Vous êtes sur la page 1sur 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/313840884

PRAKTIK BUDAYA PERAWATAN DALAM KEHAMILAN PERSALINAN DAN


NIFAS PADA ETNIK BADUY DALAM

Article · July 2016


DOI: 10.22435/kespro.v7i1.5097.25-36

CITATION READS

1 7,938

3 authors, including:

Mara Ipa Djoko Adi Prasetyo


National Institute of Health Research and Development Airlangga University
43 PUBLICATIONS   34 CITATIONS    8 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS) View project

Malaria in Banten and West Java View project

All content following this page was uploaded by Mara Ipa on 26 April 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PRAKTIK BUDAYA PERAWATAN DALAM KEHAMILAN
PERSALINAN DAN NIFAS PADA ETNIK BADUY DALAM

Cultural Practices in Pregnancy, Birth Delivery and Postpartum Care of


Inner Baduy Ethnic Group
Mara Ipa*, Djoko Adi Prasetyo**, Kasnodihardjo***
Mara Ipa*1, Djoko Adi Prasetyo2, Kasnodihardjo3
1
Loka Litbang P2B2 Ciamis, Badan Litbang Kesehatan
2
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga
3
Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan
*E-mail: tiarmara@gmail.com

Abstract
Background: High maternal mortality rate is an indicator of health problems. Negative impact of socio cultural
aspect is one of the constraints related to the implementation of reproductive health Baduy Dalam Ethnic as one
whom strong to uphold pikukuh (custom rules).
Objective: The objective of this study is to identify and analyse cultural practices among Baduy Dalam ethnic
relating to pregnancy, delivery and postpartum periods.
Methods: This study is a qualitative study using in-depth interview, and observation methods for data
collection. Informants selection using purposive sampling techniques in pregnant mothers, postpartum mothers,
village midwife, head of cultural committee, youth leaders, traditional leaders women at reproductive age and
girl teenagers. Study was conducted in Cibeo, Cikertawana and Cikeusik Village in May until June 2014. Data
validation using triangulation of informants and analysis of the potencies and constraints was performed to
determine the inhibiting and supporting factors.
Result: The study found supportive cultural practices include: obedient to head of cultural committee;
traditional celebration as a media health promotion program; the utilization of traditional medicine and the
pattern of settlement cluster. Harmful cultural practices during pregnancy, birthing procession and postpartum
period include independently birthing procession, situational place of birth (saung/home), unpredictable
waiting time for paraji to arrive; non-sterile umbilical cord cutting; the age of first time birthing; heavy work;
prohibition using underwear and sanitary napkins.
Conclusion: Intensive approach to community Baduy Dalam Ethnic by health workers was recommended to
create trust to the system of modern health service.

Keywords: Baduy, cultural practices, pregnancy, delivery, postpartum.

Abstrak
Latar belakang: Tingginya Angka Kematian Ibu sebagai indikator besarnya masalah kesehatan reproduksi.
Aspek sosial budaya yang membawa dampak negatif bagi kesehatan merupakan salah satu kendala pelaksanaan
kegiatan terkait kesehatan reproduksi. Suku Baduy Dalam merupakan salah satu pelaku tradisi yang kuat
memegang teguh pikukuh (aturan adat).
Tujuan: Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi dan menganalisa praktik budaya perawatan Etnik
Baduy Dalam yang terkait kehamilan, kelahiran, dan nifas.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara
mendalam, dan observasi. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling pada ibu hamil, ibu
nifas, paraji (dukun beranak), bidan desa, ketua adat, tokoh pemuda, tokoh adat, ibu usia subur, remaja puteri
dengan total informan sebanyak 15 orang. Penelitian dilakukan di Kampung Cibeo, Cikartawana, Cikeusik Desa
Kankes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten tempat bermukimnya Suku Baduy Dalam
pada bulan Mei-Juni 2014. Data informan divalidasi melalui triangulasi, analisis potensi dan kendala dilakukan
untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung.
Hasil: Penelitian menemukan praktik budaya sebagai pendukung: kepatuhan pada pimpinan adat (kokolot),
perayaan tradisi sebagai media promosi program kesehatan, pemanfaatan obat tradisional, pola pemukiman
secara kluster. Faktor yang membahayakan tidak ada pemeriksaan medis selama kehamilan, persalinan dan
nifas, prosesi melahirkan secara mandiri, tempat persalinan situasional (saung/rumah), lama waktu menunggu
paraji, pemotongan tali pusat, usia pertama kali melahirkan, melakukan aktivitas berat, larangan menggunakan
pakaian dalam dan pembalut wanita.
Kesimpulan: Kepatuhan pada Kokolot bisa dijadikan kunci sebagai pintu masuk menumbuhkan diterimanya
program-program kesehatan ibu dan anak pada masyarakat Baduy Dalam.

Kata kunci: Baduy, praktik budaya, kehamilan, persalinan, nifas.

Naskah masuk: 20 November 2015 Review: 13 Januari 2016 Disetujui terbit: 3 April 2016
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

