Vous êtes sur la page 1sur 12

Kondisi Vegetasi Hutan Pinggiran dan…(Hendra Gunawan)

KONDISI VEGETASI HUTAN PINGGIRAN DAN IMPLIKASI


PENGELOLAANNYA DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI
(Vegetation Feature of Fringing Forest and The Implication on its Management at
Mount Ciremai National Park)*)

Oleh/By :
Hendra Gunawan1)
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam
Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-633234, 7520067; Fax 0251-638111 Bogor
1)
Email : hendragunawan1964@yahoo.com
*) Diterima : 15 Februari 2006; Disetujui : 13 September 2007

ABSTRACT
Mount Ciremai National Park (MCNP) have been suffered by habitat loss and degradation, mostly at the
edge of the park that facing settlements dan cultivation areas. The objective of this research was to study the
condition of fringing habitat where the threats of surrounding communities came to. The research area was
laid at 6o53.100 S dan 108o28.843 E in Seda forest complex. Strip sampling analyses was applied to study
the vegetation. This research found 44 trees species, 36 poles species, 40 saplings species, and 70 species of
seedlings, grass, and herbs. Diversity index and eveness index of the tree flora were 3.16 and 0.84
respectively. Distrtibution of diameter show that this forest have ever been disturbed by exploitation in the
past. The five most dominant trees that have the highest important value indices were Cryptocarya
paniculata BL. (43,04%), Arenga pinnata L. (20,79%), Acmena acuminatissima M.et P. (20,09%),
Neonauclea calycina Merr. (19,73%), Nauclea orientalis L. (19,19%). The density of trees and poles were
normal, but saplings and seedlings and other cover plants were higher than normal. This also indicated that
the forest was became a secondary vegetation, where there were a lot of open canopy so that the sun light
may reach the floor of the forest and stimulate the growth of seedlings and pioneer plants. This forest have
four strata of canopy (B, C, D, E) but they do not continuous each other as consequences of tree cutting in
the past. In the management frame, the degraded fringing habitats may be treat as rehabilitation zones, so
that the degradation are not continued and the park management may initiate improvement or rehabilitation
means.
Key words : Fringing forest, analyses, wildlife, national park, Mount Ciremai

ABSTRAK
Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) telah mengalami kehilangan dan kerusakan habitat terutama di
daerah perbatasan kawasan dengan pemukiman dan lahan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi habitat pinggiran di TNGC yang paling banyak mengalami tekanan dari masyarakat.
Penelitian dilakukan di Blok Hutan Seda pada posisi 6o53,100 LS dan 108o28,843 BT. Analisis vegetasi
dilakukan dengan metode garis berpetak. Pada penelitian ini ditemukan 44 jenis pohon, 36 jenis tiang, 40
jenis pancang, dan 70 jenis anakan dan tumbuhan bawah. Indeks keanekaragaman jenis (H’) dan indeks
keseragaman (e) pohon di blok hutan ini cukup tinggi, yaitu 3,16 dan 0,84. Sebaran pohon menurut kelas
diameter di Blok Hutan Seda tidak normal yang menunjukkan pernah terjadi penebangan terhadap jenis-jenis
pohon tertentu dengan diameter tertentu di masa lalu. Lima jenis pohon dominan dengan Indeks Nilai
Penting tertinggi, adalah Cryptocarya paniculata BL. (43,04%), Arenga pinnata L. (20,79%), Acmena
acuminatissima M.et P. (20,09%), Neonauclea calycina Merr. (19,73%), dan Nauclea orientalis L. (19,19%).
Kerapatan pohon dan tiang relatif normal, sementara kerapatan pancang dan anakan lebih tinggi dari normal,
hal ini juga dapat menjadi indikator vegetasi sekunder, karena keterbukaan tajuk telah menstimulasi
pertumbuhan permudaan dan tumbuhan bawah. Hutan di Blok Seda hanya memiliki empat strata, yaitu strata
B, C, D, dan E yang tidak berkesinambungan akibat pernah terjadinya gangguan berupa penebangan di masa
lalu. Dalam pengelolaan taman nasional, habitat pinggiran yang telah mengalami kerusakan dapat
dikategorikan dalam zona rehabilitasi atau zona lain, dengan maksud agar kerusakan tidak berlanjut dan
dapat dilakukan upaya rehabilitasi atau pembinaan habitat.
Kata kunci : Hutan pinggiran, analisis, satwaliar, taman nasional, Gunung Ciremai

