Vous êtes sur la page 1sur 11

MEKANISME INPUT SURVEILANS PNEUMONIA DI DINKES

KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2014

Habibatin Nurul Fajriyah


Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Alamat Korespondensi:
Habibatin Nurul Fajriyah
Email: hbibatin.nurul.f@gmail.com

ABSTRACT
Surveillance pneumonia is a process of regular monitoring against pneumonia and increased
risk of pneumonia. The purpose of this study was to determine the input system pneumonia surveillance
in Health Office (DHO) Lamongan. Data were obtained from interviews with officers indept holder
DHO program pneumonia in Lamongan and reinforced with indept interview to the health center. The
pneumonia study conducted by descriptive method and approach that is input surveillance systems that
include data sources and types of data, infrastructure, resources and sources of funding. Implementation
of a surveillance system in Lamongan district health office is still not well seen from the input that data
sources are from the health office health centers, inadequate infrastructure, resources do not meet the
needs, and lack of financial resources. Based on the results of research advice given was increased
coordination with the health centers, the use of an online system for reporting to the health office, filing
budget, quality improvement officer with the holding of training.

Keywords: surveillance systems, system input, data sources and types of data, infrastructure, resources,
and source of fundszzzz

ABSTRAK
Surveilans pneumonia adalah proses pemantauan secara berkala terhadap penyakit pneumonia dan
peningkatan resiko pneumonia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem input surveilans
pneumonia di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lamongan. Data diperoleh dari indept interview
terhadap petugas pemegang program pneumonia di Dinkes Kabupaten Lamongan dan diperkuat
dengan indept interview terhadap pihak Puskesmas. Penelitian pneumonia ini dilakukan dengan
metode deskriptif dan menggunakan pendekatan sistem surveilans yaitu input yang meliputi sumber
data dan jenis data, sarana prasarana, sumber daya dan sumber dana. Pelaksanaan sistem surveilans di
Dinkes Kabupaten Lamongan masih belum baik dilihat dari input yaitu sumber data Dinkes yang dari
puskesmas, sarana prasarana kurang memadai, sumber daya belum memenuhi kebutuhan, dan tidak
adanya sumber dana. Berdasarkan hasil penelitian saran yang diberikan adalah peningkatan koordinasi
dengan puskesmas, penggunaan sistem online dalam pelaporan ke Dinkes, pengajuan anggaran dana,
peningkatan kualitas petugas dengan diadakannya pelatihan.

Kata Kunci: sistem surveilans, sistem input, sumber data dan jenis data, sarana dan prasarana, sumber
daya dan sumber dana.

PENDAHULUAN
Mekanisme merupakan deretan metode, alat atau cara untuk menyelesaikan suatu masalah
yang terkait dengan berjalannya suatu proses pekerjaan untuk mencapai hasil yang memuaskan
(Moenir, 2001). Mekanisme untuk menyelesaikan masalah pneumonia adalah dengan surveilans
pneumonia. Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan inpretasi data

©2017 IJPH. license doi: 10.20473/ijph.v12i1.2017.118-128


Received 25 January 2017, received in revised form 1 March 2017, Accepted 3 March 2017, Published online: 30 November 2017
Habibatin Nurul Fajriyah, Mekanisme Input Surveilans Pneumonia… 119

secara teratur dan terus menerus serta tidak memandang usia, jenis kelamin dan
penyebaran informasi kepada pihak yang tempat. Pneumonia merupakan salah satu
berim7;siko agar segera mendapatkan bagian dari ISPA yang terbanyak menyerang
tindakan penanggulangan atau antisipasi di Negara berkembang. Pneumonia adalah
(WHO, 2004). Pada awalnya, surveilans infeksi yang menyerang pada jaringan
dikenal hanya sebagai pengumpulan data penyusun paru atau disebut dengan alveoli
dan penanggulangan KLB, untuk saat ini dengan munculnya gejala batuk hingga
surveilans digunakan untuk semua masalah kesukaran bernafas (sesak nafas). Salah
kesehatan. satu penyebab pneumonia adalah bakteri
Surveilans epidemiologi pada saat ini Streptococcus pneumonia (SP). Penyakit
telah digunakan sebagai alat untuk menilai, pneumonia selalu masuk dalam daftar
memantau, mengawasi dan merencanakan sepuluh penyakit terbanyak di setiap
program-program kesehatan yang akan tahun. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil
dilaksanakan, sehingga adanya surveilans Riskesdas 2007 yang menunjukkan bahwa
epidemiologi sangat membantu dalam pneumonia dapat mengakibatkan kematian
perbaikan kesehatan masyarakat (Efendi, pada balita (Kemenkes RI, 2014). Oleh sebab
2009). Tujuan surveilans epidemiologi adalah itu perlunya diadakannya pengendalian kasus
tersedianya data dan informasi epidemiologi pneumonia.
sebagai dasar manajemen kesehatan untuk Dalam pemberantasan penyakit ISPA,
pengambilan keputusan dalam perencanaan, program dititikberatkan pada Pengendalian
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program dan Pemberantasan (P2) Pneumonia.
kesehatan dan peningkatan penanggulangan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
serta respons kejadian luar biasa yang cepat RI nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang
dan tepat secara menyeluruh (Bustan, Standar Pelayanan Minimal di Kabupaten
2006). Tertera pula dalam Keputusan Mentri atau Kota, tertuang dalam BAB 2 pasal 2
Kesehatan Republik Indonesia nomor 1479/ disebutkan pencegahan dan pemberantasan
MENKES/SK/X/2003, yang menjelaskan penyakit ISPA dengan cakupan balita
tujuan daru surveilans epidemiolohi adalah yang tertangani 100%. Puskesmas sebagai
mengumpulkan semua data kesakitan yang tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama
berdasar dari pelayanan kesehatan di wilayah bertanggung jawab melakukan kegiatan
kerjanya, tersampaikannya penyebaran Pemberantasan Penyakit terutama penyakit
informasi hingga Dinkes, prosedur tata menular. Program pemberantasan pneumonia
laksana yang dikelola dan disajikan telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan
oleh Dinkes Kabupaten/Kota setempat, menurunkan angka kesakitan dan kematian
penyebaran informasi hingga terbentuknya khususnya pada bayi dan anak balita yang
tindak lanjut sebagai umpan balik kepada disebabkan oleh ISPA terlebih pneumonia.
puskesmas, Rumah Sakit dan Pelayanan Sur vei Demograf i Kesehatan
kesehatan lainnya. Indonesia pada tahun 2012 ditemukan terjadi
Berdasarkan Keputusan Kementrian peningkatan jika dibandingkan dengan tahun
Kesehatan RI nomor 45 tahun 2014 2007, ditemukan peningkatan sebesar 9%
tentang penyelenggaraan sistem surveilans anak yang terlihat dengan gejala ISPA (BPS,
epidemiologi kesehatan, pneumonia 2013). Kejadian pneumonia banyak terjadi
mer upakan bagian dar i sasaran pada balita sebab pada anak balita status
penyelenggaran surveilans penyakit menular imunnya masih rendah dan gizi rendah.
sehingga butuh pelaksanaan surveilans Prevalensi pneumonia pada balita tergambar
penyakit pada penyakit tersebut. pada hasil Survei Demografi Kesehatan
Infeksi Saluran Pernafasan Atas Indonesia (SDKI) mengalami peningkatan
merupakan penyakit saluran pernafasan yang dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2%
120 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 1, Juli 2017: 118–128

