Vous êtes sur la page 1sur 85

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN


KERJA PADA PENDUDUK DI DESA DALAM PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT
(Kasus Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Kecamatan Rancabungur,
Kabupaten Bogor. Provinsi Jawa Barat)

Oleh :
Mery Purnamasarie
NRP. I34070022

DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ii

ABSTRAC

Oilpalm is one of Indonesia’s agricultural commodities with rapid growth


in the last two decades – annually size of plantation increased by 11% whereas
production by 9.4%. One of the objective of oilpalm development is to generate
employment opportunity – which is expected to be captured by community
surrounding oilpalm plantation. This research is to describe and analyze
employment opportunity by sectors (foodcrops-fisheries, plantation,
secondary/manufacture, and tertiary/trade and services) and the internal and
external factors that affect employment opportunity.
Cimulang and Bantarsari are two villages in West Java with 75% of its
area inside a state-owned plantation, which undergone conversion from rubber to
oilpalm in the year 2000. The research is done on 4 hamlets of these villages
differentiated by geographical location and transportation access into two (2)
Kampung Dalam which are inside plantation-area and limited transportation
access and two (2) Kampung Luar which most area are outside plantation and
easy transportation access.
The research indicated that all of the internal factors (gender, age,
education, social status), affect employment opportunities. In general more men
works in different sectors than women, and more workers (of young age group,
higher education, and high social status) work in tertiary sector. Only a small
percentage work in oilpalm plantation, and only those from Kampung Dalam,
male, of medium age-group, with some education (Elementary, Junior High), and
of poor social status.
Of the external factors (access to information of job, access of
transportation), access to information affect employment opportunities in
secondary and tertiary sectors. As the difference of employment opportunity
seems to be more based on location (Kampung Dalam or Kampung Luar), which
is indicated by access to transportation, access of transportation is seen as
mediating factor that affect both internal and external factors.

Key words: employment opportunity, village inside oilpalm plantation,


internal and external factors
iii

RINGKASAN

MERY PURNAMASARIE, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan


Kerja Pada Penduduk Di Desa Dalam Perkebunan Kelapa Sawit (Kasus Desa
Cimulang dan Desa Bantar Sari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor .
Provinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan MELANI ABDULKADIR-SUNITO.

Tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebesar 237 juta jiwa dengan
jumlah angkatan kerja sebanyak 116,5 juta jiwa atau 49% dari total penduduk
(BPS,2010). Berdasarkan pekerjaan utama sebagian besar penduduk bekerja di
sektor pertanian, antara Tahun 2005 ke Tahun 2010 persentase menurun dari 43%
menjadi 38%, secara mutlak jumlahnya bertambah (BPS,2011). Salah satu tujuan
pengembangan kelapa sawit adalah untuk membuka lapangan pekerjaan. Ekspansi
lahan sebagai cara meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan, tidak saja
melalui perluasan daerah tetapi juga perubahan komoditas tanaman perkebunan.
Berbeda dengan pulau-pulau di luar Jawa, pengembangan perkebunan kelapa
sawit di Jawa diuntungkan oleh daerah dekat pusat pemerintahan, kemudahan
akses informasi meningkatkan kesempatan akses trasportasi serta tersedianya
tenaga kerja.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis dan
menjelaskan tentang; 1) Kesempatan kerja pada penduduk desa di dalam
perkebunan di bidang pertanian dan non pertanian pinggiran perkebunan bagi
laki-laki dan perempuan. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja
penduduk desa dalam perkebunan.
Penelitian ini difokuskan pada dua desa yang berada di sekitar perkebunan
yaitu Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari. Kemudian memilih kampung yang
berada di dalam dan luar perkebunan untuk mengetahui kesempatan kerja
penduduk. Kampung Dalam adalah Kampung Cimulang Ujung dan Gunung
Leutik. Kampung Luar adalah Kampung Ciheleut dan Hulurawa. Penelitian
dilakukan selama Maret – Mei 2011. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pemilihan informan dilakukan secara
purposive dengan teknik snowball sampling. Pemilihan responden dilakukan
dengan teknik random sampling. Informan yang digunakan jumlahnya tidak
terbatas selama informasi yang dibutuhkan sudah cukup memenuhi, sedangkan
responden yang digunakan sebanyak 30 rumah tangga untuk setiap kampung jadi
jumlah total responden adalah 120 rumah tangga. Data yang dikumpulkan berupa
data sekunder dan primer yang diperoleh dari literature, pengamatan, wawancara
mendalam dan kuesioner. Data yang diperoleh akan diolah dengan proses editing,
coding, entry, cleaning, dan analisis data dengan menggunakan program microsoft
excel dan teknik tabulasi silang.
Kesempatan Kerja Penduduk sebelum komoditas sawit banyak yang
bekerja di perkebunan baik laki-laki dan perempuan. Setelah perubahan
komoditas menjadi sawit kesempatan kerja penduduk menurun bahkan untuk
perempuan hampir tidak ada sama. Tidak terbukti salah satu tujuan
pengembangan kelapa sawit yaitu meningkatkan lapangan pekerjaan.
Kenyataannya setelah sawit menurunkan kesempatan kerja penduduk dan semakin
tinggi kesempatan kerja penduduk di luar perkebunan yang lebih menarik.
iv

