Vous êtes sur la page 1sur 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/295073891

Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN

Article · November 2015

CITATION READS
1 15,788

1 author:

Akhmad Farhan
Universiti Kebangsaan Malaysia
3 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Akhmad Farhan on 19 February 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN1

Akhmad Farhan
Mahasiswa Program Doctor of Business Administration
Graduate School of Business, Universiti Kebangsaan Malaysia

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mengukur daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN. Perbandingan data dibuat untuk mengukur kinerja daya saing dan penentu daya saing.
Untuk kinerja daya saing, studi ini menganalisa peran Indonesia melalui total perdagangan,
produk domestik bruto, produk domestik bruto per kapita dan arus masuk investasi asing
langsung. Sedangkan untuk penentu daya saing, artikel ini menganalisa beberapa indikator yaitu
indeks persepsi korupsi, indeks kebebasan ekonomi, kemudahan berbisnis dan indeks daya saing
global. Riset ini adalah studi empirikal menggunakan data sekunder. Hasil studi ini
mengindikasikan Indonesia memiliki produk domestik bruto tertinggi. Namun dari sisi yang lain
termasuk penentu daya saing. Indonesia tertinggal dari Thailand, Malaysia dan Singapura.

Kata Kunci: Daya Saing, Indonesia, ASEAN, Kinerja Daya Saing, Penentu Daya Saing

Abstract

This study aims to determine the competitiveness of Indonesia comparing to other ASEAN
members. The data comparison used to assess competitiveness performance and competitiveness
determinants. In competitiveness performance the study analyzes the role of Indonesia through its
total trade, gross domestic product, gross domestic product per capita and foreign direct
investment inflow. For competitiveness determinants, the paper analyzes some indicators as
follows corruption perception index, freedom of economy index, ease of doing business and
global competitiveness index. This research is an empirical study using secondary data from
various relevant sources. The result of this study indicates that Indonesia has the highest gross
domestic product. However, in term of total trade, gross domestic product per capita and foreign
direct investment inflow, Indonesia left behind by Thailand, Malaysia and Singapore as well as in
competitiveness determinants.

Keywords: Competitiveness, Indonesia, ASEAN, Competitiveness Performance,


Competitiveness Determinants

1
Artikel ini dimuat di Prosiding Lomba Karya Tulis Ilmiah Persatuan Pelajar Indonesia Malaysia
ISBN: 978-602-99831-3-9
1
Pendahuluan

“National prosperity is created not inherited” (Michael Porter). Kesejahteraan nasional


itu diciptakan bukan diwariskan. Kalimat singkat itu menggambarkan bahwa kesejahteraan itu
harus diperjuangkan dan tidak bisa diwariskan dari nenek moyang. Negara harus berjuang untuk
mensejahterakan rakyatnya dengan segenap usaha yang bisa dilakukan. Rakyat tidak bisa
berharap kesejahteraan bisa didapatkan hanya dengan mewarisi kekayaan yang disediakan oleh
alam.

Menurut Bakhri (2015), penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015


merupakan bentuk integrasi ekonomi regional. Dengan asumsi, persaingan bebas di kawasan Asia
Tenggara akan memicu setiap negara anggota ASEAN melakukan efisiensi yang optimal dan
pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apabila mekanisme tersebut
berjalan dengan baik, maka semua negara yang terlibat akan memperoleh keuntungan, meski
keuntungan tersebut tidak akan merata sebarannya.

Bangun (2014) menyatakan persaingan bebas diantara negara anggota ASEAN akan
semakin ketat. Untuk memenangkan kompetisi, daya saing akan menjadi kunci keberhasilan.
Negara yang memiliki daya saing tinggi akan membuka kesempatan lebih besar untuk bisa
menjadi pemenang. Begitu juga sebaliknya, negara yang memiliki daya saing rendah akan
semakin tertinggal.

Hal tersebut diatas memicu beberapa pertanyaan. Bagaimana daya saing Indonesia
diantara negara-negara ASEAN? Apa saja kelebihan dan kekurangan Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara tetangga? Apa yang harus dilakukan untuk menambah daya saing
Indonesia?