pada tahun 2007 (Kemenkes RI, 2010). Tabel 1. Klasifikasi Balita Batuk dan atau
Cakupan yang digunakan adalah persentase Kesukaran Bernapas
dari penemuan kasus pneumonia sampai Tanda Penyakit
pneumonia berat kepada target penemuan Kelompok selain Batuk
Klasifikasi
yang sudah ditetapkan pemerintah (Ditjen Umur dan atau Sukar
P2PL, 2011). Untuk mengantisipasi dan Bernapas
menangani kasus pneumonia pemerintah 2 bln–< 5 thn Pneumonia Tarikan dinding
dan badan kesehatan memberikan ketentuan Berat dada bagian bawah
ke dalam (chest
untuk penanggulangan. Menurut Kemenkes
Indrawing)
RI (2011), pneumonia yang menyerang pada
Pneumonia Napas cepat sesuai
anak diklasifikasikan sesuai dengan gejala
golongan umur
yang dialami serta usia dari balita tersebut. 2 bln–< 1 thn = 50
Setiap klasifikasi memiliki tindakan yang kali atau lebih/menit
berbeda dalam penanganan dan menentukan 1–< 5 thn = 40 kali
ke dalam pneumonia. atau lebih/menit
Klasifikasi pada balita yang dilakukan Bukan Tidak ada napas
sesuai program P2 Pneumonia tersedia pada Pneumonia cepat dan tidak ada
tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat tarikan dinding
3 kolom warna yaitu merah, kuning dan dada bagian bawah
hijau yang memiliki arti dalam menentukan ke dalam
derajat keparahan kasus penyakit dan < 2 bln Pneumonia Napas cepat > 60 kali
Berat atau lebih/menit atau
penentuan terapi yang dibutuhkan. Arti tabel tarikan kuat dinding
merah adalah pneumonia yang berat atau bagian bawah ke
sangat berat segera rujuk ke Rumah Sakit, dalam
kuning adalah pneumonia bisa ditangani Bukan Tidak ada napas cepat
dengan pemerian antibiotik dan dapat Pneumonia dan tidak ada tarikan
dirawat di rumah, warna hijau adalah batuk dinding dada bagian
bawah
bukan pneumonia sehingga bisa dilakukan
perawatan di rumah saja. Sumber: Kemenkes RI, 2011
Untuk mendiagnosis apakah pasien
masuk dalam klasifikasi pneumonia butuh
Sebagai penunjang terlaksananya dan
pemeriksaan yang harus dibutuhkan. World
tercapainya program yang dilaksanakan
Health Organization sudah memberikan
untuk pengendalian kasus pneumonia maka
pedoman dalam pendiagnosisan kasus
dibutuhkannya data yang dapat diperoleh dari
pneumonia berdasarkan klasifikasi yang
kegiatan surveilans epidemiologi pneumonia.
ada. Diagnosa tersebut ditegakkan apabila
Surveilans memiliki peran penting sebagai
pada pneumonia sangat berat terjadi sianosis
penyedia data dan informasi kesehatan yang
atau membiru akibat kekurangan oksigen
terjadi di suatu wilayah sehingga dapat
dan sulit untuk minum makan harus dirawat
segera diputuskan bijakan dalam melakukan
di rumah sakit, pada pneumonia berat terjadi
penanggulangan dan pengendalian kasus.
retraksi namun tidak disertai sianosis dan
Indonesia pernah menduduki perikat
masih bisa untuk minum maka juga harus
ke-6 dari seluruh dunia dalam kejadian
dirawat di rumah sakit, untuk pneumonia
pneumonia, tepatnya pada tahun 2006 hingga
sendiri apabila tidak adanya retraksi namun
pada tahun 2008 Indonesia menduduki
frekuensi nafas cepat dan bukan pneumonia
peringkat ke-8 (IVAC, 2011). Pada tahun
jika hanya batuk tanpa ada tanda dan
2007 yakni hasil dari Riskesdas tercatat
gejala seperti diagnosis yang mengarah ke
prevalensi pneumonia balita sebesar 2,13%
pneumonia berat maka tidak diperlukan
dan kembali meningkat pada tahun 2013
tindakan apapun (Kemenkes RI, 2012).
Habibatin Nurul Fajriyah, Mekanisme Input Surveilans Pneumonia… 121