Kesempatan kerja penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur 15 tahun


ke atas menunjukkan laki-laki lebih banyak berperan di sektor produktif
sedangkan perempuan lebih banyak terlibat di sektor reproduktif. Tidak ada
perempuan yang telibat dalam pekerjaan di sektor pertanian-perkebunan.
Penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar memiliki kesempatan kerja tinggi
di bidang non pertanian tersier dan pertanian pangan-perikanan.
Kampung yang lebih dekat dengan perkebunan lebih banyak yang bekerja
di perkebunan dibandingkan dengan kampung yang berada jauh dari perkebunan.
Setelah perubahan komoditas perkebunan (dari komoditas karet menjadi
komoditas kelapa sawit) menunjukkan semua kampung tidak ada perempuan
yang terlibat dalam kegiatan perkebunan, tetapi mengalami peningkatan
kesempatan kerja perempuan di sektor pertanian pangan dan perikanan dan non
pertanian tersier. Kesempatan kerja laki-laki tidak jauh berbeda dengan
perempuan, hanya beberapa penduduk yang berada di dalam perkebunan masih
bekerja.
Faktor faktor yang menpengaruhi kesempatan kerja meliputi faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kesempatan
kerja penduduk dalam perkebunan sawit adalah jenis kelamin, Pendidikan umur
dan status sosial. Kesempatan kerja laki-laki lebih beragam di beragam sektor
dibanding perempuan, terlebih di sektor pertanian-perkebunan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan kesempatan kerja semakin beragam. Usia produktif muda (15-
29 tahun) mayoritas bekerja di non pertanian tersier. Usia produktif tengah (30-44
tahun) memiliki kesempatan kerja yang lebih tersebar di beragam sektor. Usia
produktif tua (45-59 tahun) bekerja di sektor pertanian pangan- perikanan.
Kesempatan kerja pada status sosial tinggi dan rendah di Kampung Dalam dan
Kampung Luar berbeda. Pada status sosial tinggi dan rendah antara Kampung
Dalam dan Kampung Luar memiliki penyebaran kesempatan kerja berbeda.
Faktor ekternal yang mempengaruhi adalah akses informasi, sedangkan
akses trasportasi menjadi faktor antara dari faktor-faktor lain dalam
mempengaruhi kesemptan kerja. Berdasarkan letak geografis, akses trasportasi
langsung dapat dibedakan Kampung Dalam dengan akses trasportasi sulit dan
Kampung Luar dengan akses trasportasi mudah.
Perlu adanya penelitian lanjutan tentang penelitian kesenpatan kerja
penduduk perkebunan sawit terutama membandingkan kesempatan kerja
penduduk perkebunan sawit di pulau Jawa dan kesempatan kerja penduduk
perkebunan sawit di luar pulau Jawa. Pentingnya peran pemerintah untuk lebih
memperhatikan sarana trasportasi jalan desa di Kampung dalam sehingga
mempermudah penduduk untuk mencari pekerjaan keluar kampung
v