Penulisan artikel ini bertujuan untuk melakukan analisa perbandingan daya saing
Indonesia diantara negara-negara ASEAN. Data sekunder digunakan untuk mengukur daya saing
dan faktor yang menentukan daya saing. Studi ini menganalisa perbandingan peran ekonomi
Indonesia dan negara-negara ASEAN dengan mengukur seberapa besar andilnya dalam
perdagangan, besaran gross domestic product, gross domestic product per capita dan foreign
direct invesment inflow. Untuk faktor penentu daya saing, analisa dilakukan dengan melakukan
perbandingan terhadap beberapa indikator seperti corruption perception index, freedom of
economy index, ease of doing business dan global competitiveness index.

Metodologi Penelitian
Pendekatan yang dipakai dalam tulisan ini adalah pendekatan deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan data sekunder. Data tersebut diambil dari situs lembaga-lembaga internasional
seperti world bank, the heritage foundation, transparency international, sekretariat ASEAN, dan

2
lain sebagainya. Pengolahan data dilakukan dengan statistik deskriptif dan membandingkan data
dari masing-masing negara ASEAN.

Hasil dan Pembahasan

Vukovic, et al (2012) mengatakan bahwa daya saing (competitiveness) memiliki beberapa


definisi dan teori. World Economic Forum mendefinisikan daya saing sebagai seperangkat
institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara.
Tingkat produktivitas akan menentukan tingkat kemakmuran yang dapat dicapai dengan
ekonomi. Tingkat produktivitas juga menentukan tingkat pengembalian investasi dalam
perekonomian, yang akan menjadi pendorong utama tingkat pertumbuhan. Dengan kata lain,
ekonomi yang lebih kompetitif kemungkinan akan tumbuh lebih cepat dari waktu ke waktu
(World Economic Forum, 2014).

Sementara menurut Porter (2006), daya saing adalah fondasi kemakmuran, berdasarkan
potensi produktif perekonomian suatu negara, yang pada gilirannya akhirnya ditetapkan oleh
produktivitas perusahaan yang ditentukan oleh kecanggihan operasi dan strategi perusahaan serta
kualitas lingkungan bisnis ekonomi mikro.

Definisi operasional daya saing dalam Wahyuni dan Ng (2012) mencakup pandangan
jangka panjang pertumbuhan yang berkelanjutan, baik itu di perusahaan, industri, kluster, daerah
atau tingkat nasional. Daya saing harus dihubungkan dengan tujuan fundamental seperti
penciptaan kekayaan, maksimalisasi kesejahteraan, dan kemakmuran. Perkembangan daya saing
juga harus diartikan perkembangan efisiensi relatif seiring dengan pertumbuhan yang
berkelanjutan. Daya saing juga harus dipahami sebagai proses daripada sesuatu yang absolut.

Dalam artikel ini, perbandingan daya saing Indonesia dengan negara anggota ASEAN
lainnya dilihat dari kinerja daya saing (competitiveness performance) dan penentu daya saing
(competitiveness determinants). Dalam kinerja daya saing, kami membandingkan data indikator
ekonomi seperti nilai total perdagangan, gross domestic product (GDP), gross domestic product
per capita dan aliran masuk foreign direct investment (FDI). Untuk penentu daya saing, kami
membandingkan data corruption perception index, freedom of economy, ease of doing business
dan global competitiveness index.

a. Kinerja Daya Saing (competitiveness performance)


1. Total perdagangan

Indonesia menempati ranking ke 4 dalam total perdagangan di Asia Tenggara pada tahun
2013 dengan persentase 14,70%. Singapura berada di posisi pertama (31,19%), disusul oleh
Thailand (19,04%) dan Malaysia (17,29%). Pada tahun 2012, kedudukan negara-negara tersebut
sama hanya persentasenya saja yang sedikit berbeda (lihat grafik 1).

3
Pencapaian Indonesia dalam perdagangan ini masih jauh dari optimal bila dibandingkan
dengan potensinya sebagai negara dengan luas dan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara.
Potensi sumber daya alam belum bisa diolah secara optimal untuk dijadikan komoditas ekspor.
Begitu juga dengan sektor industri manufaktur dan jasa yang belum bisa bersaing dengan negara
tetangga.