PENDAHULUAN tertentu lebih dikaitkan dengan si bayi antara


lain agar ASI tidak berbau amis antara lain
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka daging dan ikan laut.5
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih
cukup tinggi dibandingkan Negara ASEAN Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)6,7
lainnya. Survei Demografi dan Kesehatan tahun 2013 menunjukkan proporsi ibu yang
Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan AKI 359 persalinannya ditolong tenaga kesehatan
per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 32 per meningkat dari 79,0 persen pada tahun 2010
1000 kelahiran hidup. Masih tingginya AKI menjadi 86,9 persen pada tahun 2013. Pada
merupakan salah satu indikator besarnya tahun 2013, sebagian besar (76,1%) persalinan
masalah kesehatan reproduksi.1 juga sudah dilakukan di fasilitas kesehatan dan
Poskesdes/Polindes namun demikian ada
Beberapa kendala masih ditemui didalam sebesar 23,7 persen ibu bersalin yang masih
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berkaitan melahirkan di rumah. Menurut Setyawati8,
dengan kesehatan reproduksi antara lain perilaku pemilihan penolong persalinan dukun
adanya realita tentang kurangnya kesatuan sebagai aktor lokal dipercaya oleh masyarakat
pengertian tentang kesehatan reproduksi, sebagai tokoh kunci terutama yang
kurang ketersediaan infrastruktur di setiap berhubungan dengan kesehatan dan
kabupaten/ kota, adanya variasi geografis, keselamatan. Pada kasus persalinan, dukun
aspek sosial budaya serta tingkat sosio tidak hanya berperan saat proses tersebut
ekonomi yang relative terbatas.2 berlangsung, namun juga pada saat upacara-
upacara adat yang dipercaya membawa
Pengaruh budaya terhadap status kesehatan keselamatan bagi ibu dan anaknya seperti
masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja, upacara tujuh bulanan kehamilan sampai
kesehatan merupakan bagian integral dari dengan 40 hari setelah kelahiran bayi.
kebudayaan. Hasil riset etnografi kesehatan Aktivitas ini tentunya tidak sama dengan apa
tahun 2012 di 12 etnis di Indonesia yang dilakukan bidan sebagai tenaga
menunjukkan masalah kesehatan ibu dan anak paramedis, dan hal ini juga yang membuat
terkait budaya kesehatan sangat dukun memiliki tempat terhormat dan
memprihatinkan. Keharusan untuk tetap kepercayaan yang tinggi di masyarakat.
bekerja keras sampai mendekati persalinan
bagi ibu hamil juga sangat membahayakan Kompleksitas permasalahan seputar persalinan
baik bagi ibu maupun janinnya. Pemotongan membawa seorang ibu dihadapkan pada
tali pusat dengan sembilu (bambu yang pertaruhan hidup dan mati. Begitu banyak
ditipiskan dan berfungsi seperti pisau) masih faktor mempengaruhi keberhasilan proses
banyak digunakan untuk memotong tali pusat persalinan, baik dari faktor internal ibu sebagai
bayi yang baru dilahirkan.3 subyek dan faktor eksternal yang salah satunya
adalah adanya tradisi. Tradisi sebagai warisan
Beberapa kepercayaan yang ada seperti di leluhur sampai saat ini sebagian masyarakat
Jawa Tengah, diantaranya ibu hamil pantang memilih cukup dengan mengetahuinya tanpa
makan telur karena akan mempersulit harus mengikuti, sebagian lainnya masih
persalinan dan pantang makan daging karena memelihara dengan rapih sebagai pelaku
akan menyebabkan perdarahan yang banyak. tradisi itu sendiri. Suku Baduy Dalam yang
Demikian pula dengan di daerah Jawa Barat, menasbihkan sebagai asal muasal lahirnya
ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan Suku Sunda merupakan salah satu pelaku
sengaja harus mengurangi makannya agar bayi tradisi yang kuat memegang teguh tradisi
yang dikandungnya kecil dan mudah dalam kehidupan sehari-harinya, termasuk
dilahirkan. Akibatnya ibunya kurang gizi, tradisi dalam persalinan. Sebagai pelaku
berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. tradisi, masyarakat Baduy Dalam menerima
dan menjalaninya saja, karena dalam tradisi
Kondisi ini tentunya mempengaruhi hanya ada kepatuhan terhadap aturan adat
daya tahan dan kesehatan si bayi. 4 Hasil mutlak atau Pikukuh.9
penelitian di Kabupaten Jepara menunjukkan
bahwa perilaku yang kurang mendukung Upaya mengubah perilaku masyarakat untuk
selama masa nifas yaitu pantang makanan manfaat kesehatan mereka, memerlukan

26  
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

pemahaman tentang cara orang berpikir (yang dijadikan informan penelitian) atas
tentang kesehatan. Sebagai contoh, adalah berbagai aspek budaya terkait kesehatan ibu
kesehatan didefinisikan oleh ukuran tertentu. dan anak. Data dari informan dilakukan
Apa sikap dan praktik masyarakat? Bagaimana validasi triangulasi dengan kroscek ke
perubahan mempengaruhi kehidupan mereka? beberapa informan (triangulasi sumber).
Dalam rangka mengatasi kesakitan, penting Sebanyak 15 informan terpilih yang terdiri
untuk memperhatikan komponen sosial, dari ibu hamil 1 orang, ibu nifas 1 orang, 3
psikologis, dan budaya kesehatan masyarakat orang paraji (dukun beranak), 1 orang bidan
di samping tubuh mereka.10 desa, 1 orang tokoh adat, 1 orang tokoh
pemuda, 2 orang ketua adat, 4 orang ibu usia
Kekhasan prosesi persalinan yang dilakukan subur dan 1 orang remaja puteri. Analisis data
secara mandiri bukan tanpa risiko, hasil riset kualitatif dilakukan dengan analisis domain
menunjukkan hampir separuh dari semua (mengelompokkan setiap pertanyaan yang
kematian bayi yang baru lahir terjadi sekitar sama), lalu dilakukan analisis content,
48 jam kelahiran pertama. Berdasarkan fakta selanjutnya ditarik suatu makna, dan dilakukan
ini maka perlu dilakukan studi etnografi pembahasan hasil makna dan penarikan
kesehatan, untuk mengidentifikasi dan kesimpulan. Analisis potensi dan kendala
menganalisis potensi dan kendala praktek dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
budaya perawatan etnik Baduy Dalam yang penghambat dan pendukung. Analisis potensi
terkait kehamilan, kelahiran, dan nifas. dan kendala dilakukan berdasarkan Fred B.
Dunn (1976) dan Nico S. Kalangie (1994).
Proses berikutnya adalah pengolahan
METODE PENELITIAN informasi kemudian ditunjang oleh sejumlah
literatur yang diolah.
Penelitian ini merupakan kualitatif dengan
desain eksploratif melalui pendekatan
etnografi. Penelitian dilakukan pada bulan HASIL
Mei-Juni 2014 dimana peneliti tinggal di
daerah penelitian mencari data dengan teknik Perempuan Baduy Dalam melalui setiap
wawancara mendalam dan observasi terlibat. tahapan dalam kehidupannya tidak jauh
Pemilihan informan menggunakan teknik berbeda dengan kaum perempuan lainnya.
purposive sampling pada ibu hamil, ibu nifas, Perbedaan yang kentara tentunya balutan
bidan kampung dan ketua adat, dan ibu usia tradisi yang melekat dan diaplikasikan dalam
subur. Jumlah informan sangat tergantung kehidupan sehari-hari sebagai bentuk
pada pemilihan informannya itu sendiri, dan kepatuhan.
kompleksitas atau keragaman fenomena yang
diteliti.11 Aturan adat yang berlaku bahwa warga suku
Baduy tidak diperkenankan menempuh
Pemilihan lokasi penelitian ditentukan pendidikan secara formal merupakan salah
berdasarkan Indeks Pembangunan Kesehatan satu faktor yang menyebabkan pendeknya
Masyarakat (IPKM) dan kriteria data rentang usia remaja mereka. Usia remaja
Komunitas Adat Terpencil dari Kementerian berakhir saat mereka memasuki masa
Sosial. Provinsi Banten, dari 6 pernikahan, usia menikah sebagian besar bagi
Kabupaten/Kota mengalami penurunan kaum perempuan Suku Baduy Dalam dimulai
peringkat dan tidak ada yang mengalami usia 15 tahun keatas meski selalu saja ada
kenaikan bermakna. Selain itu berdasarkan bagian ekstrim yaitu dinikahkan diusia 13
data Komunitas Adat Terpencil dari tahun.
Kementrian Sosial bermukim Suku Baduy
Dalam di Kampung Cibeo, Cikertawana dan Pakaian keseharian yang dikenakan terdiri dari
Cikeusik Desa Kanekes Kecamatan selendang hitam yang digunakan untuk
Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi menutup bagian kepala disebut
Banten. Dalam penelitian kualitatif, peneliti lamak/karembong kemudian pakaian atas
berperan baik sebagai instrumen, pedoman disebut jamang bodas, bawahannya ditutup
wawancara dan pencatatan harian. Validitas menggunakan samping hideung dan sabuk
data diukur dari pemahaman masyarakat yang digunakan untuk mengeratkan