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN


KERJA PADA PENDUDUK DESA DALAM PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT
(Kasus Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Kecamatan Rancabungur,
Kabupaten Bogor. Provinsi Jawa Barat)

Oleh :
Mery Purnamasarie
NRP. I34070022

SKRIPSI
Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
vi

LEMBAR PENGESAHAN
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi:


Nama Mahasiswa : Mery Purnamasarie
NIM : I34070022
Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada
Penduduk di Desa Dalam Perkebunan Kelapa Sawit
(Kasus Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Kecamatan
Rancabungur, Kabupaten Bogor . Provinsi Jawa Barat)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Melani Abdulkadir-Sunito, M.Sc


NIP. 196030805 198903 2 003
Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS


NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus Ujian: _____________________


vii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL


“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA
PADA PENDUDUK DI DESA DALAM PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
(KASUS DESA CIMULANG DAN DESA BANTAR SARI, KECAMATAN
RANCABUNGUR, KABUPATEN BOGOR. PROVINSI JAWA BARAT)”
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA
SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA
BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Juli 2011

Mery Purnamasarie
I34070022
viii

RIWAYAT HIDUP

Mery Purnamasarie lahir di Jember, 01 Mei 1988. Penulis merupakan anak


kedua dari lima bersaudara yang terlahir dari pasangan Bapak Saputro dan Ibu
Tatik Herlina. Penulis merupakan keturunan dari 2 suku yang berbeda yaitu suku
Jawa dan suku Madura.
Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02
Kalisat pada Tahun 1995-2001. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 01
Kalisat pada Tahun 2001-2004, dan SMUN 01 Kalisat pada Tahun 2004-2007.
Banyak prestasi yang telah penulis raih selama sekolah, baik di lingkup sekolah
maupun luar sekolah. Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMU, penulis
melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan studi di Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Semenjak memasuki bangku kuliah, penulis aktif mengikuti beberapa
organisasi dan ekstrakurikuler serta kegiatan kepanitiaan. Beberapa organisasi
yang pernah diikuti yaitu sekretaris umum Lembaga Struktural Bina Desa Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (LS Bina
Desa BEM KM IPB) dan Bendahara Umum Badan eksekutif Mahasiswa Fakultas
Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (BEM FEMA IPB). Kegiatan di luar
kampus pun aktif diikuti dengan bergabung bersama Lembaga Alam Tropika
Indonesia (LATIN) untuk belajar tentang pemberdayaan dan pendampingan
penduduk
ix

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
anugerah-Nya serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
atau skripsi dengan sebaik-baiknya. Skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Penduduk di Desa dalam
Perkebunan Sawit ini mengupas tentang kesempatan kerja penduduk desa
pinggir dan dalam perkebunan terhadap sektor pertanian, perkebunan dan non
pertanian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja tersebut.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Semoga penulisan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2011

Mery Purnamasarie
I34070022
x

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena rahmat


Allah SWT, pemilik semesta alam, penentu segala kebijakan, tempat mengadu,
tiada waktu terindah dan ternyaman selain curhat padaMu Ya Rabb. Skripsi ini
dapat diselesaikan atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya
kepada:

1. Ibunda tersayang dan tercinta Tatik Herlina yang telah mengiringi setiap
langkah dengan doa dan semangat, serta Ayahanda tercinta Saputro yang
selalu mendukung penulis baik moril maupun materil , dan saudara-
saudara kandung penulis Hesti widiartik, Oktovin Hermanto, Ririn
saputri, Nur Azizah Saputri yang selalu memberi motivasi untuk
berusaha dan memberikan yang terbaik.
2. Dosen Pembimbing Skripsi, Ir. Melani Abdulkadir-Sunito,M.Sc. yang
telah membimbing, memberi saran dan kritik yang membangun, serta
motivasi kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Dosen Uji Petik Skripsi, Ir. Fredian Tony, MS. Dosen Penguji Utama
Sidang Skripsi, Martua Sihaloho, SP, MS. Dan Dosen Penguji Sidang
Skripsi, Sofyan Sjaf, Msi. Yang telah memberikan koreksi dan saran
yang membangun agar skripsi bisa terselesaikan dengan baik.
4. Keluarga-keluarga di Desa Cimulang dan Desa Bantar sari (Keluarga
Bapak Azis, Bapak Atang, Bapak Maja, Bapak Feri, Bapak Umang,
Bapak Roni, Bapak Safrudin, Bapak Istikhori, dan Bapak Engkus) yang
sangat membantu penulis untuk mendpatkan informasi yang dibutuhkan
dari warga serta bimbingan dan araha agar dapat berinteraksi baik
dengan masyarakat.
5. Selurus penduduk kampung (Cimulang Ujung, Ciheleut, Gunung Leutik
dan hulurawa) yang telah bersedia menjadi responden dengan sambutan
yang hangat dan meluangkan waktunya untuk penulis.
6. Anak-anak kampung (Edon, Eli, Nuri dan Bocin) yang telah bersedia
menemani penulis kerumah-rumah warga kampung.
xi

7. Aparat pemerintahan Kecamatan Rancabungur, Desa Bantar Sari dan


Desa Cimulang yang telah membantu memberikan informasi-informasi
sekunder mengenai masyarakat dan perkebunan.
8. Indra Dharmaswara sebagai salah satu orang yang paling direpotkan
dengan bantuan secara moril, materi, tenaga dan pikiran sehingga
penelitian bahkan skripsi ini terselesaikan
9. Sahabat terbaik penulis Maria Febri Cahyani, Erna Seniwati, Melia Dian
Fitriana, Isnian Adiwijaya, Dodik Hartanto, Rahmat Wageono dan
Miftahul Huda yang tak pernah letih untuk memahami serta menjadi
inspirasi dan memotivasi setiap langkah penulis.
10. Keluarga Kecil penulis di Bogor teman-teman ”Arsida 4”(Erna Piantari,
Hesti Paramita Sari, Rithoh Yahya,dan Switenia Wana Putri ) yang
selalu menjadi tempat berbagi duka dan senang bersama. Rasa
kekeluargaan untuk saling menopang dan mendorong selama menempuh
studi di IPB.
11. Sahabat-sahabat baru penulis di bangku kuliah Medal Lintas Perceka,
Genk Jojotik (Geidy Tiara Ariendi, Hardiyanti Darma Pertiwi, Isma
Rosyida, Lisbet Juwita Girsang dan Marika Veraria), Nendy Rizka
Halandevi, Puput Barbie,Ali Sulton, dan Eka Ariwijayanti untuk
persabahatan penuh warna dan semangat yang diberikan agar segera
menyelesaikan skripsi
12. Teman-teman KPM 44, Teman-teman OMDA Jember dan teman-
teman BEM FEMA yang memberikan banyak contoh pembelajaran
untuk menjadi insan yang lebih baik bagi penulis
13. Semua pihak yang terlewatkan dan tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah banyak membantu, menyemangati, dan mengisi hari-hari
Skripsi penulis dengan tawa, semangat, dan doa.
xii

DAFTAR ISI

Hal
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xiv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xvii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………... 1


1.1 Latar Belakang ………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ..…………………………………………………… 4
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 5
1.4 Kegunaan Penelitian ..…………………………………………………. 6

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ……………………………………. 7


2.1 Kesempatan Kerja .…………………………………………………….. 7
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja ……………… 9
2.3 Kerangka Berpikir …………………………………………………….. 13
2.4 Hipotesis Penelitian …………………………………………………… 15
2.5 Definisi Operasional …………………………………………………. 15

BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………... 19


3.1 Lokasi dan Waktu …………………………………………………….. 19
3.2 Pendekatan Penelitian …………………………………………………. 19
3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden ………………………… 20
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data …………………………… 21
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ………………………………... 22

