Vous êtes sur la page 1sur 17

PENATALAKSANAAN HOLISTIK PADA LAKI-LAKI KEPALA KELUARGA

DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II

(Manuskrip Kasus Pembinaan Keluarga)

Oleh :
Ahmad Arbi Anindito, S. Ked.
(1018011036)

Pembimbing
dr. Fitria Saftarina, M.Sc.

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
SEPTEMBER 2015

1
LEMBAR PERSETUJUAN

MANUSKRIP PEMBINAAN KASUS KELUARGA

JUDUL MAKALAH : PENATALAKSANAAN HOLISTIK PADA LAKI-LAKI


KEPALA KELUARGA DENGAN DIABETES MELITUS
TIPE II

Disusun Oleh : Ahmad Arbi Anindito, S. Ked.

NPM : 1018011036

Bandar Lampung, September 2015

Mengetahui dan Menyetujui

Dosen Pembimbing,

dr. Fitria Saftarina, M.Sc.

2
MANAGEMENT HOLISTIC OF HYPERTENSION GRADE II AND DIABETES MELLITUS TYPE II
FOR ELDERLY AGE HOUSEHOLDER

Amanda Samurti Pertiwi


1018011038
Medical Faculty of Lampung University

Abstract

Background: Indonesia is one country with an increase number of elderly population. Elderly often exposed to
hypertension caused by stiffness in the artery so that blood pressure tends to rise. Illustration in 2013 by using
individual analysis shows that nationally 25.8% of Indonesia's population suffer from hypertension. One of the
diseases prevalence also continues to grow is a diabetes mellitus (DM). Based on data from the World Health
Organization or the World Health Organization (WHO) has been suffered by DM atleast 171 million people
worldwide and caused the deaths of as many as 3.2 million inhabitants. The WHO predicts that by 2030 there
will be an increase in the number of diabetics of 70% in developed countries and 42% in developing countries.

Objective: Application of the family doctor service based on evidence based medicine in patients with
identified risk factors, clinical problems, and patient management framework based on the patient’s with
problem solving approach patient centered and family approach.

Methods: Analysis of this study are a case reports. The primary data obtained through anamnesis
(autoanamnesis and alloanamnesis of family members), physical examination and home visits, to completed the
family data, the data psychosocial and environmental. Assessment based on a holistic diagnosis of the initial,
process, and final studies quantitatively and qualitatively.

Results: Patients who had a degree of functional 2 with hypertension and diabetes mellitus type II had internal
risk factors are age 55 years, the heredity, the pattern of curative treatment, lack of knowledge about the disease.
External risk factors are the lack of support and the patient's family knowledge about the disease. Then do
educated patients and families about drugs that should be consumed and eaten right. After the evaluation there is
a decreased in blood pressure and glukose levels of patients, however there is a slight increase in cholesterol
levels.

Conclusion: Complex clinical problem requires a long time and cooperation among health care workers and
family. Where officers not only solve the problem of clinical patients, but also seek and provide solutions to the
problems in the environment that affect the health of the patient and family.

Keywords: Diabetes Mellitus Type II, Family Medicine, Hypertension

3
PENATALAKSANAAN HOLISTIK PADA LAKI-LAKI KEPALA KELUARGA USIA LANJUT
DENGAN HIPERTENSI GRADE II DAN DIABETES MELIITUS TYPE II

Amanda Samurti Pertiwi


1018011038
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Abstrak

Latar Belakang: Indonesia adalah salah satu negara dengan peningkatan jumlah penduduk lansia. Lansia sering
terkena hipertensi disebabkan oleh kekakuan pada arteri sehingga tekanan darah cenderung meningkat.
Gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan analisis individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8%
penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi. Salah satu penyakit yang juga prevalensinya terus
berkembang yaitu diabetes mellitus (DM). Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World
Health Organization (WHO) DM telah diderita oleh sedikitnya 171 juta orang di dunia dan menyebabkan
kematian sebanyak 3,2 juta jiwa. WHO memprediksi bahwa pada tahun 2030 akan ada peningkatan jumlah
penderita diabetes sebesar 70% di negara maju dan 42% di negara berkembang.

Tujuan: Penerapan pelayanan dokter keluarga berbasis evidence based medicine pada pasien dengan
mengidentifikasi faktor risiko, masalah klinis, serta penatalaksanaan pasien berdasarkan kerangka penyelesaian
masalah pasien dengan pendekatan patient centred dan family approach.

Metode: Analisis studi ini adalah laporan kasus. Data primer diperoleh melalui anamnesis (autoanamnesis dan
alloanamnesis dari anggota keluarga), pemeriksaan fisik dan kunjungan rumah, untuk melengkapi data keluarga,
data psikososial dan lingkungan. Penilaian dilakukan berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses, dan akhir
studi secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil: Pasien yang memiliki derajat fungsional 2 dengan hipertensi dan diabetes mellitus tipe II memiliki faktor
resiko internal yaitu usia 55 tahun, faktor keturunan, pola pengobatan kuratif, kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya. Faktor resiko eksternal yaitu kurangnya dukungan dan pengetahuan keluarga tentang penyakit
pasien. Lalu dilakukan edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang obat yang harus dikonsumsi serta pola
makan yang benar. Setelah dilakukan evaluasi terdapat penurunan tekanan darah dan kadar gula darah pasien,
namun terdapat sedikit peningkatan kadar kolesterol darah.

Kesimpulan: Masalah klinis yang kompleks membutuhkan waktu yang lama dan kerjasama antara petugas
kesehatan dan keluarga. Dimana petugas tidak hanya menyelesaikan masalah klinis pasien, tetapi juga mencari
dan memberi solusi atas permasalahan-permasalahan dalam lingkungan yang mempengaruhi kesehatan pasien
dan keluarga.

