Vous êtes sur la page 1sur 12

Tinjauan Yuridis|Putra Halomoan Hsb

TINJAUAN YURIDIS TENTANG UPAYA-UPAYA HUKUM

Oleh Putra Halomoan Hsb


Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padanagsidimpuan
Email: putrahsb.halomoan@gmail.com

Abstract

Authority prosecute a case is referred to as jurisdiction


is often also referred to in practice is the competence of the
judiciary. While the form of a lawsuit lawsuit contetiosa also
called contentious.
In handling cases referred to in the legislation
(UUPKK) on dasaranya cases handled divided by two.
Contentiosa lawsuit and the court handle the lawsuit volunteir.
Contentiosa lawsuit is a lawsuit that contains a dispute between
two or more parties. The process of dispute settlement in a lawsuit
contentiosa occur with process supporting each other in the form
of a lawsuit, the answer, replik, duplik. This type of lawsuit so
called op tegenspraak which supports the objection of mutual
judicial process. Unlike the circuitry lawsuit volunteir are the
problems posed by such party does not contain a dispute, but only
a request for the establishment of rights by a judge in court, and
no defendant or an opponent whose role is to support the lawsuit
filed.
Broadly speaking, the legal classification is divided into
two, namely public law and private law. Public law is a law that
gives the role of the state as arbiter in total serve the public
interest, in other words the area of public law talk about the
function of the state. Whereas private law is a legal instrument
governing bagamana the relationship between individuals in
matters of personal interest. Therefore, the most striking difference
between the area of public law and private law is the area of
public law regarding the function of the state while private law
concerning the interests of individuals.

Kata Kunci : Upaya Hukum, Undang-undang

42
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 1 Juni 2015

A. Pendahuluan tuntutan serta mertanya), sedangkan


Secara garis besar klasifikasi upaya hukum luar biasa tidak
hukum terbagi atas dua, yaitu hukum menangguhkan eksekusi.
publik dan hukum privat. Hukum publik
merupakan hukum yang memberikan B. Banding
peran terhadap negara secara total 1. Pengertian banding
sebagai arbiter melayani kepentingan Banding merupakan salah satu
umum, dengan kata lain wilayah hukum upaya hukum biasa yang dapat
publik berbicara tentang fungsi negara. diminta oleh salah satu atau kedua
Sedangkan hukum privat adalah belah pihak yang berperkara terhadap
instrumen hukum yang mengatur suatu putusan Pengadilan Negeri.
bagamana hubungan antara individu Para pihak mengajukan banding bila
dengan individu dalam masalah merasa tidak puas dengan isi putusan
kepentingan pribadi. Oleh karena itu Pengadilan Negeri kepada Pengadilan
perbedaan yang paling mencolok antara Tinggi melalui Pengadilan Negeri
wilayah hukum publik dan wilayah dimana putusan tersebut dijatuhkan.
hukum privat adalah hukum publik Sesuai azasnya dengan
menyangkut fungsi negara sedangkan diajukannya banding maka
hukum privat menyangkut kepentingan pelaksanaan isi putusan Pengadilan
individu (Peter Mahmud Marzuki, 2008: Negeri belum dapat dilaksanakan,
211). karena putusan tersebut belum
Upaya hukum adalah upaya yang mempunyai kekuatan hukum yang
diberikan oleh undang-undang kepada tetap sehingga belum dapat
seseorang atau badan hukum untuk dalam dieksekusi, kecuali terhadap putusan
hal tertentu melawan putusan hakim. uit voerbaar bij voeraad.
Dalam hal ini berkaitan dengan hak asasi
2. Dasar Hukum
manusia yang mengaju kepada hak bagi Banding diatur dalampasal
seseorang yang dikenai oleh putusan
188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa
hakim tersebut. dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d.
Dalam teori dan praktek kita 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa
mengenal ada 2 (dua) macam upaya dan Madura).Kemudian berdasarkan
hukum yaitu, upaya hukum biasa dan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951
upaya hukum luar biasa. Perbedaan yang (Undang-undang Darurat No.
ada antara keduanya adalah bahwa pada 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR
azasnya upaya hukum biasa dinyatakan tidak berlaku lagi dan
menangguhkan eksekusi (kecuali bila diganti dengan UU Bo. 20/1947
terhadap suatu putusan dikabulkan

