Vous êtes sur la page 1sur 35

TELUK JAKARTA: REKLAMASI ATAU RESTORASI?

Alan. F. Koropitan1,2
1. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
alan@apps.ipb.ac.id
2. Akademi Ilmuan Muda Indonesia (ALMI)
Perkembangan Jakarta
Konversi vegetasi menjadi daerah perkotaan sebesar 80% dalam kurun 1976-2004

1976 1989 2004

Sumber: NASA/GSFC/METI/ERSDAC/JAROS, and U.S./Japan ASTER Science Team


Luas Tutupan Karang

Lokasi 1969–70 1985 1995


Pari Island 80% 22% 15%
Air Island 70% 25% 30%

Sumber: (UNESCO, 2006)

Pengurangan luas tutupan karang


Kepulauan Seribu pada periode
1999 – 2004 : 3.25%
(Koropitan, dkk., 2010)
Sebaran sedimen tersuspensi (Landsat TM 2005) di sekitar Teluk Jakarta (ppm)

Dampak sedimentasi
terhadap terumbu
karang (mengganggu
pertumbuhan karang)

Sedimentasi meningkat sejak era 1970-an dan 1980-an akibat pengerukan


pelabuhan, eksplorasi pasir serta konversi mangrove untuk reklamasi lahan (area
pemukiman) dan tambak (UNESCO, 2006)
Sedimentasi dan pencemaran logam berat di sedimen dasar

Laju sedimentasi:
< 1960: 0.17 cm/thn
> 1960: 0.58 cm/thn

Sumber: Lubis et al. (2006)

Laju sedimentasi:
< 1960: 0.21 cm/thn
> 1960: 0.85 cm/thn
Mean Current Speed

• Western and central sectors: optimisation of the reclamation configuration to


improve circulation to maintain existing mean current conditions is
recommended
• Small increase in mean current speed around the northeastern corner of the PT.
Dwi Marunda Makmur development: recommended to be streamlined in order
to mitigate the negative morphological consequences due to slight current
amplification
• Small increase in mean current speed offshore the Tangerang International City
development: recommended to be streamlined in order to mitigate the
negative morphological consequences due to slight current amplification

Sumber: Tom Foster, DHI (2011)


Maximum Current Speed

• Eastern and central sectors changes in maximum current speed are negligible
(typically <5cm/s)
• No increase in maximum current speed in the anchorage area off Tanjung Priok
Port
• Western sector: increase by up to 15cm/s in the channel separating Tangerang
International City from the existing shoreline may lead to erosion of any existing
soft bottom in this area (recommended to be streamlined in order to mitigate
the negative morphological consequences due to slight current amplification)
• Overall the predicted changes in maximum current speed are not expected to
influence small vessel (e.g. fishing vessels) navigation in the area

Sumber: Tom Foster, DHI (2011)


Flushing Impact

• Flushing as indication for water quality in the context of present REA


• Present flushing regime already poor
– Centre of the bay retention times generally >7 days
– East and west side of the bay relatively well flushed with retention times in the order of 2 days
• Post development conditions deteriorate
– Central sector retention times in the order of 14 days,
– Eastern sector remains relatively well flushed
– Western sector retention time in the order of 4 days, with some > 7 days
• Optimisation required for the eastern island of the PT. Tangerang International City, PT. Kapuk Niaga Indah,
PT. Jakarta Propertindo and PT. Muara Wisesa Samudera developments
• Flushing study suggest likely moderate impacts on
– re-circulation at the existing power plants
– hygienic water quality (decline)

Sumber: Tom Foster, DHI (2011)


TSI 1970’s 1972-10-01 1973-08-21 1976-06-21 1978-08-23

TSI 1980’s 1981-10-26 1982-08-28 1982-10-03 1989-05-03

TSI 1990’s 1990-07-09 1993-12-04 1997-06-26 1999-08-27

TSI 2000’s 2001-06-29 2002-10-22 2003-03-31 2007-08-17

OLIGOTROPHIC MESOTROPHIC EUTROPHIC HYPERTROPHIC


9
(Wouthuyzen, P2O-LIPI, 2014)
❑ 4-7 May
2004, along
the Ancol
Beach,
Jakarta Bay.
❑ Kompas
Newsletter, 9
May 2004:
Massive fish
death
because of
pollution.