Kata Kunci: Diabetes Melitus Tipe II, Hipertensi, Pelayanan Kedokteran Keluarga

4
LATAR BELAKANG vaskuler perifer lain. Angka kematian
penderita DM karena komplikasi penyakit
Diabetes melitus (DM) merupakan salah kardiovaskular adalah sekitar 75%.
satu masalah kesehatan yang perlu mendapat (Novitasari, 2011).
perhatian dan penanganan seksama.
Diabetes mellitus tipe II merupakan penyakit Diabetes mellitus merupakan penyakit
gangguan metabolik yang prevalensinya kronis yang akan diderita seumur hidup
sangat tinggi di dunia selama lebih dari dua sehingga dalam pengelolaan penyakit
dekade (Dahlan, 2011). Setiap tahunnya tersebut, selain dokter, perawat, ahli nutrisi,
angka kejadian DM tipe II cenderung dan tenaga kesehatan lain, peran pasien dan
mengalami peningkatan. Organisasi keluarga menjadi sangat penting (PERKENI
Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan DM 2011). Edukasi kepada pasien dan
telah diderita oleh sedikitnya 171 juta jiwa keluarganya berupa informasi mengenai
di dunia dan menyebabkan kematian perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit,
sebanyak 3,2 juta jiwa. Diprediksi bahwa dan penatalaksanaan DM tipe II akan sangat
pada tahun 2030 akan terjadi peningkatan membantu meningkatkan pemahaman dan
jumlah penderita diabetes sebesar 70% di keikutsertaan keluarga dalam usaha
negara maju dan 42% di negara berkembang memperbaiki hasil penatalaksanaan yang
(Biswas, 2006). diberikan. Oleh karena itu, dibutuhkan
partisipasi dan dukungan pelaku rawat
Di Indonesia, jumlah masyarakat yang keluarga yang optimal dalam memotivasi,
menderita DM tipe II pada tahun 2000 mengingatkan, serta memperhatikan pasien
adalah sebesar 8,4 juta dan menempatkan dalam penatalaksanaan penyakitnya.
Indonesia sebagai negara dengan penderita
DM terbanyak ke empat di dunia.
Berdasarkan laporan dari Badan Penelitian TUJUAN PENULISAN
dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan jumlah penderita DM di Penerapan pelayanan dokter keluarga
Indonesia sebanyak 1,1% pada tahun 2007 berbasis evidence based medicine pada
dan meningkat menjadi 2,1% pada tahun pasien dengan mengidentifikasi faktor
2013. (RISKESDAS, 2013). International risiko, masalah klinis, serta penatalaksanaan
Diabetes Foundation (IDF) memperkirakan pasien berdasarkan kerangka penyelesaian
pada tahun 2030 jumlah penderita DM di masalah pasien dengan pendekatan patient
Indonesia akan meningkat menjadi 12 juta centred dan family approach.
jiwa (PERKENI, 2011). Sedangkan menurut
WHO jumlah penderita DM di Indonesia
akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada
ILUSTRASI KASUS
tahun 2030 (Wild, 2004).
Tn. W, 59 tahun, datang ke Puskesmas Natar
Menurut American Diabetes Association dengan keluhan nyeri kepala sejak 5 hari
(ADA, 2007), faktor risiko DM antara lain yang lalu. Nyeri kepala dirasakan terutama
adalah adanya riwayat keluarga yang pada kepala bagian belakang hingga ke
menderita diabetes, riwayat mengalami tengkuk sehingga tengkuk pasien terasa
diabetes gestasional atau melahirkan bayi berat. Nyeri kepala dikeluhkan hilang
lebih dari empat kilogram, kurangnya timbul, terutama terasa setelah bekerja,
aktivitas fisik, hipertensi, obesitas, ras, kadar beraktivitas berat, atau saat sedang banyak
kolesterol HDL kurang dari 35 mg/dl atau beban pikiran. Rasa nyeri kepala tidak
kadar trigliserida lebih dari 250 mg/dl, diikuti dengan keluhan mata berkunang-
adanya riwayat penyakit pembuluh darah kunang, mual, muntah, maupun telinga
dan sindrom ovarium polikistik (Powers, berdengung. Untuk meringankan keluhan
2010). Penderita DM memiliki resiko sakit kepalanya ini pasien minum obat
penyakit kardiovaskular dua kali lebih tinggi penghilang sakit kepala yang dijual di
dibandingkan tanpa DM. Hiperglikemia warung dan istirahat.
pada DM dapat meningkatkan kadar
angiotensi II yang pada akhirnya akan Pasien juga mengeluh badan terasa lemas
menyebabkan komplikasi berupa penyakit dan tidak bertenaga. Pasien mengaku cepat
jantung koroner, kardiomiopati dan penyakit merasa lapar dan haus. Pasien juga

5
mengatakan seringkali kencing di malam holistik dari awal, proses, dan akhir studi
hari. Keluhan ini dirasakan pertama kali secara kuantitatif dan kualitatif.
sekitar 5 tahun yang lalu. Pasien kemudian
memeriksakan diri ke puskesmas dan
HASIL
didiagnosa menderita penyakit diabetes
melitus. Pasien kemudian diberikan obat
Data Klinis
glibenklamid namun pasien tidak rutin
Keluhan nyeri kepala, badan terasa lemas,
meminumnya. Pasien hanya meminum obat
sering buang air kecil di malam hari, mudah
tersebut saat keluhan cepat haus ataupun
lapar dan haus. Pengobatan tidak rutin
badan terasa lemas muncul. Pasien juga
dilakukan dan jarang memeriksakan
tidak rutin memeriksakan kadar gula
kesehatan bila tidak terdapat keluhan.
darahnya.
Harapan agar kadar gula darahnya dapat
turun. Penampilan rapih dan terawat.
Pasien biasanya makan 3-4 kali sehari.
Makanan yang dimakan cukup bervariasi
Pemeriksaan fisik :
seperti tempe, telur, tahu dan ikan yang
Keadaaan umum: tampak sakit sedang;
berganti-gantian dalam seminggu. Selain
suhu: 36,8 oC; tekanan darah: 130/70
lauk, pasien juga mengkonsumsi sayuran
mmHg; frekuensi nadi: 76 x/menit;
secara rutin. Sebelumnya pasien rutin
frekuensi nafas: 20 x/menit; berat badan: 78
mengonsumsi kopi manis setiap harinya 2
kg; tinggi badan: 176 cm; IMT: 25,1.
sampai 3 gelas perhari, namun sejak
terdiagnosa diabetes melitus, pasien
Status generalis : mata, telinga, hidung,
mengurangi kebiasaan mengonsumsi
kesan dalam batas normal. Leher, JVP tidak
makanan dan minuman manis. Pasien jarang
meningkat, kesan dalam batas normal. Paru,
berolahraga dan mengatakan memiliki
gerak dada dan fremitus taktil simetris, suara
kebiasaan merokok selama sekitar 35 tahun.
nafas vesikuler, tidak didapatkan rhonki dan
Pasien peduli dengan kondisi kesehatannya
wheezing, kesan dalam batas normal. Batas
dan berharap dapat mengontrol kadar gula
jantung tidak terdapat pelebaran, kesan batas
darahnya.
jantung normal. Abdomen, datar dan supel,
tidak didapatkan organomegali ataupun
Pasien adalah seorang kepala keluarga
asites, kesan dalam batas normal.
tinggal bersama istrinya (Ny. S 55 tahun),
Ekstremitas tidak ada pembengkakkan
beserta ketiga cucunya (An. T 12 tahun, An.
maupun nyeri tekan.
FP 10 tahun dan An. FN 5 tahun). Sebelum
terkena penyakit diabetes melitus pasien
Status neurologis : Reflek fisiologis
bekerja sebagai supir truk namun karena
normal, reflek patologis (-)
kondisi kesehatannya pasien beralih provesi
sebagai seorang wirausahawan berupa bisnis
Motorik : 5 5
jual beli motor. Keuangan sehari-hari selain
dari pendapatan pasien juga didapatkan dari
Ny. S yang berdagang di warung yang ada di 5 5
rumah mereka. Pola pengobatan pasien dan
Sensorik : + +
anggota keluarga ini bersifat kuratif yakni
pasien berobat apabila terdapat keluhan yang + +
dirasa mengganggu aktivitas.