yaitu sebesar 4,5% (Kemenkes RI, 2013). teknis dalam pelayanan kesehatan untuk
Dilihat dari angka cakupan pneumonia pada deteksi kejadian pneumonia serta penyedia
tahun 2007–2012 kisaran angka cakupan data kasus pneumonia sebagai bahan
penemuan adalah 23–27,71% ditambah pada surveilans adalah Puskesmas selaku
tahun 2012 tidak ada provinsi manapun pelayanan kesehatan pertama yang langsung
yang bisa mencapai target dari penemuan kontak dengan masyarakat.
pneumonia (Kemenkes RI, 2014). Tujuan dilakukannya penelitian ini
Hasil pencatatan dan pelaporan Dinkes adalah memfokuskan pada sistem input
Provinsi Jawa Timur tahun 2012, didapatkan surveilans pneumonia di Dinkes Kabupaten
cakupan penderita pneumonia balita di Jawa Lamongan tahun 2014 yang meliputi sumber
Timur sebesar 27,08% dengan jumlah 84.392 dan jenis data, sarana dan prasarana, sumber
kasus. Target cakupan penemuan adalah daya serta sumber dana dalam pelaksanaan
80%, dari 38 kabupaten/kota yang dapat program surveilans pneumonia di tingkat
mencapai target yang ditentukan hanya 3 Kabupaten/Kota maupun di tingkat sumber
kabupaten, yaitu Kabupaten Bojonegoro, data yaitu Puskesmas.
Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten
Gresik. Di antara Kabupaten Gresik dengan METODE PENELITIAN
Kabupaten Bojonegoro terdapat Kabupaten Penelitian ini merupakan penelitian
Lamongan yang dalam cakupan penemuan deskriptif sehingga hanya menggambarkan
pneumonia belum mencukupi target. Tingkat keadaan yang ada di tempat atau di wilayah
kejadian pneumonia di Kabupaten Lamongan yang diteliti. Penelitian ini dilaksanakan
dalam kurun waktu tiga tahun belakangan di Dinkes Kabupaten Lamongan beserta
ini cenderung mengalami kenaikan dipantau wilayah kerjanya yaitu puskesmas, rumah
dari jumlah kasus yang terlihat dari Profil sakit dan klinik. Penelitian dilaksanakan
Dinkes Kabupaten Lamongan. Tahun 2012 sejak dari bulan Oktober tahun 2015 sampai
tercatat 2.304 kasus, tahun 2013 jumlah Mei 2016. Jenis dan Rancangan penelitian
yang dialami mencapai 3.457 kasus. Pada yang digunakan dalam penelitian ini
tahun 2014 tercatat balita yang mengalami menggunakan metode survei deskriptif
pneumonia sebanyak 4.436 kasus dari target yaitu penelitian yang menggambarkan suatu
penemuan sebanyak 8.818 kasus. Hasil keadaan dalam tempat atau wilayah tertentu
tersebut didapatkan dari laporan berkala oleh bisa juga objek yang diteliti berdasarkan dari
33 puskesmas. hasil indept interview.
Dari kejadian yang sudah ada hingga Objek penelitian dalam penelitian
ketentuan dari pemerintah, tujuan dari adalah dokumen laporan atau data yang
adanya surveilans pneumonia adalah untuk dimiliki oleh petugas P2 Pneumonia di
mengetahui gambaran kejadian pneumonia Dinkes Kabupaten Lamongan. Data kasus
di wilayah kerja menurut dari agen, hoat dan pneumonia yang didapatkan bersumber
environment, mengetahui Case Fatality Rate dari 33 puskesmas. Dalam penelitian ini
(CFR) berdasarkan usia, mengkaver data diambil puskesmas yang paling tinggi
epidemiologi sehingga dapat segera dideteksi, angka kesakitan pneumonia dan paling
dan dapat menjalankan program ISPA yang rendah angka kesakitan pneumonia sebagai
salah satunya mencakup pneumonia. responden pembanding. Puskesmas yang
Manejemen sistem surveilans yang paling tinggi angka kesakitan pneumonia
memenuhi adalah terdiri input, proses adalah Puskesmas Paciran sebanyak 213
dan output sehingga tercapainya tujuan kasus dan yang paling rendah adalah
surveilans yang sesuai dengan harapan. Puskesmas Dradah sebanyak 78 kasus.
Dinkes merupakan unit pelayanan terdepan Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah
yang dekat dengan masyarakat. Pelaksana petugas P2 pneumonia di Dinkes Kabupaten
122 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 1, Juli 2017: 118–128