  27
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

karembong hideung. Perempuan dan laki-laki berumur 14 tahun dengan usia bayi masih 2
suku Baduy Dalam tidak memakai pakaian minggu merupakan anak pertamanya. Paraji
dalam, sehingga bagi kaum perempuan untuk atau dukun beranak ada 3 informan, dua orang
menutupi payudara memakai kemben berupa merupakan paraji senior sedangkan informan
kain hitam yang dililitkan dari dada sampai NSa (42 tahun) merupakan kandidat paraji
diatas pusar yang disebut karembong dan penerus. Untuk Informan ketua adat ada dua
kemudian ditutup oleh jamang bodas. Ciri yaitu JSa (55 tahun) ketua adat Kampung
khas lain adalah pemakaian gelang yang Cibeo dan JDa (55 tahun) Kepala Desa
terbuat dari kain berwarna putih disebut Kanekes. Informan kunci dalam riset ini
kanteh dan untuk perempuan dikenakan di adalah tokoh adat Amu (44 tahun) adalah
sebelah kiri. tokoh adat Suku Baduy Dalam. 1 orang
informan berkedudukan sebagai salah satu
Perempuan suku Baduy Dalam menjalani tokoh pemuda Suku Baduy Dalam yaitu AK
keseharian sesuai perannya, seorang isteri (28 tahun) yang dikarunia 2 orang anak. Untuk
bertanggung jawab mulai dari melayani suami, wanita usia subur ada 4 informan, ASa (16
merawat anak, kebersihan rumah, memasak, tahun) dengan satu orang putri berusia 3 bulan;
pergi ke huma/ladang, mencuci pakaian, Aar (32 tahun) isteri Kepala Desa Kanekes
namun bukan hal tabu bagi seorang suami dengan tiga orang anak; Amu (39 tahun) isteri
melakukan pekerjaan rumah membantu isteri. Tokoh Adat melahirkan 5 kali namun 2 orang
Pendidikan ditempuh secara informal selain anaknya meninggal di usia 9 tahun dan 7 hari
dari orang tua diperoleh juga dari kokolot atau dan AmD (35 tahun). Satu orang informan
tokoh masyarakat di tiap kampung Tangtu remaja puteri Ev (15 tahun), adalah salah satu
masing-masing. Metode pembelajaran puteri tokoh adat suku baduy dalam.
disampaikan secara lisan dalam suasana santai
dan waktu yang situasional disebut juga
ngawangkong. Pengetahuan terkait dunia Praktik Budaya Perawatan Kehamilan
perempuan tentunya Ibu mempunyai peran
lebih besar dibandingkan Bapak. Penentuan seorang wanita sedang hamil di
suku Baduy Dalam menurut salah seorang
Secara umum kaum perempuan suku Baduy informan sangat subjektif, yaitu selain tidak
Dalam sangat tertutup terhadap masyarakat mendapati dirinya menstruasi bulanan, seorang
luar. Hal ini dirasakan oleh tim peneliti yang isteri sendiri ada “rasa” kalau dirinya hamil.
mengalami kesulitan menggali informasi dari Fenomena tabir mimpi juga salah satu yang
mereka. Wawancara dengan kaum perempuan diyakini sebagai pertanda kehamilan, demikian
suku Baduy Dalam selalu saja harus yang disampaikan oleh suami ASa (14 tahun)
didampingi oleh anggota keluarga laki-laki, seorang ibu nifas.
dan seringkali jawabanya berasal dari anggota
keluarga laki-laki. Informan perempuan “…waktu isteri saya hamil, saya mimpi ada
menjawab pertanyaan dengan senyuman dan orang memberi saya golok…ujungnya tumpul.
hanya jawaban pendek-pendek sembari wah ini pertanda kalau janin yang dikandung
melirik ke anggota keluarga laki-laki terlebih isteri saya bakalan anak perempuan…”
[AS, 20 tahun : Mei 2014]
dahulu sebelum menjawab, sebagai isyarat
permintaan ijin.
Wanita hamil di suku Baduy Dalam, ritual
yang dijalani yaitu tradisi Kendit, ritual saat
usia kehamilan tujuh bulan dengan cara datang
Gambaran Informan
ke Puun (nyareat) dengan membawa
seupaheun (sirih, gambir dan apu) dan kanteh
Informan dalam penelitian ini meliputi ibu
hideung (gelang kain berwarna hitam). Kanteh
hamil, ibu nifas, dukun beranak (paraji), bidan
Hideung diberi mantra dan dipakai selama 3
desa, tokoh adat, tokoh pemuda, ketua adat,
hari 3 malam. Makna Kendit ini diharapkan
ibu usia subur dan remaja puteri. Pada saat
prosesi kelahiran berjalan lancar. Selain tradisi
riset dilakukan hanya ada satu ibu hamil yaitu
kendit ada tradisi Ngaragap beuteung (pijit
Mis dengan usia 20 tahun dan merupakan
dibagian perut) oleh Paraji (dukun beranak)
kehamilan kedua. Demikian pula untuk
sambil diusap menggunakan koneng bau.
informan ibu nifas hanya ada satu yaitu ASa

