Vous êtes sur la page 1sur 14

Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190 177

PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG UNTUK


PENINGKATAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TENGAH:
SUATU PENDEKATAN PERENCANAAN WILAYAH

Yuliana Susanti1, Dominicus Savio Priyarsono2 dan Sri Mulatsih2


1)Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI
2)Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
e-mail : 1)yulianasusanti05@yahoo.co.id

ABSTRACT
Beef cattle development based on regional planning approach is one of efforts to increase the role of beef
cattle in Central Java Province, by synergizing between its commodity and the region potency. This study
aims to analyze the role of beef cattle in the economy of Central Java and its potential development based
on regional planning. The analysis instrument used to answer the aim of this research is descriptive
analysis, LQ (Location Quotient), KPPTR (Ruminant Population Increased Capacity) and schallogram
analysis. The results showed that the role of beef cattle in Central Java Province make a positive contribution
to fulfill the demand for beef, but the beef cattle contribution for GDRP and labor is still relatively small.
Central Java has considerable potency for the development of beef cattle since it is even now able to increase
the ruminant population amounting 5.232.130 AU (Animal Unit) based on TDN (Total Digestible
Nutrient), which scattered in 17 districts of the 21 districts designated as the development regions of beef
cattle. The base region of beef cattle in Central Java Province located in 7 (seven) districts, but based on the
results of the physical assessment of services capacity of these regions considered remain relatively low and
middling. The strategy to increase the role of beef cattle in the economy of Central Java is by classifying the
regions into 4 groups: namely based on the source of forage, the region base of beef cattle, and the level of
service capacity of beef cattle development.

Keywords: beef cattle, economy, regional planning

PENDAHULUAN jumlah penduduk, dan meningkatnya daya


beli masyarakat (Daryanto 2009).
Sapi potong merupakan salah satu ternak
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS)
ruminansia yang mempunyai kontribusi ter-
dalam P4UI (2013) penyediaan sapi potong
besar sebagai penghasil daging, serta untuk
dan daging sapi dalam negeri selama ini
pemenuhan kebutuhan pangan khususnya
97,7% berbasis peternakan rakyat. Per-
protein hewani. Berdasarkan Rencana
tumbuhan produksi daging sapi (supply) di
Strategis Ditjen Peternakan dan Kesehatan
dalam negeri dari tahun 2005-2013 terus
Hewan Tahun 2010-2014 (Ditjen PKH 2011),
meningkat, namun belum mampu meng-
daging sapi merupakan 1 dari 5 komoditas
imbangi laju permintaan (demand) yang
bahan pangan yang ditetapkan dalam RPJMN
semakin meningkat, sehingga untuk me-
2010-2014 sebagai komoditas strategis.
menuhi permintaan tersebut diperlukan
Konsumsi daging sapi nasional pada
impor. Kebutuhan daging sapi secara nasional
tahun 2005 sebesar 0,99 kg per kapita per
pada tahun 2013 sebesar 391 ribu ton, untuk
tahun dan terus meningkat sampai tahun 2012
penyediaannya dipenuhi dari produksi dalam
hingga menjadi 2,16 kg per kapita per tahun
negeri (69,67%) dan impor (30,33%). Impor
(BKP 2013). Permintaan daging sapi tersebut
daging sapi pada tahun 2013 cenderung naik
diperkirakan akan terus meningkat seiring
bila dibandingkan dengan tahun 2012 yang
dengan pertumbuhan ekonomi nasional,
hanya 21,29% dan berdasarkan angka
meningkatnya kesadaran masyarakat akan
sementara realisasi impor tahun 2014 (bulan
pentingnya protein hewani, pertambahan

Pengembangan Peternakan Sapi Potong… Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih
178 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190

Oktober) sudah mencapai 33,82%(Ditjen PKH ekonomi dengan tetap mempertahankan daya
2014). dukung sumberdaya yang tersedia dan
Berdasarkan hasil kajian MB-IPB (2012) memanfaatkan peluang yang ada. Sehingga
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu dalam pengembangan peternakan sapi
wilayah yang memiliki potensi besar dalam potong di Provinsi Jawa Tengah diperlukan
pengembangan ternak sapi potong dan suatu pendekatan perencanaan wilayah yang
penghasil ternak sapi potong terbesar kedua dapat mensinergiskan antara potensi
di Indonesia setelah Jawa Timur. Populasi pengembangan komoditas dan wilayah.
ternak sapi potong dari tahun 2009 terus Pertanyaan penelitian adalah: Bagai-
meningkat hingga mencapai 2,05 juta ekor mana peranan sapi potong dalam per-
pada tahun 2012, namun pada tahun 2013 ekonomian wilayah di Jawa Tengah? Bagai-
turun 26,88% menjadi 1,5 juta ekor (Dinas mana potensi pengembangannya berdasar-
PKH Jateng 2014). Keberadaan sapi potong di kan perwilayahan? Strategi apakah yang tepat
Provinsi Jawa Tengah dianggap penting untuk pengembangan peternakan sapi potong
karena telah berkontribusi sebagai pemasok berdasarkan perencanaan wilayah? Adapun
sapi untuk kebutuhan daging nasional, tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis
terutama untuk wilayah DKI Jakarta dan Jawa peranan sapi potong dalam perekonomian
Barat (MB-IPB 2012). Hal tersebut menjadi wilayah di Jawa Tengah. 2) Menganalisis
sorotan utama dalam pembangunan ekonomi potensi pengembangan peternakan sapi
Jawa Tengah karena dalam program potong di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan
pemantapan pangan nasional, Provinsi Jawa perwilayahan. 3) Merumuskan strategi
Tengah merupakan salah satu provinsi pengembangan peternakan sapi potong yang
penyangga pangan nasional. Selain itu, tepat berdasarkan perencanaan wilayah.
berdasarkan hasil Sensus Tani 2013 (Dinas
PKH Jateng 2014) peternakan sapi potong METODE
melibatkan banyak petani yaitu 887.837
Penelitian dilakukan di wilayah Provinsi
rumah tangga petani peternak, sehingga
Jawa Tengah, yang dipilih secara sengaja
perkembangannya sangat mendukung per-
(purposive) dengan 21 kabupaten yang ditetap-
kembangan ekonomi masyarakat di per-
kan sebagai wilayah pengembangan komo-
desaan. Oleh karena itu, adanya permintaan
ditas sapi potong mengacu pada Permentan
yang tinggi akan daging sapi dalam pasar
Nomor 50 Tahun 2012, yaitu: Kabupaten
nasional dan yang cukup tinggi di Provinsi
Boyolali, Klaten, Sragen, Sukoharjo, Wonogiri,
Jawa Tengah merupakan peluang untuk
Karanganyar, Brebes, Tegal, Jepara, Rembang,
peternak memenuhi pasokan daging sapi
Grobogan, Pati, Blora, Semarang, Magelang,
tersebut.
Temanggung, Wonosobo Kebumen, Purba-
Berkaitan dengan hal tersebut di atas,
lingga, Banjarnegara dan Banyumas. Jenis
maka pada tahun 2013 pemerintah Provinsi
data yang digunakan dalam penelitian ini
Jawa Tengah telah melakukan terobosan
adalah data sekunder meliputi: populasi sapi
dengan menyusun konsep pengembangan
potong, produksi dan konsumsi daging sapi
kawasan komoditas strategis sapi potong,
(supply-demand), importasi ternak di Indo-
dengan menetapkan 21 kabupaten sebagai
nesia, PDRB, penyerapan tenaga kerja, luas
wilayah pengembangan. Pengembangan
areal lahan penghasil rumput, produksi dan
komoditas sapi potong berdasarkan per-
luas panen limbah (hasil samping) pertanian,
wilayahan tersebut merupakan salah satu
fasilitas (sarana penunjang) pelayanan usaha
upaya untuk meningkatkan peran sapi
sapi potong. Data sekunder diperoleh dari
potong dalam pengembangan wilayah antara
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kese-
lain melalui peningkatan populasi, produksi
hatan Hewan, Dinas Peternakan dan Kese-
dan produktivitas ternak. Upaya tersebut
hatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, BPS
dimaksudkan untuk memacu perkembangan

Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih Pengembangan Peternakan Sapi Potong…
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190 179

Provinsi Jawa Tengah, Badan Ketahanan LQij = Indeks pemusatan usaha sapi potong
Pangan (BKP) serta instansi terkait lainnya. di wilayah ke-i
Peranan sapi potong dalam per- Xij = PDRB sapipotong untuk kabuaten ke i
(juta rupiah)
ekonomian Jawa Tengah dijelaskan meng-
Xi. = PDRB total kabupaten ke i (juta rupiah)
gunakan analisis deskriptif yang dilihat dari X.j = PDRB sapi potong Jawa Tengah (juta
peranannya terhadap pemenuhan kebutuhan rupiah)
daging sapi baik di tingkat provinsi maupun X.. = PDRB total Jawa Tengah (juta rupiah)
ditingkat nasional, serta kontribusi sapi
potong terhadap PDRB dan tenaga kerja di Identifikasi potensi pengembangan sapi
Provinsi Jawa Tengah (data tahun 2010-2013). potong berdasarkan tingkat kapasitas pusat-
Identifikasi potensi pengembangan sapi pusat pelayanan untuk mendukung pengem-
potong berdasarkan wilayah sumber hijauan bangan sapi potong menggunakan analisis
pakan menggunakan analisis KPPTR skalogram yang merujuk pada Rustiadi dan
(Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Panuju (2012). Pendekatan Indeks Kapasitas
Ruminansia) yang merujuk pada Direktorat Pelayanan (IKP) pada analisis skalogram
Budidaya Ternak Riminansia Ditjen dihitung berdasarkan jumlah dan jenis
Peternakan (2006) dalam Lamsihar (2012). ketersediaan unit pelayanan pendukung
Daya dukung hijauan pakan dihitung dengan pengembangan sapi potong dari hulu hingga
asumsi bahwa 1 Satuan Ternak (ST) hilir beserta aksesibilitasnya (coverage area),
ruminansia rata-rata membutuhkan hijauan yang selanjutnya dikorelasikan dengan
pakan berdasarkan TDN (Total Digestible jumlah populasi sapi potong dalam satuan
Nutrient) sebesar 1,2045 Ton/Thn, sehingga ternak (data tahun 2013). Penyusunan hierarki
daya dukung hijauan pakan dihitung suatu wilayah menggunakan skalogram
berdasarkan penjumlahan antara produksi berbobot dengan kelas hierarki didasarkan
TDN rumput dengan limbah pertanian pada nilai standar deviasi (St Dev) IKP dan
(ton/thn) dibagi dengan kebutuhan TDN 1 ST nilai rataannya, dengan pengelompokan nilai
per tahun. Perhitungan nilai KPPTR adalah selang hierarki IKP seperti pada Tabel 1.
daya dukung hijauan pakan (ST) dikurangi
populasi riil ternak ruminansia (ST), dengan PERANAN SAPI POTONG DALAM
menggunakan data tahun 2013. PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA
Analisis Location Quotient (LQ) untuk TENGAH
mengidentifikasi potensi pengembangan sapi Peranan sapi potong dalam perekono-
potong berdasarkan wilayah basis meng- mian di Provinsi Jawa Tengah dalam
gunakan data PDRB tahun 2013, yang penelitian ini dilihat dari peranannya
merujuk pada Rustiadi dan Panuju (2012) terhadap pemenuhan kebutuhan daging sapi
dengan persamaan sebagai berikut: baik di tingkat provinsi maupun ditingkat
Xij/Xi. nasional, serta sumbangan PDRB dan tenaga
LQij = kerja. Produksi daging sapi di Provinsi Jawa
X.j/X.. Tengah pada periode 2010-2013 terus
dimana : mengalami peningkatan (Tabel 2).

Tabel 1. Nilai Selang Hierarki (H) Indeks Kapasitas Pelayanan (IKP)


Kategori Kapasitas
Hierarki Nilai Selang (H)
Pelayanan
I IKP H > [rataan IKP + St Dev IKP] Tinggi
II Rataan IKP ≤IKP H ≤ [rataan IKP + St Dev IKP] Sedang
III IKP H < rataan IKP Rendah
Sumber: Rustiadi dan Panuju(2012), diolah.

Pengembangan Peternakan Sapi Potong… Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih
180 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190

Tabel 2. Produksi dan Kontribusi Sapi Potong terhadap Perekonomian Jawa Tengah Tahun
2010 - 2013
Tahun
Uraian
2010 2011 2012 2013
Produksi daging sapi (ton)a 51.001 60.332 60.893 61.141
PDRB Jawa Tengah (Rp.)b 444.666.007 498.763.824 556.483.731* 623.749.617**
- sapi potong (juta Rp.) c 749.523 791.753 834.699* 880.851**
- sapi potong (juta Rp.) b 1.572.484 1.742.614 1.930.689* 2.140.489**
- sub sektor peternakan (juta Rp.) b 12.887.604 14.190.532 15.461.345* 17.104.610**
- sektor pertanian (juta Rp.) b 86.665.685 95.078.349 104.311.416* 114.142.800**
Sumbangan sapi potong terhadap PDRB
12,202 12,280 12,487 12,514
sub sektor peternakan (%)
Sumbangan sapi potong terhadap PDRB
1,814 1,833 1,851 1,875
sektor pertanian (%)
Sumbangan sapi potong terhadap PDRB
0,354 0,349 0,347 0,343
Jawa Tengah (%)
Tenaga kerja pd komoditas sapi potong
388.614 484.388 512.852 375.019
(orang) a
- Sumbangan terhadap sub sektor
33,03 37,19 37,14 30,97
peternakan (%)
- Sumbangan thd sektor pertanian (%) 6,92 9,01 10,13 18,34
- Sumbangan thd tenaga kerja Jawa
2,46 3,04 3,18 2,35
Tengah (%)
Sumber: a) Dinas PHK Jateng, 2014 (diolah); bc) BPS Provinsi Jawa Tengah, 2010-2013 (diolah)
Keterangan: b) PDRB atas dasar harga berlaku; c) PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000; *) angka sementara; **) angka
sangat sementara