Lamongan dengan jumlah petugas 1 orang Bagian awal dalam mengidentifikasi


yaitu pemegang program, petugas puskesmas sumber daya yang digunakan untuk
yang memiliki kasus pneumonia jumlah pelaksanaan kegiatan surveilans adalah
paling tinggi yang dilaporkan dan jumlah input. Dalam pelaksanaan manajemen, input
paling sedikit dalam angka kesakitan yang mencakup beberapa kegiatan yang sangat
ditangani serta dari 11 rumah sakit diambil 1 dibutuhkan bagi pelaksanaan manajemen
rumah sakit sebagai pemegang program dan pengumpulan data. Beberapa kegiatan yang
dari 14 klinik diambil 1 klinik yaitu kepala dipantau yakni sumber data dan jenis data
klinik atau pemegang Rekam medis. Indepth yang dikumpulkan, fasilitas sarana maupun
interview untuk data input dilakukan pada prasarana, sumber daya manusia, dan sumber
puskesmas. dana.
Variabel penelitian ini terdiri dari
input, proses, dan output. Input adalah Hasil Indepth Interview terhadap Sumber
masalah kesehatan dan sumber daya data dan Jenis Data.
kesehatan yang ada meliputi sumber data Hasil indept interview terhadap sumber
dan jenis data, sarana penunjang yang data dan jenis data didapatkan, data yang
mencakup ketenagaan, sarana dan prasarana diperoleh hanya didapat melalui Puskesmas
serta anggaran dana. Proses adalah upaya setiap bulan, untuk rumah sakit dan klinik
kesehatan yang dilakukan untuk menangani belum ada kerja sama program sehingga
masalah kesehatan mencakup pengumpulan tidak ada pelaporan ke dinas kesehatan
data, kompolasi data, analisa data, intepretasi sehingga tidak digunakan sebagai responden
data dan penyebaran informasi. Output adalah dikarenakan data yang didapatkan oleh
hasil yang didapatkan dari pelaksanaan Dinkes hanya bersumber dari Puskesmas.
proses meliputi informasi epidemilogi dan Alasan rumah sakit dan klinik tidak
umpan balik. Dalam pembahasan yang akan memberikan jumlah kasus pneumonia ke
dibahas adalah input surveilans pneumonia Dinas Kesehatan karena tidak dimintanya
di Dinkes Kabupaten Lamongan yang data tersebut sehingga dari Rumah Sakit
mencakup sumber data dan jenis data, sarana hanya memasukkan ke dalam STP bulanan
dan prasarana, sumber daya manusia dan Rumah Sakit sedangkan klinik tidak
sumber dana dalam pelaksanaan program memiliki data kasus pneumoniasetiap bulan
surveilans pneumonia di wilayah kerja Dinas karena tidak adanya perintah penggolongan
Kesehatan Kabupaten Lamongan. Penelitian kasus pneumonia yang wajib dilakukan.
ini sudah melalui tahap uji etik di Universitas Jenis data hanya berupa data jumlah penyakit
Airlangga dengan nomor 48-KEPK. berdasarkan umur setiap bulan. Jenis form
yang dikirimkan dari Puskesmas ke Dinas
HASIL Kesehatan adalah Form pneumonia.
Lamongan merupakan salah satu Kendala muncul pada form yaitu
Kabupaten yang berada di Jawa Timur dan perubahan form yang sedikit demi sedikit
berbatasan langsung dengan Laut Jawa mulai berubah dari lembar lampiran format
sebelah Utara. Luas Kabupaten Lamongan ke komputerisasi sehingga membuat
adalah 1.812,80 Km² atau 181.280 Ha. petugas puskesmas kebingungan dalam
Kabupaten Lamongana memiliki 33 pengisian terlebih pada pemegang program
puskesmas dengan keterangan 32 dengan di puskesmas kurang mengenal kemajuan
perawat dan 1 non perawat. Untuk Rumah teknologi sehingga penggunaan form lama
Sakit, Kabupaten Lamongan memiliki 11 masih saja digunakan.
Rumah Sakit yang terdiri dari 2 Rumah Sakit Petugas surveilans pneumonia
Umum Daerah, 3 Rumah Sakit Khusus dan di tingkat Dinas Kesehatanlah yang
6 Rumah Sakit Swasta. kesulitan sebab harus mengantri data yang
Habibatin Nurul Fajriyah, Mekanisme Input Surveilans Pneumonia… 123

dikumpulkan dari puskesmas ke form yang prasarana yang tersedia di Dinkes dan
baru. Selain menghambat pekerjaan juga puskesmas yang diamati lihat tabel 2.
mengganggu program lain yang dipegang Hasil Indepth interview yang dilakukan
oleh pemegang surveilans pneumonia di peneliti, diperoleh hasil bahwa untuk sarana
Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan. dan prasarana penunjang program surveilans
pneumonia, di Dinkes memiliki 1 buku
Hasil Indepth Interview terhadap Sarana dan pedoman dan 1 soundtimer, sedangkan
Prasarana Penunjang pada tingkat puskesmas tidak memiliki
Dalam menjalankan suatu kegiatan buku pedoman, untuk pemeriksaan hanya
tentu sarana dan prasarana merupakan berpedoman pada menejemen tatalaksana
hal yang dibutuhkan sesuai dengan yang ditempel pada sisi dinding ruangan dan
pengertiannya yaitu alat atau bahan yang hanya memiliki 1 soundtimer. Puskesmas
digunakan dalam suatu kegiatan sedangkan seharusnya memiliki 3 buah pedoman
prasarana merupakan penunjang utama dalam kebijakan. Form yang digunakan oleh kedua
pelaksanaan kegiatan. Prasarana merupakan puskesmas sama-sama menggunakan form
tempat atau bangunan yang digunakan pneumonia. Form dilaporkan setiap bulan
sebagai penunjang suatu kegiatan. kepada petugas program pneumonia di
Keberhasilan suatu kegiatan tentu Dinkes Kabupaten. Surveilans pneumonia
membutuhkan sarana dan prasarana yang dari segi input di Dinkes sudah ada
membantu dalam pelaksanaan. Sarana dan petugasnya dan untuk kualitas juga mampu,