28  
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

Selain dipijit, ibu hamil meminta jampi-jampi Ibu yang diyakini bayi yang akan dilahirkan
bagi keselamatan ibu dan janin yang dalam kondisi bersih.
dikandung. Jampe-jampe (mantera) dari paraji
melalui media panglai ada yang dimakan, ada Praktik Budaya Perawatan Persalinan dan
yang dibawa-bawa di badan sebagai Nifas
perlindungan diri (tumbal). Namun tradisi
Ngaragap beuteung tidak wajib tergantung Pemilihan penolong persalinan di Suku Baduy
masing-masing individu termasuk juga untuk Dalam mengikuti tradisi turun temurun yaitu
waktunya. Ngaragap Beuteung bisa dilakukan dilakukan sendiri tanpa pendampingan dukun
sebulan dua kali atau sebulan sekali bahkan paraji apalagi tenaga medis. Tenaga medis
tidak sama sekali. dipanggil ketika mengalami kesulitan selama
proses melahirkan, sehingga selama proses
“…pijit pada bagian perut ibu hamil tidak melahirkan lancar cukup memanggil paraji.
wajib, itu tergantung masing-masing individu. Sesuai dengan penuturan AD, bapak dengan
Ada yang setiap bulan datang ke saya (paraji), lima anak suami dari informan AmD.
ada yang tidak sama sekali. Ada yang cuma
minta di syareatan (mantera-mantera) saja “…di kami sakit apa aja termasuk melahirkan
supaya proses melahirkan lancar…” ya ikut aturan saja, dibantu sama paraji tidak
[NN, 55 tahun : Mei 2014] ke bidan…sebisa-bisa ya ke paraji saja. Kalau
sakit yaa diobati sendiri pake daun-daunan
Seperti penuturan salah seorang tokoh atau ke dukun kampung…”
pemuda Suku Baduy Dalam, AK (28 tahun), [AD, 45 tahun : Mei 2014]
menejelsakan selain tradisi ada juga beberapa
pantangan selama masa kehamilan baik Penjemputan paraji dilakukan ketika ibu sudah
pantangan perilaku juga makanan. Pantangan berhasil melahirkan bayinya. Prosesi
tidak hanya berlaku bagi ibu yang sedang melahirkan Suku Baduy Dalam dilakukan
hamil namun juga bagi suaminya. dengan posisi Ibu duduk bersandar dengan
posisi kedua kaki diangkat nyaris seperti posisi
“…waktu isteri saya hamil, saya tahan-tahan jongkok.Tempat yang dipilih untuk bersalin
jaga perilaku. Saya kan lama nunggu 4 tahun hanya ada dua pilihan tergantung keberadaan
baru dipercaya punya anak, jadi yaa pantangan-
Ibu saat hendak melahirkan yaitu di rumah
pantangan dihindari…”
[AK, 28 tahun : Juni 2014] atau di saung yaitu rumah yang didirikan di
dekat huma atau ladang milik mereka.
Pantangan selama hamil, isteri harus berjalan
“…orang Baduy itu ada yang lagi di huma
didepan suami, tidak boleh keluar rumah
terasa mules-mules trus melahirkan saja di
setelah senja hari, cara membawa kayu bakar saung…terus sambil digendong bayi sama
posisinya congokna kahareup. Pada hari rabu ibunya yang baru melahirkan jalan kaki pulang
dan sabtu ibu hamil tidak boleh dipijat, ke rumah…sudah biasa itu…”
dilarang mengenakan apapun di bagian leher [NSa, 42 tahun : Juni 2014]
baik itu kalung ataupun syal. Sedangkan
pantangan makanan diantaranya adalah Pendamping selama persalinan terkadang
dilarang mengkonsumsi sambal, durian, petai, dibantu oleh ambu (ibu) atau saudara
nenas bisa mengakibatkan panas pada janin. perempuannya, meskipun tidak jarang ketika
Pantangan lainnya, saat kehamilan memasuki menghadapi pertaruhan hidup dan mati
bulan tua tidak boleh mengkonsumsi obat- dilakukan sendirian saja. Selama proses
obatan kimia sampai setelah bayi dilahirkan. melahirkan, suami atau laki-laki tabu untuk
Alasan tidak diberikan obat-obatan selama mendampingi. Peran sang calon ayah berlaku
kehamilan ditakutkan berdampak pada janin sesaat setelah bayi lahir yaitu bertugas
yang dikandung, kacang mentah (buat anak menjemput dukun paraji untuk memotong tali
cacingan); cai panas (janinnya nanti ari-ari, memandikan ibu dan bayi. Selama
kepanasan). Makanan yang sebaiknya ambu paraji belum datang, ibu yang baru
dikonsumsi oleh wanita yang sedang hamil melahirkan dan bayinya hanya bisa menunggu
adalah minum air kelapa hijau, sedangkan dengan kondisi duduk dan bayi masih
selama hamil mengusap-usap pasir ke perut terhubung dengan ari-ari yang belum terputus.
Tak seorangpun boleh mendampingi bahkan

  29
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

suaminya sekalipun, saudara perempuan dan termasuk untuk perawatan pada bagian alat
ambu hanya menengok sesekali sampai kelamin, vagina ibu yang habis melahirkan
dengan dukun paraji datang. Lama waktu tidak dilakukan tindakan apapun. Ibu sendiri
menunggu dalam rentang yang tidak sebentar yang membersihkan darah yang keluar pada
bisa mencapai 1-6 jam tergantung keberadaan saat melahirkan dengan membasuhnya
dan kesiapan dukun paraji. Keberadaan dukun menggunakan samping atau kain yang ada.
paraji tidak ada di setiap kampung, dengan Ritual yang dilakukan untuk perawatan pada
jarak tempuh antar kampung bisa mencapai ibu nifas (bufas) adalah mandi dimana ibu
dua sampai tiga kilometer dengan berjalan berjalan bersama-sama dukun paraji menuju
kaki. Kondisi Ibu yang lemas, kehilangan wahangan atau sungai untuk dimandikan.
banyak darah dan bayi hanya dibalut selimut Ramuan dibalurkan ke seluruh badan terdiri
tidak diperbolehkan makan dan minum selama dari campuran koneng tinggang, cikur,
menunggu kedatangan dukun paraji. lempuyang yang dihaluskan dengan cara
ditumbuk. Kemudian selesai mandi, perut
“...sebelum datang pertolongan dari paraji tidak dibenerkeun/ dipijit supaya rahim kembali ke
boleh diberi makan, karena hanya paraji yang posisinya. Selain itu juga lebu haneut (abu
bisa melihat, kita kaum laki-laki tidak bisa hasil pembakaran kayu bakar dari hawu/
bantu apa-apa...” kompor) yang dibungkus daun kemudian
[AK, 28Th: Juni 2014]
ditempel ke perut supaya perut tidak bengkak.
Segera setelah Paraji datang, ayah
Ramuan untuk ibu nifas (bufas) sampai
menyiapkan hinis yaitu bambu untuk
dengan 7 hari disebut dengan makan “sambal”.
memotong tali ari-ari bayi, bambu yang
Sambal adalah campuran jahe, kencur,
digunakan diambil dari bambu yang berada di
lempuyang, air yang dihaluskan dan dimakan
dekat pintu. Makna yang mereka percayai
2-3 kali dalam sehari. Selain sambal, ibu juga
bahwa bambu dekat pintu adalah bambu
meminum air sirih atau air hasil rebusan kulit
terbaik dari yang ada. Selagi sang ayah
pisitan atau rebusan daun kilampahan yang
menyiapakan hinis, ambu paraji menyiapkan
berfungsi untuk membersihkan jalan lahir.
tali tereup, untuk mengikat tali ari-ari bayi
Pemakaian alat kontrasepsi atau ramuan
ketika hendak dipotong. Prosesi pemotongan
pencegah kehamilan tidak dilakukan karena
tali ari-ari bayi diawali dengan dukun paraji
bertentangan dengan aturan adat. Mereka yang
mengunyah panglai yang kemudian
menganggap mempunyai anak merupakan
disemburkan kekiri-kekanan-keatas dan kearah
kehendak Yang Maha Kuasa tidak menunda
baskom yang berisi air yang nantinya
atau diatur jaraknya antara anak pertama
digunakan untuk memandikan bayi. Mulut
dengan kedua dan selanjutnya, sehingga
komat kamit membaca jampe-jampe atau
semua dipasrahkan saja semua sudah
mantra selama lebih kurang lima menit dengan
takdirNya. Namun ada ramuan yang diyakini
beberapa kali menyemburkan panglai yang
untuk merapatkan vagina menggunakan capeu
dikunyah ke dalam air untuk memandikan
yang direbus kemudian airnya diminum.
bayi. Selanjutnya ambu paraji menempatkan
posisi bayi di atas kakinya, kemudian tali ari-
Masa nifas dilalui sangat singkat oleh kaum
ari diikat menggunakan tali teureup di bagian
ibu Suku Baduy Dalam. Lama masa nifas
atas dan bawahnya. Pada bagian tali ari-ari
antara 3 sampai dengan 7 hari, jika ada
yang hendak dipotong, dipijit menggunakan
seorang bufas yang masa nifasnya lebih dari 7
lebu haneut yaitu abu dalam kondisi hangat
hari dianggap mengidap penyakit tertentu.
hasil proses pembakaran kayu bakar yang
digunakan untuk memasak. Sesaat sebelum “…kalau ibu yang sehat cuma satu minggu
tali ari-ari dipotong, ambu paraji kembali sudah tidak keluar lagi darah. Kalau saya
membancakan jampe dan setelah itu barulah karena lemah, sakit-sakitan sehabis melahirkan
tali ari-ari dipotong menggunakan hinis jadi sampai 18 hari darah baru berhenti…”
dengan koneng santen sebagai alas. [AMu, 39 tahun : Mei 2014]