Riwayat keluarga dengan penyakit yang Pemeriksaan Penunjang :


sama tidak ditemukan. Laboratorium (29 Agustus 2015)
Gula darah sewaktu : 204 mg/dl
METODE
Analisis studi ini adalah laporan kasus. Data Data Keluarga
primer diperoleh melalui anamnesis Bentuk keluarga pada pasien ini adalah
(autoanamnesis dan alloanamnesis dari extended family. Menurut siklus Duvall,
anggota keluarga), pemeriksaan fisik dan siklus keluarga ini berada pada tahap
kunjungan rumah untuk melengkapi data IV(tahap keluarga dengan anak sekolah),
keluarga, data psikososial dan lingkungan. tahap VI (tahap keluarga dengan anak
Penilaian dilakukan berdasarkan diagnosis meninggalkan keluarga), dan tahap VIII

6
(orang tua usia lanjut). Tidak ada gangguan Affection :2
fungsi pada keluarga ini. Resolve :2
Total Family Apgar score 8 (nilai 8-10,
fungsi keluarga baik).
Genogram keluarga : Tn. W
Tanggal dibuat : 1 September 2014 Data Lingkungan Rumah
Pembuat : Ahmad Arbi Anindito
Pasien tinggal bersama istri dan 3 orang
cucu. Pemukiman cukup dekat dari
keramaian, berada di dalam gang yang
cukup berdebu, ukuran rumah cukup luas,
bersih, berlantaikan keramik dan pada
bagian dapur semen, memiliki banyak
jendela, tanpa plafon, luas rumah 6m x 10m,
Keterangan : tidak bertingkat, memiliki halaman yang
: perempuan
sempit dan terdapat tumbuh-tumbuhan,
: perempuan meninggal
: laki-laki memiliki 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1
: laki-laki meninggal ruang keluarga, 1 kamar mandi, 1 ruang
: pasien makan dan dapur, 1 ruang serbaguna, teras
: hipertensi
: tinggal satu rumah
dan halaman depan dan belakang. Kondisi
sekitar rumah yang panas dan berdebu.
Sumber air minum dari air kemasan, dan air
Gambar 1. Genogram Keluarga Tn. W cuci/masak dari air sumur, limbah rumah
tangga dialirkan ke bagian belakang rumah.
Lantai kamar mandi bersih dan tidak licin,
menggunakan jamban jongkok yang
Family Mapping permanen.

Dilakukan intervensi terhadap faktor


eksternal dan internal, dengan melakukan
sebanyak 3x kunjungan rumah. Intervensi
meliputi konseling terhadap pasien dan
keluarganya.

DIAGNOSTIK HOLISTIK AWAL


- Aspek Personal
- Alasan kedatangan: Nyeri kepala
sampai ke leher, badan terasa
lemas, mudah lapar dan haus.
: Sangat Erat
: Cukup Erat - Kekhawatiran: Khawatir keluhan
terus berlanjut.
- Harapan: Penyakitnya bisa sembuh
Gambar 2. Family Mapping Keluarga Tn. W dan tidak terjadi komplikasi.
- Persepsi: Penyakit DM yang
Keterangan : diderita bisa sembuh setelah minum
1 : Tn.W (Suami, Kepala keluarga) obat dan tidak perlu minum obat
2 : Ny.S (Istri Ny.S) rutin bila keluhannya sudah tidak
3 : An. T (Cucu ke 1 Tn.W) ada.
4 : An FP (Cucu ke 2 Tn.W) - Aspek Klinik
5 : An. FN (Cucu ke 3 Tn.W) - Diabetes mellitus tipe II (ICD 10-
6 : An.A (Anak Ny.Y, cucu Tn.S) E119)
- Tension type headache (ICD 10-
G442)
Family Apgar Score: - Aspek Risiko Internal
Adaptation :2 - Usia 59 tahun
Partnership :1 - Obesitas (ICD 10-E660)
Growth :1 - Perokok (ICD 10-Z720)

7
- Kurangnya olah raga (ICD 10- penyakit diabetes mellitus serta
Z723) pencegahannya.
- Pola berobat kuratif 9. Konseling dan penilaian kepada anak-
- Diet yang tidak sesuai anak pasien tentang faktor resiko
- Pengetahuan yang kurang tentang penyakit diabetes mellitus serta
diabetes mellitus pencegahannya.
- Aspek Psikososial Keluarga 10. Konseling pasien mengenai pentingnya
- Hubungan dengan istri baik dan prinsip preventif dari pada kuratif.
harmonis
- Hubungan dengan cucu baik serta Medikamentosa :
harmonis 1. Glibenklamid 1 x 5 mg
2. Ibuprofen tab 3 x 400 mg
- Hubungan dengan lingkungan
tetangga baik dan harmonis, sering
mengikuti kegiatan keagamaan
- Kurangnya dukungan dan
pengetahuan keluarga untuk
memotivasi pasien agar selalu
memeriksakan kesehatannya dan
menjaga pola makan nya. (ICD10-
Z630)
-- Derajat Fungsional : 2 (dua) yaitu
mampu melakukan pekerjaan ringan
sehari-hari di dalam dan luar rumah
(mulai mengurangi aktivitas kerja).

PENATALAKSANAAN

Nonmedikamentosa :
1. Menginformasikan segala hal terkait DM
dan Tension Type Headache
2. Konseling pasien bahwa penyakit DM
tidak dapat disembuhkan hanya dapat
dikontrol dan penatalaksanaan yang
dilakukan pun harus dilakukan seumur
hidup.
3. Memberi konseling terhadap pasien
untuk rutin memeriksakan kadar gula
darah.
4. Menginformasikan aktifitas yang
dianjurkan untuk pasien. Mengenai
olahraga yang minimal dilakukan
3x/minggu selama 30 menit
5. Memberi konseling pasien mengenai
makanan yang dianjurkan berupa diet
rendah gula.
6. Konseling kepada keluarga tentang
pentingnya memberi dukungan pada
pasien dan mengawasi pengobatan
seperti diet pasien, kapan harus kontrol
kembali, dan berolahraga.
7. Konseling kepada keluarga pasien
tentang pentingnya memberi dukungan
pada pasien terkait masalah stressor.
8. Konseling dan penilaian kepada anak-
anak pasien tentang faktor resiko

