Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
net/publication/282243481
CITATIONS READS
0 869
3 authors:
Nadya Oktaviani
Badan Informasi Geospasial
16 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Tsunami Modeling using high resolution of bathymetry and topography model in Sadeng View project
All content following this page was uploaded by Nadya Oktaviani on 28 September 2015.
Abstract
Tsunami is one of major catastrophe in Indonesia causing damage of infrastructures, loss of lives, and
damaging environment. Spatial modeling of areas prone to landslide run-up is importance to conduct in
order to reduce tsunami impact. Using tsunami numerical model such areas can be predicted. The impact
of tsunami is influenced by some factors such as locations and magnitudes of tsunami source, e.g.
earthquake. This paper presents preliminary study of modeling tsunami run-up in Padang City, Sumatera
Barat. Four scenarios of tsunami run-up modeling were run using different locations and magnitudes of
tsunami source. The results show that the closer the location of the source, the farther the tsunami run-up.
In addition, tsunami run-up reaches onshore areas farther when the magnitude of the source is higher.
Keywords: Tsunami
|1
TUNAMI, Turmina Interface, MIKE21, ANUGA, (1.1). Peubah x dan y menyatakan sumbu horizontal,
dan lain-lain. Setiap model numerik memiliki z menyatakan sumbu vertikal, t merupakan waktu, h
kelebihan dan kekurangan. Model numerik tsunami merupakan kedalaman air laut sebelum terjadi
secara umum menggunakan kekekalan massa dan gangguan, η menyatakan perubahan vertikal air laut
persamaan hidrodinamika 3 dimensi yang melibatkan sesaat setelah adanya gangguan, g adalah percepatan
banyak suku seperti suku percepatan, adveksi, gaya gravitasi, menyatakan shear stress tangensial
coriolis, gradient tekanan, gesekan dasar/permukaan ataupun normal, dan u, v, w menyatakan kecepatan
serta viskositas eddy (Ramming dan Kowalik, 1980). partikel air pada arah sumbu x, y, dan z.
Dalam aplikasinya, tidak semua suku dilibatkan
dalam pemodelan numerik.
Makalah ini dimaksudkan untuk menyajikan kajian
pemodelan spasial landaan tsunami menggunakan
model numerik TUNAMI. Dengan skenario lokasi
sumber dan kekuatan gempa yang berbeda. Sebagai
wilayah kajian adalah Kota Padang dan sekitarnya.
II. Model Numerik Tsunami TUNAMI
Model numerik ini merupakan pengembangan dari Dalam teori ini, percepatan partikel air arah vertikal
model numerik non-linier Imamura (2006) untuk diabaikan karena nilainya lebih kecil dari dari
aplikasi gelombang perairan dangkal mencakup percepatan gravitasi. Akibatnya, gerakan vertikal
tsunami. Tsunami dikategorikan sebagai gelombang partikel air tidak berpengaruh pada distribusi tekanan
perairan dangkal disebabkan panjang gelombangnya (Imamura dkk, 2006). Persamaan momentum arah
yang jauh lebih besar dibandingkan kedalaman sumbu vertikal (z) dengan kondisi batas dinamik pada
batimetri yang dilewati gelombang. Model numerik permukaan dimana tekanannya nol (p=0)
ini dikembangkan oleh Kongko (2011) dalam menghasilkan persamaan hidrostatik p=g(-z).
disertasinya untuk memodelkan tsunami di wilayah Untuk menyelesaikan persamaan 1.1 digunakan
Selatan Jawa. Penelitian ini menunjukan bahwa kondisi batas dinamik dan kinetik pada permukaan
sumber tsunami dengan kekakuan rendah dan slip dan dasar yakni:
yang besar, menghasilkan landaan yang mirip dengan
data lapangan dibandingkan dengan sumber tsunami p =0 at z = η ....................................(1.2)
dengan kekakuan normal.
