Vous êtes sur la page 1sur 123

PENGARUH TERAPI BEKAM TERHADAP KADAR

KOLESTEROL TOTAL PADA PENDERITA


HIPERKOLESTEROLEMIA DI KLINIK BEKAM ASSABIL
HOLY HOLISTIC JAKARTA

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh
AFIFATUN MUKAROMAH
NIM: 1113104000043

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
SCHOOL OF NURSING
ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Undergraduate Thesis, June 2017

Afifatun Mukaromah, NIM: 1113104000043

The Effect of Cupping Therapy on Total Cholesterol Level in Client with


Hypercholesterolemia at Assabil Holy Holistic Cupping Therapy Clinic
Jakarta

xix +89 pages +3 picture +4 charts +11 tables +6 appendixes

ABSTRACT
Hypercholesterolemia is a high level from cholesterol total serum that
attained ≥ 240 mg/dl. It is one of high risk factors that cause CHF in Indonesia.
Hypercholesterolemia can be controlled by pharmacology, non-pharmacology, and
alternative and complementary therapy. The height number of side effect incident
on pharmacological therapy make non-pharmacology therapy particularly
alternative and complementary therapy became reference therapy in Indonesian, it
is cupping therapy. Cupping therapy is one of therapy method that pulling out
damage blood inside the body by an incision and cupping on skin surface. This
research aimed to find out the effect of cupping therapy on total cholesterol level in
client with hypercholesterolemia. This research was a quantitative research with
quasi experimental one group pre-test and post-test design. The samples were client
with hypercholesterolemia and high level cholesterol which amounted to 20 people
by purposive sampling technique. This research was going on March – April 2017
at Assabil Holy Holistic Cupping Therapy Clinic Jakarta through once intervention
and cholesterol level checking by cholesterol checker kit. The statistical test used
dependent t test toward cholesterol level before and after intervention showed a
significant value 0,023 (p-value < 0,05) so it can be concluded that there is a
significant effect between cupping therapy and cholesterol level on
hypercholesterolemia’s client. It’s expected that cupping therapy can be applied as
one of interventions in client with hypercholesterolemia and as one of nursing
interventions on complementary nursing.

Keyword: Cupping Therapy, Total Cholesterol, Hypercholesterolemia

iii
References: 66 (2000-2016)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juni 2017
Afifatun Mukaromah, NIM : 1113104000043
Pengaruh Terapi Bekam terhadap Kadar Koelsterol Total pada Penderita
Hiperkolesterolemia di Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta
xix +89 halaman +3 gambar +4 skema +11 tabel +6 lampiran

ABSTRAK
Hiperkolesterolemia adalah kadar kolesterol total berlebih yang mencapai ≥
240 mg/dl. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko terbesar pada
terjadinya PJK di Indonesia. Hiperkolesterolemia dapat dikendalikan dengan
pengobatan farmakologis, non-farmakologis (alternatif dan komplementer).
Tingginya angka kejadian efek samping pada obat menjadikan terapi non-
farmakologis khususnya terapi alternatif dan komplementer menjadi salah satu
rujukan pengobatan yang banyak dilakukan masyarakat Indonesia, salah satunya
yaitu terapi bekam. Terapi bekam merupakan suatu metode pengobatan dengan
mengeluarkan darah rusak (damul fasd) dari dalam tubuh dengan penyayatan tipis
dan vakumisasi pada permukaan kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh terapi bekam terhadap kadar kolesterol total pada penderita
hiperkolesterolemia. Desain penelitian ini adalah quasi experimental one group
pre-test and post-test. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 20 responden,
diambil dengan metode non probability sampling dengan teknik purposive
sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – April 2017 di Klinik Bekam
Assabil Holy Holistic Jakarta dengan melakukan satu kali intervensi bekam dan
pemeriksaan kadar kolesterol total dengan menggunakan alat pemeriksa kadar
kolesterol. Uji statistik menggunakan uji T dependen terhadap kadar kolesterol total
sebelum dan sesudah intervensi yang didapatkan nilai significancy 0,023 (p-value
< 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara
terapi bekam dengan kadar kolesterol total pada penderita hiperkolesterolemia.
Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan tindakan keperawatan untuk
pengobatan komplementer pada penderita hiperkolesterolemia.

Kata Kunci: Terapi Bekam, Kolesterol Total, Hiperkolesterolemia

Daftar Bacaan: 66 (2000-2016)

iv
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Afifatun Mukaromah

Tempat Tanggal Lahir : Riyadh (KSA), 23 Mei 1995

Alamat : Jl. Adam RT/RW 007/002 No. 31 Kel. Sukabumi

Utara, Kec. Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 11540

Email/Telp : afifatun.mukaromah@gmail.com /

+6285693819901

Riwayat Pendidikan
2000 – 2001 Taman Kanak-kanak Asiah Jakarta Selatan
2001 – 2007 Sekolah Dasar Islam Al-Falah II Pagi Jakarta
2007 – 2010 Madrasah Tsanawiyah Al-Falah Jakarta
2010 – 2013 Madrasah Aliyah Al-Falah Jakarta
2013 – sekarang Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Program Studi Ilmu Keperawatan
Riwayat Organisasi
2011 – 2012 Ketua PMR MA Al-Falah Jakarta
2014 – 2015 Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan UIN Jakarta
2013 – sekarang Anggota CSSMoRA UIN Jakarta

viii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamiin, tiada kata yang indah untuk diucapkan selain

pujian ke hadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta

inayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

Pengaruh Terapi Bekam terhadap Kadar Kolesterol Total pada Penderita

Hiperkolesterolemia di Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami

kesulitan dan tantangan yang tak terkira. Namun, berkat pertolongan Allah serta

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik. Oleh karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes., selaku dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep., Sp.KMB., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Jamaludin, S.Kp., M.Kep., selaku Dosen Pembimbing 1, terima kasih

sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu serta memberi

ix
arahan dan bimbingan dengan sabar kepada saya selama proses pembuatan

proposal penelitian ini.

5. Bapak Karyadi, M.Kep., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing 2, terima kasih

sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu serta memberi

arahan dan bimbingan dengan sabar kepada saya selama proses pembuatan

proposal penelitian ini.

6. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp., M.Biomed., selaku Dosen Pembimbing Akademik,

terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing, menjadi

tempat curhat, dan memberi motivasi selama hampir 4 tahun duduk di bangku

perkuliahan.

7. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh (PBSB)

selama proses perkuliahan, tanpa beasiswa tersebut saya belum tentu bisa

menikmati kuliah di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta yang telah banyak membantu saya

dalam memperoleh data yang diperlukan, khususnya kepada Ustadz Kathur

Suhardi dan Ustadzah Aminah.

9. Orang tua saya, Bapak Slamet Muhidin dan Ibu Siti Fatimah, S.Pd.I yang telah

mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendoakan

keberhasilan, serta memberikan bantuan baik moril maupun materiil tak

terhingga kepada saya. Tak lupa, nenek saya, Ibu Khotimah, kakak saya,

Muhammad Farhan dan istrinya Eka Cahyani Putri, S.E., dan adik saya

x
Muhammad Zulfan Liddinillah dan seluruh keluarga yang selalu memberikan

semangat tanpa henti dan putus asa.

10. Sahabat-sahabat saya Khadziyatul Fildah Rusdina dan Lutfi Rofiana yang telah

mengajarkan ilmu tentang metodologi dan penelitian dan senantiasa

memberikan support dalam proses penyelesaian skripsi ini.

11. Saudara-saudara saya CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya

untuk angkatan 2013 yang telah memberikan ilmu dan pengalaman tak

terhingga.

12. Sahabat-sahabat saya Mutoharoh, Muna Mushoffa, Qorina Fairuz Zerlita

Fitriyanti, Hana Zahab dan Baitul Janah yang selalu menemani dan saling

mendukung dalam mengerjakan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat selesai.

13. Sahabat-sahabat seperjuangan PSIK angkatan 2013 yang senantiasa berbagi

suka duka, canda tawa, ilmu dan pengalaman berharga selama pembelajaran

kuliah maupun dalam proses kegiatan lainnya.

14. Serta seluruh pihak yang telah mendukung kelancaran skripsi ini hingga

selesai.

xi
Atas bantuan serta segala dukungan yang telah diberikan, semoga Allah

SWT. senantiasa membalas dengan pahala yang berlimpah. Sangat besar harapan

saya skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti maupun para pembaca. Semoga kita

semua senantiasa diberikan petunjuk, limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang

tak terhingga oleh Allah SWT.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ciputat, Juni 2017

Peneliti

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN .......................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ..................................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ..................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL................................................................................................ xv
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xviii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9


A. Landasan Teori ......................................................................................... 9
1. Kolesterol ................................................................................................. 9
2. Hiperkolesterolemia ............................................................................... 21
3. Bekam ..................................................................................................... 30
4. Penurunan Kadar Kolesterol dalam Darah dengan Terapi Bekam ......... 41
B. Penelitian Terkait.................................................................................... 42
C. Kerangka Teori ....................................................................................... 45

xiii
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL ................................................................................................. 46
A. Kerangka Konsep ................................................................................... 46
B. Hipotesis ................................................................................................. 47
C. Definisi Operasional ............................................................................... 48

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 51


A. Desain Penelitian .................................................................................... 51
B. Populasi dan Sampel............................................................................... 52
C. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 53
D. Alat Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian ................................... 53
E. Pengolahan Data ..................................................................................... 57
F. Analisis Data .......................................................................................... 59
G. Etika Penelitian....................................................................................... 61

BAB V HASIL ..................................................................................................... 64


A. Analisis Univariat ................................................................................... 64
B. Analisis Bivariat ..................................................................................... 67

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 69


A. Analisis Univariat ................................................................................... 69
B. Analisis Bivariat ..................................................................................... 78
C. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 85

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 87


A. Kesimpulan ............................................................................................. 87
B. Saran ....................................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Kadar Kolesterol Total (NCEP-ATP III, 2001) ............... 21

Tabel 2.2 Kategori Penurunan Kolesterol .......................................................... 29

Tabel 2.3 Strategi Intervensi sebagai Fungsi dari Risiko Kardiovaskular dan

Konsentrasi Kolesterol LDL .............................................................. 29

Tabel 2.4 Perbandingan Biochemical Parameters Antara Sampel Darah yang

diambil Melalui Intravena Sesuai SOP, dengan Sampel Darah yang

diambil Melalui Terapi Bekam .......................................................... 37

Tabel 2.5 Perbandingan dari Biochemical Parameters pada Sampel Darah Vena

Sebelum dan 2 Minggu Sesudah Terapi Bekam ................................ 38

Tabel 3.1 Definisi Operasional..………………………………………………..48

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,

Pendidikan, Pekerjaan, Status Merokok, dan Indeks Massa Tubuh

(IMT) di Klinik Assabil Holy Holistic Jakarta, Maret 2017………...65

Tabel 5.2 Perbedaan Rerata Kadar Kolesterol Total Responden Sebelum Bekam

dan Sesudah Bekam, Maret 2017 ....................................................... 66

Tabel 5.3 Distribusi Hasil Uji Normalitas Data .................................................. 67

Tabel 5.4 Pengaruh Terapi Bekam terhadap Kadar Kolesterol Total pada sebelum

dan sesudah terapi bekam, Maret 2017 .............................................. 68

Tabel 6.1 Obat Penurun Lipid: Jenis, Cara Kerja, dan Efek ……………………83

xv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Algoritma Penatalaksanaan Hiperkolesterolemia pada Pasien dengan

Faktor Risiko Multipel (10-year risk 10-20%) ................................... 27

Bagan 2.2 Kerangka Teori .................................................................................... 45

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 47

Bagan 4.1 Desain Penelitian ................................................................................. 51

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 3 Lembar Identitas Responden

Lampiran 4 Lembar Observasi

Lampiran 5 Hasil Output Analisa Data SPSS

Lampiran 6 Surat Permohonan Perizinan

xvii
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

PJK : Penyakit Jantung Koroner

LDL : Low Density Lipoprotein

HDL : High Density Lipoprotein

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

MONICA : Monitoring Trends and Determinants of Cardiovascular Disease

KHL : Kahil

UN : Unuq

AK : Al-Katifain

ACTH : Adrenocorticotropic Hormone

IMT : Indeks Massa Tubuh

VLDL : Very Low Density Lipoprotein

ODT : Oxidant Drainage Therapy

DVT : Deep Vein Thrombosis

TLC : Therapeutic Lifestyle Changes

xviii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jalur metabolisme eksogen kolesterol ............................................... 14

Gambar 2.2 Jalur metabolisme endogen kolesterol .............................................. 15

Gambar 2.3 Jalur reverse cholesterol transport .................................................... 15

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini penyakit kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian

di dunia, terutama di negara-negara berkembang (Sari, Prihatini, & Bantas,

2014). Pada tahun 2015 angka kematian akibat penyakit kardiovaskular

meningkat menjadi 20 juta. Berdasarkan World Health Organization

(WHO), pada tahun 2002 angka kematian di Indonesia yang diakibatkan

oleh penyakit kardiovaskular pada tahun sebesar 28% dan mengalami

peningkatan pada tahun 2008 sebesar 30% (Yani, 2015). Hingga pada tahun

2030 diperkirakan angka kematian akibat Penyakit Jantung Koroner (PJK)

mencapai 23,3 juta secara global (Mathers & Loncar, 2006).

Terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah dapat dipengaruhi

oleh berbagai faktor, salah satunya adalah hiperkolesterolemia, yaitu

kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah meningkat di atas batas

normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Semarang pada

tahun 2007-2008, kadar kolesterol dalam darah >200 mg/dl meningkatkan

risiko kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 1,8 kali lebih

besar dibandingkan dengan kolesterol darah <200 mg/dl (Yani, 2015).

Menurut Riskesdas 2013, prevalensi jantung koroner berdasarkan

wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, berdasarkan

terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen dan prevalensi jantung

koroner berdasarkan terdiagnosis dokter di DKI Jakarta yaitu 0,7 persen.

1
2

Prevalensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) meningkat seiring dengan

bertambahnya usia, terutama pada kelompok usia 65-74 tahun. Adapun

berdasarkan jenis kelamin, PJK lebih banyak menyerang perempuan

dibanding laki-laki dengan selisih 1% (Kemenkes, 2013).

Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko paling besar

pada kejadian PJK. Penyebab utama penyakit PJK ini adalah aterosklerosis

koroner. Aterosklerosis timbul secara perlahan akibat disfungsi endotel,

inflamasi vaskuler, dan tertumpuknya kolesterol pada dinding pembuluh

darah (Antman & Braunwald, 2007). Studi epidemiologi membuktikan

bahwa ada hubungan antara peningkatan kadar kolesterol total, khususnya

kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) dengan meningkatnya kejadian

PJK. Penurunan kadar kolesterol sebesar 1% dapat menurunkan risiko

penyakit kardiovaskular sebesar 2% (Grundi, 2006 dalam Sari et al., 2014).

Perlu diketahui pula bahwa penyakit kardiovaskular yang menjadi

pembunuh nomor satu di dunia saat ini adalah PJK (Debra AK, 2004 dalam

Aurora et al., 2012).

Kejadian hiperkolesterolemia berhubungan dengan asupan makanan

berlemak dan berkolesterol yang berlebih (Septianggi, Mulyati, & K, 2013).

Berdasarkan data dari Riskesdas 2013, proporsi nasional penduduk dengan

perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan gorengan

≥1 kali per hari yaitu sebanyak 40,7 persen dengan DKI Jakarta menempati

urutan tertinggi ke-6 yaitu sebesar 47,8%.


3

Prevalensi hiperkolesterolemia di Indonesia cenderung meningkat.

Studi MONICA I tahun 1988 dan MONICA II tahun 1993 Jakarta

menunjukkan peningkatan prevalensi hiperkolesterolemia sebesar 2,8%

baik pada perempuan maupun pada laki-laki (Sari et al., 2014). Menurut

Riskesdas tahun 2013, pada penduduk >15 tahun didapatkan kolesterol total

abnormal dengan kategori borderline 200–239 mg/dl dan tinggi >240 mg/dl

sebesar 35,9%, HDL rendah 22,9%, LDL tidak optimal dengan kategori

gabungan near optimal-borderline tinggi 60,3% dan kategori tinggi-sangat

tinggi 15,9%, trigliserida abnormal dengan kategori borderline tinggi

13,0% dan kategori tinggi-sangat tinggi 11,9%.

Pengobatan hiperkolesterolemia secara farmakologis dapat

dilakukan dengan pemberian berbagai obat normolipidemia diantaranya

golongan obat statin, fibrat, resin, inhibitor absorpsi kolesterol selektif dan

asam nikotinat. Pengobatan farmakologis tersebut bergantung pada

pertimbangan klien termasuk mengenai biaya, karakteristik demografi,

penyakit penyerta, dan kualitas hidup. Pengobatan hiperkolesterolemia saat

ini belum efektif karena hampir 70% pasien hiperkolesterolemia di

Indonesia gagal mencapai sasaran kadar kolesterol sesuai dengan panduan

pengobatan, selain itu pula karena harga obatnya relatif mahal, sering terjadi

kekambuhan dan menimbulkan efek samping yang lebih berbahaya (Price

& Wilson, 2013).

Tingginya angka kejadian efek samping pada obat serta harga yang

relatif mahal, menjadikan pengobatan non-farmakologis menjadi pilihan


4

yang tepat. Sehingga dewasa ini, banyak masyarakat Indonesia yang beralih

dari pengobatan farmakologis ke non-farmakologis. Salah satu pengobatan

non-farmakologis atau terapi komplementer dan alternatif yang sedang

banyak diminati oleh masyarakat Indonesia yaitu Bekam/Al-

Hijamah/Cupping Therapy. Bekam merupakan terapi komplementer dan

alternatif yang diajarkan langsung dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad

SAW.

Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan umat muslim di seluruh

dunia pernah bersabda “Kesembuhan bisa diperoleh dengan tiga cara, yaitu

minum madu, hijamaah (bekam), dan besi panas. Aku tidak menganjurkan

umat-Ku dengan besi panas.” (H.R. Bukhari-Muslim). Hadits lain

diriwayatkan Tarmidzi menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Tidaklah Aku berjalan melewati sekumpulan malaikat pada malam Aku di

Isra’kan, melainkan mereka semua mengatakan kepada-Ku, “Wahai

Muhammad, engkau harus berbekam.” (Fatahillah, 2007). Bekam atau

hijamah (Bahasa lainnya canduk, kop, cupping) adalah terapi yang

bertujuan membersihkan tubuh dari darah yang mengandung toksin dengan

penyayatan tipis atau tusukan-tusukan kecil pada permukaan kulit. Bekam

juga sering disebut sebagai terapi yang berfungsi untuk mengeluarkan darah

kotor (Dalimartha, Purnama, Sutarina, Mahendra, & Darmawan, 2008).