451
Info Hutan Vol. IV No. 5 : 451-462, 2007

I. PENDAHULUAN selain mendapat tekanan eksploitasi kayu,


di bagian pinggirannya juga terdapat ak-
Taman Nasional Gunung Ciremai
tivitas budidaya yang dilakukan oleh ma-
(TNGC) ditetapkan berdasarkan Keputus-
syarakat melalui program PHBM (Penge-
an Menteri Kehutanan Nomor 424/
lolaan Hutan Bersama Masyarakat) de-
Menhut-II/2004, tanggal 19 Oktober
ngan sistem agroforestry. Kedua macam
2004. TNGC memiliki luas kawasan ±
aktivitas tersebut bagi sebagian besar sat-
15.500 ha yang terletak di Kesatuan Pe-
wa mamalia dapat berarti penurunan kua-
mangkuan Hutan (KPH) Kuningan (8.200
litas dan kuantitas habitat.
ha) dan KPH Majalengka (7.300 ha), Pro-
Penurunan kualitas dan kuantitas ha-
vinsi Jawa Barat.
bitat tidak hanya terjadi pada hutan ta-
TNGC memiliki keanekaragaman je-
naman tetapi juga terjadi pada hutan alam
nis flora-fauna yang tinggi dan merupa-
dan ini semakin meningkat ketika krisis
kan kawasan perlindungan sistem pe-
ekonomi melanda Indonesia. Banyak are-
nyangga kehidupan, di antaranya merupa-
al yang diokupasi dan ditanami tanaman
kan daerah tangkapan air yang penting
pertanian. Meskipun telah diatasi dengan
untuk sistem pertanian dan perikanan di
program PHBM, namun kerusakan yang
tiga kabupaten (Kuningan, Majalengka,
terjadi telah mengakibatkan degradasi ha-
Cirebon) dan Kotamadya Cirebon.
bitat satwaliar. Kerusakan terparah terse-
TNGC juga menjadi tempat yang penting
bar di daerah pinggiran taman nasional
bagi konservasi berbagai jenis satwa
yang berbatasan dengan pemukiman dan
langka, seperti macan tutul (Panthera
lahan budidaya.
pardus Linnaeus 1958), kijang (Munti-
Penelitian ini bertujuan untuk mempe-
acus muntjak Zimmermann 1780), surili
lajari kondisi habitat satwaliar, berupa
(Presbytis comata Desmarest 1822), dan
hutan alam yang terletak di perbatasan
elang jawa (Spizaetus bartelsi Strese-
kawasan TNGC dengan pemukiman dan
mann 1924) (Anonymous, 2004).
lahan budidaya. Hasil penelitian ini diha-
Sebelum menjadi taman nasional, ber-
rapkan dapat memberikan gambaran mo-
dasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
del pengelolaan hutan pinggiran yang da-
Nomor 419/Kpts-II/1999 Kawasan Hutan
pat dikembangkan, sehingga fungsinya
Gunung Ciremai terdiri dari hutan lin-
sebagai habitat satwa dan pemelihara sis-
dung 7.748,75 ha (49,94%), hutan pro-
duksi 2.690,48 (17,33%), hutan produksi tem tata air tetap terjaga, tetapi juga dapat
memberikan sumbangan ekonomi bagi
terbatas 4.943,62 ha (31,86%), dan areal
masyarakat sekitarnya, baik langsung ma-
penggunaan lain 135,38 ha (0,87%). Pa-
upun tidak langsung.
da tahun 2002, pemerintah Kabupaten
Kuningan menetapkan Kawasan Hutan
Gunung Ciremai sebagai kawasan perlin- II. METODOLOGI
dungan sistem penyangga kehidupan (sis-
tem ekologi, ekonomi, dan sosial masya- A. Waktu dan Lokasi
rakat) dan konservasi dalam rencana tata Penelitian ini dilaksanakan pada bu-
ruang wilayahnya (Peraturan Daerah No- lan Desember tahun 2005 berlokasi di
mor 38 tahun 2002). Taman Nasional Gunung Ciremai
Menurut sejarah pengelolaannya, ha- (TNGC). Secara geografis Kawasan Hu-
nya 50% hutan merupakan hutan lindung tan Gunung Ciremai terletak di antara
yang berarti tidak dilakukan eksploitasi 108o28’0”-108o21’35” BT dan di antara
dan relatif tidak terganggu aktivitas ma- 6o50’25”-6o58’26” LS. Penelitian dilaku-
nusia. Sementara selebihnya merupakan kan di dalam kawasan TNGC, di Blok
hutan produksi dengan tanaman mono- Hutan Seda, Kecamatan Mandirancan,
kultur jenis pinus (Pinus merkusii Jungh. Kabupaten Kuningan. Secara geografis
et de Vriese). Habitat hutan produksi ini petak penelitian terletak pada posisi

