Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
SKRIPSI
RENNY PERMATASARI
F24070012
ABSTRACT
Indonesia is the largest CPO producer in the world. Production of CPO in Indonesia
increases in each year. Increasing of CPO production must be balanced with the development of its
transportation systems. One of the efficient transportation system of CPO is pipeline transportation.
On this pipeline transportation, density and rheology is a crucial parameter for pipeline design
calculation and simulation of its momentum transfer process and system. The aim of this research was
to get data of the density and rheological properties of CPO on different temperature. The samples
used in this research were obtained from four different factories of palm oil in Indonesia. The density
was measured by AOCS 1997 method and the rheological properties of CPO was measured by Haake
Rotoviscometer RV20 (Karlsruhe, Germany).The results showed that the temperature influenced on
density and rheological properties of CPO. Density decreased with increasing of temperature. The
flow behavior index (n) increased with increasing temperature but the consistency index (K) and
apparent viscosity of CPO decreased with increasing of temperature. Generally, CPO exhibited a
pseudoplastic behavior at temperature of 25-40oC and a Newtonian behavior at temperature of 45-
55oC.
RINGKASAN
Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Luas areal perkebunan
kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 7.3 juta hektar dengan total produksi minyak
sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) sekitar 20.5 juta ton. Pada tahun 2011, diperkirakan Indonesia
akan mampu memproduksi CPO sebesar 22 juta ton dengan luas areal perkebunan kelapa sawit
sebesar 8.127 juta hektar. Peningkatan produksi CPO ini akan meningkatkan kebutuhan terhadap
layanan transportasi yang efektif dan efisien mengingat kondisi transportasi mempengaruhi kualitas
CPO.
Pada umumnya minyak kelapa sawit diangkut menggunakan truk tangki dari pabrik kelapa
sawit (PKS) menuju pelabuhan. Pengangkutan dengan menggunakan truk tangki ini sangat bergantung
pada kondisi dari prasarana jalan. Perencanaan transportasi alternatif dapat dilakukan antara lain
dengan pemanfaatan transportasi moda pipa.
Dalam transportasi moda pipa, CPO akan mengalami penurunan suhu selama pengaliran
akibat interaksi dengan suhu lingkungan. Penurunan suhu CPO akan memicu terbentuknya kristal
lemak pada CPO. Pembentukan kristal selama pengaliran pada pipa merupakan masalah yang
kompleks. Kristalisasi minyak kasar akan berdampak pada sifat reologi dan sifat termofisiknya. Oleh
karena itu, pemahaman sifat reologi CPO terhadap perubahan suhu merupakan hal yang penting dalam
pengembangan tranportasi CPO moda pipa. Selain itu pengetahuan sifat reologi CPO juga berguna
untuk mendesain pipa yang akan digunakan.
Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu persiapan sampel dan analisis mutu CPO,
pengukuran densitas, dan pengukuran sifat reologi CPO. Sampel yang digunakan pada penelitian ini
berasal dari empat PKS yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melihat karakteristik sifat reologi
berbagai sampel CPO yang berasal dari PKS yang berbeda. Analisis mutu CPO dilakukan berdasarkan
atribut mutu yang ditetapkan dalam standar spesifikasi CPO menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) 01-2901-2006 yang mencakup kadar air dan kotoran, kadar asam lemak bebas, dan bilangan
iod. Analisis mutu dilakukan untuk melihat karakteristik masing-masing sampel CPO dan
pengaruhnya terhadap densitas dan reologi CPO. Pengukuran densitas dan sifat reologi CPO diukur
pada suhu 25-55 oC dengan interval suhu pengukuran 5 oC sesuai dengan aturan CODEX tahun 2005
mengenai rekomendasi internasional penyimpanan dan transportasi minyak dan lemak. Densitas CPO
dianalisis dengan menggunakan metode AOCS Cc 10a-25 tahun 1997. Sifat reologi CPO diukur
dengan menggunakan Haake Rotoviscometer RV 20 dengan shear rate 50-400 s-1.
Berdasarkan hasil analisis mutu, keempat sampel CPO memiliki kadar air dan kotoran 0.33-
0.69%, asam lemak bebas 3.84-5.80%, dan bilangan iod 50-54 g iod/100 g. Berdasarkan hasil
penelitian keempat sampel CPO mengalami penurunan densitas terhadap peningkatan suhu. Pada suhu
25 oC densitas keempat sampel CPO berkisar antara 0.90-0.91 g/mL sedangkan pada suhu 55 oC
densitasnya menurun mencapai 0.88-0.89 g/mL. Berdasarkan uji statistik korelasi dengan Pearson,
perbedaan densitas masing-masing sampel CPO pada suhu 25 oC dipengaruhi oleh kadar air dan
kotoran keempat sampel CPO tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa keempat sampel CPO mempunyai sifat fluida non-
Newtonian pseudoplastik dengan nilai indeks tingkah laku alir (n) 0.54-0.99 dan indeks konsistensi
(K) 2.48-0.02. Pengaruh suhu terhadap sifat reologi juga dapat dilihat dari energi aktivasinya. Energi
aktivasi menunjukkan sensitivitas sampel terhadap perubahan suhu. Semakin tinggi energi aktivasi
maka semakin sensitif sampel tersebut terhadap perubahan suhu. Berdasarkan hasil penelitian CPO
mempunyai energi aktivasi 47.98-70.32 kJ.mol -1. Perbedaan energi aktivasi pada keempat CPO
dipengaruhi oleh bilangan iod dari masing-masing sampel CPO. Berdasarkan uji korelasi dengan
Pearson, terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara energi aktivasi dan bilangan iod. Korelasi
antara energi aktivasi dan bilangan iod ini memiliki nilai Pearson correlation sebesar 0.94 dengan
persamaan regresi y = 387 – 6.24x di mana y adalah energi aktivasi dan x adalah bilangan iod.
KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI
MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
RENNY PERMATASARI
F24070012
Menyetujui
Mengetahui,
Plt. Ketua Departemen
Renny Permatasari
F24070012
© Hak cipta milik Renny Permatasari, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian
atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun
berdasarkan hasil penelitian untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah
Kajian Pengaruh Suhu terhadap Densitas dan Sifat Reologi Minyak Sawit Kasar (Crude Palm Oil).
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini, yaitu:
1. Keluarga tercinta: Mamah dan Papa, Uni, dan Arian Dwi Putra, terima kasih atas cinta, doa,
pengorbanan, perhatian, kasih sayang, motivasi dan dukungan yang selalu diberikan selama
penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Nur Wulandari, STP, M.Si selaku dosen pembimbing
akademik, terima kasih atas bimbingan dan saran selama penyusunan skripsi ini.
3. Ir. Faleh Setia Budi, MT selaku dosen penguji. Terima kasih atas kesediaan waktu serta saran
yang telah diberikan.
4. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini melalui Program
Hibah Doktor atas nama Nur Wulandari, STP, M.Si dengan nomor kontrak
23/I.3.24.4/SPK/PDD/2011.
5. Teman-teman tim penelitian, Hanna Mery Aulia, Desir Detak Insani, dan Ricky Alberto
Sinaga, terima kasih atas kerjasama dan dukungan-dukungannya selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat seperjuangan, Suriah Anggraeni, Alia Mustika, Dhina Novitri, Annisa S
Larasati, Lia Septiani, Meilly Kusumadewi, Irwan Permadi, Chyntia DNS, Puji
Setiyoningrum, Yolanda Silvia, Sarah Tsaqqofa, Fauzia Triastiti, Anis Maruf, Salysa, Nadia,
Arlena, Antonius Kurnia, Fitri Syawaliah, Lukman Saifatah dan Ashari Widiashmoro,
terimakasih atas kebersamaan, dukungan dan saran yang selalu diberikan kepada penulis
selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
7. Keluarga besar ITP 44 khususnya almh. Rina Ristyawati yang selalu kompak. Terima kasih
atas dukungan, bantuan dan kerjasamanya selama masa perkuliahan di ITP.
8. Seluruh teknisi laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Pak Sukarna, Pak Jun, Pak Wahid,
Pak Taufik, dan Pak Rozak. Terima kasih atas bantuan selama penulis menyelesaikan
penelitian.
9. Seluruh karyawan UPT ITP yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis
selama kuliah di ITP.
10. Seluruh keluarga besar Pondok Nuansa Sakinah.
11. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih.
Renny Permatasari
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. viii
I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A LATAR BELAKANG ................................................................. 1
B. TUJUAN PENELITIAN.............................................................. 2
C. MANFAAT PENELITIAN.......................................................... 2
II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
A. MNYAK SAWIT ....................................................................... 3
B. SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SAWIT KASAR .................. 4
C. REOLOGI DAN KARAKTERISTIK FLUIDA .......................... 7
D. SIFAT REOLOGI MINYAK ...................................................... 10
III METODOLOGI ..................................................................................... 13
A. BAHAN DAN ALAT .................................................................. 13
B. METODE PENELITIAN ............................................................. 13
1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar ...................................... 13
2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar ........................... 13
3. Pengukuran Sifat Reologi Minyak Sawit Kasar .................... 13
4. Analisis Statistik ................................................................. 14
C. METODE ANALISIS ................................................................ 14
1. Kadar Air ........................................................................... 14
2. Kadar Kotoran ..................................................................... 15
3. Kadar Asam Lemak Bebas .................................................. 15
4. Bilangan Iod ....................................................................... 16
5. Densitas .............................................................................. 16
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 18
A. ANALISIS MUTU MINYAK SAWIT KASAR ......................... 19
B. PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS MINYAK
SAWIT KASAR ......................................................................... 20
C. SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR ........................... 22
D. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT REOLOGI
MINYAK SAWIT KASAR ........................................................ 25
1. Pengaruh Suhu Terhadap Parameter Model Fluida ............... 25
2. Pengaruh Suhu Terhadap Viskositas Minyak Sawit Kasar .... 27
E. APLIKASI PENGALIRAN CPO PADA PIPA BERDASARKAN
DENISTAS DAN SIFAT REOLOGI CPO .................................... 29
V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 31
A. SIMPULAN ................................................................................ 31
B. SARAN ....................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 32
LAMPIRAN ............................................................................................................. 35
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sifat fisiko kimia minyak sawit ........................................................... 5
Tabel 2. Sifat minyak sawit kasar dan minyak inti sawit .................................. 5
Tabel 3. Asam lemak pada minyak sawit dan titik cairnya ............................... 6
Tabel 4. Kandungan komponen minor CPO ..................................................... 6
Tabel 5. Karakteristik fisik minyak sawit ......................................................... 7
Tabel 6. Analisis mutu kadar air dan kotoran, ALB, dan bilangan Iod CPO ...... 18
Tabel 7. Persamaan regresi pengaruh suhu terhadap densitas ........................... 22
Tabel 8. Indeks tingkah laku alir (n) CPO ......................................................... 26
Tabel 9. Indeks konsistensi alir (K) CPO .......................................................... 27
Tabel 10.Persamaan Arrhenius dan energi aktivasi CPO A, CPO B, CPO C,
dan CPO D pada shear rate 100 s-1 .................................................... 29
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Penampang melintang varietas minyak sawit ......................................... 3
Gambar 2. Hubungan laju geser dan gaya geser dan viskositas pada fluida
Newtonian .............................................................................................. 8
Gambar 3. Sifat aliran fluida non Newtonian, dilatan, viskoplastik dengan limit alir 9
Gambar 4 Kurva hubungan gaya geser dan laju geser pada beberapa jenis minyak
nabati pada suhu 25 oC. .......................................................................... 10
Gambar 5. Pengaruh suhu pada sifat aliran beberapa mnyak nabati .......................... 11
Gambar 6. Haake Rotoviscometer RV 20 untuk pengukuran sifat reologi CPO ........ 14
Gambar 7. Proses reaksi hidrolisis asam lemak yang menghasilkan asam lemak bebas 20
Gambar 8. Pengaruh suhu terhadap densitas CPO ..................................................... 21
Gambar 9. Rheogram dan hubungan shear rate dan viskositas CPO A .................... 23
Gambar 10. Rheogram dan hubungan shear rate dan viskositas CPO B .................... 23
Gambar 11. Rheogram dan hubungan shear rate dan viskositas CPO C ..................... 24
Gambar 12. Rheogram dan hubungan shear rate dan viskositas CPO D .................... 24
Gambar 13. Hubungan log shear rate dan shear stress CPO A pada suhu 25 oC
ulangan 1 ................................................................................................ 26
Gambar 14. Hubungan suhu terhadap iskositas terukur CPO ..................................... 28
36
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data analisis mutu CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D .................... 36
Lampiran 2. Data hasil uji ANOVA mutu CPOA. CPO B, CPO C, dan CPO D . .... 38
Lampiran 3. Data hasil pengukuran densitas CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D . 40
Lampiran 4. Data hasil uji korelasi dengan Pearson densitas dan mutu CPO .......... 41
Lampiran 5. Data hasil uji korelasi dengn Pearson suhu terhadap densitas ............ 42
Lampiran 6. Data hasil uji regresi densitas terhadap suhu ...................................... 44
Lampiran 7. Data hasil uji ANOVA indeks tingkah laku alir (n) CPO A, CPO B,
CPO C, dan CPO D ............................................................................. 46
Lampiran 8. Data hasil uji ANOVA indeks konsistensi alir (K) CPO A, CPO B,
CPO C, dan CPO D ............................................................................ 49
Lampiran 9. Data hasil uji ANOVA viskositas CPO A, CPO B, CPO C,
dan CPO D ......................................................................................... 52
Lampiran 10. Data hasil uji korelasi dengan Pearson viskositas dan mutu CPO ...... 56
Lampiran 11. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO A ........................................ 57
Lampiran 12. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO B ........................................ 64
Lampiran 13. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO C ........................................ 71
Lampiran 14. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO D ........................................ 78
Lampiran 15. Grafik pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPOA, CPOB, CPOC,
dan CPO D dengan menggunakan persamaan Arrhenius
pada shear rate 100 s-1 ........................................................................ 85
37
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati yang menjadi
komoditas perkebunan unggulan di Indonesia. Selama bertahun-tahun kelapa sawit memegang
peranan penting dalam perekonomian Indonesia dan menjadi andalan penghasil devisa non
migas. Indonesia, Malaysia, dan Nigeria merupakan tiga negara di dunia yang memproduksi
84% minyak sawit dunia. Indonesia sendiri menduduki urutan pertama penghasil minyak sawit
dunia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 7.3 juta
hektar dengan total produksi minyak sawit kasar (crude palm oil/CPO) sekitar 20.5 juta ton.
