Vous êtes sur la page 1sur 113

PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) DI ANGSANA ESTATE,


PT LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS
PLANTATION GROUP, KALIMANTAN SELATAN

BRURY MARCO SILALAHI


A24070048

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ABSTRACT

BRURY MARCO SILALAHI. Waste Management of Oil Palm


(Elaeis guineensis Jacq.) in Angsana Estate PT Ladangrumpun Suburabadi,
Minamas Plantation Group, South Kalimantan. (Under Supervision of
SUPIJATNO).

FFB (Fresh Fruit Bunch) process in the oil palm factory in addition yield
primary products both of CPO (Crude Palm Oil) and the kernel, also yield by
products in the form of solid waste (shells, fibers, and empty fruit bunch/EFB)
and liquid waste or commonly known as POME (Palm Oil Mill effluent).
Waste materials are potentially be pollutant for the environment (water,
soil, dan air). On the other hand it is contain organic matter and nutrients that can
be used to improve soil fertility in an effort to increase of plant productivity (from
EFB and POME applications). Utilization of waste as a form of waste
management is directed to reduce blackened power waste and to increase plant
production as well as the application of zero waste concept in an efforts to achieve
sustainable agriculture and environment friendly industry.
Purpose of this internship are to learn about waste products management
of palm oil, to analyze waste product utilization as an organic fertilizer, and to
improve the profesional ability both technical and managerial in the management
of palm oil plantation. This internship was conducted at Angsana Estate, PT
Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation Group, South Kalimantan from
February to June 2011. Activities that undertaken are include the activities that
related to technical and managerial aspects both in the field and in the office,
doing observation about the utilization of waste product as an organic fertilizer in
the field, and collecting data and informations.
The analysis result showed that empty fruit bunch (EFB) application can
increase the amount of nutrient on palm oil leaf especially Potassium and increase
palm oil productivity. EFB application basically more leads to increased soil
fertility and increase water holding capacity in soil and nutrient elements for the
better. In particular the EFB application at Angsana Estate has not been made as a
substitution for the use of inorganic fertilizers, it just as a supplement only.
Liquid waste (POME) is potential as a pollutant to the receipient media
(water, soil, and air) so it must be processed to conform to quality standards that
are allowed before it is disposed. POME treatment at PT LSI is done by using
ponding system. Ponding system were considered effective, it can reduce the
BOD values (Biological oxygen Demand) to <1000 mg/L. Basically, the
utilization of POME as organic fertilizer preferred to suppress the negative effects
that may be incurred if it discharged directly into open water. BOD values that are
permitted for land application is <5000 mg/L, while if discharged directly into
open water then the value of BOD should be taken down to <100 mg/L. BOD
values showed the amount of organic material on POME. POME with low BOD
values (<1000 mg/L) mean it poor of organic matter and nutrients for plant so that
their impact on growth and crop production.
POME application in Angsana Estate provide a positive impact to soil
fertility improvement that seen from the soil texture improvements, repair of
weight per volume, porosity, and permeability of the soil, improve soil pH and
increase cation exchange capacity of the soil. POME application significantly
influenced the increase crop produtivity from increase total bunch/hectare/year
but has not shown a significant effect to the increase leaf nutrient status. POME
application does not provide negative impact of water surface quality.

Key words: By Products, EFB application, Palm oil, POME application, Waste
management
RINGKASAN

BRURY MARCO SILALAHI. Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit


(Elaeis guineensis Jacq.) di Angsana Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi,
Minamas Plantation Group, Kalimantan Selatan. (Dibimbing oleh
SUPIJATNO).

Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) di PKS (Pabrik Kelapa Sawit)


selain menghasilkan produk utama berupa CPO (Crude Palm Oil) dan kernel juga
menghasilkan by products (hasil samping) berupa limbah padat dalam bentuk
cangkang, serabut, dan janjangan kosong (JJK) dan limbah cair atau biasanya
dikenal dengan istilah POME (Palm Oil Mill Effluent).
Limbah yang dihasilkan berpotensi sebagai bahan pencemar bagi
lingkungan (air, tanah, dan udara). Di sisi lain limbah hasil samping pengolahan
TBS mengandung bahan organik dan unsur hara yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kesuburan tanah dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman
kelapa sawit (aplikasi JJK dan POME). Pemanfaatan limbah sebagai salah satu
bentuk pengelolaan limbah diarahkan untuk mengurangi daya cemar limbah dan
peningkatan produksi tanaman sekaligus sebagai upaya penerapan konsep zero
waste untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan serta industri yang ramah
lingkungan.
Secara khusus kegiatan magang ini bertujuan untuk mempelajari
penanganan dan pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pupuk organik dan
secara umum bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalitas penulis
baik teknis maupun manajerial dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit.
Kegiatan magang dilakukan di Angsana Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi,
Minamas Plantation Group, Kalimantan Selatan mulai bulan Februari hingga Juni
2011. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan aspek
teknis di lapangan dan aspek manajerial baik di kebun maupun di kantor kebun,
melakukan pengamatan mengenai pemanfaatan limbah sebagai pupuk organik di
lapangan serta kegiatan pengumpulan data dan informasi.
Aplikasi janjangan kosong (JJK) yang dilakukan di Angsana Estate
berpengaruh positif terhadap peningkatan ketersediaan unsur hara Kalium pada
daun dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan produtivitas
tanaman kelapa sawit meskipun belum konsisten. Aplikasi JJK pada dasarnya
lebih mengarah kepada peningkatan kesuburan tanah sehingga kemampuan tanah
dalam menahan air dan unsur hara menjadi lebih baik. Secara khusus aplikasi JJK
di ASE belum dilakukan sebagai substitusi bagi penggunaan pupuk anorganik,
masih sebatas sebagai suplemen saja.
Limbah cair (POME) berpotensi sebagai bahan pencemar bagi media
penerima (air, tanah, dan udara) sehingga harus diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang agar sesuai dengan baku mutu yang diijinkan. Pengolahan limbah cair
yang dilakukan perusahaan adalah dengan menggunakan sistem kolam. Sistem
kolam (ponding system) dinilai efektif karena dapat menurunkan BOD (Biological
Oxigen Demand) hingga < 1 000 mg/L. Pada dasarnya pemanfaatan limbah cair
sebagai pupuk organik diutamakan untuk menekan dampak negatif yang mungkin
ditimbulkan jika dibuang langsung ke perairan bebas. Nilai BOD yang diijinkan
untuk aplikasi lahan adalah <5 000 mg/L sedangkan jika dibuang langsung ke
perairan bebas maka nilai BOD harus diturunkan hingga <100 mg/L.
Nilai BOD meunjukkan banyaknya kandungan bahan organik yang harus
dirombah oleh mikroorganisme dalan tiap ton air limbah. Limbah cair dengan
nilai BOD tinggi sangat mencemari lingkungan. Limbah cair dengan nilai BOD
rendah (<1 000 mg/L) berarti miskin bahan organik dan unsur hara bagi
tanaman.sehingga dampaknya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tidak
signifikan.
Aplikasi limbah cair sebagai pupuk organik yang dilakukan di Angsana
Estate memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kesuburan tanah
terlihat dari perbaikan tekstur tanah, perbaikan bobot per volume, porositas, dan
permeabilitas tanah, memperbaiki pH dan meningkatkan KTK tanah. Aplikasi
limbah cair berpengaruh nyata terhadap peningkatan produtivitas tanaman
terutama terhadap peningkatan perolehan jumlah janjang (JJG/ha/tahun) tetapi
belum menunjukkan pengaruh nyata terhadap peningkatan status hara dalam daun.
Aplikasi limbah cair tidak berdampak negatif terhadap kualitas air permukaan.
PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DI ANGSANA ESTATE,
PT LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS
PLANTATION GROUP, KALIMANTAN SELATAN

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

BRURY MARCO SILALAHI


A24070048

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul : PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DI ANGSANA ESTATE, PT
LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS
PLANTATION GROUP, KALIMANTAN SELATAN
Nama : BRURY MARCO SILALAHI
NIM : A24070048

Menyetujui
Dosen Pembimbing

Ir. Supijatno, MSi.


NIP 19610621 198601 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr.


NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Pengesahan: …………………….


RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Desa Marjanji Aceh, Kecamatan Bandar Pulau,


Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 26 Juli 1989. Penulis
adalah anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Bitner Benediktus Silalahi
dan Suarsih Br. Hutapea.
Jenjang pendidikan yang telah ditempuh penulis diantaranya SD Negeri
013833 Marjanji Aceh dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bandar Pulau dan lulus pada tahun
2004. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Bandar
Pulau dan lulus pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima menjadi
mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada program S-1 Mayor-Minor Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan
organisasi. Pada tahun 2008 penulis menjadi asisten matakuliah Agama Katolik
(Tim Pendamping). Pada tahun yang sama penulis aktif sebagai pengurus UKM
KeMaKI sebagai koordinator divisi dan pada tahun 2009 penulis terpilih sebagai
ketua UKM KeMaKI (Lurah) untuk periode 2009/2010. Pada tahun 2010, penulis
juga menjadi asisten praktikum matakuliah Ekologi Pertanian.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
penyertaan dan anugerah yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Secara khusus penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua (Bitner Benediktus Silalahi dan Suarsi Hutapea), abang
Eko Mateus, dan adik-adik; Paskalis, Biwambri, Paris, dan Ocky serta
segenap keluarga besar yang telah memberi dukungan doa, motivasi dan
biaya kepada penulis selama menjalani pendidikan.
2. Ir. Supijatno, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalani
magang sampai dengan penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Ade Wachjar, MS dan Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. yang telah
bersedia menjadi dosen penguji. Terima kasih atas saran-saran yang
diberikan untuk perbaikan skripsi.
4. Dr.Ir. Ni Made Armini Wiendy sebagai dosen pembimbing akademik
penulis selama menjalani perkuliahan.
5. Direksi PT Minamas Plantation yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan kegiatan magang.
6. Bapak Puji Sasmito selaku Estate Manajer ASE, Bapak Iwan Dharmawan,
serta kepada staf-staf kebun lainnya; Bapak Agus Setiawan, Bapak Jaka
Istiarta, Bapak Ali Syafii, dan Bapak Ahmad Isa Almasih yang sekaligus
menjadi pembimbing lapang yang telah memberi bimbingan, masukan,
motivasi, serta fasilitas selama kegiatan magang.
7. Segenap supervisi (Mandor dan Kerani) divisi I Angsana Estate: Bapak
Eko, Bapak Yudho, Ibu Devi, Bapak Wahyudi, Bapak Sukarmi, Bapak
Zulman, Bapak Jiono, Bapak Sulhadi, Bapak Slamet, Bapak Turlim,
Bapak Rais, Bapak Herman, Bapak Rudi, Bapak Saminu, dan Bapak
Zulkaryadi atas kebersamaanya selama 4 bulan.
8. Bapak Sugiyono selaku manager ASF serta segenap karyawan dan sample
boy Lab. ASF.
9. Teman-teman magang: Winda, Rano, Midian dan Walad atas kebersamaan
dan kerjasamanya selama magang.
10. Edhita Maria Ferdinanda yang telah memberi semangat selama magang
dan membangunkan hampir setiap pagi hari.
11. Teman-teman AGH angkatan 44 yang selama ini menjadi teman
seperjuangan selama menempuh pendidkan di IPB.
12. Sahabat-sahabat tercinta (Adit; teman sekamar tempat berbagi suka duka,
juga Anton dan Leo) serta seluruh penghuni Perwira 43 (abang-abang,
kakak-kakak, dan adik-adik) atas dukungan dan kenangan yang tak
terlupakan.
13. Tim Pendamping IPB secara khusus Densus 08 (Anton, Bambang, Manta,
Rio, Dika, Isak, Leo42, Lisa, Ayu, Lusi, Chisy, Eny, Adian, Ulin, Sari,
Ela, Arianti), terima kasih atas kebersamaan dan kenangan indah yang
sangat berkesan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
semua pihak yang berkepentingan, khususnya bagi penulis sendiri.

Bogor, Desember 2011

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................... i


DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. iii
PENDAHULUAN......................................................................................... 1
Latar Belakang ....................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 4
Botani dan Morfologi Kelapa Sawit ...................................................... 4
Ekofisiologi Kelapa Sawit ..................................................................... 5
Limbah dan Potensinya .......................................................................... 6
Limbah Padat........................................................................... 6
Limbah Cair(POME) ............................................................... 8

METODE MAGANG ................................................................................... 9


Tempat dan Waktu ................................................................................. 9
Metode Pelaksanaan............................................................................... 9
Pengamatan dan Pengumpulan Data dan Informasi .............................. 10
Analisis Data dan Informasi .................................................................. 10

KONDISI UMUM KEBUN.......................................................................... 12


Sejarah dan Perkembangan .................................................................... 12
Letak Geografis Kebun .......................................................................... 12
Keadaan Iklim dan Tanah ...................................................................... 12
Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan ..................................................... 14
Keadaan Tanaman dan Produksi............................................................ 14
Organisasi dan Ketenagakerjaan ............................................................ 15
Fasilitas Kesejahteraan Karyawan ......................................................... 16

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG................................................. 18


Aspek Teknis.......................................................................................... 18
Pengendalian Gulma. .............................................................. 18
Pengendalian Hama Terpadu .................................................. 22
Pengelolaan Tajuk (Penunasan). ............................................. 26
Kastrasi .................................................................................... 27
Sensus Vegetatif ...................................................................... 27
Pemupukan Anorganik ............................................................ 28
Pemanenan .............................................................................. 33
Pengolahan TBS ...................................................................... 43
Pengelolaan Limbah ................................................................ 48
Aspek Manajerial ................................................................................... 53
Pendamping Mandor ............................................................... 53
Pendamping Asisten ................................................................ 57
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 58
Produksi, Karakteristik dan Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit ........... 58
Janjangan Kosong (JJK) .......................................................... 59
Limbah Cair (POME) .............................................................. 61
Dampak Aplikasi Limbah terhadap Tanaman ....................................... 66
Dampak Aplikasi terhadap Status Hara pada Daun ................ 66
Dampak Aplikasi terhadap Perolehan Produksi...................... 68
Dampak Aplikasi Limbah Cair terhadap Sifat Tanah ............................ 71
Sifat Fisik Tanah ..................................................................... 71
Sifat Kimia Tanah. .................................................................. 73
Dampak Aplikasi Limbah Cair terhadap Kualitas Air........................... 77
Kualitas Air Tanah Dangkal.................................................... 78
Kualitas Air Permukaan (Air Sungai Hulu dan Hilir)............. 79

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 80


Kesimpulan ............................................................................................ 80
Saran ...................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 82


LAMPIRAN .................................................................................................. 84
i

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Persentase Kandungan Unsur Hara dalam Janjangan Kosong .......... 7


2. Luas Lahan dan Populasi Tanaman Berdasarkan
Tahun Tanam di ASE ...................................................................... 14
3. Data Karyawan Staf dan Non-Staf di ASE ....................................... 16
4. Jenis, Dosis dan Standart Kerja Pemupukan di Angsana Estate ...... 28
5. Parameter Tingkat Keberhasilan Kegiatan Pemanenan di ASE ....... 34
6. Peralatan Panen di Angsana Estate................................................... 38
7. Premi Karyawan Panen dan Supervisi di ASE ................................. 41
8. Parameter Pemberian Denda Karyawan di ASE .............................. 42
9. Jenis, Produksi, dan Potensi Pemanfaatan Limbah
Pabrik Kelapa Sawit ......................................................................... 58
10. Hasil Analisa Limbah Cair yang diaplikasikan di PT LSI ............... 63
11. Spesifikasi Kolam Limbah di IPAL ASF ......................................... 64
12. Luas Lahan dan Blok Aplikasi Limbah Cair PT LSI ....................... 65
13. Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi JJK dan Blok Kontrol ....... 66
14. Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi Limbah Cair
dan Blok Kontrol .............................................................................. 68
15. Perbandingan Produksi Antara Lahan Aplikasi JJK (LA)
dengan Lahan Kontrol (LK) ............................................................. 69
16. Perbandingan Produksi Antara Lahan Aplikasi Limbah
Cair (LA) dengan Lahan Kontrol (LK) ............................................ 70
17. Tekstur Tanah pada Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA),
dan Dalam Flat bed (DF).................................................................. 72
18. Bobot per Volume (B/V), Porositas, dan Permeabilitas Tanah
di Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan
Dalam Flat bed (DF). ....................................................................... 73
19. Sifat Kimia Tanah pada Berbagai Kedalaman di Lahan
Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF)....... 74
20. Kandungan Logam Berat pada Berbagai Kedalaman
di Lahan Kontrol, Lahan Aplikasi, dan Dalam Flat bed .................. 76
21. Karakteristik Kimia Air Tanah pada Sumur Pantau
(SPI dan SP II) di Lahan Aplikasi dan Sumur Penduduk ................. 78
22. Karakteristik Kimia Air Permukaan (Hulu dan Hilir Sungai) ......... 79
ii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Area Buffer Zone (kiri) dan Alat Pelindung Diri (kanan) ................. 21

2. Hama Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantong (Psydidae).


Hama Ulat Api: (A) Darna trima; (B) Thosea bisura;
(C) Setothosea asigna; (D) Ploneta diducta (E) Thosea vetusta;
(F) Setora nitens. Hama Ulat Kantong: (G) Cremastopsyche
pendula; (H) Metisa plana, (I) Mahasena corbetti........................... 23
3. Beneficial Plant. (A)Turnera subulata, (B) Cassia cobanensis,
(C) Euphorbia heterophylla, dan (D) Antigonon Leptopus. ............. 24

4. Rumah Burung Hantu (Nest Box) ..................................................... 25


5. Gejala Defisiensi Hara pada Daun. (A). Defisiensi N;
(B). Defisiensi K; (C). Defisiensi Cu (D). Defisiensi Mg;
(E). Defisiensi B; (F). Defisiensi Fe ................................................. 29

6. Nomor Daun ke 17 (kiri), Pengambilan Helai Daun (kanan) ........... 31

7. Kriteria Matang Panen (A) Unripe/Mentah;


(B) Under ripe/Mengkal; (C) Ripe/Matang;
(D) Over ripe/Lewat matang; (E) Empty bunch/janjang kosong ...... 35

8. Kegiatan Panen: (A) Potong buah dengan egrek;


(B) Pengutipan berondolan dengan tangan;
(C) Penyusunan buah di TPH; (D) penggunaan g-bag ..................... 39
9. Stasiun Rebusan (Sterilizer) ............................................................. 44
10. Stasiun Pengempaan (Presser) ......................................................... 45

11. Stasiun Pemurnian (Clarifier)........................................................... 46

12. Stasiun Nut-Kernel ........................................................................... 47

13. Pengangkutan JJK dari Hopper JJK di PKS dan Penumpukan


JJK di Collection Road ..................................................................... 48

14. Aplikasi JJK di Lapangan dengan Teknik Mulching (A)


dan Teknik Focal Feeding (B). ........................................................ 50

15. Aplikasi Limbah Cair: (A) Flat bed (B) Sumur Pantau ................... 51

16. Bagan Struktur Organisasi Pengangkutan JJK ................................. 61


iii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai KHL ................................. 85


2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor ....... 87

3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Asisten ........ 89

4. Peta Lokasi Angsana Estate.............................................................. 91

5. Curah Hujan dan Hari Hujan Sepuluh Tahun Terakhir


(2001-2010) di ASE.......................................................................... 92

6. Satuan Peta Lahan (SPL) di ASE ..................................................... 93


7. Peta Luas Areal dan Tata Guna Lahan ASE..................................... 94

8. Data Produksi dan Produktivitas ASE 5 Tahun Terakhir


(2005/2006 - 2009/2010) .................................................................. 95
9. Struktur Organisasi ASE................................................................... 96

10. Peta Seksi Panen (Potong Buah) ASE .............................................. 97

11. Denah Kolam Limbah di Stasiun IPAL ASF ................................... 98


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan


yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia sebagai salah satu
penyumbang devisa negara dari sektor non- migas. Produk minyak kelapa sawit
(MKS) diserap oleh industri pangan terutama minyak goreng dan industri non
pangan seperti kosmetik, farmasi, dan lain- lain. Peningkatan permintaan akan
minyak makan dunia khususnya minyak sawit terus terjadi akibat pertambahan
penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita penduduk dunia (Pahan, 2007).
Peningkatan permintaan minyak sawit dan turunannya harus diimbangi
dengan peningkatan produksi kelapa sawit. Usaha untuk meningkatkan produksi
kelapa sawit salah satunya ditempuh dengan cara perluasan areal perkebunan
kelapa sawit. Luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2009
mencapai 7.51 juta hektar dengan produksi sebesar 18.64 juta ton minyak sawit
dan 3.47 juta ton inti sawit (Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementrian
Pertanian, 2010).
Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit yang cukup tinggi ini
diikuti oleh perkembangan industri pengolahan kelapa sawit, dicirikan dengan
pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) terpadu dengan perkebunan yang dapat
berdampak positif melalui penyerapan tenaga kerja dan perbaikan infrastruktur
daerah setempat dan berdampak negatif bagi lingkungan melalui penurunan
kualitas dan kuantitas lingkungan akibat pencemaran serta timbulnya masalah
sosial. Oleh karena itu penerapan konsep zero waste dalam usaha perkebunan
kelapa sawit sangat dianjurkan.
Limbah kelapa sawit merupakan sisa hasil tanaman kelapa sawit yang
tidak termasuk dalam produk utama atau hasil ikutan dari proses pengolahan
tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Limbah hasil pengolahan TBS kelapa
sawit dibedakan menjadi limbah cair yang biasa dikenal dengan istilah POME
(Palm Oil Mill Effluent) serta limbah padat berupa sabut, cangkang, janjangan
kosong (JJK) dan solid basah (wet decanter solid) (Pahan, 2007).
2

Limbah hasil pegolahan TBS kelapa sawit banyak mengandung senyawa


organik dan anorganik. Senyawa organik yang dikandung lebih mudah mengalami
perombakan oleh bakteri baik secara aerob maupun anaerob dibandingkan
senyawa anorganiknya. Kesulitan limbah untuk dirombak berpengaruh terhadap
kelestarian lingkungan (beban pencemaran). Limbah hasil pengolahan TBS kelapa
sawit mengandung zat beracun seperti logam berat (tembaga, timbal, perak, seng,
besi, nikel, dan lain- lain) yang dapat berpengaruh buruk pada mikroorganisme
(Sugiharto, 1987). Di sisi lain kandungan bahan organik yang terkandung dalam
limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit merupakan bahan baku potensial yang
bernilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi
tanaman. Limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit kaya akan kandungan bahan
organik dan nutrisi bagi tanaman.
Bentuk pemanfaatan limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit adalah
sebagai pupuk organik (aplikasi janjangan kosong dan limbah cair). Pemanfaatann
janjangan kosong (JJK) dengan aplikasi JJK segar langsung (tidak dikomposkan)
dapat meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi, dan
kimia tanah meningkat serta penting untuk peremajaan tanah dalam jangka waktu
yang lama sehingga produksi TBS dapat dipertahankan. Aplikasi limbah cair
(POME) sebagai pupuk organik dapat memperbaiki berat volume dan porositas
tanah, pH, reaksi tanah, dan kandungan hara tanah (Santoso, 2008). Limbah cair
(POME) sebelum diaplikasikan ke lapangan harus diolah terlebih dahulu untuk
menurunkan BOD nya hingga < 5 000 mg/L.
Dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari limbah hasil pengolahan
TBS kelapa sawit dan pertimbangan potensi bahan organik yang terkandung di
dalamnya sehingga bisa dimanfaatkan, menuntut perusahaan perkebunan untuk
melakukan kegiatan pengelolaan limbah dengan baik. Aplikasi limbah hasil
pengolahan TBS kelapa sawit sebagai pupuk organik perlu dilakukan dengan
benar sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang mungkin ditimbulkan
demi mewujudkan pertanian yang berkelanjutan serta industri yang ramah
lingkungan. Kegiatan magang ini bertujuan untuk mempelajari pengelolaan
limbah yang dilakukan perusahaan terutama hal- hal yang berkaitan dengan
aplikasi limbah tersebut sebagai pupuk organik.
3

Tujuan

Tujuan umum kegiatan magang ini adalah untuk meningkatkan


kemampuan profesionalitas penulis sesuai dengan kompetensi penulis agar dapat
memahami dan mendalami proses kerja secara nyata untuk meningkatkan
kemampuan teknis lapangan dan manajerial dalam pengelolaan perkebunan
kelapa sawit. Tujuan khususnya adalah untuk mempelajari penanganan dan
pemanfaatan limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit sebagai pupuk organik
serta mengetahui dampak aplikasinya terhadap tanaman dan pengaruh aplikasi
limbah cair terhadap sifat tanah dan air.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya
dari Brasilia. Di Brasilia tanaman ini tumbuh secara liar atau setengah liar di
sepanjang tepi sungai. Saat ini tanaman kelapa sawit telah ditanam di banyak
negara dan menjadi tanaman industri. Tanaman kelapa sawit termasuk dalam
family Araceae dengan sub family Cocoidae dan genus Elaeis, dan pada tahun
1763 diklasifikasikan oleh Jacquin sebagai Elaeis guineensis Jacq. (Pahan, 2007).
Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem perakaran serabut yang
terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umumnya
berdiameter 6-10 cm, berasal dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal
dan menghujan ke dalam tanah dengan sudut yang beragam. Akar primer
bercabang membentuk akar sekunder dengan diameter 2-4 mm dan panjang 10-15
cm. Sebagian akar-akar primer mengarah ke atas mendekati permukaan tanah.
Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier dengan diameter 0,7-12 mm
dan panjang 10-15 cm yang berada dekat dengan permukaan tanah. Akar tersier
umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener dengan diameter 0,1-0.3 mm
dengan panjang hanya 1-4 mm dan tidak mengandung lignin (Lubis, 1992). Akar
kuartener diasumsikan sebagai akar absorbsi utama (feeding root) yang berada
dekat dengan permukaan tanah bersama akar tersier. Sebagian besar perakaran
yang aktif berada dekat pada permukaan tanah pada kedalaman 5-35 cm.
Batang kelapa sawit berbentuk bulat dengan diameter 25-75 cm serta tidak
bercabang. Tinggi batang dapat mencapai 25 meter. Umumnya pertambahan
tinggi batang bisa mencapai 35-75 cm per tahun bergantung pada lingkungan dan
keragaman genetiknya tetapi karena pertimbangan ekonomis hanya sampai 25-35
tahun atau mencapai ketinggian 10-11 meter. Batang diselimuti oleh pangkal
pelepah daun tua sampai umur sekitar 11-15 tahun, setelah itu bekas daun/pelepah
mulai rontok.
Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip yang terdiri atas beberapa
bagian yaitu; 1) kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina)
dan tulang anak daun; 2) rachis, merupakan tempat anak daun melekat, 100-160
5

pasang anak daun linear; 3) tangkai daun (petiole - pelepah), merupakan bagian
antara daun dan batang serta berduri; 4) seludang daun (sheath) yang berfungsi
memberi kekuatan pada batang. Laju pertumbuhan daun adalah 2 daun/bulan, satu
helai daun yang telah membuka mempunyai umur inisiasi sekitar 2 tahun dan
umur fungsional (berfotosintesis secara aktif) selama sekitar 2 tahun.
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya
bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan
yang sama. Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat
menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Jenis kelamin bunga ditentukan
±9 bulan setelah masa inisiasinya, selang 24 bulan inflor bunga akan berkembang
sempurna. Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri dari
kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral. Panjang
infloresen betina ±30 cm atau lebih sedangkan infloresen jantan memiliki tangkai
yang lebih panjang dari betina. Sistem penyerbukannya adalah penyerbukan
silang, terjadi dengan bantuan serangga dan angin. Bunga betina yang telah
anthesis akan menjadi buah/brondolan.
Secara botani buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri
atas pericarp yang terbungkus oleh kulit (exocarp), daging buah (mesocarp), dan
cangkang (endocarp) yang membungkus inti (kernel). Inti memiliki kulit (testa),
endosperm yang padat, dan embrio. Kandungan minyak yang terdapat pada
mesocarp berbeda dengan kandungan minyak yang ada pada endosperm matang.