452
Kondisi Vegetasi Hutan Pinggiran dan…(Hendra Gunawan)

6o53,100 LS dan 108o28,843 BT dan ke- sampai pohon muda berdiameter < 10
tinggian 473-500 m di atas permukaan la- cm), dan petak 2 m x 2 m untuk semai
ut (dpl). dan tumbuhan bawah dengan tinggi < 1,5
Blok Hutan Seda dipilih sebagai con- m) (Samingan, 1997b; Kusmana, 1997).
toh atau model hutan pinggiran yang kon- Inventarisasi satwa mamalia menggu-
disinya baik. Hutan ini terletak pada le- nakan metode transek atau jalur. Setiap
reng yang terjal dan dipelihara oleh ma- satwa mamalia besar yang terlihat di da-
syarakat karena merupakan daerah tang- lam transek selebar 50 m dicatat jenis,
kapan air. Di lembah hutan ini terdapat jumlah, dan frekuensi perjumpaannya.
mata air yang merupakan sumber air do- Jika satwa tidak terlihat maka pengenalan
mestik dan pertanian desa-desa di seki- satwa dilakukan melalui beberapa cara di
tarnya di Kecamatan Mandirancan. antaranya jejak, feses, suara, sarang, bau,
Menurut klasifikasi curah hujan dan tanda-tanda lain yang ditinggalkan
Schmidt dan Ferguson, Kawasan Hutan (van Lavieren, 1982; Alikodra, 1990).
Gunung Ciremai termasuk tipe B dan C Hasil analisis vegetasi diolah untuk
dengan curah hujan tahunan rata-rata mendapatkan parameter-parameter vege-
2.000-4.000 mm. Temperatur udara ber- tasi, yaitu kerapatan, kerapatan relatif,
kisar antara 18oC-22o C. Gunung Ciremai frekuensi, frekuensi relatif, dominansi,
merupakan gunung tertinggi di Jawa Ba- dominansi relative, dan indeks nilai pen-
rat, dengan ketinggian mencapai 3.078 ting (Samingan, 1997b; Kusmana, 1997).
meter dpl. Secara garis besar topografi Untuk menghitung indeks keanekaragam-
kawasan Gunung Ciremai berombak, ber- an jenis vegetasi dan satwa digunakan
bukit sampai bergunung. Jenis batuan rumus dari Shannon, yaitu (Magurran,
Gunung Ciremai merupakan batuan vul- 1988) :
kanik, baik vulkanik muda maupun tua H '   pi log pi, di mana pi  ni / N
hasil dari aktivitas gunung berapi. Ka- pi adalah perbandingan antara jumlah individu
wasan berhutan di Gunung Ciremai spesies ke-i dengan jumlah total individu. Loga-
umumnya mulai dari ketinggian 500 m ritma yang digunakan adalah logaritma dasar 10
dpl ke atas. atau e.
Hutan di Gunung Ciremai dapat dike- Rumus ini dapat diubah menjadi (Soe-
lompokkan menjadi tiga tipe vegetasi, ya- gianto, 1994) :
itu hutan hujan dataran rendah (< 1.000 ( N log N   ni log ni)
m dpl), hutan hujan pegunungan (1.000- H'
N
2.400 m dpl), dan hutan sub alpin (> Untuk mengetahui struktur komunitas
2.400 m dpl). Di samping itu, terdapat vegetasi dan satwa maka dihitung nilai
hutan tanaman pinus (P. merkusii) (Har- indeks keseragaman antar jenis atau in-
jadi et al., 2003; Sungkawa, 2003). deks eveness (e) dengan rumus sebagai
berikut (Odum, 1994) :
B. Metode
H'
Kondisi habitat satwa yang ingin di- e
ketahui adalah struktur dan komposisi ve- ln S
dimana S adalah banyaknya jenis yang ditemukan
getasi, indeks nilai penting, indeks keane- pada habitat tersebut.
karagaman jenis (H’), dan indeks kesera-
gaman (e). Analisis vegetasi mengguna-
kan metode garis berpetak (Kusmana, III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1997). Petak 20 m x 20 m untuk men- A. Kondisi Hutan Alam Pinggiran
catat pohon dewasa (diameter > 20 cm), Kawasan
petak 10 m x 10 m untuk tiang (diameter
10 s/d 20 cm), petak 5 m x 5 m untuk Hutan taman nasional yang terletak di
pancang (permudaan dengan tinggi 1,5 m pinggiran kawasan terdiri dari beberapa

453
Info Hutan Vol. IV No. 5 : 451-462, 2007

tipe yaitu hutan alam (baik virgin mau- 2. Sebaran Pohon Menurut Kelas
pun terganggu), hutan tanaman P. mer- Diameter
kusii berbagai kelas umur, hutan tanaman Walaupun telah mendekati klimaks
P. merkusii dengan tumpangsari tanaman dalam suksesi hutan alam, namun tam-
pertanian (program PHBM), dan semak paknya hutan di Blok Seda pernah meng-
belukar bekas kebakaran atau perladang- alami gangguan berupa penebangan di
an. masa lalu. Hal ini ditunjukkan oleh se-
Salah satu tipe hutan pinggiran ka- baran kelas diameter sebagaimana ditun-
wasan yang baik adalah hutan alam yang jukkan pada Gambar 1. Dari gambar ter-
relatif tidak terganggu di Desa Seda, Ke- sebut tampak bahwa sebaran pohon me-
camatan Mandirancan yang secara geo- nurut kelas diameter tidak berbentuk nor-
grafis terletak di sekitar 6o53,100 LS dan mal, yaitu seharusnya berbentuk kurva
108o28,843 BT dan ketinggian 473-500 “J” terbalik (sebagaimana digambarkan
m di atas permukaan laut (dpl). Vegetasi garis putus-putus) yang menunjukkan po-
di blok hutan ini merupakan hutan alam pulasi pohon berdiameter kecil yang ting-
dataran rendah sekunder dengan keting- gi dan secara gradual dengan naiknya ke-
gian 473-500 m dpl. Berikut ini disajikan las diameter maka menurun populasinya,
hasil analisis vegetasi di hutan pinggiran sehingga membentuk kurva berbentuk
yang relatif masih baik. “J” terbalik (Samingan, 1997a).
1. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Dari Gambar 1 dapat diduga bahwa di
Indeks Keseragaman (e) Blok Hutan Seda pernah dilakukan pene-
Rekapitulasi hasil analisis vegetasi di bangan terhadap jenis-jenis tertentu de-
Blok Hutan Seda disajikan pada Tabel 1. ngan diameter tertentu (jenis komersial
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa Blok berdiameter besar), sehingga jenis dan
Hutan Seda memiliki indeks keanekara- kelas diameter pohon tersebut yang seha-
gaman jenis (H’) vegetasi yang cukup rusnya populasinya tinggi menjadi rendah
tinggi, karena nilai tertinggi yang pernah dan akhirnya membentuk kurva yang ti-
tercatat adalah 3,5 (Samingan, 1997a). dak beraturan. Vegetasi di Blok Hutan
Nilai indeks keseragaman (e) di blok hu- Seda dapat dikatakan vegetasi sekunder,
tan ini juga tergolong tinggi karena men- karena pernah terganggu dan sekarang se-
dekati nilai 1,0 (nilai tertinggi). Ting- dang dalam proses menuju klimaks.
ginya nilai “e” ini menunjukkan struktur
komunitasnya relatif seragam atau de- 3. Jenis Dominan
ngan perkataan lain tidak ada jenis-jenis Lima jenis pohon, tiang, pancang, dan
yang sangat mendominasi. Hal ini juga anakan yang dominan dengan INP ter-
dapat menjadi indikasi tingkat suksesi tinggi di Blok Hutan Seda disajikan pada
alam yang sudah mendekati klimaks. Tabel 2.