10
Eutrophication in Jakarta Bay & Its Social-Economy
impacts
Sinar Harapan Newslett., 13 May 2004 :
Warning: do not consuming fish from Jakarta bay

11
Fish Death, in 5 April 2007

Highest Difference
Lowest tides tide s
Date (m) (m) (m)
4/1/200
7 0.7 1.0 0.3
4/2/200
7 0.8 1.1 0.3
4/3/200
7 0.8 1.1 P2O-LIPI,
(Wouthuyzen, 0.32014)
4/4/200
7 0.7 1.2 0.5
4/5/200
7 0.6 1.3 0.7

12
Annual sedimentation after reclamation

Tidak ada perbedaan signifikan antara With and no channel dredging (DHI, 2011)
Reklamasi pulau mengakibatkan sirkulasi arus di tengah
teluk melemah dan menurunkan waktu retensi teluk
dalam mencuci bahan pecemar yang masuk dari daratan.

Dampak: sedimentasi, eutrofikasi dan penumpukan logam


berat
Dasar Pembangunan National Capital Integrated Coastal
Development (NCICD)

Berdasarkan hasil pembahasan terbaru BAPPENAS, tgl 1-2 September 2012 dalam konsultasi
ahli di Pluit, secara ringkas pembangunan NCICD dibagi menjadi 3 fase, yaitu:

• Fase A: meliputi perlindungan banjir (penguatan dinding atau dike di pesisir dan sungai
serta pompa), perbaikan drainase perkotaan dan upaya memperlambat penurunan muka
tanah (land subsidence).

• Fase B: pembangunan dinding besar (Great Sea Wall atau GSW) di lepas pantai (proyek
Garuda), danau resapan air di sebelah dalam GSW.

• Fase C: pembangunan danau resapan air di sebelah timur Teluk Jakarta dan terhubung
dengan proyek garuda.
Tidal Current Simulation Before JGSW Built
Tidal Current Simulation After JGSW Built
Tidal Current Simulation After JGSW Built

Small islands
is potential
eroded &
dissapear

Accumulation of Waste,
Sediment,
& freshwater trapped in basin
Konsentrasi Total Nitrogen rata-rata tahunan untuk kondisi sebelum ada reklamasi (a), setelah
reklamasi 17 pulau (b), setelah proyek garuda dengan danau resapan air di badan teluk (c) dan
pembangunan danau resapan air di timur (d). van der Wulp et al. (2016)
Penambahan GSW akan memperparah pencemaran
sedimentasi, eutrofikasi dan penumpukan logam berat di
dalam “waduk”.
SEA LEVEL RISE & LAND SUBSIDENCE
Facts on Sea Level Rise
• Sea Level Rise on the
western part of Java Sea
from 1992-2014: 7.3
mm/year

Ikhsani & Windupranata (2014)


Rata-rata tahunan paras muka laut global

Pengaruh ekspansi panas terhadap


paras laut dan konversi volume es yang
mencairr

Merah: data rekonstruksi (Church and White, 2006)


Biru: data tide gauge di pantai
IPCC (2007)
Hitam: Satelit altimetry
Facts on Land Subsidence
• spatial and temporal
variations with the rates
of about 1–15 cm/year
• a few locations can have
the subsidence rates up
to about 20–28 cm/year
Abidin et.al. (2011)
Facts on Land Subsidence

• Two obvious subsidence


bowls with a maximum
subsidence rate of 26
cm/year were identified
in northern Jakarta

Ng et.al. (2012)
Facts on Land Subsidence
Generating Factors:
• groundwater extraction
• load of constructions
(i.e., settlement of high
compressibility soil)
• natural consolidation of
alluvial soil
• tectonic subsidence

Sumber: Pranowo, dkk


Kenaikan muka laut global sangat rendah dibanding “land
subsidence”

Persoalan “land subsidence” harus diatasi, tapi bukan reklamasi.

Reklamasi ibaratnya menyumbat (pengerasan tanah di muara)


debit air dari hulu dan berpotensi banjir.
Analisis Lanjutan Reklamasi 17 Pulau dan NCICD

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah dengan membangun reklamasi 17 pulau dan


NCICD persoalan pencemaran, banjir dan penurunan muka tanah dapat dihindari?