Pada tahun 2011, diperkirakan Indonesia mampu memproduksi CPO sebesar 22 juta ton dengan
luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 8.127 juta hektar (GAPKI 2011). Peningkatan
produksi CPO ini memerlukan layanan transportasi yang efektif dan efisien mengingat kondisi
transportasi akan memengaruhi kualitas CPO.
Pada umumnya minyak sawit diangkut menggunakan truk tangki dari pabrik kelapa
sawit (PKS) menuju pelabuhan. Pengangkutan dengan menggunakan truk tangki ini sangat
bergantung pada kondisi dari sarana dan prasarana jalan. Perencanaan transportasi alternatif
dapat dilakukan antara lain dengan pemanfaatan moda transportasi pipa.
Dalam transportasi moda pipa, CPO biasanya dialirkan pada suhu 50-55 oC. CPO akan
mengalami penurunan suhu akibat adanya pelepasan panas selama pengaliran. Penurunan suhu
CPO akan memicu terbentuknya kristal lemak pada CPO. Mehrotra dan Bidmus (2004)
menyatakan bahwa pembentukan kristal selama pengaliran pada pipa merupakan masalah yang
kompleks. Kristalisasi minyak kasar akan berdampak pada sifat reologi dan sifat termofisiknya
seperti densitas. Oleh karena itu, pemahaman mengenai pengaruh suhu terhadap densitas dan
sifat reologi CPO merupakan hal yang penting dalam pengembangan transportasi CPO moda
pipa. Selain itu pengetahuan tentang densitas dan sifat reologi CPO juga berguna untuk
mendesain pipa yang akan digunakan.
Reologi merupakan ilmu yang mempelajari deformasi dan sifat aliran suatu fluida.
Karakteristik reologi merupakan parameter rekayasa proses yang penting dalam desain peralatan
pengolahan seperti pada kasus pindah panas dan pengaliran dalam pipa (Wang & Briggs 2002).
Menurut Steffe (1996) pengembangan pipa tanpa menghitung sifat reologi memiliki nilai akurasi
yang rendah. Tinjauan terhadap beberapa hasil penelitian tentang sifat reologi minyak dan lemak
menunjukkan bahwa sifat reologi minyak dan lemak sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan
shear rate yang diterapkan.
Penelitian yang terkait dengan sifat reologi minyak sawit telah dilakukan oleh beberapa
peneliti antara lain Graef et al. (2008) dan Tarabukina et al. (2009) yang mempelajari
karakteristik reologi pada sampel minyak sawit yang telah mengalami pemurnian. Hasil
penelitian tersebut menjelaskan bahwa proses pemurnian minyak sawit sangat berpengaruh pada
sifat reologinya. Selain itu Nik et al. (2003) juga melakukan kajian sifat reologi minyak sawit
dan palm mineral oil blend. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa sifat reologi minyak
sawit dan palm mineral oil blend sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu. Meskipun sudah
banyak literatur mengenai sifat reologi minyak sawit tetapi penelitian mengenai pengaruh suhu
terhadap sifat reologi CPO dari perkebunan Indonesia belum pernah dilakukan. Oleh karena itu
diperlukan penelitian mengenai pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO yang menjadi data
dasar proses pengaliran dalam moda pipa perlu dilakukan.
1
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi lengkap mengenai sifat
fisik CPO yang terkait dengan sistem pengaliran CPO yang meliputi densitas, viskositas, indeks
tingkah laku alir (n), dan indeks konsistensi (K) CPO dan mempelajari pengaruh suhu terhadap
parameter sifat fisik tersebut.
C. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bermanfaat untuk mendukung pengembangan sistem transportasi CPO
moda pipa.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINYAK SAWIT
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis JACQ) merupakan tanaman berkeping satu
yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani yaitu Elaion
yang berarti minyak, sedangkan nama spesies guineensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat
di mana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai
Guinea. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan
2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-33 oC (Basiron 2005).
Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan. Buah
yang dihasilkan disebut Tandan Buah Segar (TBS) atau Fresh Fruit Bunch (FFB). Produktivitas
tanaman kelapa sawit meningkat ketika berumur 3-14 tahun dan akan menurun kembali setelah
berumur 15-25 tahun. Setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS per tahun
dengan berat 3-40 kg per tandan tergantung umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat 1000-
3000 brondolan dengan berat satu brondolan berkisar 10-20 g (Pahan 2010).
Secara botani, buah kelapa sawit terdiri dari pericarp, mesocarp, kernel (inti sawit), dan
endocarp (tempurung). Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buahnya, kelapa sawit
terbagi menjadi empat varietas yaitu pisifera, dura, tenera, dan macrocarya. Pisifera memiliki
tebal tempurung kurang dari 2 mm, tenera memiliki ketebalan tempurung 2-3 mm, dura memiliki
tebal tempurung 3-5 mm, dan macrocarya memiliki tebal tempurung lebih dari 5 mm (Pahan
2010). Saat ini varietas dura merupakan varietas yang paling banyak digunakan dalam kegiatan
pemuliaan kelapa sawit. Penampang melintang dari berbagai varietas kelapa sawit dapat dilihat
pada Gambar 1.
(a) (b)
Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa sawit varietas dura, tenera, dan pisifera (a) dan
penampang melintang varietas macrocarya (b) (Pahan 2010).
Pengolahan kelapa sawit untuk menghasilkan CPO dimulai dari penanganan bahan baku
pada saat pemanenan hingga sampai ke pabrik. Menurut Pahan (2010) secara garis besar urutan-
urutan proses pengolahan CPO dimulai dari penerimaan bahan baku, pengukusan, pemipilan,
pengadukan, penempaan, dan pemurnian CPO.
Sebelum diolah dalam pabrik kelapa sawit (PKS), TBS yang berasal dari kebun pertama
kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di jembatan timbang (weight bridge)
dan ditampung sementara di penampungan buah (loading ramp). Penimbangan dilakukan dua
3
kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke pabrik yaitu saat masuk dan saat keluar. TBS
yang telah ditimbang selanjutnya dibongkar di loading ramp dan dimasukkan ke dalam lori.
Lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun pengukusan dengan cara ditarik
menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Dalam
proses pengukusan, TBS dipanaskan dengan uap pada suhu sekitar 135 °C dan tekanan 2.0-2.8
kg/cm2 selama 80-90 menit. Proses pengukusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak
tekanan agar diperoleh hasil yang optimal. Proses pengukusan sangat menentukan kualitas hasil
pengolahan kelapa sawit. Tujuan dari proses pengukusan TBS adalah menghentikan
perkembangan asam lemak bebas (ALB), memudahkan pemipilan, penyempurnaan dalam
pengolahan, serta penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit (Basiron 2005).
TBS yang telah dikukus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil
dengan bantuan hoisting crane atau transfer carriage. Proses pemipilan terjadi akibat tromol
berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting
TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Brondolan yang sudah terpipil
dari pemipilan diangkut ke bagian pengadukan atau pencacahan (digester). Proses digester
sebaiknya dilakukan pada suhu 95-100 oC selama 20 menit dengan menggunakan jaket uap atau
injeksi uap langsung (Basiron 2005). Tujuan utama proses ini yaitu untuk mempersiapkan
daging buah untuk penempaan sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging
buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya (Pahan 2010).
Brondolan yang selesai dicacah keluar melalui bagian bawah digester sudah menjadi
bubur. Hasil cacahan tersebut langsung masuk ke alat penempa yang berada persis di bagian
bawah digester. Selama proses penempaan berlangsung, air panas ditambahkan ke dalam screw
press. Hal ini bertujuan untuk pengenceran sehingga massa bubur buah yang ditempa tidak
terlalu rapat. Massa bubur buah yang terlalu rapat akan menghasilkan cairan dengan viskositas
tinggi yang akan menyulitkan proses pemisahan sehingga mempertinggi kehilangan minyak.
Minyak kasar dari hasil penempaan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen)
untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki penampungan
minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil tank dipanaskan
hingga mencapai suhu 95-100 oC. Menaikkan suhu minyak kasar berfungsi untuk memperbesar
perbedaan berat jenis (BJ) antara minyak, air, dan sludge sehingga membantu dalam proses
pengendapan. Selanjutnya, minyak dari proses crude oil tank dikirim ke tangki pengendap
(clarifier tank). Minyak kasar akan terpisah menjadi minyak dan sludge karena proses
pengendapan di clarifier tank. Minyak dari continous settling tank selanjutnya dikirim ke oil
tank, sedangkan sludge dikirim ke sludge tank.
4
minyak sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang
berbeda-beda (Ketaren, 1986).