900,000.0
800,000.0
700,000.0
600,000.0
500,000.0
400,000.0
300,000.0 2012 Total trade

200,000.0 2013 Total trade

100,000.0
-

Grafik 1: Total Perdagangan Negara-Negara ASEAN Tahun 2012 dan 2013


Sumber: Sekretariat ASEAN (diolah)

2. Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

Produk domestik bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu
negara pada periode tertentu. GDP merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan
nasional. Indonesia memiliki Gross Domestic Product (GDP) terbesar di kawasan Asia Tenggara
dan cukup jauh meninggalkan negara-negara lainnya. Peringkat berikutnya adalah Thailand,
Malaysia, Singapura dan Filipina (lihat tabel 1). Keberhasilan Indonesia sebagai negara dengan
GDP tertinggi diantara anggota ASEAN sangat wajar mengingat luas wilayah, jumlah penduduk
dan potensi ekonomi yang dimilikinya sangat besar. Namun, perolehan GDP bukan jaminan
kesejahteraan masyarakat karena masih ada faktor-faktor lain yang perlu diperhitungkan.

4
Country 2009 % 2010 % 2011 % 2012 % 2013 %

Brunei
Darussalam 10.815,4 0,70% 12.401,9 0,65% 16.691,4 0,76% 16.969,7 0,73% 16.117,5 0,67%
Cambodia
10.353,7 0,67% 11.229,3 0,59% 12.803,9 0,58% 14.010,9 0,60% 15.511,1 0,65%
Indonesia
545.854,5 35,49% 710.068,3 37,41% 846.522,6 38,40% 874.485,9 37,47% 860.849,5 35,94%
Lao PDR
5.594,9 0,36% 6.752,0 0,36% 8.060,6 0,37% 9.398,3 0,40% 10.283,2 0,43%
Malaysia
202.627,4 13,17% 243.429,0 12,82% 289.517,2 13,13% 305.389,7 13,09% 312.071,6 13,03%
Myanmar
31.831,6 2,07% 42.228,6 2,22% 51.518,2 2,34% 53.961,4 2,31% 54.661,2 2,28%

Philippines 168.643,9 10,96% 199.975,9 10,54% 224.107,8 10,17% 250.603,0 10,74% 269.024,0 11,23%

Singapore 192.408,4 12,51% 236.421,8 12,46% 274.038,0 12,43% 286.908,7 12,29% 297.941,3 12,44%

Thailand 264.040,9 17,17% 319.276,5 16,82% 345.825,5 15,69% 366.126,6 15,69% 387.573,8 16,18%

Viet Nam 106.018,3 6,89% 116.299,9 6,13% 135.541,1 6,15% 155.820,0 6,68% 171.219,3 7,15%

ASEAN 1.538.188,8 100,00% 1.898.083,3 100,00% 2.204.626,3 100,00% 2.333.674,3 100,00% 2.395.252,5 100,00%
Tabel 1: GDP Negara-negara Anggota ASEAN Tahun 2009-2013
Sumber: Sekretariat ASEAN (diolah)

3. Arus masuk investasi asing langsung (FDI Inflow)

Investasi adalah stimulus pertumbuhan ekonomi suatu negara. Semakin besar jumlah
investasi yang masuk akan membuka peluang pertumbuhan ekonomi semakin tinggi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Foreign direct investment inflow (FDI inflow) atau arus
masuk investasi asing langsung di ASEAN cukup tinggi. Ini menunjukkan wilayah Asia
Tenggara sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dunia. Hanya saja penyebaran nilai arus
masuk investasi asing langsung tersebut tidak tersebar dengan baik diantara negara-negara di
kawasan ini. Singapura mendominasi dengan mendapatkan 50% dari investasi asing, Indonesia
15%, Thailand 11%, Malaysia 10% (lihat grafik 2).