Ekofisiologi Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang


cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis. Produktivitas TBS/tahun dipengaruhi
oleh jumlah jam efektif penyinaran matahari. Panjang penyinaran yang diperlukan
tanaman kelapa sawit yaitu 5-12 jam/hari dengan kondisi kelembaban udara 80%
dan kisaran suhu 24-280 C (Pahan, 2007).
Kelapa sawit membutuhkan curah hujan sekitar 2 000 mm/tahun yang
merata sepanjang tahun tanpa adanya bulan kering (defisit air) yang nyata.
Sebagian besar perkebunan komersial kelapa sawit dibangun pada daerah yang
mempunyai neraca air positif selama 6 bulan atau lebih, yaitu kondisi di mana
6

jumlah curah hujan lebih besar daripada evapotranspirasi di perkebunan.


Penutupan stomata dipengaruhi oleh status air dalam sistem atmosfer-tanaman
serta mekanisme asimilasi karbon. Stomata tanaman kelapa sawit sangat sensitif
terhadap perubahan kelembaban udara. Pengaturan stomata digunakan tanaman
untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi kekeringan.
Lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus mengacu pada lingkungan,
sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah. Pemanfaatan lahan
untuk pengusahaan kelapa sawit mengacu pada kelas kesesuaian lahan.
Penggolongan kelas kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kelas, sebagai
berikut:
1. Kelas S-1: kesesuaian tinggi (highly suitable) dengan potensi produksi >24
ton TBS/ha/tahun.
2. Kelas S-2: kesesuaian sedang (moderately suitable) dengan potensi
produksi 19-24 ton TBS/ha/tahun.
3. Kelas S-3: kesesuaian terbatas (marginally suitable) dengan potensi
produksi 13-18 ton TBS/ha/tahun.
4. Kelas N: tidak sesuai (not suitable) dengan potensi produksi <12 ton
TBS/ha/tahun.

Limbah dan Potensinya

Limbah Padat

Pelepah kelapa sawit berasal dari pemotongan pelepah pada saat


penunasan dan pemanenan. Pelepah biasa langsung disusun pada gawangan yang
dapat berfungsi sebagai mulsa. Pelepah mengandung sejumlah unsur hara yang
cukup tinggi yaitu 107.9 kg N/ha/tahun, 10 kg P/ha/tahun, dan 139.4 kg
K/ha/tahun. Pelepah yang dihasilkan setiap tahunnya mengandung unsur hara
yang setara dengan 234.56 kg Urea, 31.25 kg RP, 232.33 kg KCl, 63.70 kg
Kieserite, dan 85.33 kg Dolomite (Purba, 2008).
Sabut adalah ampas kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pengepresan
tandan kelapa sawit, sedangkan cangkang adalah kulit luar biji kelapa sawit yang
dihasilkan dari proses pemecahan biji untuk pengambilan minyak inti sawit. Sabut
7

dan cangkang dapat digunakan untuk mengoperasikan ketel uap PKS yaitu 85%
sabut dan 15% cangkang dari hasil pengolahan TBS (Purba, 2008).
Janjangan kosong (JJK) merupakan produk sampingan (by product) dari
pabrik pengolahan yang berasal dari sistem pembantingan (thresher)/pemipilan
(stripper) setelah TBS diproses di stasiun perebusan (sterilizer) (Pahan, 2007).
Setiap ton TBS diolah dihasilkan 19-24 % janjangan kosong (Irvan, 2009). JJK
kaya akan kandungan materi organik dan nutrisi bagi tanaman. Aplikasi JJK dapat
meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi, dan kimia
pada tanah meningkat. Aplikasi JJK sangat efektif sebagai mulsa, dapat
menurunkan temperatur tanah, mempertahankan kelembaban tanah, memperkecil
pencucian hara tanah dan pupuk anorganik serta meminimalisasi resiko erosi
akibat aliran permukaan.
Aplikasi JJK dapat meningkatkan unsur hara dalam tanah dan diikuti
dengan peningkatan produksi TBS (Andayani, 2008). Aplikasi JJK sangat sesuai
dalam menggantikan sebagian pupuk anorganik, asalkan jumlah pasokan hara dari
JJK yang diaplikasikan sebanding dengan kandungan unsur hara dalam pupuk
anorganik tersebut. Persentase kandungan hara pada JJK disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase Kandungan Unsur Hara dalam Janjangan Kosong

Persentase Unsur Hara dalam JJK Per ton JJK


sebanding
Hara Utama Kisaran Rata-rata
dengan
Nitrogen (N) 0.32 – 0.43 0.37 8.00 kg Urea
Fospor (P) 0.03 – 0.05 0.04 2.90 kg RP
Potassium (K) 0.89 – 0.95 0.91 18.30 kg MOP
Magnesium (Mg) 0.07 – 0.10 0.08 5.00 kg Kieserit
Sumber: Pahan (2007)

Solid basah (wet decanter solid) merupakan produk akhir dari proses
pengolahan TBS di PKS yang menggunakan sistem decanter pada stasiun
pemurnian. Stasiun pemurnian adalah stasiun pengolahan yang bertujuan untuk
melakukan pemurnian MKS (minyak kelapa sawit) dari kotoran-kotoran seperti
padatan (solid), lumpur (sludge), dan air sehingga diperoleh kualitas minyak
sebaik mungkin. Sistem decanter digunakan untuk memisahkan fase cair (minyak
8

dan air) dari fase padat sampai partikel-partikel terakhir. Sludge merupakan fase
campuran yang masih mengandung minyak. Sludge diolah kembali untuk
mengambil minyak yang masih terkandung di dalamnya. Pada pengolahan sludge
dengan sistem decanter diperoleh tiga fase yaitu light phase, heavy phase, dan
solid. Kandungan solid basah yang diperoleh dari pengolahan TBS selama
setahun ada sekitar 5%. Kandungan hara pada WDS hampir sama dengan JJK
akan tetapi kandungan Kalium pada WDS lebih rendah (Pahan, 2007).

Limbah Cair (POME)

Limbah cair merupakan produk samping dari pengolahan TBS di PKS


yang berasal dari proses perebusan (sterilizer), pemurnian (clarifier), dan sistem
decanter (heavy phase). Irvan (2009) menyatakan sebelum diaplikasikan di
lapangan, seluruh limbah cair ditampung dahulu di kolam penampungan (fat pit)
dan akan melalui beberapa perlakuan yang bertujuan untuk mengurangi
kandungan BOD (Biological Oxygen Demand) dengan memanfaatkan bekteri
pengurai baik secara aerob maupun anaerob.
BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk
menguraikan bahan organik pada limbah cair secara biologis. Limbah cair yang
dikeluarkan PKS mengandung bahan organik dan mineral yang cukup dengan
kandungan BOD sekitar 25 000- 32 000 mg/L, apabila dibuang langsung dapat
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan air (Santoso, 2008) sehingga harus
diturunkan hingga BOD < 5 000 mg/L sesuai ketentuan yang ditetapkan
pemerintah. Parameter lain yang digunakan untuk menentukan kualitas limbah
cair adalah COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid),
kandungan minyak dan lemak, nitrogen total, dan pH. Menurut Sugiharto (1987),
COD menunjukkan banyaknya oksigen dalam ppm atau mg/l yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme dalam kondisi khusus untuk menguraikan bahan organik
secara kimiawi. Pada penelitian sebelumnya diketahui kandungan bahan organik
yang terdapat pada limbah cair dapat memperbaiki berat volume dan porositas
tanah. Berat volume yang rendah dan porositas yang tinggi menunjukkan tanah
yang lebih gembur. Aplikasi limbah cair juga berpengaruh terhadap sifat kimia
tanah dengan memperbaiki pH, reaksi tanah, dan kandungan hara (Santoso, 2008).
9

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di Angsana Estate PT Ladangrumpun


Suburabadi, Minamas Plantation Group, Kalimantan Selatan mulai bulan Februari
hingga Juni 2011.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan aspek


teknis di lapangan dan aspek manajerial baik di kebun maupun di kantor kebun,
melakukan pengamatan terhadap aspek khusus di lapangan serta kegiatan
pengumpulan data. Kegiatan-kegiatan tersebut disesuaikan dengan jadwal dan
kebutuhan yang ada di kebun serta disetujui oleh pihak kebun.
Pada aspek teknis, penulis diposisikan sebagai karyawan harian lepas
(KHL) selama satu bulan yaitu bekerja di lapangan sesuai dengan jenis dan
volume pekerjaan yang ada. Adapun pekerjaan yang dikuti antara lain: kegiatan
pengendalian gulma, pengendalian hama terpadu, penunasan/pengelolaan tajuk,
kastrasi, sensus vegetatif, pemupukan anorganik, pemanenan, pengolahan TBS,
dan kegiatan pengelolaan limbah (aplikasi JJK dan POME).
Pada aspek manajerial, penulis diposisikan sebagai pendamping supervisi
(pendamping mandor I, kerani divisi, mandor panen, kerani panen, kerani
transport, mandor pupuk, mandor semprot, mandor kastrasi, mandor JJK, dan
mandor effluent) dan pendamping asisten divisi.
Aspek khusus yang diperdalam pada kegiatan magang ini adalah
pengelolaan limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit yang dilakukan oleh
perusahaan. Kegiatan yang dipelajari adalah seluruh kegiatan yang berkaitan
dengan penanganan dan pemanfaatan limbah baik dari segi manajerial maupun
teknis. Rincian kegiatan magang dicatat dalam jurnal harian magang (diketahui
oleh pembimbing lapang) pada Lampiran 1, 2, dan 3.
10

Pengamatan dan Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dilakukan dengan metode langsung (data primer) dan


tidak langsung (data sekunder). Pengumpulan data primer dilakukan melalui
pengamatan langsung saat mengikuti kegiatan di lapangan sesuai dengan aspek
teknis dan aspek khusus yang dipelajari serta diskusi dengan pihak kebun,
sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang tersedia di kantor kebun. Data
yang dikumpulkan meliputi:
1. Kondisi umum kebun (sejarah dan perkembangan kebun, letak geografis
kebun, keadaan iklim dan tanah, luas areal dan tata guna lahan, kondisi
pertanaman dan produktivitas tanaman lima tahun terakhir, struktur
organisasi dan ketenagakerjaan kebun).
2. Data produksi JJK dan POME selama satu bulan.
3. Data perolehan produksi: produktivitas (ton/ha/tahun), bobot janjang rata-
rata (BJR/tahun), dan jumlah janjang (JJG/ha/tahun) selama lima tahun
terakhir untuk blok aplikasi dan blok kontrol (masing- masing 3 blok).
4. Data hasil analisa status hara dalam daun tanaman kelapa sawit pada blok
aplikasi dan blok kontrol.
5. Baku mutu air (kandungan BOD, COD, TSS, pH, amoniak, kandungan
minyak dan lemak, nitrogen total, dan logam berat).
6. Data analisis tanah; sifat fisik tanah (tekstur, bobot per volume, porositas
dan permeabilitas) dan kimia tanah (pH, C-organik, nitrogen, Na, K, Ca,
Mg, P2 O5 , KTK, kejenuhan Al, dan logam- logam berat).

Analisis Data dan Informasi

Data hasil analisis status hara dalam daun kelapa sawit dan perolehan
produksi tanaman kelapa sawit antara lahan aplikasi dan kontrol dianalisis dengan
uji statistik Independent t-test (uji t-student). Jumlah blok sebagai ulangan diambil
masing- masing tiga blok ( tiga blok untuk lahan aplikasi dan tiga blok untuk lahan
kontrol. Data dan informasi lainnya dianalisis secara deskriptif.
11

Rumus Independent t-test (Walpole, 1993):

Keterangan:
t = statistik t
= rata-rata perolehan produksi kelompok perlakuan (lahan aplikasi)
= rata-rata perolehan produksi kelompok kontrol
S1 = standart deviasi kelompok perlakuan (lahan aplikasi)
S2 = standart deviasi kelompok kontrol
n = jumlah pengamatan (ulangan)
12

KONDISI UMUM KEBUN

Sejarah dan Perkembangan

Angsana Estate (ASE) merupakan salah satu kebun yang dikelola oleh unit
usaha PT Ladangrumpun Suburabadi (LSI) dibawah naungan PT Minamas
Plantation (sebelumnya Minamas Gemilang) yang masih merupakan bagian dari
Sime Darby Group. Pada tahun 2001 terjadi perpindahan asset dari perusahaan
Salim Group ke pihak PT Minamas Plantation yang merupakan anggota dari
Kumpulan Guthrie Berhard (KGB), sebuah perusahaan swasta Malaysia dan pada
tahun 2008 bergabung dengan Sime Darby Group. Selain ASE, PT
Ladangrumpun Suburabadi juga mengelola Gunung Sari Estate (GSE) dan
Angsana Factory (ASF). PT Ladangrumpun Suburabadi dirintis pada tahun 1988
dengan luas total 5 909 ha. ASE memilki luas lahan ± 3 250 ha dan selebihnya
ditangani oleh GSE.

Letak Geografis Kebun

Angsana Estate terletak di Desa Bayansari, Kecamatan Angsana,


Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Secara Geografis ASE
berada pada 1150 33’34”–1150 39’46” BT dan (30 38’45”)–(30 35’39”) LS dengan
batas wilayah; sebelah utara berbatasan dengan kebun Hutan Tanaman Industri
(HTI), sebelah selatan berbatasan dengan GSE, sebelah barat berbatasan dengan
PT Buana Karya Bakti (BKB), sebelah timur berbatasan dengan sungai sebamban.
Peta lokasi Angsana Estate dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keadaan Iklim dan Tanah

Angsana Estate terletak pada ketinggian 15 meter dari permukaan laut


dengan suhu rata-rata berkisar antara 28-320 C, temperatur udara terendah terjadi
pada bulan Juli dan tertinggi pada bulan Desember, dengan fluktuasi temperatur
rata-rata bulanan relatif kecil yakni 9.20 C. Kelembaban udara termasuk dalam
kategori sedang dengan kisaran antara 76% sampai dengan 85% dengan lama
penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 34% sampai dengan 62%.
13

Berdasarkan pengukuran curah hujan dan hari hujan selama sepuluh tahun
terakhir (2001-2009), ASE memiliki rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2 664
mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 131 hari/tahun. Berdasarkan klasifikasi
iklim menurut Schmidt dan Ferguson, iklim di ASE termasuk tipe iklim B (daerah
basah dengan vegetasi hutan hujan tropis) dengan nilai Q sebesar 23.90%.
Distribusi curah hujan di ASE tidak merata sepanjang tahun dengan rata-rata
curah hujan terendah terjadi sebanyak 4 bulan berturut-turut yaitu pada bulan
Agustus sampai dengan November. Data curah hujan dan hari hujan sepuluh
tahun terakhir disajikan pada Lampiran 5.
Berdasarkan hasil survei tanah semi detil pada tahun 2006 yang dilakukan
oleh Departemen Riset Minamas diketahui bahwa sebagian besar tanah di ASE
didominasi oleh jenis tanah Oxisol. Oxisol merupakan jenis tanah tua yang
mengalami pelapukan lanjut dan terbentuk pada daerah dengan topografi
berombak sampai berbukit, yang dicirikan oleh kandungan basa-basa (N, P, K,
Ca, Mg, K,dan Na) rendah karena pencucian yang intensif, KTK efektif yang
rendah, pH tanah yang cenderung masam serta kandungan Al- tertukar cukup
tinggi. Gambar satuan peta lahan (SPL) ASE dapat dilihat pada Lampiran 6.
Secara detail jenis tanah di ASE digolongkan hingga tingkat seri yang
terdiri dari: 1) Oxisol seri MM-18 (Petroferric Hapludox): merupakan tanah yang
mengalami pelapukan sangat lanjut, pH tanah tergolong masam (pH <5.5), pada
kedalaman ≤125 cm terdapat kontak petroferik (lapisan hasil akumulasi
sesquioksida atau Fe-oksida yang mengeras seperti batu), memiliki regim
kelembaban udik (tidak pernah kering selama 90 hari setiap tahun pada
kedalaman 10-90 cm dari permukaan. Areal yang termasuk jenis tanah ini
memiliki luas 1 855 ha (59%) pada SPL1 (slope 8-15%) dan 389 ha (12%) pada
SPL2 (slope 15-30%) dan tergolong dalam kelas lahan S3 (kurang sesuai); 2)
Oxisol seri MM-19 (Plinthic Hapludox): merupakan tanah yang mengalami
pelapukan sangat lanjut dengan pH tanah masam (pH <5,5), pada kedalaman ≤125
cm mempunyai satu atau lebih horizon yang mengandung plintit (karata-karatan
besi yang telah mengeras seperti kerikil) sebesar 0.5% volumenya atau lebih.
Areal di ASE yang termasuk jenis tanah ini memiliki luas 903 ha (29%) pada
SPL3 (slope 3-8 %) dan tergolong kelas lahan S2 (sesuai).
14

Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan

Angsana Estate memilki luas total berdasarkan HGU sebesar 3 249.99 ha


dengan rincian 3 047.56 ha plant area/ditanami kelapa sawit (TM dan TBM),
areal pabrik (ASF) seluas 34.51 ha, areal prasarana seluas 121.59 ha, serta sungai,
bukit, dan lembah seluas 46.33 ha. Angsana Estate terbagi menjadi tiga divisi
dengan luas masing- masing; Divisi I seluas 1 254.55 ha, Divisi II seluas 859.19
ha, dan Divisi III seluas 1 136.25 ha. Peta luas areal dan tata guna lahan
selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Tanaman kelapa sawit di ASE saat ini terdiri dari tanaman menghasilkan
(TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) yang ditanam pada beberapa
tahun tanam. Areal TM untuk tahun tanam 1996 (629.55 ha), tahun tanam 1998
(1 622.53 ha), tahun tanam 1999 (167.38 ha), tahun tanam 2000 (84.04 ha), dan
tahun tanam 2006 (325.54 ha) sedangkan untuk TBM tahun tanam 2007 luasnya
181.90 ha dan TBM tahun tanam 2008 seluas 36.62 ha. Populasi tanaman kelapa
sawit berdasarkan tahun tanam di ASE disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Lahan dan Populasi Tanaman Berdasarkan Tahun Tanam


di ASE
Div isi I Div isi II Div isi III Total
Tahun
Tanam Luas Pop Luas Pop Luas Pop Luas Pop
(ha) (pokok) (ha) (pokok) (ha) (pokok) (ha) (pokok)
1.TM
1996 - - 331.97 42 241 297.58 38 599 629.55 80 840
1998 581.26 71 035 493.88 62 836 547.39 70 608 1 622.53 204 479
1999 66.24 6 990 - - 101.14 12 852 167.38 19 842
2000 - - - - 84.04 9 795 84.04 9 795
2006 283.1 32 324 - - 42.44 3 038 325.54 35 362
Sub
930.6 110 349 825.85 105 077 1 072.59 134 892 2 829.04 350 318
Total
2.TBM
2007 181.9 21 084 - - - - 181.9 21 084
2008 36.62 5 100 - - - - 36.62 5 100
Sub
218.52 26 184 - - - - 218.52 26 184
Total
Grand
1 149.12 136 533 825.85 105 077 1 072.59 134 892 3 047.56 376 502
Total
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)
15

Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan di ASE terdiri atas varietas


tenera yang berasal dari Tenera Marihat (PPKS), Tenera Socfindo, dan Tenera
Guthrie. Tanaman menghasilkan (TM) (tahun tanam 1996, 1998, 1999, dan 2000)
didominasi varietas Tenera Marihat dan Tenera Socfindo sedangkan TM tahun
tanam 2006 dan TBM tahun tanam 2007 dan 2008 merupakan varietas Tenera
Guthrie. Jarak tanam yang digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m (segitiga
sama sisi) dengan populasi rata-rata berkisar antara 124-132 tanaman/ha. Produksi
dan produktivitas kebun periode lima tahun terakhir disajikan pada Lampiran 8.

Organisasi dan Ketenagakerjaan

Angsana Estate (ASE) dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung


jawab dalam mengelola kebun dan mengkoordinir seluruh kegiatan yang ada di
kebun serta mengambil keputusan dalam kegiatan operasional kebun. Dalam
melaksanakan tugasnya manajer dibantu oleh staf kebun yang terdiri dari seorang
KTU, senior asisten, asisten divisi, dan dokter kebun. Struktur organisasi Angsana
Estate disajikan pada Lampiran 9.
KTU (pada saat kegiatan magang berlangsung digantikan oleh seorang
kepala seksi/Kasie) membawahi seluruh karyawan kantor, bertanggung jawab
terhadap administrasi kebun dan bersama senior asisten bertugas mengelola
gudang. Senior asisten bertugas mengelola satu divisi, emplasemen, dan traksi
serta bekerja sama dengan kasie dalam mengelola gudang utama. Asisten divisi
bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan operasional dan administrasi di
divisi masing- masing dibantu oleh mandor dan kerani. Dokter dibantu mantri dan
bidan bertugas mengelola poliklinik serta pelayanan kesehatan karyawan.
Organisasi pelaksana aplikasi janjangan kosong (JJK) di setiap divisi
terdiri atas seorang asisten divisi, seorang mandor JJK, dan pekerja harian lepas.
Pelaksanaan aplikasi limbah cair di PT LSI yang dikelola oleh ASE (9 blok ASE
dan 3 blok GSE) ditangani oleh divisi III. Organisasi pelaksananya terdiri atas
seorang asisten divisi (divisi III), seorang mandor effluent, dan enam orang tenaga
kerja yang dibagi menjadi dua shift (dua orang untuk shift pagi sampai sore, dua
orang untuk shift sore sampai pagi hari berikutnya, dan dua orang lainnya
melakukan perawatan blok dan flat bed setiap hari).
16

Tabel 3. Data Karyawan Staf dan Non-Staf di ASE

No Karyawan Staf Jumlah Karyawan Non-Staf Jumlah Ratio/ha


1 Est.Manager 1 SKU-Bkantor 26 0.008
2 Senior Asisten 1 SKU-B Traksi 32 0.010
3 Asisten 2 SKU-B Afdeling 31 0.010
4 Staf QA 0 SKU-B Bibitan 0 0.000
5 Kasie 1 SKU-Harian 377 0.116
6 Ast EMS 1
7 Dokter 1
Total 7 466 0.143
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)

Status tenaga kerja di ASE terdiri atas karyawan staf dan non staf.
Manajer, asisten, kasie, dan dokter kebun merupakan karyawan staf. Karyawan
non staf terdiri atas SKU harian (pekerja harian tetap) dan SKU bulanan (mandor
dan kerani). Total tenaga kerja di ASE sebanyak 466 orang dengan ITK sebesar
0.143 HK/ha (Tabel 3). Hal ini bisa dikatakan baik, karena norma ITK untuk
kebun kelapa sawit adalah 0.25 HK/ha (Irvan, 2009).

Fasilitas Kesejahte raan Karyawan

Dalam menjamin kesejahteraan seluruh karyawan, sesuai dengan undang-


undang ketenagakerjaan, ASE menyediakan fasilitas–fasilitas kesejahteraan bagi
karyawannya. Fasilitas yang diberikan berupa rumah, sarana ibadah, sarana
pendidikan, sarana kesehatan, tempat penitipan anak, sarana olahraga, peralatan
kerja, alat pelindung diri, gaji pokok (sesuai UMR dan golongan), premi,
tunjangan hari raya, bonus akhir tahun, jaminan kesehatan (Jamsostek), dan
tunjangan dana pensiun, serta tunjangan transportasi untuk staf kebun.
Fasislitas rumah yang diberikan antara lain adalah perumahan staf, mess
untuk tamu dan perumahan karyawan non-staf. Perumahan untuk staf dan mess
merupakan bangunan permanen yang terletak di emplasemen, sedangkan
perumahan untuk karyawan non staf merupakan bangunan semi permanen yang
terletak di masing- masing divisi. Fasilitas perumahan dilengkapi dengan sarana
air bersih, dan penerangan. Perumahan untuk karyawan non staf terdiri atas dua
tipe yaitu tipe satu rumah/satu gang (G1) untuk mandor 1 dan kerani divisi, dan
tipe dua rumah/dua gang (G2) untuk karyawan pada umumnya.
17

Sarana pendidikan yang disediakan meliputi Play Group, Taman Kanak-


Kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) yang
dilengkapi dengan fasilitas bus sekolah. Pada masing- masing divisi disediakan
sarana ibadah, tempat penitipan anak, sarana olahraga berupa lapangan sepak bola
dan bola voli. Sarana olahraga juga disediakan di lingkungan empalsemen
(lapangan tenis, voli, bulutangkis, tenis meja, fitness, kolam renang dan tempat
bermain anak.
18

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Pengendalian Gulma.