Menurut Naibaho (1998) tanaman kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak nabati,
yaitu minyak sawit kasar dan minyak inti sawit. Minyak sawit kasar dan minyak inti sawit
mempunyai perbedaan karakteristik walaupun berasal dari tanaman yang sama. Minyak sawit
tersusun lebih banyak asam palmitat dan oleat sedangkan minyak inti sawit tersusun lebih
banyak asam lemak laurat (O’Brien 2009). Perbedaan karakteristik minyak sawit dan minyak
inti sawit tersaji pada Tabel 2. Minyak sawit kasar merupakan hasil ekstraksi daging buah
(mesokarp) dari tanaman Elaeis guineensis yang belum mengalami pemurnian. Minyak inti
sawit merupakan hasil pengepresan kernel (inti sawit) dari tanaman Elaeis guineensis.
Minyak sawit memiliki dua komponen asam lemak terbesar yaitu asam palmitat dan
asam oleat. Kandungan asam palmitat pada minyak sawit sebesar 39-45%, sedangkan asam oleat
sebesar 37-44% (Ketaren 2005). Kandungan asam lemak penyusun CPO dapat dilihat pada
Tabel 3. Kandungan asam palmitat yang tinggi membuat minyak sawit tahan terhadap oksidasi.
Kandungan asam lemak minyak sawit dan titik cairnya dapat dilihat pada Tabel 4.
5
Tabel 3. Komposisi TAG penyusun minyak sawit
Jenuh 1 ikatan ganda 2 ikatan ganda 3 ikatan ganda 4 ikatan ganda
[%b/b] [%b/b] [%b/b] [%b/b] [%b/b]
MPP 0.29 MOP 0.83 MLP 0.26 MLO 0.14 PLL 1.08
PMP 0.22 MPO 0.15 MOO 0.43 PLO 6.59 OLO 1.71
PPP 6.91 POP 20.02 PLP 6.36 POL 3.39 OOL 1.76
PPS 1.21 POS 3.5 PLS 1.11 SLO 0.60 OLL 0.56
PSP 0.12 PMO 0.22 PPL 1.17 SOL 0.30 LOL 0.14
PPO 7.16 SPL 0.10 OSL 0.11
PSO 0.68 POO 20.54 OOO 5.38
SOS 0.15 SOO 1.81 OPL 0.61
SPO 0.63 SPO 1.86
OSO 0.81
Lainnya 0.16 0.34 0.19 0.15 0.22
Total 9.15 33.68 34.01 34.01 5.47
Keterangan : P = Palmitat, M = Miristat, S = Stearat, O = Oleat
(Gee 2007)
Tabel 4. Asam lemak pada minyak sawit dan titik cairnya
Jenis asam lemak Komposisi (%) Titik cair (oC)
Asam kaprat (C10:0) 1-3 31.5
Asam laurat (C12:0) 0-1 44
Asam miristat (C14:0) 0.9-1.5 58
Asam palmitat (C16:0) 39.2-45.8 64
Asam stearat (C18:0) 3.7-5.1 70
Asam oleat (C18:1) 37.4-44.1 14
Asam linoleat (C18:2) 8.7-12.5 -11
Asam linolenat (C18:3) 0-0.6 -9
Ketaren (1986)
Selain kandungan asam lemak, terdapat komponen minor pada minyak sawit yang
memengaruhi kualitasnya. Kandungan komponen minor pada CPO dapat dilihat pada Tabel 5.
Kandungan komponen minor mempunyai peranan penting dalam kestabilan minyak walaupun
kandungannya hanya 1%. Karakteristik fisik CPO, seperti titik leleh, SFC, dan densitas juga
berperan penting dalam proses pengolahan CPO. Karakter fisik CPO dapat dilihat pada Tabel 6.
6
Tabel 6. Karakteristik fisik minyak sawit
Karakteristik Kisaran Rata-rata
(a)
1.4544-1.4550 1.4548(a)
Indeks refraktif (50 ºC)
1.455-1.456(b) 1.4550(b)
0.8896-0.8910(a) 0.8899(a)
Densitas ( ºC)
0.888-0.889(b) 0.8890(b)
32-40(a)
Slip Melting Point (ºC)
31.1-37.6(b) 34.2(b)
Solid Fat Content (SFC)
5 ºC 50.7-68(b) 60.5(b)
46.1-60.8(a) 53.7(a)
10 ºC (b)
40.0-55.2 49.6(b)
33.4-50.8(a) 39.1(a)
15 ºC
27.2-39.7(b) 34.7(b)
21.6-31.3(a) 26.1(a)
20 ºC
4.7-27.9(b) 22.5(b)
21.1-20.7(a) 16.3(a)
25 ºC
(b)
6.5-18.5 13.5(b)
6.1-14.3(a) 10.5(a)
30 ºC
4.5-14.1(b) 9.2(b)
3.5-11.7(a) 7.9(a)
35 ºC
1.8-11.7(b) 6.6(b)
0.0-8.3(a) 4.6(a)
40 ºC (b)
0.0-7.5 4(b)
45 ºC 0.7(b)
(a) (b)
Lin (2002) Basiron (2005)
7
Menurut Matuszek (1997), fluida yang menunjukkan peningkatan shear stress yang
linier dengan peningkatan shear rate, dikenal dengan fluida Newtonian, yang dimodelkan
dengan Persamaan 1.
dγ
τ= μ − = μγ (1)
dr
Kemiringan (slope) dalam persamaan tersebut disebut viskositas yang bernilai konstan, sehingga
viskositas suatu fluida Newtonian tidak dipengaruhi oleh shear rate. Fluida Newtonian memiliki
kurva hubungan shear rate dan shear stress berupa garis lurus (Gambar 2a). Bila dua fluida
Newtonian mengalami perubahan shear rate, nilai viskositas terukur kedua fluida tersebut akan
tetap (Gambar 2b).
µ
(a) (b)
Gambar 2. Hubungan shear rate dan shear stress pada fluida Newtonian (a), dan viskositas dua
fluida Newtonian saat mengalami perubahan shear rate (b) (Matuszek 1997).
Fluida yang memiliki karakteristik yang berbeda dari Persamaan 1 tersebut dikenal
dengan fluida non-Newtonian. Kurva hubungan shear rate dan shear stress untuk fluida non-
Newtonian disajikan pada Gambar 3. Pada fluida non-Newtonian, viskositasnya merupakan
fungsi dari shear rate yang diterapkan. Menurut Matuszek (1997), fluida non-Newtonian
memiliki sifat semakin encer dengan semakin meningkatnya shear rate (shear thinning), atau
sebaliknya semakin kental dengan semakin meningkatnya shear rate (shear thickening), dan
beberapa memiliki shear stress awal (yield stress). Persamaan yang paling umum untuk
karakterisasi fluida non-Newtonian adalah model power law (Persamaan 2) dan model Herschel-
Bulkley (Persamaan 3).
τ = K(γ)n (2)
τ = τ0 + K(γ)n (3)
dimana n adalah indeks tingkah laku aliran (flow behaviour index), K adalah indeks konsistensi
(concistency index), dan 0 adalah shear stress awal (yield stress) yang merupakan gaya yang
dibutuhkan fluida untuk mulai mengalir.
8
Gambar 3. Sifat aliran fluida non-Newtonian: (a) viskositas struktural (untuk larutan dengan
molekul besar); (b) aliran dilatan (untuk suspensi dengan konsentrasi tinggi); (c)
viskoplastik dengan limit aliran: 1-plastik ideal, 2,3-plastik non-linear; (d)
thixtotropy 1- antithixtotropy, 2-viskoelastik.
Menurut Goodrum et al. (2002), nilai indeks tingkah laku alir (flow behaviour index, n)
yang lebih kecil dari satu menunjukkan sifat fluida pseudoplastik, nilai n yang lebih besar dari
satu menunjukkan sifat dilatan, dan nilai n = 1 merupakan sifat fluida Newtonian. Parameter K
adalah indeks konsistensi yang bernilai proporsional terhadap viskositas.
Pada fluida yang bersifat pseudoplastik, terjadi fenomena penurunan viskositas saat
dikenai shear rate meningkat, atau dikenal dengan sifat shear thinning. Menurut Moros et al.
(2002), kurva aliran fluida yang mengalami penurunan viskositas karena shear rate, akan
memiliki suatu nilai viskositas pembatas yang tetap saat shear rate mencapai nilai 0 (zero-shear-
rate-limiting viscosity, µ0). Sifat ini disebabkan oleh terjadinya pemecahan struktur yang
disebabkan adanya shear rate.
Menurut Singh dan Heldman (2001), saat fluida pseudoplastik mengalami shear rate,
partikel-partikel yang terdistribusi secara acak akan mengatur dirinya sejajar dengan arah aliran,
sehingga viskositas menurun. Perubahan viskositas pada shear rate yang sangat rendah (<0.5 s-1)
atau pada shear rate yang sangat tinggi (>100 s-1) umumnya sangat kecil, sehingga dalam
pengukuran sifat fluida power law, shear rate yang diterapkan adalah antara 0.5 s-1 hingga
100 s-1.
9
Fluida non-Newtonian dapat diklasifikasikan dalam time-dependent atau time-
independent. Fluida yang sifat reologinya hanya bergantung pada shear stress (pada suhu
konstan) diklasifikasikan dalam time-independent. Fluida time-dependent memiliki viskositas
yang tidak hanya bergantung pada shear stress, tetapi juga bergantung pada waktu stress yang
diberikan (Ibarz et al. 2005).
Hazelnut
Jagung
Greapseed
Zaitun
Kacang kedelai
Shear stress (Pa)
Kanola
Biji bunga matahari
Menurut Munson et al. (2001), pada umumnya minyak dan lemak memiliki sifat
pseudoplastik yang mengalami penurunan viskositas saat shear rate meningkat (shear thinning).
Geller dan Goodrum (2000) melaporkan bahwa viskositas minyak ditentukan oleh shear rate di
mana pada shear rate yang sangat rendah di bawah 7 s -1, terdeteksi sifat aliran fluida non-
Newtonian pseudoplastik. Sebaliknya bila shear rate >7 s-1, minyak bersifat sebagai fluida
Newtonian.
Selama transportasi dan penyimpanan, minyak akan mengalami proses pemanasan dan
pendinginan. Bahan pangan seringkali mengalami perlakuan suhu selama pengolahan,
penyimpanan, dan transportasi. Suhu sangat berpengaruh terhadap viskositas fluida, di mana
10
secara umum viskositas akan menurun dengan meningkatnya suhu (Rao 1999). Munson et al.
(2001) juga mengungkapkan bahwa secara umum, viskositas suatu fluida akan menurun dengan
meningkatnya suhu. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya penurunan gaya kohesif pada
molekul-molekul fluida saat suhu mengalami peningkatan.
Menurut Goodrum et al. (2002), karena viskositas merupakan fungsi dari suhu, maka
nilai parameter n dan K juga dapat berubah dengan perubahan suhu. Dengan demikian, n dan K
harus ditentukan melalui percobaan penentuan viskositas pada kondisi suhu tertentu (isotermal)
karena model power law hanya menentukan hubungan antara viskositas dengan shear rate,
dibutuhkan analisis lain untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap viskositas.
Wang dan Briggs (2002) telah melakukan pengujian pengaruh suhu (10, 20, 40, 60, dan
o
90 C) terhadap sifat reologi 5 jenis minyak kedelai, dan diketahui bahwa viskositas minyak
akan menurun dengan suhu yang semakin meningkat. Pengaruh suhu terhadap viskositas (µ)
untuk fluida Newtonian dapat dinyatakan dalam persamaan tipe Arrhenius (Persamaan 4) yang
melibatkan suhu absolut (T), konstanta gas universal (R), dan energi aktivasi (Ea):
Nilai Ea dan konstanta persamaan Arrhenius (A) ditentukan menggunakan regresi linier
dari data percobaan. Nilai Ea yang lebih tinggi menunjukkan perubahan viskositas yang lebih
cepat akibat perubahan suhu.
