Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A 62-year-old man arrived to the emergency department complaining of acute severe precordial
chest pain radiating to his arm and neck. He reported a feeling like ”an elephant is standing on his
chest” and stated that his symptoms were accompanied with nausea. His chest pain began
approximately 30 minutes before arriving while he had been watching television and it had not
completely resolved since the onset. His medical history included hypertension, hyperlipidemia and
a 50 pack/year history of cigarette smoking.
From the physical examination found that the patient was diaphoretic and moderate distressed,
with the following vital signs: blood pressure 160/95 mmHg, pulse 113bpm, respiratory rate 24
breaths /min and oxygen saturation 98% on room air. He was tachycardia with a normal S1 and S2
and without murmur, rubs or gallops. His jugular venous pressure was not elevated. Chest
auscultation revealed faint crackles at the left base but was otherwise clear. His abdomen was
protuberant but soft and without masses. No oedema in lower extremities. An electrocardiogram
(ECG) revealed a sign of myocard infarction.
Translate
Seorang pria berusia 62 tahun tiba di unit gawat darurat dengan keluhan nyeri dada prekordial akut
yang menjalar ke lengan dan lehernya. Dia melaporkan perasaan seperti "seekor gajah berdiri di
dadanya" dan menyatakan bahwa gejalanya disertai dengan mual. Nyeri dadanya mulai sekitar 30
menit sebelum tiba ketika dia sedang menonton televisi dan belum sepenuhnya pulih sejak awal.
Riwayat medisnya termasuk hipertensi, hiperlipidemia, dan riwayat merokok 50 bungkus / tahun.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien menderita diaforetik dan sedang, dengan tanda-
tanda vital berikut: tekanan darah 160/95 mmHg, denyut nadi 113bpm, laju pernapasan 24 napas /
menit dan saturasi oksigen 98% di udara kamar. Dia takikardia dengan S1 dan S2 normal dan tanpa
murmur, gosok, atau gallop. Tekanan vena jugularisnya tidak meningkat. Auskultasi dada
menunjukkan ronki samar di pangkal kiri tetapi sebaliknya jelas. Perutnya menonjol tetapi lunak dan
tanpa massa. Tidak ada edema pada ekstremitas bawah. Elektrokardiogram (EKG) mengungkapkan
tanda infark miokard.
STEP 1
Tachycardia : adalah keadaan di mana detak jantung melebihi 100 kali per menit. Dalam keadaan
normal, jantung berdetak sebanyak 60 hingga 100 kali per menit.
Hyperlipidemia : istilah medis untuk kondisi di mana kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat
tinggi atau tidak normal. Hiperlipidemia lebih dikenal dengan istilah kolesterol tinggi, karena
ditandai dengan tingginya kadar kolesterol, trigliserida, atau keduanya.
STEP 3
mugkin menganggap masukan dari jantung sebagai masukan dari lengan kiri. Distribusi nyeri
juga di karenakan jantung pada kehidupan embrional bermula di leher, seperti juga lengan.
Oleh karena itu struktur jantung dan permukaan tubuh menerima serbut
saraf nyeri dari segmen medula spinalis yang sama.
4. Diagnosis
infark miokardium terjadi sebelum usia 40 tahun, dan sekitar 45% terjadi sebelum 65 tahun.
Orang berkulit hitam dan putih sama-sama terkena. Laki-laki memiliki risiko yang lebih besar
dibandingkan perempuan, meskipun selisihnya semakin mengecil dengan pertambahan usia.
Secara umum, perempuan terlindung dari infark miokardium selama masa reproduksinya.
Namun, menopause dengan produksi estrogen yang menurun berkaitan dengan eksaserbasi
TALITHA PROPERTY
penyakit arteri koronaria dan penyakit jantung iskemik merupakan penyebab kematian
terbanyak pada perempuan berusia lanjut.
Rangkaian peristiwa pada infark miokardium yang tipikal, adalah sebagai berikut:
• Suatu plak ateromatosa tiba-tiba terganggu oleh perdarahan di dalam plak atau oleh gaya
mekanik, menyebabkan kolagen subendotel dan isi plak nekrotik masuk ke dalam darah.
• Trombosit melekat, berkelompok, dan aktif, melepaskan tromboksan A2, adenosin difosfat
(ADP), dan serotonin—menyebabkan agregasi trombosit lebih lanjut dan vasospasme
• Pengaktifan koagulasi oleh pajanan faktor jaringan dan mekanisme lain akan memperberat
pertumbuhan trombus.