BAB IV GAMBARAN UMUM …………………………………………. 24


4.1 Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari ………………………………… 24
4.1.1 Kondisi Geografi ……………………………………………. 24
4.1.2 Kondisi Sosial ……………………………………………….. 25
4.1.3 Kondisi Ekonomi ……………………………………………. 26
4.2 ” Kampung Luar” dan ” Kampung Dalam” Perkebunan ……………. 28
4.2.1 Kondisi Geografi ……………………………………………. 28
4.2.2 Kondisi Sosial ………………………………………………. 29
4.2.3 Kondisi Ekonomi …………………………………………… 31
4.3 Sejarah Desa dan Perkebunan ………………………………………... 34

BAB V KESEMPATAN KERJA PENDUDUK DALAM 36


PERKEBUNAN SAWIT …………………………………
5.1 Kondisi Keluarga Penduduk Desa Perkebunan dan Responden …… 36
5.2 Kesempatan Kerja Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ... 41
5.3 Kesempatan Kerja Penduduk Berdasarkan Perubahan Antar Waktu 43
(Sebelum Komoditas Sawit Dan Setelah Komoditas Sawit) …………
xiii

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 48


KESEMPATAN KERJA PENDUDUK PINGGIR
PERKEBUNAN ………………………………………….
6..1 Faktor Internal ………………………………………………………... 48
6.1.1 Jenis Kelamin ………………..……………………………… 48
6.1.2 Pendidikan ………………………………………………….. 49
6.1.3 Umur ………………………………………………………… 50
6.1.4Status Sosial …………………………………………………. 51
6.2 Faktor Ekstrnal ………………………………………………………. 52
6.2.1 Akses Informasi …………………………………………… 52
6.2.2 Akses Transportasi ………………………………………….. 54

BAB VII PENUTUP ……………………..………………………………. 56


7.1 Kesimpulan …………………………..………………………………. 56
7.2 Saran ………………………………………………………………….. 57

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 58


LAMPIRAN ............................................................................................. 61
xiv

DAFTAR TABEL

No Hal

1 Penduduk Usia Produktif berdasarkan SUPAS 2005 dan SENSUS 2


2010, Tahun 2010 …………………………………………………….

2 Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas menurut Pekerjaan Utama di 3


Indonesia, Tahun 2010(dalam Persen) ………………………………..

3 Penduduk menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Desa 25


Cimulang Dan Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen) ……………

4 Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Desa Cimulang dan Desa 26


Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen) …………..………………..

5 Penduduk menurut Mata Pencaharian Desa Cimulang dan Desa 27


Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen) ……………………………..

6 Penduduk menurut Tingkat Kesejahteraan Penduduk Desa Cimulang 28


dan Desa Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen) .........……………

7 Penduduk menurut Kondisi Geografi di Kampung Dalam dan Luar, 29


Tahun 2011 (dalam Persen) …………..………………………………

8 Penduduk Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) …. 30

9 Penduduk menurut Kelompok Umur di Kampung Dalam dan 30


Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ……..…………………..

10 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Kampung Dalam 32


dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ………..…………..

11 Responden menurut Kondisi Umum di Kampung Dalam dan Luar, 37


Tahun 2011 (dalam Persen) …………………………………………...

12 Responden menurut Kegiatan Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 38


(dalam Persen) ………………………………………………………...

13 Penduduk menurut Kepemilikan Dan Penguasaan Rumah Tangga di 39


Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) …………….

14 Penduduk menurut Akses Informasi Kampung Dalam dan Luar, 40


Tahun 2011(dalam Persen) ……………………………………………

15 Penduduk menurut Akses Trasportasi di Kampung Dalam dan Luar, 41


Tahun 2011(dalam Persen) ……………………………………………
xv

16 Penduduk menurut Kepemilikan Dan Pengusaan Rumah Tangga di 40


Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ………

17 Kesempatan Kerja Perempuan Dan Laki-Laki Usia 15 Tahun ke Atas 41


di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen) …..…

18 Kesempatan Kerja Perempuan Sebelum dan Setelah Sawit di 44


Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen) ……………

19 Kesempatan Kerja Laki-Laki Sebelum dan Setelah Sawit di Kampung 45


Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen)……………………

20 Kesempatan kerja menurut Jenis Kelamin di Kampung Dalam da luar, 48


Tahun 2011 (dalam Persen) ……………………………………..