Kim et al. (2010) telah melakukan pengujian sifat aliran minyak pada kisaran suhu
20-70 oC (Gambar 5), di mana minyak mengalami penurunan viskositas secara non-linier dengan
meningkatnya suhu. Penggunaan model Arrhenius pada sampel minyak nabati tersebut
menghasilkan nilai Ea 24.6–26.9 kJ/mol dan konstanta Arrhenius 1.18 x 10 -6–2.23 x 10-6 Pa.s.
Menurut Santos et al. (2005) pengaruh suhu tersebut disebabkan oleh terjadinya penurunan
interaksi molekuler.
Hazelnut
Jagung
Greapseed
Zaitun
Kacang kedelai
Viskositas (Pa.s)
Kanola
Biji bunga matahari
Temp (oC)
Gambar 5. Pengaruh suhu pada sifat aliran beberapa minyak nabati (Kim et al. 2010).
Menurut Keshvadi et al. (2011) menentukan sifat reologi minyak sawit merupakan hal
sulit karena minyak sawit banyak mengandung komponen-komponen yang kompleks (minyak,
11
air, dan serat). Permodelan-permodelan untuk memprediksi pengaruh proses operasi pengolahan
terhadap viskositas CPO telah banyak dilakukan namun hasilnya masih belum sempurna
sehingga sampai saat ini masih terus dilakukan penelitian mengenai viskositas dan sifat reologi
CPO. CPO mempunyai sifat yang mudah berubah terhadap proses-proses operasi seperti suhu
dan shear rate. Marcia et al. (2002) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa suhu dan shear
rate akan berpengaruh terhadap perubahan densitas dan viskositas CPO. Namun perubahan pada
densitas relatif lebih kecil dibandingkan dengan perubahan viskositasnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Keshvadi et al. (2011) CPO mempunyai sifat
fluida non-Newtonian. Hal ini ditunjukkan oleh viskositas CPO yang menurun seiiring dengan
meningkatnya shear rate dan suhu. Fenomena ini disebabkan berkurangnya interaksi inter
molekul saat meningkatnya suhu dan shear rate. Selain itu, perubahan mikrostruktur dan
penurunan (Solid Fat Content) SFC juga memengaruhi penurunan viskositas CPO (Liang et al.
2008).
Minyak sawit kasar (crude palm oil/CPO) akan mengalami beberapa tahap pemurnian
untuk menghasilkan minyak makan, yang terdiri atas tahap degumming, netralisasi, pemucatan,
dan deodorisasi. Selama pemurnian, komponen pengotor yang dihilangkan adalah asilgliserol
parsial, asam lemak bebas, lilin, logam, pigmen, komponen odor, dan gum (fosfolipida) (Verhe
et al. 2006). Proses penghilangan kotoran dari minyak dapat mengubah sifat alirannya (Sathivel
et al. 2003).
Menurut Sathivel et al. (2003), interaksi antara minyak dan kotoran tergantung pada
ukuran dan bentuk pengotor, gaya inter molekul yang terjadi, panjang rantai, keberadaan rantai
samping, adanya gugus polar, dan ikatan hidrogen dalam molekul pengotor. Interaksi antara
minyak dan kotoran akan menyebabkan pembentukan sistem dispersi koloid teragregasi, yang
biasanya menghasilkan karakteristik shear thinning saat shear stress diterapkan pada sistem,
di mana integritas struktural minyak kasar akan terganggu.
Sathivel et al. (2003) mengemukakan bahwa minyak kasar dapat dianggap sebagai
sistem dispersi karena campuran kompleks turunan hidrokarbon cair berperan sebagai media
dispersi, dan agregat kotoran akan berperan sebagai fase terdispersi. Adanya kotoran dalam
minyak kasar akan berpengaruh pada karakteristik aliran minyak. Sifat reologi minyak
dipengaruhi oleh tahap pemurnian yang dialaminya, di mana nilai koefisien konsistensi (K) akan
menurun pada setiap tahap pemurnian yang dialaminya.
Sathivel et al. (2003) juga mengemukakan bahwa pada suhu rendah, adanya kotoran
(impurities) pada minyak kasar cenderung akan mengendap pada dinding pipa. Beberapa
partikel solid dalam pengaliran bulk akan meningkatkan viskositas minyak dan mengakibatkan
terjadinya peningkatan pressure drop dalam jalur perpipaan. Sebagai akibat dari peningkatan
viskositas, sifat-sifat aliran minyak akan menyebabkan sifat aliran non-Newtonian. Belum
terdapat model yang memuaskan untuk memprediksi viskositas minyak nabati, yang sifatnya
sangat tergantung pada shear rate dan dipengaruhi oleh tahap-tahap pengolahan yang berbeda.
12
III. METODOLOGI
B. METODE PENELITIAN
13
Gambar 6. Haake Rotoviscometer RV 20 untuk pengukuran sifat reologi CPO
Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO, dilakukan pengukuran
viskositas terukur dan sifat aliran fluida CPO pada suhu yang berbeda yaitu pada kisaran
suhu 25 oC hingga suhu 55 oC, dengan kenaikan suhu pada setiap pengukuran sebesar 5 oC
(yaitu suhu 25, 30, 35, 40, 45, 50,dan 55 oC). Suhu terendah 25 oC dipilih karena suhu
pengaliran minimal yang dapat dialami CPO adalah pada suhu kamar sedangkan suhu 55 oC
sebagai suhu maksimal dipilih berdasarkan rekomendasi CODEX untuk suhu maksimal
pengaliran CPO.
Pengukuran sifat aliran fluida pada beberapa suhu diawali dengan pengaturan suhu
CPO. Untuk sampel CPO dengan suhu pengukuran lebih besar dari 25 oC, sebelumnya
sampel dipanaskan dengan waterbath selama selama 30 menit sampai suhu yang ingin
dicapai. Setelah suhu tercapai, suhu ditahan selama 10 menit dengan shear rate 0 s-1.
Selanjutnya sampel dikenai shear rate pada kisaran 50-400 s-1, Pengukuran ini dilakukan
dua kali pengulangan pada setiap suhu.
Sifat aliran CPO ditentukan dengan menggunakan model persamaan fluida yang
paling tepat dan dihitung nilai n (indeks tingkah laku aliran) dan nilai K (indeks konsisten)
sampel CPO pada suhu pengukuran tersebut. Perubahan viskositas terukur pada suhu
tertentu dimodelkan dan ditentukan kesesuaiannya dengan model Arrhenius (Singh &
Heldman 2001).
4. Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan adalah uji ANOVA dengan uji lanjut Duncan, uji
korelasi dengan Pearson, dan uji regresi sederhana. Analisis statistik ini menggunakan
program SPSS 16.0 dan minitab 15.
C. METODE ANALISIS
14
suhu 130 ± 2 oC selama 30 menit dan segera dimasukkan ke dalam desikator. Lalu
didinginkan selama 15 menit dan ditimbang kembali. Cawan tersebut dikeringkan kembali
ke dalam oven sampai selisih berat antara dua pertimbangan berturut-turut tidak melebih
0.02% dari berat sampel. Perhitungan kadar air menggunakan Persamaan 5.
256 x 𝑁 x 𝑉
Asam lemak bebas (%) = (7)
10W
15
Keterangan :
256 : Konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam palmitat
V : Volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi (mL)
N : Normalitas NaOH
W : Bobot sampel (g)
16
menghilangkan kotoran yang tidak larut pada sampel. Kemudian sampel didinginkan pada
suhu 20-23 oC. Sampel diisikan ke dalam pycnometer 100 mL sampai melebihi kapasitas
pycnometer tersebut. Kemudian pycnometer tersebut ditutup dan pastikan tidak ada
gelembung yang terperangkap di dalam pycnometer tersebut. Pycnometer yang berisi sampel
CPO kemudian dipanaskan hingga suhu yang ingin dicapai dengan perbedaan suhu ± 0.1
selama 30 menit. Setelah 30 menit pycnometer diangkat dari waterbath dan dikeringkan dari
sisa-sisa air dan lemak yang menempel di dinding pycnometer. Kemudian pycnometer
didinginkan selama 30 menit. Hal ini bertujuan agar penimbangan pycnometer stabil. Setelah
dingin pycnometer yang berisi sampel ditimbang dan dihitung dengan menggunakan
Persamaan 10.
Keterangan :
W : Bobot air pada suhu 25 oC (g)
W1 : Bobot pycnometer kosong (g)
W2 : Bobot pycnometer dan sampel (g)
F : Bobot sampel pada suhu 60 oC
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 6. Analisis mutu kadar air dan kotoran, asam lemak bebas dan bilangan iod sampel
CPO
Parameter
Sampel CPO Kadar air dan kotoran Asam lemak bebas Bilangan iod
(%) (%) (g iod/100 g)
Hasil analisis mutu keempat sampel CPO pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak semua
mutu CPO memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI 01-2901-2006. Selain itu dari Tabel 6
juga terlihat bahwa keempat sampel CPO yang dianalisis mempunyai karakteristik mutu yang
berbeda-beda. Perbedaan mutu pada keempat sampel CPO ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain perbedaan keadaan lingkungan perkebunan (jenis tanah dan unsur hara), perbedaan
umur tanaman kelapa sawit, atau perbedaan proses penanganan penyimpanan yang tidak sama
antar pabrik pengolahan CPO.
Kadar air dan kotoran merupakan salah satu faktor mutu yang perlu diperhatikan dalam
proses produksi CPO. Hal ini dikarenakan kadar air dan kadar kotoran yang tinggi dapat
mempercepat reaksi kimia lainnya yang akan merusak mutu dari CPO. Kadar air merupakan
banyaknya kandungan air yang terdapat dalam sampel. Kadar air yang tinggi pada minyak dan
lemak dapat mempercepat proses hidrolisis minyak dan lemak sehingga menghasilkan asam
lemak bebas yang menyebabkan ketengikan (Ketaren 2005).
Kadar kotoran merupakan bahan-bahan yang tidak larut dalam minyak. Tingginya kadar
kotoran pada CPO biasanya terjadi akibat adanya kontaminasi CPO selama proses pengolahan,
penyimpanan, dan transportasi (Naibaho 1998). Tingginya kadar kotoran pada CPO
18
mempercepat terjadinya ketengikan pada minyak dan berpengaruh terhadap karakteristik aliran
minyak (Sathivel et al. 2003). Pada analisis kadar kotoran sampel yang digunakan adalah sampel
CPO yang sudah dianalisis kadar airnya. CPO tersebut kemudian dianalisis kadar kotorannya
dengan metode penyaring vakum dan menggunakan pelarut n-heksana. Penyaringan vakum
dipilih agar penyaringan kotorannya lebih cepat. Pemilihan pelarut n-heksana ini dikarenakan
kotoran-kotoran yang terkandung dalam CPO tidak akan larut sehingga kotoran dapat tersaring.
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kadar air dan kotoran keempat sampel CPO hanya
CPO A yang masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI 01-2901-2006. Berdasarkan uji
statistik dengan menggunakan ANOVA dengan uji lanjut Duncan, CPO A menunjukkan hasil
yang berbeda nyata` terhadap CPO B, CPO C, dan CPO D pada taraf signifikansi 0.05 (p<0.05)
(Lampiran 2). Pada CPO, secara alami terdapat air yang tidak dapat dipisahkan. Jumlah air pada
CPO dapat meningkat akibat proses pengolahan CPO itu sendiri seperti pada proses steaming.
Selai itu, kenaikan kadar air CPO juga terjadi saat penyimpanan. Kenaikan kadar air saat
penyimpanan akibat adanya udara limbah atau kebocoran coil pemanas pada tangki pemanas
(Ritonga 2004).
Asam lemak bebas merupakan parameter mutu CPO yang paling cepat berubah.