Tabel 2. Sarana dan Prasarana Penunjang


Tempat Sarana dan Prasarana Keterangan Standart
Dinkes Petugas Ada Ada
Buku Panduan 1 1
Form Ada Ada
Ruangan Ada Ada
Puskesmas Dradah Petugas Ada Ada
Buku Panduan - 1
Soundtimer 1 3
Stetoskop Ada Ada
Thermometer Ada Ada
Tabung Oksigen Ada Ada
Form Ada Ada
Ruangan Ada Ada
Puskesmas Paciran Petugas Ada Ada
Buku Panduan - 1
Soundtimer 1 3
Stetoskop Ada Ada
Thermometer Ada Ada
Tabung oksigen Ada Ada
Form Ada Ada
Ruangan Ada Ada
124 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 1, Juli 2017: 118–128

namun lain halnya dengan tingkat puskesmas Tabel 4. Sumber Dana


yang dirasa masih belum memadai dari segi
Institusi Ketersediaan Kecukupan
kuantitas dan kualitas.
Dinkes Tidak ada Tidak
Hasil Indepth Interview Sumber Daya Puskesmas Tidak ada Tidak
Surveilans Dradah
Pelaksanaan program dibutuhkan Puskesmas Tidak ada Tidak
tenaga yang terampil dan sesuai agar Paciran
tercapainya tujuan kegiatan program.
Berikut ini adalah tenaga surveilans
yang melaksanakan kegiatan surveilans dari pemerintah apakah sudah memenuhi
pneumonia lihat pada tabel 3. kebutuhan atau masih belum mencukupi
Hasil indepth interview didapatkan kebutuhan pelaksanaan program.
data petugas pengelola program pneumonia Berjalannya suatu kegiatan tentu
di Dinkes memiliki pendidikan terakhir membutuhkan dana dalam pelaksanaannya.
Psikologi dan Puskesmas Dradah Berdasarkan hasil indept interview,
memiliki pendidikan terakhir Sekolah ketersediaan dana yang ada untuk
Perawat Kesehatan (SPK) di puskesmas pelaksanaan surveilans lihat pada tabel 4.
Paciran memiliki pendidikan terakhir S1 Menurut tabel 3 diatas, dapat dijelaskan
Keperawatan. Petugas tersebut belum pernah bahwa untuk dana di Dinkes Kabupaten
mengikuti pelatihan surveilans pneumonia Lamongan tidak memiliki dana pelaksanaan
namun pernah mengikuti pelatihan dan pada tingkat puskesmas juga demikian
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sehingga untuk kecukupan tentu tidak cukup.
dan Menejemen Terpadu Balita Muda Dari hasil indept interview didapatkan bahwa
(MTBM) yang diadakan Dinas Kesehatan pneumonia belum ada dana pelaksanaan
sekitar tahun 2012. Jumlah petugas pelaksana namun pernah mendapat bantuan berupa
MTBS yang mendapatkan pelatihan di alat pemeriksaan yaitu soudtimer kepada
Dinkes terdapat 3 orang, di Puskesmas setiap puskesms 1 buah, namun itu pada
Paciran terdapat 2 yang mendapatkan tahun 2012 dari APBD sehingga banyak
pelatihan, di Puskesmas Dradah Blumbang yang sudah rusak.
terdapat 3 yang mendapatkan pelatihan.
PEMBAHASAN
Hasil Indepth interview tentang Sumber Penelitian ini membahas tentang
Dana keadaan input sistem surveilans pneumonia
Sumber dana merupakan pemenuhan di Dinkes Kabupaten Lamongan. Dari
kebutuhan yang diperlukan dalam suatu penelitian ini didapatkan beberapa kendala
pelaksanaan. Sumber dana bisa didapat dan masalah. Penelitian ini hanya mengambil
dari mana saja, namun pada penelitian ini sistem input surveilans saja sehingga tidak
yang ditanyakan sumber dana yang berasal mencantumkan proses dan output surveilans