Pengendalian gulma adalah tindakan mengendalikan pertumbuhan gulma


yang tumbuh di areal pertanaman agar persaingan dengan tanaman utama dapat
ditekan (ambang tindakan) sehingga tidak merugikan (ambang batas ekonomi)
dengan mengusahakan biaya pengendalian semurah mungkin. Di perkebunan
kelapa sawit kegiatan pengendalian gulma selain bertujuan untuk memperkecil
persaingan antara tumbuhan dengan gulma sasaran dalam hal pengambilan unsur
hara, juga memiliki tujuan lain yaitu untuk memudahkan pelaksanaan potong
buah dan kutip berondolan, memudahkan pelaksanaan pemupukan dan sebagai
salah satu kegiatan sanitasi (gulma merupakan sarang bagi hama atau inang bagi
penyakit tanaman).
Pengendalian atau pemberantasan gulma di ASE difokuskan pada 2 (dua)
lokasi, yaitu di piringan dan di gawangan (interrow). Kelompok gulma yang
dikendalikan terutama alang-alang di piringan dan gawangan, gulma di piringan,
pasar rintis dan TPH (jenis rumput dan kentosan), serta gulma di gawangan
(terutama anak kayu). Tidak semua tumbuhan liar diberantas, misalnya pakis
Nephrolepis bisserata, Cassia cobanensis, Euphorbia sp., Turnera subulata
karena berfungsi sebagai inang musuh alami bagi hama- hama kelapa sawit
(beneficial plant) serta berfungsi dalam konservasi tanah (menjaga kelembaban
tanah dan mencegah erosi).
Pengendalian secara manual. Pengendalian gulma secara manual
dilakukan dengan membongkar tanaman pengganggu (BTP). Tujuannya adalah
untuk menghilangkan semua tumbuhan pengganggu yang tidak dapat atau sulit
diberantas dengan cara kimia. Sasaran dari pekerjaan ini adalah semua jenis
gulma kayu (anak kayu, dan kentosan) dengan cara didongkel.
Pekerjaan dilakukan gawangan per gawangan. Setiap anak kayu di
dongkel dengan menggunakan peralatan seperti cados, pacul, sabit, garukan, dan
parang kemudian ditumpuk di gawagan mati di atas rumpukan pelepah. Pada areal
19

rendahan, gulma berkayu tidak di dongkel tetapi ditabas (dipotong) sampai


pangkal batangnya. Gulma berkayu, kentosan, dan kotoran yang terdapat pada
piringan di dongkel dan dicabut dengan cados dan dibersihkan dengan garukan.
Standar kerja karyawan dibedakan berdasarkan kondisi gawangan dan piringan
yang akan dibersihkan. Kondisi gawangan dan piringan kategori berat (anak kayu
>50 %) standar kerjanya adalah 0.25-0.5 ha/HK, pada saat pengamatan prestasi
kerja karyawan mencapai 0.42 ha/HK dan prestasi kerja penulis 0.26 ha/HK;
kategori sedang (anak kayu mencapai 25%-50%) standar kerjanya adalah 0.5-0.7
ha/HK, pada saat pengamatan prestasi kerja karyawan mencapai 0.6 ha/HK dan
pretasi kerja penulis 0.4 ha/HK; kategori ringan (anak kayu 10-25%) standar kerja
yang harus dicapai adalah >0.7 ha/HK, pada saat pengamatan pretasi kerja
karyawan mencapai 0.75 ha/HK dan prestasi kerja penulis 0.5 ha/HK .
Pengendalian secara kimia. Pengendalian gulma secara kimia di ASE
dikenal dengan sistem BSS (Block Spraying System) yaitu sistem penyemprotan
yang terkonsentrasi dan dilakukan blok per blok. Dengan sistem ini frekuensi
kontrol oleh supervisi dapat ditingkatkan, mobilitas tenaga semprot lebih tinggi,
kualitas pencampuran herbisida lebih baik, pengorganisasian kerja menjadi lebih
mudah, serta motivasi kerja karyawan menjadi lebih baik. Penyemprotan di
gawangan dilakukan oleh tim semprot kebun (TSK) sedangkan penyemprotan di
piringan, pasar rintis, dan TPH dilakukan oleh tim MHS (Micron Herby Sprayer).
Tujuan dibentuknya tim semprot adalah untuk memaksimalkan kualitas semprot.
Masing- masing tim semprot terdiri dari 6 orang untuk tim MHS dan ±20
orang untuk tim TSK (wanita semua) tidak boleh diganti-ganti, satu orang mandor
dan satu orang operator/sopir sekaligus mekanik peralatan. Perlengkapan utama
dari tim semprot terdiri dari satu unit kendaraan roda empat (drum truck) yang
telah dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan tim semprot seperti
tanki air, tempat sprayer, tempat spare part sprayer, tempat bontot/tas. Alat
semprot disediakan sejumlah karyawan tenaga semprot ditambah 2-3 unit untuk
cadangan dan diberi nomor urut sesuai nomor tenaga semprot.
Semprot gawangan. Penyemprotan gulma di gawangan menggunakan
alat semprot punggung semi otomatis inter pump RB-15/Solo Sprayer dengan
kapasitas tangki 15 liter. Peralatan lainnya antara lain; selang untuk pengisian air,
20

takaran/gelas ukur, bendera berwarna merah dan kuning, wadah peralatan


reparasi, serta alat pelindung diri (seragam-baju lengan panjang, masker, apron,
sarung tangan, sepatu boots, topi/kerudung). Gulma yang umum tumbuh
digawangan antara lain alang-alang, Chromolaena odorata, Melastoma
malabathticum, dan gulma berkayu lainnya. Herbisida yang digunakan adalah
herbisida purna tumbuh (sistemik) dengan bahan aktif Triklopir butoksi etil ester
400 g/l (nama dagang “Kenlon”). Konsentrasi yang digunakan adalah 0.3%
(45 ml/15liter air). Rotasi penyemprotan untuk TM adalah sebanyak tiga kali
dalam setahun dan empat kali dalam setahun untuk TBM.
Semprot piringan, pasar rintis, dan TPH. Piringan, pasar rintis dan
TPH merupakan beberapa sarana penting bagi kegiatan produksi. Piringan
berfungsi sebagai tempat untuk menyebarkan pupuk dan merupakan daerah
tempat jatuhnya tandan panen beserta berondolannya. Pasar rintis berfungsi
sebagai jalan untuk mengantrikan buah ke TPH serta mejalankan kegiatan
operasional lainnya. TPH berfungsi sebagai tempat pengumpulan hasil panen
sebelum diangkut ke PKS. Agar sarana-sarana ini berfungsi maksimal, maka
tempat-tempat ini memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan.
Penyemprotan di piringan, pasar rintis, dan TPH menggunakan alat
semprot CDA (Controlled Droplet Application) dengan merk dagang Micron
Herby Sprayer (MHS). Alat semprot ini digunakan untuk penyemprotan dengan
volume rendah (Ultra Low Volume) yaitu 20-40 liter per hektar blanket
(penyemprotan total). Semprotannya menghasilkan butiran halus yang
terkendali dengan ukuran yang seragam (±250 mikron) dan konsentrasi herbisida
yang tinggi.
Herbisida yang digunakan untuk penyemprotan di piringan, pasar rintis
dan TPH adalah herbisida purna tumbuh dengan bahan aktif Fluroksipir 200 g/l
(nama dagang “Starane”) dan Isopropilamina Glifosat 480 g/l (nama dagang
“Prima-Up”). Dalam aplikasinya, kedua jenis herbisida ini dicampur terlebih
dahulu sebelum diaplikasi, tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas penyemprotan sehingga beberapa jenis gulma yang menjadi sasaran
dapat dikendalikan sekaligus. Pencampuran dilakukan dengan perbandingan
1.5 : 7.5 (V/V) Starane dan Prima-Up. Konsentrasi yang digunakan adalah 3%
21

(300 ml/10 liter air). Gulma sasaran yang tumbuh dominan dan harus
dikendalikan antara lain Ageratum Conyzoides, Borreria alata, Axonopus
compresus, Cynodon dactylon, paspalum conjugatum, Euphorbia valerianifolia,
dan kentosan.
Prestasi kerja tenaga semprot sangat bergantung pada kondisi blok.
Prestasi kerja pada blok dengan banyak area rendahan atau berbukit serta kondisi
gulma lebat akan lebih kecil dibandingkan pada blok dengan areal datar dan
gulmanya tidak lebat. Prestasi kerja standar yang ditetapkan oleh kebun untuk tim
MHS adalah 5 ha/HK, pada saat pengamtan prestasi kerja karyawan adalah 5
ha/HK dan prestasi kerja penulis 1 ha/HK sedangkan untuk tim TSK standar
kerjanya adalah 3 ha/HK (TM) dan 2 ha/HK (TBM), pada saat pengamatan
prestasi kerja karyawan mencapai 3 ha/HK untuk areal TM dan TBM dan prestasi
kerja penulis 0.5 ha/HK. Premi lebih borong untuk tim MHS sebesar Rp 5 500/ha
dan untuk tim TSK sebesar Rp 11 000/ha.
Angsana Estate sebagai kebun yang hidup berdampingan dengan
masyarakat dituntut untuk memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar. Dalam
program RSPO (Rountable and Sustainable of Palm Oil) ASE memberlakukan
dan melaksanakan peraturan dalam pengendalian gulma secara kimia yaitu
dilarang menyemprot pada area buffer zone. Buffer zone merupakan area yang
berada pada radius 50 meter dari tepi sungai induk (anak sungai). Hal ini
ditujukan agar vegetasi yang ada tetap hidup sehingga erosi dapat dicegah serta
meminimalkan pencemaran ke badan air yang mungkin masih digunakan oleh
penduduk.

Gambar 1. Area Buffer Zone (kiri) dan Alat Pelindung Diri (kanan)
22

Keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan juga menjadi perhatian


penting bagi perusahaan. Setiap karyawan semprot dilengkapi dengan alat
pelindung diri (APD) seperti seragam/baju lengan panjang, apron, masker, sarung
tangan, sepatu boots, pelindung mata, dan pelindung kepala (topi/kerudung).
Karyawan semprot juga mendapat extra fooding berupa susu yang diberikan
secara berkala oleh perusahaan.

Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian hama tanaman merupakan upaya untuk mengendalikan suatu


kehidupan dengan memanipulasi ekosistem sehingga tidak cocok untuk
perkembangbiakan hama. Oleh karena itu, konsep pengendaliannnya dimulai dari
pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup hama itu sendiri. Pemilihan
jenis metode (biologi, mekanik, kimia, dan terpadu), serta waktu yang dianggap
paling cocok dilatarbelakangi oleh pemahaman atas siklus hidup hama. Kunci
kegiatan pengendalian hama terpadu di ASE adalah mendeteksi adanya ledakan
hama sebelum diperlukan pengendalian dalam skala yang lebih luas dengan
melakukan pemantauan sehingga dapat diterapkan strategi pengendalian secara
efektif. Tindakan pengendalian dilakukan dengan memprioritaskan biological
control dan minimalisasi penggunaan pestisida.
Pemantauan hama (early warning system). Pelaksanaan early warning
system untuk deteksi hama secara dini merupakan bentuk penerapan pengendalian
hama terpadu (Intergrated Pest Management). Pada dasarnya suatu sistem
pengamatan hanya berlaku untuk satu atau lebih spesies hama yang mempunyai
perilaku yang sama. Akan tetapi atas pertimbangan efisiensi maka pelaksanaan
pengamatan di ASE dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk pemantauan
perkembangan populasi hama lainnya. Beberapa jenis hama yang sering menjadi
perhatian di ASE antara lain: kumbang tanduk, ulat api, ulat kantong, tikus, rayap,
serta babi hutan.
Monitoring/sensus hama ulat api dan ulat kantong dilakukan dengan
mengambil satu pelepah dari pokok sensus (PS) pada masing- masing titik sensus
23

(TS) yang populasi hamanya paling dominan (untuk menentukan pelepah yang
akan diambil). Jika jenis hama yang dominan adalah Setora nitens, Thosea
asigna, Susica sp., pelepah yang diambil adalah pelepah ke 9-24, sedangkan jika
jenis hama yang dominan adalah Darna trima, Thosea bisura, Thosea vetusta,
Ploneta diducta dan golongan ulat kantong, pelepah yang diambil adalah pelepah
ke 25-40. Spesies ulat api dan ulat kantong yang sering ditemukan pada tanaman
kelapa sawit disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Hama Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantong (Psydidae).


Hama Ulat Api: (A) Darna trima; (B) Thosea bisura; (C)
Setothosea asigna; (D) Ploneta diducta (E) Thosea vetusta;
(F) Setora nitens. Hama Ulat Kantong: (G) Cremastopsyche
pendula; (H) Metisa plana, (I) Mahasena corbetti.

Jenis kumbang yang paling banyak ditemukan adalah Oryctes rhinoceros.


Kumbang ini hanya meninggalkan tempat bertelurnya pada malam hari untuk
menyerang pohon kelapa sawit. Oryctes rhinoceros memakan pupus daun muda
yang belum membuka, dimulai dari pangkal pelepah. Apabila pupus yang
terserang itu membuka akan terlihat tanda serangan berupa potongan simetris di
kedua sisi pelepah daun tersebut. Pada tanaman muda, serangan hama ini akan
menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman kelapa sawit.
Pengamatan terhadap rayap, tikus dan tupai dilakukan setelah pengamatan
hama ulat api dan ulat kantong pada pokok yang sama. Serangan rayap ditandai
24

oleh adanya lorong rayap (sarang) yang terbuat dari tanah pada permukaan batang
yang mengarah ke bagian atas kemudian dikorek untuk mengetahui keberadaan
rayap. Serangan tikus dan tupai dapat dilihat dari bekas gigitan pada
buah/berondolan. Tikus hanya memakan mesocarp (daging buah) baik pada
tandan muda maupun yang sudah matang, sedangkan tupai memakan mesocarp
buah sampai pada inti buah kelapa sawit. Beberapa spesies tikus yang dijumpai
banyak merusak tanaman kelapa sawit antara lain Rattus exulans, Rattus
argentiventer. dan R. tiomanicus. Spesies yang paling dominan ditemukan di ASE
adalah R. tiomanicus. Dari hasil penelitian diketahui bahwa satu ekor tikus
dapat mengkonsumsi mesokarp +4 gram/hari, sehingga kehilangan produksi
dapat mencapai +5 % dari produksi normal (Manual Referensi Agronomi, 2004).
Pengendalian hama. Prinsip pengendalian hama di ASE mengacu pada
pengendalian hama terpadu dimana tindakan pengendalian bersifat preventif dan
secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami dan predator serta
meminimalisir penggunaan pestisida (pestisida adalah alternatif terakhir).
Pengendalian hama ulat api dan ulat kantong dilakukan dengan menanam
beneficial plant. Tanaman yang digunakan merupakan tanaman yang dapat
menyediakan madu (nectariferous) sebagai makanan bagi musuh alami serta
tempat hidup bagi predator (Sycanus sp.) dan parasitoid (Chaetexorista javana).
Jenis beneficial plant yang ditanam di ASE adalah Cassia cobanensis, Euphorbia
heterophylla, Turnera sp. dan Antigonon leptopus.

Gambar 3. Beneficial Plant. (A)Turnera subulata, (B) Cassia cobanensis,


(C) Euphorbia heterophylla, dan (D) Antigonon Leptopus.
25

Pengendalian hama tikus dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami


yaitu burung hantu (Tyto alba). Burung hantu (Tyto alba) termasuk golongan
burung buas (karnivora) yang umumnya memakan mangsanya dalam kondisi
hidup. Burung hantu banyak dijumpai di daerah tropis dan sub-tropis. Jenis
makanannya sangat spesifik yakni berbagai jenis tikus dengan daya konsumsi
terhadap tikus mencapai 99.4%. Aktifitas berburunya dimulai dari lepas senja
hingga pagi hari. Tingkat predasi burung hantu terhadap R. tiomaticus di
perkebunan kelapa sawit mencapai 88% sedangkan sisanya 6% adalah
R. argentiventer dan 6% R. ratus diardii.
Burung hantu yang telah dewasa diletakkan pada nest box yang telah
disediakan di blok kebun. Monitoring dilakukan sebulan sekali untuk mengetahui
keberadaan burung hantu pada nest box yang dipasang di kawasan tersebut.
Bersamaan dengan pengamatan tersebut juga dilakukan pemeliharaan terhadap
kebersihan nest box seperti dari gangguan serangga atau kotoran dari burung-
burung liar lainnya.

Gambar 4. Rumah Burung Hantu (Nest Box)

Pengendalian hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) dilakukan


dengan menggunakan pherotraps (perangkap hama yang dilengkapi dengan sex
pheromone). Cara ini selain aman terhadap lingkungan juga efisien dalan hal
penggunaan tenaga kerja. Hasil pengujian Departemen Riset Minamas pada skala
komersial (±5 000 ha) menunjukkan bahwa penggunaan Pherotraps selain efektif
juga dapat menghemat biaya hingga ±76% bila dibandingkan dengan
penyemprotan.
26

Pengelolaan Tajuk (Penunasan).

Salah satu komponen yang sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman


adalah kecukupan jumlah pelepah (daun) karena berhubungan dengan
kemampuan tanaman menyediakan makanan untuk pertumbuhannya melalui
fotosintetis. Inti pekerjaan pengelolaan tajuk adalah memelihara pelepah produktif
dengan cara mengurangi jumlah pelepah melalui penunasan sampai batas tertentu.
Jumlah pelapah harus dipertahankan tetap optimum yaitu 48-56 pelepah (songgoh
tiga) untuk tanaman muda dan 40-48 pelepah (songgoh dua) untuk tanaman tua.
Terbuangnya pelepah produktif yang berlebihan (over pruning) akan
mengakibatkan penurunan produksi. Penurunan produksi terjadi akibat
berkurangnya areal fotosintesis dan tanaman akan mengalami stress yang terlihat
melalui peningkatan gugurnya bunga betina, penurunan sex ratio (peningkatan
bungan jantan), dan penurunan BJR (berat janjang rata-rata).
Tujuan lain penunasan adalah untuk mempermudah pekerjaan potong
buah, menghindari tersangkutnya brondolan di ketiak pelepah, mempermudah
pempukan dan penyemprotan, memperlancar penyerbukan alami, serta sanitasi
tanaman sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan
hama dan penyakit
Progresiv pruning. Penunasan untuk tanaman menghsilkan (TM) yang
diberlakukan di Angsana Estate adalah sistem progresiv pruning di mana
penunasan dilakukan bersamaan dengan kegiatan panen dan setiap karyawan
bertanggung jawab atas hanca masing- masing serta tetap mengacu pada prinsip
kecukupan jumlah pelepah. Hal ini sesuai dengan diterapkannya Blok Harvesting
System yang terintegrasi antara pemanenan dan pemeliharaan tunas oleh
pemanenen sendiri. Pembayaran untuk progresiv pruning dilakukan bersamaan
dengan penyerahan gaji yang diberikan dua kali dalam setahun dengan harga
tunasan sebesar Rp 500/tanaman
Tunas pasar. Tunas pasar dilakukan terhadap tanaman yang berada di
sepanjang collection road, main road, dan acses road. Tujuan utama dari kegiatan
ini adalah untuk membuang pelepah yang menutupi badan jalan. Jalan yang
ternaungi cenderung akan tetap basah (lembab) atau bahkan tergenang pada saat
hujan sehingga menyebabkan jalan menjadi lembek dan cepat rusak. Tunas pasar
27

diharapkan dapat mengurangi kelembaban tanah melalui penguapan (evaporasi).


Pekerjaan tunas pasar dilakukan oleh tim yang terdiri dari dua orang tenaga kerja
(satu orang memotong pelepah, satu orang lagi merapikan pelepah yang telah di
potong). Prestasi kerja yang harus dicapai oleh tenaga tunas pasar adalah 1 km per
7 jam kerja atau ±240 tanaman (satu collection road). Premi diberikan jika
prestasi melebihi standar yang ditetapkan (Rp 23 000/collection road).

Kastrasi

Kastrasi merupakan pekerjaan penting terutama pada tanaman yang akan


beralih dari TBM menjadi TM. Kastrasi bertujuan mengalihkan nutrisi untuk
produksi buah yang tidak ekonomis ke pertumbuhan vegetatif tanaman dengan
membuang semua produk generatif (bungan jantan, bunga betina, buah pasir dan
buah busuk pada tanaman muda serta membuang pelepah tua/kering).
Kegiatan kastrasi yang dilakukan di ASE dilakukan sekaligus bersamaan
dengan sanitasi tanaman (pembuatan piringan) karena tanaman yang di kastrasi
akan segera beralih fungsi dari TBM ke TM. Pekerjaan dilakukan oleh tim yang
terdiri dari tukang dodos (membuang pelepah dan menyusunnya di gawangan
mati, memotong buah matang dan buah busuk dan meletakkannya di pasar rintis),
tenaga garuk piringan (membersihkan piringan dari brondolan hitam, mengutip
brondolan merah dan meletakkan di pasar rintis), serta tenaga angkut buah
(mengantrikan buah dan berondolan dari pasar rintis ke TPH dengan
menggunakan angkong).

Sensus Vegetatif

Kegiatan sensus vegetatif adalah pekerjaan untuk mengukur karaketer


vegetatif tanaman. Pekerjaan ini dilakukan oleh tim riset kebun yang dikoordinir
oleh divisi I ASE. Kegiatan ini dilakukan di blok khusus riset (A035) yang berisi
tanaman belum menghasilkan (TBM) tahun tanam 2007 yang ditujukan untuk
mengetahui karakter vegetatif pada beberapa progeny tanaman kelapa sawit.
Terdapat empat ulangan untuk seluruh percobaan yang ada di blok riset. Tiap
ulangan terdapat 43 plot dan dalam satu plot terdapat 12 tanaman sehingga
tanaman yang diamati sebanyak 2 064 tanaman.
28

Komponen vegetatif yang diamati adalah 1) Tinggi tanaman, diukur dari


permukaan tanah hingga anak daun pertama/duri pada daun ke-17; 2) Panjang
pelepah daun/rachis ke-17; 3) Tebal pelepah/rachis; 4) panjang dan lebar anak
daun (3 anak daun sebelah kiri dan sebelah kanan yang diambil dari perpotongan
antara pelepah/rachis tua dengan yang muda, ditandai dengan bagian pelepah
yang meruncing); 5) Penambahan jumlah pelepah (dihitung dari daun pertama
samapi daun terakhir yang disensus pada periode sebelumnya); dan 6) Jumlah
anak daun pada pelepah ke-17. Peralatan yang digunakan antara lain meteran,
jangka sorong, alat tulis, cat tembok, serta peta plot percobaan.

Pemupukan Anorganik

Kemampuan lahan dalam menyediakan unsur hara secara terus menerus


bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang berumur panjang sangat terbatas.
Keterbatasan daya dukung lahan dalam penyediaan hara ini harus diimbangi
dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Prinsip utama pemupukan di
perkebunan kelapa sawit adalah bahwa setiap pokok harus menerima tiap jenis
pupuk sesuai dosis yang telah direkomendasikan. Biaya pemupukan sangat tinggi
(mencapai 60% dari total biaya produksi), oleh karena itu ketepatan atau ketelitian
pelaksanaan pemupukan menjadi sangat penting (tepat jenis, dosis, waktu, cara
dan tempat). Jenis pupuk yang digunakan di ASE periode semester II tahun
2010/2011 (Juli–Juni) disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis, Dosis dan Standart Kerja Pemupukan di Angsana Estate

Dosis TM Standart Standart


Jenis Pupuk Kandungan Penabur Pengecer
(kg/pokok) (kg/HK) (ton/HK)
NK Blend 13% N, 36% K2O 2,5 700 3,5
RP 28% P2O5 2 400 3,5
Dolo mite 18% MgO, 30% CaO 1,0 650 3,5
Kieserit 27% MgO, 23% S 1,4 650 3,5
HGF B 48% B2O5 0,1 7 ha/HK 3,5
14% N, 13% P2O5, 9% K2O, 2,5%
CCM 44 2,5 600 3,5
MgO
Su mber: Kantor Besar ASE (2011)

Penentuan dosis pupuk yang diberikan didasarkan pada kebutuhan hara


tanaman dan kemampuan tanah dalam meyediakan hara. Pupuk diberikan sebagai
29

penambah unsur hara yang kurang atau tidak dapat disediakan oleh tanah.
Rekomendasi dosis pemupukan adalah hasil diagnosa jaringan daun (visual &
kimia/LSU), analisis kimia tanah, curah hujan, umur tanaman, sejarah/historis
pemupukan sebelumnya, analisa produksi tahun-tahun sebelumnya, serta faktor
daya dukung lingkungan lainnya (persen pencucian).
Secara visual kekurangan unsur hara pada tanaman kelapa sawit dapat
dilakukan dengan melihat gejala defisiensi pada daun tanaman dan
membandingkannya dengan foto tanaman yang mengalami defisiensi. Beberapa
gejala kekurangan unsur hara yang terlihat pada daun tanaman kelapa sawit
disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Gejala Defisiensi Hara pada Daun. (A). Defisiensi N; (B).


Defisiensi K; (C). Defisiensi Cu (D). Defisiensi Mg; (E).
Defisiensi B; (F). Defisiensi Fe

Leaf Sampling Unit (LSU). Salah satu rangkaian kegiatan untuk


mendapatkan rekomendasi pemupukan (jenis pupuk dan dosisnya) adalah melalui
analisis jaringan daun tanaman kelapa sawit secara kimia. Sebelum dianalisis
dilaboratorium, salah satu kegiatan penting yang harus dilakukan adalah
pengambilan sampel daun. Tujuan utama dari kegiatan pengambilan sampel daun
adalah mendapatkan sampel daun yang benar-benar menggambarkan kondisi hara
dalam tanaman dan mewakili seluruh tanaman.
30

Pengambilan sampel daun dilakukan antara pukul 07.00-11.00 waktu


setempat. Pengambilan sample daun tidak boleh dilakukan pada waktu hujan atau
satu jam setelah hujan. Interval antara pengambilan sample daun dengan
pemupukan sebelumnya sekurang-kurangnya 2-3 bulan. Alat dan bahan yang
digunakan dalam pelaksanaan LSU antara lain adalah plastik kantong hitam dan
putih, plastik berukuran 1 kg, gunting, cat, pensil, pisau, egrek, form LSU, map,
kuas, dan foto defisiensi hara.
Tanaman sampel adalah tanaman yang berada pada barisan tanaman sesuai
dengan sistem pengambilan sampel daun. Apabila tanaman sampel yang akan
diambil sampel daunnya adalah pokok gajah, tanaman non valuer, tanaman di tepi
jalan, tanaman sakit, tanaman di tepi parit atau sungai, dan tanaman yang
terserang ulat api maka pokok sampel diganti dengan tanaman yang ada
disebelahnya tetapi masih dalam satu barisan.
Daun yang diambil adalah daun pada pelepah ke-17 (daun yang berada
pada fase perkembangan yang telah sempurna). Pelepah ke-17 dipilih karena
dinilai dapat menggambarkan status hara pada tanaman (paling peka/responsife
terhadap kekurangan hara) dibanding daun yang lain. Pelepah ke-17 menunjukkan
perbedaan yang paling mencolok dalam tingkat kandungan hara N, P, dan K serta
memiliki korelasi yang lebih jelas dengan produksi tanaman.
Penentuan daun ke-17 diawali dengan menentukan terlebih dahulu pelepah
pertama yaitu pelepah paling atas yang telah membuka sempurna atau ±90% telah
mekar. Dari pelepah pertama ditentukan terlebih dahulu arah spiral pelepah
(kanan atau kiri). Pelepah ke-17 terletak dua spiral dibawah daun pertama (sesuai
dengan arah spiralnya). Jika tanaman sudah terlalu tinggi sehingga sulit melihat
pupus daunnya dari bawah, daun ke-17 merupakan pelepah yang membentuk
sudut 450 kira-kira jatuh pada pelepah ke-3.
Pelepah ke-17 diambil dengan menggunakan egrek. Kemudian diambil
tiga helai anak daun sebelah kiri dan tiga helai anak daun sebelah kanan pada
bagian tengah pelepah (peralihan antara batang pelepah yang sudah tua dan yang
muda). Helaian anak daun dipotong sepanjang 40 cm dengan menggunakan
gunting dan dimasukkan ke wadah plastik dan dibuat terpisah antara helai bagian
kiri dengan yang kanan. Setelah potongan-potongan daun yang sudah terkumpul
31

dipotong-potong lagi menjadi bagian yang lebih kecil (2-3 cm) dan dibuang
lidinya dan di keringkan dengan oven selama 5-7 jam pada suhu 80-1000 C untuk
mengetahui berat keringnya. Sampel daun kemudian dikirim ke Minamas
Research Center (MRC) untuk dianalisis.