43
Tinjauan Yuridis|Putra Halomoan Hsb

tentang Peraturan Peradilan Ulangan Pendapat diatas dikuatkan


di Jawa dan Madura.1 oleh Putusan MARI No. 391
Keputusan pengadilan yang k/Sip/1969, tanggal 25 Oktober 1969,
dapat dimintakan banding hanya yaitu bahwa Permohonan banding
keputusan pengadilan yang berbentuk yang diajukan melalmpaui tenggang
Putusan bukan penetapan, karena waktu menurut undang-undang tidak
terhadap penetapan upaya hukum dapat diterima dan surat-surat yang
biasa yang dapat diajukan hanya diajukan untuk pembuktian dalam
kasasi.2 pemeriksaan banding tidak dapat
dipertimbangkan. Akan tetapi bila
3. Tenggang Waktu Mengajukan
dalam hal perkara perdata
Banding
permohonan banding diajukan oleh
Tenggang waktu pernyataan
lebih dari seorang sedang
mengajukan banding adalah 14 hari
sejak putusan dibacakan bila para permohonan banding hanya dapat
dinyatakan diterima untuk seorang
pihak hadir atau 14 hari
pembanding, perkara tetap perlu
pemberitahuan putusan apabila salah
diperiksa seluruhnya, termasuk
satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini
kepentingan-kepentingan mereka
diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2)
yang permohonan bandingnya tidak
UU No. 20/1947 jo. pasal 46 UU No.
dapat diterima (Putusan MARI No.
14/1985. Dalam praktek dasar hukum
46 k/Sip/1969, tanggal 5 Juni 1971).
yang biasa digunakan adalah pasal 46
UU No. 14 tahun 1985. 4. Prosedur Mengajukan
Apabila jangka waktu Permohonan Banding
pernyatan permohonan banding telah a. Dinyatakan dihadapan
lewat maka terhadap permohonan Panitera Pengadilan Negeri
banding yang diajukan akan ditolak dimana putusan tersebut
oleh Pengadilan Tinggi karena dijatuhkan, dengan terlebih
terhadap putusan Pengadilan Negeri dahuku membayar lunas biaya
yang bersangkutan dianggap telah permohonan banding.
mempunyai kekuatan hukum tetap b. Permohonan banding dapat
dan dapat dieksekusi. diajukan tertulis atau lisan
(pasal 7 UU No. 20/1947)
1
oleh yang berkepentingan
Riduan Syahrani, Hukum Acara
Perdata di Lingkungan Peradilan Umum,cet. 1, maupun kuasanya.
(Jakarta :Sinar Grafika,1994), hal. 94, c. Panitera Pengadilan Negeri
2
Retnowulan Soetantio dan Iskandar
Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam akan membuat akte banding
teori dan Praktek,cet.8.(Jakarta: CV. Mandar yang memuat hari dan tanggal
Maju,1997), hal.149.

44
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 1 Juni 2015

diterimanya permohonan permohonan banding masih


banding dan ditandatangani diperbolehkan.
oleh panitera dan 5. KASASI
pembanding. Permohonan 1. Pengertian
banding tersebut dicatat dalam Kasasi merupakan salahsatu upaya
Register Induk Perkara hukum biasa yang dapat diminta oleh
Perdata dan Register Banding salah satu atau kedua belah pihak yang
Perkara Perdata. berperkara terhadap suatu putusan
d. Permohonan banding tersebut Pengadilan Tinggi. Para pihak dapat
oleh panitera diberitahukan mengajukan kasasi bila merasa tidak puas
kepada pihak lawan paling dengan isi putusan Pengadilan Tinggi
lambat 14 hari setelah kepada Mahkamah Agung.
permohonan banding Kasasi berasal dari perkataan
diterima. “casser” yang berarti memecahkan atau
e. Para pihak diberi kesempatan membatalkan, sehingga bila suatu
untuk melihat surat serta permohonan kasasi terhadap putusan
berkas perkara di Pengadilan pengadilan dibawahnya diterima oleh
Negeri dalam waktu 14 hari. Mahkamah Agung, maka berarti putusan
f. Walau tidak harus tetapi tersebut dibatalkan oleh Mahkamah
pemohon banding berhak Agung karena dianggap mengandung
mengajukan memori banding kesalahan dalam penerapan hukumnya.3
sedangkan pihak Terbanding Pemeriksaan kasasi hanya meliputi
berhak mengajukan kontra seluruh putusan hakim yang mengenai
memori banding. Untuk kedua hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan
jenis surat ini tidak ada jangka ulang mengenai duduk perkaranya
waktu pengajuannya sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi
sepanjang perkara tersebut tidak boleh/dapat dianggap sebagai
belum diputus oleh pemeriksaan tinggak ketiga.
Pengadilan Tinggi. (Putusan
2. Alasan-Alasan Mengajukan
MARI No. 39 k/Sip/1973,
Kasasi
tanggal 11 September 1975). Alasan mengajukan kasasi menurut
g. Pencabutan permohonan pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain :
banding tidak diatur dalam a. Tidak berwenang atau melampaui
undang-undang sepanjang batas wewenang.
belum diputuskan oleh
Pengadilan Tinggi pencabutan
3
Sutantio,Prosedur Peradilan, (Jakarta:
Hidayah, 1999), hal 163