Selanjutnya setelah merawat bayi, paraji Adat berpakaian yang tidak diperbolehkan
melanjutkan dengan perawatan pada Ibu yang menggunakan pakaian dalam, maka darah
selesai bersalin. Perawatan di sini tidak nifas yang dikeluarkan tidak menggunakan

30  
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

media apapun untuk menampungnya. Menurut organisasi dan kemasyarakatan. Ketaatan


pernyataan informan darah nifas yang keluar masyarakat Baduy Dalam pada pikukuh atau
hanya dibersihkan menggunakan samping aturan adat merupakan sebuah potensi,
yang dikenakannya saja. khususnya kepatuhan pada pimpinan.
Pimpinan di masyarakat Baduy Dalam dikenal
Tidak ada kata istirahat bagi ibu nifas Baduy dengan Ketua Adat disebut Puun dan Kepala
Dalam, selesai dimandikan oleh dukun paraji Pemerintahan disebut Jaro.Pada struktur
selanjutnya menjalani aktifitas seperti pemerintahan Baduy, terdapat dua orang yang
biasanya mulai mengurus rumah, mengurus dituakan namun berbeda fungsi yaitu Kokolot
anak dan mengurus suami tetapi belum lembur disebut juga pemimpin kampung
diperbolehkan untuk pergi ke huma. Berikut Tangtu atau jaro Tangtu. Ia bertugas atas nama
tahapan praktik budaya perawatan pada masa puun untuk mengawasi, mengatur, dan
postpartum pada ibu nifas: melaksanakan ketentuan Puun. Kedua
Kokolotan lembur yang kedudukannya sejajar
• Hari ketiga disebut juga peureuhan tilu dengan ketua rukun kampung dalam sistem
peuting yaitu dikasih tetes mata dari pemerintahan formal. Sebagaimana yang telah
pucuk hanjuang dan air jambe muda. dibuktikan oleh Pak Idi Rasidi (Pensiunan
• Pada hari ketujuh dilakukan tradisi adat Mantri Puskesmas Cisimeut) yang berhasil
yaitu peureuhan tujuh poe, yaitu pedes, membawa masuk sentuhan pengobatan medis
bawang putih, jahe, jambe, pucuk bagi penderita frambusia di Kampung Baduy
hanjuang, kencur, koneng ditambah air Dalam bahwa dengan melakukan pendekatan
kemudian diteteskan ke mata. kepada Jaro Tangtu sebagai kepala
• Angiran/gangiran, keramas di sungai pemerintahan Kampung Tangtu (Etnik Baduy
untuk yang ditemani oleh paraji pada hari Dalam) maka mempermudah mendapat
ke-40. kepercayaan dari warga masyarakat Baduy
Dalam.
Aktifitas pergi ke ladang bisa dilakukan ibu
nifas setelah tujuh hari. Namun, meskipun Kepatuhan masyarakat Baduy terhadap apapun
darah nifas yang keluar hanya selama tiga yang diinstruksikan oleh pimpinan mereka
sampai 7 hari, namun selama 40 hari isteri merupakan potensi strategis bagi keberhasilan
tidak boleh berkumpul dulu dengan suami. program-program kesehatan agar bisa
Hubungan seksual antara suami dan isteri diterima. Sebagaimana yang dikemukakan
dilakukan setelah isteri melakukan tradisi oleh Burns D12, tokoh adat memiliki beberapa
angiran/ngangiran yaitu keramas di sungai peranan dalam membangun kehidupan
ditemani oleh paraji pada hari ke-40. Menahan masyarakat diantaranya adalah menyelaraskan
diri tidak melakukan hubungan suami isteri satu aturan berkenaan dengan mengatur,
selama 40 hari menurut informan (AK) mengurus, memelihara dan menjaga keamanan
dipercaya sebagai salah satu upaya pengaturan dan menetapkan aturan menurut kampong
jarak usia antara anak pertama dan sesuai dengan aturan berlaku.
selanjutnya. Ada juga yang tidak bisa menahan
diri selama 40 hari, sehingga kemungkinan Berdasarkan aspek sistem religi, beberapa
yang terjadi mengakibatkan anaknya banyak. tradisi yang dilakukan sebagai wujud
pelaksanaan ritual dalam kepercayaan Sunda
Wiwitan merupakan potensi yang dapat
PEMBAHASAN dimanfaatkan sebagai media promosi
program-program kesehatan. Tradisi Seba
Analisis Potensi Sosial Budaya dalam yaitu tradisi berkunjung masyarakat Baduy
Praktik Perawatan Kehamilan, Persalinan Dalam ke pemerintahan daerah atau pusat
dan Nifas yang bertujuan merapatkan tali silaturahmi.
Tradisi yang dilakukan satu tahun sekali ini
Analisis perilaku sebagai potensi yang sangat monumental sebagai media komunikasi
menguntungkan terkait budaya persalinan yang efektif dalam penyebarluasan informasi
yang termasuk tindakan yang disengaja dari kesehatan.
aspek budaya yaitu dari aspek sistem

