementara itu, dalam Arjunawijaya
dan dari saluran-saluran itu terdapat
Pupuh 30,1d-2b, penjelasannya adalah
sebuah saluran utama. Saluran utama
sebagai berikut (Supomo, 1977a:124;
berperan sebagai pengendali air sehingga
1977b:223):
aliran air dapat dikontrol di semua saluran.
Selain itu, kegiatan mencari ikan sering kaboddhan ika Boddha saṅ suṅana
dilakukan penduduk di suatu bendungan dharma kuṭi-kuṭi lĕpas kaṣadpadan
atau waduk. Kakawin Arjunawijaya Pupuh kaśaiwan ika Śaiwa saṅ suṅana tasyan
39, Bait 4 menyebutkan cara menangkap aṅalapa kalagyan uttama
ikan dengan jaring (wariṅ, pĕcak, añco, kaṛṣyan ika walkalȋka sira saṅ suṅana
ser, dan jala) dan dengan jebakan (susug saphala riṅ wanāśrama
dan karakad). Selain itu, Pupuh 33, Bait Terjemahan:
4c menyebutkan cara menangkap ikan
di area yang diperuntukkan bagi para
dengan cara payaṅ dan pañciṅ (Supomo,
penganut Buddha berupa komplek
1977b:58).
kuil Buddha, kuti (biara Buddha), dan
kaṣadpadan
• Bangunan Keagamaan di area yang diperuntukkan bagi
Bangunan keagamaan yang dapat para penganut Śiwa, berupa tasyan dan
diidentifikasi dibagi menjadi bangunan kepemilikan kalagyan yang paling bagus
keagamaan Buddha dan Siwa. Pembagian di area yang diperuntukkan bagi Ṛṣi,
tersebut didasarkan keterangan dalam yang hidup menyendiri (karena alasan)
Kitab Arjunawijaya dan Nagarakrtagama berupa pertapaan.
yang memberikan gambaran dalam
Berdasar pada pembagian
konteks menjaga dan merawat suatu
jenis bangunan keagamaan dalam
bangunan keagamaan. Nagarakrtagama
Nagarakrtagama dan Arjunawijaya,
memberi gambaran sebagai berikut (Th.
bangunan keagamaan Buddha hanya
Pigeaud, 1960a:58; 1960b:88):
ditemukan di Prasasti Kamalagyan
śaiwaḍyaksa sira wineh wruha berupa wihara. Biasanya wihāra dibangun
rumakṣa parhyaṅan mwaṅ kalagyan, berdekatan dengan sebuah kuṭi, seperti
bodḍāḍyaksa sireki rakṣaka ri pada keterangan yang terdapat pada
sakwehniṅ kuṭi mwaṅ wihāra, prasasti. Menurut P.J. Zoetmulder dan
mantrī her haji taṅ kaṛṣyan iniwönyān S.O.Robson (2006), wihāra adalah biara
rakṣesa saṅ tapaswi atau candi, aslinya adalah ruangan tempat