45
Tinjauan Yuridis|Putra Halomoan Hsb

Tidak beRwenangan yang 4. Prosedur Mengajukan


dimaksud berkaitan dengan Permohonan Kasasi
kompetensi relatif dan absolut a. Permohonan kasasi disampaikan
pengadilan, sedang melampaui oleh pihak yang berhak baik secara
batas bisa terjadi bila pengadilan tertulis atau lisan kepada Panitera
mengabulkan gugatan melebihi Pengadilan Negeri yang memutus
yang diminta dalam surat gugatan. perkara tersebut dengan melunasi
b. Salah menerapkan atau melanggar biaya kasasi.
hukum yang berlaku. b. Pengadilan Negeri akan mencatat
Yang dimaksud disini adalah permohonan kasasi dalam buku
kesalahan menerapkan hukum baik daftar, dan hari itu juga membuat
hukum formil maupun hukum akta permohonan kasasi yang
materil, sedangkan melanggar dilampurkan pada berkas (pasal 46
hukum adalah penerapan hukum ayat (3) UU No. 14/1985)
yang dilakukan oleh Judex facti c. Paling lambat 7 hari setelah
salah atau bertentangan dengan permohonan kasasi didaftarkan
ketentuan hukum yang berlaku atau panitera Pengadilan Negeri
dapat juga diinterprestasikan memberitahukan secara tertulis
penerapan hukum tersebut tidak kepada pihak lawan (pasal 46 ayat
tepat dilakukan oleh judex facti. (4) UU No. 14/1985)
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang d. Dalam tenggang waktu 14 hari
diwajibkan oleh peraturan setelah permohonan kasasi dicatat
perundang-undangan yang dalam buku daftar pemohon kasasi
mengancam kelalaian itu dengan wajib membuat memori kasasi
batalnya putusan yang yang berisi alasan-alasan
bersangkutan. Contohnya dalam permohonan kasasi (pasal 47 ayat
suatu putusan tidak terdapat irah- (1) UU No. 14/1985)
irah. e. Panitera Pengadilan Negeri
menyampaikan salinan memori
3. Tenggang Waktu Mengajukan
kasasi pada lawan paling lambat 30
Kasasi
hari (pasal 47 ayat (2) UU No.
Permohonan kasasi harus sedah
14/1985).
disampaikan dalam jangka waktu 14 hari
f. Pihak lawan berhak mengajukan
setelah putusan atau penetepan
kontra memori kasais dalam
pengadilan yang dimaksud diberitahukan
tenggang waktu 14 hari sejak
kepada Pemohon (pasal 46 ayat(1) UU
tanggal diterimanya salinan
No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka
permohonan kasasi tidak dapat diterima.