• Dalam jangka waktu beberapa menit, trombus dapat berevolusi dan menyumbat lumen
arteri koronaria secara total.
Pola Infark.
Lokasi, ukuran dan gambaran morfologik infark miokardium akut bergantung pada beberapa
faktor:
•Ukuran dan distribusi pembuluh darah yang terlibat (Gambar 10-9)
• Derajat perkembangan dan lamanya oklusi
• Kebutuhan metabolisme miokardium (yang dipengaruhi, misalnya, oleh tekanan darah dan
denyut jantung)
• Banyaknya kolateral
TALITHA PROPERTY
Gambar 10-9
Berdasarkan ukuran dari pembuluh darah yang terlibat, serta derajat sirkulasi kolateral,
maka infark miokardium dapat berupa salah satu dari pola berikut:
• Infark transmural mengenai seluruh ketebalan ventrikel dan disebabkan oleh oklusi
pembuluh epikardium melalui kombinasi aterosklerosis kronik dan trombosis akut; infark
miokardium transmural seperti ini memberikan gambaran elevasi segmen ST pada
elektrokardiogram (EKG) dan dapat memberikan gambaran gelombang Q negatif disertai
hilangnya amplitudo gelombang R. Infark ini juga disebut sebagai ST elevated All (STEMI).
• Infark subendokardium adalah infark miokardium yang terbatas pada sepertiga bagian
dalam miokardium; infark ini biasanya tidak menunjukkan elevasi segmen ST atau
gelombang Q pada EKG. Sebagaimana telah disebutkan, regio subendokardium merupakan
area yang paling rentan terhadap hipoperfusi dan hipoksia. Dengan demikian pada kondisi
penyakit arteri koronaria yang berat, berkurangnya hantaran oksigen yang sementara
TALITHA PROPERTY
(misalnya akibat hipotensi, anemia, atau pneumonia) atau peningkatan kebutuhan oksigen
sementara (akibat takikardia atau hipertensi) dapat menyebabkan jejas iskemik
subendokardium. Pola ini juga dapat terjadi jika trombus yang oklusif lisis sebelum terjadi
infark dari seluruh ketebalan dinding.
• Infark mikroskopik terjadi pada oklusi pembuluh darah kecil dan tidak menunjukkan
perubahan EKG diagnostik. Hal ini dapat terjadi pada kondisi vaskulitis, embolisasi dari
vegetasi katup atau trombus mural, atau spasme pembuluh darah akibat peningkatan
katekolamin baik endogen (misalnya, feokromositoma atau stres berlebih), maupun eksogen
(misalnya, kokain).
6. Manifestasi Klinis
IM klasik ditandai dengan:
- rasa nyeri dada substernum yang berat, dan seperti tertindih (atau tertekan) yang dapat
menjalar ke leher, rahang, epigastrium, atau lengan kiri. Berlawanan dengan angina
pektoris, nyeri yang dirasakan berlangsung selama beberapa menit hingga jam, dan tidak
berkurang oleh pemberian nitrogliserin, ataupun dengan istirahat.
- Namun, pada sebagian kecil pasien (10%-15%), infark miokardium menunjukkan tanda-
tanda dan gejala yang atipik dan bahkan dapat asimptomatik sama sekali. Infark "bisu"
seperti ini biasanya sering terjadi pada pasien dengan penyakit diabetes melitus (yaitu
ketika neuropati autonom dapat menghambat persepsi nyeri) dan pada orang berusia
lanjut.
- Denyut biasanya cepat dan lemah, dan pasien seringkali berkeringat dingin dan mual
(terutama pada IM dinding posterior).
- Dispnea sering dirasakan, akibat gangguan kontraktilitas miokardium yang terganggu
dan disfungsi aparatus katup mitral, dengan akibat kongesti dan edema paru akut.
- Dengan IM yang masif (mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri), terjadi syok kardiogenik.
hasil akhir yang sering terjadi yang mengakibatkan tertampungnya darah di sirkulasi vena
dan hipotensi sistemik.