Tingginya kadar asam lemak bebas pada CPO akan berdampak terhadap penurunan rendemen
minyak sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Kadar asam lemak bebas biasanya
dijadikan indikator awal terjadinya kerusakan lemak atau minyak. Pembentukan asam lemak
bebas dapat mempercepat kerusakan oksidatif lemak atau minyak karena asam lemak bebas
lebih mudah teroksidasi jika dibandingkan dalam bentuk esternya (Ketaren 2005).
Berdasarkan hasil analisis mutu CPO yang tertera pada Tabel 6, kadar asam lemak bebas
keempat sampel CPO melebihi batas maksimal yang ditetapkan di dalam SNI 01-2901-2006
namun bila mengacu pada SNI 01-2901-1996 dan standar spesifikasi PORAM (The Palm Oil
Refiners Association of Malaysia) asam lemak CPO B, CPO C, dan CPO D masih memenuhi
standar maksimal 5%. Oleh karena itu standar yang ditetapkan SNI 01-2901-2006 perlu ditinjau
kembali karena tidak harmonis dengan standar dengan negara lain dan standar maksimal 0.5%
dirasa terlalu ketat. Berdasarkan uji statistik dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan, keempat
sampel CPO mempunyai kadar asam lemak bebas yang berbeda nyata pada taraf signifikansi
0.05 (p<0.05) (Lampiran 2). Tingginya asam lemak bebas ini akibat terjadinya proses hidrolisis
asam lemak akibat tingginya kadar air yang terkandung pada CPO tersebut. Menurut Gunawan
(2004) CPO yang mengandung kadar air lebih besar dari 0.15% lebih cepat mengalami proses
hidrolisis yang mengakibatkan meningkatnya nilai asam lemak bebas CPO.
Proses hidrolisis pada minyak dan lemak dikatalis oleh adanya enzim lipase atau katalis
asam. Pada CPO hidrolis yang dikatalisi oleh enzim lipase kemungkinan terjadinya sangat kecil
karena pada proses produksi CPO telah dilakukan proses sterilisasi pada suhu 135 oC. Proses
sterilisasi ini bertujuan untuk mematikan enzim lipase sehingga kenaikan asam lemak bebas
akibat adanya enzim lipase dapat dicegah (Rohani et al. 2006). Hidrolisis keempat sampel CPO
diduga dipercepat dengan adanya katalis asam. Katalis asam pada proses ini dapat berupa asam
lemak bebas yang terkandung pada CPO tersebut. Proses hidrolisi pada CPO dapat dilihat pada
Gambar 7.
19
katalis
Gambar 7. Reaksi hidrolisis trigliserida yang menghasilkan asam lemak bebas (List et al. 2005).
Pada Tabel 6 terlihat bahwa CPO A memiliki nilai asam lemak bebas yang tertinggi
dibandingkan sampel CPO lainnya, jika dilihat dari kadar air dan kadar kotorannya CPO A
memiliki kadar air dan kotoran yang paling rendah. Tingginya asam lemak bebas CPO A diduga
disebabkan oleh banyaknya asam lemak bebas yang terkandung pada CPO A sehingga
mempercepat proses hidrolisis. Selain itu lamanya penyimpanan sampel CPO A sebelum
dilakukan analisis dan tingginya suhu saat penyimpanan juga diduga berpengaruh terhadap
tingginya asam lemak bebas CPO A.
Bilangan iod merupakan derajat ketidakjenuhan pada minyak atau lemak. Menurut
Ketaren (2005) bilangan iod adalah jumlah iod yang diserap dari 100 g minyak atau lemak.
Besarnya bilangan iod pada minyak atau lemak tergantung pada asam lemak penyusun minyak
atau lemak tersebut. Semakin banyak ikatan rangkap pada asam lemak penyusun minyak
tersebut (asam lemak tidak jenuh) maka semakin tinggi bilangan iodnya sedangkan minyak atau
lemak yang tersusun atas asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap (asam lemak jenuh)
bilangan iodnya nol.
Berdasarkan uji analisis mutu pada keempat sampel CPO, semua sampel CPO memiliki
bilangan iod berkisar 50-54 g iod/100g minyak dan telah sesuai dengan persyaratan SNI
01-2901-2006. Hal ini dikarenakan CPO tersusun atas 50% asam lemak jenuh dan 50% asam
lemak tidak jenuh (Mertin et al. 2005). Sedangkan berdasarkan uji statistik ANOVA bilangan
Iod CPO A dan CPO B berbeda nyata dengan bilangan iod CPO C dan CPO D pada taraf
signifikansi 0.05 (p<0.05) (Lampiran 2). Perbedaan bilangan iod ini dikarenakan perbedaan
jumlah asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang menyusun CPO tersebut.
Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Maskan (2003) dan Kim et al.
(2010) komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh juga memengaruhi sifat reologi dari
minyak nabati yang diujikan. Kim et al. (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat
korelasi positif antara komposisi asam lemak penyusunnya terhadap viskositas dari minyak
nabati tersebut. Minyak nabati yang tinggi asam lemak jenuhnya mempunyai viskositas yang
lebih tinggi dibanding minyak nabati yang tinggi asam lemak tidak jenuhnya.
20
terhadap densitas CPO dapat dilihat pada Gambar 8 dan data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 3.
0.92
CPO A
CPO B
0.91
CPO C
Densitas (g/mL)
CPO D
0.90
0.89
0.88
20 25 30 35 40 45 50 55
Suhu (oC)
Gambar 8. Pengaruh suhu terhadap densitas CPO.
21
akibat suhu yang tinggi sehingga molekul-molekul menempati volume yang lebih besar
dibandingkan saat suhu rendah (Cuah et al. 2008)
Hasil uji statistik korelasi dengan menggunakan uji korelasi dengan Pearson
menunjukkan keempat sampel CPO mempunyai nilai Pearson correlation lebih dari -0.9
(Lampiran 5). Hal ini berarti terdapat korelasi yang sangat kuat antara pengaruh suhu terhadap
perubahan nilai densitasnya. Tanda negatif pada Pearson correlation menunjukan korelasi yang
tidak searah antara pengaruh suhu dengan densitas CPO. Berdasarkan uji regresi, penurunan
densitas terhadap peningkatan suhu mengikuti persamaan 11.
= 𝑏 − 𝑚(𝑇) (11)
Di mana adalah densitas dengan satuan g/mL, T adalah suhu dengan satuan oC, b adalah
intersep dan m adalah negatif gradien. Persamaan regresi CPO A, B, C, dan D dapat dilihat pada
Tabel 7 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
22
peningkatan shear ratenya sudah rendah bahkan cenderung konstan. Hal ini berarti telah terjadi
sifat aliran fluida CPO sudah mendekati Newtonian.
70 25 oC 0.5
25 oC
30 oC 30 oC
60
45 oC 45 oC
40 50 oC 0.3 50 oC
55 oC 55 oC
30 0.2
20
0.1
10
0 0
0 100 200 300 400 0 100 200 300 400
Shear rate (s-1) Shear rate (s-1)
(a) (b)
Gambar 9. Rheogram CPO A pada suhu 25-55 oC (a), hubungan shear rate dan viskositas
terukur CPO A pada suhu 25-55 oC (b).
70 0.5
25 oC
25 oC
30 oC
60 30 oC
0.4 35 oC
Viskositas terukur (Pa.s)
35 oC
50 40 oC 40 oC
Shear stress (Pa)
45 oC 0.3 45 oC
40 50 oC
50 oC
30 55 oC 55 oC
0.2
20
0.1
10
0 0
0 100 200 300 400 0 100 200 300 400
Shear rate (s-1) Shear rate s-1
(a) (b)
Gambar 10. Rheogram CPO B pada suhu 25-55 oC (a), hubungan shear rate dan viskositas
terukur CPO B pada suhu 25-55 oC (b).
23
70 0.18
oC 25 oC
25 0.16
60 30 oC
30 oC
60 0.3 25 oC
25 oC
30 oC
50 30 oC 0.25 35 oC
Viskositas terukur (Pa s)
35 oC 40 oC
Shear stress (Pa)
40 40 oC 0.2
45 oC
45 oC
50 oC
30 50 oC 0.15
55 oC
55 oC
20 0.1
10 0.05
0 0
0 100 200 300 400 0 100 200 300 400
Shear rate (s-1) Shear rate (s-1)
(a) (b)
Gambar 12. Rheogram CPO D pada ssuhu 25-55 oC (a), hubungan shear rate dan viskositas
terukur CPO D pada suhu 25-55 oC (b).
Pada fluida pseudoplastik, penurunan viskositas saat terjadi peningkatan shear rate
merupakan hal wajar terjadi. Menurut Munson et al. (2001), pada umumnya minyak dan lemak
memiliki sifat pseudoplastik yang mengalami penurunan viskositas saat shear rate meningkat
(shear thinning). Penurunan viskositas ini dijelaskan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Graef et al. (2008) bahwa shear rate yang diterapkan pada bahan pangan yang banyak
mengandung lemak berpengaruh terhadap viskositas bahan pangan tersebut. Shear rate akan
memecahkan agregat kristal lemak penyusun bahan pangan tersebut sehingga kristal yang
terkandung menjadi kristal yang lebih kecil dan menyebabkan penurunan viskositas.
24
Goncalves (2010) menyatakan bahwa ketergantungan viskositas terukur terhadap shear
rate merupakan sifat alami dari suatu fluida. Perilaku pseudoplastik menunjukkan adanya
perubahan struktur fluida yang mengakibatkan berkurangnya hambatan aliran bahan dengan
adanya peningkatan shear rate. Triantafillopoulus (2005) juga berpendapat bahwa pada aliran
pseudoplastik, shear rate yang tinggi cenderung meluruskan dan menyejajarkan arah gerakan
molekul yang mengakibatkan menurunnya gaya gesekan dan hambatan untuk mengalir sehingga
viskositas larutan menurun, sedangkan pada shear rate yang rendah hanya sedikit molekul yang
dapat diluruskan dan disejajarkan arah gerakannya sehingga pada kondisi ini viskositasnya
meningkat. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Heldman
(2001) yang menyatakan bahwa saat fluida pseudoplastik mendapatkan shear rate, partikel-
partikel yang terdistribusi secara acak akan mengatur dirinya sejajar dengan arah aliran sehingga
viskositas menurun.
dimana log adalah log dari shear stress, a adalah log indeks konsistensi (K), b adalah
indeks tingkah laku alir (n), dan log adalah log dari shear rate. Contoh hubungan log
shear rate dan shear stress pada CPO A dapat dilihat pada Gambar 13.
Nilai n dan K pada keempat sampel CPO dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 dapat dilihat bahwa sifat aliran fluida dari CPO adalah
pseudoplastik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai n CPO yang kurang dari 1 dan nilai K lebih
dari 0. Selain itu, Tabel 8 dan Tabel 9 juga menunjukkan penurunan nilai n dan penurunan
nilai K terhadap kenaikan suhu.
25
2.0
1.8 y = 0.531x + 0.445
1.6 R² = 0.994
Gambar 13. Hubungan log shear rate dan log shear strees CPO A pada suhu 25 oC
ulangan 1.