5
2013 Total FDI net inflow
1% 1%

7% Brunei Darussalam
15% Cambodia
11% 0%
Indonesia
Lao PDR
10% Malaysia
Myanmar
2%
Philippines
3%
Singapore
50% Thailand
Viet Nam

Grafik 2: Total FDI net inflow negara-negara ASEAN 2013


Sumber: Sekretariat ASEAN (diolah)

4. Pendapatan per kapita (GDP per capita)

Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Cara
menghitungnya adalah dengan membagi pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah
penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai tolok ukur
kemakmuran dan tingkat keberhasilan pembangunan sebuah negara. Semakin besar pendapatan
per kapitanya, semakin makmur negara tersebut. Singapura dan Brunei Darussalam jauh berada
di atas negara-negara lain. Pendapatan rata-rata penduduk Singapura adalah 55.182 USD/tahun
sedangkan penduduk Brunei Darussalam mencapai 39.678 USD/tahun. Penduduk Indonesia
hanya mendapatkan pendapatan tahunan sebesar 3.459 USD. Indonesia masih kalah
dibandingkan dengan Thailand (5.678 USD) dan Malaysia (10.420 USD) (lihat grafik 3).

Perbedaan kesejahteraan yang sangat signifikan terjadi di kawasan ini. Ada negara-negara
yang tergolong sangat kaya, sementara di sisi lain ada negara yang masih berkembang dan
bahkan ada negara yang tergolong miskin. Seringkali ada yang beralasan Indonesia pendapatan
per kapitanya masih rendah akrena jumlah penduduknya yang sangat banyak. Jumlah penduduk
yang sedikit ataupun banyak bukan alasan untuk menjadi negara sejahtera atau masih
berkembang. Apabila negara bisa mengelola semua sumber daya yang ada termasuk manusianya,
kesejahteraan bukan tidak mungkin bisa didapatkan. Penduduk yang banyak dan produktif justru
bisa menjadi modal berharga untuk meningkatkan pendapatan nasional suatu negara.

6
Viet Nam

Thailand

Singapore

Philippines
2013
Myanmar 2012
2011
Malaysia
2010
Lao PDR 2009

Indonesia

Cambodia

Brunei Darussalam

- 10,000.0 20,000.0 30,000.0 40,000.0 50,000.0 60,000.0

Grafik 3: Pendapatan Per Kapita (GDP Per Capita) Negara- Negara ASEAN 2009-2013
Sumber: Sekretariat ASEAN (diolah)

b. Penentu Daya Saing (Competitiveness Determinants)


1. Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index)

Indeks persepsi korupsi (corruption perception index) disusun berdasarkan pendapat para
ahli di seluruh dunia. Indeks ini mengukur tingkat persepsi korupsi di sektor publik di seluruh
negara. Skala yang digunakan dari 0 (sangat korup) sampai 100 (sangat bersih). Hingga saat ini
belum ada satupun negara yang bisa mencapai angka sempurna. Bahkan dua pertiga negara di
seluruh dunia memiliki skor dibawah 50 (transparency international, 2015).

Korupsi di sektor publik akan mengakibatkan kerugian yang besar misalnya kurang
terjaminnya fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi rakyat. Selain itu, korupsi akan menghambat
jalannya pembangunan dan meruntuhkan kepercayaan terhadap pemerintah. Pada akhirnya iklim
usaha pun akan terpengaruh sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Singapura menempati posisi tertinggi dengan skor 84 dan menempati rangking 7 dunia,
disusul oleh Malaysia skor 52 dan rangking 50, Thailand dan Filipina skor 38 dengan rangking
85 serta Indonesia skor 34 dan rangking 107. Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa Singapura
tergolong sangat rendah tingkat korupsi di sektor publiknya, jauh di atas negara-negara lain.

7
Indonesia masih terpuruk di bawah. Hal ini menggambarkan bahwa Indonesia diidentikkan
dengan budaya korupsi yang sudah menjalar di sektor publik. Korupsi masih menjadi salah satu
hambatan bagi terciptanya iklim usaha yang kondusif.