Tabel 3. Sumber Daya Surveilans


Riwayat mengikuti
Petugas Pendidikan terakhir Standart
pelatihan
Dinkes S1 Psikologi Belum Sudah
Puskesmas Dradah SPK Belum Sudah
Peskesmas Paciran S1 Keperawatan Belum Sudah
Habibatin Nurul Fajriyah, Mekanisme Input Surveilans Pneumonia… 125

yang berjalan di Dinas Kesehatan Kabupaten mengetahui keadaan perkembangan dan


Lamongan. Sistem input surveilans penyebaran penyakit pneumonia tersebut.
pneumonia sendiri meliputi Sarana dan Prasarana
sumber data dan jenis data, sarana dan Sarana dan prasarana kegiatan
prasarana, sumber daya serta sumber dana. surveilans pneumonia merupakan salah
Di bawah ini merupakan pembahasan dari satu hal yang diperlukan untuk mendukung
hasil input yang didapatkan melalui indepth sebuah program penanggulangan penyakit
tnterview kepada puskesmas dan rumah sakit pneumonia. Berdasarkan hasil indepth
selaku responden. interview, sarana Dinas Kesehatan
kabupaten Lamongan yaitu pemegang
Sumber Data program pneumonia menggunakan laptop
Sumber data merupakan bagian milik sendiri, penggunaan sofwere yang
terpenting dalam pengumpulan data. Data sudah berjalan dan printer, memiliki alat
merupakan hasil temu yang membutuhkan soundtimer dan buku panduan pneumonia.
pengolahan lagi bagi penerima data. Pada Pada sarana yang lain seperti formulir
penelitian ini sumber data yang didapatkan pencatatan laporan telah dimiliki. Sesuai
bersumber dari puskesmas. Data yang dengan pedoman penatalaksanaan, Dinas
didapatkan baik berupa dokumen, form, Kesehatan harus memiliki soundtimer,
checklis atau yang lainnya. Pada penelitian sarana pencatatan dan pelaporan, dan buku
ini jenis data berupa form pneumonia panduan sudah memenuhi standart yang
bulanan dari puskesmas yang dilaporkan ditetapkan melalui kebijakan yang harus
dari Dinas Kesehatan Kabupaten ke Dinas memiliki ketentuan yang sudah disebutkan
Kesehatan PROVINSI. (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan Keputusan Kementrian Pada tingkat puskesmas terdapat 1 alat
Kesehatan RI nomor 1116/MENKES/SK/ yang dibutuhkan dalam pemeriksaan namun
VIII/2003 tentang pedoman penyelenggaraan sudah terlalu lama. Sangat dibutuhkan
sistem surveilans epidemiologi kesehatan, bantuan alat baru serta tenaga yang terlatih
terdapat penjelasan bahwa pada sistem dan trampil agar penggunaan alat lebih
pelaporan sumber data yang menyediakan maksimal. Terkait dengan jumlah alat yaitu
tidak hanya bersumber dari puskesmas soundtimer puskesmas seharusnya memiliki
melainkan dari rumah sakit dan unit 3 buah, namun pada kenyataannya hanya
statistik lainnya. Tampak jelas bahwa dalam memiliki 1 buah. Berdasarkan pedoman
pengumpulan data surveilans pneumonia pemakaian soundtimer yang sudah
masih jauh dari kurang sebab sumber data digunakan selama 2 tahun atau jika dilihat
yang bisa dikumpulkan dari rumah sakit dari frekuensi penggunaannya 10.000 kali
dan klinik termasuk dalam data yang sangat pemakaian, ada pula yang mengatakan bahwa
penting dan memengaruhi perhitungan baik 3 tahun maka soundtimer akan mengalami
jumlah kesakitan maupun CFR. kerusakan. Ruangan untuk pemeriksaan
Data yang diambil hanya berdasarkan sudah tersedia, namun tidak memiliki buku
pengumpulan data pneumonia dari panduan pneumonia. (Kemenkes RI, 2011).
puskesmas. Puskesmas selaku sumber data Pada realita yang ada, puskesmas jarang
yang dikumpulkan dari rawat jalan yang mengunakan soudtimer untuk melakukan
bersumber dari laporan bidan desa yang pemeriksaan, hal tersebut dikarenakan pasien
dibawahi oleh puskesmas secara periodik, yang banyak sehingga untuk melakukan tata
baik mingguan atau bulanan. Dalam hal cara pemeriksaan sesuai dengan tata cara
ini dibutuhkan jaringan kerja sama yang yang ada akan menghambat kerja petugas
lebih luas sehingga dapat menjangkau dari dan pasien akan mengantri lama. Hal
pihak rumah sakit dan klinik. Sehingga data tersebut juga akan mengakibatkan hasil dari
yang dikumpulkan lebih maksimal untuk pendiagnosaan penyakin bisa salah sehingga
126 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 1, Juli 2017: 118–128