8
kesehatan saat ini yang mungkin
Intervensi yang diberikan dari tanggal 5 Juli terjadi.
2015 hingga 12 Juli 2015 yaitu pemberian − Berat badan belum ada penurunan/
edukasi berupa media leaflet mengenai obesitas (ICD 10-E66.0).
penyebab penyakit, pencegahan, dan − Pola berobat mulai mengutamakan
pengobatan. Selain itu dilakukan penilaian preventif daripada kuratif.
faktor resiko pada anak pasien dan − Pengetahuan yang cukup tentang
pengecekan tekanan darah, kadar gula darah, gizi seimbang dan mulai
dan kadar kolesterol pasien. Dari hasil membiasakan makan dengan pola
penilaian faktor resiko terhadap kedua anak makan yang teratur.
perempuan pasien didapatkan IMT keduanya − Pengetahuan yang cukup tentang
menunjukkan obesitas III. Kedua anak hipertensi dan diabetes mellitus,
perempuan pasien mengaku jarang serta mulai termotivasi untuk
berolahraga, aktivitas sehari-hari hanya menghadapi penyakitnya.
membersihkan rumah, dan pola makan 3 kali 4. Aspek Psikososial Keluarga
sehari berupa nasi, sayur, dan lauk pauk. − Hubungan dengan istri baik dan
Kemudian diberikan konseling dan edukasi harmonis.
mengenai pencegahan hipertensi dan − Hubungan dengan anak, menantu
diabetes melitus, serta pola hidup yang dan cucu baik serta harmonis.
sehat. Pada pasien dilakukan penilaian kadar − Hubungan dengan lingkungan
kolesterol dan didapatkan hasil tetangga baik dan harmonis, sering
hiperkolesterolemia sehingga diberikan mengikuti kegiatan keagamaan.
edukasi untuk mengurangi makanan yang − Termotivasinya keluarga untuk
mengandung kadar kolesterol tinggi. mengingatkan pasien minum obat
secara teratur.
− Meningkatnya pengetahuan
DIAGNOSTIK HOLISTIK AKHIR keluarga tentang hipertensi dan
STUDI diabetes mellitus serta komplikasi
dan pencegahannya terhadap
1. Aspek Personal penyakit hipertensi yang mungkin
- Alasan kedatangan: Nyeri kepala, diturunkan pada generasi
badan terasa lemas, mudah lapar selanjutnya.
dan haus sudah berkurang jika
5. Derajat fungsional: 2 yaitu mampu
dibandingkan sebelumnya.
melakukan pekerjaan ringan sehari-hari
− Kekhawatiran: Kekhawatiran di dalam dan luar rumah (mengurangi
pasien sudah mulai berkurang. aktivitas kerja).
− Harapan: Belum tercapai
maksimal.
− Persepsi: Penyakit hipertensi dan PEMBAHASAN
DM yang diderita merupakan
penyakit yang tidak bisa sembuh Pengobatan holistik adalah salah satu
namun dapat dikontrol dengan disiplin ilmu yang mandiri dan merupakan
mengatur pola hidup sehat, minum gabungan dari berbagai macam pengobatan
obat teratur, dan rutin periksa di yang dapat dipertanggungjawabkan secara
tenaga kesehatan. Dengan itu medis dan science karena mengobati tubuh
komplikasi dapat dicegah dan secara menyeluruh dengan mengembalikan
kualitas hidup pasien akan keseimbangan kerja organ tubuh secara
meningkat. optimal yang melibatkan keseimbangan
2. Aspek Klinik kerja fisik, perasaan, mental, dan emosional
− Hipertensi (ICD 10-I11.9) dengan mengutamakan pola hidup sehat.
− Diabetes mellitus tipe II (ICD 10- Konsep kesehatan holistik mencakup
E11.9) keseluruhan usaha preventif serta promotif
− Depresi ringan (ICD 10-F32.0) yang sudah banyak ditinggalkan oleh
3. Aspek Risiko Internal pelayanan kesehatan di Indonesia pada
− Pengetahuan yang lebih baik umumnya, selain tentunya yang bersifat
tentang pengaruh usia terhadap kuratif dan rehabilitatif.

9
Studi kasus dilakukan pada pasien Tn. S,
usia 55 tahun, dengan keluhan nyeri kepala Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi
yang menjalar ke leher dan badan terasa dalam 4 kelompok yaitu:
lemas, mudah lapar dan haus. Pasien 1 Pertengahan umur usia lanjut/virilitas
merupakan kepala keluarga yang bekerja yaitu masa persiapan usia lanjut yang
sebagai supir. Penyebab atau faktor menampakkan keperkasaan fisik dan
predisposisi keadaan ini adalah pasien yang kematangan jiwa antara usia 45-54
sudah termasuk dalam faktor keturunan, usia tahun.
lanjut, memiliki kecenderungan makan- 2 Usia lanjut dini/prasemu yaitu
makanan tinggi garam dan gula, serta jarang kelompok yang mulai memasuki usia
melakukan olahraga. Selain itu didapatkan lanjut antara 55-64 tahun.
IMT pasien yaitu 27,5 yang berdasarkan 3 Usia lanjut/semua usia 65 tahun ke atas.
klasifikasi kriteria Asia-Pasifik tergolong 4 Usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu
obesitas I. Sehingga dapat mengakibatkan kelompok yang berusia lebih dari 70
meningkatnya faktor resiko terjadinya tahun.
hipertensi dan diabetes mellitus.
Pada faktor usia semakin tua usia seseorang
semakin besar resiko terserang hipertensi
karena arteri semakin kehilangan
elastisitasnya. Hipertensi paling sering
dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau
lebih. Tekanan sistolik meningkat sesuai
Sumber: Sugondo, 2006, Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV Jilid III. dengan usia, sedangkan tekanan diastolik
Gambar 3. IMT kriteria Asia-Pasifik tidak berubah mulai dari dekade ke-5.
Hipertensi sistolik terisolasi merupakan jenis
Diagnosis hipertensi pada pasien ditegakkan hipertensi yang paling sering ditemukan
berdasarkan keluhan nyeri kepala yang pada orang tua (Tjokronegoro, 2001). Untuk
menjalar ke leher sehingga tengkuk terasa mencegah resiko lebih lanjut yang bisa
berat serta pada pemeriksaan fisik TD dialami oleh pasien, maka dapat kita
150/100 mmHg. Sesuai dengan gambaran sarankan kepada pasien untuk patuh
klinis hipertensi berupa sakit kepala sampai terhadap pengobatan yang rutin serta
ke tengkuk bagian belakang, sering gelisah, menjalani pola hidup sehat untuk dapat
tengkuk rasa pegal, mudah marah, yang akan mencegah faktor resiko yang ia miliki.
berkurang bila penderita beristirahat
(Yogiantoro, 2006). Berdasarkan JNC VIII, Sedangkan diagnosis diabetes melitus pada
hipertensi stage 2 apabila tekanan sistolik pasien ditegakkan atas dasar keluhan yaitu
≥160 mmHg dan atau tekanan darah badan terasa lemas, mudah lapar dan haus
diastolik ≥100 mmHg. Hipertensi pada yang dirasakan hilang timbul sejak 9 bulan
lansia disebabkan karena proses penuaan terakhir. Pasien juga kadang mengeluh ulu
dimana terjadi perubahan sistem hati terasa perih. Pada pemeriksaan
kardiovaskuler, katup mitral dan aorta laboratorium didapatkan hasil hiperglikemia
mengalami sklerosis dan penebalan, miokard yaitu kadar gula darah sebesar 261 mg/dL.
menjadi kaku dan lambat dalam
berkontraktilitas. Kemampuan memompa Menurut PERKENI (2011), diagnosis DM
jantung harus bekerja lebih keras sehingga dapat ditegakkan melalui 3 cara yaitu jika
terjadi hipertensi (Herlinah dkk, 2013). keluhan klasik ditemukan, maka
pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
Faktor keturunan pada orang-orang dengan mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
sejarah keluaga yang mempunyai hipertensi diagnosis DM, yang kedua bila pemeriksaan
lebih sering menderita hipertensi. Riwayat glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan
keluarga dekat yang menderita hipertensi adanya keluhan klasik dan yang ketiga tes
mempertinggi resiko terkena hipertensi, toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun
terutama pada hipertensi primer. Keluarga TTGO dengan beban 75 gr glukosa lebih
yang memiliki hipertensi dan penyakit sensitif dan spesifik dibanding dengan
jantung meningkatkan resiko hipertensi 2-5 pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
kali lipat. Jika kedua orang tua mempunyai pemeriksaan ini memiliki keterbatasan
hipertensi, kemungkinan mendapat penyakit tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
tersebut 60% (Yogiantoro, 2006). berulang-ulang dan dalam praktek sangat