46
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 1 Juni 2015

memori kasai (pasal 47 ayat (3) UU Gugatan contentiosa adalah gugatan yang
No. 14/1985) mengandung sengketa antara dua pihak
g. Setelah menerima memori dan kontra atau lebih. Proses penyelesaian sengketa
memori kasasi dalam jangka waktu dalam gugatan contentiosa terjadi dengan
30 hari Panitera Pengadilan Negeri proses saling menyangga dalam bentuk
harus mengirimkan semua berkas gugatan, jawaban, replik, duplik.
kepada Mahkamah Agung (pasal 48 Sehingga gugatan jenis ini disebut juga
ayat (1) UU No. 14/1985) op tegenspraak yaitu proses peradilan
saling sanggah menyangga.
6. PROROGASI Berbeda halnya dnegan gugatan
1. Sengketa Hak/ Gugatan volunteir adalah permasalahan yang
Contentiosa sebagai Jenis diajukan oleh pihak tersebut tidak
Gugatan dengan cara Prorogasi mengandung suatu sengketa, namun
Pasal 2 ayat 1 Undang-undang hanya permintaan untuk penetapan hak
Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana telah oleh hakim di pengadilan, dan tidak ada
diubah dengan Undang-Undang Nomor pihak tergugat atau lawan yang berperan
35 Tahun 1999 kemudian diubah menjadi untuk menyangga gugatan yang diajukan.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004. Terlepas dari pendapat para pakar
Sekarang diatur dalam Undang-Undang yang mengemukakan, bahwa gugatan
Nomor 48 Tahun 2009. Tugas dan contentiosa ada yang menyebutnya
kewenangan badan peradilan dibidang sebagai ggugatan perdata, dan ada yang
perdata adalah menerima, memeriksa, menyebutnya sebagai gugatan saja. Lebih
dan mengadili serta menyelesaikan praktis untuk mengatakan bahwa istilah
sengketa diantara para pihak yang gugatan contentiosa (mengandung
berperkara. sengket hak) disebut sebagai gugatan
Wewenang mengadili suatu perkara saja. Bukankah dalam kebiasaaan
disebut sebagai yurisdiksi atau sering pembuatan surat gugatan lebih sering
juga disebut dalam praktik adalah juga digunakan kata “gugatan” pada
kompetensi peradilan. Sedangkan kepala surat gugatan itu. Apalagi gugatan
gugatannya berbentuk gugatan contetiosa yang dinyatakan sebagai gugatan
atau disebut juga contentious. volunteir dalam kebiasaan praktik disebut
Dalam menangani perkara sebagai permohonan saja. Jadi tidak ada
sebagaimana yang dimaksud dalam alasan yang jelas dan pasti kalau istilah
undang-undang tersebut (UUPKK) pada gugatan perdata yang mau digunakan,
dasaranya perkara yang ditangani dibagi karena istilah volunteir sudah direduksi
dua. Pengadilan menangani gugatan dengan istilah permohonan.
contentiosa dan gugatan volunteir.

47
Tinjauan Yuridis|Putra Halomoan Hsb

Terkait dengan masalah prorogasi perkara hingga penentuan putusan. Kalau


sebagai pengadilan yang melompat diajukan lagi melalui upaya hukum
langsung ke PT, tanpa mengikuti proses banding jelas hal ini akan
hukum acara yang lazim, yang berawal di memperpanjang waktu dari salah satu
Pengadilan Negeri terlebih dahulu. pihak untuk mendapatkan kepastian
Dalam rangka mengefesienkan perkara, hukum. Ditambah dengan masalah
prorogasi sebagai bahagian perwujudan kepribadian salah satu pihak misalnya
asas peradilan yang hemat cepat yang tetap mempertahankan gugatan dan
sederhana dan biaya ringan lebih pantas rasa “hak milik” terhadap objek perkara,
untuk memilih hanya perkara gugatan sering berjuang habis-habisan, untuk
contentiosa. Sebagai perakara yang dapat menempu semua upaya hukum sampai
langsung diajukan ke PT melalui pada upaya peninjauan kembali.
mekanisme prorogasi. Meskipun sudah sadar diri bahwa segala
Sementara untuk jenis perkara alat bukti yang dimiliki pada dasarnya
gugatan volunteir atau permohonan lemah.
seperti penetapan hak mewaris, Oleh karena itu, perkara yang
perubahan nama, penepatan perwalian, mengandung sengketa yang disebut
tetap diberikan kewenangan itu ke sebagai gugatan perdata. Mestinya sudah
Pengadilan Negeri. Hal itu didasarkan dijadikan sebagai perkara yang mutlak
bahwa perkara permohonan tidak untuk langsung diajukan di Pengadilan
mungkin akan menyita banyak waktu Tinggi.
dalam proses penyelesaiannya oleh
2. Kompetensi Pengadilan Tinggi
Hakim. Karena tidak ada proses sanggah
untuk Memeriksa Perkara
menyangga sebagaimanan yang terjadi
dengan Mekanisme Prorogasi
dalam gugatan contentiosa. Gugatan Sebelum lahirnya Undang-Undang
volunteir mustahil melewati masa Peradilan Umum, masalah pengajuan
pengajuan yang pnajang dalam banding ke pangdilan Tinggi diatur
penyelesaiannya perkaranya oleh hakim
melalui Undang-undang Darurat Nomor
di pengadilan.4 1 Tahun 1951. Menurut undang-undang
Dalam fenomena/ praktik beracara tersebut peraturan hukum acara untuk
lingkup peradilan kasus perdata. Perkara pemeriksaan ulang atau banding pada
yang digugat di Pengadilan Negeri Pengadilan Tinggi adalah Peraturan-
biasanya akan menghabiskan waktu 60 Peraturan Republik Indonesia dahulu
hari terhitung mulai dari pengajuan yang telah ada dan berlaku bagi
Pengadilan Tinggi dalam daerah
4
R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Republik Indonesia dahulu itu.
Perdata, Tata Cara, Proses Persidangan, cet. 1, Peraturan-perturan yang digunakan
(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal.92.