pasien yang kembali bisa jadi malah akan epidemiologi kesehatan adalah tenaga ahli
lebih parah sakitnya. epidemiologi (S1, S2, S3). Jelas bahwa pada
tingkat puskesmas jenjang yang sudah
Sumber Daya Surveilans ditempuh oleh petugas di puskesmas Paciran
Pelaksanaan surveilans pneumonia dan puskesmas Dradah tersebut tidak sesuai
di Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan dengan ketetapan.
adalah 1 orang yang memiliki pendidikan Hasil penelitian juga menunjukkan
terakhir S1 Psikologi, sehingga tidak sesuai bahwa para petugas surveilans mempunyai
dengan bidang yang dimiliki, namun dari pekerjaan lain selain memegang program
D3 menempuh pendidikan D3 Akper pneumonia dengan kata lain memegang
sehingga mungkin sedikit mengerti akan beberapa program. Dari narasumber Dinkes
penyakit. Sesuai dengan Kepmenkes Nomor Kabupaten Lamongan mengatakan bahwa
1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang selain memegang program surveilans
Pedoman Penyelenggara Sistem Surveilans pneumonia ada program lain yang dipegang
Epidemiologi Kesehatan tenaga surveilans sehingga tidak hanya fokus pada satu
adalah seorang epidemiologi terampil. Dari program melainkan beberapa program.
jenjang pendidikan yang dimiliki sedikit Dalam pelaksanaan surveilans Pneumonia,
jauh dari ketentuan yang berlaku. petugas Dinas Kesehatan Kabupaten
Petugas surveilans juga perlu untuk Lamongan melaksanakan semua sendiri dari
mengikuti kegiatan pelatihan yang bertujuan pengumpulan data dari puskesmas hingga
supaya petugas tersebut terampil dalam pelaporan ke Dinas Provinsi, sedangkan
melaksanakan kegiatan surveilans. Petugas laporan dari Puskesmas ada yang masih
yang kurang terampil dan belum terlatih akan menggunakan form lama harus memindah
memengaruhi deteksi kasus, sesuai dengan ke form yang baru. Hal tersebut menjadikan
faktor yang memengaruhi rendahnya cakupan tidak maksimalnya pelaksanaan program.
penemuan pada Pedoman Pengendalian Sedangkan pada tingkat puskesmas yaitu
ISPA (Kemenkes RI, 2011). Petugas di Dinas pada puskesmas Dradah selain memegang
Kesehatan Kabupaten Lamongan belum program pneumonia juga memegang program
mengikuti pelatihan khusus Pneumonia, lain begitu pula pada puskesmas Paciran juga
namun mengikuti pelatihan MTBS mengatakan hal yang sama bahwa tidak
Pneumonia (Manajemen Terpadu Balita hanya memegang 1 program melainkan
Sakit) dan MTBM (Manajemen Terpadu beberapa program. Perlu adanya kebijakan
Balita Muda) yang sudah beberapa tahun dalam pembagian pemegang program
yang lalu. Tidak menutup kemungkinan bagi yang mungkin bisa dengan penambahan
pemegang program baru yang mungkin telah staf ataupun yang lainnya sehingga setiap
dipindahkan jabatannya di puskesmas tidak program kesehatan yang dijalankan berjalan
tau menau akan tatalaksanaan pasien dengan sesuai dengan harapan yang diinginkan.
pneumonia. Pada sebuah penelitian oleh Choiriyah
Berdasarkan hasil penelitian, dan Dian (2015), yang diadakan di Puskesmas
pendidikan yang dimiliki oleh kedua juga didapatkan tenaga yang bertugas dalam
puskesmas tidak sesuai dengan bidang yang pelaksanaan hanya 1 para medis sehingga
dipegang. Pada Puskesmas Dradah petugas tidak sesuai dengan pedoman yang sudah
surveilans memiliki pendidikan terakhir ada, dari masalah ini juga muncul beberapa
SPK dan pada Puskesmas Paciran memiliki permasalahan, hal tersebut karena tuntutan
pendidikan terakhir S1 Keperawatan. kesehatan yang semakin tinggi sehingga
Sesuai dengan Kepmenkes Nomor 1116/ peningkatan upaya kesehatan oleh tenaga
MENKES/SK/VIII/2003 tentang Sumber kesehatan juga haus meningkat sedangkan
daya penyelenggara sistem surveilans petugas yang benar-benar mumpuni sangat
Habibatin Nurul Fajriyah, Mekanisme Input Surveilans Pneumonia… 127

terbatas. Tidak hanya itu, didapatkan pula maksimalnya program yang dapat dilihat
petugas pemegang program juga belum dari sarana prasarana yang masih kurang.
mengikuti pelatihan atau seminar tentang Hal tersebut menjadikan petugas yang
pneumonia. melaksanakan surveilans terlebih dari sumber
Dari keadaan yang ada ini, yang dapat data akan merasa kurang bersemangat dalam
dilakukan oleh Dinas kesehatan adalah menjalankan kegiatan surveilans pneumonia.
meningkatkan keterampilan pemegang Untuk sampai pada saat ini, apabila dari
program surveilans pneumonia. program pneumonia membutuhkan dana
untuk pelaksanaan program maka akan
Sumber Dana diikutsertakan dengan program lain yang
Pendanaan merupakan bagian pokok memiliki alokasi pendanaan yang cukup
dalam keberlangsungan hidup suatu kegiatan. sehingga program pneumonia tetap berjalan.
Jumlah dana yang ada akan memberikan Kondisi seperti itu tidak mungkin akan
dampak pada mutu pelayanan kesehatan berjalan terus menerus, tetap dibutuhkannya
yang diberikan oleh tenaga kesehatan. pendanaan untun program pneumonia
(Azwar, 2008). sendiri, maka perlunya pengajuan dana
Berdasarkan pada Keput usan agar program pneumonia sendiri memiliki
Kementrian Kesehatan RI nomor 1116/ alokasi dana sendiri tanpa harus diikutkan
MENKES/SK/VIII/2003 tentang pedoman ke program lain dalam pendanaannya.
penyelenggaraan sistem sur veilans
epidemiologi kesehatan, dijelaskan tentang SIMPULAN
sumber dana yang bisa didapatkan untuk Pada penelitian ini telah didapatkan
pelaksanaan program yang bersumber dari gambaran mekanisme sistem input surveilans
APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, pneumonia di Dinas Kesehatan Kabupaten
APBN atau bantuan yang bisa bersumber Lamongan. Dari hasil penelitian yang
dari mana saja. Namun pada kenyataan yang didapatkan sistem input di Dinas Kesehatan
ada, untuk pelaksanaan program surveilans Kabupaten Lamongan masih belum baik,
pneumonia di Dinas Kesehatan wilayah terbukti hanya dari sistem input yang banyak
Kabupaten Lamongan belum ada bantuan kekurangannya. Hal tersebut bisa dilihat
sama sekali, pernah ada bantuan dari APBD pada sistem input yang dilaksanakan Dinas
yang berupa alat penghitung nafas atau Kesehatan Kabupaten Lamongan didapatkan
disebut dengan soundtimer dan bantuan masih kurangnya sumber data yang hanya
tersebut sulah lama diberikan. bersumber dari 33 puskesmas, sedangkan
Dari penelitian yang dilakukan oleh dari rumah sakit dan klinik atau pelayanan
Choiriyah dan Dian (2015), menjelaskan kesehatan lainnya tidak melakukan
keadaan yang ada di puskesmas bahwa pelaporan secara berkala, kemudian sarana
tidak adanya dana juga, hal tersebut prasarana yang tidak memadai, terbukti
dikarenakan kegiatan penemuan penderita dari tidak adanya buku panduan pneumonia
pneumonia belum ada kegiatan sama sekali. di tingkat puskesmas dan alat yang sudah
Selain dari penelitian tersebut, penelitian terlalu lama. Dari sisi sumber daya yang
dari Pane (1998), menyatakan bahwa dana dapat dilihat dari jenjang pendidikan yang
dan kebijakan tampak kurang mendukung dimiliki oleh petugas surveilans pneumonia
terkait dengan kegiatan P2 ISPA ter khusus di Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan
untuk kasus pneumonia yang terjadi di kota maupun di tingkat Puskesmas belum sesuai
Bogor. dengan ketentuan yang sudah ditetapkan
Ketidak adanya dana untuk program oleh pemerintah yaitu tenaga surveilans yang
surveilans pneumonia tidak berarti bahwa kompeten. Dan selanjutnya adalah sumber
program tidak berjalan namun ketidak dana pelaksanaan program surveilans
128 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 1, Juli 2017: 118–128