  31
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

Perilaku menguntungkan lainnya adalah Analisis Kendala Sosial Budaya dalam


pengetahuan tentang obat-obat tradisional. Praktik Perawatan Kehamilan, Persalinan
Masyarakat Baduy Dalam sampai dengan saat dan Nifas
ini mempertahan hidup dengan kearifan
lokalnya, demikian pula dengan perilaku Akses Tenaga Kesehatan dan Fasilitas
pengobatan yang dilakukan secara tradisional. Pelayanan Kesehatan
Ramuan yang digunakan pasca melahirkan
terbuat dari bahan-bahan herbal berasal dari Sistem religi Suku Baduy memiliki keyakinan
tumbuhan yang ada disekitar pemukiman yang masuk ke dalam kategori Kepercayaan
mereka. Beberapa ramuan tersebut diantaranya Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan disebut
menggunakan campuran kunyit, sirih, air dengan nama Sunda Wiwitan. Kepercayaan
kelapa hijau, kencur, jahe, lempuyang dan Sunda Wiwitan berorientasi pada bagaimana
honje. Beberapa dari tanaman tersebut secara menjalani kehidupan yang mengagungkan
ilmiah telah terbukti memiliki zat aktif yang kesederhanaan (tidak bermewah-mewah),
berkhasiat bagi kesehatan. Banyak para tokoh memproteksi diri dari pengaruh modernisasi
di masyarakat Baduy Dalam yang mengerti seperti tidak mengunakan listrik,tembok,
tentang obat-obatan.Bahkan umumnya warga mobil dan lain-lain.
yang telah berkeluarga, tidak asing dengan
pucuk-pucuk daun yang mujarab Pelayanan kesehatan bagi masyarakat Baduy
menyembuhkan penyakit. Dalam, dilakukan dalam satu tahun minimal
tiga kali selain kunjungan tenaga kesehatan
Aspek pola pemukiman, masyarakat Suku yang bersifat insidentil dan situasional.
Baduy Dalam, memiliki pola pemukiman Kegiatan pelayanan kesehatan tidak
klaster, artinya rumah-rumah berhimpun dikhususkan kegiatan posyandu saja namun
terpusat dan berada dalam wilayah yang lebih situasional. Situasional disini maksudnya
dibatasi dengan pagar alam. Pagar alam ini tergantung dengan kondisi situasi kesehatan
diletakkan mengelilingi kampungnya sekaligus masyarakatnya saat kunjungan nakes
sebagai batas antara wilayah pemukiman dan berlangsung. Para tenaga kesehatan yang
hutan. Kondisi ini sebagai sebuah potensi yang datang haruslah sebisa mungkin melakukan
menguntungkan, keluarga dan tetangga sekitar pelayanan sesuai kebutuhan mereka saat itu.
dapat memberikan perhatian dengan pola Selain situasional juga pelayanan kesehatan di
pemukiman klaster. Selain itu ketika ibu hamil masyarakat Baduy Dalam terbatas dengan
hendak bersalin atau melahirkan tentunya tetap memperhatikan pikukuh adatnya tidak
dalam kondisi aman karena dengan terlanggar.
pemukiman yang berdekatan dan terpusat
lebih terpantau. Potensi ini memudahkan pula Penggunaan alat-alat kesehatan yang modern
bagi tenaga kesehatan dalam memantau seperti penggunaan tensimeter, timbangan
kondisi kesehatan ibu hamil dan pasca badan, stetoskop, infus, suntik dan alat-alat
bersalin, karena kedekatan masyarakat Baduy lainnya tidak diijinkan oleh aturan adat
Dalam yang erat antara satu dengan lainnya. sehingga bentuk pemeriksaan kesehatan disana
Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Bidan berdasarkan keluhan yang mereka rasakan.
Eros Rosita sebagai berikut : Meskipun penerimaan terbuka terhadap obat
modern, namun tetap tidak semua jenis obat
“…Nah untuk yang ibu hamil kita tanya pada mereka mau mengkonsumsinya. Hal ini terkait
yang datang kesini ”..di Kampung Cibeo dengan persepsi “obat manjur” yang mereka
berapa orang yang sedang hamil?....” gitu kan pahami, bahwa obat dikatakan cocok apabila
“perasaan sih ada tiga Bu..” walaupun itu hanya dalam waktu hitungan 1-2 hari bisa
hanya identitas, yang penting kita tulis di
menyembuhkan mereka.
situ…”
Termasuk penolakan terhadap tawaran
Pemerintah untuk mendirikan bangunan
sebagai sarana dan prasarana fasilitas
pelayanan kesehatan dan tidak diterimanya
program pemerintah di bidang kesehatan
seperti kegiatan Posyandu mulai imunisasi dan