Kebutuhan daging sapi tahun 2013 di kontribusi sapi potong (Tabel 2). Sumbangan
Provinsi Jawa Tengah berdasarkan pe- sapi potong terhadap sub sektor peternakan
motongan dan pengeluaran ke luar provinsi dan sektor pertanian dari tahun 2010-2013
adalah sebesar 490.202 ekor atau setara atas dasar harga berlaku terus meningkat.
dengan 95.942 ton (1 ekor sapi = 195,72 kg Perkembangan PDRB Sapi Potong Provinsi
daging berdasarkan survei karkas 2012), Jawa Tengah atas dasar harga konstan tahun
sedangkan ketersediaan daging berdasarkan 2000 selama kurun waktu 2010-2013 terus
potensial stock sebanyak 575.266 ekor (112.591 mengalami peningkatan. Kenaikan angka
ton), sehingga terdapat surplus penyediaan PDRB ini disebabkan adanya kenaikan
sapi potong sebanyak 85.064 ekor atau 16.648 produksi daging sapi tahun 2010-2013 yang
ton daging sapi. Produksi daging sapi di diduga karena adanya beberapa program baik
Provinsi Jawa Tengah untuk beberapa periode dari pemerintah pusat maupun pemerintah
mengalami surplus, sehingga Jawa Tengah daerah untuk tercapainya Program Swa-
telah mampu menjadi pemasok untuk sembada Daging Sapi Tahun 2014. Program
kebutuhan daging sapi bagi wilayah lain, pemerintah tersebut diantaranya: program
terutama wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat untuk penguatan kelembagaan pada
(MB-IPB 2012). Kontribusi produksi daging kelompok-kelompok petani peternak seperti
sapi Provinsi Jawa Tengah terhadap nasional Sarjana Membangun Desa (SMD), Lembaga
pada tahun 2013 sebesar 11,21% (Ditjen PKH Mandiri yang Mengakar di Masyarakat
2013), sehingga untuk jangka panjang ke- (LM3); program subsidi kredit seperti KUPS
depan peranan wilayah ini sebagai pemasok (Kredit Usaha Pembibitan Sapi) dan KPPE
ternak sapi potong untuk kebutuhan wilayah (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi); serta
lain perlu tetap dipertahankan dan di- adanya impor sapi bibit dan lain-lain.
tingkatkan. Sumbangan sapi potong terhadap PDRB
Peranan PDRB sapi potong terhadap Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2010-2013
perekonomian Jawa Tengah dapat dilihat dari terus menurun (Tabel 2). Peranan sapi potong

Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih Pengembangan Peternakan Sapi Potong…
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190 181

dalam perekonomian Jawa Tengah masih sektor non pertanian yaitu sektor industri dan
relatif rendah jika dilihat dari sumbangannya, jasa atau tenaga kerja informal.
hal ini dikarenakan kontribusi nilai tambah
bruto sapi potong terhadap PDRB Jawa POTENSI PROVINSI JAWA TENGAH
Tengah masih relatif kecil. Apabila dilihat dari DALAM PENGEMBANGAN SAPI
kontribusi masing-masing sektor pada PDRB POTONG BERDASARKAN
PERWILAYAHAN
Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2010-2011
(angka tetap) dan tahun 2012-2013 (angka Potensi Pengembangan Sapi Potong
sementara) atas dasar harga berlaku, maka Berdasarkan Sumber Hijauan Pakan
sektor dengan kontribusi terbesar adalah Nilai KPPTR Provinsi Jawa Tengah ber-
sektor industri pengolahan (berkisar 32,6%- dasarkan TDN sebesar 5.232.130 ST (Satuan
33,25%). Selama empat tahun, sektor ini Ternak). Hal ini menunjukkan bahwa wilayah
mengalami peningkatan positif, begitu pula Jawa Tengah masih dapat menambah popu-
sektor lainnya yang hampir selalu mengalami lasi ternak ruminansia sebesar nilai KPPTR
peningkatan kontribusi positif terhadap tersebut. Tabel 3 menunjukkan secara lebih
PDRB Jawa Tengah, kecuali sektor pertanian rinci bahwa dari 21 kabupaten yang meru-
yang menunjukkan penurunan kontribusi pakan wilayah pengembangan sapi potong di
dari tahun 2010-2013. Pada tahun 2010 sektor Provinsi Jawa Tengah terdapat 17 kabupaten
pertanian menyumbang 19,49%, dan meng- yang memiliki kelebihan ketersediaan hijauan
alami penurunan menjadi 18,34% pada tahun pakan (nilai KPPTR positif) dan 4 kabupaten
2013. Selain itu, yang menjadi tantangan lainnya mengalami kekurangan ketersediaan
perekonomian di Jawa Tengah adalah laju hijauan pakan (nilai KPPTR negatif). Keku-
pertumbuhan sektor pertanian termasuk di rangan daya dukung hijauan pakan pada
dalamnya sub sektor peternakan, per- wilayah KPPTR negatif berarti bahwa pada
tumbuhannya lebih kecil (2,2%) bila di- wilayah tersebut memiliki jumlah ternak
bandingkan dengan pertumbuhan rata-rata ruminansia yang lebih banyak dibandingkan
(5,8%), sementara sektor pertanian merupa- dengan potensi sumberdaya hijauan pakan
kan andalan untuk tetap mendukung swa- yang berasal dari rumput dan hasil samping/
sembada pangan dan penyerapan tenaga limbah pertanian (jerami padi, jerami jagung,
kerja. jerami kacang tanah, jerami ketela rambat,
Berdasarkan struktur tenaga kerja(BPS jerami ketela pohon dan daun pucuk tebu).
Jateng 2013) sektor pertanian masih mem- Potensi pengembangan sapi potong di
berikan kontribusi yang besar pada tahun Provinsi Jawa Tengah cukup besar jika dilihat
2013 yaitu 30% tenaga kerja di Jawa Tengah dari nilai KPPTR. Namun peternakan sapi
masih disumbang dari sektor pertanian. Tabel potong di Jawa Tengah pada umumnya ter-
2 menunjukkan bahwa struktur tenaga kerja integrasi dengan tanaman pangan, sehingga
pada komoditas sapi potong tahun 2013 iklim menjadi faktor pembatas dalam
menyumbang 18,34% untuk sektor pertanian penyediaan hijauan pakan (MB-IPB 2012).
dan 30,97% untuk sub sektor peternakan. Berdasarkan hasil penelitian Tabrany (2006)
Penyerapan tenaga kerja pada komoditas sapi ketersediaan hijauan pakan di Jawa Tengah
potong di Provinsi Jawa Tengah pada tahun masih sangat fluktuatif sepanjang tahun. Pada
2013 hanya mampu menyumbang 2,35% dari musim hujan akan kelebihan hijauan pakan,
total tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja pada sedangkan pada musim kemarau akan
komoditas sapi potong pada tahun 2013 turun kekurangan hijauan pakan. Potensi limbah
26,87% dari tahun 2012 menjadi 375.019 orang. pertanian di Provinsi Jawa Tengah belum
Penurunan jumlah tenaga kerja di Provinsi dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan
Jawa Tengah tersebut terjadi karena adanya ternak, padahal potensinya cukup besar
pergeseran tenaga kerja dari sub sektor mengingat provinsi ini sebagai salah satu
peternakan (peternakan sapi potong) ke penyangga pangan nasional.