10
jarang karena membutuhkan persiapan penyakit metabolik dengan karakteristik
khusus. hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
Faktor obesitas yang terjadi bertahun-tahun duanya.
diduga menjadi faktor risiko penyebab
hipertensi dan diabetes melitus tipe II yang Diabetes melitus merupakan faktor risiko
dialami oleh Tn.S. Berbagai keluhan dapat dari kejadian aterogenik dibandingkan pada
ditemukan pada penderita diabetes. Keluhan non-diabetes, termasuk hipertensi, obesitas
klasik DM berupa poliuria, polidipsia, abnormalitas lipid, insulin dan peningkatan
polifagia dan penurunan berat badan yang fibrinogen plasma (Hess, 2012). Komplikasi
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Selain itu penyakit diabetes pada kardiovaskular
keluhan lain dapat berupa lemah badan, meliputi manifestasi makrovaskular yaitu
kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi aterosklerosis dan kalsifikasi medial,
ereksi pada pria dan pruritus vulvae pada manifestasi mikrovaskular meliputi
wanita. Tn.S termasuk orang yang memiliki retinopati, dan nefropati yang merupakan
pola pengobatan kuratif, dan termasuk orang penyebab utama dari kebutaan dan gagal
yang sering mengabaikan rasa sakit atau ginjal tahap akhir (Guire, 2012).
tidak nyaman pada tubuh apabila hal Lansia, ditambah lagi dengan faktor bahwa
tersebut belum menimbulkan gangguan yang seorang lansia menderita penyakit kronis
berarti. Tn.S memang sudah merasakan seperti hipertensi dan diabetes mellitus, jauh
adanya keinginan untuk buang air kecil yang lebih rentan terkena depresi karena telah
lebih sering, cepat lelah, cepat haus dan memasuki fase hidup terakhirnya. Sebuah
cepat lapar, namun penurunan berat badan kuisioner berjumlah 15 item yang dikenal
yang cukup signifikan belum ia rasakan. dengan Geriatric depression scale, dapat
digunakan untuk mengetahui apakah seorang
Obesitas merupakan suatu penyakit yang lansia menderita depresi atau tidak (Njoto,
multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi 2014). Pasien mendapatkan hasil geriatric
jaringan lemak yang berlebihan, sehingga depression scale (GDS) yang hasilnya
dapat mengganggu kesehatan. Bila adalah depresi ringan karena memenuhi 2
seseorang bertambah berat badannya maka gejala utama ditambah 3 gejala lainnya.
ukuran sel lemak akan bertambah besar dan (Yogiantoro, 2006).
kemudian jumlahnya akan bertambah
banyak (Creager, 2003). Tiga hari setelah kunjungan pertama, maka
dilanjutkan dengan kunjungan kedua untuk
Peningkatan asam lemak bebas berperan melakukan intervensi terhadap pasien.
penting dalam patogenesis beberapa Pasien diberikan intervensi dengan
penyakit, termasuk resitensi insulin. Asam menggunakan media leaflet tentang
lemak bebas menurunkan ambilan glukosa penanganan hipertensi dan diabetes mellitus,
pada adiposa dan otot serta meningkatkan gizi seimbang, makanan rendah garam,
glukosa hepatik yang terkait dengan lemak dan gula, dan pentingnya berolahraga.
resistensi insulin. Selain itu, peningkatan Selain itu intervensi juga diberikan kepada
asam lemak bebas (NEFA: non-esterified keluarga pasien agar dapat membantu
fatty acids) juga mempengaruhi sel beta. memotivasi dan mengingatkan pasien.
Secara akut, NEFA menginduksi sekresi Penilaian faktor resiko pada kedua anak
insulin setelah makan, sedangkan pajanan perempuan pasien juga dilakukan dan
kronik terhadap NEFA menyebabkan didapatkan hasil adanya faktor resiko yang
penurunan sekresi insulin yang melibatkan cukup besar pada keduanya sehingga
lipotoksisitas yang menginduksi apoptosis diberikan edukasi untuk pencegahan
sel islet dan atau menginduksi sel penyakit hipertensi dan diabetes melitus.
uncoupling protein-2 yang menurunkan Intervensi ini dilakukan dengan tujuan untuk
membran potensial, sintesa ATP dan sekresi merubah pola hidup pasien dan keluarganya
insulin (Nesto, 2011). yang tidak teratur meskipun untuk merubah
hal tersebut bukanlah hal yang dapat dilihat
Gangguan sekresi insulin ataupun resistensi hasilnya dalam kurun waktu yang singkat.
insulin dapat menyebabkan terjadinya Ada beberapa langkah atau proses sebelum
diabetes melitus. Menurut American orang mengadopsi perilaku baru. Pertama
Diabetes Association (ADA) tahun 2012, adalah kesadaran (awareness), dimana
diabetes melitus merupakan suatu kelompok orang tersebut menyadari stimulus tersebut.

11
Kemudian dia mulai tertarik (interest). blocker (CCB). ACEI memiliki manfaat
Selanjutnya, orang tersebut akan dalam menghambat perkembangan penyakit
menimbang-nimbang baik atau tidaknya DM bahkan mencegah komplikasi DM pada
stimulus tersebut (evaluation). Setelah itu, pasien dengan hipertensi melalui mekanisme
dia akan mencoba melakukan apa yang penghambatan RAAS (renin-angiotensin-
dikehendaki oleh stimulus (trial). Pada tahap aldosteron system) (Ansa dkk, 2012).
akhir adalah adoption, berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan Edukasi yang diberikan berupa cara
sikapnya (Notoatmodjo, 2005). Ketika mengontrol tekanan darah, makanan yang
intervensi dilakukan, istri dan kedua anak perlu dihindari untuk mengontrol hipertensi,
pasien juga turut serta mendampingi dan dan pentingnya pemeriksaan tekanan darah
mendengarkan apa yang disampaikan pada dan mengendalikannya dengan obat. Adapun
pasien. makanan yang harus dihindari atau dibatasi
oleh pasien yang disampaikan saat konseling
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang adalah: makanan yang berkadar lemak
mengalami hipertensi adalah pengendalian jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak
tekanan darah agar dapat mengurangi gejala kelapa, gajih), makanan yang diolah dengan
kepala pusing dan pegal di tengkuk dan menggunakan garam natrium (biskuit,
menghambat penyakit supaya tidak menjadi craker, keripik dan makanan kering yang
lebih parah dan timbul kompkasi lebih lanjut asin), makanan dan minuman dalam kaleng
seperti stroke, retinopati, nefropati dan (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-
penyakit jantung hipertensi. Penatalaksanaan buahan dalam kaleng, soft drink), makanan
hipertensi terdiri dari terapi non yang diawetkan (dendeng, asinan
medikamentosa (edukasi, menurunkan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang
asupan garam, menurunkan asupan lemak, kering, telur asin, selai kacang), sumber
terapi fisik dan lain-lain), dan terapi obat protein hewani yang tinggi kolesterol seperti
(Brookes, 2003). daging merah (sapi/kambing), kuning telur,
kulit ayam), bumbu-bumbu seperti kecap,
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta
pedoman penanganan hipertensi bumbu penyedap lain yang pada umumnya
menyatakan bahwa keuntungan pengobatan mengandung garam natrium, alkohol dan
antihipertensi adalah penurunan tekanan makanan yang mengandung alkohol seperti
darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau durian dan tape (Braverman dan Eric, 1996).
kelas obat antihipertensi yang digunakan.
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, Berdasarkan konsensus Perhimpunan
terapi dimulai secara bertahap, dan target Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2011),
tekanan darah dapat dicapai secara progresif pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus
dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk ialah:
menggunakan obat antihipertensi dengan 1. Edukasi
masa kerja panjang. Pilihan untuk memulai 2. Terapi nutrisi
terapi dengan satu jenis obat antihipertensi medis
atau dengan kombinasi tergantung pada 3. Latihan jasmani
tekanan darah awal dan ada tidaknya 4. Intervensi
komplikasi (Yogiantoro, 2006). farmakologis