32  
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

penimbangan tidak dapat dilakukan di mengganggu janin. Tindakan mengurut perut


masyarakat Baduy Dalam. Penolakan ini ibu hamil, terutama pada masa trimester tiga,
terkait prinsip yang dimilki dan dijalani yaitu tidak dibenarkan dalam praktik
tidak menggunakan benda yang dianggap kedokteran/kebidanan yang aman. Indikasi
termasuk dalam modernisasi. Sama halnya pengurutan hanyalah bila posisi bayi
dengan membangun permukiman dari sungsang, itupun harus dilakukan dengan
bebatuan, semen, genting, paku atau produk manuver khusus dan dipantau oleh dokter
industri modern lainnya. Penolakan terhadap spesialis kebidanan. 14 Prosesi pemijitan
modernisasi berdampak pada realisasi program dilakukan juga pada Suku Bugis, namun hasil
pemerintah hanya bisa dilakukan sampai riset Hesty, et al13 menunjukkan tidak semua
wilayah perbatasan di wilayah Baduy Luar ritual adat dilakukan sebagaimana yang
saja dan pengobatan modern menjadi alternatif diungkapkan informan bahwa perawatan
sekunder peranannya. kehamilan yang dianggap berbahaya bagi
kehamilan seperti mengurut diyakini dapat
membahayakan tali pusat.
Praktik Budaya
Pada masa kehamilan perilaku yang dapat
Budaya kesederhanaan yang dipertahankan memberikan risiko buruk pada ibu hamil
dan dijalani ini mempengaruhi semua aspek diantaranya adalah tetap melakukan aktivitas
kehidupan masyarakat Baduy Dalam, sehari-hari sama seperti sebelum hamil yang
termasuk kesehatan. Sebenarnya tidak ada termasuk aktivitas berat. Seperti tetap pergi ke
larangan bagi masyarakat Baduy Dalam untuk huma (ladang) dengan jarak tempuh yang
mengobati penyakit secara modern. Namun tidak dekat dan medan naik turun cukup curam
pikukuh yang dipegang teguh menurut para dan licin. Sejalan dengan masyarakat Suku
informan yang mengungkapkan bahwa Dayak Sanggau bahwa selama hamil ibu harus
pengobatan di Kampung Tangtu cukup berobat tetap beraktifitas rutin. sebagian besar bekerja
ke dukun yang ada di kampung mereka secara sebagai petani dengan ibu rumah tangga
tradisional saja. Bagi mereka, mengakses melakukan pekerjaan tersebut mendampingi
fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suami. Porsi pekerjaan wanita di ladang lebih
alternatif paling akhir, meskipun seringkali berat daripada pria. 15   Pada saat proses
tidak dipilih. Pemilihan penolong persalinan persalinan, ibu melahirkan dilakukan secara
ke dukun juga dilakukan oleh Suku Bugis, mandiri tanpa pendampingan atau penolong
hasil penelitian mengungkap bahwa ibu hamil persalinan. Kemandirian dalam persalinan
masih mengakses dukun namun hanya terkait berlaku pula pada Suku Ngalum di Oksibil,
ritual yang harus dilewati selama masa Suku Towe di Kabupaten Jayapura dan Suku
kehamilan misalnya dalam masa Muyu di Boven Digoel, masyarakat suku
perkembangan janin trimester ketiga, tersebut mengucilkan perempuan yang sedang
dilakukan ritual yang disebut ma’cera bersalin pada pondokan kecil yang mereka
wettang. Ritual ini merupakan budaya sebut sebagai Sukam dan Bivak.16
masyarakat Bugis dalam kehamilan yang
dilaksanakan pada bulan ke tujuh kehamilan, Pemilihan tempat prosesi persalinan sangat
masa anggota tubuh janin telah lengkap. Ritual situasional, tergantung keberadaan ibu ketika
ini dipercaya dapat menjadikan posisi janin hendak melahirkan bisa di rumah atau di
sempurna, persalinan lancar dan tidak ada saung (rumah dekat huma). Demikian pula
gangguan dari makhluk-makhluk halus.13 masyarakat India di daerah Punjab, terlepas
sebagai salah satu daerah paling makmur dan
Selain itu ibu hamil melakukan pemijatan berpendidikan di India, namun persalinan di
terhadap perutnya ke paraji (dukun beranak) rumah dan tidak aman masih banyak terjadi.
yang disebut ritual ngaragap beuteung dengan Punjab wilayah pedesaan menunjukkan secara
tujuan proses persalinan berjalan lancar. signifikan persalinan di rumah dan tidak aman
Prosesi pemijatan menjadi baik bagi kondisi banyak ditemui pada perempuan berumur dan
ibu hamil apabila cara pemijatan dilakukan kurang berpendidikan. Hal ini terkait dengan
dengan benar. Namun akan berbeda faktor keyakinan psikososial dan budaya
dampaknya apabila cara pemijatan dilakukan umum desa.17 Suku Dayak Sanggau memilih
dengan penuh tekanan yang dapat tempat persalinan di rumah tempat tinggal

  33
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

(kamar tidur atau dapur) karena pertimbangan sembilu yang berasal dari bambu yang berada
merasa lebih familiar dan tidak perlu repot di atas pintu rumah. Hal tersebut merupakan
membawa ibu keluar dari rumah.15 Masyarakat bagian dari ritual adat, tentunya secara medis
di Jayapura dan Puncak jaya melaksanakan penggunaan sembilu tanpa sterilisasi dapat
persalinan di rumah agar tidak susah menimbulkan infeksi pada bayi yang yang
membawa keluar rumah dan lebih banyak baru dilahirkan. pemotongan tali pusat
keluarga yang bisa membantu.18 Hal ini juga dilakukan setelah placenta lahir, pemotongan
sejalan dengan penelitian tentang konsep tata dilakukan dengan menggunakan sembilu hal
ruang bersih dan kotor pada suku kerinci, tersebut sejalan dengan penelitian Giay18 alat
kelahiran dianggap sebagi proses yang kotor pemotongan tali pusat pada masyarakat di
maka proses tersebut harus dilakukan di ruang Jayapura dan Puncak Jaya adalah bambu, silet
kotor yaitu dapur. Bagaimanapun, pemilihan bekas, gunting steril, silet yang direbus dengan
dapur sebagai tempat persalinan akan kulit gaba-gaba.
meningkatkan resiko infeksi nifas dan infeksi
pada bayi.19 Pikukuh prosesi persalinan masyarakat Baduy
Dalam diyakini bahwa prosesi persalinan
Prosesi melahirkan Etnik Baduy Dalam adalah tanggung jawab paraji. Itupun
dilakukan dengan posisi ibu duduk bersandar kehadiran paraji merawat ibu dan bayi setelah
dengan posisi kedua kaki diangkat nyaris prosesi melahirkan sudah terjadi. Suami
seperti posisi jongkok. Berdasarkan hasil ataupun keluarga tidak memiliki hak untuk
penelitian Iskandar20 menunjukkan turut campur selama prosesi dan pasca
tindakan/praktik yang membawa resiko infeksi persalinan. Kompleksitas masalah selama
seperti "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk prosesi persalinan memerlukan penanganan
dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan yang cepat, tepat dan ditangani oleh orang
ke depan selama berjam-jam yang dapat yang ahli. Pikukuh persalinan yang dijalani
menyebabkan perdarahan dan pembengkakan). oleh perempuan Baduy Dalam berisiko
Kendala lain adalah faktor usia pertama kali menyebabkan kejadian kasus kematian baik
hamil dan melahirkan. Rata-rata usia menikah pada ibu dan bayi yang dilahirkan terkait
perempuan Etnik Baduy Dalam berada pada kompleksitas permasalahan yang mungkin
rentang usia remaja. Usia remaja termasuk terjadi selama prosesi persalinan.
usia yang masih belum siap secara fisik
bahkan mental. Dari sisi kesehatan usia di
bawah 20 tahun rentan untuk terjadinya KESIMPULAN
komplikasi saat persalinan. Pada umur tersebut
rahim dan panggul ibu belum berkembang Pikukuh (adat mutlak) sebagai sistem nilai
dengan baik hingga perlu diwaspadai budaya yang melandasi falsafah hidup yang
kemungkinan mengalami persalinan yang sulit merasuk ke semua aspek kehidupan
dan keracunan kehamilan atau gangguan lain masyarakat Suku Baduy Dalam termasuk
kerena ketidaksiapan ibu untuk menerima aspek kesehatan diantaranya sistem budaya
tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang pelayanan kesehatan. Masyarakat Suku Baduy
tua.21 Dalam lebih mengacu pada sistem budaya
pelayanan kesehatan tradisional, mereka lebih
Selama masa nifas ibu tidak tidak memilih berobat ke dukun, paraji (dukun bayi)
menggunakan pembalut, bahkan dalam aturan setempat, sedang pengobatan modern sebagai
adat perempuan Baduy Dalam tidak pilihan sekunder. Praktik terkait budaya
diperkenankan menggunakan pakaian dalam. selama kehamilan, persalinan dan nifas yang
Sehingga darah nifas yang keluar hanya membahayakan kesehatan antara lain
dibersihkan saja menggunakan kain samping pemijatan perut saat kehamilan; prosesi
yang dikenakannya. Kain samping yang melahirkan secara mandiri, tempat persalinan
digunakan sebagai media menyeka darah nifas situasional (saung/rumah), lama waktu
berisiko terhadap kesehatan alat reproduksi menunggu paraji, pemotongan tali pusat, usia
mengingat kontaminasi agent baik bakteri atau pertama kali melahirkan, melakukan aktivitas
parasit yang mengakibatkan infeksi. berat, larangan menggunakan pakaian dalam
Pemotongan ari-ari bayi masih sangat dan pembalut wanita.
sederhana dengan menggunakan hinis atau