Peningkatan nilai n dan K pada keempat sampel CPO ini mengindikasikan adanya
perubahan sifat aliran pada CPO. Semakin tinggi suhu dari CPO maka semakin menurun
sifat pseudoplatik dari CPO tersebut. Hal ini terlihat dari nilai n dari CPO yang melebihi 0.9
bahkan hampir mendekati 1 yang menunjukkan sifat fluida Newtonian. Perubahan sifat
fluida pada merupakan hal yang wajar terjadi bahkan beberapa bahan pangan mempunyai
sifat reologi yang lebih dari satu (Bourne 2002). Menurut Valez-Ruiz (2002) sifat reologi
pada suatu fluida sangat dipengaruhi oleh sifat fisik fluida tersebut, jumlah padatan, ukuran
partikel penyusun fluida dan distribusi partikel tersebut di dalam fluida. Perubahan sifat
aliran fluida pada CPO ini diduga dikarenakan terjadinya pemecahan kristal-kristal lemak
akibat pengaruh peningkatan suhu. Pemecahan kristal lemak ini berpengaruh terhadap
penurunan jumlah solid fat content (SFC) pada CPO. Menurut Liang et al. (2008) SFC
mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat reologi lemak. Selain itu mikrostruktur dari
lemak juga memengaruhi sifat reologinya.
26
Tabel 9. Indeks konsistensi (K) CPO
Indeks konsistensi (K)
Suhu
CPO A CPO B CPO C CPO D
o c c
25 C 2.452 2.480 0.368c 0.665d
30 oC 0.702b 1.406b 0.173d 0.450c
35 oC 0.310 b
0.280 a
0.103c 0.294b
40 oC 0.179a 0.141a 0.070b 0.246a,b
45 oC 0.050 a
0.042 a
0.038a 0.035a,b
50 oC 0.033a 0.040a 0.035a 0.030a
55 oC 0.020a 0.026a 0.027a 0.020a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (p <0.05)
Berdasarkan uji dengan menggunakan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada masing-
masing sampel CPO, nilai n dan K pada masing-masing sampel CPO berbeda nyata pada
taraf signifikansi 0.05 (p<0.05), namun pada CPO B dan C pada suhu 45-55 oC nilai n
keempat sampel CPO tidak berbeda nyata ditaraf signifikansi 0.05 (p>0.05) (Lampiran 7
dan 8). Pada aplikasi pengaliran CPO dengan moda pipa disarankan suhu pengaliran sekitar
45-50 oC karena sifat CPO yang sudah mendekati Newtonian dan nilai K yang sudah rendah
(berkisar 0.05-0.02). Nilai K yang semakin rendah menunjukkan jumlah SFC CPO yang
rendah pula. Sifat Newtonian dan jumlah SFC yang rendah lebih menguntungkan saat
pengaliran karena lebih mudah dialirkan.
27
0.35
0.30 e CPO A
Keterangan: Huruf yang berbeda pada setiap grafik menunjukan berbeda nyata
pada taraf signifikansi 0.05 (p<0.05).
Gambar 14. Hubungan suhu terhadap viskositas terukur CPO pada shear rate 100 s-1.
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada
masing-masing sampel CPO terlihat bahwa viskositas terukur CPO berbeda nyata pada taraf
signifikansi 0.05 (p<0.05). namun pada suhu 45-55 oC viskositas terukur pada masing-
masing CPO sudah berada pada subset yang sama yang berarti viskositasnya sudah tidak
berbeda nyata (Lampiran 9) yang disebabkan sudah rendahnya SFC CPO. Berdasarkan data
viskositasnya dapat disarankan bahwa sebaiknya CPO dialirkan pada suhu 45-55 oC karena
viskositasnya sudah tidak mengalami perubahan dan SFCnya rendah sehingga CPO menjadi
lebih mudah mengalir.
Pengaruh suhu terhadap viskositas CPO dapat dijelaskan dari nilai energi aktivasi
(Ea) yang didapatkan melalui model persamaan Arrhenius dengan persamaan 13,
di mana adalah viskositas terukur pada shear rate tertentu, A adalah faktor frekuensi, Ea
adalah energi aktivasi, R adalah konstanta gas ideal dengan satuan J/mol.K dan T adalah
suhu dengan satuan Kelvin.
Energi aktivasi adalah energi minimum yang harus dipenuhi agar reaksi dapat
berjalan. Energi aktivasi menggambarkan terjadinya pembentukan lubang atau beberapa
ruang tambahan pada bahan pangan akibat pengaruh suhu yang menyebabkan molekul-
molekul fluida mengalir. Semakin banyak lubang yang terbentuk maka semakin besar
energi aktivasi yang didapatkan (Vitali dan Rao 1985). Selain itu, menurut Cuah et al.
(2008) energi aktivasi yang besar menunjukkan indikasi sensitivitas viskositas terhadap
suhu. Persamaan Arrhenius dan energi aktivasi dari masing-masing sampel CPO dapat
dilihat pada Tabel 10.
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa CPO A mempunyai energi aktivasi yang
tertinggi 70.32 kJ mol -1 sedangkan CPO D memiliki energi akitivasi yang paling rendah
47.98 kJ mol -1. Hal ini berarti CPO A lebih sensitif terhadap kenaikan suhu sehingga
viskositasnya lebih cepat berubah seperti yang tertera pada Tabel 10. Dalam pengaliran
28
dalam pipa diharapakan CPO yang dialirkan memiliki energi akrtivasi yang kecil agar
viskositas CPO tersebut tidak mudah berubah terhadap pengaruh suhu. Perubahan viskositas
CPO selama pengaliran berdampak pada besarnya energi yang diperlukan selama pengaliran
dan juga berdampak pada mutu dari CPO tersebut
Tabel 10. Persamaan Arrhenius dan energi aktivasi CPO A, CPO B, CPO C, dan
CPO D pada shear rate 100 s-1.
Perbedaan energi aktivasi pada keempat sampel CPO diduga adanya korelasi
dengan parameter mutu CPO. Oleh karena itu diperlukan uji korelasi antar energi aktivasi,
kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, dan bilangan iod. Berdasarkan hasil uji korelasi,
didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang signifikan dan kuat antara bilangan iod dan
energi aktivasi, sedangkan untuk kadar air dan kotoran serta asam lemak bebas ternyata
tidak berpengaruh terhadap perbedaan energi aktivasi keempat sampel CPO (Lampiran 10).
Korelasi bilangan iod dan energi aktivasi keempat CPO memiliki Pearson correlation -0.94.
Hal ini berarti 94% energi aktivasi dipengaruhi oleh bilangan iod CPO. Tanda negatif pada
Pearson corelation menandakan hubungan yang tidak searah antara energi aktivasi dengan
bilangan iod CPO yang berarti semakin tinggi bilangan iod maka energi aktifasi CPO
semakin kecil. Bilangan iod yang tinggi menunjukkan derajat ketidakjenuhan yang tinggi
dan memiliki fase yang lebih cair sehingga viskositas CPO tidak mudah berubah akibat
pengaruh suhu sedangkan bilangan iod yang rendah memiliki fase padat yang viskositasnya
mudah berubah akibat pengaruhi oleh suhu.. Titik Korelasi ini mempunyai persamaan
regresi Ea = 387 - 6.24 (iod) di mana Ea memiliki atuan kJ mol -1 dan bilangan iod memiliki
satuan g iod/100 g.
29
sehingga menghambat aliran CPO. Selain itu, kristal lemak pada CPO juga terbentuk apabila
dialirkan pada suhu dibawah suhu melting pointnya (di bawah suhu 40 oC). Pembentukan kristal
ini ditunjukkan dengan nilai SFC CPO yang tinggi (berkisar 4-4.6). SFC yang tinggi
menyebabkan viskositas CPO semkin tinggi pula dan menyebabkan aliran CPO bersifat non-
Newtonian. Oleh karena itu pengaliran CPO melalui moda pipa sebaiknya tidak dialirkan pada
suhu dibawah suhu melting pointnya. Sebaiknya CPO dialirkan pada suhu diatas suhu melting
pointnya (di atas 40 oC) karena pada suhu tersebut SFC CPO sudah rendah (< 0.7) akibat
pecahnya kristal-kristal lemak karena suhu yang tinggi. SFC yang rendah menyebabkan
viskositas CPO yang semakin rendah pula sehingga pada suhu tersebut CPO lebih mudah
dialirkan tanpa memerlukan energi yang besar. Selain itu pada suhu diatas suhu melting pointnya,
CPO mempunyai sifat aliran Newtonian yang dimana viskositasnya tidak akan berubah terhadap
shear rate.
30
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Suhu berpengaruh terhadap densitas dan sifat reologi CPO. Densitas CPO mengalami
penurunan terhadap peningkatan suhu. pada suhu 25 oC densitas CPO berkisar 0.90-0.92 g/mL
dan pada suhu 55 oC densitasnya menurun mencapai 0.88-0.89 g/mL. Berdasarkan uji korelasi
Pearson pada keempat sampel CPO di suhu 25 oC terdapat korelasi yang kuat antara kadar air
dan kotoran terhadap densitas CPO dengan Pearson correlation -0.954. Selain itu, pengaruh
suhu terhadap densitas juga memiliki hubungan kuat dengan nilai pearson correlation -0.9.
CPO mempunyai sifat pseudoplastik. Pada suhu 45-55 oC sifat pseudoplastik CPO
mendekati sifat fluida Newtonian. Hal ini ditunjukkan dengan rheogram keempat CPO yang
sudah mendekati linier, n mendekati 1, dan viskositas terukurnya yang sudah relatif konstan.
Pengaruh suhu terhadap viskositas CPO dapat ditinjau dari energi aktivasi dengan menggunakan
persamaan Arrhenius. Berdasarkan energi aktivasi yang dihitung dengan menggunakan
persamaan Arrhenius menunjukkan bahwa CPO A memiliki energi aktivasi yang paling tinggi
sebesar 70.32 kJ.mol -1 dan CPO D memiliki energi aktivasi yang paling rendah sebesar 47.58
kJ.mol -1. Energi aktivasi ini menunjukkan sensitivitas CPO terhadap perubahan suhu. Semakin
tinggi energi aktivasi CPO maka viskositas CPO tersebut semakin cepat mengalami perubahan.
Perbedaan energi aktivasi pada keempat sampel CPO ini dipengaruhi oleh bilangan iod masing-
masing CPO. Analisis korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan dan
kuat antara bilangan iod dan energi aktivasi keempat sampel CPO dengan nilai Pearson
corelation sebesar -0.94 dan persamaan regresinya Ea= 387- 6.24(iod)
B. SARAN
Selama proses pengolahan, penyimpanan, dan disitribusi CPO perlu dikontrol kadar air
dan kotoran dari CPO tersebut karena akan berpengaruh terhadap densitas CPO. Selain itu,
suhu juga merupakan hal yang perlu dikontrol. Selama pengaliran sebaiknya CPO dialirkan
pada suhu 45-55 oC karena pada suhu tersebut SFC CPO sudah rendah sehingga CPO lebih
mudah untuk mengalir. Untuk penelitian selanjutnya diperlukan pengujian dengan sampel yang
lebih banyak agar didapatkan hasil yang lebih akurat.
31
DAFTAR PUSTAKA
[AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2005. Official Methods and Recommended Practices of the
AOCS. Ed ke-5. United States: Am Oil Chem Soc.
Basiron Y. 2005. Palm oil. In: Shahidi, F (ed). Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Vol 1. 6th Ed.
Hoboken: John Wiley & Sons Inc. pp 333-429.
Bourne MC. 2002. Relationship between rheology and food texture In: Welti Chanes J, Barbosa-
Canova GV, Aguilera JM (eds). Engineering and Food for the 21st Century. Florida: CRC
Press
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Minyak sawit.
SNI 01-2901-2006. Jakarta.
[CAC] Codex Allimentarius Commision. 2005. Recommended International Code of Practice for the
Storage and Transport of Edible Fats and Oil Bulk. CAC RCP 36-1987 (Rev.1-1999, Rev.2
2001, Rev. 3-2005).
Cuah TG, Ling HL, Chin NL, Choong TSY, Fakhru’l-Razi A. 2008. Effect temperatures on
rheological behaviour of dragon fruit (hylocereus sp). J Food Eng 4(7): 1-30..