Tabel (Table) 1. Rekapitulasi indeks keanekaragaman jenis (H’) dan indeks keseragaman (e) vegetasi di
Blok Hutan Seda, Taman Nasional Gunung Ciremai (Recapitulation of diversity indices
(H’) and eveness indices of vegetation at Seda Forest complex, Mount Ciremai National
Park)
Tingkatan Jumlah jenis Indeks keanekaragaman Indeks keseragamnan
(Stages) (Number of species) (Diversity indices) (Eveness indices)
Pohon (Tree) 44 3,16 0,84
Tiang (Pole) 36 3,23 0,90
Pancang (Sapling) 40 3,30 0,89
Anakan (Seedling) 70 3,79 0,89

454
Kondisi Vegetasi Hutan Pinggiran dan…(Hendra Gunawan)

50
45
40
35
30
N/ha

25
20
15
10
5
0
20 - <30 30 - <40 40 - <50 50 - <60 60 - <70 70 - <80 80 - <90 90 - <100 >100

Kelas diameter

Gambar (Figure) 1. Sebaran pohon menurut kelas diameter di Blok Hutan Seda, Taman Nasional Gunung
Ciremai (Distribution of trees based on dameter classes at Seda Forest complex,
Mount Ciremai National Park).

Tabel (Table) 2. Lima jenis pohon dominan di Blok Hutan Seda, Taman Nasional Gunung Ciremai (Top five
of dominant trees at Seda Forest complex, Mount Ciremai National Park)
Nama lokal Nama latin
No. DR KR FR INP
(Vernacular name) (Botanical name)
Pohon (Trees)
1 Ki banen Cryptocarya paniculata BL. 16,92 17,16 8,96 43,04
2 Aren Arenga pinnata L.*) 3,52 9,80 7,46 20,79
3 Peutag Acmena acuminatissima M.et P.*) 4,78 7,84 7,46 20,09
4 Cangcaratan Neonauclea calycina Merr. 5,67 7,35 6,72 19,73
5 Gempol Nauclea orientalis L. 8,59 6,86 3,73 19,19
Tiang (Poles)
1. Peutag Acmena acuminatissima M.et P.*) 15,03 15,29 11,43 41,75
2. Peusar Artocarpus rigidus BL.*) 7,70 8,24 7,14 23,08
3. Ki banen Cryptocarya paniculata BL. 8,88 7,06 5,71 21,66
4. Aren Arenga pinnata L.*) 8,27 5,88 7,14 21,30
5. Huru Actinodaphne procera NESS 7,61 5,88 5,71 19,20
Pancang (Saplings)
1. Peutag Acmena acuminatissima M.et P.*) 17,17 15,53 11,76 44,47
2. Saray Caryota mitis LOUR.*) 8,60 9,71 8,24 26,54
3. Kokosan Dysoxylum caulostachyum Miq. 6,47 6,80 5,88 19,14
4. Panggang Brassiopsis speciosa Decne et Planch 5,44 3,88 4,71 14,03
5. Huru Actinodaphne procera NESS 5,06 3,88 4,71 13,65
Anakan (Seedlings)
1. Cariang Homalomena alba HASSK. 3,64 7,80 11,44
2. Pakis sayur Acrostichum aureum L. 8,18 2,84 11,02
3. Spt pohpohan Pilea trinervia WIGHT. 6,97 1,42 8,39
4. Darangdan Ficus rostrata LAMK. 3,03 4,96 7,99
5. Sarai Caryota mitis LOUR.*) 2,73 4,96 7,69
Keterangan (Remark) :
DR = Dominansi relatif (Relative dominance); KR = Kerapatan relatif (Relative density); FR = Frekuensi relatif (Relative
frequency); INP = Indeks Nilai Penting (Important Value Index); *) Makanan satwa (Food trees for animals)

455
Info Hutan Vol. IV No. 5 : 451-462, 2007

4. Struktur Vegetasi tar, kerapatan anakan adalah 3.929


individu per hektar. Sementara perkiraan
Struktur vegetasi sangat penting bagi
kerapatan yang normal menurut Sami-
satwa vertebrata, karena dalam seleksi
ngan (1997a) adalah 250 pohon per hek-
habitat bebarapa jenis satwa vertebrata le-
tar, 400 tiang per hektar; 1.000 pancang
bih merespon terhadap lifeform atau fi-
per hektar, dan 1.500 anakan per hektar.
siognomy habitat mereka daripada ter-
Meskipun di lokasi penelitian memiliki
hadap keberadaan jenis pohon tertentu.
kerapatan pohon yang cukup tinggi, te-
Satwaliar mungkin hanya membutuhkan
tapi di beberapa tempat telah terjadi pem-
aspek struktural dari cover lingkungan-
bukaan tajuk akibat pernah adanya pene-
nya, seperti mereka tergantung pada je-
bangan. Terbukanya tajuk tersebut telah
nis makanan tertentu (Bailey, 1984). De-
menstimulasi tumbuhnya anakan, sehing-
ngan demikian struktur vegetasi, baik ho-
ga memiliki kerapatan yang jauh lebih
risontal maupun vertikal menjadi penting
tinggi dari normal (Gambar 2.).
diperhatikan dalam pengelolaan satwa.
Struktur horisontal diwakili oleh nilai ke- Struktur vertikal vegetasi di Blok Hu-
rapatan pohon per hektar sedangkan tan Seda dapat dilihat dari histogram
struktur vertikal digambarkan oleh strata tinggi pohon pada sebuah bisect sepan-
tajuk dan bentuk percabangan. jang 100 meter yang dibuat dianalisis ve-
Kerapatan pohon berdiameter lebih getasi (Gambar 3). Menurut Soerianega-
dari 20 cm di Blok Hutan Seda adalah ra dan Indrawan (1980) ada 5 strata po-
242 individu per hektar, kerapatan pohon hon dalam vegetasi hutan, yaitu strata A
berdiameter kurang dari 20 cm adalah untuk pohon-pohon dengan tinggi > 30
405 individu per hektar, dan kerapatan m, strata B (20-30 m), strata C (4-20 m),
tingkat pancang 1.962 individu per hek- strata D (1-4 m), dan strata E (0-1 m).