• Ruptur miokardium. Ruptur merupakan penyulit pada IM hanya 1%-5% namun jika terjadi
sering berakibat fatal. Ruptur dinding ventrikel kiri yang bebas paling sering terjadi, dan
biasanya mengakibatkan hemoperikardium dan tamponade jantung yang cepat fatal. Ruptur
septum ventrikel mengakibatkan DSV dengan shunting dari kiri ke kanan, dan ruptur
muskulus papilaris mengakibatkan regurgitasi mitral yang berat. Ruptur terjadi paling sering
pada hari ke-3 hingga ke-7 pasca-infark waktu proses penyembuhan ketika lisis jaringan ikat
miokardium sudah maksimal dan sebagian besar infark telah berubah menjadi jaringan
granulasi yang lembek, dan rapuh. Faktor risiko terjadinya ruptur pada dinding yang bebas
mencakup usia yang lebih tua dari 60 tahun, infark dinding anterior atau lateral, perempuan,
tidak mengalami hipertrofi ventrikel kiri, dan IM pertama (karena skar dari IM sebelumnya
cenderung mengurangi risiko robekan miokardium)
• Aritmia. IM mengakibatkan kerentanan miokardium dan gangguan konduksi yang dapat
menyebabkan kematian mendadak. Kira-kira 90% pasien mengalami gangguan ritme,
dengan insidens yang lebih tinggi pada STEMI dibandingkan non-STEMI. Aritmia yang terkait
IM mencakup berbagai derajat blokade jantung (termasuk asistol), bradikardia, takiaritmia
supraventrikel, kontraksi prematur ventrikel atau takikardia ventrikel, dan fibrilasi ventrikel.
Risiko terjadinya aritmia yang serius (misalnya, fibrilasi ventrikel) terbesar pada jam pertama
dan menurun setelahnya.
• Perikarditis. IM transmural dapat mengakibatkan perikarditis fibrinohemoragik; yaitu
suatu manifestasi peradangan miokardium pada epikardium. Ditandai oleh nyeri dada
anterior dan gesekan friksi perikardium, perikarditis yang umumnya terjadi 2 hari hingga 3
hari setelah infark dan kemudian sedikit demi sedikit berkurang selama beberapa hari. Infark
yang ekstensif atau peradangan perikardium yang berat kadang-kadang dapat
mengakibatkan efusi yang banyak atau dapat terorganisasi menjadi perlengketan kuat yang
kemudian bermanifestasi sebagai lesi yang konstriktif.
• Dilatasi rongga. Karena melemahnya otot yang nekrotik, mungkin terdapat peregangan
yang tidak proporsional, penipisan, dan dilatasi bagian yang mengalami infark (terutama
pada infark anteroseptal)
• Trombus mural. Dengan adanya infark, kombinasi kontraktilitas miokardium yang
melemah (menimbulkan stasis) dan kerusakan endokardium (menciptakan permukaan yang
trombogenik) dapat menimbulkan trombosis mural, pada akhirnya terjadi tromboembolisme
sisi kiri.
• Aneurisma ventrikel. Komplikasi lanjut berupa aneurisma ventrikel paling sering terjadi
akibat infark anteroseptal transmural yang luas yang menyembuh dengan pembentukan
dinding yang tersusun oleh jaringan ikat/skar dan menipis. Meskipun aneurisma ventrikel
sering menimbulkan pembentukan trombus mural, aritmia, dan gagal jantung, namun
aneurisma ini tidak ruptur.
• Gagal jantung lambat yang progresif. Didiskusikan nanti sebagai "Penyakit Jantung
Iskemik Kronik"
8. Pemeriksaan penunjang
- Elektrokardiografi : adanya depresi segmen T yang baru menunjukkan kemungkinan
adanya iskemia akut. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada
NSTEMI 1-6% EKG juga normal
TALITHA PROPERTY
- Uji latih: pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda
risiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan treadmill. Bila hasilnya negative
maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi
segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi coroner,
untuk menilai keadaan pembuluk koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI
atau CABG) karena risiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang
cukup besar.
- Ekokardiografi : bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi
mitral dan abnormalitas Gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis
kurang baik. Pemeriksaan ini juga dapat membantu menegakkan adanya iskemia
miokard
- Rontgen thorax : berperan untuk mengidentifikasi adanya kongesti pulmonal atau
oedema, yang biasanya terjadi pada pasien UA/NSTEMI luas yang melibatkan ventrikel
kiri sehingga terjadi disfungsi ventrikel kiri
- Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB
telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA.
OBAT ANTITROMBIN