TUNAMI adalah singkatan dari Tohoku University’s
Numerical Analysis Model for Investigation. Model
Numerik TUNAMI sendiri memiliki banyak variasi, Dengan mengintegralkan persamaan 1.1 dari
sesuai dengan pengembangannya antara lain: permukaan sampai ke dasar menggunakan aturan
1. TUNAMI-N1, model ini mengaplikasikan teori Leibnitz, maka diperoleh persamaan perambatan
linier perambatan gelombang dengan ukuran grid gelombang perairan dangkal 2 dimensi dalam bentuk
konstan, flux/aliran massa air seabagai berikut:
|2
dinyatakan sebagai berikut:
dimana f adalah koefisien gesekan. Biasanya nilai Gambar. 2. Fungsi pada deret taylor
koefisien kekasaran dasar ini menyesuaikan jenis
tutupan lahan di sepanjang pantai. Cara termudah
untuk menentukan nilai kekasaran dasar adalah II.3. Konsep Nested grid
dengan merujuk pada kekasaran Manning (Manning’s Solusi numeri persamaan 1.5-1.7 mengharuskan letak
roughness) seperti ditunjukkan pada Tabel 1. bidang sesar (Gambar 3) tercakup dalam model.
Tabel 1. Nilai kekasaran dasar Apabila bidang sesar tidak tercakup dalam model,
maka dalam perhitungannya menggunakan metode
Nested Grid (Gambar 4). Metode ini menggunakan
grid ukuran besar agar mencapai letak bidang sesar.
Grid-grid dengan ukuran yang lebih kecil/rapat
menuju wilayah kajian didefinisikan. Dengnan skema
leap-frog, nilai-nilai F pada grid perbatasan pada area
pertampalan digunakan untuk menghitung nilai grid
pada area yang lainnya. Ukuran grid yang lebih besar
dinamakan area L (large) dan untuk grid yang
ukurannya lebih kecil dinamakan area S (small).
II.3. Skema numerik Leap-frog III. Pemodelan landaan tsunami: Studi kasus kota
Untuk menyelesaikan persamaan 1.5-1.7 digunakan Padang
linierisasi menggunakan aturan deret Taylor lalu Kota Padang, Sumatera Barat, merupakan satu
didiskretisasi menggunakan metode finite difference diantara banyak wilayah diIndonesia yang rawan
skema leap-frog (Gambar 2) yakni menggunakan akan bencana tsunami. Hal ini dikarenakan posisi
skema beda pusat dengan kesalahan pemotongan orde wilayahnya yang terletak diatas pertemuan lempeng
kedua. Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Daerah
Notasi F{(i-1)Δx}=Fi-1 , F(i Δx)=Fi , F{(i+1)Δx}=Fi+1 pertemuan lempeng tersebut hingga kini masih
menyatakan nilai-nilai untuk tiap grid. Nilai Fi-1 dan menunjukan aktifitas yang menimbulkan gempa.
Fi+1 hasil linierisasi menggunakan deret taylor dengan Selain itu, sejarah kegempaan dan tsunami yang
kesalahan pemotong orde kedua menghasilkan pernah terjadi di Kota Padang menjadi alasan lain
persamaan berikut: mengapa daerah tersebut memerlukan informasi
|3
geospasial terkait ancaman/landaan bencana tsunami. Skenario penelitian ini mencakup simulasi numerik
Untuk mendapatkan informasi tersebut dilakukan landaan tsunami menggunakan 2 lokasi sumber
dengan melakukan pemodelan spasial menggunakan gempa yang berbeda dan 2 kekuatan/magnitude
model numerik TUNAMI-N3. Tahap pemodelan berbeda, yakni 8.4 dan 9.0. Permukaan kota Padang
mencakup 3 proses, yakni: di asumsikan mempunyai koefisien gesekan dasar
seragam yang merepresentasikan tutupan lahan
1. Pre-processing data
berupa residensial dengan kepadatan sedang.