4500
4000
3500
3000
Individu/Ha

2500
2000
1500
1000
500
0
Anakan Pancang Tiang Pohon
Tingkat pertumbuhan

Seda Normal

Gambar (Figure) 2. Sebaran pohon menurut tingkatan pertumbuhan di Blok Hutan Seda, Taman Nasional
Gunung Ciremai dibandingkan dengan sebaran normal menurut Samingan (1997a)
(Distribution of trees based on stages of growth at Seda Forest complex, Mount
Ciremai National Park compared with normal distribution according to Samingan,
1997)

456
Kondisi Vegetasi Hutan Pinggiran dan…(Hendra Gunawan)

Pada Gambar 3 tampak bahwa hutan B. Satwaliar


di Blok Seda memiliki empat strata, yaitu Hasil inventarisasi satwa mamalia
strata E, D, C, dan B. Strata E tidak di- menemukan 15 jenis mamalia (di luar
gambarkan karena umumnya ditempati bangsa tikus dan kelelawar), seperti disa-
oleh tumbuhan bawah dan anakan pohon jikan pada Tebel 3. Jumlah ini termasuk
yang jumlah jenisnya sangat banyak. Se- tinggi bila melihat kondisinya yang ber-
mentara untuk jenis-jenis pohon digam- batasan dengan pemukiman dan lahan bu-
barkan mulai dari tingakatan pancang didaya, di mana biasanya sulit ditemukan
(tinggi lebih dari 1,5 m). Tidak dijumpai- satwaliar. Di samping kondisi vegetasi-
nya pohon dengan tinggi lebih dari 30 m nya relatif masih baik, memiliki strata
(Strata A) di blok hutan ini dikarenakan yang cukup lengkap dan tersedianya pa-
pernah terjadi penebangan. Beberapa po- kan, keberadaan satwa di komplek hutan
hon besar telah ditebang oleh masyarakat ini juga relatif aman karena tidak men-
pada masa yang lalu. dapat gangguan dari manusia, seperti per-
Berdasarkan stratanya, tampak tajuk- buruan dan pembabatan hutan.
tajuk pohon di Blok Hutan Seda tidak Keberadaan satwa di Blok Hutan Se-
kontinyu atau tidak sambung-menyam- da berkaitan dengan kondisi hutan yang
bung secara gradual. Di beberapa tempat mampu menyediakan habitat bagi jenis-
tampak dari strata B langsung ke strata D. jenis satwa tersebut. Beberapa jenis po-
Bahkan, ditemukan beberapa tajuk yang hon dominan (Tabel 2) merupakan sum-
terbuka atau hilang, sehingga cahaya ma- ber pakan bagi satwa primata surili (Pres-
tahari langsung mengenai lantai hutan bitys comata), monyet (Macaca fascicu-
dan menstimulir tumbuhan bawah. Hal laris), dan lutung (Trachypitecus aura-
ini juga merupakan indikator bahwa hu- tus). Ada juga pohon dominan yang me-
tan di Blok Seda merupakan vegetasi se- rupakan tempat bermalam monyet, yaitu
kunder. Sterculia javanica dan Ficus benjamina.

35

30

25
TINGGI (m)

20

15

10

0
aren
Dahu

Dahu

Mara
Caringin

wuni

Gorang

Beurih
Kokosan

Gintung
Gempol

Huru batu

Gempol

Peutag

Simpur

Peutag

Ki Banen
Gempol

Simpur
Penggung
Dangdeur

Pulus

Pulus

Dangdeur

Ki Seuheur

Rukem
Hantap heulang

Huru meuhmal

Ki Bewok
Peundeuy

Gambar (Figure) 3. Histogram tinggi pohon pada suatu bisect 100 meter di Blok Hutan Seda, Taman
Nasional Gunung Ciremai (Histogram of trees height on a 100 meter bisect at Seda
Forest complex in Mount Ciremai national Park)

457
Info Hutan Vol. IV No. 5 : 451-462, 2007

Tabel (Table) 3. Mamalia di Blok Hutan Seda, Taman Nasional Gunung Ciremai (Mamals of Seda Forest
complex, Mount Ciremai National Park)
Nama lokal (Local name) Nama latin (Scientific name) Jumlah (Number)
1. Bagong Sus scrofa 3
2. Jeralang Ratufa bicolor 1
3. Malu-malu Nycticebus coucang 1
4. Peuseing Manis javanica 1
5. Monyet Macaca fascicularis 1 kelompok*)
6. Lutung Trachypitecus auratus 1 kelompok*)
7. Ganggarangan Herpetes javanicus 1
8. Luwak Paradoxurus hermaphroditus 1
9. Careuh (Musang pisang) Mustela nudipes 1
10. Careuh bulan (Musang bulan) Viverricula malaccensis 1
11. Encang-encang (Cukbo) Lomys horsfieldii 1
12. Tando Cyanocephalus variegatus 1
13. Landak Hystrix brachyura 1
14. Keukeus (Bajing pinggang merah) Lariscus hosei 1
15. Tupai Callosciurus notatus 1
*) tidak diketahui jumlah pastinya