29
PURBAWIDYA Vol. 7, No. 1, Juni 2018:
2018 21 – 34

para biarawan bertemu atau berjalan- umum (Darmosoetopo, 2003:206). Jadi,


jalan, sedangkan kuṭi diartikan sebagai Dharmma riṅ Isanabraja i surapura berarti
bihāra Buddha Sangsang (Darmosoetopo, bangunan keagamaan di Isanabraja yang
2003:204). Soekmono (1974), berdasar masuk wilayah Surapura.
Prasasti Kalasan, berpendapat bahwa Naskah Arjunawijaya menceritakan
seluruh bagian bangunan (kuil dan bahwa pertapaan ditemui ketika
asramanya) disebut wihāra. rombongan kerajaan berada di sebuah
Jenis bangunan keagamaan yang hutan lebat dan menemukan pertapaan
disebutkan dalam prasasti sebagian yang berada di atas bukit yang tertutupi
besar adalah bangunan keagamaan yang oleh kabut.
digunakan bagi para penganut agama Hindu
aliran Śiwa, yaitu parhyaṅan dan patapan.
• Hutan
Parhyaṅan ditemukan dalam Prasasti
Pātakan, Turun Hyaṅ A, Kamalagyan, Prasasti pada masa Airlaṅga yang
dan Kusambyan. Prasasti Pātakan digunakan sebagai data penelitian tidak
menyebut adanya bangunan keagamaan menyebutkan adanya informasi mengenai
yang bernama Saṅ Hyaṅ Patahunan, hutan. Keterangan yang kemungkinan
Prasasti Turun Hyaṅ A menyebut berkaitan dengan hutan hanya mengenai
bangunan keagamaan yang bernama larangan penebangan beberapa jenis
Saṅ hyaṅ Sarwwadharmma, Prasasti kayu dan bambu. Prasasti Kusambyan
Kusambyan menyebut adanya pemujaan menyebutkan adanya larangan menebang
terhadap Saṅ Hyaṅ Iwak, sedangkan kayu, bambu, bambu petung, dan jenis-
Prasasti Kamalagyan hanya menyebut jenis pohon tertentu (Nastiti, 2014:73).
adanya sebuah parhyaṅan. Menurut Kemungkinan besar beberapa jenis pohon
Darmosoetopo (2003), parhyaṅan adalah dan bambu merupakan jenis kayu yang
bangunan untuk memuja hyaṅ atau dewa disebut dengan isitilah kayu larangan.
sehingga bangunan Saṅ Hyaṅ Patahunan, Informasi adanya hutan dapat
Saṅ hyaṅ Sarwwadharmma, dan Saṅ Hyaṅ ditemukan pada naskah Arjunawijaya.
Iwak dapat dikatakan sebagai salah satu Keterangan itu didapat pada Pupuh 22,6
bentuk bangunan parhyaṅan. dan Pupuh 22,7a, yang menyebutkan
Bangunan Patapān i Tĕrĕp, Patapan bahwa setelah rombongan kerajaan
Śri Wijayāśrama, dan Patapan merupakan melewati banyak desa dan lereng
bangunan keagamaan yang diperuntukkan gunung, sampailah di sebuah hutan
bagi para pertapa yang menyendiri karena yang besar (wanâgĕṅ). Setelah tiba di
alasan keagamaan. Bangunan Śala yang hutan, rombongan kerajaan melakukan
disebutkan dalam Prasasri Kamalagyan perburuan (burwan). Hasil dari perburuan
juga merupakan salah satu jenis bangunan biasanya berupa daging hewan, seperti
keagamaan. Kamulan, menurut Zoetmulder babi liar (wĕk), burung (seperti merak dan
& Robson (2006), berarti ‘bangunan suci’. jenis unggas lain), dan kijang (sĕṅgah)
Prasasti Kamalagyan menyebut adanya yang merupakan jenis daging hewan yang
sebuah Dharmma riṅ Isanabraja i surapura. digemari dalam sebuah jamuan kerajaan,
Jones mengatakan bahwa dharmma adalah selain daging kambing, kerbau, ikan, dan
istilah untuk bangunan keagamaan secara bebek. Selain itu, di dalam hutan juga