1. Pembangunan reklamasi 17 pulau justru menambah parah pencemaran teluk,


demikian juga laju sedimentasi di sekitar muara akan bertambah sehingga air limpasan
dari debit air sungai dapat menyebabkan banjir karena ada penyumbatan di muara.

Penelitan terbaru van der Wulp et al. (2016) yang dipublikasikan pada Marine Pollution
Bulletin memperlihatkan pembangunan GSW justru menjadi “comberan” besar jika tidak
ada infrastruktur pengolahan air limbah perkotaan.
2. Alasan KEMENPUPERA bahwa penyebab penurunan muka tanah di Jakarta disebabkan
oleh pengambilan air tanah, struktur geologi dan beban kawasan terbangun masih sangat
lemah. Hal ini tidak didukung oleh data ilmiah yang sahih (karena titik sampel yang sangat
terbatas) serta tidak ada publikasi ilmiah yang mendukung (di jurnal yang bereputasi
internasional).

Pengalaman beberapa kota seperti Bangkok, Houston, Mexico City, Osaka, San Jose,
Shanghai, Tokyo, and Venice, menyebutkan bahwa penyebab utama penurunan muka tanah
di wilayah mereka adalah akibat pengambilan air tanah saja sedangkan pengaruh lainnya
bersifat minor. Hal ini dipublikasikan oleh Holzer and Johnson (1985) di GeoJournal. Langkah
yang diambil oleh kota-kota tersebut adalah mengontrol dengan ketat pengambilan air
tanah serta membangun dike atau sea wall, perbaikan sistem pompa, dll. Untuk kasus Tokyo,
data menunjukkan bahwa setelah dihentikan pengambilan air tanah, maka penurunan muka
tanah mereka berhenti.
Rekomendasi
1. Reklamasi tidak layak dilanjutkan karena tidak menguntungkan secara lingkungan yaitu
tidak menjawab persoalan banjir serta mengganggu mata pencaharian nelayan. Secara
ekonomi juga diragukan, karena hanya menguntungkan kelompok tertentu.

2. Teluk Jakarta membutuhkan restorasi setelah pembangunan yang intens sejak 1970-an
sampai sekarang (sesuai mandat UU 27 Tahun 2007). Setelah restorasi, maka besar
kemungkinan akan muncul ekonomi baru yang tidak kalah dengan ekonomi “reklamasi”,
seperti penangkapan ikan, budidaya, wisata, nilai ekosistem, nilai sejarah, dll. Contoh hal
ini dapat dilihat pada kasus Teluk Chesapeake dan daerah perkotaan Baltimore,
Maryland, AS. Nilai ekonomi pasca restorasi lebih terjamin keberlanjutannya..

3. Persoalan penurunan muka tanah hendaknya diteliti dengan detail akar penyebabnya.
Sebaran penurunan muka tanah di DKI Jakarta tidak merata, hanya dua wilayah yang
ekstrim sebagaimana di Gambar 4, yang mencapai 26 cm/tahun, sementara lokasi
lainnya berkisar 3 cm/tahun. Jika memang penyebab utama adalah pengambilan air
tanah, maka solusinya fokus pada regulasi air tanah tersebut serta penguatan dike atau
seawall khusus di lokasi-lokasi yang ekstrim tersebut.
4. Pembangunan NCICD dapat dilanjutkan, khususnya fase A karena sejalan dengan
upaya restorasi sungai dan laut serta fokus pada perlambatan penurunan muka tanah.
Namun, fase B dan C tidak diperlukan lagi karena jika fase A dijalankan dengan baik,
maka persoalan utama sudah terjawab. Untuk mencukupi kebutuhan air bersih, dapat
diperoleh dari sungai-sungai yang sudah “bersih”.
Lampiran
Implikasi (Jika dilakukan) Reklamasi Teluk Jakarta

Reklamasi yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia


merupakan ancaman keanekaragaman hayati laut di
seluruh perairan Indonesia, ancaman kedaulatan pangan
masa depan.

Reklamasi Teluk Jakarta akan menjadi contoh yang buruk


buat daerah lain untuk meniru hal yang sama.

Vous aimerez peut-être aussi