48
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 1 Juni 2015

dalam daerah Republik Indonesia dahulu Tahun 2009 yang mana sebelumnya
meliputi:5 terjadi perubahan UU No. 8 Tahun 2004.
a. Untuk pemeriksaan ulang atau PT sebagai Peradilan Tingkat Banding
banding perkara perdata buat dilimpahi beberapa kekuasaan, yaitu:
Pengadilan Tinggi di Jawa dan a. Berwenang mengadili perkara di
Madura adalah Undang-undang tingkat banding.
Nomor 20 Tahun 1974. b. Bertugas dan berwenang memutus
b. Untuk pemeriksaan ulang atau sengketa kewenangan mengadili.
banding perkara perdata buat c. Dapat memberi keterangan,
Pengadilan Tinggi di luar Jawa dan pertimbangan dan nasihat hukum.
Madura adalah RBg. d. Melakukan pengawasan atas
c. Dari ketentuan tersebut pada pelaksaan tugas dan tingkah laku
dasarnya Pengadilan Tinggi hakim, panitera, sekretaris, dan juru
diberikan fungsi untuk mengadili sita.
perkara yang telah diputus oleh Pengadilan Tinggi yang
Pengadilan Negeri, dengan berkedudukan di ibukota Provinsi
memeriksa fakta-fakta yang telah tersebut sebagaimana ditegaskan dalam
diungkap oleh hakim di PN. Oleh Pasal 4 Undang-undang Nomor 49
karena itu sering disebut PT Tahun 2009. Oleh kemudian penulis
sebagai peradilan ulangan. Yang menambahkan satu tugas dan
mana putusannya dari Pengadilan kewenangan baru. Sebagai lembaga yang
Tinggi dapat menguatkan putusan harus mengadili perkara perdata melalui
PN, memperbaiki putusan PN dan mekanisme prorogasi. Perkara yang
membatalkan putusan PN. dapat ditangani adalah perkara yang
Selain itu tugas dan kewenangan dapat ditaksir objek perkaranya senilai
Pengadilan tinggi dapat ditemukan dalam Rp. 100 milyar ke bawah.
kententuan UU No.2 Tahun 1986 Dengan memberi salah satu tugas
sebagaimana diubah dengan UU No. 8 dan kewenngan baru ke PT ini. Berarti
Tahun 2004 dan terjadi lagi perubahan PT lagi-lagi tidak hanya menjadi sebagai
kedua yaitu UU No. 49 Tahun 2009 Pengadilan yang berfungsi sebagai
tentang Peradilan Umum. penyambung pipa saja, kemudian perkara
Kekuasaan PT secara umum diatur perdata selanjutnya dikasasi lagi ke MA.
dalam BAB III UU No. 2 Tahun 1986
3. Peninjauan Kembali sebagai
sebagaimana diubah dengan UU No. 49
Upaya Hukum bagi Pihak Yang
Kalah Dalam Peradilan
5
Supomo, Hukum Acara Perdata Prorogasi
Pengadilan Negeri, (Jakarta, Pradnjaparamita,
1967) hal 39.