Terapi bekam mengeluarkan zat toksik termasuk kolesterol yang

tidak terekskresikan oleh tubuh melalui permukaan kulit dengan melukai

kulit dan penghisapan. Terapi bekam juga memberikan efek relaksasi dan
5

vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga bisa melancarkan peredaran

darah. Pemberian terapi bekam dilakukan pada titik-titik meridian untuk

menurunkan hiperkolesterolimia yaitu titik KHL1, UN2, UN3, AK1 dan

AK2. Pemberian terapi bekam pada titik-titik meridian yang tepat maka

akan terjadi proses pada kapiler dan arteriola, peningkatan jumlah leukosit,

limfosit dan sistem retikulo-endothelial, pelepasan ACTH, kortisol,

endorphin, enkefalin dan faktor humoral lain yang juga menimbulkan efek

anti peradangan, penurunan serum lemak trigliserida, fosfolipida, kolesterol

total khususnya kolesterol LDL, merangsang lipolisis jaringan lemak dan

menormalkan kadar glukosa dalam darah (Umar, 2010 dalam Yani, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Saryono (2010) pada 30 responden

berusia 20-65 tahun menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan antara kadar

kolestrol total penderita hipertensi sebelum dan sesudah terapi bekam. Ia

juga menyebutkan bahwa penurunan kadar kolestrol darah dapat dilakukan

dengan terapi bekam (Saryono, 2010). Penelitian lain dengan desain studi

dan jumlah sampel yang sama, dilakukan oleh Alfian Fahmy dan Adang

Muhammad Gugun pada tahun 2008 menunjukkan hasil bahwa terapi

bekam tidak dapat menurunkan kadar kolesterol LDL pada pria sehat dalam

satu jam pasca pembekaman. Ia menyebutkan bahwa penurunan kadar

kolesterol karena bekam hanya dapat terjadi pada pasien

hiperkolesterolemia.

Hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa orang dengan

hiperkolesterolemia yang melakukan terapi bekam di Klinik Bekam Assabil


6

Holy Holistic Jakarta dari bulan September sampai dengan Desember 2016

yaitu sebanyak 31 orang (3 diantaranya berbekam lebih dari satu kali)

dengan rentang kadar kolesterol total sebesar 230-460 mg/dl.

Berdasarkan latar belakang tersebut serta masih kurangnya

penelitian terkait bekam atau hijamah di Indonesia khususnya di Jakarta,

sehingga penelitian mengenai “Pengaruh Terapi Bekam terhadap Penurunan

Kadar Kolesterol Total pada Penderita Hiperkolesterolemia di Klinik

Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta” perlu untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko terbesar penyakit

jantung dan kardiovaskular yang menjadi penyakit dengan angka kematian

tertinggi nasional maupun global. Semakin banyaknya orang yang

menderita hiperkolesterolemia membuat pengobatan hiperkolesterolemia

dipandang sangat perlu untuk dilakukan, mulai dari pengobatan farmakologi

hingga pengobatan non-farmakologi atau komplementer, salah satunya

yaitu terapi bekam atau hijamah. Mengingat bahwa pada beberapa

penelitian menunjukkan bahwa terapi bekam dapat menurunkan kadar

kolesterol total pada pasien dengan hiperkolesterolemia, maka penelitian

mengenai “Pengaruh Terapi Bekam terhadap Penurunan Kadar Kolesterol

Total pada Pasien dengan Hiperkolesterolemia” penting untuk dilakukan.


7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengaruh terapi bekam atau hijamah terhadap

penurunan kadar kolesterol total pada penderita hiperkolesterolemia di

Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, jenis pekerjaan, riwayat merokok, IMT) terapi bekam di

Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta.

b. Diketahuinya kadar kolesterol responden sebelum dilakukan terapi

Bekam di Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta.

c. Diketahuinya kadar kolesterol responden sesudah dilakukan terapi

Bekam di Klinik Assabil Holy Holistic Jakarta.

d. Diketahuinya keefektifan penurunan kadar kolesterol pada respon

den sebelum dan sesudah terapi bekam di Klinik Bekam Assabil

Holy Holistic Jakarta.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan informasi

serta dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya pada bidang

kesehatan khususnya keperawatan tentang pengaruh terapi bekam terhadap

penurunan kadar kolesterol pada pasien dengan hiperkolesterolimia.

Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan serta kontribusi untuk profesi dan pelayanan keperawatan


8

sebagai salah satu terapi komplementer dalam penurunan kadar kolesterol

pada pasien dengan hiperkolesterolimia karena sifatnya yang tidak

mengandung efek samping apapun.

Penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan baru serta

memperkenalkan terapi bekam kepada masyarakat sebagai terapi

komplementer untuk menurunkan kadar kolesterol pada penderita

hiperkolesterolemia.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh pada

perubahan kadar kolesterol pada pasien dengan hiperkolesterolemia setelah

dilakukan terapi bekam. Jenis penelitian ini adalah quasi experimental

dengan desain studi analitik deskriptif dan dengan rancangan one group

pretest-posttest. One group pretest-posttest dilakukan dengan cara

memberikan pretest (pengamatan awal) terlebih dahulu sebelum diberikan

intervensi, kemudian dilakukan posttest (pengamatan akhir) setelah

diberikan intervensi. Penelitian dilaksanakan di Klinik Assabil Holy

Holistic Jakarta dari bulan Februari hingga April 2017.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kolesterol

a. Pengertian Kolesterol

Kolesterol atau Kolesterin (cholesterin) C27H45OH merupakan

sterol penting yang ditemukan pada seluruh darah serta jaringan

manusia dan hewan, baik dalam bentuk bebas maupun terikat. Sterol

adalah salah satu jenis steroid yang terdapat dalam jumlah banyak.

Kolesterol terdapat pada hampir semua sel hewan dan semua manusia.

Pada tubuh manusia kolesterol terdapat dalam darah, empedu,

kelenjar adrenal bagian luar (adrenal cortex) dan jaringan saraf (Toha,

2010). Kolesterol adalah lipid amfipatik dan merupakan komponen

struktural esensial pada membran dan lapisan luar lipoprotein plasma.

Senyawa ini disintesis di banyak jaringan dari asetil-KoA dan

merupakan prekursor semua steroid lain di tubuh, termasuk

kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D (Murray,

Granner, & Rodwell, 2013).

Kolesterol sebenarnya merupakan salah satu komponen

lemak. Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan

kalori paling tinggi. Di samping sebagai salah satu sumber energi,

sebenarnya lemak atau khususnya kolesterol memang merupakan zat

yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita terutama untuk membentuk

9
10

dinding sel-sel dalam tubuh (LIPI, 2009a). Beberapa ahli percaya

bahwa sel jaringan tubuh menggunakan kolesterol sebagai kerangka

bangun untuk regenerasi, perawatan, dan prazat metabolik utama

untuk steroid penting lainnya seperti asam empedu dan hormone-

hormon kelamin (Toha, 2010).

Fungsi utama kolesterol adalah membentuk kompleks lipid-

protein yang lebih dikenal dengan istilah lipoprotein, seperti

kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low density

lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Kolesterol

juga penting sebagai prekursor berbagai steroid, terutama dalam asam

empedu, hormon seks, dan hormon ardenokortikoid (Toha, 2010).

Sekitar separuh kolesterol tubuh berasal dari proses sintesis (sekitar

700 mg/hari) dan sisanya diperoleh dari makanan. Hati dan usus

masing-masing menghasilkan sekitar 10% dari sintesis total pada

manusia. Hampir semua jaringan yang mengandung sel berinti

mampu membentuk kolesterol, yang berlangsung di reticulum

endoplasma dan sitosol (Murray et al., 2013).

Dalam darah manusia normal terdapat kolesterol antara 150-

200 miligram tiap 100 ml darah. Agar kadar normal dapat

dipertahankan, maka dilakukan pengendalian lewat dua jalur, yaitu

pengendalian makanan dan pengendalian dengan mengatur

pembentukan kolesterol dari asetil koenzim A (Toha, 2010).


11

b. Sintesis Kolesterol

Kolesterol di dalam tubuh terutama diperoleh dari hasil

sintesis di dalam hati. Bahan bakunya diperoleh dari karbohidrat,

Protein atau lemak. Jumlah yang disintesis tergantung pada kebutuhan

tubuh dan jumlah diperoleh dari makanan (Sukeksi & Anggraini,

2010).

Tubuh manusia memproduksi kolesterol 1,5 sampai 2 gram per

hari. Sekitar 75% sintesis kolesterol yang terbentuk dalam hati

manusia digunakan untuk membentuk asam empedu, sebagai

konjugat dengan glisin atau teurin. Biosintesis kolesterol terjadi dalam

sitoplasma sel hati. Ke-27 karbon kolesterol berasal dari 18 unit asetil

dari asetil koenzim A. 12 atom karbon spesifik kolesterol berasal dari

karbon karbonil gugus asetil dan 15 lainnya dari karbon metil (Toha,

2010).

Ada beberapa tahap reaksi biosintesis kolesterol dari asetil

koenzim A. Mula-mula tiga unit asetil koenzim A bergabung

membentuk senyawa antara asetoasetil-SKoA dan beta-hidroksi-beta

metil glutaril-SKoA (HMG-SKoA). HMG-SKoA lalu diubah menjadi

asam mevalonat. Produk ini kemudian diaktifkan oleh tiga kinase

tergantung ATP menghasilkan 3-fosfo-5-pirofosfomevalonat yang

tidak stabil dan segera mengalami dekarboksilasi dan defosforilasi

menghasilkan isopentenil pirofosfat (I-PP;C5) lalu mengalami

isomerasi menjadi dimetalil pirofosfat melalui beberapa reaksi yang


12

melibatkan beberapa jenis enzim. Selanjutnya kondensasi dimetalil

pirofosfat membentuk geranil pirofosfat yang kemudian akan

berkondensasi dengan C5I-PP lain membentuk farnesil pirofosfat

(C15). Setelah mengalami isomerasi, kedua C15 berkondensasi

menghasilkan skualen (Toha, 2010)

Titik pembentukan farnesil pirofosfat pada kebanyakan

tanaman dan mikroba mengalami percabangan. Percabangan ini akan

menghasilkan kerangka karbon C40 yang bertindak sebagai prazat

semua karotenoid dan xantofil. Akibatnya tanaman dan bakteri tidak

menghasilkan skualen, kolesterol, maupun sterol lain (kecuali

tanaman tertentu yang menghasilkan fitosterol). Pada tumbuhan tidak

ditemukan adanya kolesterol, tetapi terdapat sterol lain yang

dikelompokkan dalam senyawa fitosterol (stigmasterol dan sitosterol).

Pada bakteri juga terdapat sterol, ergosterol yang dapat diubah

menjadi vitamin D dengan iradiasi sinar matahari (Toha, 2010).

Perubahan skualen menjadi kolesterol merupakan peristiwa

yang sangat kompleks. Mula-mula skualen mengalami oksidasi

spesifik menjadi epoksida. Kemudian dengan enzim kerangka karbon

epoksida, skualen mengalami siklisasi intramolekul secara bersamaan

menghasilkan empat cincin yang bersatu disertai migrasi

stereospesifik dua gugus metil tertentu. Hasilnya terbentuk lanosterol.

Kemudian setelah melalui rangkaian reaksi yang sangat kompleks,

terbentuklah kolesterol (Toha, 2010).


13

Dalam reaksi biosintesis kolesterol terdapat tempat

pengendalian yaitu pada reaksi beta-hidroksi-beta metil glutaril-

SKoA  mevalonate dengan enzim reduktase HMG-SKoA. Aktivitas

enzim ini menurun dengan tingginya kadar kolesterol, sehingga

selama ini diduga kolesterol merupakan penghambaumpan balik

enzim tersebut. Sekarang diduga bahwa kolesterol menghambat

sintesis reduktase dan bukan menghambat aktivitas enzim yang sudah

ada. Kecepatan pembentukan kolesterol dipengaruhi oleh konsentrasi

kolesterol yang telah ada dalam tubuh. Apabila dalam tubuh terdapat

kolesterol dalam jumlah yang telah cukup, maka kolesterol akan

menghambat sendiri reaksi pembentukannya (hambatan umpan balik).

Sebaliknya apabila jumlah kolesterol sedikit karena berpuasa,

kecepatan pembentukan kolesterol meningkat (Toha, 2010).

c. Metabolisme Kolesterol

Metabolisme kolesterol dilakukan oleh organ hati. Kolesterol

yang berasal dari asupan makanan akan dibawa kilomikron ke dalam

hati untuk dimetabolisme. Kolesterol sebagian mengalami sirkulasi

enterohepatik membentuk asam empedu dan sebagian lainnya

menjadi satu dengan Very Low Density Lipoprotein (VLDL). VLDL

kemudian dimetabolisme oleh lipoprotein lipase menjadi Low

Density Lipoprotein (LDL) melalui zat antara IDL secara endositosis.

Vesikel-vesikel yang mengandung IDL bergabung dengan lisosom

dan enzim lisosom guna menghidrolisis IDL menjadi kolesterol.


14

Kolesterol diubah menjadi ester kolesterol ke dalam aparat golgi dan

berdifusi ke dalam membran sel. Hal ini mampu meningkatkan kadar

kolesterol dalam darah. Selanjutnya, kolesterol yang berlebih di sel

atau jaringan dibawa kembali ke hati oleh High Density Lipoprotein

(HDL). Hal ini mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan

mencegah hiperkolesterol (Philip et al., 2007 dalam (Widyaningsih,

Prabowo, & Sumiasih, 2010).

Berdasarkan penjelasan singkat di atas, kolesterol mempunyai

jalur metabolisme tersendiri yang dibagi dalam 3 jalur, yaitu:

1) Jalur Metabolisme Eksogen Kolesterol

Gambar 2.1 Jalur metabolisme eksogen kolesterol


(Sheperd, 2001)
15

2) Jalur Metabolisme Endogen Kolesterol

Gambar 2.2 Jalur metabolisme endogen kolesterol


(Kwiterovich PO, 2000)

3) Jalur Reverse Cholesterol Transport

Gambar 2.3 Jalur reverse cholesterol transport


(Kwiterovich PO, 2000)

d. Ekskresi Kolesterol

Kolesterol diekskresikan dari tubuh di dalam empedu sebagai

kolesterol atau asam (garam) empedu. Setiap hari, sekitar 1 gram

kolesterol dikeluarkan dari tubuh. Sekitar separuhnya diekskresikan

di dalam tinja setelah mengalami konversi menjadi asam empedu.


16

Sisanya diekskresikan sebagai kolesterol. Koprostanol adalah sterol

utama dalam tinja; senyawa ini dibentuk dari kolesterol oleh bakteri

di usus bagian bawah. Sebagian asam empedu primer di usus

mengalami perubahan lebih lanjut akibat aktivitas bakteri usus.

Perubahan-perubahan tersebut mencakup dekonjugasi dan 7α-

dehidroksilasi yang menghasilkan asam empedu sekunder, asam

deoksikolat dan asam litokolat (Murray et al., 2013).

Meskipun produk pencernaan lemak, termasuk kolesterol,

diserap di 100 cm pertama usus halus, namun asam empedu primer

dan sekunder diserap hampir semata-mata di ileum, dan 98-99%

dikembalikan ke hati melalui sirkulasi porta. Hal ini dikenal sebagai

sirkulasi enterohepatic. Namun, asam litokolat, karena sifatnya yang

tidak larut, tidak direabsorpsi dalam jumlah bermakna. Hanya

sebagian kecil garam empedu yang lolos dari absorpsi sehingga

dikeluarkan melalui tinja. Bagaimanapun, jalur ini merupakan jalur

utama untuk eliminasi kolesterol (Murray et al., 2013).

Setiap hari sejumlah kecil asam empedu (sekitar 3-5 g) didaur

melalui usus enam sampai sepuluh kali dan asam empedu dalam

jumlah setara dengan jumlah yang keluar melalui tinja dibentuk dari

kolesterol sehingga ukuran kompartemen asam empedu dapat

dipertahankan konstan. Hal ini dicapai melalui suatu sistem kontrol

umpan balik (Murray et al., 2013).


17

e. Klasifikasi Kolesterol

1) Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)

Kolesterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak di

dalam darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan

kolesterol dalam arteri. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko

utama penyakit jantung koroner. LDL disebut lemak jahat karena

memiliki kecenderungan melekat di dinding pembuluh darah

sehingga dapat menyempitkan pembuluh darah. LDL ini bisa

melekat karena mengalami oksidasi atau dirusak oleh radikal bebas

(LIPI, 2009a).

Low density lipoprotein atau lipoprotein berdensitas rendah,

LDL, merupakan salah satu jenis lipoprotein yang berfungsi

membawa kolesterol hati ke jaringan perifer. LDL dibentuk pada

hati dari sisa-sisa VLDL. Jenis lipoprotein ini diambil oleh sel

sasaran melalui endositosis yang diperantarai reseptor. LDL

mengikat reseptor pada permukaan sel dan diambil oleh lisosom di

mana mereka didegradasi dengan membebaskan kolesterol dan

ester kolesterol, dengan demikian LDL mengantarkan kolesterol

dan esternya pada jaringan tubuh (Toha, 2010).

LDL terkandung dalam plasma darah, bersama dengan

lipoprotein plasma lain (VLDL, Kilomikron, HDL). LDL disebut

juga kolesterol ‘jahat’ karena jenis lipoprotein ini memudahkan

endapan lemak melekat pada dinding bagian dalam pembuluh


18

darah. Semakin tebal endapan, pembuluh darah jantung akan

makin tersumbat atau mengalami penebalan atas pengerasan

(aterosklerosis). Kadar LDL yang wajar pada manusia disarankan

tidak lebih dari 130% (Toha, 2010).

Kolesterol LDL merupakan kolesterol yang paling

aterogenik. Low density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi

diyakini sebagai salah satu penyebab dari kerusakan endotel, selain

akibat rokok, hiperglikemi, dan agen infeksius. Kerusakan endotel

mengakibatkan aterosklerosis. Aterosklerosis pada arteri koroner

menyebabkan PJK, pada arteri serebral dapat menyebabkan stroke,

dan pada sirkulasi perifer menyebabkan klaudikasio intermiten dan

gangren. Ginjal juga dapat terkena aterosklerosis (Aurora et al.,

2012).

2) Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein)

HDL adalah partikel yang terkecil (diameter 5-12 nm) dan

studi epidemiologis menunjukkan bahwa kadar HDL yang tinggi

berhubungan dengan angka kejadian atheroma yang lebih rendah.

HDL menerima kelebihan kolesterol (tidak teresterifikasi) dari sel

dan juga dari lipoprotein yang telah kehilangan trigliseridanya

sehingga mempunyai kelebihan komponen permukaan, termasuk

kolesterol. Kolesterol dibuat menjadi kurang polar melalui

reesterifikasi sehingga kolesterol bergerak ke dalam inti hidrofobik

dan menyebabkan permukaan siap untuk menerima lebih banyak


19

kolesterol. Kolesterilester kemudian dikembalikan ke hati.

Penyingkiran kolesterol dari dinding arteri oleh HDL diduga

menjadi dasar sifat antiaterogeniknya (Neal, 2006).

Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit dari

LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang

kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati,

untuk diproses dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap

di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis.

Dari hati, kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang bernama LDL

(Low Density Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang

memerlukan, termasuk ke sel otot jantung, otak dan lain-lain agar

dapat berfungsi sebagaimana mestinya (LIPI, 2009a).

Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein

yang disebut HDL (High Density Lipoprotein) untuk dibawa

kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke

dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. LDL

mengandung lebih banyak lemak daripada HDL sehingga ia akan

mengambang di dalam darah. Protein utama yang membentuk LDL

adalah Apo-B (apolipoprotein-B). LDL dianggap sebagai lemak

yang "jahat" karena dapat menyebabkan penempelan kolesterol di

dinding pembuluh darah (LIPI, 2009b).

Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena

dalam operasinya ia membersihkan kelebihan kolesterol dari


20

dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati.

Protein utama yang membentuk HDL adalah Apo-A

(apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih

sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat

(LIPI, 2009b).

3) Trigliserida

Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah juga dapat

meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat

mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah seperti kegemukan,

konsumsi alkohol, gula, dan makanan berlemak. Tingginya kadar

trigliserida dapat dikontrol dengan diet rendah karbohidrat (LIPI,

2009b).

Trigliserida disekresi ke dalam darah sebagai very low

density lipoprotein (VLDL). Di dalam otot dan jaringan adiposa,

kapiler-kapiler memiliki suatu enzim yaitu lipoprotein lipase yang

menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak; kemudian asam

lemak ini memasuki sel otot (untuk energi) dan adiposity (untuk

simpanan). Partikel residu yang terdiri dari inti yang kaya akan

kolesterilester (CE) disebut partikel low density lipoprotein (LDL).

Hati dan sel-sel lain memiliki reseptor LDL yang menyingkirkan

LDL dari plasma melalui endositosis. Penyingkiran LDL yang

diperantarai reseptor hati merupakan mekanisme utama untuk

mengendalikan kadar LDL plasma (Neal, 2006).


21

2. Hiperkolesterolemia

a. Pengertian Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia adalah peningkatan kadar LDL puasa

tanpa disertai peningkatan kadar trigliserida. Klasifikasi

hiperkolesterolemia yaitu: (1) hiperkolesterolemia ringan, ditandai

dengan nilai kolesterol LDL antara 140-159 mg/dl; (2)

hiperkolesterolemia sedang, bila kadar kolesterol total antara 240-300

mg/dL dan lebih spesifik bila kadar kolesterol LDL berkisar antara

160-189 mg/dl; (3) hiperkolesterolemia berat, dengan kolesterol

LDL >190 mg/dl (Aurora et al., 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan di Semarang pada tahun

2007-2008, kadar kolesterol dalam darah >200mg/dl meningkatkan

risiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 1,8

kali lebih besar dibandingkan dengan kolesterol darah <200mg/dl

(Yani, 2015).

Berdasarkan klasifikasi NCEP (National Cholesterol

Education Program), klasifikasi kadar kolesterol total adalah sebagai

berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Kadar Kolesterol Total (NCEP-ATP III, 2001)


Kolesterol Total LDL
Ideal ≤ 200 mg/dl < 200 mg/dl
Batas Tinggi 200-239 mg/dl 130-159 mg/dl
Tinggi ≥ 240 mg/dl ≥ 160 mg/dl
22

b. Faktor-faktor yang menyebabkan Hiperkolesterolemia

Penyebab hiperkolesterolemia antara lain diet tinggi kolesterol

atau tinggi asam lemak jenuh, pertambahan berat badan, proses

penuaan, faktor genetik, dan penurunan kadar estrogen pada wanita

yang telah menopause. Angka kejadian hiperkolesterolemia pada

wanita sebelum menopause lebih rendah dibanding pria. Namun,

setelah menopause kerentanan seorang wanita terkena

hiperkolesterolemia akan sebanding dengan pria (Aurora et al., 2012).

1) Jenis Kelamin

Menurut Framingham Heart Study pria mempunyai resiko

lebih tinggi terjadi hiperkolesterolemia daripada wanita, hal ini

dikarenakan tingkat kolesterol HDL pada wanita lebih tinggi

daripada pria. Tetapi mempunyai resiko sama besar pada pria

maupun wanita pada usia 45 sampai 54 tahun. Wanita pada umur

tersebut yang mengalami manapaus didapatkan insiden PJK 2 kali

lebih banyak bila dibandingkan dengan wanita pra manapaus yang

disebabkan karena berkurangnya hormon estrogen yang

mempunyai efek perlindungan terhadap kejadian Penyakit Jantung

Koroner dengan mencegah terjadinya plak pada pembuluh darah

(Soeharto, 2004 dalam Bintanah & Muryati, 2010).

2) Usia

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Galman (2007),

hubungan antara kadar kolesterol darah dengan pertambahan umur


23

pada tikus. Peningkatan kadar kolesterol darah dengan

pertambahan umur pada tikus. Peningkatan kadar kolesterol darah

dengan pertambahan usia berhubungan dengan penurunan

eliminasi kolesterol sebagai garam empedu dan penurunan reseptor

yang memediasi proses clearance dari LDL plasma. Kadar

kolesterol meningkat dengan peningkatan umur, demikian juga

insiden penyakit jantung koroner. Mekanisme yang bertanggung

jawab terhadap hiperkolesterolemia terkait umur masih belum

jelas. Suatu hipotesis yang menghubungkan defisiensi relatif

growth hormone (GH) yang terjadi dengan pertambahan umur

berkontribusi pada perkembangan hiperkolesterolemia terkait

umur karena hormon tersebut berpengaruh pada metabolisme

kolesterol. Penelitian dilakukan pada tikus dengan berbagai tingkat

umur. Pengobatan GH melalui infus pada tikus umur 18 bulan

(tertua) pada penelitian sangat menurunkan kadar kolesterol

plasma (Bantas, Agustina, & Zakiyah, 2012).

3) Jenis Pekerjaan

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sari et al., 2014)

disebutkan bahwa pekerja pada perusahaan makanan, garmen,

kimia, dan suku cadang secara statistik berhubungan bermakna

dengan kejadian hiperkolesterolemia. Mereka berisiko lebih tinggi

mengalami hiperkolesterolemia dibandingkan pekerja pada

perusahaan percetakan. Sementara, tidak ditemukan perbedaan


24

bermakna pada pekerja di perusahaan konstruksi dan baja dengan

perusahaan percetakan. Hiperkolesterolemia berhubungan erat

dengan asupan makanan tinggi lemak dan aktivitas fisik kurang.

Pekerja di perusahaan makanan, garmen, kimia, dan suku cadang

berpeluang mempunyai aktivitas fisik lebih rendah dibandingkan

pekerja di perusahaan konstruksi dan baja. Dalam penelitian ini

tidak terlihat perbedaan bermakna antara pekerja yang berolahraga

teratur dengan kejadian hiperkolesterolemia. Pada penelitian ini

tidak dilakukan pengukuran asupan gizi pada responden sehinga

kemungkinan ada perbedaan kejadian hiperkolesterolemia antara

pekerja berdasarkan tempat kerja.

4) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan dan

pengetahuan seseorang dalam menerapkan perilaku hidup sehat,

terutama dalam mengontrol kadar kolesterol. Semakin tinggi

tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kemampuan dan

pengetahuan seseorang dalam menjaga pola hidup agar tetap sehat

(Budhiati, 2010 dalam Rini, Karim, & Novayelinda, 2014).


25

5) Riwayat Merokok

Suatu penelitian yang menganalisis hubungan merokok

sigaret dengan kadar lipid dan lipoprotein darah dari 54 penelitian

yang dipublikasikan menunjukkan hubungan yang bermakna

antara kadar kolesterol tinggi, kadar trigliserida tinggi, kolesterol

very low density lipoprotein (VLDL) tinggi, kolesterol LDL tinggi,

serta kadar kolesterol HDL rendah dengan kebiasaan merokok.

Rokok memperlihatkan efek dose response yang signifikan untuk

kolesterol, trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol HDL (Craig

WY, et al., 1989 dalam Sari et al., 2014). Penelitian Garisson et

al., (1978) pada 4.107 sampel wanita dan pria menemukan

hubungan yang bermakna antara merokok dengan peningkatan

kadar kolesterol HDL darah. Peningkatan kadar kolesterol HDL

darah pada perokok pria sekitar 4 mg/dl dan perokok wanita 6

mg/dl (Sari et al., 2014).

6) IMT

IMT merupakan suatu metode sederhana untuk memantau

status gizi seseorang, terutama yang berkaitan dengan peningkatan

dan penurunan berat badan sehingga berat badan dapat

dipertahankan dan memungkinkan seseorang memiliki usia

harapan hidup lebih panjang (Mamat, 2010). Seseorang dengan

berat badan dibawah batas minimum (underweight) memiliki

resiko terkena penyakit infeksi sementara yang berada dibatas


26

maksimum (overweight) memiliki resiko terkena penyakit

degeneratif (Supriasa, 2002 dalam Rini et al., 2014).

Hasil penelitian Tri Puspa Rini, dkk, (2014), menunjukkan

bahwa rata-rata responden memiliki IMT lebih dari normal

(overweight) memiliki kadar kolesterol yang lebih tinggi daripada

yang memiliki IMT normal. Kolesterol yang berlebih atau yang

biasa disebut hiperkolesterolemia umumnya diderita oleh orang

gemuk atau orang yang sudah lanjut usia tetapi tidak menutup

kemungkinan juga gangguan metabolisme ini dapat menyerang

orang kurus bahkan di usia muda (Fitnella, 2009 dalam Rini et al.,

2014).

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Andi

Sukeksi dan Herlisa Anggraini (2010), menunjukkan bahwa hasil

yang diperoleh berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) bahwa

penderita obesitas tidak selalu kadar kolesterolnya tinggi (Sukeksi

& Anggraini, 2010).


27

c. Penatalaksanaan Hiperkolesterolemia

Tatalaksana hiperkolesterolemia di Indonesia menurut

PERKENI, sesuai dengan National Cholesterol Education Program -

Adult Treatment Panel III (NCEP - ATP III), terdiri atas terapi non-

farmakologis dan terapi farmakologis (Aurora et al., 2012).

Bagan 2.1 Algoritma Penatalaksanaan Hiperkolesterolemia


pada Pasien dengan Faktor Risiko Multipel (10-year risk 10-
20%)

Faktor risiko yang dimaksud dalam algoritma di atas yaitu

faktor risiko selain LDL yang menentukan target pencapaian LDL,

yaitu: (1) umur pria >45 tahun dan wanita >55 tahun; (2) riwayat

keluarga PJK dini, yakni usia ayah <55 tahun dan ibu <65 tahun; (3)

kebiasaan merokok; (4) hipertensi (tekanan darah >140/90 mmHg

atau sedang mendapat obat antihipertensi); (5) kolesterol HDL rendah

(<40 mg/dL) (National Institute of Health, 2002 dalam Aurora et al.,

2012).
28

Terapi non-farmakologis terdiri atas perubahan pola hidup

terapeutik (therapeutic lifestyle changes/TLC). Penggunaan terapi

farmakologis, berupa obat-obatan, tergantung dari jumlah faktor

risiko yang dimiliki dan besar risiko penyakit jantung koroner (PJK)

10 tahun yang dihitung berdasarkan risiko Framingham. Selain itu,

terapi farmakologis juga diberikan apabila terjadi kegagalan setelah 3

bulan menjalani terapi non-farmakologis. Obat pilihan pertama yang

direkomendasikan oleh NCEP-ATP III ialah golongan HMG-CoA

reductase inhibitor (National Institute of Health, 2002 & John MF,

2006 dalam Aurora et al., 2012).

Penatalaksanaan ini juga dapat dimulai dengan melakukan

penilaian jumlah faktor risiko koroner pada pasien untuk menentukan

kolesterol LDL yang harus dicapai. Faktor risiko (selain kolesterol

LDL) yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai

(PERKENI, 2015):

1) Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.

2) Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah

usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.

3) Kebiasaan merokok.

4) Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat

atihipertensi).

5) Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol

HDL ≥ 60mg/dl maka mengurangi satu faktor risiko.


29

Adapun target penurunan kolesterol LDL dikategorikan

sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kategori Penurunan Kolesterol


Kategori Risiko Sasaran Kolesterol LDL (mg/dl)
1. Risiko Tinggi < 100
a. Mempunyai riwayat PAK
b. Mereka yang disamakan dengan
PAK
- Diabetes Melitus
- Bentuk lain penyakit
aterosklerotik yaitu stroke,
penyakit arteri perifer,
aneurisma aorta abdominalis
- Faktor risiko multiple yang
diperkirakan dalam kurun
waktu 10 tahun mempunyai
risiko PAK > 20%
2. Risiko Multipel (≥ 2 faktor risiko) < 130
3. Risiko Rendah (0-1 faktor risiko) <160

Tabel 2.3 Strategi Intervensi sebagai Fungsi dari Risiko Kardiovaskular dan
Konsentrasi Kolesterol LDL
Total Nilai Kolesterol LDL
Risiko <70 mg/dL 70 - <100 mg/dL 100 - <155 mg/dL 155 - <190 mg/dL >190 mg/dL
Kardiovas <1,8 mmol/L 1,8 – 2,5 mmol/L 2,5 – 4 mmol/L 4 – 4,9 mmol/L >4,9 mmol/L
kular
(SCORE)
<1 Tidak ada Tidak ada Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi
intervensi intervensi lipid hidup hidup gaya hidup,
lipid pertimbangkan
obat bila tidak
terkontrol
≥1 - <5 Intervensi Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi
gaya hidup hidup hidup, hidup, gaya hidup,
pertimbangkan pertimbangkan pertimbangkan
obat bila tidak obat bila tidak obat bila tidak
terkontrol terkontrol terkontrol
>5 - <10 Intervensi Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi
(risiko gaya hidup, hidup, hidup dan hidup dan gaya hidup
tinggi) pertimbangkan pertimbangkan pemberian obat pemberian obat dan pemberian
obat* obat* segera segera obat segera
≥10 (risiko Intervensi Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi
sangat gaya hidup, hidup dan hidup dan hidup dan gaya hidup
tinggi) pertimbangkan pemberian obat pemberian obat pemberian obat dan pemberian
obat* segera segera segera obat segera
* Pada pasien dengan infark miokard, terapi statin harus dipertimbangkan tanpa
melihat nilai kolesterol LDL (PERKENI, 2013).
30

3. Bekam

a. Pengertian Bekam

Bekam atau hijamah (bahasa lainnya canduk, kop, cupping)

adalah terapi yang bertujuan membersihkan tubuh dari darah yang

mengandung toksin dengan penyayatan tipis atau tusukan-tusukan

kecil pada permukaan kulit (Sangkur et al., 2016).

Bekam atau hijamah berarti torehan darah. Bekam hanya boleh

dilakukan pada pembekuan/penyumbatan pembuluh darah, karena

fungsi bekam yang sesungguhnya adalah untuk mengeluarkan darah

kotor dari dalam tubuh (Yasin, 2007 dalam Kamaluddin, 2010).

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Kesembuhan bisa

diperoleh dengan tiga cara, yaitu minum madu, hijamaah (bekam),

dan besi panas. Aku tidak menganjurkan umat-Ku dengan besi panas.”

(H.R. Bukhari-Muslim). Hadist lain diriwayatkan Tarmidzi

menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah Aku

berjalan melewati sekumpulan malaikat pada malam Aku di Isra’kan,

melainkan mereka semua mengatakan kepada-Ku, “Wahai

Muhammad, engkau harus berbekam.” (Fatahillah, 2007 dalam

(Jansen, Karim, & Misrawati, 2012).

Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi menyatakan, bahwa

Rasulullah SAW mengarahkan pengikut-pengikutnya menggunakan

bekam sebagai kaedah pengobatan penyakit. Beliau memuji orang


31

yang berbekam, “Dia membuang darah yang kotor, meringankan

tubuh, serta menajamkan penglihatan” (Yasin, 2007 dalam

(Kamaluddin, 2010a). Pada hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan

tentang hari-hari yang baik untuk berbekam, dalam sabdanya yang

artinya: "Bercerita kepada kami Abi Taubah Ar-Rabi bin Nafi

bercerita kepada kami Sa'id bin Abduurrahman Al-Jamhiyu dari sahil,

dari bapaknya, dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah SAW. Bersabda:

"Barangsiapa berbekam pada tanggal tujuh belas, sembilan belas dan

dua puluh satu, maka ia akan menyembuhkan semua penyakit". (H.R.

Abu Dawud)

Menurut Ibnu Sina dalam bukunya yang berjudul “Qanoon”

disebutkan bahwa bekam sebagai pilar ilmu kedokteran untuk

mengobati lebih dari 37 jenis penyakit (Dearlove, dkk, 1981 dalam

(Mohammad Reza, Tooba, Aghajani, Farideh, & Mohsen, 2012).

b. Jenis-jenis Bekam

Jenis-jenis bekam diantaranya:

1) Bekam kering atau bekam angina (Hijamah Jaaffah), yaitu

menghisap permukaan kulit dan memijat tempat sekitarnya tanpa

mengeluarkan darah kotor. Bekam kering ini berkhasiat untuk

pengobatan secara darurat atau digunakan untuk meringankan

nyeri punggung karena rheumatik, juga penyakit-penyakit

penyebab nyeri punggung. Kulit yang dibekam akan tampak merah

kehitam-hitaman selama 3 hari (Kamaluddin, 2010a).