2. Processing (setup, running)
3. Post processing data Pada penelitian ini digunakan 6 domain area,
berturut-turut dari domain terluar hingga domain
terkecil yang berada paling dalam. Pada konsep
Pada tahap pre processing hal yang perlu dilakukan
nested grid penentuan ukuran grid antara satu dengan
adalah mempersiapkan data input untuk model. Data
yang lainnya berbeda, yakni dengan nilai
input yang dimaksud terdiri atas:
perbandingan spasi grid berupa bilangan ganjil 1:3
1. Data kedalaman/batimetri dan data ketinggian/ (Prasetiyo, 2006). Dalam penelitian ini ukuran grid
topografi. Dalam hal ini data batimetri yang dalam setiap domain tidak boleh lebih dari 3000 grid
digunakan merupakan data keluaran (arah sumbu –x) dan 3000 grid (arah sumbu –y). Data
Bakosurtanal (BIG) dengan interval kedalaman grid setiap domain yang digunakan dalam penelitian
90 meter, serta data topografi DTM dengan ini dapat dilihat pada Tabel 2.
ketelitian 5 meter.
2. Citra IKONOS. Citra ini digunakan untuk
Tabel 2. Data ukuran domain grid dengan
interpretasi jenis tutupan lahan yang ada di
masing-masing spasi grid
sepanjang pesisir pantai untuk penentuan
koefisien gesekan dasar dan untuk visualisasi
hasil pemodelan.
|4
jenis kekasaran dasar yang digunakan dalam 60 detik sekali hingga mencapai batas waktu model
pemodelan adalah kekasaran dasar seragam (uniform yang ditentukan yaitu 3600 detik. Tahap menjalankan
roughness). Nilai kekasaran dasar seragam model memerlukan waktu yang cukup lama untuk
diasumsikan atas 2 jenis tutupan lahan yakni air pada setiap skenarionya.
laut, dan pemukiman pada daratan. Hal ini karena
Tabel 3. Parameter Sesar
secara visual area studi ditutupi oleh pemukiman.
Seperti yang terlihat pada Gambar 4.
dengan
2
hmax : Kedalaman perairan maksimum
dt : Langkah waktu perhitungan 1
g : gaya gravitasi (10 m/s)
Cmax : kecepatan awal
|5
Skenario ini menghasilkan landaan tsunami (run-up) mencapai daratan dengan jangkauan sejauh 1 km,
yang menggenangi daratan sejauh 300 meter dari dengan tinggi maksimum mencapai 4,91 meter. Air
garis pantai dengan ketinggian maksimum gelombang tsunami yang menggenangi badan sungai mencapai 2
3,98 meter. Landaan tsunami di badan sungai km jauhnya dari muara sungai.
mencapai jarak sejauh 1.5 km dari muara sungai.
|6
Dari keempat skenario tampak bahwa kedekatan 3. Kedekatan lokasi sumber gempa dengan daerah
posisi sumber gempa terhadap daerah kajian landaan kajian berpengaruh terhadap jauh tidaknya
tsunami sangat berpengaruh terhadap jauh-tidaknya jangkauan landaan tsunami di darat. Semakin
landaan tsunami baik di darat maupun di badan air dekat lokasi sumber gempa terhadap daerah kajian,
(sungai) dan tinggi gelombang pada daerah landaan. semakin besar tinggi gelombang dan semakin jauh
Perbedaan kekuatan gempa pun berpengaruh terhadap jangkauan landaan tsunami di darat.
jauh tidaknya landaan dan tinggi gelombang tsunami
4. Hasil simulasi landaan tsunami dapat digunakan
di daerah landaan. Semakin dekat besar kekuatan
untuk pembuatan peta rawan ancaman tsunami
gempa semakin tinggi gelombang tsunami dan
yang menunjukkan daerah aman
semakin jauh jangkauan landaan tsunami ke daratan.
Begitu juga, semakin dekat lokasi sumber gempa 5. Simulasi skenario yang mengasumsikan titik 1,
terhadap daerah kajian, semakin besar tinggi menghasilkan tinggi gelombang dan luas landaan
gelombang dan semakin jauh jangkauan landaan yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil
tsunami di darat. simulasi skenario yang mengasumsikan titik 2.