Corruption Perception Index


score ranking

156 156
145
119
107
85 85
50
7
84

52
38 34 38
31
21 25 21

Singapore Thailand Malaysia Indonesia Philipines Vietnam Cambodia Laos Myanmar

Grafik 4: Indeks Persepsi Korupsi Negara-Negara ASEAN 2014


Sumber: Transparancy International (diolah)

2. Indeks Kebebasan Ekonomi (freedom of economy index)

Indeks kebebasan ekonomi mengambil pandangan yang luas dan komprehensif mengenai
kebebasan ekonomi dengan mengukur kinerja negara dalam 10 aspek yang terpisah. Beberapa
aspek kebebasan ekonomi yang dievaluasi misalnya tingkat keterbukaan ekonomi untuk investasi
global atau perdagangan. Namun, sebagian besar fokus pada kebijakan dalam suatu negara,
menilai kebebasan individu untuk menggunakan tenaga kerja atau keuangan mereka tanpa ada
hambatan yang tidak semestinya dan campur tangan pemerintah (Heritage, 2015).

10 aspek yang diukur dari kebebasan ekonomi dapat dikelompokkan ke dalam empat
kategori besar:

1. Aturan hukum (hak milik, bebas dari korupsi);


2. Ukuran pemerintah (kebebasan fiskal, pengeluaran pemerintah);
3. Efisiensi regulasi (kebebasan bisnis, kebebasan tenaga kerja, kebebasan moneter); dan
4. Keterbukaan pasar (kebebasan perdagangan, kebebasan investasi, kebebasan finansial).

8
Singapura kembali menunjukkan dirinya sebagai salah satu negara yang memberikan
kemudahan dalam melakukan aktifitas ekonomi. Dengan skor tertinggi diantara negara ASEAN
89,4, Singapura menjadi rangking ke 2 dunia. Malaysia memperoleh skor 70,8 dengan rangking
31 sedangkan Indonesia masih tertinggal di belakang Thailand dan Filipina. Hal ini
memperlihatkan bahwa kebebasan ekonomi di Indonesia masih kurang baik. Aturan hukum yang
sering tumpang tindih, proses perizinan yang tidak lepas dari praktek korupsi, dan lain
sebagainya sering menjadi kendala aktifitas ekonomi di negara kita.

Freedom of Economy Index 2015


rank score

Myanmar 161
46.9
Laos 150
51.4
Cambodia 110
57.5
Vietnam 148
51.7
Philipines 76
62.2
Brunei 39
68.9
Indonesia 105
58.1
Malaysia 31
70.8
Thailand 75
62.4
Singapore 2
89.4

Grafik 5: Indeks Kebebasan Ekonomi Negara-Negara ASEAN 2015


Sumber: The Heritage Foundation (diolah)

3. Kemudahan dalam berbisnis (Ease of doing business)

Data dalam The Doing Business dari World Bank menggambarkan peran penting
kebijakan pemerintah dalam aktifitas keseharian perusahaan kecil dan menengah. Tujuan dari
laporan ini adalah untuk mendorong agar peraturan dibuat lebih efisien, dapat diakses oleh yang
berkepentingan dan mudah diimplementasikan. Dengan demikian diharapakan para pengusaha
akan bisa menjalankan usahanya dengan berkompetisi secara adil serta bisa mengembangkan diri
dengan berinovasi (World Bank, 2015).

Indonesia hanya menempati rangking 114 di tingkat dunia dalam kemudahan berbisnis,
tertinggal jauh dari negara-negara di sekitarnya.Singapura berada di peringkat 1, Malaysia 18,

9
Thailand 26, Vietnam 78, Filipina 95 dan Brunei 101. Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja,
Laos dan Myanmar yang ekonominya masih belum berkembang.

Hal ini menggambarkan betapa tidak mudahnya untuk menjalankan bisnis di Indonesia.
Ada banyak hambatan dan rintangan yang harus dihadapi oleh seorang investor untuk memulai
usahanya. Sementara di negara-negara lain, investor yang masuk diberikan banyak kemudahan
agar mau menjalankan bisnis di negara mereka. Birokrasi yang mudah, murah dan cepat adalah
daya tarik bagi para pengusaha untuk membuka usaha di suatu negara. Sesuatu yang masih sulit
untuk ditemukan di negeri ini.