Davis JP, Sanders TH. 2007. Liquid to semisolid rheological transitions of normal and high-oleic
peanut oils upon cooling to refrigeration temperatures. J Am Oil Chem Soc 84:979-987.
DeMan JM. 1999. Relationship among chemical, physic, and textural properties of fats. In: Widlak N
(ed). Physical Properties of Fats, Oils, and Emulsifier. Illinois: AOCS Press, pp 79-85.
Eddy NO, Ekop AS. 2007. Effect of additives on some physical propertie of palm oil. J of Chem
4(3): 350-353.
Fasina OO, Hallman H, Craig-Schmidt M, Clements C. 2006. Predicting temperature dependence
viscosity of vegetable oils from fatty acid composition. J Am Oil Chem Soc 83(10): 899-903.
GAPKI. 2011. Peluang Investasi Sawit. http:/republika.co.id. [19 Agustus 2011].
Geller DP, Goodrum JW. 2000. Rheology of vegetabels analogs and triglycerides. J Am Oil Chem
Soc 77: 111-114.
Goodrum JW, Geller DP, Adams TT. 2002, Rheological characterization of yellow grease and
poultry fat. J Am Oil Chem Soc 79: 961-964.
Goncalves EV, Lannes CDS. 2010. Chocolate rheology. Cien Tec de Alimantos 30 (4): 845-851.
Graef VD, Goderis B, Puyvelde PV, Foubert I, Dewettinck K. 2008. Developmet of rheological
method to characterize palm oil crystallizing under shear. Eur J Lip Sci Tech 110:521-529.
Gunawan E. 2004. Pengantar Proses Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Lembaga Pendidikan
Perkebunan.
Ibarz A, Castell-Perez E, Barbosa-Cánovas GV. 2005. Newtonian and non-newtonian flow. In:
Barbosa-Cánovas GV (ed). Food Engineering: Encyclopedia of Life Support Systems.
UNESCO.
Keshvadi A, Johan BE, Harum H, Dessa A, Seleena F. 2011. The effect of high temperature on
biscosity of palm oil during ripening process of fresh fruits. J of Sci and Eng 2(6): 1-7.
Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.
Ketaren S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.
Kim J, Kim DN, Lee SH, Yoo, SH, Lee S. 2010. Correlation of fatty acid composition of vegetable
oils with rheological behavior and oil uptake. J of Food Chem 118: 398-402
Liang B, Shi Y, Hartel RW. 2008. Correlation of rheological and microstructural properties in a model
lipid system. J. Am. Oil Chem. Soc. 85: 397-404.
32
Lin SW. 2002. Palm Oil. In: Gustone, FD (ed). Vegetable Oil in Food Technology :Composition,
Propeties, and Uses. Canada: Blackwell Publishing CRC Press. pp 59-93
List GR, Wang T Sukla VKS. 2005. Strorage, handling, and transport of oils and fat. In: Shahidi,
F(ed). Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Vol 1. 6th Ed. Hoboken: John Willey & Son, Inc.,
pp 191-229.
Marcia B, Gnter S, Milan JS, Elseoul OA. 2002. Vegetabl oils-based micro emulsions: formation,
properties, and application for soil decontamination. Coll Poly Sci 280: 973-983.
Maskan M. 2003. Change in colour and rheological behavior of sunflower seed oil during friying and
after adsorbent treatment of used oil. Eur Food Res and Tech 218: 20-25.
Matuszek T. 1997. Rheological properties of food system. In: Sikorski ZE (ed). Chemical and
Functional Properties of Food Components. Lancaster: Technomic Publ, pp 170 – 177.
Mehrota AK, Bidmus OH. 2004. Heat transfer calculating for prediting solid deposition in pipeline
transportation of “waxy” crudes oils. In: Myer K (ed). Heat Transfer Calculation. Colombus,
Ohio: The McGraw-Hill Companies. pp 25.1-25.18.
Metin S, Hartel RW. 2005. Crystallization of fats and oil. In: Sahidi F (ed). Bailey’s Industrial Oil and
Fat Products. Vol 5. 6th Ed. Hoboken: John Willey & Son, Inc., pp 45-76.
Milner ST. 1996. Relating the shear thinning curve to the molecular weight distribution in linear
polymer melts. J Rheol 40(2): 303-315.
Moros JE, Franco JM, Gallegos C. 2002. Rheological properties of cholesterol-reduced, yolk
stabilized mayonnaise. J Am Oil Chem Soc 79:837-843.
Munson BR, Young DF, Okiishi TH. 2001. Fundamentals of Fluid Mechanics. 4th Ed. New York:
John Wiley & Sons.
Naibaho. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Narvaez P, Rincon SM, Castaneda Z, Sanchez FJ. 2008. Determination of some physical and transport
properties of palm oil and of its methyl ester. Lat Am App Res 38: 1-6.
Nik WSW, Ani FN, Hassan MH. 2003. Rheological properties of palm oil and palm mineral oil blend.
J Mek 16: 107-116.
Noureddini H, Teoh BC, Clements LD. 1992. Densities of vegetabel oils and fatty acids. J Am Oil
Chem Soc 69(12): 1184-1188.
O’Brein RD. 2009. Fats and oils: Formulating and Processing and Applications. 3rd Ed. Boca Raton:
CRC Press.
Pahan I. 2010. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisinis dari Hulu Hingga Hilir.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Rao MA. 1999. Rheology of Fluid and Semifluid Foods: Principles and Applications. Gaithersburg:
Aspen Publication.
Ritonga MY. 2004. Pengaruh Bilangan Asam Terhadap Hidrolisa Minyak Kelapa Sawit [skripsi].
Medan: Program Studi Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
Rodenbush CM, Hsieh FH, Viswanath DS. 1999. Density and viscosity of vegetabel oils. J Am Oil
Chem Soc 76(12): 1415-1419.
Rohani Z, Mustafa K, Noor A. 2006. Process Design in Degumming and Bleaching of Palm Oil
[makalah]. Johor: Center of Lipid Engineering and Applied Research Universitas Teknologi
Malaysia.
Santos JCO, Santos IMG, Souza AG. 2005. Effect of heating and cooling on rheological parameters
of edible vegetabel oils. J Food Eng 64:401-405.
Sathivel S, Prinyawiwatkul W, Negulescu II, King JM, Basnayake BFA. 2003. Effect of purification
process on rheological properties of catfish oil. J Am Oil Chem Soc 80:829-832.
33
Singh RP, Heldman DR. 2001. Introduction to Food Engineering. London: Academic Press.
Steffe. 1996. Bioprocessing Pipelines: Rheology and Analysis. East Lansing: Freeman Press.
Tarabukina E, Jego F, Haudin M, Navard P, Peuvrel-Disdier E. 2009. Effect of shear on the rheology
and crystallization of palm oil. J Food Sci 74:E405-E416.
Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. New York: Chapman & Hall.
Triantafillopoulos N. 2005. Measurment of Fluid rheology and Interpretation of Rheogram. 2nd Ed.
Michigan: Kaltec Scientific, Inc.
Valez-Ruiz J. 2002. Relevance of rheological propertirs in food process engineering. In: Welti-Chanes
J, Barbosa-Canovas GV, Aguilera JM (ed). Engineering and Food for the 21th Century.
Florida: CRC press, pp 307-326.
Verhé R, Verleyen T, Hoed V Van, Greyt W De. 2006. Influence of refining of vegetabel oils on
minor components. J Oil Palm Res April 2006: 168-179.
Vitali AA, Rao MA. 1985. Flo properties of low pulp concentrated orange juice: effect of temperature
and concentration. J Food Sci 49: 882-888.
Wang T, Briggs JL. 2002. Rheological and thermal properties of soybean oils with modified FA
compositions. J Am Oil Chem Soc 79:831-836.
34
LAMPIRAN
35
Lampiran 1. Data analisis mutu CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D.
a. Kadar air
b. Kadar kotoran
Berat
contoh Berat kertas Berat kertas saring Kadar Rata-
Sampel (g) saring awal (g) setelah kering (g) kotoran (%) rata Std
36
Lampiran 1. Data analisis mutu CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D (lanjutan).
e. Bilangan Iod
Berat sampel Normalitas V Blanko V Sampel Bilangan Rata-
Sampel Std
(g) (N) (ml) (ml) Iod rata
0.5111 0.1058 33.40 14.30 50.17
CPO A 50.38 0.29
0.5110 0.1058 33.40 14.15 50.58
0.5516 0.1058 34.40 13.50 50.87
CPO B 51.30 0.61
0.5372 0.1058 34.40 13.70 51.73
0.5204 0.1000 48.00 25.70 54.38
CPO C 54.15 0.32
0.5213 0.1000 48.00 25.85 53.92
0.5002 0.1000 48.00 27.25 52.64
CPO D 52.47 0.24
0.5107 0.1000 48.00 26.95 52.31
37
Lampiran 2. Data hasil uji dengan ANOVA mutu CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D
38
Lampiran 2. Data hasil uji ANOVA mutu CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D (lanjutan).
c. Bilangan Iod
ANOVA
Iod
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 15.913 3 5.304 34.549 .003
Within Groups .614 4 .154
Total 16.527 7
39
Lampiran 3. Data hasil pengukuran densitas CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D.
a. Densitas CPO A
Suhu
25 30 35 40 45 50 55
Ulangan
1 0.9169 0.9149 0.9092 0.9037 0.8969 0.8934 0.8902
2 0.9169 0.9152 0.9095 0.9045 0.8969 0.8934 0.89
rata-rata 0.92 0.92 0.91 0.90 0.90 0.89 0.89
Std 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
b. Densitas CPO B
Suhu
25 30 35 40 45 50 55
Ulangan
1 0.9084 0.9076 0.9076 0.9021 0.897 0.894 0.8905
2 0.9104 0.9095 0.9095 0.9041 0.8989 0.8961 0.8923
rata-rata 0.91 0.91 0.91 0.90 0.90 0.90 0.89
Std 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
c. Densitas CPO C
Suhu
25 30 35 40 45 50 55
Ulangan
1 0.9092 0.9084 0.9078 0.9026 0.8956 0.8923 0.8888
2 0.9094 0.9085 0.9072 0.9019 0.8948 0.8914 0.8883
rata-rata 0.91 0.91 0.91 0.90 0.90 0.89 0.89
Std 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
d. Densitas CPO D
Suhu
25 30 35 40 45 50 55
Ulangan
1 0.9135 0.9118 0.9062 0.901 0.8964 0.8937 0.8897
2 0.9096 0.908 0.9024 0.8972 0.8928 0.896 0.886
rata-rata 0.91 0.91 0.90 0.90 0.89 0.89 0.89
Std 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
40
Lampiran 4. Data hasil uji korelasi dengan Pearson densitas dan mutu CPO.
a. densitas dan kadar air dan kotoran
Correlations
purities Densitas
N 4 4
N 4 4
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
ALB Densitas
N 4 4
N 4 4
IOD Densitas
N 4 4
N 4 4
41
Lampiran 5. Data hasil uji Korelasi dengan Pearson suhu terhadap densitas
a. CPO A
Correlations
suhu densitas
N 7 7
N 7 7
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
b. CPO B
Correlations
suhu densitas
N 7 7
**
densitas Pearson Correlation -.970 1
N 7 7
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
c. CPO C
Correlations
suhu Densitas
N 7 7
N 7 7
42
Lampiran 5. Data hasil uji korelasi dengan Pearson suhu terhadap densitas (lanjutan)
d. CPO D
Correlations
Suhu Densitas
N 7 7
N 7 7
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
43
Lampiran 6. Data hasil uji regresi densitas terhadap suhu
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 0.00091429 0.00091429 80.00 0.000
Residual Error 5 0.00005714 0.00001143
Total 6 0.00097143
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 0.00028929 0.00028929 27.00 0.003
Residual Error 5 0.00005357 0.00001071
Total 6 0.00034286
44
Lampiran 6. Data uji regresi densitas terhadap suhu (lanjutan)
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 0.00043214 0.00043214 40.33 0.001
Residual Error 5 0.00005357 0.00001071
Total 6 0.00048571
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 0.00043214 0.00043214 40.33 0.001
Residual Error 5 0.00005357 0.00001071
Total 6 0.00048571
45
Lampiran 7. Data uji ANOVA indeks tingkah laku alir (n) CPO A, CPO B, CPO C, CPO D.