30
Identifikasi Penggunaan Lahan .......(Siswanto)

ditemui sebuah ­āśrama yang ditempati berhasil menaklukan kembali raja-raja


oleh seorang pertapa (Supomo, 1977a:62). yang sebelumnya pernah ditaklukan; (c)
Gambaran kegiatan perburuan di hutan penyebutan raja sebagai chatra niṅ bhuwana
dapat ditemukan dalam Nagarakrtagama atau ‘payung dunia’ dapat diartikan
Pupuh 50 sampai dengan 54. Kegiatan sebagai pemberi ketentraman, keamanan,
perburuan biasanya terdiri atas seorang dan kesejahteraan bagi masyarakat
raja yang membawa seluruh senjata, ketika raja berhasil mengalahkan musuh
rombongan pasukan, kereta, dan kuda- dalam peperangan; (d) balas jasa ketika
kuda. Setelah itu, pasukan berpencar ke terjadi penyerangan oleh musuh. Balas
seluruh penjuru hingga seluruh hutan jasa tersebut berhubungan erat dengan
dikelilingi oleh pasukan. Binatang- penyebutan raja sebagai “payung dunia”
binatang di dalam hutan berlarian karena yang memberikan ketentraman, keamanan,
ketakutan dan berkumpul di dalam hutan dan kesejahteraan bagi masyarakat; (e)
sehingga mudah untuk diburu. Hewan penggunaan tanda garuḍamukhalāñchanā
yang berhasil didapatkan berupa babi pada prasasti yang dikeluarkan oleh
hutan, kijang hitam, dan cihna (sejenis raja Samarotsāha membutikan alasan
kijang kecil) sehingga menyebabkan hutan politik yang kuat. Raja Samarotsāha
yang sebelumnya lebat menjadi terbuka memerintah jauh setelah Airlaṅga wafat.
(Th. Pigeaud, 1960a:37--40; 1960b:56-- Tanda garuḍamukhalāñchanā lazim
62). ditemui di prasasti yang dikeluarkan oleh
Airlaṅga. Hal ini membuktikan bahwa
ada hubungan antara Samarotsāha sebagai
SIMPULAN
raja yang mengeluarkan status sīma
Bentuk penggunaan lahan yang dengan Airlaṅga. Kemungkinan tanda
berhasil diidentifikasi dalam prasasti garuḍamukhalāñchanā dapat menunjukkan
berupa permukiman, pertanian, bangunan legitimasi politik yang dilakukan oleh
keagamaan, dan hutan. Penggunaan lahan Samarotsāha atas kepemimpinannya
untuk pertanian terdapat tiga bentuk, sebagai seorang raja.
yaitu sawah, kebun, dan bendungan (serta
Penelitian ini juga menegaskan bahwa
kanal). Keseluruhan bentuk penggunaan
dari beberapa prasasti yang dikeluarkan
lahan tampaknya memiliki latar
sekitar masa Airlaṅga memerintah hingga
belakang penggunaannya. Hasil analisis
digantikan oleh raja lain, alasan yang
menunjukkan bahwa latar belakang suatu
mendasari dikeluarkannya keputusan
lahan digunakan tampaknya tidak hanya
lewat prasasti lebih didominasi oleh alasan
bertujuan ekonomi atau religi, tetapi
politik, terutama prasasti-prasasti yang
terdapat alasan politik yang kuat.
berkaitan dengan balas jasa. Beberapa
Alasan politik dapat ditemukan prasasti juga dikeluarkan karena alasan
dalam beberapa bentuk seperti (a) ekonomi dan religi, tetapi dominasi alasan
Airlaṅga menyamakan dengan Ratu politik yang cukup kuat.
Cakravarti ‘sang penguasa dunia’; (b)
pasowanan besar dapat disamakan sebagai
upaya pengumuman kemenangan atas
peperangan yang pernah dilakukan dan

31
PURBAWIDYA Vol. 7, No. 1, Juni 2018:
2018 21 – 34

DAFTAR PUSTAKA
Brandes, J. L. . (1913). Oudh-Javaansche Oorkonden. Nagelaten Transcripties van
Wijlen Dr. J.L.A Brandes uitgegeven door Dr. N.J Krom. Batavia - S’ Hague:
Albrect & Co, M. Nijhoff.
Christie, J. W. (1999). Register of the Inscription of Java 732 – 1060 A.D. (The
Inscription of Mataram).
Damais, L. (1952). I . Etudes d â€TM épigraphie indonésienne : III. Liste Des Principales
Inscriptions Datées De L’Indonésie. Bulletin de I’Ecole Française d’Extrême-
Orient., (Tome 47 N˚1), 1–106.
Damais, L. (1955). II . Etudes d â€TM épigraphie indonésienne : IV . Discussion de
la date des inscriptions. In Bulletin de I’Ecole française d’Extrême-Orient. (pp.
7–290).
Darmosoetopo, R. (2003). Sīma dan Bangunan Keagamaan di Jawa Abad IX-X TU.
Yogyakarta: Prana Pena.
De Casparis, J. G. (1958). Airlangga. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Sejarah
Indonesia Lama dan Bahasa Sanskerta, Universitas Airlangga. Surabaya: Penerbit
Universitas.
Dwiyanto, D. (1993, August). Metode Penelitian Epigrafi dalam Arkeologi. ARTEFAK
No.13, 7–9.
Eviana, & Pamungkas, Y. H. (2016). Arti Historis Prasasti Patakan Dalam Jejak
Airlangga di Lamongan. AVATARA E-Journal Pendidikan Sejarah, 4(2), 284–296.
Kusumohartono, B. (1994). “Data Baru” Dari Distribusi Artefak Prasasti. Berkala
Arkeologi Edisi Khusus, XIV, 17–21.
Nastiti, T. S. (2014). Prasasti Kusambyan: Identifikasi Lokasi Maḍaṇḍĕr dan
Kusambyan. Amerta, Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Arkeologi, 69–79.
Poesponegoro, M. D. (2010). Sejarah Nasional Indonesia. (N. Notosusanto, Ed.)
(Cetakan ke). Jakarta: Balai Pustaka.
Prasodjo, T. (2004). Kemajuan Teknologi Masa Airlangga: Contoh Kasus Pembangunan
Tambak atau Dawuhan dalam Prasasti Kamalagyan. In Airlangga Sebagai Tokoh.
Jombang: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Rahardjo, Supratikno. (2011). Peradaban Jawa, Dari Mataram Kuno Sampai Majapahit
Akhir. Depak: Komunitas Bambu.
Sandi, A. D., & Pamungkas, Y. H. (2015). Banjir Sungai Brantas Masa Raja Airlangga
Abad XI Berdasarkan Prasasti Kamalagyan 1037 M. AVATARA E-Journal
Pendidikan Sejarah, 3(1), 50–57.
Soekmono. (1974). Candi Fungsi dan Pengertiannya. Universitas Indonesia.
Soesanti-Yulianto, N. (1996). Prasasti-prasasti Sekitar Masa Pemerintahan Raja

32
Identifikasi Penggunaan Lahan .......(Siswanto)

Airlangga: Suatu Kajian Analitis. Depok.