32

2) Bekam basah (Hijamah Rothbah), yaitu mengeluarkan darah kotor

setelah bekam kering dengan melukai permukaan kulit dengan

menggunakan jarum (lancet), lalu di sekitarnya dihisap dengan alat

cupping set dan hand pump. Lamanya setiap hisapan yaitu 3 sampai

5 menit (Kamaluddin, 2010a).

c. Manfaat Bekam

Terapi bekam saat ini telah mendunia dan digunakan sebagai

terapi alternatif dan komplementer khususnya pada pasien dengan

sindrom nyeri. Studi klinik terkini melaporkan bahwa keefektifan

terapi bekam pada pasien dengan brachialgia paresthetica nocturna,

CTS (Carpal Tunnel Syndrome), nyeri kanker, dan LBP (low back

pain) (Farhadi, et al., 2009; Ludtke, Albrecht, Stange, & Uehleke,

2006; Michalsen, et al., 2009 dalam (Mohammad Reza et al., 2012).

Manfaat bekam lainnya juga terdapat dalam sebuah hadits yang

artinya: “Ibnu Umar berkata, Bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Berbekam sebelum sarapan adalah paling ideal, ia meningkatkan

kemampuan menghafal, menambah kuat hafalan orang yang sudah

hafal. Barang siapa berbekam hendaklah berbekam pada hari kamis

nama Allah SWT. Hindarilah berbekam pada hari jum'at, hari sabtu

dan hari ahad. Tetapi berbekamlah pada hari senin, selasa, karena hari

itu Ayyub disembuhkan dari bala'. Hindari pula pada hari rabu, karena

hari rabu adalah hari ketika Ayyub terkena bala'. Tidak pernah muncul
33

kusta dan vitiligo (belang) kecuali pada hari rabu dan malam rabu."

(HR. Ibnu Majjah).

d. Titik-titik Bekam

Menurut Suhardi & Syafa’ah, (2006), setiap bagian tubuh

memiliki kode inisial beserta nomor secara berurutan menurut

kebutuhan masing-masing, yaitu:

1) UM : Titik di bagian atas kepala

2) RA 1-25 : Titik-titik di bagian kepala

3) KHL 1-2 : Titik di bawah leher belakang di bawah C7

4) YA 1-12 : Titik-titik di tangan bagian depan & belakang

5) UN 1-9 : Titik-titik di bagian leher, muka dari belakang

6) AK 1-4 : Titik-titik di bagian bahu

7) SA 1-8 : Titik-titik di bagian dada

8) BA 1-12 : Titik-titik di bagian perut

9) ZA 1-27 : Titik-titik di bagian punggung

10) ZI 1-2 : Titik di bagian tulang ekor

11) WA 1-2 : Titik di bagian pangkal paha atas

12) RI 1-31 : Titik-titik di bagian kaki

Berikut adalah hadits yang menjelaskan tentang titik-titik

bekam yang artinya: “Bercerita kepada kami Abdul Quddus bin

Muhammad, bercerita kepada kami Amr bin Asyim, bercerita kepada

kami Hamam dan Jarir bin Hazim berkata : Bercerita kepada kami

Qatadah dari Anas berkata: Bahwa Nabi SAW, pernah berbekam pada
34

Akhda'ain dan bahu beliau. Beliau biasa berbekam pada hari ketujuh

belas, kesembilan belas dan kedua puluh satu. (H.R.Tirmidzi).

Penjelasan dalam hadits lain yang artinya: 5700-“Bercerita

kepada saya Muhammad bin Basyar, bercerita kepada kami Ibnu Abi

'Adiyi dari Hisyam dari Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata: "Nabi SAW

berbekam di kepala ketika beliau sedang ihram karena sakit yang

dirasakannya yaitu dengan menggunakan media air ada yang

mengatakan dengan kulit unta. 5701-Berkata Muhammad bin Sawa'

Memberi kabar kepada kami Hisyam dari Ikrimah dari Ibnu Abbas,

bahwa Rasulullah SAW telah berbekam di kepala ketika beliau sedang

ihram karena sakit yang dirasakannya" (HR. Bukhari).

Adapun pemberian terapi bekam yang dilakukan pada titik-titik

meridian untuk menurunkan hiperkolesterolimia yaitu titik KHL1,

UN2, UN3, AK1 dan AK2 (Yani, 2015).

e. Tinjauan Fisiologis tentang Titik Bekam

Menurut Majid (2009), di bawah kulit, otot, maupun fascia

terdapat suatu point atau titik yang mempunyai sifat istimewa. Antara

poin satu dengan poin lainnya saling berhubungan membujur dan

melintang membentuk jaringjaring (jala). Jala ini dapat disamakan

dengan meridian. Dengan adanya jala maka ada hubungan yang erat

antar bagian tubuh sehingga membentuk satu kesatuan yang tak

terpisahkan dan dapat bereaksi secara serentak. Kelainan yang terjadi

pada satu point dapat menular dan mempengaruhi point lainnya.


35

Pengobatan pada satu titik juga bisa mengobati titik yang lain

(Widada, 2011b).

Ahmadia (2008), Fatahillah (2007) dan Firy (2007)

mengatakan bahwa titik punuk merupakan titik yang dijadikan

sebagai sumber penyembuhan berbagai penyakit. Titik ini

merupakan titik pertemuan semua darah yang mengalir di seluruh

tubuh. Sehingga dengan upaya pembekaman memberikan respon

pembersihan sirkulasi darah dan juga memberikan efek autoregulasi

(Saryono, 2010).

Terapi bekam tidak menimbulkan efek samping yang besar

selain dari rasa tidak nyaman karena sayatan yang diberikan pada saat

terapi (Mohammad Reza et al., 2012).

f. Kontraindikasi Bekam

Kontraindikasi terapi bekam diantaranya adalah bayi hingga

anak usia 3 tahun, orang tua renta yang sakit tanpa daya dan upaya,

penderita tekanan darah sangat rendah, penderita sakit kudis, perut

wanita yang sedang hamil, wanita yang sedang haid, orang yang

sedang minum obat pengencer darah, penderita leukemia, alergi kulit

serius, orang yang sangat letih/kelaparan/kenyang/kehausan/gugup.

Sedangkan anggota bagian tubuh yang tidak boleh dibekam adalah

titik-titik mata, telinga, hidung, mulut, putting susu, alat kelamin,

dubur, area tubuh yang banyak simpul limpa, area tubuh yang dekat
36

pembuluh besar dan bagian tubuh yang ada varises, tumor, retak

tulang, dan jaringan luka (Kamaluddin, 2010b).

Menurut Chirali, 1999 dalam Mohammad Reza et al., (2012),

yang menjadi kontraindikasi untuk dilakukan terapi bekam yaitu

penderita kanker yang sudah bermetastase, pasien fraktur, pasien

dengan spasme otot, selain itu terapi bekam juga tidak dapat dilakukan

pada tempat DVT (Deep Vein Thrombosis), di mana ada luka, arteri,

atau tempat di mana dapat dirasakan denyutan.

g. Perbandingan Laboratorium antara Darah Pembuluh dengan Darah

Bekam

Penelitian yang dilakukan oleh Ranaei-siadat dkk, 2004 berhasil

menjelaskan hubungan antara darah sebelum dan sesudah terapi

bekam pada laki-laki sehat usia 20-27 tahun. Beberapa parameter

darah sebelum terapi bekam dan lima kali setelah terapi bekam (satu

kali per bulan). Menariknya, hasil penelitian mereka menunjukkan

bahwa darah dari hasil terapi bekam hanya dapat mengatur beberapa

parameter darah seperti kolesterol, HDL, LDL, dan FBS (Mohammad

Reza et al., 2012).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Bilal dkk, 2011, secara

ilmiah bertujuan untuk evaluasi keefektifan dari teknik terapi bekam

(cupping), contohnya penghisapan dan pembuangan darah dengan

membandingkan dan menganalisa perbedaan antara komposisi dari

contoh darah, diperoleh melalui teknik penghisapan pada bekam


37

(cupping) dan pengambilan darah melalui intravena. Ada perubahan

yang signifikan pada hampir setiap percobaan parameter. Hasilnya

diasumsikan bahwa mungkin ada beberapa substansi yang tidak

diketahui adanya dalam darah yang diambil melalui penghisapan

(Mohammad Reza et al., 2012).

Tabel 2.4 Perbandingan Biochemical Parameters Antara Sampel


Darah yang diambil Melalui Intravena Sesuai SOP, dengan
Sampel Darah yang diambil Melalui Terapi Bekam

Factor From Mean SD p-value


Vein 142,39 32,83
Cholesterol (mg/dl) P<0,001
Cupping 171,39 35,59
Triglyceride Vein 135,62 94,44
P<0,001
(mg/dl) Cupping 166,68 94,33
Vein 73,45 21,42
LDL (mg/dl) P<0,001
Cupping 85,81 29,47
Vein 34,58 10,17
HDL (mg/dl) P<0,001
Cupping 39,28 10,72

Seperti yang dilihat pada tabel 2.4, sampel darah dari terapi bekam

menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan (p<0,001) pada

kadar kolesterol, HDL, LDL, dan Trigliserida dibandingkan dengan

sampel darah vena (Mohammad Reza et al., 2012)

Hasil percobaan pada tabel 2.2 tidak ditemukan adanya

perubahan konsentrasi lipoprotein pada darah vena dalam 2 minggu

sesudah terapi bekam. Hal ini menunjukkan bahwa durasi

pengambilan darah sesudah terapi bekam dan pengulangan dalam

melakukan terapi bekam menjadi alasan untuk adanya perbedaan


38

komposisi darah sebelum dan sesudah terapi bekam (Mohammad

Reza et al., 2012).

Tabel 2.5 Perbandingan dari Biochemical Parameters pada Sampel


Darah Vena Sebelum dan 2 Minggu Sesudah Terapi Bekam

Factor From Mean SD p-value


Before 142,39 32,83
Cholesterol (mg/dl) P=0,245
After 148,55 36,52
Triglyceride Before 135,62 94,44
P=0,063
(mg/dl) After 157,39 97,47
Before 73,45 21,42
LDL (mg/dl) P=0,405
After 74,5 18,7
Before 34,58 10,17
HDL (mg/dl) P=0,567
After 35,69 10,00

h. Mekanisme Kerja Bekam secara Medis

Meridian atau potent points merupakan suatu sistem saluran

yang membujur dan melintang di seluruh tubuh yang secara

kedokteran tidak terlihat nyata tetapi dapat dibuktikan keberadaannya

dengan radioaktif teknesium perteknetat, yang menghubungkan

permukaan tubuh dengan organ dalam tubuh, organ satu dengan organ

lainnya, organ dengan jaringan penunjang lainnya sehingga

membentuk suatu kesatuan yang bereaksi bersama apabila ada

rangsangan dari kulit (Madjid, 2009 dalam Widada, 2011a).

Prinsip kerja dari terapi bekam dengan mengeluarkan darah

kotor pada dasarnya sama dengan prinsip metode Oxidant Drainage

Therapy (ODT). ODT merupakan suatu cara untuk mengeluarkan


39

oksidan atau radikal bebas dari dalam tubuh. Apabila oksidan ini dapat

dikeluarkan dari dalam tubuh maka sistem imun pasien akan

meningkat sehingga akan lebih resisten terhadap penyakit-penyakit

karena faktor imunitas (Salindeho, 2006 dalam Fahmy & Gugun,

2008).

Menurut Solih dan Amir (2007), terapi bekam terbukti

bermanfaat karena orang yang melakukan pengobatan dengan bekam

dirangsang pada titik saraf tubuh seperti halnya pengobatan

akupuntur. Tetapi dalam akupuntur yang dihasilkan hanya

perangsangan, sedangkan bekam, selain dirangsang juga terjadi

pergerakan aliran darah (Fahmy & Gugun, 2008).

Secara ilmiah, beberapa referensi bekam menyebutkan bahwa

1) Pada saat dilakukan bekam, tubuh akan mengeluarkan zat seperti

serotonin, prostaglandin, bradikinin, histamine yang berpengaruh

terhadap vasodilatasi pembuluh darah (Umar, 2008 dalam Irawan &

Ari, 2012). 2) Penghisapan akan merangsang saraf-saraf pada kulit.

Rangsangan ini akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla

spinalis melalui syaraf A delta dan C, serta traktus spino thalamikus

ke arah thalamus yang akan menghasilkan endorphin (Umar, 2008

dalam (Irawan & Ari, 2012), endorphin adalah peptida kecil yang

dilepaskan ke hipotalamus yang akan berdampak memperbaiki

suasana hati dan meningkatkan perasaan tenang / sejahtera (Corwin,

2009), sehingga akan berpengaruh terhadap relaksasi dari tubuh dan


40

tekanan darah seseorang. 3) Rangsang yang bekerja pada sel endotel

akan mengahasilkan faktor pembuat relaksasi derivat endotel

(FBRDE, endhotelium-derived relaxing factor/EDRF) atau sekarang

lebih dikenal dengan nama Oksida Nitrat (NO). Keluarnya zat

tersebut menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, sehingga

memperlancar sirkulasi darah dan akhirnya dapat menurunkan

tekanan darah (Ganong, 2008). 4) Bekam mampu mengeluarkan

lipoprotein dalam darah dalam bentuk bentuk kolesterol total, LDL

dan HDL (Irawan & Ari, 2012)

Beberapa mekanisme yang diduga mendasari patofisiologi kerja

terapi bekam. Menurut Ahmadia et al., (2009) sedikitnya terdapat 3

mekanisme fisiologis yang dipengaruhi oleh terapi bekam, yaitu

sistem syaraf, sistem hematologi dan sistem imun. Mekanisme sistem

syaraf memberikan efek regulasi neurotransmiter dan hormon seperti

serotonin, dopamin, endorphin, CGRP (Calcitoni-Gene Related

Peptide) dan acetylcholine (Ahmadia et al, 2009; Ullah, 2007 dalam

Saryono, 2010). Semua hormon tersebut dikeluarkan karena sebagai

zat toksik dalam tubuh. Nilawati et al, (2008) menambahkan zat toksik

lainnya yang keluar dari tubuh seperti histamin dan bradikinin.

Mekanisme sistem hematologi memberikan efek utama melalui jalur

sistem regulasi koagulasi-antikoagulasi seperti penurunan elemen

darah (fibrinogen), penurunan hematokrit, peningkatan aliran darah

dan peningkatan oksigenasi organ (Ahmadia et al, 2008 dalam


41

Saryono, 2010). Pengaktifan produk sistem imun juga diduga akibat

rangsangan terapi bekam. Terapi bekam memberikan efek utama

melalui jalur iritasi sistem imun dengan terjadinya inflamasi local dan

aktifasi sistem komplementer serta peningkatan produk imun seperti

interferon (Saryono, 2010).

4. Penurunan Kadar Kolesterol dalam Darah dengan Terapi Bekam

Terapi bekam selalu dilakukan sesuai titik pola yang digunakan

dalam terapi akupuntur standar dengan penekanan pada titik di

punggung. Punggung merupakan tempat yang mudah untuk dilakukan

bekam dan memiliki titik yang dapat mempengaruhi metabolisme

kolesterol (Dharmananda & Subhuti, 2007 dalam Fahmy & Gugun,

2008).

Penurunan kadar kolesterol yang dipengaruhi intervensi terapi

bekam diduga karena adanya pengaruh mekanisme sistem hematologi

yang memberikan efek utama melalui jalur sistem regulasi koagulasi-

antikoagulasi dengan peningkatan aliran darah dan peningkatan

oksigenasi organ. Mengingat hepar merupakan tempat filtrasi darah dari

berbagai zat toksik yang masuk ke dalam tubuh, melalui mekanisme

sistem hematologi dan juga mekanisme sistem imun inilah kadar

kolesterol dalam tubuh dapat diturunkan (Ahmadia et al, 2008 dalam

(Saryono, 2010).

Penelitian yang dilakukan Sayed, et al (2013), menyatakan

bahwa terapi bekam basah mengakibatkan terjadinya perlukaan kecil dan


42

tipis pada permukaan kulit dan ditambah adanya tindakan vakumisasi

sehingga memungkinkan terjadinya ekskresi melalui kulit secara

artifisial yakni suatu proses ekskresi atau pengeluaran material melalui

kulit yang dibuat dengan cara melakukan insisi/perlukaan tipis pada

permukaan kulit yang dikombinasi dengan adanya

vakumisasi/penyedotan. Proses ini dikatakan sebagai analogi dari proses

ekskresi yang dilakukan oleh organ ginjal. Komponen yang

memungkinkan untuk diekskresikan melalui bekam meliputi produk-

produk sisa metabolisme tubuh, radikal bebas, substansi kimiawi dan

biologi yang dilepaskan ke dalam cairan interstitial dan darah yang

termasuk substansi hidrofilik dan hidrofobik termasuk di dalamnya

lipoprotein atau kolesterol.

B. Penelitian Terkait

1. Penelitian berjudul Gambaran Kadar Kolesterol Pasien yang

mendapatkan Terapi Bekam oleh Tri Puspa Rini, Darwin Karim, dan

Riri Novayelinda pada tahun 2014 yang menunjukkan bahwa gambaran

kadar kolesterol pasien yang mendapatkan terapi bekam didapatkan

hasil penelitian rata-rata mean kadar kolesterol sebelum terapi bekam

200,61 mg/dl dan mean sesudah terapi bekam 197,94 mg/dl hasil

penelitian ini relative stabil dan tidak ada perbedaan yang bermakna

antara sebelum dan sesudah bekam.

2. Penelitian berjudul Evaluation of the Effects of Traditional Cupping on

the Biochemical, Hematological and Immunological Factors of Human


43

Venous Blood oleh Mohammad Reza Vaez Mahdavi, Tooba

Ghazanfari, Marjan Aghajani, Farideh Danyali dan Mohsen Naseri

pada tahun 2012 yang menunjukkan bahwa sampel darah yang diambil

dari intravena dan terapi bekam mempunyai komposisi darah yang

berbeda dari segi biochemical di mana sampel darah terapi bekam

mempunyai komposisi darah dengan kadar kolesterol lebih tinggi

dibandingkan sampel darah intravena.

3. Penelitian berjudul Pengaruh Bekam (Al Hijamah) terhadap Kadar

Kolesterol LDL pada Pria Dewasa Normal oleh Alfian Fahmy dan

Adang Muhammad Gugun pada tahun 2008 yang menunjukkan bahwa

bekam tidak dapat menurunkan kadar kolesterol LDL pada pria sehat

dalam satu jam pasca pembekaman, tetapi bekam menaikkan kadar

kolesterol LDL satu jam setelah perlakuan bekam.