Pengembangan Peternakan Sapi Potong… Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih
182 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190

Tabel 3. Nilai KPPTR Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Provinsi Jawa Tengah Tahun
2013
Kategori Nilai KPPTR Berdasarkan TDN per Kabupaten
Blora (1.113.981 ST), Boyolali (833.330 ST), Brebes (533.496 ST), Purbalingga
(558.171 ST), Grobogan (220.986 ST), Jepara (142.251 ST), Pati (98.516 ST), Sragen
Positif
(98.858 ST), Banyumas (52.241 ST), Tegal (59.348 ST), Wonosobo (65.265 ST),
(+)
Rembang (47.206 ST), Sukoharjo (44.290 ST), Magelang (31.727 ST), Banjarnegara
(20.124 ST), Karangayar (15.908 ST) dan Kebumen (8.173 ST)
Negatif Temanggung (-6.313 ST), Klaten (-17.489 ST), Semarang (-36.300 ST) dan Wonogiri
(-) (-79.601 ST)

Potensi Pengembangan Sapi Potong basis di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini di-
Berdasarkan Wilayah Basis sebabkan pengembangan ternak sapi potong
Nilai LQ pada Tabel 4 menunjukkan di Provinsi Jawa Tengah selama ini masih
bahwa dari 21 kabupaten yang merupakan belum optimal dalam hal produktivitasnya.
wilayah pengembangan sapi potong di Berdasarkan hasil kajian dari MB-IPB (2012),
Provinsi Jawa Tengah terdapat 7 kabupaten rendahnya produktivitas sapi potong di Jawa
(37,02%) yang merupakan wilayah basis dan Tengah antara lain disebabkan peternakan
14 kabupaten (62,98%) tidak menunjukkan sapi potong pada umumnya terintegrasi
sebagai wilayah basis. Wilayah basis sapi po- dengan tanaman pangan, sehingga iklim
tong secara relatif mempunyai potensi yang menjadi faktor pembatas dalam penyediaan
lebih besar untuk berperan terhadap pening- pakan ternak. Para peternak belum member-
katan pertumbuhan ekonomi wilayah kabu- lakukan sapi potong sebagai usaha agribisnis
paten (PDRB) dibandingkan dengan ekonomi yaitu ternak sebagai tabungan dan dijual
wilayah Provinsi Jawa Tengah. Hal ini berarti sesuai kebutuhan, kepemilikan ternak umum-
bahwa pemusatan usaha sapi potong sebagai nya 2-3 ekor, manajemen sederhana, peman-
mata pencaharian utama masyarakat terjadi faatan teknologi seadanya dan harga jual
pada wilayah basis tersebut, selain itu pe- masih mengikuti harga taksiran. Selain itu,
ternak sebagai pelaku usaha (sumberdaya pembangunan peternakan selama ini tidak
manusia) memiliki budaya (culture) yang kuat terfokus pada lokasi yang mempunyai potensi
dalam pengembangan usaha sapi potong. dan tidak terintegrasi dalam pengem-
Wilayah non basis yang berarti pada wilayah bangannya (Ditjen PKH 2012). Lokasi pem-
tersebut sapi potong secara relatif mempunyai bangunan peternakan terpencar di seluruh
potensi yang lebih kecil untuk berperan wilayah sehingga porsi dan skala usahanya
terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi kecil-kecil dan sulit untuk mendapatkan
wilayah kabupaten dibandingkan dengan dukungan berbagai komponen baik itu
ekonomi wilayah Provinsi Jawa Tengah. infrakstruktur, sumberdaya manusia, kelem-
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah bagaan maupun komponen teknis lain yang
wilayah non basis sapi potong lebih banyak menunjang kegiatan baik hulu maupun hilir.
bila dibandingkan dengan jumlah wilayah

Tabel 4. Nilai LQ Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
Kategori Nilai LQ per Kabupaten
Blora (2,35), Pati (2,19), Kebumen (2,14), Rembang (2,08), Boyolali (1,92),
Basis
Grobogan (1,92), dan Sragen (1,57)
Banyumas (0,88), Purbalingga (0,87), Karangayar (0,84), Wonosobo (0,79), Klaten
(0,79), Jepara (0,76), Sukoharjo (0,64), Temanggung (0,60), Banjarnegara (0,49),
Non basis
Wonogiri (0,46), Semarang (0,43), Brebes (0,40), Tegal (0,24) dan Magelang
(0,13)

Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih Pengembangan Peternakan Sapi Potong…
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190 183

Tabel 5. Hierarki Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Provinsi Jawa Tengah


Kategori Nilai LQ per Kabupaten
Hierarki 1 Sukoharjo, Brebes, Tegal dan Banyumas
Hierarki 2 Wonogiri, Grobogan, Temanggung, Wonosobo dan Purbalingga
Boyolali, Klaten, Sragen, Karanganyar, Jepara, Rembang, Pati, Blora, Semarang,
Hierarki 3
Magelang, Kebumen dan Banjarnegara