Supomo, S. (1977a). Arjunawijaya, a Kakawin of Mpu Tantular. Volume I. Leiden:
KITLV.
Supomo, S. (1977b). Arjunawijaya, a Kakawin of Mpu Tantular. Volume II. Leiden:
KITLV.
Th. Pigeaud, T. G. (1960a). Java In The 14th Century Volume I. The Hague: Martinus
Nijhoff.
Th. Pigeaud, T. G. (1960b). Java in the 14Th Century Volume III. The Hague: Martinus
Nijhoff.
Widayanto, W. (2004). Prasasti Kusambyan. Universitas Indonesia.
Worsley, P., Supomo, S., Fletcher, M., & Hunter, T. . (2014). Kakawin Sumanasāntaka,
Mati karena Bunga Sumanasa. Kajian sebuah puisi epik Jawa Kuno (Naskah dan).
Jakarta: EFEO - KITLV - Yayasan Obor Indonesia.
Worsley, P., Supomo, S., Hunter, T., & Fletcher, M. (2013). Mpu Monaguṅa’s
Sumanasāntaka. An Old Javanese Epic Poem, its Indian Source and Balinese
Illustrations. (P. Worsley, S. Supomo, T. Hunter, & M. Fletcher, Eds.) (Bibliothec).
Leiden: Brill.
Wurjantoro, E. (2012). Prasasti Berbahasa Jawa Kuno Abad Viii – X Masehi Koleksi
Museum Nasional Jakarta (alih aksara dan terjemahan). Depok.
Zoetmulder, P. ., & Robson, S. . (2006). Kamus Jawa Kuna Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

33
PURBAWIDYA Vol. 7, No. 1, Juni 2018:
2018 21 – 34

Lampiran
Tabel 2. Penggunaan Lahan pada Prasasti
Nama Tahun Toponim Bangunan
Pertanian Hutan
Prasasti (Masehi Dulu Sekarang Keagamaan

Pātakan 1021 Pātakan Pataan, Lamon- Saṅ hyaṅ


gan - patahunan ri -
pātakan
Tĕrĕp I, II 1032 Kambaṅ Śrī Kembangsri, Sungai Patapān i
Mojokerto Sawah 1 tam- tĕrĕp lmah
Wuntalan - paḥ di sebelah kambaṅ śrī
Babad Hāmpu - uatara
Pātakan Pataan, Lamon- Sawah di sebe-
gan lah timur
Wwatan Mās Wotanmas Je- Sawah 1
dong, Mojokerto -
tampaḥ di
Wuntalan
Kebun sirih
pinang 2
tampaḥ

Turun 1036 Turun Hyaṅ Truneng, Mojok- Saṅ hyaṅ


erto Kebun yang
Hyaṅ A Sarwwad-
kelilingnya
harmma -
416 ḍpa
Patapan Śri
sawah
Wijayāśrama
Kamalag- 1037 Kamalagyan ? Tanah per- Dharmma riṅ
yan Waringin sapta Dusun Waringin- tanian yang isanabhawa-
pitu, Desa Baka- luasnya sama na i Surapura
lan Waringinpitu, dengan kerja Wihāra
Sidoarjo sebanyak 1 Sāla
Lasun ? masa Kamūlan
Paliňjuwan ? sawah 6 tam- Parhyaṅan -
Sijayanatyĕsan ? paḥ Patapan
Paňjiganting ? Ladang-ladang
Dasapangkah ? Kebun sirih
Pangkaja Pengkojo, Mojo- Sawah
sari, Mojokerto
Rawa
?
Tepian
thāni jumput
Desa Sumengko,
Sumĕṅka 1059 Sumĕṅka - - -
Gresik
Kusamb- ? Maḍaṇḍĕr Dusun Bedander, Saṅ hyaṅ Informa-
yan Jombang iwak si kayu
Desa Kesamben, larangan
Jombang -
Kusambyan

34

View publication stats

Vous aimerez peut-être aussi