34  
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

SARAN Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan
Perlunya pembekalan kepada para tenaga 7. Kemenkes RI. 2010. Laporan Nasional
kesehatan sehingga mampu melakukan Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta :
pendekatan lebih intensif kepada masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan
Baduy Dalam untuk menumbuhkan Kesehatan
kepercayaan masyarakat terhadap sistem 8. Setiawati, Gita. 2010. Modal Sosial
budaya pelayanan kesehatan modern di Dan Pemilihan Dukun Dalam Proses
samping sistem budaya pelayanan pengobatan Persalinan: Apakah Relevan?. Makara,
tradisional yang selama ini mereka anut dan kesehatan vol 14, no.1 Juni 2010 : 11-
dipercaya serta terbukti dapat memperbaiki 16.
kondisi kesehatan masyarakat setempat. 9. Ipa Mara, Djoko Adi P, Johan Arifin,
Kasnodihardjo,.2004. Balutan Pikukuh
Persalinan Baduy. Buku Seri Etnografi
UCAPAN TERIMA KASIH Kesehatan Ibu dan Anak 2014, Etnik
Baduy Dalam, Kabupaten Lebak.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Surabaya; Pusat HumanioraKebijakan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, Kesehatan dan Pemberdayaan
Kepala Puskesmas Ciboleger dan staf serta Masyarakat, Badan Penelitian dan
semua pihak yang telah membantu Pengembangan Kesehatan, Kementerian
terlaksananya riset ini baik secara langsung Kesehatan Republik Indonesia
dan tidak langsung. 10. Kiefer Christie, Alexis Armenakis. 2007.
Social & Cultural Factors Related to
Health Part A: Recognizing the Impact.
DAFTAR PUSTAKA University of California San Francisco
and Child Family Health International
1. BKKBN, BPS, Kementrian Kesehatan RI, San Francisco, CA 2007
2013. Survei Demografi dan Kesehatan 11. Faisal Sanapiah. 1990. Penelitian
Indonesia. Jakarta Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi.
2. Departemen Kesehatan RI. 1998. Malang : YA3.
PedomanPelayanan Kebidanan Dasar. 12. Burns, D.2000. “Can Local Democracy
Jakarta. Survive Governance?”, Urban
3. Angkasawati Tri Juni, et al. Laporan Studies.Vol.37.pp 5-6.
Penelitian Riset Etnografi 13. Hesty, et al. 2013. Konsep Perawatan
Budaya.Surabaya: Pusat Humaniora, Kehamilan Etnis Bugis Pada Ibu Hamil
Kebijakan Kesehatan dan Di Desa Buareng Kecamatan Kajuara
Pemberdayaan Masyarakat, Badan Kabupaten Bone Tahun 2013. Jurnal
Litbangkes Kementerian Kesehatan RI; Kesehatan Masyarakat Unhas. Vol
2012. 34.2013
4. Wibowo, Adik. Kesehatan Ibu di 14. Liwang, F. 2012. Menggandeng Tangan
Indonesia: Status "Praesens" dan Dukun Beranak: Sudut Pandang Seorang
Masalah yang dihadapi di lapangan. Dokter. Online
Makalah yang dibawakan pada Seminar " http://www.menggandeng-tangan-dukun-
Wanita dan Kesehatan", Pusat Kajian beranak-sudut-pandang-seorang-dokter-
Wanita FISIP UI.1993.Jakarta 505164.html. Diakses tanggal 8 Maret
5. Chriswardani Suryawati. 2007. Faktor 2013
Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan 15. Suprabowo, E. 2006. Praktik Budaya
Kehamilan, Persalinan, dan Pasca dalam Kehamilan, Persalinan dan Nifas
Persalinan (Studi di Kecamatan Bangsri pada Suku Dayak Sanggau, Tahun 2006.
Kabupaten Jepara).. Jurnal Promosi Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
Kesehatan Indonesia Vol. 2 / No. 1 / Vol. 1, No. 3, Desember 2006
Januari 2007 16. Laksono, AD, Khoirul Faizin, Elsina
6. Kemenkes RI. 2013. Laporan Nasional Raunsay, Rachmalina Soerachman.2004.
Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Perempuan Muyu Dalam Pengasingan.
Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan

  35
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)  
 

Anak 2014, Etnik Muyu, Kabupaten 19. Adji Triana R Konsep Kebersihan dalam
Boven Digoel. Surabaya; Pusat Proses Kelahiran dan Perawatan Bayi di
HumanioraKebijakan Kesehatan dan Desa Kemantan Kebalai, Kerinci. Jakarta:
Pemberdayaan Masyarakat, Badan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Universitas Indonesia, 1986 (skripsi
Kementerian Kesehatan Republik Sarjana Tak Diterbitkan)
Indonesia 20. Iskandar, Meiwita B., et all. 1996.
17. Rajesh garg et al. 2010. Study On Mengungkap Misteri Kematian Ibu di
Delivery Practices Among Women In Jawa Barat, Depok, Pusat Penelitian
Rural Punjab. Health And Population: Kesehatan Lembaga Penelitian,
perspectives and issues.vol. 33 (1), 23-33, Universitas Indonesia.
18. Giay, Zakharias. Bidan di Desa Terpencil 21. Prameswari,F.M, 2007. Kematian
dan Hubungannya dengan Perbaikan Perinatal di Indonesia dan Faktor yang
Perilaku Kesehatan Maternal pada Berhubungan Tahun 1997-2003. Jurnal
Masyarakat Lokal Papua Studi di DAS Kesehatan masyarakat Vol.1, No. 4,
Membrana Kabupaten Jayapura dan Februari 2007.
Puncak Jaya Propinsi Papua

36  

View publication stats

Vous aimerez peut-être aussi