Potensi Pengembangan Sapi Potong (tingkat kapasitas pelayanan sedang). Hal ini
Berdasarkan Hierarki Wilayah menggambarkan bahwa jumlah sarana
Hasil dari analisis skalogram berdasar- pelayanan dan jumlah jenis sarana pelayanan
kan Indeks Kapasitas Pelayanan (IKP) wila- pada wilayah basis dimaksud belum mampu
yah menunjukkan adanya hierarki wilayah memenuhi jumlah operasional secara optimal
pengembangan sapi potong di Provinsi Jawa bila dibandingkan dengan jumlah populasi
Tengah yang dibedakan menjadi 3 kategori sapi potong di wilayah tersebut.
yaitu tinggi, sedang dan rendah (Tabel 5).
Jenis unit pelayanan sebagai pendukung STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI
pengembangan sapi potong diantaranya POTONG BERDASARKAN
yaitu: 1) Sub sistem hulu: industri pakan, PERENCANAAN WILAYAH
industri bibit/bakalan ternak, pos IB Permasalahan yang terjadi dalam
(Inseminasi Buatan), industri obat dan vaksin; pengembangan peternakan sapi potong di
2) Sub sistem on farm (budidaya): poskeswan, Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil
laboratorium keswan dan kesmavet; 3) Sub penelitian ini adalah: 1) Masih rendahnya
sistem hilir: rumah potong hewan, industri kontribusi sapi potong terhadap PDRB dan
pengolah daging dan produk ternak lainnya tenaga kerja di Jawa Tengah; 2) Empat (4)
serta pasar hewan. kabupaten yang ditunjuk sebagai wilayah
Hasil analisis skalogram menunjukkan pengembangan sapi potong memiliki KPPTR
bahwa banyaknya jumlah sarana pelayanan negatif, dan adanya kendala ketersediaan
dan jumlah jenis sarana pelayanan pengem- hijauan pakan pada musim kemarau di Jawa
bangan sapi potong berhubungan kuat Tengah; 3) Empat belas (14) kabupaten yang
dengan jumlah populasi sapi potong di suatu ditunjuk sebagai wilayah pengembangan sapi
wilayah. Kabupaten Sukoharjo, Brebes, Tegal potong merupakan wilayah non basis; 4)
dan Banyumas berada pada kategori hierarki Masih rendahnya kapasitas pelayanan untuk
1 yang berarti bahwa banyaknya jumlah mendukung pengembangan sapi potong di
sarana pelayanan dan jumlah jenis sarana wilayah Jawa Tengah, terutama pada wilayah
pelayanan untuk pengembangan sapi potong basis. Berkaitan dengan hal itu, maka strategi
pada wilayah tersebut sudah mampu meme- untuk mengatasi permasalahan pengem-
nuhi jumlah operasional yang optimal yang bangan peternakan sapi potong tersebut
dibutuhkan dari hulu hingga hilir untuk adalah dengan pendekatan perencanaan
melayani jumlah populasi sapi potong di wilayah, yang mensinergiskan antara potensi
wilayah tersebut. komoditas sapi potong dengan wilayah.
Namun demikian, yang menjadi per- Pendekatan perencanaan wilayah pada
hatian penting pada tingkat kapasitas pela- penelitian ini (Tabel 6) dilakukan dengan
yanan pengembangan sapi potong di Provinsi mengelompokkan wilayah yang berpotensi
Jawa Tengah adalah wilayah basis sapi untuk pengembangan sapi potong berdasar-
potong (Kabupaten Blora, Pati, Kebumen, kan hal-hal sebagai berikut:
Rembang, Boyolali, dan Sragen) masih 1. Sumber hijauan pakan. Pengembangan
tergolong pada kategori hierarki 3 (tingkat sapi potong memerlukan pengelompokan
kapasitas pelayanan rendah), kecuali Kabu- wilayah yang disesuaikan dengan daya
paten Grobogan pada kategori hierarki 2 dukung hijauan pakan (Arelovich et al.

Pengembangan Peternakan Sapi Potong… Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih
184 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190

2011; Huyen et al. 2012; Mayulu et. al. 2010; kelebihan hijauan pakan, sedangkan pada
Priyanto 2011). musim kemarau terjadi kekurangan hijauan
2. Wilayah basis. Menurut Rustiadi et al. pakan. Berkaitan dengan hal itu, perlu adanya
(2011) wilayah basis merupakan faktor program pengembangan lumbung hijauan
penentu dalam pembangunan ekonomi, pakan yang melibatkan kelompok-kelompok
dimana adanya sistem perwilayahan peternak pada wilayah tersebut, sehingga
komoditas diharapkan dapat meningkat- potensi limbah pertanian yang belum
kan efisiensi sistem produksi dan dis- dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan
tribusi komoditas, karena merupakan ternak dapat diolah menjadi hay dan silase.
suatu upaya memaksimalkan keunggulan Pengembangan lumbung hijauan pakan ini
komparatif setiap wilayah. tentunya sangat memerlukan penguatan
3. Hierarki wilayah berdasarkan tingkat aspek penunjang dari segi teknologi dan
kapasitas pelayanan pendukung pengem- kelembagaan. Hasil olahan dari hijauan pakan
bangan sapi potong. Ketersediaan fasilitas tersebut dapat disimpan di lumbung pakan
pelayanan sangat menentukan perkem- dan dapat dipergunakan pada saat
bangan ternak sapi potong karena mem- kekurangan hijauan pakan pada musim
punyai kaitan dengan sebaran populasi, kemarau. Ketersediaan hijauan pakan yang
upaya pemerataan dan efisiensi dalam berlebih pada kelompok peternak tersebut
jangkauan (Arfa’I dan Erison 2010). dapat di ekspor ke kelompok lain atau pada
wilayah lain yang kekurangan ketersediaan
Berdasarkan ketersediaan hijauan pakan hijauan pakan, sehingga peternak dapat
(nilai KPPTR), wilayah basis (nilai LQ) dan memperoleh nilai tambah dari pengolahan
hierarki wilayah (tingkat kapasitas pelaya- hijauan pakan tersebut.
nan) pengembangan sapi potong tersebut, Pemusatan usaha sapi potong sebagai
kemudian ditentukan strategi pengem- mata pencaharian utama masyarakat terjadi
bangan, serta pemetaan untuk menentukan pada wilayah kelompok 1 yang merupakan
program produksi sapi potong. Menurut wilayah basis (LQ > 1).Wilayah kelompok ini
Parakkasi (1999) dalam Safitri (2011) program telah mampu memenuhi kebutuhan ternak
produksi sapi potong meliputi pembibitan sapi potong untuk wilayahnya sendiri dan
untuk produksi anak (cow calf), pembesaran mengekspor ke wilayah lain. Peternak sebagai
anak sapi sapihan (growing stocker), dan pelaku usaha (sumberdaya manusia) pada
penggemukan (finisher). Program tersebut wilayah ini memiliki budaya (culture) yang
masing-masing memiliki kekhususan dalam kuat dalam pengembangan usaha sapi
pengelolaannya. Pemetaan wilayah pengem- potong. Wilayah kelompok ini memiliki
bangan peternakan sapi potong dengan pola tingkat kapasitas pelayanan sedang (hierarki
pembibitan, pembesaran maupun peng- 2) dan rendah (hierarki 3) untuk pengem-
gemukan sangat diperlukan untuk men- bangan sapi potong dari hulu-hilir. Jumlah
dukung peningkatan populasi ternak. Usaha sarana pada pusat-pusat pelayanan untuk
pembibitan disesuaikan dengan daya dukung kegiatan hilir masih belum memenuhi jumlah
ketersediaan hijauan pakan (Mayulu et al. yang dibutuhkan untuk operasionalnya,
2010). sehingga program produksi sapi potong pada
Tabel 6 menunjukkan bahwa pada wilayah kelompok ini dapat diarahkan pada
wilayah kelompok 1 (Kabupaten Blora, pada kegiatan hulu yaitu program pembibitan
Boyolali, Kebumen, Rembang, Pati, Sragen untuk produksi anak (cow calf) atau dapat juga
dan Grobogan) mempunyai KPPTR positif sekaligus dengan programpembesaran anak
(kelebihan ketersediaan hijauan pakan). sapi sapihan (growing stocker).
Namun ketersediaan hijauan pakan pada Wilayah kelompok 1 kedepannya di-
wilayah tersebut masih sangat fluktuatif harapkan dapat menjadi wilayah penyedia
sepanjang tahun. Pada musim hujan terjadi sarana pengamanan input untuk kebutuhan

Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih Pengembangan Peternakan Sapi Potong…
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190 185

bibit dan sapi bakalan yang akan digemuk- kelompok 2 masuk kategori tinggi (hierarki 1),
kan. Ketersediaan bibit sapi potong merupa- yang artinya bahwa banyaknya jumlah sarana
kan salah satu faktor produksi yang menentu- pelayanan dan jumlah jenis sarana pelayanan
kan dalam pemenuhan kebutuhan daging untuk pengembangan sapi potong pada
sapi, sehingga diperlukan pengembangan wilayah tersebut sudah mampu memenuhi
pembibitan secara berkelanjutan (Salim 2013). jumlah operasional yang optimal yang di-
Berdasarkan informasi dari Dinas Peternakan butuhkan dari hulu hingga hilir untuk
dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, melayani jumlah populasi sapi potong di
beberapa wilayah yang sudah mengusulkan wilayah tersebut. Berkaitan dengan hal itu,
untuk pengembangan pembibitan sapi program produksi sapi potong yang dapat
potong saat ini adalah Kabupaten Kebumen, diarahkan untuk wilayah kelompok ini
Blora, dan Rembang, dengan mengembang- adalah program pembesaran anak sapi
kan bibit sapi lokal (PO), terutama pejantan sapihan (growing stocker) dan penggemukan
unggul hasil seleksi dan konservasi. Fasilitasi sapi (fattening). Wilayah kelompok ini ke-
unit pelayanan untuk pengembangan sapi depannya diharapkan dapat menjadi wilayah
potong pada wilayah ini juga sangat di- penyedia sarana pengamanan input untuk
perlukan terutama pada sarana pemasaran kebutuhan sapi bakalan yang akan di-
untuk memasarkan bibit ternak dan sapi gemukkan dan penggemukan sapi yang
bakalan seperti pasar ternak yang jumlahnya menghasilkan sapi siap potong, serta daging
masih minim. sapi yang berkualitas ASUH (Aman, Sehat,
Wilayah kelompok 2 (Kabupaten Banyu- Utuh dan Halal).
mas, Brebes, Sukoharjo dan Tegal) mem- Wilayah kelompok 3 (Kabupaten Banjar-
punyai KPPTR positif (kelebihan ketersediaan negara, Jepara, Karangayar dan Magelang)
hijauan pakan) sama seperti wilayah mempunyai KPPTR positif (kelebihan
kelompok 1. Berkaitan dengan hal itu, adanya ketersediaan hijauan pakan) sama seperti
program pengembangan lumbung hijauan wilayah kelompok 1 dan 2. Berkaitan dengan
pakan yang melibatkan kelompok-kelompok hal itu, perlu adanya program pengembangan
peternak sangat diperlukan pada wilayah lumbung hijauan pakan yang melibatkan
tersebut. Pengembangan lumbung hijauan kelompok-kelompok peternak pada wilayah
pakan ini juga memerlukan penguatan aspek tersebut. Ketersediaan hijauan pakan yang
penunjang dari segi teknologi dan kelem- berlebih pada kelompok peternak tersebut
bagaan. Ketersediaan hijauan pakan yang dapat di ekspor ke kelompok lain atau pada
berlebih pada kelompok peternak tersebut wilayah lain yang kekurangan ketersediaan
dapat di ekspor ke kelompok lain atau pada hijauan pakan, sehingga peternak dapat
wilayah lain yang kekurangan ketersediaan memperoleh nilai tambah dari pengolahan
hijauan pakan, sehingga peternak dapat hijauan pakan tersebut.
memperoleh nilai tambah dari pengolahan Wilayah kelompok 3 merupakan wilayah
hijauan pakan tersebut. non basis (LQ < 1), dimana pada kelompok ini
Wilayah kelompok 2 merupakan wilayah belum mampu untuk memenuhi kebutuhan
non basis (LQ < 1), dimana pada kelompok ini ternak sapi potong pada wilayahnya sendiri
belum mampu untuk memenuhi kebutuhan karena jumlah populasi sapi potong
ternak sapi potong pada wilayahnya sendiri cenderung sedikit. Peternak sebagai pelaku
karena jumlah populasi sapi potong cen- usaha (sumberdaya manusia) pada wilayah
derung sedikit. Peternak sebagai pelaku usaha ini belum memiliki budaya (culture) yang kuat
(sumberdaya manusia) pada wilayah ini untuk pengembangan usaha sapi potong.
belum memiliki budaya (culture) yang kuat Tingkat kapasitas pelayanan untuk usaha
untuk pengembangan usaha sapi potong. pengembangan sapi potong pada wilayah
Tingkat kapasitas pelayanan untuk usaha kelompok 3 masuk kategori sedang (hierarki
pengembangan sapi potong pada wilayah 2) dan rendah (hierarki 3), yang artinya bahwa