Ease of Doing Business 2015


177

148
135
114
101 95
78

26
18
1

Grafik 6: Kemudahan Berbisnis di Negara-Negara ASEAN


Sumber: World Bank (diolah)

Salah satu alasan mengapa Indonesia dianggap sebagai negara yang sulit untuk memulai
bisnis bisa terlihat dalam tabel di bawah ini. Investor yang akan memulai bisnis di Indonesia
memerlukan 10 prosedur dan 52,5 hari kerja. Coba bandingkan dengan Singapura yang hanya
membutuhkan 3 tahapan dan 2,5 hari kerja saja. Begitu juga dengan pengusaha yang akan
melakukan kegiatan ekspor dan impor. Untuk ekspor, mereka memerlukan 4 dokumen dengan
proses selama 17 hari dan biaya mencapai 572 USD. Sementara untuk impor, diperlukan 4
dokumen selama 26 hari kerja dengan biaya 647 USD per kontainer. Apabila dibandingkan
dengan Malaysia, kita kalah efisien. Untuk ekspor, Malaysia perlu 4 dokumen dengan 11 hari
kerja dan biaya 525 USD. Begitu dengan impor, mereka hanya membutuhkan 8 hari kerja dengan
biaya 560 USD per kontainer.

10
Trading across borders
starting a business
export import
country cost
times (US$/ times cost (US$/
procedures Days documents (days) container) documents (days) container)
Singapore 3 2,5 3 6 46 3 4 440
Thailand 4 27,5 5 14 595 5 13 760
Malaysia 3 5,5 4 11 525 4 8 560
Indonesia 10 52,5 4 17 572 8 26 647
Brunei 15 101 5 19 705 5 15 770
Philipines 16 34 6 15 755 7 15 915
Vietnam 10 34 5 21 610 8 21 600
Cambodia 11 101 8 22 795 9 24 930
Laos 6 92 10 23 1950 10 26 1910
Myanmar 11 72 8 20 620 8 22 610

Tabel 2: Memulai Bisnis dan Perdagangan Lintas Batas


Sumber: World Bank (diolah)

4. Indeks Daya Saing Global (Global competitiveness index)

Banyak faktor penentu pendorong produktivitas dan daya saing. Para ekonom telah
memahami faktor di balik proses ini selama ratusan tahun. Perbedaan dalam menentukan faktor
penentu ini telah diadopsi dalam Global Competitiveness Index dengan memasukkan rata-rata
tertimbang dari berbagai komponen yang berbeda, masing-masing mengukur aspek yang berbeda
dari daya saing (World Economic Forum, 2014).

Grafik indeks daya saing global di bawah ini menunjukkan Indonesia berada di posisi ke 4
diantara negara anggota ASEAN dan urutan ke 34 di dunia. Singapura berada jauh di depan,
bahkan menjadi peringkat 2 di dunia. Malaysia berada diurutan berikutnya dengan rangking ke
20 sedangkan Thailand berada di urutan ke 31.

11
Global Competitiveness Index 2014
rank score

134

95 93
68
31 52
34
25.65 4.66 20
5.16 4.57
4.4 4.23 3.89 3.91
3.24

Grafik 7: Indeks Daya Saing Global Negara-Negara ASEAN 2014


Sumber: World Economic Forum (diolah)

Mengapa Indonesia kalah bersaing? Kita bisa melihat dari kategori persyaratan dasar
(basic requirement) yang menjadi salah satu aspek dari penilaian GCI, Indonesia skornya selalu
tertinggal dibandingkan dengan kompetitor terdekatnya yaitu Thailand dan Malaysia.
Infrastruktur, kesehatan dan pendidikan dasar kita di bawah mereka. Hanya di aspek institusi kita
bisa lebih baik dari Thailand dan lingkungan makro ekonomi Indonesia lebih tinggi skornya dari
Malaysia.

basic requirement
country macroeconomic health and primary
Institution Infrastructure
environment Education
Singapore 5.98 6.54 6.13 6.73
Thailand 3.66 4.58 6.01 5.80
Malaysia 5.11 5.46 5.26 6.28
Indonesia 4.11 4.37 5.48 5.6
Philipines 3.86 3.49 5.76 5.41
Vietnam 3.51 3.74 4.66 5.86
Cambodia 3.25 3.05 4.60 5.44
Laos 3.92 3.38 3.78 5.44
Myanmar 2.80 2.05 4.00 4.59
Tabel 3: Persyaratan Dasar Indeks Daya Saing Global
Sumber: World Economic Forum (diolah)