pneumonia yang tidak ada, sedangkan Keputusan Menteri Kesehatan RI. 2014.
pendanaan merupakan faktor penting Peraturan Menteri Kesehatan Republik
dalam pelaksanaan program dan sementara Indonesia nomor 45 tahun 2014 tentang
ini apabila dibutuhkan dana maka akan Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.
diikutkan dengan program lain. Perlu adanya Jakarta: Departemen Kesehatan.
evaluasi lebih mendalam untuk melengkapi Kementerian Kesehatan RI. 2010. Modul
kegiatan program pneumonia agar mencapai Tatalaksana Standart Pneumonia. Jakarta.
tujuan yang diinginkan, seperti dengan Katalog terbitan Kemenkes RI. Direktorat
peningkatan hubungan dengan pelayanan Jendral Pengendalian Penyakit dan
kesehatan yang belum terjangkau oleh Penyehatan Lingkungan.
Dinas Kesehatan, penambahan sumber daya Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman
untuk pelaksanaan program sehingga tidak Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan
adanya penumpukan program yang dikelola Akut. Jakarta: Katalog terbitan Kemenkes
oleh 1 petugas saja dan mengajukan dana RI. Direktorat Jenderal Pengendalian
supaya ada pendanaan untuk keberhasilan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
program. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 2003. Peraturan Menteri
DAFTAR PUSTAKA Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
Azwar, A. 2008. Pengantar Administrasi 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang
Kesehatan. Binarupa Aksara, Jakarta. Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Jakarta: Departemen Kesehatan.
(BKKBN), Departemen Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik
dan Macro Internasional. 2013. Survei Indonesia. 2003. Peraturan Menteri
Demografi dan Kesehatan Indonesia Kesehatan Republik Indonesia
2012. Nomor:1457/MENKES/SK/X/2003
Choiriyah, S., Dina N.A.N. 2015. Evaluasi tentang Standar Pelayanan Minimal
Input Sistem Surveilans Penemuan Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Penderita Pneumonia Balita Di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Unnes Journal of Public Health. Volume Keputusan Menteri Kesehatan Republik
4, Oktober 2015: Halaman 139–142. Indonesia. 2003. Peraturan Menteri
Ditjen P2PL. 2003. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Republik Indonesia
Penyakit (PEP) Edisi 1. Depkes RI, Nomor:1479/MENKES/SK/X/2003
Jakarta. tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Efendi F.M. 2009. Keperawatan Kesehatan Surveilans Eidemiologi Penyakit Menular
Komunitas. Salemba Medika. dan Penyakit tidak Menular Terpadu.
Fajriyah, Habibatin Nurul. 2016. Analisis Jakarta: Departemen Kesehatan.
Sistem Surveilans Pneumonia di Dinas Moenir, H.A.S. 2001. Manajemen Pelayanan
Kesehatan Kabupaten Lamongan tahun Umumdi Indonesia, Bumi Aksara,
2014. Skripsi. Surabaya: Universitas Jakarta.
Airlangga. Pane, M. 1998. Evaluasi Penemuan dan
International Virtual Aviation Centre (IVAC). Pengobatan Penderita Infeksi Saluran
2011. Pneumonia Progress Report 2011. Pernafasan Akut (ISPA) Pneumonia Pada
IVAC. Baltimore. Baita Melalui Surveilans Epidemiologi
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Profil ISPA di Kotamadya Bogor Tahun 1994-
Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: 1997. Skripsi. Universitas Diponegoro,
Kementrian Kesehatan RI. Semarang.

Vous aimerez peut-être aussi