Gambar 6. Nomor Daun ke 17 (kiri), Pengambilan Helai Daun (kanan)

Sistem dan organisasi pemupukan. Pemupukan di ASE mengacu pada


Blok Manuring System (BMS) yaitu sistem pemupukan yang terkonsentrasi,
dikerjakan blok per blok menggunakan tenaga tim yang terlatih dengan sasaran
mutu pemupukan yang lebih baik. Kelebihan sistem BMS adalah kegiatan
supervisi dapat lebih fokus, produktifitas tenaga kerja lebih tinggi, dan biaya
produksi yang rendah (Manual Referensi Agronomi, 2004).
Dengan sistem BMS diharapkan permasalahan yang sering terjadi pada
program pemupukan seperti keterlambatan pembelian pupuk, kualitas pupuk yang
tidak sesuai dengan spesifikasi, penyimpanan yang salah, mutu aplikasi yang
jelek, organisasi kerja yang tidak efektif, jadwal pemupukan yang meleset dari
rencana, biaya yang mahal dan administrasi yang tidak akurat dapat diatasi.
Organisasi pelaksana kegiatan pemupukan dalam sistem BHS meliputi tenaga
angkut pupuk, penabur pupuk, mandor pupuk sekaligus kerani pupuk, asisten
divisi dan manajer kebun.
Perencanaan dan Persiapan. Rekomendasi pemupukan harus sudah
diterima kebun selambat- lambatnya bulan oktober untuk pemupukan program
tahun berikutnya. Pembelian pupuk mrngacu pada rekomendasi pemupukan dan
perkiraan stok pupuk akhir tahun (jika perencanaan dan aktual dilakukan dengan
32

benar, seharusnya tidak ada sisa stok pupuk). Jenis dan jumlah pupuk harus
tersedia di kebun pada waktunya, sehingga pembelian pupuk harus sudah
dilakukan 2 bulan sbelumnya.
Kendaraan pengangkut pupuk dari gudang sentral ke lapngan harus sudah
dipastikan kesiapannya sehari sebelum pemupukan. Pagi harinya pupuk harus
sudah dimuat dan segera diecer ke lapangan dan diletakkan pada tempat yang
telah ditentukan oleh mandor pupuk. Pupuk yang sudah diecer harus segera
diaplikasi pada hari itu juga, Jika pemupukan tidak selesai karena hujan atau
lainnya, maka pupuk harus segera dibawa ke gudang divisi. Kebutuhan tenaga
penabur harus sesuai dengan luas areal yang akan dipupuk tergantung dari jenis
dan dosis pupuk per pokopk, topografi lahan, dan kemampuan penabur.
Pelaksanaan Pemupukan. Pelaksanaan pekerjaan pemupukan dilakukan
blok per blok. Kegiatan dimulai dari rumah tim pupuk (penabur mengambil
peralatan kerja serta alat pelindung diri) kemudian apel pagi dengan mandor
pupuk di lapangan. Mandor pupuk memberikan instruksi akan pekerjaan yang
akan dilakukan (jenis pupuk yang diaplikasikan, dosis/takaran, blok yang akan
diaplikasi), mengalokasikan tenaga penabur sesuai KKP masing- masing, absensi
karyawan, mengecek kelengkapan peralatan kerja (bin pupuk, mangkuk/takaran)
termasuk alat pelindung diri (baju lengan panjang, kerudung/topi, masker, apron,
sepatu boots, dan sarung tangan).
Penabur menempati hancak masing- masing kemudian membuka karung
pupuk secara hati-hati agar tidak tumpah dan memasukkan pupuk ke dalam bin
masing- masing. Penaburan dimulai dari pasar tengah menuju collection road
(arah timur-barat blok) dengan dosis per pokok sesuai rekomendasi. Penaburan
dilakukan melingkar merata di bibir piringan atau diatas rumpukan pelepah.
Setiap penabur wajib menyelesaikan hancaknya rintis per rintis dan
menyelesaikan hancak KKP nya (hanca per KKP 23-25 jalur atau 12-13 rintis)
sesuai dengan ketentuan, serta mengumpulkan goni bekas pupuk dan mengikatnya
setiap 10 goni untuk memudahkan kontrol.
33

Pemanenan

Pemanenan adalah pekerjaan penting di perkebunan kelapa sawit karena


hasil panen dapat langsung menjadi sumber pemasukan bagi perusahaan melalui
penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Sasaran utama
pekerjaan panen adalah tercapainya produksi TBS per hektar yang tinggi, biaya
per kg yang rendah, dan mutu produksi yang baik berupa asam lemak bebas yang
rendah (FFA <3). Oleh karena itu fokus utama pengelolaan kegiatan panen adalah
memotong semua janjang matang pada interval tertentu (7-9 hari), mengutip
seluruh brondolan (loose fruit) dan menghantarkanya ke PKS selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam dengan mutu panen sesuai standar.
Kunci sukses kegiatan panen yaitu interval dan rotasi panen harus tepat
waktu, jumlah pemanen cukup (hectare labour ratio), kompetensi dan disiplin
tenaga panen, supervisi yang efektif, sistem premi dan denda panen, sarana dan
prasarana panen yang lengkap (peralatan panen, pasar rintis, piringan, titi panen,
TPH), sistem dan organisasi panen yang digunakan serta integrasi antara tahap
persiapan/perencanaan, pelaksanaan pemanenan, supervisi, pengangkutan TBS,
dan administrasi yang baik. Tingkat keberhasilan kegiatan panen diukur dari
mutu produk (kualitas CPO), mutu buah (kriteria matang panen), mutu hancak,
dan produktivitas tenaga kerja (Tabel 5).
Inte rval panen. Interval panen (umur pusingan) adalah faktor penentu
yang mempengaruhi tingkat keberhasilan seluruh kegiatan panen sehingga
interval panen harus dijaga agar tidak terlambat (umur pusingan >9 hari) atau
terlalu cepat (umur pusingan <7 hari). Akibat pusingan panen terlambat (umur
pusingan >9 hari) TBS yang dipanen cenderung overipe (terlalu masak) bahkan
sampai empty bunch (janjang kosong). Sehingga persen brondolan sangat tinggi
akibatnya penyelesaian hancak terlambat, basis borong sulit untuk terpenuhi,
prestasi kerja (kg/hk) turun dan biaya panen (Rp/kg) panen naik, serta peluang
losses (janjang masak tinggal dan brondolan tidak terkutip) tinggi. Pusingan
terlambat menyebabkan penyelesaian hancak pada seksi pada hari itu menjadi
tertunda.
34

Pusingan panen terlalu cepat (<7 hari) akan mengakibatkan pemanen


cenderung memotong buah under ripe dan unripe untuk memenuhi basis kerja.
Meningkatnya buah under ripe dan unripe selanjutnya akan menyebabkan OER
(Oil Extraktion Rate) rendah. Pengolahan di PKS tidak optimal karena proses
perebusan tidak sempurna, USB (Unstripe Bunch/buah mogol) tinggi, bila jam
perebusan ditambah maka kapasitas oleh PKS menjadi rendah, dan hal ini akan
meningkatkan biaya pengolahan (Rp/Kg TBS diolah).

Tabel 5. Parameter Tingkat Keberhasilan Kegiatan Pemanenan di ASE

Parameter Standar
1. OER (Oil Extraktion Rate) > 25 %
Mutu Produk 2. KER (Kernel Extraktion Rate) > 4,5 %
3. FFA (Free Fatty Acid) <3%
1. Unripe 0,0 %
2. Under Ripe < 8,0 %
3. Ripe/Over Ripe > 90 %
Mutu TBS 4. Empty Bunch <2%
5. Abnormal <5%
6. Old Crop < 10 %
7. Long/Cut Stalk <5%
8. Kontaminasi (sampah, pasir, tanah) 0%
1. Berondolan tidak terkutip < 2 butir/janjang
2. Janjang matang tidak dipanen 0%
Mutu Hancak 3. Pokok tidak dipanen 0%
4. Pusingan normal ≤ 9hari 100%
1. BJR > 25 kg > 1 400 kg/HK
Produktivitas 2. BJR 18 - 24 kg (ton/ha 20 - 25 ) >1 200–1 400 kg/HK
Tenaga kerja 3. BJR 15 - 18 kg (ton/ha 16 – 20) > 1 000–1 200 kg/HK
4. BJR < 15 (ton/ha < 15) min 1 000 kg/HK

Krite ria matang panen. Buah dikatakan mentah (unripe) jika tidak ada
brondolan yang lepas alami (0 brondol/kg janjang) dan masih berwarna hitam.
Buah kurang matang/mengkal (under ripe) adalah buah dengan jumlah brondolan
kurang dari 2 brondolan/kg (12,5-25% buah luar memberondol) dan berwarna
kemerahan. Buah matang (ripe) adalah buah dengan brondolan lepas alami 2
brondol/kg (25-50 % buah luar memberondol) dan berwarna kemerahan. Buah
dikategorikan over ripe (lewat matang) jika 51-100% buah luar atau sebagian
35

buah dalam memberondol. Empty bunch adalah buah dengan brondolan lepas
alami >95% dan belum ada tanda-tanda busuk pada permukaan potong buah.
Buah dikategorikan mempunyai gagang panjang (long stalk) jika hasil potongan
gagang panjang lebih dari 5 cm yang diukur dari permukaan buah sampai sisi
potongan yang miring (bagian yang terpendek). Old crop adalah buah yang tidak
terangkut >2 hari. Kriteria matang panen ditunjukkan oleh Gambar 7.

Gambar 7. Kriteria Matang Panen (A) Unripe/Mentah; (B) Under


ripe/Mengkal; (C) Ripe/Matang; (D) Over ripe/Lewat
matang; (E) Empty bunch/janjang kosong

Sistem dan organisasi panen. Sistem panen di ASE dikenal dengan BHS
(Block Harvesting System), yaitu sistem panen yang terkonsentrasi pada
pergerakan yang teratur, sistematis dan diselesaikan blok per blok. Target
penyelesaian satu seksi panen adalah satu hari untuk menjamin kesinambungan
penyelesaian hancak di hari berikutnya. Satu seksi dikerjakan dengan titik awal
dan arah gerakan yang sama (searah dengan main road), masing- masing mandor
dan tenaga potong buah mengerjakan hancak blok dan seksi panen yang sama.
Dalam pelaksanaannya sistem BHS dikelompokan lagi menjadi: 1) BHS
Non DOL (Non Division Of Labour) dan 2) BHS by DOL (Division Of Labour)
yang terdiri dari BHS DOL-2 dan BHS DOL-3. Kedua sistem BHS ini digunakan
pada kondisi yang berbeda yang mengacu pada hectare cover pemanen dan
produksi blok atau seksi. Pada TM1-TM6 yang panennya menggunakan dodos
36

biasanya masih menggunakan BHS Non DOL sedangkan untuk tanaman dengan
umur >9 tahun (≥TM 7) yang panennya sudah menggunakan egrek digunakan
system BHS DOL-2. Dalam sistem BHS Non DOL satu orang tenaga bekerja
sebagai cutter, carrier, dan picker. Pada sistem BHS DOL-2 cutter berfungsi
sekaligus carrier sedangkan picker adalah orang yang berbeda. Pada BHS DOL-3
tenaga panen terdiri atas tiga orang yang masing- masing sebagai cutter, carrier,
dan picker. Tujuan diterapkanya sistem BHS adalah untuk meningkatkan
spesialisasi pekerjaan panen, menunjukkan tanggung jawab serta wewenang
dengan jelas serta memperbaiki sistem pembayaran untuk kegiatan panen.
Organisasi pelaksana kegiatan panen di ASE terdiri dari pemanen, mandor
panen, kerani panen, kerani transport, mandor I, asisten divisi dan manager.
Jumlah mandoran dan tenaga kerja di masing- masing divisi berbeda tergantung
luasan yang harus dipanen. Jumlah mandoran di divisi I ada 3 mandoran, divisi II
ada 2 mandoran, dan divisi III ada 3 mandoran serta masing- masing mandoran
memiliki 1 orang kerani panen. Tiap mandoran membawahi 20-25 pemanen. Tiap
divisi memiliki satu orang kerani transport yang bertanggung jawab terhadap
pengangkutan TBS dan berkoordinasi dengan kerani panen.
Persiapan dan pe rencanaan panen. Persiapan panen merupakan
pekerjaan yang mutlak dilakukan sebelum TBM beralih menjadi TM. Secara
sistematis sebelum melangkah pada tahap pelaksanaan, proses perencanaan harus
dilakukan secara detail, dengan garis besar 1) persiapan kondisi areal, 2)
penetapan seksi panen, 3) penetapan luas hancak kerja pemanen dan mandoran,
dan 4) penyediaan peralatan kerja.
Beberapa hal yang harus dikerjakan dalam persiapan areal sebelum TBM
menjadi TM adalah perbaikan jalan dan jembatan baik di main road maupun di
collection road. Perbaikan pasar rintis dan pembuatan titi panen, pembersihan
piringan dengan jari-jari 2-3 meter, serta pembuatan TPH (4 m x 7 m) pada setiap
tiga pasar rintis atau enam baris tanaman dengan ukuran lebar 1.2-1.5 meter.
Permukaan TPH dibuat rata dan harus bersih dari gulma dan kotoran atau sampah
serta pemberian alas berupa goni bekas untuk tempat peletakan berondolan. Hal
ini dimaksudkan untuk meminimalkan kontaminasi. Setiap TPH berisi keterangan
tentang nomor TPH dan blok tempat TPH berada.
37

Seksi panen berfungsi sebagai kerangka area kerja yang harus diselesaikan
dalam satu hari panen. Luas seksi panen ditentukan sedemikian rupa agar dapat
diselesaikan dalam satu hari, mempermudah pindah hancak dari satu blok ke blok
lain, mempermudah kontrol asisten, mandor I dan mandor panen, transport TBS
lebih efisien serta output pemanen lebih tinggi. Penentuan seksi panen adidasrkan
pada luas areal TM, potensi produksi (ton/ha) per blok, jumlah dan sebaran pokok
produktif, kondisi topografi, dan jumlah jam kerja. Peta seksi panen di ASE
disajikan pada Lampiran 10.
Penetapan luas hancak mandor berfungsi sebagai kerangka kerja tetap
untuk mempertajam proses supervisi, sehingga diharapkan timbulnya rasa
tanggung jawab atas pemeliharaan mutu hancak dan siklus buah dalam jangka
panjang, membangun budaya kompetisi yang sehat antar mandor panen. Hancak
mandor panen terkonsentrasi pada 1-2 blok menyamping dan memanjang 2-3 blok
sesuai luas seksi panen divisi. Penentuan luas hancak mandor panen tergantung
dari jumlah tenaga kerja potong buah dan keseragaman waktu penyelesaian
hancak dengan mandoran lain. Luas hancak pemanen ditentukan berdasarkan
target output yang hendak dicapai (ton per hektar), hectare cover pemanen, serta
topografi areal. Jumlah baris atau rintis untuk hancak pemanen adalah 3-4 rintis
per pemanen dan 2-3 blok ke depan.
Dalam sistem BHS dikenal istilah KKP (kelompok kecil pemanen). KKP
terdiri dari 3-4 orang pemanen yang diharapkan dapat mengantisipasi adanya
ketidakhadiran salah satu tenaga potong buah, tenaga potong buah tidak sanggup
menyelesaikan hancak akibat adanya kecelakaan kerja atau alat panen yang rusak,
serta fluktuasi kenaikan kematangan buah yang cukup tinggi.
Pelaksanaan. Kegiatan panen dimulai dari lingkaran pagi dengan mandor
panen (mandor menghancakan pemanen dan pemberondol serta mengecek
kelengkapan alat kerja dan pelindung diri). Setelah lingkaran pagi pemanen
diikuti pemberondol segera memasuki hancak tetap masing- masing sesuai batas
hancak yang telah ditentukan. Pelepah yang menjadi penyangga buah matang
dipotong (tidak boleh sengkleh) dijaga agar tidak over pruning atau sebaliknya,
kemudian disusun pada gawangan mati. Buah diangkut dan disusun TPH (tempat
pengumpulan hasil) secara teratur (kelipatan lima) kemudian diberi nomor
38

pemanen pada permukaan potongan salah satu buah. Pemberondol mengutip


berondolan setelah pemanen berada pada beberapa pokok di depannya.
Berondolan dikutip dengan tangan dan tidak boleh menggunakan garukan agar
tidak tercampur dengan kotoran kemudian dimasukkan ke dalam G-bag dan
disusun di TPH di sebelah kiri susunan TBS dan diberi nomor pemberondol
(Gambar 8). Kerani panen menghitung dan mencatat TBS serta berondolan.
Mandor memeriksa mutu hancak setiap pemanen dan pemberondol serta membuat
laporan ke asisten divisi.
Peralatan panen yang digunakan untuk pekerjaan panen terbagi menjadi
tiga fungsi yaitu alat potong buah, alat kutip berondolan, alat angkut buah ke
TPH. Jenis, spesifikasi, dan kegunaan beberapa peralatan panen disajikan pada
Tabel 6.

Tabel 6. Peralatan Panen di Angsana Estate

No Nama Alat Spesifikasi Kegunaan


Potong buah TM1 dan
Berbentuk tembilang lebar
1 Dodos Kecil TM2 atau umur tanaman
mata 8 cm
3-4 tahun
Potong buah TM3-TM6
2 Dodos besar lebar mata 14 cm atau umur tanaman 5-8
tahun
Berat 0,5 kg, panjang
pangkal 20 cm, panjang Potong buah umur tanman
3 Pisau egrek
pisau 45 cm, sudut > 9 tahun
lengkung.
Harvesting Aluminium ukuran 6 m dan
4 Galah pisau egrek
pole 12 m
Goni bekas Ukuran berbeda tergantung Wadah memindahkan
5
pupk jenis pupuk berondolan ke transport
Alat untuk angkut TBS ke
6 Angkok Kereta sorong beroda satu
TPH
Pengumpulan/packing
7 G-bag Berbentuk jarring
brondolan
Besi beton 3/8 “, panjang
8 Ganco Memuat TBS ke angkong
sesuai kebiasaan setempat
Besi berbentuk seperti Memuat TBS ke alat
9 Tojok
lembing/tombak transport
Alat pelindung Helm, sepatu boats, sarung Melindungi diri dari
10
diri (APD) dodos/egrek bahaya keselamatan kerja
39

Gambar 8. Kegiatan Panen: (A) Potong buah dengan egrek; (B)


Pengutipan berondolan dengan tangan; (C) Penyusunan
buah di TPH; (D) penggunaan g-bag

Pengangkutan TBS. Kegiatan transportasi diperkebunan terutama


diarahkan untuk menjamin kelancaran arus produksi TBS ke PKS. Organisasi
pekerjaan transportasi harus dilaksanakan sebaik mungkin dengan prinsip utama
melakukan evakuasi TBS dari kebun ke PKS secepat-cepatnya (maksimal 24 jam
setelah dipanen). Sasaran utamanya adalah untuk menjaga kualitas mutu produk
yaitu kandungan asam lemak bebas yang rendah.
Penentuan jumlah unit transportasi untuk mengangkut TBS per harinya
ditentukan oleh taksasi produksi harian, kapasistas angkut unit, jarak antara lokasi
panen dengan pabrik, waktu yang dibutuhkan untuk memuat buah ke unit
transport, serta antrian di PKS. Sebagai contoh, taksasi produksi sebanyak 95 ton.
Jarak tempuh rata-rata ((jarak terjauh + jarak terdekat/2)) adalah 8 km dan
estimasi waktu tempuh 0.75 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk memuat TBS ke
unit selama 1 jam sehingga satu unit membutuhkan waktu 1.75 jam untuk satu
kali pengangkutan. Jika kapasitas rata-rata unit transport sebesar 7 ton/per unit
dan jam kerja unit dalam satu hari selama 8 jam maka dalam satu hari tiap unit
mampu mengangkut sebanyak 5 kali, sehingga jumlah unit yang harus disiapkan
adalah 3 unit.
40

Kapasitas kebun yang melebihi kapasitas oleh pabrik dalam satu hari atau
kerusakan di pabrik akan menyebabkan antrian buah di PKS dan hal ini akan
menghambat pengangkutan TBS shingga jam kerja alat angkut menjadi
berkurang. Jika kondisi seperti ini terjadi maka perlu adanya tambahan
transportasi untuk pengangkutan TBS agar tidak terjadi restan di kebun.
Sistem pre mi dan denda. Penetapan sistem premi harus didasarkan pada
biaya potong buah per kg TBS sesuai anggaran tahun berjalan dan sistem premi
sebelumnya. Sistem premi bertujuan untuk memberikan penghargaan pada
pekerja pada saat hasil kerja di atas standar (basis), merangsang pekerja untuk
berupaya mencapai out put di atas standart, mendorong kenaikan out put dengan
biaya yang lebih rendah, dan memupuk tanggung jawab pekerja pada tugasnya.
Penentuan standar basis borong ditetapkan dengan pertimbangan, hectare
cover dan rata-rata out put pemanen selama 7 jam/hari kerja biasa dan 5 Jam pada
hari jumat, kondisi topografi areal panen, kondisi tanaman (umur tanaman-tinggi
pokok, BJR, homogenitas tanaman, dan persentase pokok produktif), total output
(Kg/HK) dan biaya panen (Rp/kg upah dan premi panen) dalam anggaran/budget
pada tahun berjalan.
Premi pemanen terdiri atas premi siap borong dan premi lebih borong.
Premi basis borong adalah premi yang di berikan pada pemanen ketika jumlah
janjang dipotong telah melebihi dan atau sama dengan jumlah janjang yang telah
ditentukan sebagai basis borong. Premi lebih borong adalah premi yang diberikan
jika pemanen memperoleh jumlah janjang melebihi janjang basis, Besarnya premi
lebih borong dihitung berdasarkan selisih antara total perolehan janjang dengan
total janjang basis, pada setiap tahun tanamnya. Premi pemberondol hanya
diberikan berupa premi lebih borong. Premi lebih borong brondolan diberikan
pada saat perolehan berondolan minimal lebih besar dari basis brondolan. Premi
untuk supervisi dihitung berdasarkan persentase terhadap total premi
karyawannya. Premi panen di Angsana Estate disajikan pada Tabel 7.
41

Tabel 7. Premi Karyawan Panen dan Supervisi di ASE

Pemanen Pemberondol Supervisi


Basis Premi Basis Premi
TT BJR JJG Kerani
Siap Siap Siap Lebih Mandor
Lebih Panen &
Borong Borong Borong Borong Panen
Borong Mandor I
(Jjg) (Rp) (Rp) (kg) (Rp/kg)
18.6 P0 120 2 000 325 225 90 150% 125%
18.6 P1 130 6 000 325 225 90 Dari dari
1996 18.6 P2 150 12 500 325 225 90 Total total
18.6 P3 172 18 500 325 225 90 Premi premi
18.6 P4 189 25 000 325 225 90 Karyawan Karyawan
17.7 P0 140 2 000 300 225 90 150% 125%
17.7 P1 160 6 000 300 225 90 Dari dari
1998 17.7 P2 180 12 500 300 225 90 Total total
17.7 P3 200 18 500 300 225 90 Premi premi
17.7 P4 220 25 000 300 225 90 Karyawan Karyawan
16.8 P0 175 2 000 275 225 90 150% 125%
16.8 P1 200 6 000 275 225 90 Dari dari
1999 16.8 P2 225 12 500 275 225 90 Total total
16.8 P3 250 18 500 275 225 90 Premi premi
16.8 P4 275 25 000 275 225 90 Karyawan karyawan

14.6 P0 180 2 000 250 225 90 150% 125%


14.6 P1 205 6 000 250 225 90 Dari dari
2000 14.6 P2 230 12 500 250 225 90 Total total
14.6 P3 258 18 500 250 225 90 Premi premi
14.6 P4 284 25 000 250 225 90 Karyawan karyawan
2006 3.87 P0 225 8 500 150 NonDol 60 Idem Idem
Sumber: Kantor Besar ASE (2011): Ketentuan dan Ketetapan Premi 2010-2011 Area Sebamban

Kegiatan supervisi bertujuan untuk menjaga kualitas dari pekerjaan panen


yaitu menjaga mutu buah dan mutu hanca. Perusahaan menetapkan denda
terhadap kesalahan/pelanggaran yang terjadi dengan tujuan untuk meningkatkan
disiplin karyawan sekaligus memberikan pembelajaran atas kesalahan yang
dilakukan sehingga memberikan manfaat bagi perusahaan. Pemberian denda
kepada karyawan di ASE mengacu pada ketentuan seperti pada Tabel 8.
42

Tabel 8. Parameter Pemberian Denda Karyawan di ASE

Denda /Sangsi Karyawan


No Parameter
Cutter-Carrier Picker Kenek
A. Mutu Buah
1 Buah Mentah (Unripe) Rp 5 000/Jjg - -
2 Buah Matahari Rp 750/Jjg - -
3 Buah Diperam Rp 5 000/Jjg - -
4 Gagang Panjang Rp 250/Jjg - -
5 Empty Bunch terangkut ke PKS - - Rp 500/Jjg
B Mutu Hancak
1 Janjang Masak tidak Dipanen Rp 5 000/Jjg - -
Brondolan tidak terkutip
- Dalam Piringan - Rp 100/ Brd -
2 - Poko k Sawit - Rp 100/ Brd -
- Gawangan/Pasar Rintis - Rp 100/ Brd -
Rp 1
- TPH/pinggir jalan - - 000/TPH
Buah tidak Disusun rapi di
3 TPH Rp 250/TPH - -
4 Pelepah Sengkleh - - -
5 Pelepah Tidak d isusun Rapi Rp 1 000 - -
6 Over Pruning Rp 500/Plp - -
Su mber: Kantor Besar ASE (2011): Ketentuan dan Ketetapan Premi 2010-2011 Area Sebamban

Administrasi panen. Data hasil kerja berfungsi sebagai bahan analisa


dalam proses evaluasi hasil kerja panen, sebagai referensi/pertimbangan dalam
proses perencanaan kegiatan panen, membantu kecepatan dalam pengambilan
keputusan atas masalah- masalah yang terjadi dalam pengelolaan kegiatan panen,
sebagai salah satu alat bantu dalam proses supervisi, pendukung dalam pembuatan
daftar pembayaran upah dan premi karyawan, dan sebagai alat ukur tingkat
efesiensi dan efektivitas pengelolaan organisasi panen.
Adapun administrasi panen dalam kegiatan harian, mingguan, dan bulanan
meliputi; Buku kegiatan Mandor (BKM), Pusingan Potong Buah, Pemeriksaan
Mutu Buah dan Hancak, Rekapitulasi Pemeriksan Mutu Buah dan Hancak., Buku
Penerimaan Buah dan Brondolan, Notes potong Buah, Surat Pengantar Buah
(SPB), Taksasi Produksi, Crop Book, Laporan Potong Buah SKU (LPB-SKU),
Laporan Kutip Brondolan (LKB), Laporan Produksi dan Biaya, Laporan
43

Pengolahan TBS

Pengolahan TBS dan pemasaran CPO di PT Ladangrumpun Suburabadi


menjadi tanggung jawab unit pabrik (Angsana Factory/ASF). ASF memiliki
kapasitas olah sebesar 60 ton/jam dan menerima TBS yang berasal dari beberapa
kebun yaitu ASE, Pantai Bonati Estate (PBE), Gunung Sari Estate (GSE),
Mustika Estate (MTE), dan KKPA 1, 2, 3, 4 dan 5. Secara umum PKS terdiri dari
stasiun utama (stasiun penerimaan buah, rebusan, pemipilan, pencacahan dan
pengempaan, pemurnian, stasiun nut- kernel) dan stasiun pendukung (stasiun
pembangkit tenaga, laboratorium, pengolahan air, penimbunan produk, bengkel,
dan stasiun limbah).
Stasiun pene rimaan buah. Pada stasiun penerimaan buah terdapat dua
unit pendukung yaitu jembatan timbang (weight bridge) dan loading ramp. Setiap
unit kendaraan (truck) yang membawa TBS terlebih dahulu ditimbang pada
jembatan timbang (weight bridge), untuk kemudian menuangkan (unloading) TBS
ke loading ramp kemudian truk kosong ditimbang kembali untuk mengetahui
berat bersih dari TBS. Fungsi utama jembatan timbang adalah menimbang TBS
yang masuk dan produksi yang diangkut keluar pabrik (CPO, kernel, janjang
kosong, cangkang dan lain- lain). Di ASF terdapat 2 unit jembatan timbang
kapasitas 40 ton lengkap dengan instalasi komputer didukung dengan software
WIS (Weight Bridge Information System) dan printer untuk mencetak karcis
timbang.
Loading ramp adalah tempat untuk menampung TBS yang diturunkan dari
truk, merupakan suatu bangunan dengan lantai miring bersudut ± 27o tujuannya
untuk mempermudah pemasukan TBS ke conveyor oleh gaya gravitasi, yang
selanjutnya didistribusikan masuk ke lori, kemudian ditarik dengan menggunakan
capstand untuk dipindahkan ke jalur rebusan (sterilizer).
Stasiun perebusan (sterilizer). Tujuan proses perebusan adalah untuk
menghentikan kegiatan enzim penyebab hidrolisis minyak untuk mencegah
meningkatnya kadar FFA (Free Fatty Acid), memudahkan proses pemipilan pada
thresher untuk melepaskan brondolan dari tandannya, memudahkan proses
pelepasan minyak dari daging buah dengan berkurangnya kadar air sehingga
mempermudah proses pengempaan (press), serta memudahkan proses pelepasan
44

inti sawit dari cangkangnya dengan berkurangnya daya ikat karena turunnya kadar
air. Produk sampingan (by products) dari stasiun ini berupa air kondensat yang
kemudian dialirkan ke kolam limbah.
Proses perebusan dilakukan dalam bejana tertutup rapat dan berbentuk
silinder horizontal yang dilengkapi pipa dan katup-katup pemasukan uap,
pengeluaran uap, pengeluaran kondensat, pengukuran tekanan, pintu masuk dan
keluar serta rail band. Metode dasar perebusan adalah memasak atau merebus
buah dengan uap bertekanan 2.5-2.8 kg/cm2 pada temperatur 120-130 o C. Waktu
yang dibutuhkan dalam satu kali rebusan adalah 80-90 menit. Jumlah bejana
rebusan yang terpasang di ASF sebanyak 4 unit lengkap dengan instalasi otomatis,
semi otomatis atau manual untuk pengoperasiannya.