Bahkan F. benjamina juga merupakan lainnya diokupasi dan lahannya ditanami


sumber pakan bagi beberapa jenis satwa tanaman pertanian. Akibatnya habitat hu-
lainnya, seperti bangsa burung dan pema- tan yang terletak di pinggiran kawasan ini
kan buah lainnya. Buah aren (Arenga paling banyak mengalami kerusakan. Se-
pinnata) yang merupakan salah satu jenis lanjutnya, kerusakan vegetasi menyebab-
dominan di Blok Hutan Seda merupakan kan berkurangnya sumber pakan dan tem-
makanan luwak (Paradoxurus hermaphro- pat berlindung satwaliar, sehingga akhir-
ditus). nya ditinggalkan oleh beberapa satwa
yang sensitif terhadap perubahan ling-
C. Pengelolaan Hutan Oleh Masya- kungan dan kehadiran manusia.
rakat Untuk mencegah kerusakan lebih lan-
Secara ekologis, ekosistem TNGC te- jut dan meminimalkan dampak dari pem-
lah dan sedang mengalami tekanan kehi- bukaan hutan tersebut, maka Perum Per-
langan habitat dan kerusakan habitat. Hal hutani menerapkan program PHBM (Pe-
ini diindikasikan pada kondisi saat ini, di ngelolaan Hutan Bersama Masyarakat).
mana hutan alam yang tersisa umumnya Dalam program ini masyarakat diperbo-
berada di ketingian lebih dari 1.000 m lehkan menanam tanaman budidaya seca-
dpl. Sisa-sisa hutan hujan dataran rendah ra tumpangsari di kawasan hutan produksi.
masih dapat ditemukan, antara lain di Kegiatan PHBM di Blok Hutan Seda
Blok Hutan Seda mulai pada ketinggian dilakukan di areal-areal yang relatif datar,
473 m dpl. Sementara di banyak tempat, di samping itu jenis-jenis tanaman utama
pada ketinggian 400 m-1.000 m dpl, se- juga merupakan tanaman keras, seperti
bagian besar ekosistem alam sudah beru- melinjo (Gnetum gnemon), durian (Dyrio
bah menjadi ekosistem buatan, berupa la- zibethinus), kopi (Coffea robusta), ceng-
han budidaya tanaman pertanian dan ta- keh (Eugenia aromatica), alpukat (Per-
naman kehutanan (P. merkusii). sea americana), rasamala (Altingia excel-
Sejak terjadi krisis ekonomi tahun sa), kayu afrika (Maesopsis emenii), pete
1997, hutan-hutan yang berada di bagian (Parkia speciosa), jengkol (Pithecelobi-
paling luar Kawasan Hutan Gunung Cire- um lobatum), dan mangga (Mangifera in-
mai banyak yang telah dirambah. Di be- dica). Sedangkan tanaman sela bersifat
berapa tempat hanya ditebang pohon- musiman, seperti singkong (Manihot
pohonnya, sementara di banyak tempat utilissima), ubi (Ipomoea batatas), cabe