4. Penelitian berjudul Penurunan Kadar Kolesterol Total pada Pasien

Hipertensi yang mendapat Terapi Bekam di Klinik An-Nahl

Purwokerto oleh Saryono tahun 2010 yang menunjukkan bahwa ada

pengaruh terapi bekam terhadap penurunan kadar kolesterol total pada

pasien hipertensi di Klinik An-Nahl Purwokerto.

5. Penelitian berjudul Efek Terapi Bekam Basah terhadap Kadar

Kolesterol Total pada Penderita Hiperkolesterolemia di Klinik Bekam

Center Semarang oleh Sri Widodo dan Khoiriyah pada tahun 2014 yang

menunjukkan bahwa kadar kolesterol pada terapi bekam cenderung

menurun berdasarkan progres intervensi yang berarti terdapat


44

perbedaan kadar yang signifikan berdasarkan progres perlakuan atau

menunjukkan adanya pengaruh terapi bekam basah terhadap penurunan

kadar kolesterol darah total pada penderita hiperkolesterolemia.

6. Penelitian berjudul Penurunan Kadar Kolesterol dengan Terapi Bekam

oleh Zahid Fikri, Nursalam dan Eka Misbahatul M pada tahun 2012

yang menunjukkan bahwa terapi bekam menurunkan kadar kolesterol

pada pasien hiperkolesterolemia umur 45 tahun ke atas.

7. Penelitian berjudul Mengendalikan Kadar Kolesterol pada

Hiperkolesterolemia oleh Muhammad Yani pada tahun 2015 yang

menunjukkan bahwa terapi bekam menurunkan kadar kolesterol pada

pasien hiperkolesterolemia umur 45 tahun ke atas.


45

C. Kerangka Teori
Kolesterol normal dalam
darah

Jika kadar berlebihan

Faktor-faktor penyebab
hiperkolesterolemia: Hiperkolesterolemia

1. Usia
2. Jenis Kelamin Penatalaksanaan Hiperkolesterolemia
3. Tingkat Pendidikan
4. Riwayat Merokok
5. IMT Farmakoterapi Non-Farmakoterapi

Terapi Alternatif dan


Komplementer

Terapi Bekam
(Intervensi)

Penurunan kadar
kolesterol total dalam
tubuh

Bagan 2.2 Kerangka Teori

(Diadopsi dari Rini et al., 2014; Saryono, 2010; Fahmy & Gugun, 2008)
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah model pendahuluan dari sebuah

masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan variabel-

variabel yang diteliti (Swarjana, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi penurunan kadar kolesterol total pada penderita

hiperkolesterolemia dengan menggunakan metode terapi bekam yang

dilakukan di Klinik Assabil Holy Holistic Jakarta. Peneliti akan

memeriksa kadar kolesterol pada penderita hiperkolesterolemia

sebelum dan sesudah diberikan terapi bekam.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi bekam,

variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar kolesterol pada

penderita hiperkolesterolemia, dan variabel confounding dalam

penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis

pekerjaan, riwayat merokok, IMT. Berdasarkan uraian tersebut maka

kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

46
47

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Dependen:
Variabel Independen:
Kadar kolesterol pada
Terapi Bekam penderita
hiperkolesterolemia

Variabel Confounding:

1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Tingkat Pendidikan
4. Jenis Pekerjaan
5. Riwayat Merokok
6. IMT

Keterangan: = Diteliti

= Tidak diteliti

= Diteliti

= Tidak diteliti

B. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

Ha : Terdapat pengaruh terapi bekam terhadap kadar kolesterol

total pada penderita hiperkolesterolemia di Klinik Assabil

Holy Holistic Jakarta.

Ho : Tidak adanya pengaruh terhadap kadar kolesterol total pada

penderita hiperkolesterolemia setelah dilakukan intervensi

terapi bekam di Klinik Assabil Holy Holistic Jakarta.


C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Penelitian Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Independen
Terapi Bekam Suatu pengobatan Standar Lembar observasi 1. Terapi bekam dikatakan -
komplementer berupa Operasional sesuai dan tepat apabila
pengeluaran darah rusak Prosedur dilaksanakan sesuai SOP
(damul fasd) dengan (SOP) terapi terapi bekam.
cara mengkop dan bekam 2. Terapi bekam dikatakan
menyayat bagian kulit tidak sesuai apabila tidak
yang akan dibekam, dilaksanakan sesuai SOP
pada penderita terapi bekam.
hiperkolesterolemia
dilakukan di titik KHL1,
UN2, UN3, AK1 dan
AK2.
Variabel Dependen
Kadar kolesterol pada Kadar kolesterol yang Pemeriksaan Kit set pemeriksaan Kadar kolesterol dalam Rasio
penderita hiperkolesterolemia diperiksa sebelum dan kadar kolesterol kolesterol total satuan mg/dl
sesudah dilakukan terapi dilakukan merk EasyTouch
bekam. Kadar kolesterol sebelum dan satu beserta Cholesterol
normal <200 mg/dl. jam setelah Test Strips dan
dibekam. lancet.

48
Variabel Penelitian Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Confounding
Usia Usia individu mulai dari Pengisian lembar Lembar identitas Usia dalam tahun Rasio
25 sampai 65 tahun identitas oleh
responden
Jenis Kelamin Jenis kelamin individu Pengisian lembar Lembar identitas 1. Laki-laki Nominal
berdasarkan kartu identitas oleh 2. Perempuan
keluarga dan responden
pengamatan ciri-ciri
fisik individu.
Tingkat Pendidikan Jenjang pendidikan Pengisian lembar Lembar identitas 1. Rendah (SD) Ordinal
tertinggi yang pernah identitas oleh 2. Menengah (SMP atau
ditempuh responden. responden SMA)
3. Tinggi (Diploma/Perguruan
Tinggi)
Jenis Pekerjaan Pekerjaan yang sedang Pengisian lembar Lembar identitas 1. Bekerja Ordinal
dijalani responden. identitas oleh 2. Tidak Bekerja
responden
Riwayat Merokok Merokok apabila Pengisian lembar Lembar identitas 1. Merokok Ordinal
merokok setiap hari atau identitas oleh 2. Pernah Merokok
kadang-kadang. Pernah responden 3. Tidak Merokok
merokok apabila tidak
merokok tetapi pernah
merokok sebelumnya.
Tidak merokok apabila

49
Variabel Penelitian Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
responden tidak pernah
merokok.
Indeks Massa Tubuh (IMT) Hasil perhitungan berat Pengisian lembar Lembar observasi 1. Kurang/Underweight Ordinal
2
badan dibagi dengan observasi oleh (<18,5 kg/m )
pangkat dua tinggi peneliti 2. Normal (18,5-22,9 kg/m2)
badan (kg/m2) yang 3. Lebih/Overweight (23-24,9
dibagi menjadi empat kg/m2)
kategori: kurang, 4. Obesitas tipe 1 (25-29,9
normal, lebih, dan kg/m2)
obesitas menurut 5. Obesitas tipe 2 (≥30 kg/m2)
standar Kementerian
Kesehatan RI.

50
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini berjenis quassy experiment dengan menggunakan

desain penelitian analitik deskriptif dan rancangan penelitian one

group pretest and posttest yaitu hanya ada kelompok intervensi untuk

mengidentifikasi pengaruh terapi bekam terhadap penurunan kadar

kolesterol total pada penderita hiperkolesterolemia sebelum dan

sesudah dilakukan terapi bekam. Desain ini digambarkan sebagai

berikut:

01 X 02

Bagan 4.1 Desain Penelitian

Keterangan:

01 : Penderita hiperkolesterolemia sebelum dilakukan terapi bekam

(pretest)

02 : Penderita hiperkolesterolemia sesudah dilakukan terapi bekam

(posttest)

X : Intervensi (perlakuan terapi bekam)

51
52

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh klien penderita

hiperkolesterolemia yang berbekam di Klinik Bekam Assabil Holy

Holistic Jakarta.

2. Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang dihasilkan

dari teknik sampling. Idealnya, sampel yang diambil yaitu sampel

yang mewakili populasi (Swarjana, 2012).

Pada penelitian ini, teknik sampel yang digunakan yaitu

ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling dengan kriteria

inklusi:

a. Jenis kelamin laki-laki maupun perempuan

b. Hiperkolesterolemia dan kolesterol tinggi dengan kadar

kolesterol > 200 mg/dl

c. Bersedia menjadi subjek penelitian

d. Klien bekam di Klinik Assabil Holy Holistic

Kriteria eksklusi:

a. Terdapat salah satu kontraindikasi bekam

Jumlah minimum besar sampel berdasarkan riset penelitian

eksperimental adalah 15 subjek pada setiap kelompok untuk studi

yang simple, sedangkan dengan kontrol eksperimental yang kuat

diperlukan jumlah minimum adalah 10-20 subjek per kelompok


53

(Dempsey, 2002). Jumlah sampel pada penelitian kuasi eksperimen

adalah sebanyak 10-20 orang (Burns & Grove, 2005). Menurut

Sugiyono (2014), jumlah sampel untuk penelitian eksperimen bisa

sekitar 10 sampai 20 responden.

Jadi, besar sampel pada penelitian ini yaitu 20 orang yang

menderita hiperkolesterolemia dan melakukan terapi bekam di

Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta dari bulan Februari

sampai dengan April 2017 yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

eksklusi.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Klinik Bekam Assabil Holy

Holistic Jakarta. Waktu penelitian dilakukan mulai tahap

penyusunan proposal pada bulan Oktober sampai Desember 2016

dan dilanjutkan pada tahap pengumpulan data pada bulan Februari

sampai April 2017.

D. Alat Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian

1. Alat Pengumpulan Data

a. Kit Set Pemeriksaan Kolesterol Darah Total merk EasyTouch

dan Lancet

Alat bantu untuk memeriksa kadar kolesterol total

digunakan untuk mengetahui kadar kolesterol total responden

sebelum dan sesudah diberikan terapi bekam.


54

b. Lembar Identitas

Lembar identitas diisi langsung oleh responden dan

digunakan untuk mencatat karakteristik responden yang

pertama identitas klien yaitu nama, usia (25-35 tahun, 36-45

tahun, 46-55 tahun, 56-65 tahun), jenis kelamin (laki-laki atau

perempuan), pendidikan terakhir (SD, SMP/SMA,

Diploma/PT), pekerjaan (wiraswasta, PNS, IRT,

pelajar/mahasiswa, swasta). Riwayat kesehatan yaitu riwayat

merokok (merokok, pernah merokok, tidak merokok),

pengalaman bekam (pertama atau lebih), dan konsumsi obat saat

ini. Antropometri yaitu berat badan dan tinggi badan.

c. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat IMT, kadar

kolesterol total sebelum diberikan terapi bekam dan kadar

kolesterol total sesudah diberikan terapi bekam yang diisi oleh

peneliti. Sebelum tindakan dilakukan, peneliti menjelaskan

tentang pelaksanaan terapi bekam dan menanyakan kesediaan

klien menjadi subjek penelitian ini (informed consent).

d. Timbangan Berat Badan

Alat bantu untuk mengukur berat badan digunakan untuk

mengetahui IMT responden.


55

e. Alat Pengukur Tinggi Badan (Microtoise)

Alat bantu untuk mengukur tinggi badan digunakan untuk

mengetahui IMT responden.

2. Prosedur Penelitian

a. Penyusunan proposal skripsi.

b. Pembuatan surat izin studi pendahuluan untuk observasi dan

pengambilan data awal dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kepada Klinik

Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta.

c. Pengambilan data awal di Klinik Bekam Assabil Holy Holistic

Jakarta untuk mengetahui populasi dan menentukan sampel

penelitian.

d. Peneliti melakukan wawancara singkat kepada calon responden

mengenai riwayat hiperkolesterolemia, kebiasaan konsumsi

makanan yang banyak mengandung kolesterol, riwayat penyakit

individu dan keluarga, serta menjelaskan tujuan penelitian

kepada setiap orang yang datang ke Klinik Bekam Assabil Holy

Holistic Jakarta.

e. Jika terdapat indikasi orang tersebut diduga mempunyai kadar

kolesterol tinggi maka selanjutnya peneliti mendiskusikan

waktu pelaksanaan terapi bekam, waktu pre-test (pemeriksaan

kadar kolesterol total sebelum bekam), dan waktu post-test

(pemeriksaan kadar kolesterol total 20 menit setelah bekam).


56

f. Peneliti mempersiapkan alat yang diperlukan untuk

pemeriksaan kadar kolesterol total dengan kit set pemeriksaan

kadar kolesterol total bermerk dagang EasyTouch beserta blood

cholesterol test strips dan lembar observasi.

g. Peneliti melakukan pemeriksaan kadar kolesterol total (pre-test)

dengan menggunakan alat bantu kit set pemeriksaan kolesterol

darah total, kemudian apabila orang tersebut mempunyai kadar

kolestrol tinggi dan atau hiperkolesterolemia maka dilakukan

kesepakatan kepada orang tersebut untuk menjadi responden

penelitian dan menandatangani lembar persetujuan menjadi

responden (informed concent) bagi responden yang bersedia

untuk menjadi sampel penelitian, kemudian data pre-test dicatat

dalam lembar observasi.

h. Setelah itu diberikan terapi bekam kepada responden oleh

terapis yang sudah tersertifikasi dan sesuai dengan SOP pada

titik-titik bekam untuk indikasi hiperkolesterolemia.

i. Setelah dibekam, peneliti melakukan pemeriksaan kadar

kolesterol total (post-test) setelah 20 menit usai dibekam, hal ini

untuk mencegah terjadinya bias pada nilai kadar kolesterol,

kemudian data post-test dicatat dalam lembar observasi.

3. Prosedur Risk Management

Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek

penelitian dan juga melakukan tindakan invasif yang akan


57

dilakukan oleh peneliti dengan menusukkan lancet pada ujung jari

responden untuk pengambilan sampel darah perifer dalam

pengecekan kadar kolesterol total, maka perlu dilakukan Risk

Management yaitu sebagai berikut:

a. Sebelum melakukan prosedur invasif, peneliti sebagai

pemeriksa menyiapkan alat, mencuci tangan, dan memakai

handscoon.

b. Peneliti membersihkan ujung jari responden dengan alcohol

swab kemudian menusukkan lancet pada ujung jari yang sudah

dibersihkan dan langsung memasukkan sampel darah ke strip

kolesterol yang sudah disiapkan.

c. Kemudian peneliti menekan lembut area yang ditusuk dengan

alcohol swab selama 3 menit sampai darah berhenti keluar.

d. Apabila darah masihr keluar maka peneliti akan menekan

lembut area tersebut selama 5 menit.

e. Apabila darah tetap tidak berhenti maka peneliti akan membawa

pasien ke klinik atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan

pertolongan yang profesional.

E. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah salah satu rangkaian kegiatan

penelitian setelah pengumpulan data. Data yang masih mentah (raw

data) perlu diolah sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat


58

digunakan untuk menjawab tujuan penelitian (Hastono, 2006). Tahap-

tahap pengolahan data antara lain:

1. Editing

Hal yang harus diperhatikan dalam editing adalah apakah

pertanyaan telah terjawab dengan lengkap, apakah catatan sudah

jelas dan mudah dibaca, dan apakah coretan yang ada sudah

diperbaiki (Wasis, 2008). Selain itu, peneliti perlu juga untuk

memeriksa apakah isian formulir atau kuisioner sudah lengkap,

jelas, relevan, dan konsisten (Hastono, 2006).

2. Coding

Coding adalah kegiatan merubah data berbentuk huruf

menjadi data berbentuk angka. Coding juga dapat dikatakan

sebagai usaha memberi kode-kode tertentu pada jawaban

responden (Wasis, 2008). Data yang disederhanakan dalam

penelitian kali ini yaitu kategori usia diberi angka 1 untuk usia (25-

35 tahun), angka 2 untuk usia (36-45 tahun), angka 3 untuk usia

(46-55 tahun), angka 4 untuk usia (56-65 tahun). Kategori jenis

kelamin diberi angka 1 (laki-laki) dan angka 2 (perempuan).

Kategori tingkat pendidikan diberi angka 1 (SD/Sederajat), angka

2 (SMP/Sederajat), angka 3 (SMA/Sederajat), angka 4

(D3/S1/Sederajat). Kategori riwayat merokok diberi angka 1 (Ada

riwayat merokok) dan angka 2 (tidak ada riwayat merokok).

Kategori IMT diberi angka 1 (Underweight), angka 2 (Normal),


59

angka 3 (Overweight), dan angka 4 (Obesitas). Kategori kadar

kolesterol total diberi angka 1 (sebelum diberikan terapi

bekam/pretest) dan angka 2 (sesudah diberikan terapi

bekam/posttest).

3. Processing

Mengentry data merupakan kegiatan memasukkan data

yang telah dikumpulkan ke dalam tabel atau database computer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga

dengan membuat tabel kontingensi (Hidayat, 2008). Processing ini

merupakan langkah agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis

(Hastono, 2006).

4. Cleaning

Pembersihan data atau cleaning adalah pengecekan kembali

data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Cara-

cara dalam membersihkan data yaitu: a) mengetahui missing data,

b) mengetahui variasi data, dan c) mengetahui konsistensi data

(Hastono, 2006).

F. Analisis Data

Pada umumnya analisis data yang dilakukan dalam penelitian

ini merupakan tabulasi silang (crosstab) variabel karakteristik

individu dan terapi bekam terhadap penurunan kadar kolesterol total

pada penderita hiperkolesterolemia. Berikut merupakan uraian

analisis data dalam penelitian ini:


60

1. Analisis Univariat (Deskriptif)

Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan/mendeskripsikan

karakteristik tiap variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung pada

jenis data, untuk data numerik (usia dan kadar kolesterol total)

digunakan nilai mean, median, standar deviasi, inter kuartil range,

dan minimal maksimal. Pada data kategorik (jenis kelamin, tingkat

pendidikan, jenis pekerjaan, riwayat merokok, dan IMT)

peringkasan data hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan

ukuran persentase atau proporsi (Hastono, 2006).

Analisis deskriptif dilakukan pada semua variabel penelitian

untuk melihat frekuensi (jumlah dan proporsi) dari setiap variabel

penelitian terhadap variabel kadar kolesterol pada penderita

hiperkolesterolemia.

2. Analisis Bivariat (Analitik)

Analisis bivariat digunakan bila diinginkan analisis

hubungan antara dua variabel, untuk mengetahui hubungan dua

variabel tersebut biasanya digunakan pengujian statistik. Jenis uji

statistik yang digunakan bergantung pada jenis data/variabel yang

dihubungkan (Hastono, 2006).

Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji t-

dependent. Uji t-dependent merupakan uji parametrik yang

digunakan untuk melihat hubungan data numerik pada variabel

terapi bekam dan variabel karakteristik individu dengan variabel


61

kadar kolesterol pada hiperkolesterolemia. Hasil analisis berupa p-

value.

Sebelum data diuji dengan uji t-dependent, harus dilakukan

uji normalitas terlebih dahulu yaitu jika data <50 maka digunakan

uji normalitas Saphiro Wilk dan jika data >50 maka digunakan uji

normalitas Korlmogorov Smirnov. Kemudian jika data tidak

terdistribusi normal maka uji bivariat menggunakan uji Wilcoxon.

G. Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak

boleh bertentangan dengan etika. Etika penelitian yang perlu

diperhatikan dalam penelitian ini meliputi:

1. Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk

bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden (Nursalam,

2008). Peneliti memberikan informed consent kepada responden

sebelum penelitian dilakukan untuk memberikan informasi

maupun gambaran terkait penelitian kepada calon responden.

Kemudian calon responden diberikan informasi mengenai

tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang diperoleh dari

penelitian dan diberi hak untuk bersedia atau tidak menjadi

responden dalam penelitian ini. Apabila calon responden setuju,

maka calon responden diminta untuk menandatangani informed


62

consent sebagai bukti persetujuan antara peneliti dengan

responden. Apabila tidak bersedia menjadi responden maka

peneliti tidak memaksakan calon responden tersebut untuk diteliti.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan yang terjadi adalah masalah yang

memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan

tidak mencantumkan nama responden dan hanya menuliskan kode

(Hidayat, 2007). Pada penelitian ini, penyebutan identitas

responden dilakukan dengan cara responden menuliskan inisial

namanya pada setiap data yang didapatkan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Pada suatu penelitian, peneliti wajib merahasiakan data-data

yang sudah dikumpulkannya. Kerahasiaan ini bukan tanpa alasan.

Sering kali subjek penelitian menghendaki agar dirinya tidak dipost

kepada khalayak ramai. Apabila sifat penelitian menuntut peneliti

untuk memperoleh persetujuan terlebih dahulu serta mengambil

langkah-langkah dalam menjaga kerahasiaan (Wasis, 2008).

Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa data dan

informasi yang nantinya diperoleh peneliti sepenuhnya digunakan

untuk kepentingan penelitian dan dijamin kerahasiaannya. Data

dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini hanya

dilaporkan pada laporan hasil penelitian serta hanya diketahui oleh

peneliti dan pembimbing.


63

4. Justice (Keadilan)

Pada setiap penelitian, responden harus diperlakukan secara

adil baik sebelum, selama, dan sesudah keikutsertaannya dalam

penelitian (Nursalam, 2008). Setiap responden harus diperlakukan

secara adil tanpa ada diskriminasi baik status, hak sebagai

reponden, manfaat yang diperoleh, keanonimitas, dan kerahasiaan.

Responden mendapatkan perlakuan yang sama yaitu mendapatkan

intervensi terapi bekam, pemeriksaan kadar kolesterol total

sebelum dan sesudah terapi bekam.

5. Balancing Harms and Benefits (Manfaat dan Kerugian)

Peneliti harus memperhitungkan manfaat dan kerugian yang

ditimbulkan dari penelitian yang dilakukan kepada responden.

Penelitian yang dilakukan harus memiliki manfaat yang maksimal

khususnya bagi responden dan peneliti hendaknya meminimalisasi

dampak yang merugikan bagi responden (Notoatmodjo, 2012).

Pemberian terapi bekam dilakukan oleh terapis bekam yang telah

bersertifikat dan kompeten.

Pemeriksaan kadar kolesterol total dilakukan oleh peneliti

yang telah dinyatakan layak oleh pembimbing sesuai dengan

prosedur yang ditetapkan agar tidak membahayakan responden dan

guna mendapatkan manfaat yang maksimal.


BAB V

HASIL

A. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menganalisis variabel-variabel

yang diteliti secara deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi dan

proporsi apabila data yang digunakan kategorik (jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, status merokok, dan IMT), dan apabila data yang digunakan yaitu

data numerik (usia dan kadar kolesterol total) maka digunakan nilai mean,

median, standar deviasi, dan minimal maksimal. Analisis univariat pada

penelitian ini menggambarkan karakteristik responden, serta kadar

kolesterol total sebelum dan sesudah diberikan intervensi.

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari jenis

kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status merokok, dan Indeks Massa

Tubuh (IMT). Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin,

usia, pendidikan, pekerjaan, status merokok, dan Indeks Massa Tubuh

(IMT) dapat dilihat pada tabel 5.1.

64
65

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Status Merokok, dan
Indeks Massa Tubuh (IMT) di Klinik Assabil Holy Holistic Jakarta,
Maret 2017
Karakteristik responden n %
Jenis kelamin
1. Laki-laki 9 45
2. Perempuan 11 55
Total 20 100
Usia (tahun) x SD
51,40 12,517
1. Laki-laki 44,00 14,722
2. Perempuan 57,45 5,888
Pendidikan n %
1. SD 4 20
2. SMP/SMA 5 25
3. Diploma/PT 11 55
Total 20 100
Pekerjaan
1. Bekerja 8 40
2. Tidak bekerja 12 60
Total 20 100
Status IMT
1. Kurang 1 5
2. Normal 2 10
3. Lebih 11 55
4. Obesitas tipe 1 6 30
5. Obesitas tipe 2 0 0
Total 20 100
Status Merokok
1. Merokok 0 0
2. Pernah merokok 5 25
3. Tidak merokok 15 75
Total 20 100

Pada tabel 5.1 tersebut diketahui bahwa karakteristik responden dari

20 responden didapatkan 11 orang berjenis kelamin perempuan dengan

proporsi (55%) lebih besar dibandingkan dengan yang berjenis kelamin

laki-laki. Rata-rata usia responden secara keseluruhan yaitu 51,40 tahun


66

dan standar deviasi 12,517. Perempuan memiliki rata-rata usia yang lebih

tua (57,45 tahun) dibandingkan dengan laki-laki (44 tahun).

Distribusi tingkat pendidikan responden paling besar yaitu tamat

Diploma/Perguruan Tinggi sebanyak 11 orang (55%). Berdasarkan status

pekerjaan didapatkan sebagian besar tidak bekerja yaitu 12 orang (60%).

Proporsi responden dengan status IMT terbesar yaitu responden dengan

berat badan lebih sebanyak 11 orang (55%). Kemudian proporsi

responden berdasarkan status merokok didapatkan sebagian besar tidak

merokok yaitu 15 orang (75%).

2. Kadar Kolesterol Total

Hasil penelitian ini berupa kadar kolesterol total responden sebelum

bekam dan sesudah bekam yang dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.2 Perbedaan Rerata Kadar Kolesterol Total Responden


Sebelum Bekam dan Sesudah Bekam, Maret 2017

Variabel Frekuensi (n) Mean SD Min-Maks


Kadar Kolesterol
Total Sebelum 20 252,3 32,979 211-312
Bekam
Kadar Kolesterol
Total Sesudsh 20 222,7 46,054 118-300
Bekam

Tabel 5.2 menggambarkan tentang kadar kolesterol total pada

responden sebelum dan sesudah bekam. Pada hasil tersebut didapatkan

rata-rata kadar kolesterol total sebelum bekam adalah 252,3 dengan

standar deviasi 32,979. Sedangkan rata-rata kadar kolesterol total


67

sesudah bekam menurun menjadi 222,7 dengan standar deviasi

meningkat menjadi 46,054.

B. Analisis Bivariat

1. Hasil Uji Normalitas

Sebelum dilakukan analisis bivariat, terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas terhadap data yang telah diperoleh. Hasil dari uji normalitas

tersebut akan menentukan analisis bivariat yang akan digunakan. Jika

hasil uji normalitas menunjukkan sebaran data normal maka analisis

bivariat yang yang digunakan yaitu uji t berpasangan. Jika sebaran data

tidak normal, uji yang digunakan adalah uji wilcoxon. Hasil uji

normalitas yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Hasil Uji Normalitas Data

Shapiro-Wilk
Variabel Frekuensi (n)
Df Sig.
Kadar Kolesterol
total sebelum 20 20 0,079
Bekam
Kadar Kolesterol
Total sesudsh 20 20 0,286
Bekam

Tabel 5.3 menunjukkan hasil uji normalitas menggunakan shapiro-

wilk karena jumlah responden ≤ 50 orang (Dahlan, 2012). Hasil uji

normalitas untuk kadar kolesterol total sebelum bekam adalah 0,079

kadar kolesterol total setelah bekam adalah 0,286. Hal ini menunjukkan

bahwa data tersebut terdistribusi normal (p-value >0,05).


68

2. Pengaruh Terapi Bekam terhadap Kadar Kolesterol Total

Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

parametrik menggunakan t berpasangan. Hasil uji t berpasangan

digunakan untuk mengetahui adakah pengaruh dari terapi bekam

terhadap kadar kolesterol total. Hasil uji t berpasangan yang didapatkan

dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 5.4 Pengaruh Terapi Bekam terhadap Kadar Kolesterol


Total pada sebelum dan sesudah terapi bekam, Maret 2017

Kadar
Kolesterol n Mean SD Min-Max p-value
Total
Sebelum 20 252,3 32,979 211-312
0,023
Sesudah 20 222,7 46,054 118-300

Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata kadar kolesterol total

menggunakan uji t berpasangan dengan nilai α = 0,05 yaitu diperoleh

nilai significancy sebesar 0,023 (p-value < 0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa secara statistik terdapat pengaruh bermakna pada terapi bekam

yang diberikan terhadap kadar kolesterol total sebelum dan sesudah

intervensi.
BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian yang diperoleh

tentang pengaruh terapi bekam terhadap kadar kolesterol total. Hasil penelitian

ini kemudian akan dibandingkan dengan teori dan hasil penelitian sebelumnya

serta memaparkan keterbatasan dalam penelitian ini.

A. Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 20

responden mayoritas responden adalah perempuan yang berjumlah 11

orang (55%) dengan rata-rata usia 57,45 tahun, sedangkan laki-laki

berjumlah 9 orang (45%). Menurut Nilawati, Krisnatuti, Mahendra, &

Oei, (2008) wanita pada usia menopause, mempunyai kadar kolesterol

total yang lebih rendah pada laki-laki di usia yang sama, akan tetapi

setelah menopause kadar LDL pada wanita cenderung meningkat.

Pada dasarnya pria memiliki risiko yang lebih tinggi akan

kejadian hiperkolesterolemia dibandingkan dengan wanita, hal ini

terjadi karena hormon estrogen yang berfungsi sebagai pelindung dari

adanya plak pada pembuluh darah lebih tinggi kadarnya pada wanita

dibandingkan pada pria. Namun, pria ataupun wanita mempunyai

69
risiko sama besar akan terjadinya hiperkolesterolemia pada usia 45-

54 tahun (Afiah & Rahayuningsih, 2014).

Pada penelitian kali ini didapatkan hasil bahwa usia rata-rata

responden wanita yaitu 57 tahun yang mana pada usia tersebut wanita

rata-rata sudah mengalami menopause. Seperti yang terdapat dalam

penelitian Rostiana & Kurniati (2009) bahwa pada umumnya wanita

akan mengalami menopause rata-rata pada usia sekitar 45-50 tahun.

Menurut Irvan (2007), kekurangan estrogen pada wanita yang sudah

menopouse akan menurunkan kadar HDL, sehingga wanita

menopause cenderung mempunyai kadar kolesterol yang sama dengan

laki-laki bahkan dapat melampaui kadar kolesterol laki-laki (Rini, et

al., 2014).

Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini laki-laki dan

perempuan mempunyai risiko hiperkolesterolemia yang sama, akan

tetapi risiko mengalami hiperkolesterolemia menjadi lebih tinggi pada

perempuan ketika perempuan sudah mengalami menopause yang

mana dalam penelitian ini rata-rata usia responden perempuan yaitu

57 tahun atau sudah memasuki masa menopause.

b. Usia

Pada tabel 5.1 didapatkan hasil analisis univariat yang

menunjukkan rata-rata penderita hiperkolesterolemia yaitu berusia

51,40 tahun dengan rata-rata usia wanita 57,45 tahun dan pria dengan
rata-rata usia 44 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

kejadian hiperkolesterolemia umumnya terjadi pada rentang usia 40-

50 tahun. Hal ini sejalan pada penelitian yang dilakukan oleh Afiah &

Rahayuningsih (2014) yang menunjukkan bahwa pada wanita dan pria

di usia 40-50 tahun mempunyai metabolisme yang sama. Selain itu,

pada usia 40-50 tahun merupakan usia terjadinya sindroma metabolik

yang mulai meningkat. Sebagian besar orag mengalami

hiperkolesterolemia pada usia diatas 45 tahun.

Terjadinya peningkatan kadar kolesterol total ini berjalan seiring

dengan bertambahnya usia. Hal itu tidak terjadi spontan tetapi sudah

dimulai dari sejak kanak-kanak dan baru diketahui setelah mencapai

usia lebih dari 40 tahun. Mekanisme tersebut ada hubungannya

dengan aktivitas reseptor LDL. Usia yang makin bertambah sejalan

dengan berkurangya aktivitas reseptor LDL. Hal tersebut

mengakibatkan banyaknya kadar LDL yang tidak tertangkap oleh

reseptor LDL sehingga menjadikan kadar LDL meningkat dan akan

lebih lama berada dalam peredaran darah. Kolesterol yang kadarnya

tinggi dalam darah menunjukkan tingginya pula kadar kolesterol total

dalam darah, yang mana kadar kolesterol LDL dan kolesterol total

memiliki korelasi yang tinggi (Afiah & Rahayuningsih, 2014).

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

Soleha, (2012) yang menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia

semakin tinggi pula risiko terjadinya hiperkolesterolemia. Penelitian


lain yang memiliki hasil serupa pun menunnjukkan kadar kolesterol

yang meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Denino (2007)

mengemukakan bahwa perubahan kadar kolesterol LDL secara

bermakna dipengaruhi oleh usia, yang mana pertambahan usia ini

dapat menjadikan kadar kolesterol LDL meningkat. Kemudian

menurut Nor (2010), pria dan wanita mulai usia 20 tahun kadar

kolesterolnya akan meningkat. Menurut Tisnadjaja (2008),

menunjukkan bahwa pada usia remaja sampai usia 50 tahun laki-laki

memiliki risiko mengalami masalah aterosklerosis 2-3 kali lebih besar

dibandingkan perempuan yang nantinya akan mempengaruhi kadar

kolesterol total (Rini, et al., 2014).

Hal ini menunjukkan pada penelitian ini didapatkan rata-rata usia

responden yaitu 51 tahun yang mana dijelaskan bahwa pertambahan

usia sejalan dengan penurunan jumlah reseptor LDL, sehingga

semakin bertambahnya usia risiko untuk terjadinya

hiperkolesterolemia lebih tinggi.

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan dan

pengetahuan seseorang dalam menjalankan perilaku hidup sehat,

terutama mengontrol kadar kolesterol total. Tingkat pedidikan yang

semakin tinggi dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan


seseorang dalam menerapkan dan menjaga pola hidup agar tetap sehat

(Budhiati, 2010 dalam Rini, et al., 2014).

Namun, pada penelitian ini didapatkan hasil tigkat pendidikan

responden sebagian besar yaitu tamat Diploma/Perguruan Tinggi

sebanyak 11 orang (55%). Hal ini dikarenakan orang-orang yang pergi

berobat ke klinik bekam tersebut rata-rata merupakan orang yang

berpendidikan tinggi dan sadar akan kesehatan serta manfaat dari

berbekam. Jadi, karakteristik tingkat pendidikan pada penelitian ini

tidak menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin

rendah risiko untuk mengalami hiperkolesterolemia.

d. Pekerjaan

Status bekerja pada tabel 5.1 sebagian besar responden tidak

bekerja yaitu sebanyak 12 orang (60%). Orang yang tidak bekerja

pada umumnya memiliki aktivitas fisik yang rendah atau sedikit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shirazi, (2008)

menyatakan bahwa olahraga teratur dapat menurunkan kadar

kolesterol darah total dan meningkatkan kadar HDL dalam darah. Hal

ini sejalan dengan penelitian Waloya, Rimbawan, & Andarwulan

(2013) yang menunjukkan bahwa tingkat aktivitas fisik terbukti

berpengaruh nyata terhadap kadar kolesterol total (p<0,05).

Hal ini menunjukkan pada penelitian ini rata-rata status bekerja

responden yaitu tidak bekerja, sehingga dapat diasumsikan bahwa


orang yang tidak bekerja mempunyai aktivitas fisik yang rendah. Oleh

karena aktivitas fisik yang rendah tersebut maka risiko untuk

terjadinya hiperkolesterolemia lebih tinggi.

e. Status IMT

Status IMT rata-rata respoden yaitu responden dengan berat

badan lebih sebanyak 11 orang (55%). Penderita hiperkolesterolemia

dengan berat badan berlebih yang jika terus mengalami kenaikan berat

badan dan statusya menjadi obesitas dapat mengganggu metabolisme

lipid yaitu berupa peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, kolesterol

LDL dan penurunan kolesterol HDL. Penurunan berat badan dapat

memperbaiki kadar lipid. Hal ini terbukti dengan penelitian terkait

yang menunjukkan bahwa setiap penurunan 1 kg berat badan itu

berkaitan dengan penurunan sekitar 3% trigliserida dan kenaikkan 1%

HDL (Afiah & Rahayuningsih, 2014).

Terdapat pula penelitian yang dilakukan di Kabupaten

Karanganyar dan didapatkan hasil bahwa indeks masa tubuh tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan kenaikan kadar kolesterol

darah total. Sedangkan pada penelitian lain menunjukan bahwa IMT

memiliki risiko 1.61 kali lebih tinggi terhadap peningkatan kadar

kolesterol darah total (Soleha, 2012).

Pada status gizi berlebih atau kelebihan berat badan tingkat ringan

dan sedang dengan nilai IMT diatas 25,1 memiliki kecenderungan


kadar kolesterol total 30% lebih tinggi dibandingkan dengan yang

mempunyai berat badan normal. Kelebihan berat badan yang

bermakna yaitu berupa kelebihan berbagai zat termasuk kolesterol

darah dapat menyebabkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner.

Dampak lain dari kelebihan kolesterol yaitu hipertensi karena

besarnya tekanan pada pembuluh darah yang diakibatkan sumbatan

pada pembuluh darah perifer (Soleha, 2012).