a. CPO A
ANOVA
N
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .311 6 .052 120.790 .000
Within Groups .003 7 .000
Total .314 13
b. CPO B
ANOVA
N
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .416 6 .069 58.533 .000
Within Groups .008 7 .001
Total .425 13
46
Lampiran 7. Data uji ANOVA indeks tingkah laku alir (n) CPO A, CPO B, CPO C, CPO D (lanjutan).
n
Duncan
Subset for alpha = 0.05
suhu N 1 2 3 4
25 2 .533500
30 2 .557500
35 2 .760500
40 2 .864500
45 2 .929500 .929500
50 2 .945500 .945500
55 2 .986500
Sig. .508 1.000 .058 .155
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
c. CPO C
ANOVA
N
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .132 6 .022 24.786 .000
Within Groups .006 7 .001
Total .138 13
n
Duncan
Subset for alpha = 0.05
suhu N 1 2 3
25 2 .730500
30 2 .752000
40 2 .777000
35 2 .788000
45 2 .899000
50 2 .970000
55 2 .978000
Sig. .111 1.000 .796
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
47
Lampiran 7. Data uji ANOVA indeks tingkah laku alir (n) CPO A, CPO B, CPO C, CPO D (lanjutan).
d. CPO D
ANOVA
N
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .055 6 .009 10.713 .003
Within Groups .006 7 .001
Total .061 13
n
Duncan
Subset for alpha = 0.05
suhu N 1 2 3
25 2 .781000
30 2 .858000
35 2 .901500 .901500
40 2 .918000 .918000
50 2 .959000
45 2 .959500
55 2 .967500
Sig. 1.000 .089 .073
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
48
Lampiran 8. Data hasil uji ANOVA indeks konsistensi alir (K) CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D.
a. CPO A
ANOVA
K
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 9.251 6 1.542 46.800 .000
Within Groups .231 7 .033
Total 9.482 13
K
Duncan
Subset for alpha = 0.05
suhu N 1 2 3
55 2 .027150
50 2 .033350
45 2 .050150
40 2 .178950
35 2 .310400 .310400
30 2 .702250
25 2.452200E
2
0
Sig. .186 .068 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
b. CPO B
ANOVA
K
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 10.964 6 1.827 102.971 .000
Within Groups .124 7 .018
Total 11.088 13
49
Lampiran 8. Datahasil uji ANOVA indeks konsistensi alir (K) CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D
(lanjutan).
c. CPO C
ANOVA
K
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .694 6 .116 393.018 .000
Within Groups .002 7 .000
Total .697 13
K
Duncan
Subset for alpha = 0.05
suhu N 1 2 3 4 5
55 2 .025600
50 2 .031050
45 2 .063650
40 2 .246350
35 2 .294000
30 2 .449700
25 2 .665300
Sig. .070 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
50
Lampiran 8. Data hasil uji ANOVA indeks konsistensi alir (K) CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D
(lanjutan).
d. CPO D
ANOVA
K
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .180 6 .030 70.595 .000
Within Groups .003 7 .000
Total .183 13
K
Duncan
Subset for alpha = 0.01
suhu N 1 2 3
55 2 .027000
50 2 .035150
45 2 .038350
40 2 .070000
35 2 .103100 .103100
30 2 .173500
25 2 .368450
Sig. .011 .011 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
51
Lampiran 9. Data hasil uji ANOVA viskositas CPO A, CPOB, CPO C, dan CPO D.
a. CPO A
ANOVA
viskositas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .120 6 .020 171.817 .000
Within Groups .001 7 .000
Total .121 13
Post Hoc Tests
Viskositas
Duncan
Subset for alpha = 0.05
suhu N 1 2 3 4 5
50 2 .023824
55 2 .026057
45 2 .036585
40 2 .066277
35 2 .092900
30 2 .154883
25 2 .301597
Sig. .293 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
b. CPO B
ANOVA
Viskositas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .119 6 .020 165.139 .000
Within Groups .001 7 .000
Total .120 13
52
Lampiran 9. Data hasil uji ANOVA viskositas CPO A, CPOB, CPO C, dan CPO D (lanjutan).
c. CPO C
ANOVA
viskositas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .019 6 .003 243.552 .000
Within Groups .000 7 .000
Total .020 13
Viskositas
Duncan
Subset for alpha = 0.05
suhu N 1 2 3 4 5
55 2 .022816
50 2 .029167
45 2 .031705
40 2 .047366
35 2 .064296
30 2 .090228
25 2 .134018
Sig. .051 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 9. Datahasil uji ANOVA viskositas CPO A, CPOB, CPO C, dan CPO D (lanjutan).
d. CPO D
53
ANOVA
viskositas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .050 6 .008 572.277 .000
Within Groups .000 7 .000
Total .050 13
Viskositas
Duncan
Subset for alpha = 0.05
suhu N 1 2 3 4 5 6
55 2 .022312
50 2 .026934
45 2 .039496
40 2 .088201
35 2 .110665
30 2 .143429
25 2 .192299
Sig. .264 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 10. Data hasil uji korelasi dengan Pearson viskositas dan mutu CPO
54
a. Kadar air dan kotoran dan viskositas
Correlations
purities Viskositas
N 4 4
N 4 4
ALB Viskositas
N 4 4
N 4 4
iod Viskositas
N 4 4
N 4 4
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
55
a. Suhu 25 oC ulangan 1 b. suhu 25 oC ulangan 2
y = 0.562x + 0.326
log shear stress (Pa)
56
Suhu 30 oC ulangan 1 Suhu 30 oC ulangan 2
y = 0.654x - 0.119
1.500 R² = 0.995 1.500 R² = 0.994
1.000 1.000
0.500 0.500
0.000 0.000
0.000 1.000 2.000 3.000 0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s) log shear rate (1/s)
57
Lampiran 11. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO A (lanjutan).
y = 0.743x - 0.509
R² = 0.986 1.500 R² = 0.991
1.000
1.000
0.500
0.500
0.000 0.000
0.000 1.000 2.000 3.000 0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s) log shear rate [1/s]
58
Lampiran 11. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO A (lanjutan).
59
Lampiran 11. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO A (lanjutan).
R² = 0.985 R² = 0.967
1.000 1.000
0.500
0.500
0.000
0.000
0.000 1.000 2.000 3.000
0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s)
log shear rate (1/s)
60
Lampiran 11. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO A (lanjutan).
61
Lampiran 11. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO A (lanjutan).
1.200
y = 0.970x - 1.502
log shear stress (Pa)
62
Lampiran 12. Data hasil pengukuran sifat Reologi CPO B.
2.000
R² = 0.994 1.500 R² = 0.997
1.500
1.000 1.000
0.500 0.500
0.000
0.000
0.000 1.000 2.000 3.000
0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s)
log shear rate (1/s)
63
Lampiran 12. Data hasil pengukuran sifat Reologi CPO B (lanjutan)
y = 0.558x + 0.147
log shear stress (Pa)
64
Lampiran 12. Data hasil pengukuran sifat Reologi CPO B (lanjutan)
y = 0.760x - 0.538
1.500 R² = 0.985 R² = 0.995
1.000
1.000
0.500
0.500
0.000 0.000
0.000 1.000 2.000 3.000 0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s) log shear rate (1/s)
65
Lampiran 12. Data hasil pengukuran sifat Reologi CPO B (lanjutan)
66
Lampiran 12. Data hasil pengukuran sifat Reologi CPO B (lanjutan)
67
Lampiran 12. Data hasil pengukuran sifat Reologi CPO B (lanjutan)
0.5 0.5
0 0
0 1 2 3 0 1 2 3
log shear rate (1/s) log shear rate (1/s)
68
Lampiran 12. Data hasil pengukuran sifat Reologi CPO B (lanjutan)
y = 0.997x - 1.630
log shear stress
y = 0.976x - 1.591
1 R² = 0.970 1 R² = 0.959
(Pa)
0.5 0.5
0 0
0 1 shear rate
log 2 (1/s) 3 0 1 2 3
log shear rate (1/s)
69
Lampiran 13. Data hasil pengukuran reologi CPO C
70
Lampiran 13. Data hasil pengukuran reologi CPO C(lanjutan).
y = 0.748x - 0.328
R² = 0.996 R² = 0.997
1.500 1.500
1.000 1.000
0.500 0.500
0.000 0.000
0.000 1.000 2.000 3.000 0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s) log shear rate (1/s)
71
Lampiran 13. Data hasil pengukuran reologi CPO C(lanjutan).
Suhu 35 oC ulangan 1
y = 0.785x - 0.505
1.200 R² = 0.996
1.500 R² = 0.996
1.000
0.800
0.600 1.000
0.400
0.200 0.500
0.000
0.000
0.000 1.000 2.000 3.000
0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s) log shear rate (1/s)
72
Lampiran 13. Data hasil pengukuran reologi CPO C(lanjutan).
0.500 0.500
0.000 0.000
0.000 1.000 2.000 3.000 0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s) log shear rate (1/s)
73
Lampiran 13. Data hasil pengukuran reologi CPO C(lanjutan)
74
Lampiran 13. Data hasil pengukuran reologi CPO C(lanjutan)
y = 0.956x - 1.468
log shear stress (Pa)
75
Lampiran 13. Data hasil pengukuran reologi CPO C(lanjutan)
76
Lampiran 14. Data hasil pengukuran reologi CPO D
1.000 1.000
0.500 0.500
0.000 0.000
0.000 1.000 2.000 3.000 0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s) log shear rate(1/s)
77
Lampiran 14. Data hasil pengukuran reologi CPO C(lanjutan).
0.000 0.000
0.000 1.000 2.000 3.000 0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s) log shear rate (1/s)
78
Lampiran 14. Data hasil pengukuran reologi CPO D(lanjutan).
1.500 1.500
log shear stress (Pa)
log shear stress (Pa)
0.500 0.500
0.000 0.000
0.000 1.000 2.000 3.000 0.000 1.000 2.000 3.000
log shear rate (1/s) log shear rate (1/s)
79
Lampiran 14. Data hasil pengukuran reologi CPO D(lanjutan).
y = 0.941x - 1.238
log shear stress (Pa)
80
Lampiran 14. Data hasil pengukuran reologi CPO D(lanjutan).
81
Lampiran 14. Data hasil pengukuran reologi CPO D(lanjutan).
82
Lampiran 14. Data hasil pengukuran reologi CPO D(lanjutan).
83
Lampiran 15. Grafik pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D
dengan menggunakan persamaan Arrhenius pada 100 s-1.
a. CPO A
0
-0.50.003 0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
ln viskositas terukur (Pa.s)
-1 y = 8458.x - 29.74
-1.5 R² = 0.963
-2
-2.5
-3
-3.5
-4
-4.5
1/T (K)
b. CPO B
0
ln viskositas terukur (Pa.s)
c. CPO C
0
ln viskositas terukur (Pa.s)
84
Lampiran 15. Grafik pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D
dengan menggunakan persamaan Arrhenius pada 100 s-1 (lanjutan).
d. CPO D
0
-0.50.003 0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
ln viskositas terukur (Pa.s)
-1 y = 5771.x - 21.44
-1.5 R² = 0.980
-2
-2.5
-3
-3.5
-4
-4.5
1/T (K)
85
86