Gambar 9. Stasiun Rebusan (Sterilizer)


Stasiun bantingan (thresher). Pada stasiun bantingan ini buah matang
dari rebusan dipisahkan antara buah (brondolan) dengan janjangannya (janjangan
kosong/JJK). Alat yang digunakan adalah rotary drum thresher sebanyak 3 unit
dengan kecepatan putaran 24 rpm (rotation per menit). Brondolan yang terpisah
selanjutnya diteruskan ke stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan
(presser) melalui rangkaian conveyor sedangkan hasil sampingnya (JJK) dengan
bantuan conveyor ditampung di hoper JJK pada stasiun janjangan kosong yang
selanjutnya JJK dimuat ke truk/traktor untuk diaplikasikan ke kebun.
45

Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser). Digester


merupakan suatu unit berbentuk bejana/silinder yang didalamnya terdapat batang
pengaduk (strainer) yang berputar terus, dimana buah matang dari stasiun
bantingan diaduk dan dilumatkan yang bertujuan untuk memudahkan pemisahan
biji dari daging buah dengan tingkat kerugian yang sekecil-kecilnya sehingga
memudahkan proses pengempaan (press).

Gambar 10. Stasiun Pengempaan (Presser)


Presser yang terpasang di PKS Angsana sebanyak 6 unit dengan kapasitas
olah 15 ton/unit/jam. Massa buah yang sudah lumat akibat pengadukan di bejana
pengadukan (digester) masuk kedalam kempa ulir (screw press), dan daging buah
akan diperas untuk diambil minyak kasar, serabut dan nut/biji. Pada pengempaan
ini diharapkan tidak ada minyak kasar yang tertinggal pada serabut dan juga
tidak ada nut/biji yang pecah karena pengempaan yang terlalu kuat.
Stasiun pemurnian (clrarifier). Minyak kasar yang diperoleh dari proses
pengempaan harus dibersihkan dari kotoran, baik kotoran padat maupun cair yang
dimaksudkan untuk mendapatkan minyak semurni mungkin yang dikehendaki dan
agar minyak tahan lama (tidak turun mutunya karena reaksi pengasaman). Proses
pemisahan minyak minyak murni dari minyak kasar (proses pemurnian) ini
dilakukan dengan prinsip penyaringan, pengendapan, dan pemusingan
(sentrifugal) yang terjadi pada beberapa tahap.
Minyak kasar yang diperoleh dari proses pengempaan akan melalui
vibrating screen untuk kemudian ditampung di COT (Crude Oil Tank). Vibrating
46

screen berfungsi untuk menyaring kotoran seperti fibre, lumpur, dan pasir.
Kotoran yang tidak lolos saringan masuk kembali ke digester melalui conveyor
dan elevator yang terhubung. COT berfungsi untuk menampung sementara
minyak kasar sebelum dialirkan ke CST (Countinous Settling Tank) dan di COT
ini sebagian kotoran (padatan dan pasir) juga diendapkan dan dipisahkan dari
minyaknya. COT dilengkapi dengan pipa injeksi steam untuk menaikkan
temperatur minyak kasar menjadi 95o C dengan tujuan supaya memudahkan
pemisahan minyak pada proses selanjutnya.

Gambar 11. Stasiun Pemurnian (Clarifier)

CST berfungsi untuk memisahkan minyak dan sludge (lumpur) dengan


prinsip pengendapan melalui perbedaan berat jenis. CST dilengkapi pengaduk
berputar untuk melepaskan minyak yang terperangkap pada endapan lumpur,
injeksi steam untuk mempertahankan suhu pada 950 C, pipa under flow untuk
mengalirkan sludge dan mengalirkannya ke sludge tank. Minyak dari CST
kemudian di kirim ke POT (Pure Oil Tank) sebelum dikirim ke vacum dryer
untuk dipanaskan hingga suhu 90-950 C. Vacum dryer dilengkapi dengan vacum
pump yang berfungsi untuk memerangkap butiran air yang terpisah dari minyak
murni. Minyak murni kemudian dikirim ke storage tank dan air yang
terperangkap ditampung pada hot well tank. Sludge di sludge tank masih
mengandung minyak sehingga dilakukan pengutipan kembali, dan minyaknya
ditampung di recovery oil tank kemudian dikembalikan ke CST sedangkan sludge
(heavy phase) dibuang ke fat fit yang selanjutnya dipompakan kolam limbah.
47

Stasiun nut-ke rnel. Pemisahan biji dan serabut dilakukansecara


pneumatic (pemisahan dengan hisapan udara). Ampas press (campuran biji dan
serabut) berbentuk gumpalan dipecah di cake breaker conveyor untuk
mempercepat penguapan air yang terkandung didalam serabut, agar serabut
menjadi lebih ringan dan mudah dipisahkan dari biji. Di dalam depericarper,
bahan-bahan ringan seperti seperti serabut dan cangkang halus akan dihisap dan
dibawa ke siklon, selanjutnya diteruskan untuk bahan bakar boiler. Biji yang lebih
berat akan jatuh ke bawah, masuk ke dalam nut polishing drum yang berputar
sehingga biji akan bergesekan dengan dinding tromol. Akibat gesekan sisa-sisa
serabut yang masih melekat pada biji akan terlepas.

Gambar 12. Stasiun Nut-Kernel

Nut/biji akan dikirim ke ripple mill yang dilengkapi dengan batang baja
dimana pada saat rotornya berputar menggerakkan/melempar nut sehingga nut
dapat pecah. Kemudian kernel, cangkang, dan kotoran halus dari pemecahan nut
di ripple mill dikirim ke LTDS 1 dan 2 untuk dipisahkan. Pertama pemisahan
kering, yaitu dengan hisapan udara, dengan memanfaatkan perbedaan berat kernel
dengan cangkang (LTDS 1 dan2). Kedua pemisahan basah dengan hydrocyclone,
yaitu pemisahan yang didasari pada perbedaan berat jenis antara kernel dan
cangkang dengan cara pusingan dan bantuan gaya sentrifugal. Selanjutnya kernel
yang sudah siap (matang) dikirim ke bulk silo untuk siap dikirim.
48

Pengelolaan Limbah

Pengolahan TBS (tandan buah segar) di PKS akan menghasilkan produk


utama (CPO dan kernel) serta hasil sampingan (by-products) dalam bentuk limbah
padat berupa janjang kosong (JJK), cangkang, dan sabut serta limbah cair
(POME). Pengelolaan limbah penting untuk menjaga kebersihan dan kelancaran
pengolahan di PKS serta untuk menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan
profit perusahaan. Perusahaan juga harus menaati peraturan pemerintah tentang
penanganan limbah/lingkungan hidup dan menjaga keharmonisan sosial dengan
masyarakat setempat.
Limbah padat (JJK). Janjangan kosong (JJK) adalah sisa buah tandan
kelapa sawit yang berasal dari stasiun bantingan (thresher) di (PKS). Produksi
JJK sekitar 23% dari tiap ton TBS yang diolah. JJK yang diproduksi di pabrik,
ditampung sementara di hopper sebelum diaplikasikan ke lapangan. JJK diangkut
dari PKS ke blok aplikasi dengan menggunakan truk yang mengantarkan TBS
yang terdiri dari dua jenis yaitu truk jenis PS dengan kapasitas 6 ton dan truk jenis
HINO dengan kapasitas 8 ton. Pengangkutan JJK dari hopper JJK di PKS dan
penumpukan JJK di collection road ditunjukkan oleh Gambar 13.

Gambar 13. Pengangkutan JJK dari Hopper JJK di PKS dan Penumpukan
JJK di Collection Road

JJK dari PKS ditumpuk di collection road pada titik yang diberi pancang
berupa bambu di barisan gawangan mati (tiap tumpuk JJK sebanyak 6-8 ton)
kemudian diaplikasikan ke setiap titik aplikasi di dalam blok secara manual
menggunakan kereta sorong (angkong) dengan dosis 37.5 ton/ha atau (275
49

kg/titik) dan rotasi satu kali setahun. Tiap angkong mampu mengangkut 50-60 kg
JJK sehingga untuk aplikasi satu titik dibutuhkan 5-6 angkong JJK. Aplikasi JJK
dilakukan dengan teknik mulching (JJK diaplikasikan sebagai mulsa), untuk TBM
diberikan di piringan dan untuk TM di gawangan mati (antara pohon). JJK disebar
menjadi satu lapis (tidak ditumpuk) untuk menghindari perkembangan hama
kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros).
Aplikasi JJK di ASE dikerjakan oleh pekerja harian lepas (bukan
karyawan SKU). Penggunaan tenaga kerja harian lepas dinilai lebih tepat
dibandingkan karyawan SKU karena target aplikasi JJK adalah teraplikasinya JJK
tidak lebih dari tiga hari. Tiap mandor JJK membawahi 5-7 orang pekerja. Standar
kerja aplikasi JJK yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 5 HK/ha atau sama
dengan 27 titik/HK (dosis 37.5 ton/ha atau 275 kg/titik). Prestasi kerja karyawan
rata-rata sebanding dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan sedangkan
prestasi kerja penulis saat mengikuti kegiatan aplikasi JJK adalah 15 titik/HK.
Metode aplikasi JJK di ASE selain dengan teknik mulching yang
diaplikasikan di antara pokok (TM) dan piringan (TBM) juga dikenal aplikasi
dengan teknik focal feeding yaitu aplikasi JJK yang ditumpuk pada pits atau
lubang-lubang buatan. Lubang buatan untuk focal feeding dibuat di gawangan
mati dengan ukuran panjang 4 meter, lebar 1 meter, dan dalamnya 0.75 meter
secara mekanis dengan menggunakan mini excavator. Lubang dibuat tegak lurus
dengan arah baris tanaman dan tegak lurus dengan arah kemiringan lahan untuk
mengurangi laju aliran permukaan (run off). Tiap lubang mampu menampung
sekitar 2 ton JJK untuk aplikasi pertama dan akan terus berkurang untuk aplikasi
kedua dan berikutnya karena penyusutan volume lubang.
Metode focal feeding merupakan suatu pendekatan inovatif untuk
meminimalkan kehilangan unsur hara yang terkandung dalam JJK sekaligus
memaksimalkan penyerapan unsur hara oleh tanaman. Lubang yang dibuat juga
dapat digunakan untuk menangkap air dan berfungsi sebagai konservasi air hujan
untuk mencegah defisit air pada musim kemarau. Aplikasi JJK di lapangan
dengan teknik mulching dan focal feeding ditunjukkan pada Gambar 14.
50

Gambar 14. Aplikasi JJK di Lapangan dengan Teknik Mulching (A) dan
Teknik Focal Feeding (B).

Departemen Riset setiap tahun merekomendasikan blok-blok mana yang


akan diberikan JJK dalam suatu program pemupukan JJK. Blok-blok yang akan
diaplikasi JJK disurvei lebih dahulu kelayakannya (terletak pada radius 6 km dari
PKS, tanah mineral terutama tanah berpasir, bukan daerah rendahan, drainase
baik, sarana jalan dan jembatan serta sarana dalam blok berfungsi baik).
Limbah Cair (POME). Limbah cair yang dihasilkan pabrik merupakan
produk sampingan dari pengolahan TBS di PKS yang berasal dari proses
perebusan (sterilizer), pemurnian (clarifier), air cucian pabrik, dan air
hydrocyclon (air buangan dari proses pemisahan cangkang dan inti sawit.
Sebelum diaplikasikan ke lahan, limbah cair sebelumnya ditampung di kolam
sementara (fat pit) di Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) dan melalui
beberapa perlakuan sehingga memenuhi standart mutu (BOD yang sesuai) untuk
diaplikasikan yaitu BOD <5 000 mg/L.
Sistem aplikasi lahan yang digunakan adalah dengan sistem kolam datar
(flat bed) yaitu sistem irigasi yang ditampung pada kolam-kolam datar (seperti
rorak-rorak) secara berhubungan dengan ketinggian yang relatif tidak sama atau
seperti bentuk terasering. Flat bed dibuat pada gawangan mati yaitu gawangan
yang berselingan dengan jalan panen/pasar rintis, berbentuk empat persegi
panjang dengan ukuran panjang 3.2 m, lebar 1.4 m dan kedalaman efektif 0.4 m
dengan kapasitas 1.792 m3 atau setara dengan 1.792 ton air limbah. Jarak antar
flat bed dipisahkan oleh pematang dengan lebar 0.4 meter. Pada ujung baris flat
51

bed dibuat tanggul untuk mencegah kebocoran flat bed dan 1-2 parit pengaman
untuk menampung luapan limbah dari dalam flat bed saat hujan lebat. Jumlah flat
bed per hektar adalah 150–160 flat bed. Volume dan jumlah flat bed di blok
aplikasi secara aktual lebih rendah dari yang seharusnya (aktual rata-rata 140 buah
flat bed/ha). Hal ini disebabkan oleh topografi ASE yang bergelombang yaitu
antara 20-30% dan jenis tanah oxisol yang cenderung berpasir sehingga sering
terjadi pendangkalan flat bed. Pada blok aplikasi dibuat sumur pantau untuk
pengamatan adanya dampak aplikasi terhadap kualitas air tanah.
Blok untuk aplikasi limbah cair dipilih blok yang tidak terlalu jauh dari
areal PKS (berkaitan dengan pemakaian instalasi dan kekuatan tekanan pompa),
topografi tidak terlalu datar karena pada prinsipnya aliran limbah cair
menggunakan konsep gravitasi, dan tidak terlalu banyak areal rendahan sehingga
penyebaran aplikasi dalam satu blok maksimal. Pembuatan flat bed tergantung
kepada potensi produksi yang dihasilkan setiap tahun, perencanaannya
dimaksudkan agar pembuatan flat bed dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dan
menghindari flat bed yang tidak terisi.

Gambar 15. Aplikasi Limbah Cair: (A) Flat bed (B) Sumur Pantau
Aplikasi limbah cair dilakukan dengan mengalirkan limbah dari kolam
N0.8 di stasiun IPAL ke blok-blok aplikasi di kebun menggunakan sistem pompa
dan pipa. Pompa yang digunakan berkapasitas 70.33 ton/jam. Pipa yang
digunakan adalah pipa utama jenis PVC berdiameter 6 inch, pipa sekunder PVC
berdiameter 4 inch, dan pipa distribusi adalah pipa PVC berdiameter 2 inch.
Limbah cair yang akan diaplikasikan dipompakan melalui pipa-pipa kemudian
52

dialirkan ke flat bed. Limbah cair mengalir antar flat bed secara grafitasi melalui
pipa penghubung maupun melalui parit kecil penghubung antar flat bed. Aplikasi
limbah dilakukan dengan dosis 750 ton/ha/tahun dengan rotasi 3 (tiga) kali
setahun atau empat bulan sekali sehingga dosis tiap aplikasinya sebesar 250
ton/ha, maka untuk setiap rotasi aplikasi limbah cair pada flat bed cukup setinggi
37.5 cm dari dasar flat bed.
Aplikasi limbah cair harus disupervisi secara ketat sehingga dapat
dicegah terjadinya luapan limbah cair dari blok aplikasi ke parit/sungai. Aplikasi
tidak boleh dilakukan di saat hujan. Secara periodik dilakukan rehabilitasi atau
pengurasan lumpur yang kemudian dibuang ke kanan kiri flat bed di luar piringan.
Pekerjaan aplikasi dilakukan selama 24 jam, baik kegiatan pengaliran limbah
maupun kegiatan perawatan kolam limbah di IPAL dan flat bed di kebun.
Pengaliran limbah dihentikan jika persediaan limbah di IPAL mencapai batas
minimum akibat pabrik tidak berproduksi, terjadi kerusakan pompa atau
kebocoran pipa.
Pelaksanaan aplikasi limbah cair merupakan koordinasi antara pihak
PKS dan kebun. PKS berperan memenuhi instalasi pemasangan pompa dan pipa-
pipa serta pemeliharaannya, memelihara dan merawat serta mengatur penggunaan
pompa aplikasi sesuai jadwal aplikasi serta melakukan pengawasan terhadap
kualitas limbah. Tenaga kerja pabrik yang mengatur pembukaan pompa terdiri
dari dua orang yang terbagi menjadi dua shift, satu orang pagi sampai sore dan
satu lainnya dari sore sampai pagi lagi esok hari sehingga biaya tenaga kerja dan
lain- lain dibebankan ke pihak PKS. Pengambilan sampel air limbah untuk
pengujian kualitas air limbah dilakukan oleh petugas laboratorium (sample boy)
setiap hari untuk mengamati pH, total alkali (TA), volatile fatty acid (VFA) dan
BOD limbah yang akan diaplikasikan. Pengujian terhadap baku mutu limbah cair
oleh penguji dari instansi lain dilakukan setiap bulan.
Kebun berperan dalam pelaksanaan pendistribusian limbah cair pada
setiap flat bed sesuai jadwal aplikasi. Kegiatan aplikasi limbah cair di kebun
dilakukan oleh enam orang yang terbagi menjadi dua shift, dua orang untuk shift
pertama dari pagi sampai sore dan dua orang untuk shift kedua dari sore sampai
pagi esok hari bertugas untuk membuka dan menutup kran serta mengawasi
53

pengaliran, sedangkan dua orang lagi melakukan perawatan flat bed bertugas
membersihkan gulma dan menggali flat bed yang mengalami pendangkalan.
Kegiatan aplikasi di kebun dikoordinir oleh seorang mandor effluent yang
bertugas mengawasi pekerjaan karyawan serta mencatat lama aplikasi dan
mencatat jumlah flat bed yang teraplikasi.
Standar kerja untuk aplikasi limbah cair adalah 7 jam/HK aplikasi diluar
jam kerja dihitung sebagai lembur (pekerja pabrik) dan lebih borong (pekerja
kebun). Prestasi kerja yang diperoleh karyawan rata-rata di atas standar yang
ditetapkan sedangkan prestasi kerja penulis adalah 7 jam/HK.

Aspek Manajerial

Dalam menjalankan seluruh kegiatan yang ada di kebun diperlukan adanya


tenaga supervisi agar kegiatan berjalan lancar sesuai dengan target dan rencana
yang disusun oleh asisten divisi. Supervisi (mandor dan kerani) merupakan
perpanjangan tangan dan bertanggung jawab kepada asisten divisi akan tetapi
kelancaran seluruh pekerjaan pada satu hari kerja adalah tanggung jawab asisten
divisi dan asisten divisi bertanggung jawab kepada manajer.

Pendamping Mandor

Pelaksanaan kegiatan teknis di lapangan dikoordinir oleh mandor sesuai


arahan dari asisten divisi. Setiap hari sebelum memulai pekerjaan di lapangan,
seluruh mandor dan kerani mengikuti apel pagi pukul 06.00 WITA bersama
mandor I dan asisten divisi. Mandor I dan aisten divisi mengevaluasi kegiatan hari
sebelumnya dan memberikan arahan akan pekerjaan yang akan dikerjakan hari ini
untuk tiap mandoran. Setelah mengikuti apel pagi, setiap mandor mengadakan
apel pagi bersama karyawan masing- masing dan memberikan arahan akan
pekerjaan yang akan dilakukan, mengecek kelengkapan alat kerja dan alat
pelindung diri (APD) serta menghancakan karyawan di lapangan. Setelah apel
pagi, karyawan diberangkatkan ke lokasi pekerjaan masing- masing. Pekerjaan
dilakukan dimulai dari pukul 07.00 WITA sampai dengan pukul 14.00 WITA
untuk hari kerja normal dan sampai dengan pukul 12.00 WITA pada hari jumat.
54

Mandor I. Mandor I bertugas mengkoordinir seluruh mandor dan kerani


akan tetapi dalam pelaksanaanya mandor I difokuskan pada kegiatan produksi
atau panen. Mandor I wajib mengikuti apel pagi bersama asisten setiap harinya
dan mengikuti apel pagi minimal dengan satu mandoran panen. Mandor I bertugas
menjaga pusingan panen tetap normal (≤9 hari 100%), menjaga kualitas dan mutu
buah, mutu hancak, dan mutu tunasan, berkoordinasi dengan kerani transport
untuk pengangkutan TBS ke PKS (memastikan semua buah terangkut/zero
restan), memonitor absensi supervisi dan karyawan, memonitor pembagian catu
beras, bertanggung jawab atas lingkungan sosial pondok, melakukan verifikasi
laporan yang dibuat oleh tiap mandoran, dan melaksanakan tugas lain dari asisten
divisi.
Kerani divisi. Kerani divisi bertanggung jawab terhadap seluruh
administrasi divisi. Tugas-tugas kerani divisi antara lain; merekap laporan
kegiatan mandor dari buku kegiatan mandor dan laporan potong buah, mengisi
central control dan pusingan panen, mengisi buku prestasi kerja, merekap absensi
karyawan, mengisi laporan pagi, mengisi administrasi dinding/structure blok
supervision (SBS), monitoring produksi dan biaya, membuat SPK, BAPP, PPI
dan bon barang, merekap data absensi dan prestasi dalam checkroll di kantor
besar, membuat laporan bulanan asisten (LBA), membuat rekapitulasi daftar gaji
dan premi karyawan, dan melayani data yang diminta oleh kantor besar. Laporan
bulanan asisten (LBA) berisi struktur organisasi kebun dan divisi, daftar mutasi
tenaga kerja, hari kerja efektif SKU-H, produksi TBS (statistik, produksi, output
potong buah), monitoring mutu buah, pusingan panen, rekap pemeliharaan TM
dan TBM, pemupukan anorganik dan anorganik, dan peta kegiatan.
Mandor panen. Tugas utama mandor panen adalah mengkoordinir dan
mengawasi kegiatan panen/potong buah setiap harinya. Tanggung jawab dari
mandor panen adalah menjaga pusingan potong buah tetap normal, menjaga mutu
buah, mutu hancak dan mutu tunasan, mengisi buku kegiatan mandor (BKM),
mengisi laporan potong buah (LPB), mengisi SBS, serta membuat taksasi
produksi untuk panen di hari berikutnya pada seksi berikutnya (hasil taksasi
disampaikan ke kerani transport untuk estimasi kebutuhan kendaraan angkut
buah).
55

Kerani panen. Kerani panen bertugas menjaga mutu TBS, menjaga mutu
brondolan, berkoordinasi dengan kerani transport dan mandor I (memberitahukan
posisi buah yang belum terangkut) serta mengisi administrasi panen. Selama
menjadi pendamping kerani panen, penulis bersama kerani panen melakukan
pengecekan mutu buah di TPH (unripe, under ripe, over ripe, empty bunch,
partenocarpy) dan melakukan penimbangan berondolan. Administrasi yang diisi
oleh kerani divisi adalah laporan potong buah (output tenaga potong buah dan
pemberondol) dan mengisi administrasi dinding (laporan potong buah yang berisi
nama pemanen dan buah mentah yang terpanen).
Kerani trans port. Kerani transport bertugas mengkoordinir pengangkutan
buah dari lapangan ke PKS dan mengkoordinir pengangkutan karyawan. Kerani
transport berkoordinasi dengan sopir untuk kesiapan unit transport dan kenek
angkut buah. Kerani panen wajib mengawasi unit yang mengangkut buah dan
menghitung buah yang diangkut serta membuat surat pengantar buah ke pabrik,
berkoordinasi dengan mandor I dan kerani panen, serta mengisi laporan harian.
Mandor pupuk. Kegiatan pemupukan merupakan pekerjaan yang paling
mahal dalam operasional kebun sehingga pelaksanaan dan pengawasan terhadap
aplikasi pupuk di lapangan harus benar-benar diperhatikan. Losses atau
kehilangan pupuk harus diusahakan sekecil mungkin. Mandor pupuk bertugas
mengkoordinir pelaksanaan pemupukan mulai dari penentuan blok yang akan
dipupuk, pengangkutan pupuk dari gudang sentral ke lapangan, mengawasi
pelaksanaan penaburan pupuk, serta membuat administrasi pemupukan.
Setelah mengikuti apel pagi dengan asisten, mandor pupuk
menginstruksikan pengangkutan pupuk ke pengecer dan operator angkutan.
Kemudian mandor mengadakan apel pagi bersama karyawan dan
menginstruksikan pekerjaan yang akan dilakukan (pupuk yang akan ditabur,
dosis, takaran, blok, dan hanca penabur), mengisi absensi karyawan, serta
mengecek kelangkapan alat kerja (bin, takaran, pisau) dan alat pelindung diri
(APD). Selama penaburan berlangsung mandor mengawasi karyawan dan
mengumpulkan goni bekas pupuk yang telah digulung oleh karyawan (10
karung/gulungan).
56

Mandor semprot. Tugas dan tanggung jawab mandor semprot yaitu


mengkoordinir pelaksanaan dan melakukan pengawasan terhadap pekerjaan
pengendalian gulma secara kimia agar diperoleh kualitas penyemprotan yang
maksimal dengan penggunaan bahan (herbisida) sesuai rekomendasi. Mandor
semprot bertugas membuat bon permintaan bahan yang berisi jenis herbisisda,
volume herbisisda, divisi dan blok yang akan diaplikasi. Bon permintaan bahan
dibuat sesuai rencana yang dibuat oleh asisten dan disetujui oleh manajer. Setelah
melakukan apel pagi dengan asisten, mandor mengadakan apel bersama
karyawan. Mandor memberi arahan kepada karyawan rencana penyemprotan yang
akan dilakukan (jenis herbisida, dosis dan konsentrasi herbisisda, volume semprot,
jenis gulma utama yang harus disemprot, serta blok-blok yang akan disemprot),
mengecek kelengkapan dan kondisi alat semprot serta mengecek kelengkapan alat
pelindung diri (seragam, apron, sarung tangan, masker, dan penutup kepala).
Mandor Kastrasi. Pekerjaan penting pada areal TMB yang akan beralih
menjadi TM adalah kastrasi, karena akan menentukan produksi TBS saat tanaman
sudah mencapai masa TM. Mengingat pentingnya pekerjaan ini maka perlu
adanya pengawasan khusus oleh supervisi. Mandor kastrasi harus benar-benar
mengerti pekerjaan yang akan dilakukan sehingga dapat meminimalisasi
kesalahan yang dilakukan oleh karyawan. Setelah apel pagi bersama asisten,
mandor kastrasi mengadakan apel pagi untuk karyawan, menghancakan dan
mengawasi pekerjaan karyawan. Setiap hari kerja mandor wajib mengisi buku
kegiatan mandor (BKM) dan melaporkan hasil pekerjaan kepada asisten.
Mandor JJK. Mandor JJK (janjangan kosong) bertugas mengatur dan
mengawasi kegiatan aplikasi JJK sebagai pupuk organik. Mandor JJK
berkoordinasi dengan mandor transport untuk peletakan JJK pada blok yang akan
diaplikasi (biasanyan dengan tanda khusus berupa pancang dari pelepah pada
collection road. Mandor JJK melakukan grading USB (unstripe bunch) dengan
cara mengambil sampel dari JJK yang telah dikirim dari PKS dan sekaligus
melakukan pencatatannya. Mandor JJK bertugas menghitung prestasi kerja
karyawan yang dicapai setiap hari dan memasukkannya dalam buku kegiatan
mandor (BKM) untuk selanjutnya dilaporkan kepada asisten.
57

Mandor Effluent. Mandor effluent bertugas mengatur dan mengawasi


kegiatan aplikasi limbah cair (POME). Mandor effluent bertugas menjaga
pusingan aplikasi limbah cair. Setiap hari mandor effluent berkoordinaasi dengan
pihak pabrik (operator mesin pompa) dalam hal pengaliran limbah cair. Apabila
keadaan di lapangan tidak memungkinkan untuk dilakukan aplikasi (misal; pipa
instalasi bocor) maka mandor effluent segera meminta agar aplikasi dihentikan
untuk sementara. Mandor effluent bertugas menghitung volume limbah cair yang
diaplikasikan setiap hari, jumlah flat bed yang teraplikasi, mencatat prestasi kerja
dan lembur karyawan dalam buku kegiatan mandor.