Menurut Fitnella (2009), kadar kolesterol tinggi atau

hiperkolesterolemia umumnya diderita oleh orang dengan berat badan

berlebih atau orang yang sudah lanjut usia, tetapi tidak menutup

kemungkinan bahwa gangguan metabolisme ini dapat menyerang

orang kurus bahkan di usia muda (Rini, et al., 2014).

Selain itu, menurut Supriasa (2002), orang dengan berat badan di

bawah batas minimum mempunyai risiko terkena penyakit infeksi

sementara yang berada dibatas maksimum mempunyai risiko terkena

penyakit degeneratif. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Malik,

Mewo dan Kaligis (2013) tentang gambaran kadar kolesterol total

darah pada mahasiswa angkatan 2011 Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi dengan IMT 18,5-22,9 diperoleh hasil

rata-rata kadar kolesterol total yang normal (Rini, et al., 2014).

Hal ini menunjukkan bahwa IMT berlebih dapat meningkatkan

risiko terjadinya hiperkolesterolemia lebih tinggi dibandingkan


dengan orang yang mempunyai IMT normal. Hal ini terjadi karena

berat badan yang berlebih dapat mengganggu metabolisme lipid yaitu

meningkatkan kada kolesterol total.

f. Status Merokok

Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian

besar responden tidak merokok sebanyak 15 orang (75%). Hal ini

sejalan dengan data dari World Health Organization (WHO) pada

tahun 2012 yang menyatakan bahwa prevalensi perokok pria yaitu

mecapai 67% jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perokok wanita

yang hanya 2,7%. Kemudian di antara para perokok tersebut terdapat

56,7% pria dan 1,8% wanita yang merokok setiap hari. Sedangkan di

Indonesia prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki

(65,8%) dibandingkan perempuan (4,2%) (Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan RI, 2014). Selain itu, menurut Minarti,

Ketaren, & Hadi (2014) terdapat hubungan yang bermakna antara

lama kebiasaan merokok, jumlah rokok yang dihisap setiap hari, dan

jenis rokok yang dihisap terhadap kadar LDL serum pada pekerja. Hal

tersebut juga dapat berpengaruh terhadap peningkatan kadar

kolesterol serum (Devaranavadgi, Aski, Kashinath, & Hundekari,

2012).

Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya memang terdapat

hubungan antara status merokok dengan kejadian


hiperkolesterolemia. Namun, pada penelitian kali ini responden rata-

rata berjenis kelamin perempuan sehingga status merokok rata-rata

responden yaitu tidak merokok. Oleh karena itu, pada penelitian ini

dapat diasumsikan bahwa hiperkolesterolemia terjadi bukan karena

faktor status merokok, akan tetapi lebih besar faktor risiko terjadinya

hiperkolesterolemia untuk karakteristik jenis kelamin.

Faktor risiko lain yang menjadi penyebab multiple secondary

dalam hiperlipidemia dan atau dislipidemia yaitu hipotiroidisme yang

menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan penurunan kadar

hormone tiroid yang meningkatkan risiko statin induced myopathy.

Faktor risiko penting lainnya yaitu diabetes, penyakit ginjal, dan

alkoholisme. HIV juga dapat menjadi faktor risiko karena dapat

menyebabkan abnormalitas kolesterol (Robert & Nelson, 2012).

2. Kadar Kolesterol Total

Pada hasil penelitian tabel 5.2 didapatkan rata-rata kadar kolesterol

total sebelum bekam adalah 252,3 mg/dl dan rata-rata kadar kolesterol

total sesudah bekam menurun menjadi 222,7 mg/dl. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Fikri (2012) bahwa terapi bekam

dapat menurunkan kadar kolesterol total pasien hiperkolesterolemia pada

usia 45 tahun ke atas.

Kemudian berdasarkan penelitian Widodo & Khoiriyah, (2014)

menunjukkan bahwa rata-rata kadar kolesterol total awal yaitu 283.5


yang menurun menjadi 246 pada tahap kedua, dan menjadi 244.25 pada

tahap yang terakhir. Kadar ini cenderung megalami penurunan

berdasarkan kemajuan intervensi yang berarti terdapat perbedaan kadar

yang signifikan berdasarkan perlakuan atau menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh terapi bekam basah terhadap penurunan kadar

kolesterol darah total pada penderita hiperkolesterolemia.

Jadi, pada hasil perubahan kadar kolesterol total sebelum dan

sesudah disimpulkan bahwa terjadi penurunan yang bermakna yaitu

penurunan kadar kolesterol setelah bekam dengan rata-rata penurunan

29,6 mg/dl.

B. Analisis Bivariat

Hasil penelitian pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata kadar

kolesterol total sebelum bekam adalah 252,3 mg/dl dan rata-rata kadar

kolesterol total sesudah bekam menurun sebesar menjadi 222,7 mg/dl

dengan rata-rata penurunan kadar kolesterol total sebesar 29,6 mg/dl.

Kemudian hasil uji t dependent didapatkan nilai signifikansi (p = 0,023) α

< 0,05 yang berarti terdapat pengaruh terapi bekam terhadap penurunan

kadar kolesterol total pada penderita kadar kolesterol tinggi dan juga

hiperkolesterolemia.

Penurunan kadar kolesterol total pada penelitian sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Fikri, Nursalam, & M (2012) bahwa bekam

dapat menurunkan kadar kolesterol total pada penderita kolesterol tinggi


dan hiperkolesterolemia dengan hasil penurunan rata-rata kadar kolesterol

total yaitu 30,78 mg/dl. Penelitian yang dilakukan oleh Hasan, Alam, &

Irshad (2014) juga menunjukkan penurunan kadar kolesterol total sebesar

37 mg/dl setelah dilakukan terapi bekam. Penelitian serupa yang dilakukan

di Syria menyatakan bahwa pada penderita kolesterol berlebih, terjadi

penurunan kadar trigliserida pada 75,5% kasus dan kadar LDL yang

menjadi normal pada 93,75% kasus (Sharaf, 2012 dalam Sistiyono,

Martiningsih, & Hastuti, 2016).

Hasil pemeriksaan kadar kolesterol total pada penelitian ini sebelum

dilakukan terapi bekam menunjukkan bahwa 8 orang responden memiliki

kadar kolesterol tinggi dan 12 orang sangat tinggi (hiperkolesterolemia).

Kadar kolesterol yang tinggi dapat disebabkan oleh faktor yang dapat

dikontrol yaitu jenis makanan atau diet sehari-hari dan faktor yang tidak

dapat dikontrol yaitu hati yang dapat menghasilkan kolesterol yang

diperlukan tubuh (Fikri, et al., 2012). Hampir seluruh responden mengaku

setiap hari mengkonsumsi makanan hewani yang kandungan lemaknya

tinggi. Selain itu juga kolesterol dapat meningkat karena pengeluaran

kolesterol yang terlalu sedikit ke kolon melalui asam empedu, serta hati

yang memproduksi kolesterol terkait dengan faktor genetik terlalu

berlebihan (Ujiani, 2015). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Waloya,

et al., (2013) yang menyatakan bahwa asupan lemak berpengaruh terhadap

kadar kolesterol total dengan signifikansi (p<0,1).


Pada penelitian ini terdapat 15 orang yang mengalami penurunan kadar

kolesterol total setelah dilakukan terapi bekam. Pada dasarnya, terapi bekam

memberikan respon pembersihan sirkulasi darah dan efek autoregulasi

(Saryono, 2010). Menurut Zhou, et al., dan Al-sabaawy (2012) dalam

Widodo & Khoiriyah, (2014), mekanisme yang mendasari efek terapi

bekam terhadap penurunan kadar kolesterol total adalah terbukanya barrier

kulit yang akan mempengaruhi fungsi ekskresi kulit di antaranya yaitu

mengeluarkan lipid dan zat yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik, salah

satu contohnya yaitu lipoprotein yang mana kolesterol merupakan salah satu

dari bagian lipoprotein darah. Pada yang demikian itu, dapat disimpulkan

bahwa pengeluaran zat kolesterol disebabkan dari penyayatan tipis pada

kulit dan pengkopan atau vakumisasi dalam terapi bekam sehingga kadar

kolesterol total dapat menurun.

Selain itu, terapi bekam dilakukan pada titik-titik meridian untuk

menurunkan kadar kolesterol pada 5 titik utama yaitu KHL1, UN2, UN3,

AK1, dan AK2 (Fikri, et al., 2012). Meridian adalah suatu sistem saluran

yang membujur dan melintang di seluruh tubuh yang secara kedokteran

tidak terlihat tetapi dibuktikan dengan radioaktif teknesium perteknetat dan

juga dipelajari dalam ilmu akupuntur. Sistem ini menghubungkan

permukaan tubuh dengan antarorgan tubuh bagian dalam, antara organ

dengan jaringan-jaringan penunjang lainnya sehingga sistem tersebut

membentuk suatu kesatuan yang bereaksi secara bersamaan jika ada

rangsangan dari kulit (Madjid, 2009 dalam Widada, 2011). Oleh karena itu,
pemberian titik-titik meridian yang tepat pada terapi bekam menyebabkan

terjadinya proses pada kapiler dan arteriola, peningkatan kadar leukosit,

limfosit, dan sistem retikulo-endothelial, pelepasan ACTH, enkefalin,

kortison, endorfin, dan faktor humoral lain yang menimbulkan efek anti

peradangan, penurunan serum trigliserida, fosfolipida, kolesterol total, dan

LDL, serta merangsang lipolisis jaringan lemak dan menormalkan kadar

glukosa darah (Umar, 2010).

Sedangkan hasil pemeriksaan kadar kolesterol total setelah bekam

terhadap 5 orang lainnya didapatkan hasil kadar kolesterol total yang

mengalami peningkatan. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor,

di antaranya adalah responden yang mengkonsumsi makanan berlemak

sesaat sebelum dilakukan bekam juga karena memang dalam penelitian ini

tidak ada pengendalian pada konsumsi makanan responden. Menurut

Nurrahmani (2012) dalam Kusuma, Haffidudin, & Anis (2013), orang yang

memiliki risiko kadar kolesterol tinggi adalah orang yang menerapkan pola

makan yang mengandung kadar lemak jenuh yang tinggi (daging, mentega,

krim, dan keju). Terlebih lagi bagi orang yang sangat sering mengkonsumsi

makanan-makanan tersebut dan tidak dibarengi dengan pola hidup sehat

salah satunya yaitu olahraga (Kusuma et al., 2013). Menurut Sistiyono, et

al., (2016), olahraga dapat meningkatkan pembakaran lemak dan kolesterol

dalam tubuh.

Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dipengaruhi karena usia dan

metabolisme setiap orang yang berbeda-beda. Proses penuaan membuat


metabolisme tubuh melambat dan aktivitas yang rendah menyebabkan

proses penggantian massa otot dengan lemak tubuh yang terjadi lebih cepat.

Penurunan massa otot inilah yang membantu untuk mengurangi konsumsi

kalori dan dapat diubah menjadi lemak pada hampir setiap makanan (Ujiani,

2015). Kemudian karena frekuensi bekam yang terlalu singkat serta

pemantauan kadar kolesterol setelah bekam yag terlalu cepat.

Penelitian yang dilakukan oleh Widodo & Khoiriyah, (2014)

menyatakan bahwa kadar kolesterol total yang menurun setelah 3 kali

diberikan terapi bekam. Penelitian yang dilakukan oleh Fahmy & Gugun,

(2008) menyatakan bahwa untuk menghindari faktor perancu maka

pemantauan kadar kolesterol total setelah bekam dilakukan satu jam setelah

diberikan terapi bekam. Pada penelitian kali ini, pemeriksaan kadar

kolesterol total dilakukan 20 menit setelah bekam, hal ini mengacu pada

satuan pengukuran internasional yang mana setiap pemeriksaan dilakukan

dalam rentang 15-20 menit setelah intervensi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas

responden mengalami penurunan kadar kolesterol total setelah terapi bekam

dibuktikan dengan hasil uji t dependent didapatkan nilai signifikansi (p =

0,023) α < 0,05. Penurunan kadar kolesterol total tersebut merupakan hasil

dari efek terapi bekam. Peneliti tidak membatasi konsumsi makanan, pola

makan, gaya hidup, dan aktivitas sehari-hari. Hasil penelitian ini secara

nyata membuktikan bahwa terapi bekam dapat mengeluarkan kadar


kolesterol berlebih dalam darah sehingga terjadi penurunan kadar kolesterol

total setelah bekam.

Namun, terapi bekam tidak sepenuhnya dapat menurunkan kadar

kolesterol dan akan lebih efektif lagi penurunannya apabila diimbangi

dengan meminum obat penurun kolesterol, mengontrol konsumsi makanan

berlemak, dan penurunan faktor risiko hiperkolesterolemia. Adapun obat

penurun kolesterol atau lipid dan cara kerja serta efek yang diberikan yaitu

sebagai berikut:

Tabel 6.1 Obat Penurun Lipid: Jenis, Cara Kerja, dan Efek (Aurora
et al., 2012)
Jenis Cara Kerja Efek
Bile acid-sequestran Menghambat sirkulasi Penurunan LDL-C 20-30%
enterohepatik asam dan peningkatan HDL-C
empedu dan meningkatkan
sintesis asam empedu
reseptor LDL
Klasifikasi: Kolestiramin
dan Kolestipol
HMG-CoA reductase Penurunan sintesis Penurunan LDL-C 25-40%
inhibitor kolesterol dan peningkatan dan penurunan VLDL
reseptor LDL
Klasifikasi: Simvastatin,
Luvastatin, Paravastatin,
Fluvastatin
Atorvastatin
Derivat asam fibrat Peningkatan LPL dan TG 25-40%, peningkatan
peningkatan hidrolisis atau penurunan LDL-C dan
Trigliserid, penurunan peningkatan HDL
sintesis VLDL, dan
peningkatan katabolisme
LDL

Asam nikotinik Penurunan sintesis VLDL Penurunan Trigliserid 25-


dan LDL 85%, penurunan VLDL-C
Klasifikasi: Acipimox 25-35%, penurunan LDL-C
25-40%, HDL mungkin
meningkat
Ezetimibe Penurunan absorpsi Penurunan LDL-C 16-18%
kolesterol di usus halus
Asam lemak omega 3 Penurunan sintesis VLDL Penurunan 50-60% pada
hipertrigliserid berat
American College of Cardiology (ACC) dan American Heart

Association (AHA) mengembangkan standar terbaru dalam mengendalikan

kadar kolesterol darah yang mana tidak hanya berfokus pada pengobatan

dan pengendalian kadar kolesterol saja, akan tetapi juga mengidentifikasi

apakah seseorang mempunyai risiko untuk terkena ASCVD

(Atherosclerotic Cardiovascular Disease) atau tidak. Sebagai seorang

perawat, kita harus dapat mengidentifikasi pasien dengan

hiperkolesterolemia yang bagaimana yang dapat menyebabkan serangan

jantung atau stroke sehingga dapat menentukan apakah pasien harus

meminum obat penurun kolesterol atau tidak. Selain itu, evaluasi risiko juga

perlu dilakukan, seperti melihat riwayat penyakit pasien apakah Ia

mempunyai riwayat penyakit jantung atau stroke, dan aterosklerosis.

Evaluasi terkait faktor risiko lain seperti kadar kolesterol total, LDL, HDL,

dan trigliserida, usia, riwayat diabetes, status merokok dan tekanan darah,

riwayat penggunaan obat, gaya hidup, dan riwayat hiperkolesterolmia dan

penyakit jantung pada keluarga.

Beberapa tes yang dapat dilakukan di antaranya yaitu skor Coronary

Artery Calcium (CAC) yang dapat menunjukkan keadaan plak lemak pada

dinding pembuluh darah, pengukuran CRP (C-Reactive Protein) yaitu

penanda adanya inflamasi atau iritasi pada tubuh yang mana jika kadarnya

tinggi maka berhubungan dengan penyakit jantung dan stroke (CRP tinggi
yaitu ≥ 2 mg/dl), pengukuran ABI (Ankle Brachial Index) yang mana dapat

memprediksi PAD (Peripheral Artery Disease) (ACC & AHA, 2014).

Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini terapi bekam

berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar kolesterol total pada penderita

kolesterol berlebih dan hiperkolesterolemia yang mana kadar kolesterol

setelah bekam rata-rata mengalami penurunan. Namun, peningkatan kadar

kolesterol yang terjadi setelah bekam dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor, salah satunya yaitu pola konsumsi makanan berlemak yang sudah

menjadi kebiasaan sehari-hari serta aktivitas fisik yang rendah setiap

harinya. Terjadinya rata-rata penurunan kadar kolesterol total setelah bekam

pada penelitian ini dapat menjadikan bekam sebagai salah satu rujukan

pengobatan hiperkolesterolemia bagi masyarakat.

C. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini, didapatkan berbagai keterbatasan penelitian, di

antaranya yaitu sebagai berikut:

1. Kurangnya waktu pemeriksaan kadar kolesterol total setelah bekam

(pada penelitian ini hanya satu kali, yaitu 20 menit setelah bekam),

sedangkan pada eferensi dikatakan waktu minimal yaitu 1 jam

setelah bbekam sehingga tidak diketahuinya kapan waktu yang

benar-benar efektif untuk mendapatkan perubahan kadar kolesterol

yang terkontrol dan stabil.


2. Beberapa variabel confounding yang sulit dikontrol karena

terbatasnya wewenang peneliti di klinik bekam tersebut.

3. Sedikitnya jumlah responden penelitian dan tidak adanya kelompok

kontrol dalam penelitian ini karena peneliti mempertimbangkan

sulitnya untuk mendapatkan responden yang sesuai kriteria.

4. Kurang lengkapnya kriteria inklusi yang diambil, yaitu tidak adanya

pengontrolan obat sehingga kriteria menjadi tidak homogen.

5. Tidak terkontrolnya faktor risiko lain yang dapat menyebabkan

hiperkolestereolemia yaitu diabetes mellitus tipe 2, hipertiroidisme,

dan penyakit hati seperti sirosis.

6. Alat pemeriksaan kadar kolesterol yang terbatas sehingga

menyebabkan hanya kadar kolesterol total yang diperiksa dan tidak

diketahuinya kadar HDL, LDL, dan trigliseridanya.