458
Kondisi Vegetasi Hutan Pinggiran dan…(Hendra Gunawan)

(Capsicum spp.), dan sayur-sayuran se- yang diokupasinya dengan jenis-jenis ta-
perti tomat, kol, wortel, kentang, sawi, naman hutan yang disediakan oleh penge-
dan labu jipang. lola TNGC, sementara di sela-selanya te-
Blok Hutan Seda merupakan salah tap diijinkan menanami tanaman pertani-
satu contoh habitat pinggiran di Taman an dalam jangka waktu tertentu. Insentif
Nasional Gunung Ciremai, di mana ter- dapat diberikan kepada petani yang mela-
dapat program PHBM. Walaupun meru- kukan agroforestry ini dengan taat dan
pakan habitat pinggiran, secara umum berhasil. Bentuk insentif dapat berupa
kondisinya masih relatif baik. Hal ini ter- bantuan bibit, pupuk, perpanjangan kon-
utama disebabkan oleh upaya perlindung- trak garapan atau pembinaan dan bantuan
an yang dilakukan oleh masyarakat seki- modal; untuk alih profesi ke bidang pe-
tarnya, karena di Blok Hutan Seda terda- kerjaan yang tidak bergantung pada lahan
pat mata air yang cukup besar dan meru- hutan.
pakan sumber utama untuk air rumah Pengelolaan hutan pinggiran, seperti
tangga dan pertanian sawah di sekitarnya. di Blok Hutan Seda dapat menjadi contoh
Penebangan yang pernah dilakukan pada atau model untuk diterapkan di wilayah
masa lalu, sekarang sudah tidak terjadi la- lain. Ada tiga manfaat yang diperoleh da-
gi. Meskipun demikian kondisi vegetasi- ri pengelolaan hutan pinggiran yang baik,
nya belum pulih seperti semula. yaitu : (1) terjaganya fungsi habitat untuk
pelestarian satwaliar, (2) terpeliharanya
D. Implikasi Pengelolaan fungsi tata air, dan (3) terpenuhinya ke-
butuhan masyarakat sekitar, berupa peng-
Habitat pinggiran yang telah rusak
hasilan dari hasil agroforestry dan hasil
harus diupayakan agar kerusakannya ti-
hutan bukan kayu.
dak berlanjut dan segera diupayakan pe-
mulihannya. Untuk memulihkan habitat
pinggiran yang telah rusak dapat dilaku- IV. KESIMPULAN DAN SARAN
kan dengan cara : (1) membiarkan terjadi
proses suksesi alami dengan menjaga ka- A. Kesimpulan
wasan tersebut agar tidak terjadi ganggu- Hutan pinggiran di perbatasan kawas-
an lebih lanjut oleh manusia, (2) mena- an TNGC di Blok Hutan Seda merupakan
nami beberapa lokasi yang vegetasinya salah satu contoh hutan pinggiran yang
terbuka dengan jenis-jenis setempat dan kondisinya masih baik. Hal ini diindika-
memiliki fungsi memperkaya sumber pa- sikan oleh masih tingginya indeks keane-
kan dan/atau lindungan bagi satwa, serta karagaman jenis (3,16) dan indeks even-
(3) membantu proses regenerasi alami de- ness pohon (0,84) serta memiliki empat
ngan cara pemeliharaan dan perawatan strata, yaitu strata B, C, D, dan E. Bebe-
permudaan yang sudah ada, misalnya de- rapa jenis pohon dominan bahkan meru-
ngan membersihkan tumbuhan penggang- pakan penghasil pakan untuk satwa.
gu secara jalur atau cemplongan. Masih berfungsinya hutan pinggiran
Dalam sistem zonasi, habitat pinggir- di Seda sebagai habitat satwa diindikasi-
an yang telah rusak dapat dimasukkan ke kan oleh ditemukannya 15 jenis mamalia
dalam zona tersendiri, misalnya zona re- di blok hutan ini, di antaranya monyet
habilitasi atau zona lain dengan tujuan (Macaca fascicularis Raffles 1821), lu-
agar kerusakan tidak berlanjut dan dapat tung (Trachypithecus auratus E. Geoffrey
dilakukan upaya rehabilitasi atau pembi- Saint-Hilaire 1812), malu-malu (Nyctice-
naan habitat. Beberapa habitat pinggiran bus coucang Boddaert 1785), gangga-
yang telah diokupasi dan ditanami tanam- rangan (Herpestes javanicus E. Geoffrey
an pertanian dapat dipulihkan dengan Saint-Hilaire 1818), luwak (Paradoxurus
model agroforestry, di mana petani hermaphroditus Schreber 1778 ), musang
diwajibkan menanami kembali lahan bulan (Viverricula malaccensis Gmelim
459
Info Hutan Vol. IV No. 5 : 451-462, 2007

1788), encang-encang (Lomys horsfieldii tanan Universitas Kuningan. Tidak


Waterhouse), dan tando (Cyanocephalus diterbitkan.
variegatus Audebert). Bailey, J.A. 1984. Principles of Wildlife
Masih baiknya kondisi hutan pinggir- Management. John Wiley and Sons.
an di Blok Hutan Seda disebabkan oleh Chichester.
sikap masyarakat yang tidak melakukan Keputusan Menteri kehutanan Nomor
perusakan, karena kesadaran untuk men- 424/Menhut-II/2004, Tanggal 19
jaga mata air yang merupakan sumber ke- Oktober 2004 tentang Perubahan
hidupan bagi masyarakat di sekitar Blok Fungsi Kawasan Hutan Lindung Pa-
Seda. Mata air ini merupakan sumber air da Kelompok Hutan Gunung Cire-
rumah tangga dan pertanian yang penting mai Seluas  15.500 Ha Terletak Di
untuk kehidupan dan perekonomian desa- Kabupaten Kuningan Dan Maja-
desa di sekitarnya. lengka, Provinsi Jawa Barat Menja-
di Taman Nasional Gunung Cire-
B. Saran mai.
Hutan pinggiran di Blok Hutan Seda Kusmana, C. 1997. Metode Survei Vege-
dapat dijadikan teladan atau model pe- tasi. IPB Press. Bogor.
ngelolaan hutan pinggiran yang diokupasi Magurran, A.E. 1988. Ecological Diver-
masyarakat, yaitu dengan tetap memeli- sity and Its Measurement. Croom
hara hutan di lereng-lereng terjal yang Helm. London.
merupakan daerah tangkapan air dan ha- Odum, E.P. 1994. Fundamentals of Eco-
nya menanami di areal datar dengan pola logy, Third Edition. T. Samingan
agroforestry. (terj.). Gadjah Mada University
Tanaman pertanian dalam agrofo- Press. Yogyakarta.
restry sebaiknya bukan merupakan pakan
Samingan, T. 1997a. Kondisi Ideal As-
satwa, sehingga tidak menimbulkan kon-
pek Vegetasi Suatu Kawasan Peles-
flik antara satwa dan manusia. Sebaiknya
tarian Plasma Nutfah di Hutan Pro-
pohon-pohon asli yang merupakan habi-
duksi. Laboratorium Ekologi, Fa-
tat satwa (sumber pakan, tempat tidur, is-
kultas Matematika dan Ilmu Penge-
tirahat, berlindung, dan melarikan diri)
tahuan Alam, Institut Pertanian Bo-
tetap dibiarkan hidup alami.
gor. Bogor.
Pemulihan kerusakan habitat pinggir-
__________. 1997b. Teknik Pengelola-
an dapat dilakukan dengan cara : (1)
an Keanekaragaman Flora. Bahan
membiarkan terjadinya proses suksesi
Kuliah Pelatihan Teknik Perencana-
alami, (2) menanami beberapa lokasi
an dan Pengelolaan Kawasan Peles-
yang vegetasinya terbuka dengan jenis-
tarian Plasma Nutfah di Areal Hu-
jenis setempat, dan (3) membantu proses
tan Produksi. Pusat Pengkajian Ke-
regenerasi alami dengan cara pemelihara-
anekaragaman Hayati Tropika.
an dan perawatan permudaan yang sudah
Lembaga Penelitian Institut Pertani-
ada, misalnya dengan membersihkan tum-
an Bogor. Bogor.
buhan pengganggu secara jalur atau cem-
plongan. Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif.
Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.
Soerianegara, I. & A. Indrawan. 1980.
DAFTAR PUSTAKA
Ekologi Hutan. Departemen Mana-
Anonymous. 2004. Pengelolaan Hutan jemen Hutan, Fakultas Kehutanan
Gunung Ciremai. Fakultas Kehu- IPB. Bogor.