Pendamping Asisten

Asisten divisi bertanggung jawab akan seluruh kegiatan dan lingkungan


masyarakat yang ada di divisi secara penuh selama 24 jam dan bertanggung jawab
langsung kepada manajer. Dalam menjalankan tugasnya asisten divisi dibantu
oleh supervisi (mandor dan kerani). Mandor membantu dalam hal keperluan
teknis divisi, mengatur dan mengawasi pekerjaan karyawan. Kerani membantu
asisten dalam hal administrasi (kerani panen untuk keperluan administrasi panen
dan kerani divisi untuk administrasi divisi).
Asisten divisi merancang anggaran produksi dan perawatan kebun
bersama senior asisten, kasie dan manajer kebun. Anggaran yang telah dibuat
digunakan sebagai acuan untuk target produksi semester dan bulanan, penggunaan
bahan, serta kebutuhan dan pemakaian tenaga kerja.
58

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi, Karakteristik dan Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit

Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) di PKS (Pabrik Kelapa Sawit)


selain menghasilkan produk utama berupa CPO (Crude Palm Oil) dan kernel juga
menghasilkan by products (hasil samping) berupa limbah padat dalam bentuk
cangkang, serabut, dan janjangan kosong (JJK) dan limbah cair atau biasanya
dikenal dengan istilah POME (Palm Oil Mill Effluent). Dengan teknologi yang
tepat limbah tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan
pembenah tanah dan penyumbang hara di perkebunan kelapa sawit. Potensi
pemanfaatan masing- masing limbah disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis, Produksi, dan Potensi Pemanfaatan Limbah Pabrik


Kelapa Sawit
Produksi per ton TBS
Jenis Potensi Pemanfaatan
(%)
Pupuk Kompos, pulp, kertas,
23
Tandan kosong papan partikel, energy
Wet Decanter
4 Pupuk, Kompos, pakan ternak
Solid
Arang, karbon aktif, papan
6,5
Cangkang partikel
Energi, pulp krtas, papan
13
Serabut partikel

Limbah cair 50-60 Pupuk, air irigasi


Sumber: PT Salim Indoplantation (2000)

Jumlah limbah (baik padat maupun cair) yang di hasilkan oleh pabrik
kelapa sawit (PKS) bergantung pada kapasitas olah pabrik, rencana jam olah,
sistem pengolahan dan keadaan peralatannya (efisiensi alat). Pabrik kelapa sawit
(PKS) yang beroperasi di PT LSI (Angsana Factory/ASF) memiliki kapasitas 60
ton TBS/jam dengan rencana jam olah pabrik 20 jam per hari, mulai beroperasi
sejak tahun 2004.
Berdasarkan pengamatan selama bulan april 2011, rata-rata total TBS yang
diolah oleh ASF mencapai 887.523 ton per hari nya dan menghasilkan produksi
berupa CPO sebesar 200.326 ton/hari atau sekitar 22.6% dari TBS diolah,
59

janjangan kosong 182.36 ton/hari atau sekitar 20.57% dari TBS diolah, dan
limbah cair (POME) sebesar 571 m3 /hari atau sekitar 64.35% dari TBS diolah.
Pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) mengacu pada empat
pendekatan yaitu, mengurangi volume dan daya cemar limbah pada sumbernya
(reduce), mendaur ulang limbah sebagai masukan pada proses yang sama
(recycle), menggunakan kembali limbah pada proses yang berbeda (reuse), dan
mengolah limbah untuk mengambil komponen yang dapat dimanfaatkan
(recovery) (Darnoko dan L. Emingpraja, 2005).
Pengelolaan hasil samping (by products) dilakukan berlandaskan pada
komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan. Cangkang dan serabut (fiber)
dimanfaatkan kembali untuk bahan bakar boiler untuk pengolahan TBS di PKS,
janjangan kosong (JJK) dan limbah cair (POME) diaplikasikan sebagai pupuk
organik ke lapangan dengan metode dan dosis yang tepat sesuai dengan
rekomendasi Departemen Riset.

Janjangan Kosong (JJK)

Janjangan kosong (JJK) adalah sisa buah tandan kelapa sawit yang berasal
dari stasiun bantingan (thresher) di (PKS). Produksi JJK cukup besar yaitu
sekitar 23 % dari tiap ton TBS yang diolah, sehingga pemanfaatan JJK ditinjau
dari segi ekonomis dinilai dapat meningkatkan profit margin perusahaan melalui
peningkatan produksi dan dari segi efektifitas penting untuk menjaga
kebersihan/kelestarian lingkungan dan kelancaran proses pengolahan di PKS.
Dekomposisi JJK akan menghasilkan hara N, P, K, Mg dan hara mikro
serta mampu memperbaikai sifat fisika dan kimia tanah yaitu melalui perbaikan
struktur tanah, meningkatkan retensi air tanah, meningkatkan kapasitas tukar
kation tanah (KTK) dan lain- lain. Aplikasi JJK ke tanah bukan saja dapat
memenuhi kebutuhan hara tanaman dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka
panjang akan meningkatkan kesuburan tanah sehingga meningkatkan
produktivitas tanah. Selain itu, aplikasi JJK juga bermanfaat sebagai mulsa utnuk
meminimalkan erosi pada areal lerang serta dapat menekan pertumbuhan gulma.
Aplikasi JJK ke areal pertanaman dilakukan sedemikian rupa sehingga
manfaatnya sebagai pupuk organik dapat maksimal serta biaya aplikasi tidak
60

terlalu mahal. JJK yang diaplikasikan adalah JJK segar yang diangkut langsung
dari PKS dan segera di ecer (diaplikasi). JJK yang sudah lama menumpuk di
lapangan sebelum diecer (lebih dari 1 minggu) akan kehilangan banyak hara
terutama Kalium (hilang tercuci) dan manfaatnya sebagai bahan pupuk akan jauh
berkurang. Di ASE aplikasi JJK yang telah ditumpuk di collection road rata-rata
tidak lebih dari satu minggu meskipun ASE sendiri telah menetapkan JJK yang
dari PKS tidak boleh ditumpuk lebih dari tiga hari.
Aplikasi JJK ke lapangan sebagai alternatif pengelolaan limbah yang
ekonomis dan efektif sekaligus sebagai bahan pengganti pupuk telah rutin
dilakukan di perkebunan-perkebunan di Indonesia. Namun di Minamas Plantation
khususnya di ASE, aplikasi JJK ke lapangan masih bersifat sebagai suplemen
untuk meningkatkan produktivitas tanah saja, secara luas belum sebagai substitusi
pupuk anorganik.
Dari total JJK yang dihasilkan ASF, hanya 45% saja yang diaplikasikan ke
ASE, sisanya dikirim ke kebun-kebun tetangga (GSE, PBE, dan MTE).
Berdasarkan perkiraan produksi total JJK sebesar 54 708.576 ton/tahun (dihitung
dari produksi JJK bulan April 2011 sebesar 4 559.048 ton), maka jumlah JJK
yang diterima ASE sebesar 24 618.859 ton/tahun sehingga total luas lahan yang
dapat diaplikasi JJK adalah sebesar 656.502 ha/tahun (dosis 37.5 ton/ha dengan
rotasi satu kali setahun) atau hanya sekitar 1/6 dari total luas plant area ASE
(3047.56 ha).
Organisasi pekerjaan aplikasi JJK harus efisien karena biayanya cukup
mahal. Prestasi kerja aplikasi JJK di lapangan sekitar 5 HK/ha/rotasi (dosis
aplikasi 37.5 ton JJK/ha atau 275 kg JJK/titik) dengan kisaran upah per HK Rp
48 600.00 (per titik Rp 1 800.00) sehingga biaya tenaga kerja aplikasi per hektar
untuk satu kali rotasi sebesar Rp 243 000.00.
Organisasi pengangkutan JJK di ASE diatur sedmikian rupa dan
merupakan koordinasi antara pihak kebun dan PKS. Manajer kebun berkoordinasi
dengan manajer pabrik dalam hal jumlah JJK yang dapat diangkut (45% dari total
produksi JJK dikirim ke ASE). Senior asisten bertanggung jawab dalam hal
penyediaan alat transportasi dan berkoordinasi dengan asisten divisi untuk
peletakan JJK di blok aplikasi. Mandor JJK mengkoordinir pengaplikasian JJK di
61

lapangan, membuat pancang untuk peletakan JJK di collection road, mengontrol


tenaga kerja dan mencatat prestasi kerja. Adapun struktur organisasi
pengangkutan JJK di PT LSI seperti terlihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Bagan Struktur Organisasi Pengangkutan JJK

Limbah Cair (POME)

Limbah cair (POME) merupakan produk sampingan (by product) dari


pengolahan TBS di PKS yang berasal dari proses perebusan (sterilizer),
pemurnian (clarifier), air cucian pabrik, dan air hydrocyclon (air buangan dari
proses pemisahan cangkang dan inti sawit. Produksi limbah cair kelapa sawit
merupakan produk yang paling besar jumlahnya dibandingkan dengan produk
limbah lain dan berpotensi sebagai bahan pencemar pada media penerima (air,
tanah, dan udara) sehingga menggaunggu kelestarian sumber daya alam. Oleh
karena itu harus diolah dan dinetralkan terlebih dahulu sebelum dibuang.
Banyaknya air limbah yang dihasilkan bergantung pada kapasitas pabrik
sistem pengolahan, dan efisiensi alat. PKS yang beroperasi di PT LSI (Angsana
Factory/ASF) memiliki kapasitas 60 ton TBS/jam dengan rencana jam olah pabrik
20 jam per hari. Berdasarkan produksi pada bulan april 2011, perkiraan total
limbah cair yang dihasilkan sebesar 171 336 ton/tahun sehingga luas total areal
yang dapat diaplikasi sebesar 228.45 ha per tahun (dosis 750 ton/ha/tahun).
Limbah cair yang dihasilakn PKS mengandung bahan organik dan
anorganik yang dapat menjadi pencemar jika dibuang langsung ke media
62

penerima bebas sehingga harus diolah terlebih dahulu sebelum diaplikasikan


untuk menurunkan kadar cemarnya terutama nilai BOD dan COD nya. Adapaun
beberapa parameter pencemaran limbah cair yang sering digunakan antara lain:
Derajat Keasaman (pH). Keasaman air limbah yang keluar dari fat pit
berkisar 3-5, dimana pada keasaman tersebut tidak semua organisme dapat
bekerja optimum sehingga harus dinaikkan hingga kisaran pH 6-9 agar
pertumbuhan mikroorganisme berlangsung lebih cepat (fermentasi anaerobik
dapat berlangsung dengan baik).
BOD (Biological Oxigen Demand). BOD merupakan jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh organisme untuk menguraikan bahan organik secara
biologis didalam air buangan pada waktu dan suhu tertentu. Limbah dengan BOD
yang tinggi berarti mengandung senyawa organik yang lebih banyak sehingga
waktu yang dibutuhkan untuk perombakan akan lebih lama dibandingkan dengan
BOD yang rendah.
COD (Chemical Oxigen Demand). COD merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik dan anorganik secara kimiawi.
BOD dan COD yang tinggi sangat mecemari lingkungan karena oksigen yang
terlarut digunkan untuk merombak limbah sehingga dapat membunuh organisme
yang hidup di badan air yang juga membutuhkan oksigen.

TS (Total Solid) dan TSS (Total Suspended Solid). TS merupakan


jumlah seluruh bahan padatan terlarut yang terkandung didalam air limbah
sedangkan TSS merupakan jumlah partikel yang tidak larut ataupun mengendap
(mengapung atau melayang didalam air limbah). Pengaruh Suspended solid lebih
nyata terhadap kehidupan biota. Semakin tinggi TSS maka oksigen yang
dibutuhkan (BOD) akan lebih tinggi.
Minyak dan lemak, N-total, serta logam be rat. Minyak dan lemak dapat
mempengaruhi aktivitas mikroba karena melapisis permukaan air limbah sehingga
memperlambat proses oksidasi pada kondisi aerobik. Kandungan nitrogen dalam
cairan limbah menyebabkan keracunan pada biota. Logam berat yang umum
dicantumkan dalam baku mutu limbah cair kelapa sawit antara lain Kadmium
(Cd), Tembaga (Cu), Timbel (Pb), dan Seng (Zn).
63

Baku mutu limbah cair yang diambil dari kolam aplikasi (kolam No.8) di
PKS Angsana (ASF) pada pengamatan bulan Februari 2011dapat dilihat pada
Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisa Limbah Cair yang diaplikasikan di PT LSI

Titik Sampel
Parameter Satuan
Land Aplication Kolam no.8
pH 7.4 7.62
BOD mg/L 825 525
COD mg/L 1749.9 1199.2
Amoniak mg/L 109.5 86.75
TSS mg/L 721 439
Minyak/Lemak mg/L 32 17
N-Total mg/L 225.85 144.37
Kadmium (Cd) mg/L <0.001 <0.001
Tembaga (Cu) mg/L <0.001 <0.001
Timbal (Pb) mg/L <0.001 <0.001
Seng (Zn) mg/L 0.163 0.121
Su mber: Angsana Factory (2011): Hasil analisa sampel di Lab. Pengujian Ko moditi dan
Lingkungan Baristand Banjarbaru, Februari 2011

Berdasarkan hasil analisa sampel limbah cair tersebut bila dibandingkan


dengan baku mutu yang disyaratkan yaitu <5 000 mg/L, maka BOD limbah cair
yang diaplikasikan ke lahan perkebunan (blok aplikasi) masih di bawah ambang
baku yang ditetapkan (<1 000 mg/L). Dari segi keamanan lingkungan hal ini
cukup baik, tetapi pada dasarnya nilai BOD menunjukkan banyaknya bahan
organik yang terkandung di dalam limbah. Limbah dengan BOD yang sangat
rendah berarti miskin bahan organik dan unsur hara bagi tanaman. Hal ini
nantinya akan mempengaruhi efektifitas aplikasi limbah terhadap peningkatan
produksi tanaman.
Pengolahan limbah cair yang lilakukan di PL LSI adalah dengan sistem
kolam. Sistem kolam sampai saat ini dianggap sebagai metode pengolahan yang
efektif karena dapat menurunkan BOD hingga di bawah 1 000 mg/L. Limbah cair
yang dihasilkan pabrik seluruhnya ditampung pada sistem IPAL (Instalasi
Pembuangan Air limbah) di pabrik untuk diolah (diturunkan BOD nya) dan
diaplikasikan ke blok-blok aplikasi. Jadi tidak ada air limbah yang dibuang ke
media penerima ummu (perairan bebas) secara langsung.
64

Kolam yang terpasang pada stasiun IPAL di ASF terdiri dari 8 kolam.
Desain kolam limbah masing- masing dibuat dengan volume limbah maksimal,
masa retensi, dan aspek-aspek keamanan. Kapasitas tiap kolam dihitung 60% dari
ukuran total kolam, yang berarti kolam tidak terisi penuh (hanya terisi 60%).
Masa retensi (masa penahanan) limbah sampai siap liaplikasikan berkisar antara
89–147 hari. Selain itu untuk menjaga keamanan, dibuat juga satu kolam safety
(safety pound) untuk menahan limpahan atau rembesan air limbah dari kolam-
kolam limbah sehingga tidak mencemari perairan bebas. Adapun spesifikasi
kolam limbah di IPAL ASF dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Spesifikasi Kolam Limbah di IPAL ASF


Ukuran (pxlxt) Kapasitas Masa Retensi
No Kolam
(m) (m3 ) (hari)
1 Cooling Pound 48 x 15 x 5 2 160 4-6
2 Mixing Pound 80 x 20 x 5 4 800 6-10
3 Anaerobik Pound 100 x 20 x 7 8 400 6-10
4 Anaerobik Pound 100 x 20 x7 12 600 9-15
5 Anaerobik Pound 120 x 30 x 7 15 120 14-23
6 Anaerobik Pound 120 x 30 x 5 10 800 14-24
7 Aerobik Pound 50 x 90 x 7 18 900 23-38
8 Aplication Pound 100 x 30 x 5.5 9 900 13-21
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)
Keterangan: Kapasitas kolam d ihitung 60% dari volu me kolam

Sistem pengaliran limbah di IPAL adalah dengan konsep under flow,


upper flow dan pemompaan. Limbah dari kolam no. 1 (cooling pound) dialirkan
ke kolam nomor 2 (mixing pound) dengan under flow. Hal ini dilakukan karena
limbah yang tertampung pada kolam no.1 masih mengandung minyak. Karena
massa jenis minyak lebih kecil maka minyak akan cenderung berada diatas,
konsep under flow bertujuan agar minyak tidak ikut dialirkan ke kolam nomor 2.
Pemompaan dilakukan untuk mengalirkan air limbah dari kolam yang berjarak
cukup jauh, secara topografi tidak lebih tinggi, dan untuk mengalirkan air limbah
yang didominasi oleh endapan lumpur. Limbah dari kolam nomor 8 (aplication
pound) dialirkan ke lahan aplikasi dengan menggunakan pompa. Denah kolam
limbah di stasiun IPAL ASF disajikan pada Lampiran 11.
65

Berdasarkan pertimbangan efisiensi, lokasi yang dipilih untuk aplikasi


adalah blok-blok yang tidak berjarak jauh dari pabrik, tetapi tetap
mempertimbangkan segi prioritas tanah dan peluang terjadinya rembesan dan
luapan limbah dari flat bed. Luas areal aplikasi ditentukan berdasarkan banyaknya
limbah yang diproduksi oleh pabrik dibagi dosis aplikasi/ha/tahun.
Berkaitan dengan limbah cair yang diproduksi (60% dari total TBS diolah)
per tahun dan kapasitas olah pabrik, limbah cair yang dihasilkan pabrik
berkapasitas 60 ton/jam adalah sebesar 216 000 ton/tahun (60 ton x 20 jam x 25
hari x 12 bulan x 60%) maka luas lahan aplikasi yang dibutuhkan adalah seluas
288 ha. Saat ini luas lahan apliksi di PT LSI telah mencapai 291 dengan jumlah
flat bed sebanyak 42 130 buah (Tabel 12).

Tabel 12. Luas Lahan dan Blok Aplikasi Limbah Cair PT LSI
Luas Total Luas Aplikasi Pokok Teraplikasi Jumlah Flat Bed
Blok
(ha) (ha) (pokok) (buah)
B21 31 19.6 2 319 2 640
B20 30 23.0 2 988 3 380
B19 31 23.5 3 072 3 510
B18 30 21.5 2 863 3 210
C21 30 21.5 2 831 3 210
C20 30 20.5 2 729 3 030
C19 31 20.9 2 796 3 135
C18 30 19.5 2 255 2 580
C17 34 18.0 2 176 2 400
D21 29 24.0 3 204 3 600
D20 29 21.7 2 926 3 255
D19 30 24.5 3 259 3 680
D18 31 18.0 2 073 2 400
D17 33 15.7 1 904 2 100
Total 429 291 37 395 42 130
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)

Pelaksanaan aplikasi limbah cair merupakan tanggung jawab bersama


antar pihak pabrik dan pihak kebun. Perencanaan pembangunan IPAL,
pemasangan dan perawatan pipa dan pompa untuk aplikasi merupakan tanggung
jawab kebun sedangkan pelaksanaan aplikasi (pengawasan dan perawatan flat
bed) menjadi tanggung jawab pihak kebun. Pengamatan dan pemantauan terhadap
dampak yang mungkin terjadi menjadi tanggung jawab asisten limbah dan
laboratorium.
66

Dampak Aplikasi Limbah terhadap Tanaman

Analisis dampak aplikasi limbah terhadap tanaman dilakukan dengan


membandingkan status hara pada daun dan produksi tanaman antara lahan yang
mendapat aplikasi limbah dengan lahan yang tidak mendapat aplikasi (kontrol).
Blok untuk aplikasi limbah padat (JJK) adalah Blok C24, C25, C26 dengan blok
kontrolnya Blok C15, C16, C17 (parameter yang dibandingkan antara lain adalah
unsur N, P, K, Mg, dan Ca yang masing- masing dinyatakan dalam % on dry
matter). Blok untuk aplikasi limbah cair adalah Blok B19, B20, B21 dan blok
kontrolnya Blok D36, D37, D38 (parameter produksi yang dibandingkan yaitu
produktivitas tanaman (ton/ha/tahun), jumlah janjang (JJG/ha/tahun), dan bobot
janjang rata-rata (BJR/tahun)).

Dampak Aplikasi terhadap Status Hara pada Daun

Analisis dampak aplikasi limbah terhadap status hara pada daun dilakukan
dengan membandingkan hasil analisa daun antara lahan yang mendapat aplikasi
dengan lahan yang tidak mendapat aplikasi (kontrol) masing- masing diambil 3
(tiga) blok sebagai ulangan. Parameter yang dibandingkan antara lain adalah
unsur N, P, K, Mg, dan Ca yang masing- masing dinyatakan dalam % on dry
matter. Hasil analisa daun pada lahan aplikasi dan lahan kontrol untuk aplikasi
effluent dan janjangan kosong disajikan pada Tabel 13 dan 14.

Tabel 13. Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi JJK dan Blok Kontrol

Kandungan Hara dalam Daun Lahan Aplikasi Lahan Kontrol


(% On Dry Matter) (LA) (LK)

N 2.7233 a 2.9400 a

P 0.1683 a 0.1760 a
K 1.1633 a 0.9873 b
Mg 0.2357 a 0.2457 a
Ca 0.5420 a 0.5860 a
Sumber: Minamas Research Centre (2009)
Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5%.
67

Berdasarkan hasil analisa sampel daun tanaman kelapa sawit terlihat


bahwa status hara dalam daun antara lahan aplikasi JJK dan lahan kontrol tidak
berbeda nyata kecuali unsur K (Tabel 13). Hal ini terjadi karena JJK belum
diaplikasikan secara maksimal (full blok), artinya dari total luasan satu blok hanya
sebagian saja yang teraplikasi. Sebagai contoh pada tahun 2005/2006 di Blok C25
dari luas total blok 31 ha baru 18.98 ha saja yang diaplikasi JJK. Hal ini juga
terjadi pada blok-blok lainnya. Aplikasi yang tidak maksimal ini disebabkan
karena kontur lahan yang tidak datar dan sarana dalam blok yang kurang memadai
(seperti titi panen dan pasar rintis) sehingga menyulitkan aplikasi yang dilakukan
secara manual.
Hanya unsur Kalium (K) yang menunjukkan hasil yang berbeda nyata
antara blok aplikasi dengan blok kontrol. Hal ini terjadi karena unsur Kalium
merupakan unsur yang persentasenya paling tinggi dalam setiap ton JJK
dibandingkan dengan unsur lainnya (Pahan, 2007). Selain itu unsur Kalium
merupakan unsur yang paling banyak di temukan di dalam tanah dan diserap oleh
tanaman dalam jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkan (Hardjowigeno,
2003), sehingga ketersediaan unsur hara Kalium pada daun tanaman kelapa sawit
di lahan aplikasi lebih tinggi dibandingkan unsur hara lainnya.
Berdasarkan hasil analisa sampel daun tanaman kelapa sawit terlihat
bahwa status hara dalam daun pada blok aplikasi limbah cair memiliki status hara
yang tidak berbeda nyata dengan blok kontrol (Tabel 14). Hal ini terjadi karena
limbah cair yang diaplikasikan memiliki nilai BOD yang rendah (<1 000 mg/L)
sehingga kandungan hara dalam limbah cair yang diaplikasikan juga rendah. Nilai
BOD yang rendah disebabakan oleh penurunan konsentrasi limbah akibat
bercampur dengan air hujan dan air cucian pabrik selama pengolahan limbah di
stasiun limbah (IPAL) pabrik. Perusahaan juga telah mengatur sedemikian rupa
agar BOD limbah sebelum dialirkan berada di bawah 1 000 mg/L dengan tujuan
untuk meminimalisir beban pencemaran jika terjadi rembesan dan atau limpahan
air limbah dari kolam limbah maupun flat bed.
68

Tabel 14. Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi Limbah Cair dan
Blok Kontrol

Kandungan Hara dalam Daun Lahan Aplikasi Lahan Kontrol


(% On Dry Matter) (LA) (LK)
N 2.9267 a 2.6933 a
P 0.1810 a 0.1700 a
K 1.0843 a 1.0430 a
Mg 0.2807 a 0.2700 a
Ca 0.5337 a 0.6253 a
Sumber: Minamas Research Centre (2009)
Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5%.