Hal ini dikarenakan oleh adanya deretan Keplauan
Jangkauan landaan tsunami skenario I dan II relatif
Mentawai yang memecah gelombang sebelum
lebih pendek dibandingkan skenari III dan IV. Hal ini
mencapai daratan Kota Padang.
disebabkan adanya deretan Keplauan Mentawai yang
memecah gelombang sebelum mencapai daratan Kota Untuk penelitian kedepan, sebaiknya dilakukan
Padang simulasi dengan variasi skenario yang lebih banyak
lagi, sehingga didapat perkiraan daerah paling aman
Jangkauan landaan tsunami dari empat skenario ini
jika benar terjadi tsunami pada wilayah studi.
dapat dijadikan acuan untuk mendelineasi daerah
aman dari bahaya tsunami. Selanjutnya, peta rawan Selain itu, perlu dilibatkan faktor kekasaran dasar di
bencana tsunami dapat dibuat berdasarkan darat sesuai dengan jenis tutupan lahan pada wilayah
skenario-skenario hasil simulasi sebagai berikut: studi misalnya kekasaran area vegetasi, area pasir dan
sebagainya.
1. Jika terjadi gempa dengan skenario 1, zonasi
daerah aman berada lebih kurang 100 meter dari Hasil penelitian ini belum melalui hasil verifikasi.
bibir pantai termasuk wilayah yang berada Kedepan, perlu dilakukan verifikasi lapangan
disepanjang pinggiran sungai. menggunakan data daerah dengan setting geografis
yang serupa dengan Kota Padang.
2. Jika terjadi gempa dengan skenario 2, zonasi
daerah aman berada lebih kurang 400 meter dari
bibir pantai termasuk wilayah yang berada
Ucapan Terimakasih
disepanjang pinggiran sungai.
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Balai
3. Jika terjadi gempa dengan skenario 3, zonasi
Penelittian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan
daerah aman berada lebih 1 km dari bibir pantai
Penerapan Teknologi (BPDP-BPPT) Yogyakarta atas
termasuk wilayah yang berada disepanjang
ijin penggunaan data dan model numerik TUNAMI.
pinggiran sungai.
4. Jika terjadi gempa dengan skenario 4, zonasi
daerah aman berada lebih 2,5 km dari bibir pantai Daftar Pustaka
termasuk wilayah yang berada disepanjang
Papazachos, B. C., dkk., 2004, Global Relation
pinggiran sungai.
Between Seismic Fault Parameter and Moment
Magnitude of Earthquakes., Bulletin of the
Geological Society of Greece vol. XXXVI ,
V. Kesimpulan dan Saran
Thessaloniki
Dari penelitian ini dapat diambil beberapa Chow, V. T., 1959, Open Channel Hydraulics.
kesimpulan yaitu: MacGraw Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo
1. Perbedaan lokasi sumber dan kekuatan magnitud http://earthquake.usgs.gov/learn/earthquake-glossary-
gempa mempengaruhi secara signifikan terhadap ring-of-fire akses tanggal 9 November 2012
jangkauan landaan tsunami. Imamura, F, dkk., 2006, Tsunami Modelling Manual
2. Perbedaan kekuatan gempa berpengaruh terhadap (TUNAMI Model), TIME Project, Japan
jauh tidaknya landaan dan tinggi gelombang Kongko, W., 2011, South Java Tsunami Model Using
tsunami di daerah landaan. Semakin besar Highly Resolved Data And Probable Tsunamigenic
kekuatan gempa semakin tinggi gelombang Sources, Disertasi, Gottfried Wilhelm Leibniz
tsunami dan semakin jauh jangkauan landaan University of Hannover, Jerman.
tsunami ke daratan. Prasetyo, E., 2006, Penentuan Run-Up Tsunami
|7
Dengan Menggunakan Model Numerik Tsunami,
Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ramming, H. G., and Kowalik, Z., 1980, Numerical
Modelling of Marine Hydrodynamics Application to
Dynamic Physical Processes, Elsevier Scientific
Publishing Company, Amsterdam.
|8