7. Alat yang digunakan untuk melakukan terapi bekam yang belum

mempunyai tingkat penekanan cupping yang sesuai tekanan seperti

di negara lain.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan data yang diperoleh

pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Karakteristik responden dari 20 responden pada penelitian ini

didapatkan 11 orang berjenis kelamin perempuan (55%) dengan rata-

rata usia responden secara keseluruhan yaitu 51,40 tahun dan standar

deviasi 12,517. Rata-rata usia perempuan 57,45 tahun dan laki-laki 44

tahun. Untuk tingkat pendidikan mayoritas yaitu tamat

Diploma/Perguruan Tinggi sebanyak 11 orang (55%). Berdasarkan

status pekerjaan didapatkan sebagian besar tidak bekerja yaitu 12 orang

(60%). Status IMT terbesar yaitu responden dengan berat badan lebih

sebanyak 11 orang (55%). Kemudian proporsi responden berdasarkan

status merokok didapatkan sebagian besar tidak merokok yaitu 15 orang

(75%).

2. Kadar kolesterol total sebelum dilakukan intervensi berupa terapi

bekam didapatkan rata-rata 252,3 dengan standar deviasi 32,979.

3. Kadar kolesterol total setelah intervensi didapatkan nilai rata-rata

menjadi 222,7 dengan standar deviasi 46,054.

4. Ada pengaruh bermakna terapi bekam yang diberikan terhadap kadar

kolesterol total pada penderita hiperkolesterolemia sebelum dengan

87
88

sesudah intervensi yaitu didapatkan nilai significancy 0,023 (p-value <

0,05).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, terdapat

beberapa hal yang dapat disarankan untuk pengembangan dari hasil

penelitian ini. Saran tersebut sebagai berikut:

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai intervensi pada asuhan

keperawatan untuk masalah hiperkolesterolemia. Intervensi terapi bekam

dalam penelitian ini bisa dijadikan sebagai pengobatan alternatif dan

komplementer untuk pasien hiperkolesterolemia.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi

untuk mengembangkan penelitian ini lebih lanjut agar dapat melakukan

penelitian serupa dengan waktu lebih lama atau dilakukan dengan waktu

yang bertahap setekah bekam, intervensi bekam lebih dari satu kali,

jumlah responden yang lebih banyak, dan ditambahkan dengan

kelompok kontrol serta kriteria responden yang lebih homogen.

Pemeriksaan kadar kolesterol agar lebih jelas dapat dilakukan dengan

bekerjasama dengan laboratorium yang ada sehingga selain kadar

kolesterol total dapat pula diketahui kadar LDL, HDL, dan trigliserida.

Kemudian alat yang digunakan untuk melakukan terapi bekam dapat

digunakan alat yang lebih canggih jika ada. Untuk analisis lebih
89

disarankan dapat menggunakan analisis stratifikasi agar variabel

confounding yang ada dapat lebih dikontrol dengan baik. Penelitian

terapi bekam ini juga dapat diperluas tentang manfaatnya untuk

mengobati penyakit lain.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi bagi

keperawatan terutama keperawatan komplementer dan keperawatan

islami, dan dapat dijadikan sebagai rujukan pengobatan komplementer

yang berlandaskan nilai keislaman dan asuhan keperawatan pada

penderita hiperkolesterolemia.

4. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini memberikan informasi bagi masyarakat bahwa

terapi bekam baik dilakukan sebagai salah satu pengobatan berlandaskan

nilai keislaman yang terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol total

pada penderita hiperkolesterolemia.


DAFTAR PUSTAKA

Afiah, & Rahayuningsih, M. H. (2014). Pengaruh Pemberian Sup Jamur Tiram


Putih (Pleurotus ostreatus) terhadap Kadar Kolesterol Total Subjek Obesitas.
Journal of Nutrition College, 3(4), 465–472.

American College of Cardiology and American Heart Association. (2014).


Summary of Major Recommendation for The Treatment of Blood Cholesterol
to Reduce ASCVD Risk in Adults. Diakses dari tools.acc.org/ASCVD-Risk-
Estimator/#page_summary_recommendations pada tanggal 19 Juni 2017
pukul 06.00

Antman, E., & Braunwald, E. (2007). Acute Myocardial Infarction. Heart Disease:
A Textbook of Cardiovascular Medicine. (E. Braunwald, Ed.) (8th ed.).
Philadelphia: WB Saunders.

Aurora, R. G., Sinambela, A., Noviyanti, C. H., Aurora, R. G., Sinambela, A., &
Noviyanti, C. H. (2012). Peran Konseling Berkelanjutan pada Penanganan
Pasien Hiperkolesterolemia. Journal of the Indonesian Medical Association,
62, 194–201.

Bantas, K., Agustina, M. T. F., & Zakiyah, D. (2012). Risiko Hiperkolesterolemia


pada Pekerja di Kawasan Industri. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,
6(5), 219–224.

Bintanah, S., & Muryati. (2010). Hubungan Konsumsi Lemak dengan Kejadian
Hiperkolesterolemia pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Jantung Rumah
Sakit Umum Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 6(1), 85–90.

Burns, N., & Grove, K. S. (2005). The Practice of Nursing Research Conduct,
Critique, and Utilization. USA: Elsevier.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi (1st ed.). Jakarta: EGC.

Dalimartha, S., Purnama, B. T., Sutarina, N., Mahendra, B., & Darmawan, R.
(2008). Care Your Self. Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus.

Dempsey, P. A. (2002). Riset Keperawatan: Buku Ajar dan Latihan (4th ed.).
Jakarta: EGC.
Devaranavadgi, B. ., Aski, B. ., Kashinath, R. ., & Hundekari, I. . (2012). Effect of
Cigarette Smoking on Blood Lipids - A Study in Belgaum, Northern
Karnataka, India. Global Journal of Medical Research, 12(6), 1–3.

Fahmy, A., & Gugun, A. M. (2008). Pengaruh Bekam (Al Hijamah) terhadap Kadar
Kolesterol LDL pada Pria Dewasa Normal. Mutiara Medika, 8(2), 117–121.

Fatahillah. (2007). Keampuhan Bekam. Jakarta: Qultum Media.

Fikri, Z., Nursalam, & M, E. M. (2012). Penurunan Kadar Kolesterol dengan Terapi
Bekam.

Ganong, W. F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (22nd ed.). Jakarta: EGC.

Hasan, I., Alam, T., & Irshad, S. (2014). Management of High Blood Cholesterol
Levels Through Cupping Therapy In A Clinically Healthy Young Men.
American Journal of Pharmatech Research, 4(1).

Hastono, S. P. (2006). Analisis Data. Universitas Indonesia.

Hidayat, A. A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:


Salemba Medika.

Hidayat, A. A. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.


Jakarta: Salemba Medika.

Irawan, H., & Ari, S. (2012). Pengaruh Cupping Terapi (Bekam) terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada Klien Hipertensi. Jurnal Ilmu Kesehatan, 1,
31–37.

Jansen, S., Karim, D., & Misrawati. (2012). Efektivitas Terapi Bekam Terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi Primer.

Kamaluddin, R. (2010a). Pengalaman Pasien Hipertensi yang Menjalani Terapi


Alternatif Komplementer Bekam di Kabupaten Banyumas.

Kamaluddin, R. (2010b). Pertimbangan dan Alasan Pasien Hipertensi menjalani


Terapi Alternatif Komplementer Bekam di Kabupaten Banyumas. Jurnal
Keperawatan Soedirman, 5, 95–104.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI). (2013). RISET


KESEHATAN DASAR.

Kusuma, M. I., Haffidudin, M., & Anis, P. (2013). Hubungan Pola Makan dengan
Peningkatan Kadar Kolesterol pada Lansia di Jebres Surakarta, (26).

Kwiterovich PO, J. (2000). The Metabolic Pathways of High-Density Lipoprotein,


Low-density Lipoprotein, and Triglycerides. Am J Cardiol, 86, 5–10.

LIPI. (2009a). Pangan dan Kesehatan: Bab IV Kolesterol. UPT - Balai Informasi
Teknologi LIPI, 1–6.

LIPI. (2009b). Pangan dan Kesehatan: Bab VI Kolesterol Tinggi. UPT - Balai
Informasi Teknologi LIPI, 1–7.

Mamat, Sudikno. (2010). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kadar


Kolesterol HDL. Gizi Indon 2010, 33(2), 143-149.

Mathers, C., & Loncar, D. (2006). Projectiions of Global Mortality and Burden of
Disease from 2002 to 2030. PLoS MEDICINE, 3(11), 657–65.

Minarti, N. S., Ketaren, I., & Hadi, P. D. (2014). Hubungan Antara Perilaku
Merokok terhadap Kadar Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) Serum
pada Pekerja CV Julian Pratama Pontianak, 1–17.

Mohammad Reza, V. M., Tooba, G., Aghajani, M., Farideh, D., & Mohsen, N.
(2012). Evaluation of the Effects of Traditional Cupping on the Biochemical,
Hematological and Immunological Factors of Human Venous Blood. A
Compendium of Essays on Alternative Therapy, 67–88.

Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. (2013). Biokimia Harper. (N.
Wulandari, L. Rendy, L. Dwijayanthi, Liena, D. Frans, & L. Y. Rachman,
Eds.) (27th ed.). Jakarta: EGC.

NCEP-ATP III. (2001). Executive Summary of The Third Report of The National
Cholesterol Education Program (NCEP) Expert panel on Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult
Treatment Panel III). JAMA, 285, 2486-2497.

Neal, M. J. (2006). At A Glance Farmakologis Medis (5th ed.). Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Nilawati, S., Krisnatuti, D., Mahendra, B., & Oei, G. D. (2008). Care Yourself
Kolesterol (Cetakan 1). Jakarta: Penebar Plus.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2015). Panduan Pengelolaan


Dislipidemia di Indonesia - 2015. PB. PERKENI.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). (2013).


Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Edisi ke-1. Centra Communications.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2014). Perilaku Merokok
Masyarakat Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2013.

Rini, T. P., Karim, D., & Novayelinda, R. (2014). Gambaran Kadar Kolesterol
Pasien yang Mendapatkan Terapi Bekam. JOM PSIK, 1(2), 1–8.

Robert H & Nelson, MD. (2012). Hyperlipidemia as a Risk Factor for


Cardiovascular Disease. National Institutes of Health, 40(1), 195-211.

Rostiana, T., & Kurniati, N. M. . (2009). Kecemasan pada Wanita yang Menghadapi
Menopause. Jurnal Psikologi, 3(1).

Sangkur, B., Nurmuharomah, D., Nandya, I., Diah, N. P., Utami, N., & Sutarsa, I.
N. (2016). PENGARUH TERAPI BEKAM TERHADAP TEKANAN
DARAH PASIEN HIPERTENSI ESENSIAL DI RUMAH BEKAM
DENPASAR MEI-JUNI TAHUN 2014. E-Jurnal Medika, 5(9), 1–3.

Sari, D. Y., Prihatini, S., & Bantas, K. (2014). Asupan Serat Makanan dan Kadar
Kolesterol-LDL Penduduk Berusia 25-65 Tahun di Kelurahan Kebon Kalapa,
Bogor. Panel Gizi Makan, 37(1), 51–58.

Saryono. (2010). Penurunan Kadar Kolesterol Total pada Pasien Hipertensi yang
mendapat Terapi Bekam di Klinik An-Nahl Purwokerto. Jurnal Keperawatan
Soedirman, 5, 66–73.

Septianggi, F. N., Mulyati, T., & K, H. S. (2013). Hubungan Asupan Lemak dan
Asupan Kolesterol dengan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Jantung
Koroner Rawat Jalan di RSUD Tugurejo, 2(November), 13–20.

Sheperd, J. (2001). The Role of the Exagenous Pathway in Hypercholesterolaemia.


European Heart Journal, 2–5.
Shirazi, S. (2008). Effect of Exercise on Plasma Cholesterol. Gomal J Med Sci, 4,
70–73.

Sistiyono, Martiningsih, M. A., & Hastuti, F. (2016). Gambaran Kadar Kolesterol


Total pada Penderita Hipertensi Sebelum dan Sesudah Terapi Bekam Basah.
TEKNOLAB, 5(1), 36–40.

Soleha, M. (2012). Kadar Kolesterol Tinggi dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh


Terhadap Kadar Kolesterol Darah. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 1(2),
85–92.

Suhardi, K., & Syafa’ah, A. (2006). Uraian Kode Anatomi Hijamah Titik-titik
Bekam. Jakarta: Pustaka As-Sabil.

Sukeksi, A., & Anggraini, H. (2010). Kadar Kolesterol Darah pada Penderita
Obesitas di Kelurahan Korpri Sambiroto Semarang. In Prosiding Seminar
Nasional Unimus (pp. 26–29).

Swarjana, I. K. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan (1st ed.). Yogyakarta:


ANDI.

Toha, A. H. A. (2010). Ensiklopedia Biokimia dan Biologi Molekuler. Jakarta:


EGC.

Ujiani, S. (2015). Hubungan Antara Usia dan Jenis Kelamin dengan Kadar
Kolesterol Penderita Obesitas RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Jurnal Kesehatan, VI(1), 43–48.

Umar, A. (2010). Sembuh dengan Satu Titik. Solo: Al-Qowam.

Waloya, T., Rimbawan, & Andarwulan, N. (2013). Hubungan Antara Konsumsi


Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Kolesterol Darah Pria dan Wanita
Dewasa di Bogor. Jurnal Gizi Dan Pangan, 8(1), 9–16.

Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. (E. Karyuni & M.
Ester, Eds.). Jakarta: EGC.

WHO. (2012). World Health Statistics 2012. France: World Health Organization.

Widada, W. (2011a). Pengaruh Bekam terhadap Peningkatan Sel Makrofag sebagai


Sistem Kekebalan Tubuh. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, II,
139–143.
Widada, W. (2011b). Pengaruh Bekam terhadap Peningkatan Sel T CD8+ sebagai
Mekanisme Pertahanan Tubuh. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes,
II, 224–231.

Widodo, S., & Khoiriyah. (2014). Efek Terapi Bekam Basah terhadap Kadar
Kolesterol Total pada Penderita Hiperkolesterolemia di Klinik Bekam Center
Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Widyaningsih, W., Prabowo, A., & Sumiasih. (2010). PENGARUH EKSTRAK


ETANOL DAGING BEKICOT (Achantina fulica) TERHADAP KADAR
KOLESTEROL TOTAL, HDL, DAN LDL SERUM DARAH TIKUS
JANTAN GALUR WISTAR. Jurnal Sains Dan Teknologi Farmasi, 15(1), 1–
10.

Yani, M. (2015). Mengendalikan Kadar Kolesterol pada Hiperkolesterolemia.


Jurnal Olahraga Prestasi, 11, 1–7.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yth. Bapak/Ibu

di Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

nama : Afifatun Mukaromah

NIM : 1113104000043

status : Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Dengan ini memohon kepada Bapak/Ibu untuk bersedia menjadi responden

pada penelitian yang berjudul “Pengaruh Terapi Bekam terhadap Kadar

Kolesterol Total pada Penderita Hiperkolesterolemia di Klinik Bekam Assabil

Holy Holistic Jakarta”. Adapun penelitian ini membutuhkan sampel darah

responden untuk diukur kadar kolesterol sebelum dan sesudah terapi bekam. Hasil

dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan digunakan sesuai tujuan

penelitian. Penelitian ini tidak menimbulkan efek samping yang merugikan

responden. Atas perhatian Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, Januari 2017

Afifatun Mukaromah
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Judul Penelitian : Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Kadar


Kolesterol Total Pada Penderita
Hiperkolesterolemia Di Klinik Bekam Assabil
Holy Holistic Jakarta
Peneliti : Afifatun Mukaromah

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


nama :
alamat :
menyatakan bersedia menjadi responden penelitian ini setelah mendapatkan
penjelasan dari peneliti mengenai tujuan dan manfaat penelitian serta
penggunaan data yang diperoleh dari saya. Keikutsertaan saya dalam
penelitian ini bersifat sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Demikianlah pernyataan ini saya sampaikan.

Jakarta,
Responden Peneliti

( ) (Afifatun Mukaromah)
Lampiran 3

LEMBAR IDENTITAS
A. Identitas Klien
1. Nama (Inisial) :
2. Usia : 25-35 tahun 46-55 tahun
36-45 tahun 56-65 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
4. Pendidikan Terakhir : SD Diploma/PT
SMP/SMA
5. Pekerjaan : Wiraswasta Pelajar/Mhs
PNS Swasta
IRT Lainnya
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Merokok : Merokok Tak Merokok
Pernah Merokok
2. Pengalaman Bekam : Pertama Lebih
3. Konsumsi Obat Saat Ini :
C. Antropometri
1. Berat Badan :
2. Tinggi Badan :
Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI

Kolesterol Kolesterol
No. Tgl Nama IMT
Sebelum Bekam Sesudah Bekam
Lampiran 5

Hasil Output Analisa Data SPSS

Karakteristik Responden

Jenis Kelamin
jk

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 9 45,0 45,0 45,0

perempuan 11 55,0 55,0 100,0

Total 20 100,0 100,0

Usia
Statistics
usia

N Valid 20

Missing 0
Mean 51,40 Descriptive Statistics

Median 55,50 N Mean


Mode 58 usia 9 44,00
Std. Deviation 12,517 Valid N (listwise) 9
Minimum 25
Maximum 68

Descriptive Statistics

N Mean

usia 11 57,45
Valid N (listwise) 11

Tingkat Pendidikan
tingk_pend

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid sd 4 20,0 20,0 20,0

smp/sma 5 25,0 25,0 45,0

diploma/pt 11 55,0 55,0 100,0

Total 20 100,0 100,0


Status Merokok
riw_merokok

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid pernah merokok 5 25,0 25,0 25,0

tak merokok 15 75,0 75,0 100,0

Total 20 100,0 100,0

Status Indeks Massa Tubuh (IMT)


imt

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang 1 5,0 5,0 5,0

normal 2 10,0 10,0 15,0


lebih 11 55,0 55,0 70,0

obes1 6 30,0 30,0 100,0

Total 20 100,0 100,0

Status Bekerja
pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid bekerja 8 40,0 40,0 40,0

tidak bekerja 12 60,0 60,0 100,0

Total 20 100,0 100,0

Uji Normalitas Data

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ch_sebelum ,151 20 ,200* ,915 20 ,079

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ch_sesudah ,138 20 ,200* ,944 20 ,286

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Uji T Dependent

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 ch_sebelum 252,30 20 32,979 7,374

ch_sesudah 222,70 20 46,054 10,298

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the

Std. Std. Error Difference

Mean Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

P ch_sebelum -
ai ch_sesudah
29,600 53,611 11,988 4,509 54,691 2,469 19 ,023
r
1

Vous aimerez peut-être aussi