Nilai BOD yang diaplikasikan meunjukkan banyaknya kandungan bahan


organik yang terkandung dalan tiap ton air limbah. Limbah dengan BOD yang
sangat rendah berarti miskin bahan organik dan unsur hara bagi tanaman.sehingga
dampaknya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tidak signifikan.
Berdasarkan penelitian mengenai aplikasi limbah cair yang dilakukan oleh
Santoso pada tahun 2008 di PT Agrowiyana, limbah cair dengan nilai BOD 2 850
mg/L dapat meningkatkan prduksivitas tanaman di lahan aplikasi hingga 9.41%
dan bobot janjang rata-rat sebesar 6.68% terhadap kontrol.

Dampak Aplikasi terhadap Perolehan Produksi

Analisis dampak aplikasi limbah terhadap produksi dilakukan dengan


membandingkan perolehan produksi antara lahan aplikasi dengan kontrol masing-
masing diambil 3 (tiga) blok sebagai ulangan selama lima tahun terakhir
(2004/2005, 2005/2006, 2006/2007, 2007/2008, dan 2008/2009). Parameter
produksi yang dibandingkan yaitu produktivitas tanaman (ton/ha/tahun), jumlah
janjang (JJG/ha/tahun), dan bobot janjang rata-rata (BJR/tahun).
Aplikasi JJK dapat meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit
tetapi belum konsisten karena perolehan produksi (ton/ha/tahun dan JJG/ha/tahun)
di lahan aplikasi pada tahun 2007/2008 berbeda nyata lebih rendah dibandingkan
di lahan kontrol (Tabel 15). Hal ini dapat disebabkan karena aplikasi JJK belum
69

diaplikasikan secara maksimal (full blok) dan tidak merata sepanjang tahun.
Sebagai contoh pada Blok C24, aplikasi JJK tidak dilakukan pada tahun
2006/2007, pada tahun 2007/2008 luas yang diaplikasi JJK seluas 29.59 ha dari
luas blok 31 ha tetapi di tahun 2008/2009 pada blok yang sama luas yang
diaplikasi JJK berkurang menjadi 10.90 ha. Aplikasi yang tidak maksimal ini
disebabkan karena kontur lahan yang tidak datar dan sarana dalam blok yang
kurang memadai (seperti titi panen dan pasar rintis) sehingga menyulitkan aplikasi
yang dilakukan secara manual.

Tabel 15. Perbandingan Produksi Antara Lahan Aplikasi JJK (LA)


dengan Lahan Kontrol (LK)

Lahan Aplikasi Lahan Kontrol


Parameter Tahun
(LA) (LK)
2004/2005 17.01 a 14.04 b
2005/2006 26.09 a 24.91 a
Ton/ha/thn 2006/2007 17.34 a 14.04 b
2007/2008 17.25 a 22.17 b
2008/2009 15.42 a 17.02 a
2004/2005 1 344 a 1 292 a
2005/2006 2 011 a 1 830 a
JJG/ha/thn 2006/2007 1 239 a 981 b
2007/2008 1 145 a 1 386 b
2008/2009 725 a 858 b
2004/2005 12.66 a 10.94 b
2005/2006 12.99 a 13.62 a
BJR/thn 2006/2007 14.01 a 14.31 a
2007/2008 15.04 a 16.00 a
2008/2009 21.27 a 19.82 a
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)
Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5%.

Aplikasi limbah cair ke lahan aplikasi memberikan dampak positif


terhadap produksi terutama terhadap peningkatan perolehan jumlah JJG/ha/tahun.
Pada tahun 2007/2008 dan 2008/2009 terlihat perolehan jumlah JJG/ha/tahun di
lahan aplikasi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kontrol
(Tabel 16). Hal ini terjadi karena penambahan limbah cair ke lahan aplikasi
menambah ketersedian air di lapangan.
70

Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap nisbah bunga jantan dan


bunga betina. Stress air (kekeringan) mengakibatkan jaringan tanaman tidak dapat
mempertahankan jumlah air dalam sel, tekanan turgor sel menurun, penyerapan
unsur hara dari dalam tanah menurun, proses-proses fisiologis dan distribusi
asimilat terganggu serta neto fotosintesis menurun, akibatnya tanaman cenderung
memproduksi bunga jantan lebih banyak sehingga produksinya menurun
(Darmosarkoro et al., 2001). Selain itu tanaman yang kekurangan air juga akan
mengalami aborsi atau keguguran bunga betina yang lebih tinggi serta gagal
tandan atau kerusakan tandan menjadi buah akan meningkat. Penambahan limbah
cair ke lahan aplikasi dapat meningkatkan persentase bunga betina sehingga
perolehan jumlah JJG/ha/tahun lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kontrol.

Tabel 16. Perbandingan Produksi Antara Lahan Aplikasi Limbah Cair


(LA) dengan Lahan Kontrol (LK)

Lahan Aplikasi Lahan Kontrol


Parameter Tahun
(LA) (LK)
2004/2005 9.84 a 12.28 b
2005/2006 20.98 a 21.34 a
Ton/ha/tahun 2006/2007 15.96 a 16.13 a
2007/2008 21.59 a 18.01 a
2008/2009 19.29 a 16.44 a
2004/2005 1 319 a 1 179 b
2005/2006 2 141 a 1 976 a
JJG/ha/tahun 2006/2007 1 306 a 1 323 a
2007/2008 1 443 a 1 285 b
2008/2009 1 090 a 899 b
2004/2005 7.45 a 10.43 b
2005/2006 9.80 a 10.79 a
BJR/tahun 2006/2007 12.24 a 12.19 a
2007/2008 15.01 a 14.02 a
2008/2009 17.70 a 18.30 a
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)
Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5%.
71

Dampak Aplikasi Limbah Cair te rhadap Sifat Tanah

Pengkajian dampak aplikasi limbah cair ke lahan perkebunan kelapa sawit


terhadap sifat-sifat tanah (fisika dan kimia tanah) di PT LSI dilakukan setiap
tahun. Pada tahun 2010 dilakukan analisa laboratorium terhadap sifat fisik dan
kimia tanah pada sampel tanah yang diambil dari lahan pengkajian dengan
parameter yang disesuaikan dengan peraturan pemerintah. Pengambilan sampel
tanah dilakukan pada tiga lokasi yaitu di lahan kontrol, lahan aplikasi (satu meter
dari pinggir flat bed), dan sampel dari dalam flat bed.

Sifat Fisik Tanah

Penentuan sifat fisik tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah


utuh untuk menentukan kelas tekstur tanah, menghitung bobot per volume (B/V),
porositas dan permeabilitas tanah. Sampel tanah untuk menentukan tekstur tanah
diambil pada kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm, 40-60 cm, 60-80 cm, 80-100 cm, dan
100-120 cm. Sampel tanah untuk penentuan bobot per volume (B/V), porositas,
dan permeabilitas tanah diambil pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm.
Tekstur tanah. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah yang
dinyatakan dalam pernbandingan proporsi (%) antara komposisi partikel-partikel
penyusun tanah, yaitu perbandingan antara fraksi tanah halus atau liat (< 2 µ),
fraksi sedang atau debu (2-50µ) serta fraksi kasar atau pasir (50 µ-2mm)
(Hardjowigeno, 2003).
Berdasarkan perbandingan fraksi tanah (pasir, debu, dan liat) pada lahan
kontrol, lahan aplikasi, dan dalam flat bed, tekstur tanah di ketiga lokasi tersebut
tergolong dalam kelas tekstur lempung berliat, berliat (halus), dan liat berpasir.
Aplikasi limbah cair dapat memperbaiki tekstur tanah terutama pada tanah bagian
permukaan. Tanah yang memiliki kelas tekstur berliat (halus) menunjukkan tanah
yang memiliki kandungan humus yang lebih tinggi dibandingkan tanah dengan
kelas tekstur lainnya. Tekstur tanah di lahan aplikasi dan dalam flat bed pada
kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm termasuk kelas berliat (halus) sedangkan pada
lahan kontrol pada kedalaman yang sama tergolong dalam kelas tekstur lempung
berliat. Hal ini disebabkan adanya penambahan bahan organik dari aplikasi
72

limbah cair. Perbandingan antara partikel penyusun tanah (pasir, debu, dan liat)
pada lahan kontrol, lahan aplikasi, dan dalam flat bed relatif sama (Tabel 17).

Tabel 17. Tekstur Tanah pada Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA),
dan Dalam Flat bed (DF).

Kedalaman (cm)
Perlakuan Tekstur
0-20 20-40 40-60 60-80 80-100 100-120

Pasir (%) 39.71 39.92 30.29 28.98 23.74 27.52


Debu (%) 29.49 27.17 26.96 26.09 24.19 24.92
Lahan
Kontrol Liat (%) 30.8 32.91 42.75 44.93 52.07 47.56
(K)
Kelas Lempung Lempung Berliat Berliat Berliat Berliat
Tekstur berliat berliat (halus) (halus) (halus) (halus)

Pasir (%) 31.28 43.62 32.01 29.38 38 48.12


Debu (%) 38.88 11.9 30.39 27.32 21.32 15.86
Lahan
Aplikasi Liat (%) 29.84 44.48 42.6 43.3 40.68 36.02
(LA)
Kelas Lempung Berliat Berliat Berliat Berliat Liat
Tekstur berliat (halus) (halus) (halus) (halus) berpasir

Pasir (%) 27.11 25.44 23.13 27.36 20.99 43.11


Debu (%) 32.61 25.64 25.4 23.93 28.37 17.15
Dalam
Flat Bed Liat (%) 40.28 48.92 51.48 48.71 50.64 39.74
(DF)
Kelas Berliat Berliat Berliat Berliat Berliat Berliat
Tekstur (halus) (halus) (halus) (halus) (halus) (halus)
Sumber: Kantor Besar ASE (2011); Hasil analisa tanah di Lab. PPLH Lembaga Penelit ian
Universitas Lambung Mangkurat, Sepetember 2010

Bobot pe r volume (B/V), porositas, dan permeabilitas. Bobot per


volume (B/V) tanah merupakan kerapatan tanah per satuan volume yang
menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah
termasuk pori tanah. Porositas tanah adalah proporsi ruang pori total yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh udara dan air (bagian yang
tidak terisi padatan tanah). Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah
untuk ditembus oleh air gravitasi dalam kondisi jenuh secara vertikal.
Permebilitas tanah dikelompokkan menjadi: sangat lambat (<0.5 cm/jam), agak
lambat (0.5-2.0 cm/jam), sedang (2.0-6.25 cm/jam), agak cepat (6.25-12.5
cm/jam), dan cepat (>12.5 cm/jam) (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2001).
73

Tabel 18. Bobot per Volume (B/V), Porositas, dan Permeabilitas Tanah
di Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam
Flat bed (DF).

Kedalaman (cm)

Parameter Satuan 0-30 30-60

LK LA DF LK LA DF

B/V gr/cm3 1.48 1.86 1.59 1.56 1.62 1.76

Permeabilitas cm/jam 4.08 4.16 3.18 3.12 3.04 3.02


Porositas % 36.83 28.75 23.47 29.21 20.17 17.86
Sumber: Kantor Besar ASE (2011); Hasil analisa tanah di Lab. PPLH Lembaga Penelit ian
Universitas Lambung Mangkurat, September 2010

Nilai bobot per volume B/V tanah pada lahan aplikasi dan dalam flat bed
lebih tinggi dibandingkan pada lahan kontrol (Tabel 18). Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan aplikasi limbah cair meningkatkan bobot per volume tanah,
yang berarti kemampuan tanah untuk menahan air dan unsur hara menjadi lebih
baik. Porositas tanah di lahan lahan aplikasi dan dalam flat bed lebih rendah
dibandingkan di lahan kontrol. Hal ini berarti aplikasi limbah cair dapat
menurunkan porositas tanah sehingga kemapuan tanah untuk menahan air dan
unsur hara menjadi lebih baik. Permeabilitas tanah di lahan aplikasi, kontrol, dan
flat bed tergolong sedang tetapi permeabilitas tanah di dalam flat bed lebih rendah
dibandingkan pada lahan kontrol dan lahan aplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi tanah di dalam flat bed sudah jenuh air akibat penambahan limbah cair.

Sifat Kimia Tanah.

Sampel tanah untuk menentukan sifat kimia tanah diambil pada kedalaman
0-20 cm, 20-40 cm, 40-60 cm, 60-80 cm, 80-100 cm, dan 100-120 cm.
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada tiga lokasi yaitu di lahan kontrol, lahan
aplikasi (satu meter dari pinggir flat bed), dan dalam flat bed (Tabel 19).
Reaksi tanah (pH tanah). Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman
atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH penting sebagai
indikasi ketersediaan dan penyerapan unsur hara oleh tanaman (mudah tidaknya
unsur hara diserap oleh tanaman), menunjukkan adanya unsur- unsur yang dapat
74

bersifat racun, serta mempengaruhi perkembangan organisme tanah. Pada Tabel


19 terlihat bahwa nilai pH pada lahan kontrol, lahan aplikasi dan kolam datar
relatif sama yaitu pada kisaran sangat masam (pH <4.5) sampai agak masam (pH
5.6-6.5) tetapi pH tanah pada kedalaman 0-20 cm di dalam flat bed mendekati
netral. Pada tanah masam unsur P tidak dapat diserap oleh tanaman karena diikat
(difiksasi) oleh Al. Selain itu Al dalam jumlah banyak dapat menjadi racun.

Tabel 19. Sifat Kimia Tanah pada Berbagai Kedalaman di Lahan Kontrol
(LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF).
P2O5 Ca- Mg- Na- Al-
Kode pH C N
bray dd dd dd K-dd dd KTK
Sampel
(H2O) _%_ Ppm _me/100g_

LK

0-20 4.47)1 4.35)4 0.55)4 8.62)1 0.2)1 0.1)1 0.77)4 0.76)4 0)1 13.83)2
)1
20-40 4.4 3.25)4 0.51)4 15.81)2 0.1)1 0.1)1 0.73)4 0.58)3 1.18)1 11.95)2
40-60 4.39)1 3.82)4 0.56)4 15.09)2 0.42)1 0.11)1 0.47)3 0.51)3 0.26)1 13.62)2
60-80 4.77)1 3.67)4 0.4)3 11.81)2 0.21)1 0.21)1 0.51)3 0.4)3 0.82)1 19.03)3
80-100 4.29)1 3.97)4 0.47)3 5.93)1 0.11)1 0.11)1 0.48)3 0.48)3 0)1 17.8)3
100-120 4.36)1 3.45)4 0.4)3 15.21)2 0.11)1 0.11)1 0.56)3 0.56)3 1.9)1 20)3
LA

0-20 4.9)1 5.38)5 0.58)4 14.74)2 1.35)1 0.1)1 0.91)4 0.85)4 0.36)1 20.68)3
20-40 4.48)1 3.95)4 0.54)4 11.58)2 0.1)1 0.2)1 0.68)3 0.52)3 0.91)1 23.31)3
40-60 4.54)1 3.33)4 0.59)4 14.67)2 0.21)1 0.21)1 1.09)5 1.28)5 2.57)1 35.36)4
60-80 4.58)1 3.31)4 0.37)3 5.84)1 0.21)1 0.21)1 0.65)3 0.51)3 3.66)1 20.5)3
80-100 4.53)1 3.54)4 0.51)4 5.74)1 0.52)1 0.52)2 0.46)3 0.47)3 2.46)1 23.38)3
100-120 4.54)1 3.64)4 0.46)3 8.85)1 0.11)1 0.11)1 0.51)3 0.54)3 1.4)1 18.59)3
DF

0-20 6.59)3 5.05)5 0.49)3 20.75)3 1.33)1 0.21)1 2.56)5 0.42)3 0)1 29.85)4
20-40 5.01)1 3.73)4 0.64)3 18.73)3 0.93)1 0.1)1 1.91)5 2.18)5 0)1 17.45)3
40-60 4.5)1 3.79)4 0.47)3 21.09)3 0.73)1 0.42)2 1.74)5 2.09)5 2.24)1 22.53)3
60-80 4.87)1 3.62)4 0.42)3 11.85)2 1.05)1 0.84)2 2.29)5 2.17)5 0.16)1 41.76)5
80-100 4.82)1 3.78)4 0.4)3 11.88)2 0.52)1 1.26)3 2.06)5 0.56)3 0)1 21.12)3
100-120 4.53)1 3.84)4 0.56)4 8.82)1 0.52)1 0.1)1 1.1)5 1.05)5 1.75)1 18.35)3
Sumber: Kantor Besar ASE (2011); Hasil analisa tanah di Lab. PPLH Lembaga Penelit ian
Universitas Lambung Mangkurat, September 2010
Keterangan: )1sangat rendah; )2 rendah; )3sedang; )4 tinggi; )5sangat tinggi berdasarkan kriteria sifat-
sifat kimia tanah (Hardjowigeno & Wid iat maka, 2001)
75

Kandungan C-Organik, Nitrogen, dan Fospor. Kandungan C-organik


dan nitrogen (N) pada lahan kontrol, lahan aplikasi dan dalam flat bed di setiap
kedalaman menunjukkan nilai yang relatif sama yaitu pada kisaran sedang-tinggi
kecuali kandungan C-organik di lahan aplikasi dan dalam flat bed pada kedalaman
0-20 cm yang termasuk sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi limbah
cair menambah ketersediaan kandungan bahan organik (C organik dan nitrogen)
pada tanah bagian permukaan. Kandungan P2 O5 (bray) paling tinggi terlihat pada
kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm di dalam flat bed. Unsur P tersedia dan mudah
diserap oleh tanaman pada kondisi pH netral (pH 6.6-7.5) sedangkan pada kondisi
masam (seperti pada lahan kontrol dan lahan aplikasi) unsur P difiksasi oleh Al
sehingga jumlahnya sedikit.
Kation-kation basa dapat tukar. Aplikasi limbah cair ke lahan
perkebunan memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan kesuburan tanah,
terlihat dari peningkatan kandungan konsentrasi kation-kation basa dapat tukar
dalam tanah. Jumlah kation-kation basa berhubungan erat dengan pH tanah,
dimana tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai jumlah kation-kation basa
rendah dan sebaliknya tanah dengan pH tinggi mempunyai jumlah kation-kation
basa tinggi (Hardjowigeno, 2003). Pada Tabel 19 terlihat bahwa kandungan unsur
Mg, Na, dan K pada lahan aplikasi dan dalam flat bed lebih baik dibandingkan
lahan kontrol sedangkan kandungan Ca relatif sama hampir setiap kedalaman.
Kejenuhan aluminium (Al-dd) relatif sama antara lahan aplikasi, lahan kontrol,
dan dalam flat bed.
Kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas tukar kation (KTK)
merupakan sifat kimia yang berhubungan erat dengan kesuburan tanah. Tanah
dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik.
Tanah dengan KTK tinggi didominasi oleh kation-kation basa (Ca, Mg, Na, K)
dapat meningkatkan kesuburan tanah, tetapi jika didominasi oleh kation asam (Al,
dan H) kesuburan tanah dapat berkurang (Hardjowigeno, 2003). Aplikasi limbah
cair berperan dalam memperbaiki KTK tanah. Hal ini terlihat dari nilai KTK
tanah di lahan aplikasi dan dalam flat bed relatif lebih baik dibandingkan di lahan
kontrol (Tabel 19).
76

Logam-logam berat. Logam berat adalah logam yang mempunyai berat


jenis 5 g/cm3 . Tembaga (Cu) dan seng (Zn) merupakan unsur mikro yang
dibutuhkan tanaman. Tembaga (dalam bentuk kation Cu2+) bagi tanaman berperan
dalam penyusunan enzim dan pembentukan klorofil, Seng (dalam bentuk kation
Zn2+) berperan dalam pembentukan hormon pertumbuhan dan katalis dalam
pembentukan protein (Hardjowigeno, 2003). Pengambilan sampel tanah dilakukan
untuk menganalisa beberapa jenis logam berat yang terdapat dalam tanah yaitu
Cu, Cd, Pb, dan Zn.

Tabel 20. Kandungan Logam Berat pada Berbagai Kedalaman di Lahan


Kontrol, Lahan Aplikasi, dan Dalam Flat bed

Logam Kedalaman (cm)


Lokasi Sampel
Berat 0-20 20-40 40-60 60-80 80-100 100-120
Lahan Kontrol 3.956 3.936 3.769 3.921 3.911 2.147
Cu (mg/g) Lahan Aplikasi 0.2003 0.0356 0.0393 0.0324 0.2716 0.0848
Dalam Flat Bed 0.0159 0.0216 0.0153 0.0222 0.0356 0.0358
Lahan Kontrol 0.0741 0.0725 0.0183 0.0696 0.0538 0.0349
Pb (mg/g) Lahan Aplikasi 0.0391 0.0025 0.0017 0.0018 0.0048 0.0064
Dalam Flat Bed 0.0055 0.0012 0.0029 0.0052 0.0052 0.0053
Lahan Kontrol 0.0326 0.0326 0.0081 0.0272 0.0195 0.0012
Cd (mg/g) Lahan Aplikasi 0.0015 0.001 0.0016 0.0019 0.0021 0.001
Dalam Flat Bed 0.0029 0.0003 0.0017 0.0012 0.021 0.0039
Lahan Kontrol 0.8233 0.8185 0.8009 0.8203 0.8177 0.7549
Zn (mg/g) Lahan Aplikasi 0.6033 0.2479 0.1781 0.1718 0.6003 0.3367
Dalam Flat Bed 0.08 0.119 0.0687 0.0953 0.1504 0.1429
Sumber: Kantor Besar ASE (2011); Hasil analisa tanah di Lab. PPLH Lembaga Penelit ian
Universitas Lambung Mangkurat, Sepetember 2010

Kandungan logam berat (Cu, Pb, Cd, dan Zn) pada lahan kontrol terlihat
lebih tinggi dibandingkan pada lahan aplikasi dan dalam flat bed untuk setiap
kedalaman. Hal ini disebabkan karena di lahan aplikasi dan dalam flat bed terjadi
ikatan kompleks organik yang membentuk khelat, yaitu ikatan antara kation
logam dengan bahan organik dalam struktur cincin (Hardjowigeno, 2003). Ikatan
ini menyebabkan kation-kation logam tersebut terlindungi oleh bahan organik dan
dalam reaksi kimia tidak berfungsi lagi sebagai kation, sehingga ketersediaannya
pada lahan aplikasi dan dalam flat bed menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
di lahan kontrol (Tabel 20).
77

Dampak Aplikasi Limbah Cair te rhadap Kualitas Air

Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang
banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Air yang kualitasnya buruk
(tercemar) akan memperngaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta
kehidupan makhluk hidup lainnya. Air limbah dari pengolahan TBS di PKS yang
dimanfaatkan untuk pupuk organik dengan cara aplikasi pada tanah (land
application) dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air sehingga perlu
dilakukan pemantauan secara berkala terhadap kualitas air di lingkungan sekitar
pabrik dan area sekitar pemanfaatan limbah cair. Pemantaun kualitas air bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh atau dampak aplikasi limbah cair
terhadap kualitas air.
Pemantauan kualitas air untuk menganalisa dampak aplikasi limbah cair
terhadap kualitas air dilakukan dengan mengambil sampel air pada beberapa titik
yaitu sumur pantau I dan II pada lahan aplikasi, sumur penduduk (perumahan
karyawan divisi III ASE) dan air sungai (hulu dan hilir) kemudian
membandingkan baku mutunya dengan baku mutu standar (kadar maksimum)
yang ditetapkan pemerintah (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82
tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air).
Dalam PP No. 82 tahun 2001 pada pasal 8 disebutkan klasifikasi dan
kriteria mutu air menjadi empat kelas yaitu: kelas satu, air yang peruntukannya
dapat digunakan untuk air minum atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan
baku mutu air yang sama; kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
pengairan tanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan baku mutu air
yang sama; kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pengairan tanaman atau peruntukkan
lain yang mempersyaratkan baku mutu air yang sama; kelas empat, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan
lain yang mempersyaratkan baku mutu air yang sama.
78

Kualitas Air Tanah Dangkal

Penilaian kualitas air tanah dangkal dilakukan pada sumur pantau I (blok
B21), sumur pantau II (blok B22), dan sumur penduduk (perumahan karyawan
divisi III ASE) kemudian dibandingkan dengan baku mutu air kelas satu
berdasarkan PP No. 82 tahun 2001. Karakteristik kimia air tanah dangkal (SPI,
SPII, dan sumur penduduk) disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Karakteristik Kimia Air Tanah pada Sumur Pantau


(SPI dan SP II) di Lahan Aplikasi dan Sumur Penduduk

Hasil Analisis Standart


Parameter Satuan SPI (Blok SPII (Blok Sumu r (Kadar
B21) B22) Penduduk Maksimu m)*
pH - 4.22 6.67 4.44 6—9
BOD mg/ L 6.24 5.1 6.24 2
COD mg/ L 13.49 10.49 12.51 10
Amoniak mg/ L 1.09 0.029 0.098 0.5
TSS mg/ L 29 30 28 50
Minyak/Lemak mg/ L <1 1 <1 1
Nitrat mg/ L 1.79 0.24 0.72 10
Kad miu m (Cd) mg/ L <0.001 <0.001 <0.001 0.01
Tembaga (Cu) mg/ L <0.001 <0.001 <0.001 0.02
Timbal (Pb) mg/ L <0.001 <0.001 <0.001 0.03
Seng (Zn) mg/ L 0.046 0.074 0.041 0.05
Su mber : Angsana Factory (2011): Hasil analisa sampel di Lab. Pengujian Ko mod iti dan
Lingkungan Baristand Banjarbaru, Februari 2011
Keterangan : SP I dan SP II = sumur pantau lahan aplikasi
*) Kadar Maksimu m Baku Mutu Air kelas satu Berdasarkan PP No. 82
Tahun 2001

Kandungan BOD dan COD pada sumur pantau I dan II serta sumur
penduduk melebihi baku mutu (kadar maksimum) air yang dipersyaratkan.
Artinya air sumur penduduk yang digunakan sebagai sampel berdasarkan baku
mutu air kelas satu peruntukannya tidak cocok digunakan untuk air minum. Hal
ini dapat disebabkan oleh adanya rembesan air limbah dari dalam flat bed pada
saat terjadi hujan.
79

Kualitas Air Permukaan (Air Sungai Hulu dan Hilir)

Penilaian kualitas air permukaan dilakukan dengan melakukan analisa


terhadap air sungai sebamban hulu dan hilir kemudian dibandingkan dengan baku
mutu air kelas empat berdasarkan PP No.82 tahun 2001. Karakteristik kimia air
permukaan (hulu dan hilir sungai) disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22. Karakteristik Kimia Air Permukaan (Hulu dan Hilir Sungai)