12
Begitu juga jika dilihat dari 2 kategori yang lain yaitu pendorong efisiensi (efficiency
enhancer) dan faktor inovasi dan kecanggihan. Kita perlu mengakui masih banyak yang perlu
diperbaiki. Pasar barang dan tenaga kerja belum efisien, penggunaan teknologi masih setengah
hati, pendidikan tinggi dan pelatihan sumber daya manusia masih perlu pembenahan adalah
contoh beberapa hal yang masih harus ditingkatkan lagi.

Kesimpulan dan Saran

Kinerja daya saing Indonesia memiliki keunggulan dari besarnya pendapatan nasional
yang tercermin dari pendapatan domestik bruto. Hal ini ditunjang oleh luasnya wilayah dan
banyaknya jumlah penduduk di Indonesia. Namun demikian, dari indikator yang lainnya kita
masih tertinggal. Total perdagangan, arus investasi asing dan pendapatan per kapita Indonesia
tidak sebanding dengan potensi yang dimiliki. Kita belum bisa mengoptimalkan segala potensi
yang ada untuk menjadikan rakyat sejahtera.

Ketertinggalan Indonesia dibandingkan dengan anggota ASEAN lainnya karena faktor


penentu daya saingnya memiliki skor rendah. Korupsi di negeri ini tergolong akut sehingga skor
indeks persepsi korupsinya masih tergolong kecil. Kebebasan ekonomi juga masih terkendala
aturan hukum dan kebijakan pemerintah sedangkan kemudahan melakukan bisnis mendapat
rintangan birokrasi yang tidak efisien. Pada akhirnya indeks daya saing global kita masih berada
di bawah negara-negara tetangga.

Pemerintah dengan dukungan semua pemangku kepentingan harus segera membenahi diri
dengan melakukan pemberantasan korupsi di semua sektor. Reformasi birokrasi dengan tujuan
untuk meningkatkan pelayanan publik juga harus dilakukan di instansi pemerintah. Penerapan
teknologi informasi untuk memudahkan dan mempercepat pelayanan di sektor publik. Tanpa ada
langkah yang terencana, Indonesia akan terus tertinggal dan kalah dalam persaingan.

Daftar Pustaka

Bakhri, B. S. (2015). Kesiapan Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Dari
Perspektif Daya Saing Nasional. Jurnal Economica, I(1), 21–28.

Bangun, W. (2014). Human Development Index : Enhancing Indonesian Competitiveness in


ASEAN Economic Community ( AEC ). International Journal of the Computer, the Internet
and Management, 22(1), 42–47.

Porter, M. E. (1990). The Competitive Advantage of Nations. Harvard Business Review, 68, 73–
93.

13
Selected basic ASEAN indicators. (2014). Statistics, (December). Retrieved from
http://www.asean.org/images/2015/January/selected_key_indicators/table1_as of December
2014_R.pdf

Transparancy International (2014). Corruption Perceptions Index 2014. Available at


https://www.transparency.org/cpi2014/results

The Heritage Foundation (2015). 2015 Index of Economic Freedom. Available at


www.heritage.org/index/

Vukovic, D., Jovanovic, A., & Djukic, M. (2012). Defining competitiveness through the theories
of new economic geography and regional economy. Journal of the Geographical Institute
Jovan Cvijic, SASA, 62(3), 49–64.

Wahyuni, S., & Ng, K. K. (2012). Historical outlook of Indonesian competitiveness: past and
current performance. Competitiveness Review: An International Business Journal
Incorporating Journal of Global Competitiveness, 22, 207–234.

World Bank (2015). Doing Business 2015. Available at ww.doingbusiness.org/rankings

World Economic Forum (2014). The global competitiveness report 2014-2015. Available at
http://www.weforum.org/pdf/Global_Competitiveness_Reports/Reports/factsheet_gcr03.pdf

14

View publication stats

Vous aimerez peut-être aussi