Pengembangan Peternakan Sapi Potong… Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih
186 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190

banyaknya jumlah sarana pelayanan dan pelayanan dan jumlah jenis sarana pelayanan
jumlah jenis sarana pelayanan untuk pengem- untuk pengembangan sapi potong pada
bangan sapi potong pada wilayah tersebut wilayah tersebut belum mampu memenuhi
belum mampu memenuhi jumlah operasional jumlah operasional yang optimal dari hulu
yang optimal yang dibutuhkan dari hulu hingga hilir untuk melayani jumlah populasi
hingga hilir untuk melayani jumlah populasi sapi potong di wilayah tersebut.
sapi potong di wilayah tersebut. Jumlah sarana pada pusat-pusat
Berkaitan dengan hal itu, program pro- pelayanan untuk kegiatan hulu pada
duksi sapi potong yang dapat diarahkan kelompok 4 masih belum memenuhi jumlah
untuk wilayah kelompok 3 ini adalah pro- yang dibutuhkan untuk operasionalnya,
gram pembesaran anak sapi sapihan (growing sehingga program produksi sapi potong pada
stocker) dan penggemukan sapi (fattening) wilayah kelompok ini dapat diarahkan pada
serta fasilitasi unit pelayanan untuk men- kegiatan hilir yaitu program penggemukan
dukung pengembangan sapi potong. Wilayah sapi (fattening) dengan memanfaatkan pakan
kelompok ini kedepannya diharapkan dapat konsentrat dari limbah agroindustri. Pakan
menjadi wilayah penyedia sarana peng- konsentrat ini selain dapat membantu
amanan input untuk kebutuhan sapi bakalan mengurangi konsumsi hijauan pakan pada
yang akan digemukkan dan penggemukan ternak, juga berfungsi untuk mengejar
sapi yang menghasilkan sapi siap potong, penambahan bobot badan harian pada ternak
serta daging sapi yang berkualitas ASUH yang digemukkan.
(Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Penguatan Penguatan aspek penunjang dari segi
aspek penunjang dari segi teknologi dan teknologi dan kelembagaan untuk men-
kelembagaan sangat diperlukan untuk men- dukung pengembangan sapi potong sangat
dukung pengembangan sapi potong di diperlukan pada wilayah kelompok 4 ini.
wilayah ini. Fasilitasi unit pelayanan seperti pengem-
Wilayah kelompok 4 (Kabupaten Klaten, bangan RPH yang bersertifikasi dan meme-
Semarang, Temanggung dan Wonogiri) mem- nuhi standar operasional, sehingga untuk
punyai KPPTR negatif (kekurangan keter- kedepannya wilayah kelompok ini dapat
sediaan hijauan pakan). Berkaitan dengan hal memenuhi kebutuhan daging sapi yang
itu, perlu adanya kerjasama untuk keter- berkualitas ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan
sediaan hijauan pakan dengan melalukan Halal). Pengembangan industri yang bergerak
impor dari wilayah lain yang terdekat yang dalam diversifikasi produk olahan daging
memiliki KPPTR positif. Wilayah kelompok 4 sapi dan pengembangan industri kompos
merupakan wilayah non basis, dimana pada serta peningkatan mutu pengolahan limbah
kelompok ini belum mampu untuk meme- dan kotoran lainnya, sehingga mempunyai
nuhi kebutuhan ternak sapi potong pada nilai tambah lebih dengan melibatkan
wilayahnya sendiri karena jumlah populasi peternak rakyat dan swasta.
sapi potong cenderung sedikit. Peternak Pengelompokkan wilayah-wilayah pe-
sebagai pelaku usaha (sumberdaya manusia) ngembangan sapi potong di Provinsi Jawa
pada wilayah ini belum memiliki budaya Tengah berdasarkan potensi masing-masing
(culture) yang kuat untuk pengembangan wilayah tersebut di atas, diharapkan dapat
usaha sapi potong. meningkatkan populasi, produksi dan pro-
Tingkat kapasitas pelayanan untuk duktivitas ternak serta nilai tambah bagi
usaha pengembangan sapi potong pada peternak sapi potong pada khususnya, dan
wilayah kelompok 4 masuk kategori sedang sekaligus dapat meningkatkan peranan sapi
(hierarki 2) dan rendah (hierarki 3), yang potong dalam perekonomian di Provinsi Jawa
artinya bahwa banyaknya jumlah sarana Tengah pada umumnya.

Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih Pengembangan Peternakan Sapi Potong…
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190 187

Tabel 6. Pengelompokkan Wilayah dan Strategi Pengembangan Sapi Potong di Provinsi


Jawa Tengah
KPPTR Hierarki
Kabupaten LQb Strategi
(ST)a Wilayahc
I. Wilayah Kelompok I
Blora, Boyolali, Pengembangan lumbung hijauan pakan,mensuplai
Kebumen, hijauan pakan wilayah KPPTR (-), dapat diarahkan
+ >1 3
Rembang, Pati, untuk wilayah pembibitan dan growing stocker,
Sragen fasilitasi unit pelayanan pengembangan sapi
potong, penguatan aspek penunjang (teknologi
Grobogan + >1 2
dan kelembagaan)
II. Wilayah Kelompok II
Pengembangan lumbung hijauan pakan,
Banyumas, mensuplai hijauan pakan wilayah KPPTR (-), dapat
Brebes, Sukoharjo, + <1 1 diarahkan untuk wilayah growing stocker dan
Tegal penggemukan,penguatan aspek penunjang
(teknologi dan kelembagaan)
III. Wilayah Kelompok III
Banjarnegara, Pengembangan lumbung hijauan pakan,
Jepara, mensuplai hijauan pakan wilayah KPPTR (-), dapat
+ <1 3
Karanganyar, diarahkan untuk wilayah growing stocker dan
Magelang penggemukan, fasilitasi unit pelayanan
Purbalingga, pengembangan sapi potong, penguatan aspek
+ <1 2
Wonosobo penunjang (teknologi dan kelembagaan)
IV. Wilayah Kelompok IV
Kerjasama hijauan pakan dengan wilayah KPPTR
Klaten, Semarang - <1 3
(+), diarahkan untuk wilayah penggemukan
dengan memanfaatkan pakan konsentrat dari
Temanggung, limbah agroindustri, fasilitasi unit pelayanan
- <1 2
Wonogiri pengembangan sapi potong,penguatan aspek
penunjang (teknologi dan kelembagaan)
Keterangan: aKPPTR (+): daya dukung hijauan pakan lebih; KPPTR (-): daya dukung hijaun pakan kurang;bLQ>1:
wilayah basis; LQ<1: wilayah non basis; cHierarki 1: kapasitas pelayanan tinggi; Hierarki 2: kapasitas
pelayanan sedang; Hierarki 3: kapasitas pelayanan rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN produksi sapi potong, serta nilai tambah


bagi peternak dan penyerapan tenaga
KESIMPULAN
kerja. Pengelompokkan wilayah pengem-
1. Peranan sapi potong di Provinsi Jawa bangan sapi potong menghasilkan 4
Tengah memberikan kontribusi positif (empat) kelompok berdasarkan: wilayah
dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi sumber hijauan pakan, wilayah basis sapi
baik di tingkat provinsi maupun nasional, potong dan hierarki wilayah berdasarkan
namun kontribusi sapi potong terhadap tingkat kapasitas pelayanan untuk men-
sumbangan PDRB dan penyerapan tenaga dukung pengembangan sapi potong.
kerja di Provinsi Jawa Tengah masih relatif
kecil.
SARAN
2. Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi
ketersediaan hijauan pakan yang cukup 1. Pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah
besar, sehingga masih bisa menambah dapat mengaplikasikan strategi pengem-
populasi ternak ruminansia (sapi potong). bangan sapi potong berdasarkan peren-
3. Strategi untuk peningkatan peran sapi canaan wilayah untuk peningkatan
potong dalam perekonomian Provinsi perekonomian.
Jawa Tengah adalah dengan pendekatan 2. Perlu mengoptimalkan kerjasama antar
perencanaan wilayah, yang bertujuan wilayah pengembangan sapi potong ter-
untuk meningkatkan populasi dan kait dengan pemenuhan kontinuitas
produksi yang berupa pengamanan input