Hasil Analisis Standart


Parameter Satuan (Kadar
Air Sungai (Hulu) Air Sungai (Hilir)
Maksimu m)*
pH - 6.26 6.13 5—9
BOD mg/ L 8.4 7.2 12
COD mg/ L 17.14 14.08 100
Amoniak mg/ L 0.166 0.174 (-)
TSS mg/ L 35 34 400
Minyak/Lemak mg/ L <1 <1 1
Nitrat mg/ L 0.24 0.24 10
Kad miu m (Cd) mg/ L <0.001 <0.001 0.01
Tembaga (Cu) mg/ L <0.001 <0.001 0.02
Timbal (Pb) mg/ L <0.001 <0.001 0.03
Seng (Zn) mg/ L 0.037 0.039 2
Su mber : Angsana Factory (2011): Hasil analisa sampel di Lab. Pengujian Ko moditi dan
Lingkungan Baristand Banjarbaru, Februari 2011
Keterangan : Hulu (lo kasi sebelum PKS), hilir (lokasi setelah PKS)
*) Kadar maksimu m baku mutu air kelas IV dalam PP No. 82 Tahun 2001

Berdasarkan hasil analisa, baku mutu air sungai hulu maupun hilir sungai
menunjukkan baku mutu yang relatif sama serta tidak melebihi baku mutu (kadar
maksimum) yang dipersyaratkan dalam PP No. 82 Tahun 2001 untuk golongan air
kelas empat (Tabel 22). Artinya aplikasi limbah cair tidak berdampak negatif bagi
air permukaan (air sungai) jika peruntukannya sesuai dengan golongan air kelas
empat. Hal ini menunjukkan bahwa penagawasan terhadap kemungkinan
rembesan dan atau limpahan air limbah baik dari kolam limbah di sataiun IPAL
maupun dari dalam flat bed di lahan aplikasi mengalir ke sungai sudah dilakukan
dengan baik dan harus tetap dipertahankan.
80

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Janjangan kosong (JJK) kaya akan kandungan nutrisi bagi tanaman


terutama unsur Kalium. Aplikasi janjangan kosong (JJK) berpengaruh positif
terhadap peningkatan ketersediaan unsur hara Kalium pada daun dan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap peningkatan produtivitas tanaman kelapa sawit
meskipun belum konsisten. Aplikasi JJK pada dasarnya lebih mengarah kepada
peningkatan kesuburan tanah sehingga kemampuan tanah dalam menahan air dan
unsur hara menjadi lebih baik. Secara khusus aplikasi JJK di ASE belum
dilakukan sebagai substitusi bagi penggunaan pupuk anorganik, masih sebatas
sebagai suplemen saja.
Limbah cair (POME) harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang.
Pengolahan limbah cair yang dilakukan di stasiun IPAL ASF dengan
menggunakan sistem kolam (ponding system) dinilai efektif karena dapat
menurunkan BOD hingga < 1 000 mg/L. Pada dasarnya pemanfaatan limbah cair
sebagai pupuk organik diutamakan untuk menekan dampak negatif yang mungkin
ditimbulkan jika dibuang ke perairan bebas. Nilai BOD yang diijinkan untuk
aplikasi lahan adalah <5000 mg/L sedangkan jika dibuang langsung ke perairan
bebas maka nilai BOD harus diturunkan hingga <100 mg/L.
Aplikasi limbah cair berpengaruh positif terhadap peningkatan kesuburan
tanah terlihat dari perbaikan tekstur tanah, perbaikan bobot per volume, porositas,
dan permeabilitas tanah, memperbaiki pH dan meningkatkan KTK tanah dan.
Aplikasi limbah cair dapat meningkatkan produtivitas tanaman terutama melalui
peningkatan perolehan jumlah JJG/ha/tahun tetapi belum menunjukkan dampak
yang positif terhadap peningkatan status hara dalam daun. Aplikasi limbah cair
tidak berdampak negatif terhadap kualitas air permukaan
81

Saran

Pengkajian terhadap pemanfaatan limbah baik padat (JJK) maupun cair


(POME) harus terus dilakukan agar visi menciptakan pertanian berkelanjutan
serta industri yang ramah lingkungan dapat terwujud. Perlu dilakukan pengamatan
lebih lanjut terhadap serapan hara (melalui analisa sampel daun tanaman kelapa
sawit) serta pencatatan perolehan produksi TBS secara berkala pada lahan
aplikasi. Blok-blok yang akan diaplikasi sebaiknya dipersiapkan dengan lebih
baik (penyedian sarana berupa jalan, pasar rintis, titi panen, dan lain- lain) agar
aplikasi JJK dapat dilakukan secara full blok serta perlu disiapkan blok khusus
untuk pengkajian pemanfaatan JJK. Perawatan flat bed di ASE harus dilakukan
secara intensif untuk memperkecil terjadinya limpahan dan rembesan air limbah
ke perairan bebas.
82

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, D. 2008. Pengelolaan Pemupukan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis


Jacq.) Tanaman Menghasilkan di PT. Mitra Agro Lestari (BSP group)
Sarolangan Jambi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal.

Balai Riset dan Standardisasi Industri. 2011. Laporan Hasil Uji (LHU). Balai
Riset dan Standardisasi Industri, Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri, Departemen Perindustrian RI. Banjarbaru. 2 hal.

Darmosarkoro, W., I. Y. Harahap, dan E. Syamsudin. 2001. Pengaruh kekeringan


pada tanaman kelapa sawit dan upaya penanggulangannya. Warta
Penelitian Sawit 6(1): 19-38.

Darnoko dan L. Emingpraja. 2005. Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit


Ramah Lingkungan. PPKS. Medan. 46 hal.

Departemen Riset, Minamas Plantation. 2006. Laporan Akhir Survei Tanah Semi
Detil di Kebun Angsana PT Ladangrumpun Suburabadi. Departemen
Riset, Minamas Plantation. Teluk Siak. 23 hal.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta. 286 hal.

Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan


Tataguna Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. 381 hal.

Irvan, H. 2009. Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di


Sungai Pinang Estate, PT. Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation,
Sime Darby Group, Musi Rawas, Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 62 hal.
Lembaga Penelitian Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Lambung
Mangkurat. 2010. Hasil Analisa Tanah. Lembaga Penelitian Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru. 2 hal.
Lubis, A. A. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat
Penelitian Perkebunan Marihat - Bandar Kuala. Pematang Siantar -
Sumatera Utara. 435 hal.

Minamas Research Centre, Minamas Plantation. 2009. Hasil Analisa Daun.


Minamas Research Centre, Minamas Plantation. Teluk Siak. 5 hal.

Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. 3. Penebar Swadaya. Jakarta.


411 hal.

Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. 2010. Outlook


Komoditas Pertanian-Perkebunan. http://www.deptan.go.id. [5/11/2011].
83

Purba, G. S. 2008. Pengelolaan Limbah Organik Industri Kelapa Sawit (Elaeis


guineensis Jacq.) di PT. Socfindo Indonesia, Kebun Tanah Gambus, Lima
Puluh, Batu Bara, Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 84 hal.

Santoso, P. 2008. Pengelolaan Limbah Cair Industri Kelapa Sawit (Elaeis


guineensis Jacq.) di PT Agrowiyana, Tungkal Ulu, Tanjung Jabung Barat,
Jambi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 69 hal.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press). Jakarta. 190 hal.
Walpole, R. E. 1993. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. 515 hal.
84

LAMPIRAN
Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai KHL

Prestasi Kerja (satuan/HK) Lokasi


No Tanggal Uraian Keg iatan Pembimb ing Keterangan
Penulis Karyawan Standart
1 14/ 02/ 2011 Tiba dilokasi - - - - A. Isa Almasih
2 15/ 02/ 2012 Libur - - - - A. Isa Almasih
3 16/ 02/ 2013 Orientasi Kebun - - - ASE A. Isa Almasih
4 17/ 02/ 2014 Orientasi Pemupukan - 1 ton/HK 0,7 ton/HK E010 A. Isa Almasih
Pemupukan NK-Blend & 200 & 143,75
5 18/ 02/ 2015 463 & 342 kg/HK 600 kg/HK E011 A. Isa Almasih
Kieserit kg/HK
6 19/ 02/ 2016 Orientasi BTP - 0,4 ha/HK 0,5-0,7 ha/HK B31 A. Isa Almasih Hujan
7 20/ 02/ 2017 Libur - - - - A. Isa Almasih
8 21/ 02/ 2018 BTP 0,25 ha/HK 0,42 ha/HK 0,5-0,7 ha/HK A027 A. Isa Almasih Sedang
9 22/ 02/ 2019 BTP 0,25 ha/HK 0,4 ha/HK 0,5-0,7 ha/HK B32 A. Isa Almasih Sedang
10 23/ 02/ 2020 Pembuatan TPH 3 TPH/ HK 3 TPH/ HK 6 TPH/ HK B30-31 A. Isa Almasih
11 24/ 02/ 2021 LSU 30 ha/HK 30 ha/HK 30 ha/HK B28 A. Isa Almasih
12 25/ 02/ 2022 BTP 0,2 ha/HK 0,3 ha/HK 0,25-0,5 ha/HK A034 A. Isa Almasih Berat
13 26/ 02/ 2023 Semprot lalang 1 ha/HK 1,5 ha/HK A031 A. Isa Almasih
14 27/ 02/ 2024 Libur - - - - A. Isa Almasih
15 28/ 02/ 2025 TSK 1 ha/HK 1,6 ha/HK A029-30 A. Isa Almasih
16 03-01-11 Sensus Vegetative 0,5 plot/HK 0,5 plot/HK 1 plot/HK A035 A. Isa Almasih per tim 5-6
17 03-02-11 Sensus Vegetative 1 plot/HK 1 plot/HK 1 plot/HK A035 A. Isa Almasih Orang
18 03-03-11 Sensus Vegetative 0,5 plot/HK 0,5 plot/HK 1 plot/HK A035 A. Isa Almasih
19 03-04-11 Sensus Vegetative 0,5 plot/HK 0,5 plot/HK 1 plot/HK A035 A. Isa Almasih
20 03-05-11 Libur - - - A035 A. Isa Almasih
21 03-06-11 Libur - - - - A. Isa Almasih

85
22 03-07-11 Panen (Potong Buah) 1 ha/HK 6 ha/HK 5 ha/HK A29-31 A. Isa Almasih Egrek
Lampiran 1. (Lanjutan)

Prestasi Kerja (satuan/HK) Lokasi


No Tanggal Uraian Keg iatan Pembimb ing Keterangan
Penulis Karyawan Standart
23 03-08-11 Meeting ISPO - - - GOR A. Isa Almasih
24 03-09-11 Panen (Potong Buah) 2 ha/HK 4 ha/HK 3 ha/HK B34-35 A. Isa Almasih dodos
25 03-10-11 Panen (Potong Buah) 2 ha/HK 5 ha/HK 3 ha/HK B28-30 A. Isa Almasih dodos
26 03-11-11 Angkut TBS 10,5 ton/HK 4 ton/HK 3 ton/HK - A. Isa Almasih
27 03-12-11 Piringan Chemist (MHS) 2 ha/HK 5 ha/HK 4 ha/HK A17 A. Isa Almasih
28 13/ 3/2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
29 14/ 3/2011 Aplikasi Efluent - 422 m3/ HK 422 m3/ HK D21 A. Isa Almasih
30 15/ 03/ 2011 Aplikasi JJK 2,2 ton/HK 4,67 ton/HK 6 ton/HK D22-23 A. Isa Almasih
31 16/ 03/ 2011 Aplikasi JJK 1,75 ton/HK 5,25 ton/HK 6 ton/HK B22 A. Isa Almasih
32 17/ 03/ 2011 Rawat Jalan (Tunas Pasar) 80 pokok/HK 180 poko k/HK 240 poko k/HK B23-24 A. Isa Almasih
33 18/ 03/ 2011 Tanam Nephrolepsis 1 ha/HK 1 ha/HK 1 ha/HK B22 A. Isa Almasih
34 19/ 03/ 2011 Kastrasi 0,25 ha/HK 0,5 ha/HK 0,75 ha/HK A034 A. Isa Almasih

86
Lampiran 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor

Prestasi Kerja (satuan/HK)


No Tanggal Uraian Keg iatan HK diawasi Luas Areal Lama Keg iatan Lokasi Pembimb ing Keterangan
(orang) (ha) (jam)
1 20-03-2011 Libur - - - A. Isa Almasih
2 21-03-2011 Mandor Petawatan (BTP) 15 4 7 A033 A. Isa Almasih
3 22-03-2011 Mandor Petawatan (BTP) 20 5 7 A036 A. Isa Almasih
4 23-03-2011 Mandor Panen/Potong Buah 12 62 7 B33-34 A. Isa Almasih
5 24-03-2011 Mandor Panen/Potong Buah 12 61 7 B33-32 A. Isa Almasih
6 25-03-2011 Mandor Borongan (lalang) 3 6 5 CR A. Isa Almasih
7 26-03-2011 Persiapan Malam Perpisahan - - 7 GOR A. Isa Almasih
8 27-03-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
9 28-03-2011 Kerani Transport 9 3 unit 7 - A. Isa Almasih
10 29-03-2011 Kerani Divisi - - 7 Kantor Divisi I A. Isa Almasih
11 30-03-2011 Mandor I 11 - 7 - A. Isa Almasih
12 31-03-2011 Mandor I 11 - 7 - A. Isa Almasih
13 01-04-2011 Mandor I 11 - 5 - A. Isa Almasih
14 02-04-2011 Mandor I 11 - 7 - A. Isa Almasih
15 03-04-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
16 04-04-2011 Mengurus izin ke PKS - - - Kantor Besar A. Isa Almasih
17 05-04-2011 Kerani Panen 11 51,72 7 A012 A. Isa Almasih
18 06-04-2011 Kerani Panen 12 35 7 D24-25 A. Isa Almasih
19 07-04-2011 Kerani Panen 13 61,68 7 C015 A. Isa Almasih
20 08-04-2011 Orientasi PKS - - 5 ASF A. Isa Almasih

87
Lampiran 2. (Lanjutan)

Prestasi Kerja (satuan/HK)


No Tanggal Uraian Keg iatan HK diawasi Luas Areal Lama Keg iatan Lokasi Pembimb ing Keterangan
(orang) (ha) (jam)
21 09-04-2011 Mandor Efluent 3 30 7 D009 A. Isa Almasih
22 10-04-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
23 11-04-2011 Test Material Balance - - 12 Lab. ASF A. Isa Almasih
24 12-04-2011 Mandor Efluent 3 30 7 D009 A. Isa Almasih
25 13-04-2011 Sortasi Kernel - - 7 Lab. ASF A. Isa Almasih
26 14-04-2011 Test Mutu Produk (FFA) - - 7 Lab. ASF A. Isa Almasih
27 15-04-2011 Uji FFA, Sorter, Ukut vol CPO - - 5 ASF A. Isa Almasih
28 16-04-2011 Kontrol Ko lam Limbah 1 8 kolam 7 IPA L ASF A. Isa Almasih
29 17-04-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
30 18-04-2011 Kontrol Ko lam Limbah 1 8 kolam 7 IPA L ASF A. Isa Almasih
31 19-04-2011 Kontrol Ko lam Limbah 1 8 kolam 7 IPA L ASF A. Isa Almasih
32 20-04-2011 Kontrol Ko lam Limbah 1 8 kolam 7 IPA L ASF A. Isa Almasih
33 21-04-2011 Sortasi Kernel + IPA L - - 7 ASF A. Isa Almasih
34 22-04-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
35 23-04-2011 Pengumpulan Data Sekunder - - 7 Kantor Besar A. Isa Almasih
36 24-04-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
37 25-04-2011 Pengumpulan Data Sekunder - - 7 Kantor Besar A. Isa Almasih
38 26-04-2011 Kontrol Ko lam Limbah 1 8 kolam 7 IPA L ASF A. Isa Almasih
39 27-04-2011 Mandor Kastrasi 10 30 7 A033 A. Isa Almasih
40 28-04-2011 Supervisi Magang - - 7 Kantor Besar A. Isa Almasih
41 29-04-2011 Mandor Kastrasi 10 30 5 A033 A. Isa Almasih

88
42 30-04-2011 Mandor Kastrasi 10 30 7 A033 A. Isa Almasih
Lampiran 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Asisten

Prestasi Kerja (satuan/HK)


No Tanggal Uraian Keg iatan HK diawasi Luas Areal Lama Keg iatan Lokasi Pembimb ing Keterangan
(Orang) (ha) (jam)
1 01-05-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
2 02-05-2011 Efluent 3 30 7 D21 A. Isa Almasih
3 03-05-2011 Efluent 3 30 7 D21 A. Isa Almasih
4 04-05-2011 Pembuatan Pasar Rint is 1 30 7 A032 A. Isa Almasih
5 05-05-2011 Pembuatan Pasar Rint is 1 30 7 A032 A. Isa Almasih
6 06-05-2011 Kastrasi 10 30 5 A032 A. Isa Almasih
7 07-05-2011 Kastrasi 10 30 7 A032 A. Isa Almasih
8 08-05-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
9 09-05-2011 Efluent 2 30 7 C019 A. Isa Almasih
10 10-05-2011 Efluent 2 30 7 C020 A. Isa Almasih
11 11-05-2011 Admin istrasi Divisi - - - Kantor Divisi A. Isa Almasih
12 12-05-2011 Pengambilan Data Sekunder - - 7 Kantor Besar A. Isa Almasih
13 13-05-2011 Pengambilan Data Sekunder - - 5 Kantor Besar A. Isa Almasih
14 14-05-2011 Traksi - - - - A. Isa Almasih
15 15-05-2011 Pemupukan Dolo mite 14 60 7 A26-27 A. Isa Almasih
16 16-05-2011 Libur (ganti hari minggu) - - - - A. Isa Almasih
17 17-05-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
18 18-05-2011 Kerani Divisi - - 7 Kantor Divisi A. Isa Almasih
19 19-05-2011 Kerani Divisi - - 7 Kantor Divisi A. Isa Almasih
20 20-05-2011 Sensus Produksi 5 A035 A. Isa Almasih
21 21-05-2011 Pemupukan Dolo mite 16 63 7 - A. Isa Almasih

89
Lampiran 3. (Lanjutan)

Prestasi Kerja (satuan/HK)


No Tanggal Uraian Keg iatan HK diawasi Luas Areal Lama Keg iatan Lokasi Pembimb ing Keterangan
(orang) (ha) (jam)
22 22-05-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
23 23-05-2011 Analisis Data Sekunder - - 7 Kantor Besar A. Isa Almasih
24 24-05-2011 Analisis Data Sekunder - - 7 Kantor Besar A. Isa Almasih
25 25-05-2011 Analisis Data Sekunder - - 7 Kantor Besar A. Isa Almasih
26 26-05-2011 Aplikasi Efluent 2 30 7 B21 A. Isa Almasih
27 27-05-2011 Aplikasi Efluent 2 30 5 B21 A. Isa Almasih
28 28-05-2011 Kontrol Limbah 1 8 kolam 7 IPA L A. Isa Almasih
29 29-05-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
30 30-05-2011 Kastrasi 9 30 7 A032 A. Isa Almasih
31 31-05-2011 Mandor I - - 7 - A. Isa Almasih
32 01-06-2011 Mandor I - - 7 - A. Isa Almasih
33 02-06-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
34 03-06-2011 Aplikasi JJK 1 30 5 C25 A. Isa Almasih
35 04-06-2011 Aplikasi JJK 1 30 7 C25 A. Isa Almasih
36 05-06-2011 Libur - - - - A. Isa Almasih
37 06-06-2011 Pembuatan Laporan - - 7 Kantor Besar A. Isa Almasih
38 07-06-2011 Pembuatan Laporan - - 7 Kantor Besar A. Isa Almasih
39 08-06-2011 Evaluasi Magang - - 5 Kantor Besar A. Isa Almasih
40 09-06-2011 Evaluasi Magang - - 5 Kantor Besar A. Isa Almasih
41 10-06-2011 Diskusi Perbaikan - - 5 Kantor Divisi A. Isa Almasih
42 11-06-2011 Diskusi Perbaikan - - 5 Kantor Besar A. Isa Almasih
43 12-06-2011 libur - - - - -

90
44 13-06-2011 Persiapan pulang - - - - -
91

Lampiran 4. Peta Lokasi Angsana Estate


Lampiran 5. Curah Hujan dan Hari Hujan Sepuluh Tahun Terakhir (2001-2010) di ASE
Tahun
Rata-rata
Bulan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH
Jan 11 140 11 164 13 367 16 389 9 157 11 86 15 167 15 130 11 198 14 384 13 218
Feb 12 119 19 384 13 343 12 299 18 379 8 106 20 345 14 148 14 148 13 329 14 260
M ar 18 280 11 121 15 222 10 178 19 466 11 219 19 320 15 187 11 211 22 478 15 268
Apr 10 104 13 282 12 193 10 242 18 310 10 230 21 560 19 362 7 163 20 500 15 309
M ei 6 83 8 242 4 45 4 165 15 363 8 79 13 257 15 313 6 177 22 276 10 200
Jun 4 55 2 22 4 48 22 379 8 178 1 12 20 478 16 388 2 36 21 468 10 206
Jul 2 14 14 521 7 75 6 57 6 76 19 823 20 583 12 279 3 78 22 470 11 298
Agus 0 0 2 32 2 47 0 0 12 141 2 5 8 230 24 466 1 10 25 476 8 141
Sept 9 183 0 0 3 212 3 56 2 19 2 7 9 122 9 312 0 0 9 312 5 122
Okt 6 130 2 22 11 360 3 94 12 197 1 3 7 89 14 375 7 256 21 631 8 216
Nop 10 118 8 88 9 223 6 119 8 111 6 83 13 239 13 196 12 304 25 500 11 198
Des 13 267 14 269 16 443 11 200 12 146 12 221 15 104 9 93 9 376 18 469 13 259
Total 101 1493 104 2147 109 2578 103 2178 139 2543 91 1874 180 3494 175 3249 76 1794 232 5293 131 2664
Rata-rata 8 124 9 179 9 215 9 182 12 212 8 156 15 291 15 271 7 163 19 441 11 223
BB 8 7 8 8 10 5 11 11 8 12 9
BL 1 1 1 1 1 3 1 1 1 0 1
BK 3 4 3 3 1 4 0 0 3 0 2
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)

Bulan Basah (>100 mm) Q= (Rataan BK/Rataan BB) x 100% = 23.86


Bulan Lembab (60-100 mm) Berdasarkan Klasifikasi Schmidth-Ferguson
Bulan Kering (<60 mm) Tipe iklim di ASE termasuk tipe iklim B
HH (Hari Hujan) Tipe Iklim A (0.5% - 14.3%); Iklim B (14.3% - 33.3%)
CH (Curah Hujan)

92
Lampiran 6. Satuan Peta Lahan (SPL) di ASE

93
Lampiran 7. Peta Luas Areal dan Tata Guna Lahan ASE

94
Lampiran 8. Data Produksi dan Produktivitas ASE 5 Tahun Terakhir (2005/2006 - 2009/2010)

Tahun Luas Jumlah Pokok Tahun


Tanam (ha) Pokok per ha 2005/06 2006/07 2007/08 2008/09 2009/10
ton ton/ha ton ton/ha ton ton/ha ton ton/ha ton ton/ha
1996 630 80,840 128 15,887 25.22 11,132 17.67 12,888 20.46 10,547 16.74 14,054 22.31
1998 1,623 204,479 126 32,388 20.26 25,536 15.98 30,417 18.87 24,688 15.38 30,919 19.20
1999 167 19,842 119 2,199 13.48 1,796 10.83 2,469 16.14 1,987 12.76 2,377 14.59
2000 84 9,795 117 988 12.83 840 10.91 1,235 16.04 1,040 13.50 1,176 14.00
2006 326 35,362 109 - - - - - - - - 414 1.27
Total 2,829 350,318 124 51,462 20.80 39,304 15.88 47,009 18.99 38,261 15.48 48,941 19.53
Sumber : Kantor Besar ASE (2011)

95
Lampiran 9. Struktur Organisasi ASE
ANGSANA ESTATE 02

II. STRUKTUR ORGANISASI, PERSONALIA DAN PENDUDUK


2 . 1. STRUKTUR ORGANISASI Januari 2011

EST. MANAGER
Staf = 1

ASISTEN Ka. TATA USAHA


SENIOR ASISTEN DOKTER
AFDELING (KTU)
Staf = 1 Staf = 2 Staf = 0 Staf = 1

KEPALA SEKSI
(KASI)
Staf = 1

KEPALA - Tukang : 3 MANDOR MANTRI MANTRI MANTRI MANTRI KANTOR KEPALA KEPALA
BANGUNAN - Pandai Besi : 0 SEMPROT HAMA SENSUS BUAH TANAMAN BESAR POLIKLINIK KEAMANAN
SKU-B = 1 - Tukang Titi : 0 SKU - B = 2 SKU-B = 1 SKU-B 0 SKU-B = 1 SKU-B = 0 SKU-B = 23 SKU-B = 0 SKU-B = 0 0
SKU-H = 0 - Panen/Beton : 0 SKU-H = 19 SKU-H = 0 SKU-H = 0 0
- Pembukuan : 1 - Perawat : 1
KEPALA - Mekanik : Sku-B = 0 MANDOR I - Mandor Panen = 7 - Kasir : 1 - Kerani : 1
BENGKEL : Sku-H = 1 - Mandor Perawatan = Sku-B = 12 - Personalia : 0 - Sopir : 0
SKU-B = 1 - Tk. Las/Ban : Sku-H = 0 SKU-B = 3 Sku-H =4 - Pembelian : 1 - Amblnce : 1
SKU-H = 0 Instalasi : Sku-B = 1 - Pay-roll : 1
Listrik/Air : Sku-H = 0 - Adm. Tnmn : 1
MANDOR - Supir : Sku-B = 5 KERANI - Opr. Komp. : 1
TRAKSI : Sku-H = 3 AFDELING - Opr. Ratel : 0
SKU-B = 1 - Opr. Ford : 3 SKU-B = 2 - Opr.Foto Copy : 0
SKU-H = 0 - Opr. Al. Brt. : 3 SKU-H = 0 - Tukang kebun : 0
- Opr. List./Air : 3 - Pemb. Mess : 4
- Opr. Pompa Ai : 2 MANDOR
KERANI EMPL DAN GRADING BIBITAN 89 KEPALA - Kerani : 1
TRAKSI SKU-B = 0 GUDANG - Pembantu : 0
SKU-B = 1 SKU-B = 2 SKU-H = 0 SKU - B = 1 Gudang
SKU-H = 0 SKU-H = 11 SKU - H = 0

I. Luas Areal Total Afdeling II.A. KARYAWAN Jumlah II.B. KARYAWAN Jumlah Ratio /
Yang Diusahakan I II III STAF NON STAF Ha
TM 2,829 931 826 1,073 1. Est.Manager 1 1. SKU-B Kantor 26 0.0080
TBM 219 219 0 0 2. Senior Asisten 1 2. SKU-B Traksi 32 0.0098
TB 0 0 0 0 3. Asisten 2 3. SKU-B Afdeling 31 0.0095
LC 0 0 0 0 4. Staf QA 0 4. SKU-B Bibitan 0 0.0000
Bibitan 0 0 0 0 5. Kasi 1 5. SKU- Harian 377 0.1160
Prasarana 122 52 33 36 6. Ast EMS 1
Pabrik 35 7 0 27 7. Dokter 1
Lain - Lain 46 46 0 0
Total Areal 3,250 1,255 859 1,136 Total 7 Total 466 0.1434

96
Model : 97 / EST / 021
Lampiran 10. Peta Seksi Panen (Potong Buah) ASE

97
Lampiran 11. Denah Kolam Limbah di Stasiun IPAL ASF

98

Vous aimerez peut-être aussi