Sehingga disimpulkan sesuai dengan faktor Edukasi yang diberikan mengenai diabetes
pemilihan jenis obat hipertensi dan melihat melitus disampaikan melalui leaflet. Media
kondisi klinis pasien dengan hipertensi tanpa intervensi ini dipilih karena dianggap cukup
disertai komplikasi, harga relatif terjangkau, interaktif dan sederhana untuk diterima.
mudah didapatkan, dengan efek samping yg Edukasi tidak hanya diberikan kepada
bisa diatasi, maka pemilihan obat pasien, namun juga kepada anggota
antihipertensi pada pasien dengan jenis keluarganya yakni istri, dan kedua anak
angiotensin converting enzyme inhibitor perempuannya.
(ACEI) yaitu captopril dengan dosis 25 mg
diberikan 1 kali sehari. Beberapa penelitian Diabetes melitus, sebagai bagian dari
menemukan bahwa kelompok ACEI sindrom metabolisme dapat dianggap
memiliki efek perlidungan ginjal yang lebih sebagai penyakit dengan paradigma kronis
baik dibandingkan dengan calsium chanall tidak menular. Faktor psikologis, sosial dan

12
budaya memiliki peran penting dalam 4. Memperbaiki profil lipid
pengelolaan penyakit, dan dalam beberapa 5. Meningkatkan sensitivitas reseptor
halmungkin berperan dalam penyebab insulin
penyakit. Gangguan aktivasi pada aksis
hipotalamus hipofisis adrenal dapat Pada tingkat individu target pencapaian
menyebabkan sindrom metabolik. Reaksi terapi nutrisi medis lebih difokuskan pada
psikologis dan copying mechanism terjadi perubahan pola makan yang didasarkan pada
pada saat seseorang terdiagnosis diabetes, gaya hidup dan pola kebiasaan makan, status
dan akan terus berlanjut sampai tahap nutrisi dan faktor lainnya. Prinsip
manajemen diabetes mellitus. Oleh karena pengaturan makanan pada penyandang
itu penting untuk melengkapi instrumen diabetes hampir sama dengan anjuran
psikologis kesehatan untuk menilai kualitas makanan untuk masyarakat umum yaitu
hidup, kesejahteraan, penyesuaian diabetes, makanan yang seimbang dan sesuai dengan
hambatan peduli dan integrasi diabetes kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
(Sridhar, 2002). individu. Pada penyandang diabetes perlu
Edukasi yang diberikan berupa penjelasan ditekankan pentingnya keteraturan makan
mengenai definisi dari penyakit diabetes dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
melitus, bagaimana bisa terjadi diabetes makanan terutama pada mereka yang
melitus, gejala-gejala klinis diabetes melitus, menggunakan obat penurun glukosa darah
komplikasi sampai penatalaksanaan diabetes atau insulin.
melitus. Pengetahuan penderita mengenai
DM merupakan sarana yang membantu Berat badan ideal pada pasien menurut
penderita menjalankan penanganan diabetes rumus Brocca yang dimodifikasi adalah
selama hidupnya. Dengan demikian, 90% x (165-100) x 1kg = 58,5kg.
semakin banyak dan semakin baik penderita Kebutuhan kalori basal Tn.S adalah
mengerti mengenai penyakitnya, maka 30kalori/58,5kg = 1755 - (5%x1755) +
semakin mengerti bagaimana harus (20%x1755) - (30%x1755) = 1491,75kkal.
mengubah perilakunya dan mengapa hal itu Makanan sejumlah kalori terhitung dengan
diperlukan (Norris, 2002). Pada pasien komposisi tersebut dibagi dalam 3 porsi
dilakukan penilaian kadar kolesterol dan besar untuk makan pagi (20%), siang (30%)
didapatkan hasil hiperkolesterolemia dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan
sehingga diberikan edukasi untuk ringan (10-15%) diantaranya. Pasien juga
mengurangi makanan yang mengandung diminta untuk mengurangi konsumsi garam,
kadar kolesterol tinggi kolesterol dan gula.

Terapi nutrisi medis merupakan salah satu ADA merekomendasikan dilakukannya


terapi non-farmakologis yang sangat asupan serat pada pasien diabetes melitus
dianjurkan bagi penderita diabetes. sebesar 25-35 mg perhari dikarenakan
Penatalaksanaan makanan untuk penderita efeknya yang dapat menurunkan kadar
diabetes melitus harus memperhatikan kolesterol, terutama serat larut. Dengan
beberapa hal, yaitu prinsip, tujuan, dan mekanisme ini serat akan meningkatkan
syarat diet. Prinsip pemberian makanan bagi ketidakmampuan insulin yang resisten.
penderita diabetes melitus adalah
mengurangi dan mengatur konsumsi Berdasarkan rekomendasi ADA, AHA dan
karbohidrat sehingga tidak menjadi beban American College of Cardiology (ACC)
bagi mekanisme pengaturan gula darah. terget kontrol glukosa pada diabetes adalah
Tujuan diet yaitu memperbaiki kesehatan HbA1c <7%. Rekomendasi adalah dengan
umum penderita, memberikan jumlah energi menggunakan metformin sebagai terapi
yang cukup untuk memelihara berat badan dasar apabila tidak ditemukan adanya
ideal/normal, mempertahankan kadar gula kontraindikasi berupa asidosis laktat dengan
darah sekitar normal (Suyono, 2009). laju filtrasi glomerulus >30ml/menit dan
terapi kombinasi termasuk penggunaan awal
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari insulin untuk mencapai target HbA1c. Selain
terapi nutrisi antar lain: itu dapat juga menggunakan kombinasi obat
1. Menurunkan berat badan seperti metformin dan glibenklamid pada
2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan pasien yang hiperglikeminya tidak bisa
diastolik dikontrol dengan single terapi. Di samping
3. Menurunkan kadar glukosa darah itu, kombinasi ini saling memperkuat kerja