Pengembangan Peternakan Sapi Potong… Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih
188 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190

maupun dari segi pemasaran, penggunaan [Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan
sarana penunjang serta peningkatan dan Kesehatan Hewan. 2011. Rencana
kapasitas sumber daya manusia melalui Strategis Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan
kegiatan-kegiatan pelatihan, magang dan
2010-2014 Edisi Revisi. Jakarta [ID]:
studi banding antar wilayah. Direktorat Jenderal Peternakan dan
3. Perlu ada penelitian lanjutan tentang Kesehatan Hewan Kementerian
unsur kelembagaan dan aspek penunjang Pertanian.
lainnya yang berpengaruh dalam pengem-
[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan
bangan sapi potong di Provinsi Jawa
dan Kesehatan Hewan. 2012. Pedoman
Tengah. Pelaksanaan Pengembangan Kawasan
Sapi dan Kerbau. Jakarta (ID):
Direktorat Jenderal Peternakan dan
DAFTAR PUSTAKA Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian.
Arelovich HM, Bravo RD, Martínez MF. 2011.
Development, Characteristics, and Trends [Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan
for Beef Cattle Production in Argentina. dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik
Animal Frontiers. The Review Magazine of Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Animal Agriculture. doi: 10,2527/ Jakarta (ID): Direktorat Jenderal
af.2011-0021 Animal Frontiers 2011 Peternakan dan Kesehatan Hewan
vol.1no.2 37-45. Kementerian Pertanian.
Arfa’I dan Erison. 2010. Pengembangan [Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan
Ternak Sapi Potong Melalui dan Kesehatan Hewan.2014. Bahan
Pendekatan Lahan dan Sumber Daya Rapat Pimpinan: Supply dan Demand
Peternak di Kabupaten Pariaman Daging Sapi Tahun 2010-2014. Jakarta
Sumatera Barat [Working Paper]. (ID): Direktorat Jenderal Peternakan
Padang (ID): Lembaga Penelitian dan Kesehatan Hewan Kementerian
Universitas Andalas. Pertanian.
[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2013. Huyen LTT, Tuyet DTV, Markemann A,
Direktori Pengembangan Konsumsi Herold P dan Zárate AV. 2012. Beef
Pangan. Jakarta (ID): Badan Ketahanan Cattle Keeping By Smallholders in A
Pangan Kementerian Pertanian. Mountainous Province Of Northern
Vietnam In Relation To Poverty Status,
[BPS Jateng] Badan Pusat Statistik Provinsi Community Remoteness And Ethnicity.
Jawa Tengah. 2013. Jawa Tengah dalam Journal Animal Production Science53 (2)
Angka 2013 (Central Java in Figures 163-172.doi.org/10.1071/AN12117.
2013). Semarang (ID): Badan Pusat
Statistik Provinsi Jawa Tengah. Lamsihar NLT. 2013. Sumber Bahan Pakan
dan Pakan Ternak Ruminansia. Jakarta
Daryanto A. 2009. Dinamika Daya Saing (ID): Direktorat Pakan Ternak
Industri Peternakan. Bogor (ID): IPB Direktorat Jenderal Peternakan dan
Press. Kesehatan Hewan.
[Dinas PKH Provinsi Jateng] Dinas Mayulu H, Sunarso, Sutrisno CI, Sumarsono.
Peternakan dan Kesehatan Hewan 2010. Kebijakan Pengembangan
Provinsi Jawa Tengah. 2014. Statistik PeternakanSapi Potong di
Peternakan Tahun 2014. Semarang (ID): Indonesia.Jurnal Litbang Pertanian. 29
Dinas Peternakan dan Kesehatan (1):34-41.
Hewan Provinsi Jawa Tengah.

Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih Pengembangan Peternakan Sapi Potong…
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190 189

[MB-IPB] Program Pascasarjana Manajemen Tabrany H. 2006. Kajian Potensi Pakan dari
dan Bisnis Institut Pertanian Bogor. Limbah Pertanian dan Limbah Industri
2012. Laporan Akhir: Kajian Supply Pertanian sebagai Pakan Ternak
Chain Ternak Sapi dan Daging di Ruminansia di Wilayah Jawa Tengah.
Indonesia 2012. Kerjasama Direktorat [Disertasi]. Bogor (ID): Institut
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Pertanian Bogor.
Hewan Kementerian Republik
Indonesia dengan Program
Pascasarjana Manajemen dan Bisnis
Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID):
Program Pascasarjana Manajemen dan
Bisnis Institut Pertanian Bogor.

Priyanto D. 2011. Strategi Pengembangan


Usaha Ternak Sapi Potong dalam
Mendukung Program Swasembada
Daging Sapi dan Kerbau Tahun 2014.
Jurnal Litbang Pertanian 30 (3):108-116.

[P4UI] Pusat Penelitian Pranata


Pembangunan Universitas Indonesia.
2013. Kajian Indeks Distribusi Ternak
dan Daging Sapi. Kerjasama Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kementerian Republik
Indonesia dengan Pusat Penelitian
Pranata Pembangunan Universitas
Indonesia. Jakarta. Jakarta (ID): Pusat
Penelitian Pranata Pembangunan
Universitas Indonesia.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2011.


Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Jakarta (ID): Crestpent Press
dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Rustiadi E dan Panuju DR. 2012. Teknis


Analisis Perencanaan Pengembangan
Wilayah. Bogor (ID): Bagian
Perencanaan Pengembangan Wilayah
Departemen Ilmu Tanah dan Sumber
Daya Lahan Institut Pertanian Bogor.

Safitri T. 2011. Penerapan Good Breeding


Practices Sapi Potong di PT. Lembu
Jantan Perkasa Serang-Banten.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.

Salim E. 2013. Sukses Bisnis dan Beternak Sapi


Potong. Yogyakarta (ID): Andi
Publisher.

Pengembangan Peternakan Sapi Potong… Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih
190 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 2 No 2, Desember 2014); halaman 177-190

Yuliana Susanti, Dominicus Savio Priyarsono dan Sri Mulatsih Pengembangan Peternakan Sapi Potong…

Vous aimerez peut-être aussi