49
Tinjauan Yuridis|Putra Halomoan Hsb

Di atas telah disinggung peradilan, tanpa mengbiskan waktu yang


sebelumnya bahwa peradilan prorogasi lebih banyak.
yang dijalankan oleh PT dalam Maka dari itu sengaja penulis
menjatuhkan putusan. Dalam hal ini memberi tawaran agara PT yang
sebagai peradilan tingkat pertama dan menangani perkara yang sudah
terakhir, tidak mengenal lagi kasasi memenuhi syarat perkara prorogasi.
sebagaimana yang diatur dalam Putusannya berakhir pada Pengadilan
ketentuan RV sebelumnya. PT adalah Tinggi, sebagai pengadilan pertama
pengadilan tingkat pertama dan terakhir sekaligus sebgai pengadilan tingkat
dalam memutuskan perkara yang terakhir.
mengikuti mekanisme prorogasi. Nanti kemudian kalau saat salah
Tidak diberikannya juga satu pihak ada pengajuan peninjauan
kewenangan ke pada Pengadilan Negeri kembali. Baru pengajuan PK tersebut
untuk menangani kasus perdata biasa. diperiksa oleh Hakim Agung. Terkait
Setelah konsep prorogasi diwujudkan dengan itu syarat-syarat untuk diajukan
melalui fungsi PT. Juga didasarkan, pada PK jika putusan pengadilan tinggi ingin
fungsi dari dua pengadilan ini yaitu baik diajukan PK, juga tetap dapat mengacu
pengadilan negeri maupun pengadilan pada ketentuan Pasal 67 UU No.14
tinggi masih sama-sama berfungsi Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
sebagai pengadilan yang mengadili fakta- UU No. 5 Tahun 2004 tentang
fakta. Bahkan dalam hal tertentu juga Mahkamah Agung yang menegaskan
hakim Pengadilan Tinggi dapat bahwa permohonan peninjauan kembali
menghadirkan para pihak untuk putusan perkara perdata yang telah
6
menggelar sidang jika diperlukan. memperoleh kekuatan hukum tetap dapat
Oleh sebab itu dari pada fungsinya diajukan hanya berdasarkan alasan-
yang masih menilai fakta-fakta yang kuat alasan sebagai berikut:
dari para pihak yang mengajukan perkara a. Apabila putusan didasarkan pada
tersebut. Ada baiknya jika kewenangan suatu kebohongan atau tipu
untuk mengadili perkara perdata yang muslihat pihak lawan yang
hanya termasuk dalam sengketa hak/ diketahui setelah perkaranya
gugatan perdata biasa. Diserahkan diputus atau didasarkan pada bukti-
sepenuhnya kepada Pengadilan Tinggi bukti yang kemudian oleh hakim
melalui mekanisme peradilan prorogasi. pidana dinyatakan palsu;
Dengan maksud mengefektifkan b. Apabila setelah perkara diputus,
ditemukan surat-surat bukti yang
6 bersifat menentukan yang pada
R. Subekti, Hukum Acara Perdata,Cet.
2, (Bandung: Badan Pembinaan Hukum Nasional,
Departemen Kehakiman, 1997), hal.171-172.

50
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 1 Juni 2015

waktu perkara diperiksa tidak dapat dimintakan peninjauan kembali kepada


ditemukan; MA, dalam perkara perdata dan pidana
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal oleh pihak-pihak yang berkepentingan
yang tidak dituntut atau lebih dari (pasal 21 UU No. 14/1970).
pada yang dituntut; 2. Syarat-syaratpeninjauankembali
d. Apabila mengenai sesuatu bagian Ada beberapa syarat yang harus
dari tuntutan belum diputus tanpa dipenuhi untuk peninjauan kembali
dipertimbangkan sebab-sebabnya; diantaranya sebagai berikut :
e. Apabila antara pihak-pihak yang a. Diajukan oleh pihak yang
sama mengenai suatu soal yang berperkara.
sama, atas dasar yang sama oleh b. Putusan telah memperoleh
pengadilan yang sama atau sama kekuatan hukum tetap.
tingkatnya telah diberikan putusan c. Membuat surat permohonan
yang bertentangan satu dengan peninjauan kembali yang memuat
yang lain; alasan-alasannya.
f. Apabila dalam suatu putusan d. Membayar panjar biaya peninjauan
terdapat suatu kekhilafan hakim kembali.
atau suatu kekeliruan yang nyata.” e. Menghadap di Kepaniteraan
Pengadilan Agama yang memutus
7. PENINJAUAN KEMBALI perkara pada tingkat pertama.
1. Pengertian peninjauan kembali 3. Alasan-alasan peninjauan
Peninjauan kembali atau biasa
kembali
disebut Request Civiel adalah meninjau Beberapa alasan diajukannya
kembali putusan perdata yang telah peninjauan kembali, antara lain :
memperoleh kekuatan hukum tetap, a. Adanya putusan didasarkan pada
karena diketahuinya hal-hal baru yang suatu kebohongan atau tipu
dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, muslihat pihak lawan yang
sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya
diketahui setelah perkaranya
maka putusan hakim akan menjadi lain. diputus atau didasarkan pada bukti-
Peninjauan kembali hanya dapat bukti yang kemudian oleh Hakim
dilakukan oleh MA. Peninjauan kembali pidana dinyatakan palsu.
diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 b. Apabila perkara sudah diputus,
tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, tetapi masih ditemukan surat-surat
dan apabila terdapat hal-hal atau keadaan bukti yang bersifat menentukan
yang ditentukan oleh undang-undang yang pada waktu perkara diperiksa
terhadap putusan Pengadilan yang telah tidak dapat ditemukan.
memperoleh kekuatan hukum tetap dapat