13
masing-masing obat, sehingga regulasi gula Penyakit yang diderita pasien ini merupakan
darah dapat terkontrol dengan lebih baik. penyakit kronis. Penyakit kronis seperti
Kombinasi ini memiliki efek samping yang hipertensi dan diabetes melitus memiliki
lebih sedikit apabila dibandingkan dengan perjalanan penyakit yang cukup lama dan
efek samping menggunakan monoterapi umumnya penyembuhannya tidak dapat
(metformin atau glibenklamid saja). Pada dilakukan. Penyakit tersebut hanya bisa
Tn. S diberikan terapi farmakologi berupa dikontrol untuk menjaga agar tidak terjadi
kombinasi metformin 3x500mg dan komplikasi. Untuk itu pasien diharuskan
glibenklamid 1x5mg. untuk rutin mengunjungi sarana kesehatan
untuk mengontrol penyakitnya. Karena
Menurut PERKENI (2011), kegiatan jasmani pasien sudah memiliki asuransi kesehatan
sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur maka tidak akan mempersulit pasien
merupakan salah 1 pilar dalam pengelolaan memperoleh pelayanan kesehatan tiap kali
DM tipe II. Latihan jasmani selain dapat kontrol berobat.
menjaga kebugaran, menurunkan berat
badan juga berfungsi untuk memperbaiki Aktivitas spiritual sering dihubungkan
sensitivitas insulin sehingga akan dengan terjaganya fungsi kognitif pada usia
memperbaiki kendali glukosa darah. Selain lanjut. Dengan rutin menghadiri acara-acara
itu, hal ini juga untuk mengendalikan dan keagamaan, maka dapat membantu
mencegah hipetensi. Dengan melakukan pemulihan fungsi kognitif dan mencegah
olahraga secara teratur bisa menurunkan kepikunan. Dengan mengikuti aktifitas
tekanan darah tinggi, seperti : berjalan kaki, spiritual, maka dapat memberikan arti hidup,
bersepeda, lari santai dan berenang lakukan rasa berarti, dan harapan hidup pada lansia,
selama 30 hingga 45 menit sehari sebanyak sehingga dapat menstimulasi fungsi kognitif
3 kali seminggu, menjalankan terapi anti mereka. Penelitian pada 3.050 lansia selama
stress agar mengurangi stress dan mampu pemantauan 8 tahun menunjukkan bahwa
mengendalikan emosi secara stabil, berhenti lansia yang menghadiri acara keagamaan
merokok juga berperan besar untuk secara rutin cenderung mengalami
mengurangi hipertensi. Rokok mengandung penurunan kognitif lebih lambat
banyak nikotin. Selain buruk bagi tekanan dibandingkan dengan kelompok yang tidak
darah, nikotin juga sangat buruk bagi aktif dalam aktifitas keagamaan (Kemenkes
kesehatan secara umum. Oleh karena itu, RI, 2013). Dalam hal ini, pasien secara
berhenti merokok sebenarnya adalah jalan rutinmengikuti kegiatan keagamaan seperti
cepat dan praktis untuk menghindarkan diri pengajian yang diadakan tiap satu minggu
dari berbagai penyakit (Susilo dan sekali.
Wulandari, 2011).
Menurut Friedman (2003), dukungan
penghargaan keluarga merupakan bentuk
Kunjungan ketiga dilakukan satu minggu
fungsi afektif keluarga terhadap lanjut usia
setelah kunjungan kedua, dari hasil
yang dapat meningkatkan status psikososial
anamnesis lanjut didapatkan bahwa pasien
lansia. Sehingga dibutuhkan juga dukungan
sudah mulai membiasakan makan sehari 3
dari keluarga untuk memotivasi pasien agar
kali dengan 2 kali selingan berupa biskuit
pasien dapat minum obat secara teratur,
dan buah. Istri pasien juga lebih
menjaga pola makan dan hidup sehat, serta
memperhatikan makanan yang dimakan
dukungan akan kegiatan-kegiatan yang
pasien dengan mengurangi penggunaan
membantu menghindari pasien dari stress.
garam dan gula pada makanannya. Olahraga
Pada pasien, keluarga telah memberikan
rutin setiap pagi masih sulit dilakukan.
motivasi untuk membuat pasien rutin minum
Pasien mengatakan bahwa keluhannya sudah
obat dan melakukan kontrol ke puskesmas
berkurang. Tekanan darah pasien
sebelum obat habis dan sebelum keluhan
135/80mmHg, kadar gula darah puasa
makin parah.
112mg/dl, dan kadar kolesterol 204mg/dl.
Hasil ini menunjukkan adanya penurunan Faktor pendukung dalam penyelesaian
pada tekanan darah dan kadar gula darah masalah pasien dan keluarga adalah pelaku
pasien, namun didapatkan kadar kolesterol rawat yang serumah dengan pasien sehingga
yang melebihi normal. pasien mendapatkan dukungan dan bantuan
yang cukup baik dalam melakukan pola
hidup sehat. Sedangkan faktor

14
penghambatnya adalah belum terbiasanya dan diabetes melitus serta
pasien dalam menerapkan pola hidup yang komplikasinya sehingga dapat
sehat seperti malas berolahraga dan sulitnya melakukan pengelolaan dengan baik.
pasien untuk menurunkan berat badannya. 2. Perlu meningkatkan kesadaran dan
tekad untuk melakukan pengelolaan
Pada pasien lansia yang memiliki diabetes penyakit hipertensi dan diabetes melitus
atau penyakit ginjal kronik, maka target dengan sepenuhnya sehingga tujuan dari
terapi tekanan darah sekarang pengelolaan itu sendiri dapat tercapai.
<130/80mmHg. Pada pasien ini setelah 3. Keluarga perlu mengoptimalkan
dilakukan intervensi didapatkan tekanan kerjasama antar anggota keluarga untuk
darah 135/80mmHg. Tekanan darah tersebut meningkatkan kesehatan keluarga.
telah turun dari awal pasien datang ke 4. Memeriksakan tekanan darah dan kadar
puskesmas yaitu 150/100mmHg namun gula darah secara berkala, olahraga
belum mencapai target JNC VIII. Kadar gula teratur dan menurunkan berat badan.
darah puasa pasien juga telah turun menjadi
112mg/dl. Hal tersebut dapat terjadi karena Untuk Pembina Selanjutnya
pengobatan yang sudah berjalan dan pola 1. Pemantauan dan re-evaluasi kondisi
makan pasien yang mulai teratur, namun pasien.
tetap dianjurkan untuk terus diperbaiki 2. Perlu pembinaan lebih lanjut pada
secara bertahap termasuk menurunkan berat pasien dan keluarga mengenai
badan dan kadar kolesterol pasien. modifikasi gaya hidup agar pasien
semakin paham dan selalu ingat akan
Melihat tingkat kepatuhan pasien cukup baik pentingnya gaya hidup.
dan hasil pemeriksaan tekanan darah yang
mendekati stabil maka prognosis pada Untuk Pelaksana Pelayanan Kesehatan
pasien ini dalam hal quo ad vitam: dubia ad 1. Adanya sistem pemantauan dan
bonam dilihat dari kesehatan dan tanda- pembahasan di fasilitas kesehatan secara
tanda vitalnya masih baik; quo ad periodik mengenai kasus yang dibina,
functionam: dubia ad bonam karena pasien bagi kesinambungan pelayanan dan
masih bisa beraktivitas sehari-hari secara pemantauan.
mandiri; dan quo ad sanationam: dubia ad 2. Perlu ditingkatkan usaha promosi
bonam karena pasien masih bisa melakukan kesehatan kepada masyarakat baik
fungsi sosial kepada masyarakat sekitar. mengenai hipertensi maupun diabetes
melitus.
KESIMPULAN 3. Membuatkan buku kontrol tekanan
1. Diagnosis hipertensi dan diabetes darah untuk para penderita hipertensi
melitus pada kasus ini sudah sesuai dan buku kontrol kadar gula darah untuk
dengan beberapa teori dan telaah kritis penderita diabetes melitus yang selalu
dari penelitian terkini. dibawa setiap berobat.
2. Telah dilakukan penatalaksanaan pada
pasien secara holistik, pasien center, UCAPAN TERIMA KASIH
family appropried dengan pengobatan Penulis mengucapkan terima kasih kepada
hipertensi dan diabetes melitus secara dr. Erwilly F P. sebagai pembimbing selama
literatur berdasarkan EBM. di Puskesmas Karang Anyar,
3. Pada proses perubahan perilaku Tn. S dr. TA Larasati, M. Kes., atas bimbingan dan
telah mencapai tahap trial. masukan dalam penulisan manuskrip ini.
4. Proses perubahan perilaku pada Tn. S
untuk mengontrol tekanan darah dan
kadar gula darahnya terlihat setelah DAFTAR PUSTAKA
pasien diberikan intervensi dan akhirnya
mencoba mengubah gaya hidupnya 1. ADA. 2012. Diagnosis and
dengan mengurangi makan garam, Classification of Diabetes Melitus.
gula, dan makanan berlemak. Diabetes Journals. Vol 35(1):67.
2. AHA. 2014. Heart International
SARAN Cardiovascular Disease Statistic.
Untuk Pasien dan Keluarganya: Diunduh dari
1. Perlu meningkatkan pengetahuan dan
wawasan mengenai penyakit hipertensi