460
Kondisi Vegetasi Hutan Pinggiran dan…(Hendra Gunawan)

Lampiran (Appendix) 1. Daftar jenis pohon, tiang, dan pancang di Blok Hutan Seda, Taman Nasional Gu-
nung Ciremai (List of trees, poles and saplings species of Seda Forest complex,
Mount Ciremai National Park)
Nama lokal (Vernacular name) Nama latin (Botanical name) Bangsa (Family)
1. Pohpohan Buchanania arborescens BL. Anac.
2. Dahu Dracontomelon mangiferum Bl. Anac.
3. Limus Mangifera foetida Lour. Anac.
4. Kenanga Cananga odorata Hook.f.et Th. Anon.
5. Ki santuy Goniothalmus macrophyllus Hook f.& TH. Anon.
6. Lame Alstonia scholaris R.BR. Apoc.
7. Panggang Brassiopsis speciosa Decne et Planch Aral.
8. Dangdeur Gossampinus malabarica Alst. Bomb.
9. Simpur Dillenia aurea J.E.Sm. Dill.
10. Meranti Dipterocarpaceae Dipt.
11. Ki bewok Homonia javensis Muell.Arg. Euph.
12. Huni Antidesma bunius SPRENG Euph.
13. Ki seuheur Antidesma tomentosa BL. Euph.
14. Gintung Bischofia javanica BL. Euph.
15. Kareumbi Homalanthus populnea O.K. Euph.
16. Mara Macaranga rhizinoides Muell. Arg. Euph.
17. Peutag batu Quercus sundaica BL Fag.
18. Rukem Flacourtia indica Merr Flac.
19. Picung Pangium edule REINW. Flac.
20. Kasungka Gnetum neglectum BL. Gnet.
21. Huru dapung Actinodaphne glomerata NEES. Laur.
22. Huru Actinodaphne procera NESS Laur.
23. Huru madang Actinodaphne sphaerocarpa Nees. Laur.
24. Ki teja Cinnamomum iners Reinw. Laur.
25. Ki banen Cryptocarya paniculata BL. Laur.
26. Huru nangka Litsea angulata BL. Laur.
27. Huru bodas Litsea cassiaefolia BL. Laur.
28. Huru batu Litsea chinensis LAMK. Laur.
29. Huru meuhmal Litsea tomentosa BL. Laur.
30. Pengung Barringtonia racemosa BL. Lecyth.
31. Bungur Lagerstroemia speciosa PERS. Lythr.
32. Gorang Trevesia sundaica MIQ. Malv.
33. Kokosan Dysoxylum caulostachyum Miq. Meliac.
34. Kecapi/sentul Sandoricum koetjape Merr. Meliac.
35. Suren Toona sureni MERR. Meliac.
36. Peundeuy Parkia roxburghii G.Don. Mim.
37. Nangka Artocarpus integra MERR. Morac.
38. Benda Artocarpus elasticus REINM Morac.
39. Ki keuleur Artocarpus indisus L.f. Morac.
40. Peusar Artocarpus rigidus BL. Morac.
41. Hampelas Ficus ampelas BURM. Morac.
42. Kiara kurung Ficus annulata BL. Morac.
43. Caringin Ficus benjamina LINN. Morac.
44. Ki ara ipik Ficus pilosa Reinw. Morac.
45. Gondang Ficus variegata BL. Morac.
46. Peutag Acmena acuminatissima M.et P. Myrt.
47. Peutan Eugenia ampliflora K.et V. Myrt.
48. Salam Eugenia polyantha WIGHT Myrt.
49. Ki harupat Rapanea hasseltii Mez. Myrt.
50. Aren Arenga pinnata L. Palm.
51. Saray Caryota mitis LOUR. Palm.
52. Cangcaratan Neonauclea calycina Merr. Rub.
53. Gempol Nauclea orientalis L. Rub.
54. Cangcaratan Neonauclea calycina Merr. Rub.
55. Beurih Pterocymbium javanicum R.Br. Sterc.
56. Caruy Pterospermum javanicum Jungh. Sterc.

461
Info Hutan Vol. IV No. 5 : 451-462, 2007

Lampiran (Appendix) 1. Lanjutan (Continued)


Nama lokal (Vernacular name) Nama latin (Botanical name) Bangsa (Family)
57. Hantap heulang Sterculia cordata BL. Sterc.
58. Hantap Sterculia javanica R.Br. Sterc.
59. Hantap heulang Sterculia macrophylla VENT. Sterc.
60. Darowak Grewia laevigata Vahl. Til.
61. Nangsi Villebrunea rubescens BL. Urt
62. Kitongo Debregeasia longifolia WEDD. Urt.
63. Pulus Laportea ardens BL. Urt.
64. Laban Vitex pubescens Vahl. Verb.
65. Sulangkar Leea indica MERR. Vit.
66. Bingbin Sp.1
67. Kacu Sp.2
68. Kekempul Sp.3
69. Peujeuh Sp.4
70. Sanepa Sp.5

462

Vous aimerez peut-être aussi