51
Tinjauan Yuridis|Putra Halomoan Hsb

c. Ada suatu bagian dari tuntutan belah pihak yang berperkara


belum diputus tanpa pertimbangan terhadap suatu putusan Pengadilan
sebab-sebabnya. Negeri. Para pihak mengajukan
d. Apabila antara pihak-pihak yang banding bila merasa tidak puas
sama, mengenai suatu yang sama, dengan isi putusan Pengadilan
atau dasarnya sama, diputuskan Negeri kepada Pengadilan Tinggi
oleh pengadilan yang sama melalui Pengadilan Negeri dimana
tingkatnya, tetapi bertentangan putusan tersebut dijatuhkan.
dalam putusannya satu sama lain. 2. Kasasi merupakan salah satu upaya
e. Apabila dalam suatu putusan hukum biasa yang dapat diminta
terdapat kekhilafan Hakim atau oleh salah satu atau kedua belah
suatu kekeliruan yang nyata. (pasal pihak yang berperkara terhadap
67 UU No. 14/1985). suatu putusan Pengadilan Tinggi.
3. Prorogasi sebagai pengadilan yang
4. Pencabutan permohonan
melompat langsung ke PT, tanpa
peninjauan kembali
mengikuti proses hukum acara
Permohonan PK dapat dicabut
yang lazim, yang berawal di
selam belum diputuskan, dalam
Pengadilan Negeri terlebih dahulu.
dicabut permohonan peninjauan
4. Peninjauan kembali atau biasa
kembali (PK) tidak dapat diajukan
disebut Request Civiel adalah
lagi (pasal 66 ayat (3) UU No.
meninjau kembali putusan perdata
14/1985). Pencabutan permohonan
yang telah memperoleh kekuatan
PK ini dilakukan seperti halnya
hukum tetap, karena diketahuinya
pencabutan permohonan kasasi.
hal-hal baru yang dulu tidak dapat
diketahui oleh hakim, sehingga
apabila hal-hal itu diketahuinya
8. Kesimpulan
maka putusan hakim akan menjadi
1. Banding merupakan salah satu
lain.
upaya hukum biasa yang dapat
diminta oleh salah satu atau kedua

52
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 1 Juni 2015

Daftar Kepustakaan

Soeroso, R. Praktik Hukum Acara Departemen Kehakiman, 1997.


Perdata, Tata Cara, Proses
Supomo.Hukum Acara Perdata
Persidangan, cet. 1, Jakarta:
Sinar Grafika, 1994. Pengadilan Negeri, Jakarta,
Pradnjaparamita, 1967.
Soetantio, Retnowulan dan Iskandar
Oeripkartawinata.Hukum Sutantio. Prosedur Peradilan, Jakarta:
Acara Perdata dalam teori
dan Praktek,cet.8. Jakarta: Hidayah, 1999.
CV. Mandar Maju,1997.
Syahrani, Riduan.Hukum Acara Perdata
Subekti, R. Hukum Acara Perdata,Cet. di Lingkungan Peradilan
2, Bandung: Badan Umum,cet. 1, Jakarta : Sinar
Pembinaan Hukum Nasional, Grafika,1994

53

Vous aimerez peut-être aussi