15
http://www.americanheart.org/ tanggal 15. Guyton AC dan Hall JE. 2007. Buku
27 Juni 2015. Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
3. Ansa DA, Goenawi LR, Tjitrosantoso EGC.
HM. 2012. Kajian Penggunaan Obat 16. Herlinah L, Winarsih W, Rekawati E.
Antihipertensi pada Pasien Diabetes 2013. Hubungan Dukungan Keluarga
Melitus Tipe 2. Manado: Fakultas Dengan Perilaku Lansia Dalam
Farmasi Universitas Sam Ratulangi. Pengendalian Hipertensi. Jakarta : FIK
4. Astari PD. 2012. Pengaruh Senam Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Lansia terhadap Tekanan Darah Lansia 17. Hess K, Marx N, Lehrke M. 2012.
dengan Hipertensi pada Kelompok Cardiovaskular Disease and Diabetes:
Senam Lansia di Banjar Kaja Sesetan The Vulnerable Patient. Europe Heart
Denpasar Selatan. Denpasar: FK Unud. Journal Supplements; 14 (Suppl B):
5. A. Tjokronegoro dan H. Utama. 2001. B4-B13
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. In : 18. Kementerian Kesehatan RI. 2013.
E. Susalit, E.J.Kapojos, dan H.R Lubis Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di
ed. Hipertensi. Jakarta: Gaya Baru. Indonesia. Jakarta : Jendela Datinkes.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan 19. NCEP. 2001. Expert Panel on
Kesehatan RI. 2014. Laporan Riset detection, evaluation and treatment of
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. high blood cholesterol in adults (Adult
Jakarta: Balitbangkes. Treatment Panel III). JAMA;285:2486-
7. Biswas, Animesh. 2006. Prevention of 97.
Type 2 Diabetes – Life style 20. Nesto RW. 2011. Prevalence of and
modification with diet and physical Risk Factor for Coronary Heart Disease
activity Vs activity alone, Karolinka in Diabetes Melitus. Diunduh dari
Institute. Diunduh dari www.uptodate.com tanggal 28 Juni
http://ki.se/content/1/c6/04/90/19/Anim 2015.
eshBiswas.pdf tanggal 27 Juni 2015. 21. Njoto, Nugroho E. 2014. Mengenali
8. Braverman, Eric R. 1996. Depresi pada Usia Lanjut
Hypertension and nutrition. Menggunakan Geriatric Depression
Connecticut USA: Keats Publishing, Scale (GDS) untuk Menunjang
Inc. Diagnosis. Surabaya: RS Jiwa Menur.
9. Brookes, Linda. 2003. The seventh 22. Norris SL. 2002. Self-Management
report of the joint national committee Education for Adults with Type 2
on prevention, detection, evaluation, Diabetes A Meta-Analysis of The
and the treatment of high blood Effect on GlycemicControl. Diabetes
pressure—the NHLBI JNC 7 Press Care;25 (27):1159–71.
Conference. Diunduh dari 23. Notoadmodjo S. 2005. Metodologi
http://www.medscape.com tanggal 28 Penelitian Kesehatan. Jakarta.
Juni 2015. 24. Novitasari D, Sunarti, Farmawati A.
10. Creager MA, Luscher TF. 2003. 2011. Emping garut (Maranta
Diabetes and Vaskular Diasease: arundinacea Linn.) sebagai makanan
Patofisiology, Clinical Consequences, ringan dan kadar glukosa darah,
and Medical Therapy: Part I. 108: angiotensin II plasma serta tekanan
1527-1532. darah pada penderita diabetes mellitus
11. Dahlan MS. 2011. Statistik untuk tipe II (DMT2). Jawa tengah: FK
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi V. Undip. J Media Medika Indonesiana
Jakarta: Salemba Medika. 60-86. Vol. 45(1);53-8.
12. Darmojo R. Boedhi, Martono H. Hadi. 25. PERKENI. 2011. Konsensus
2004. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
13. Friedman MM, Bowden VR, Jones EG. 26. Permana H. 2008. Pengelolaan
2003. Family Nursing: Research hipertensi pada diabetes mellitus tipe 2.
Theory & Practice. New Jersey: Bandung: FK Unpad.
Prentice Hall. 27. Powers AC. 2010. Diabetes Mellitus.
14. Guire KD. 2012. Diabetes and The In: Jameson J.L. Harrison
Cardiovaskular System. Braunwald’s Endocrinology Ed 2. USA: McGraw-
Heart Disease. 9th ed. Philadelphia: Hill Companies, Inc. 267-313.
Elsevier. 1312-409.

16
28. Ritu Jain. 2011. Pengobatan Alternatif
untuk Mengatasi Tekanan Darah.
Jakarta: Gramedia.
29. Sowers JR, Epstein M, dan Frohlich E.
2001. Diabetes, hypertension, and
cardiovascular: an update. Journal of
American Heart Association 37:1053-
9.
30. Sridhar GR., Madhu K. 2002.
Psychosocial and cultural issues in
diabetes mellitus. Endocrine and
Diabetes Centre. India: Department of
Psychology, Andhra University.
31. Susilo Y. dan Wulandari A. 2011. Cara
Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta:
CV Andi Offset.
32. Suyono S. 2009. Diabetes Melitus di
Indonesia: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
33. Sweetman S, et al. 2009. Martindale
36th. London: The Pharmaceutical
Press.
34. Tuty RA. 2006. Penatalaksanaan
Hipertensi Lanjut Usia. Denpasar: FK
Unud, RSUP Sanglah Denpasar. J Peny
Dalam Vol 7 (2);135-40.
35. WHO. 2010. Global Status Report on
NCDs. Diunduh dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/2
011/9789240686458_eng.pdf tanggal
27 Juni 2015.
36. Wild S, Roglic G & Green A, et al.
2004. Global Prevalence of Diabetes.
Diabetes Care 27:1047-1053.
37. Yogiantoro M. 2006 . Ilmu penyakit
Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokertan
Universitas Indonesia.

17

Vous aimerez peut-être aussi