21 Kesempatan Kerja menurut Tingkat Pendidikan di Kampung Dalam 50


dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen) ……………………………

22 Kesempatan Kerja menurut Umur di Kampung Dalam dan Luar, 51


Tahun 2011 (dalam Persen) …………………………………………

23 Kesempatan Kerja menurut Status Sosial di Kampung Dalam dan 52


Luar, tahun 2011(dalam Persen) ………..……………………….

24 Kesempatan kerja menurut Akses Informasi di Kampung Dalam dan 53


Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ……………………………....

25 Kesempatan Kerja menurut Ragam informasi yang di Terima 54


Penduduk di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen)..

26 Kesempatan Kerja menurut Akses Transportasi di Kampung Dalam 55


dan Luar, tahun 2011(dalam Persen) …………………………….
xvi

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1 Kerangka Berpikir “ Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi 14


Kesempatan Kerja Pada Penduduk Desa Dalam Perkebunan
Sawit” …………………………………………………………

2 Peta Desa Rancak Bungur ………………………………….. 63

3 Peta Desa Cimulang ………………………………………….. 64

4 Peta Desa Bantar Sari ……………………………………….. 65

5 Fasilitas Pendidikan di Kampung Luar ………………………. 66

6 Fasilitas Kesehatan di Kampung Luar ……………………….. 66

7 Fasilitas Jalan di Kampung Luar ……………………………. 66

8 Fasilitas Jalan di Kampung Dalam …………………………. 66

9 Kondisi Rumah Warga di Kampung Dalam ………………… 66

10 Fasilitas Koperasi Pertanian di Kampung Luar …………….. 66

11 Pekerja Memanen Sawit ……………………………………. 67

12 Pupuk Kandang untuk Pertanian di Kampung Luar ………. 67

13 Ibu-Ibu Pulang Setelah Menjadi Buruh ……………………. 67

14 Penduduk Menjemur Hasil Panen ………………………….. 67

15 Perikanan di Kampung Dalam …………………………….. 67

16 Peternakan Kambing …………………………………………. 67

17 Membuat Sapu Lidi di Kampung Dalam ……………………. 67

18 Usaha Perdagangan ………………………………………….. 67


xvii

DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1 Pelaksanaan Penelitian ………………………………………. 62
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk besar dan
laju pertumbuhan tinggi. Pada SENSUS Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk
Indonesia adalah 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,11 persen
(BPS, 2011). Tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebesar 237 juta jiwa
dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 116,5 juta jiwa atau 49 persen dari total
penduduk (BPS, 2010). Disatu pihak jumlah penduduk dan tenaga kerja
menggambarkan potensi yang dapat digunakan untuk usaha produktif yang
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk, dilain
pihak hal ini menunjukkan besarnya tantangan yang dihadapi.
Keterbatasan lapangan pekerjaan juga dicerminkan oleh tingkat
pengangguran terbuka. Sekitar 13,8 juta jiwa penduduk Indonesia menganggur
baik pengangguran terbuka maupun pengangguran paruh waktu (terselubung).
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Fadel Muhammad pada tahun 2011
ada penambahan jumlah pengangguran 1,1 juta yakni dari tamatan perguruan
tinggi yang belum siap kerja.1 Tantangan yang dihadapi Indonesia dewasa ini
adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya manusia yang begitu banyak
menjadi potensi pendukung pembangunan (Simanjuntak, 1985). Persoalan
ketenaga kerjaan merupakan salah satu dari unsur utama dalam pengembangan
sumberdaya manusia (GBHN, 1993), oleh karena itu pembangunan di Indonesia
tidak akan terlepas dari masalah perluasan dan pemerataan kesempatan kerja.

1
www. kkp.go.id /data-pengangguran-di Indonesia.html di akses 10 Juni 2011
2

Tabel 1. Penduduk Usia Produktif berdasarkan SUPAS 2005 dan SENSUS 2010,
Tahun 2010.
Jenis Kegiatan SUPAS 2005 SENSUS 2010
Jumlah penduduk Indonesia 218.868.791 237.641.326
Jumlah Penduduk Usia 15 + 158.491.396 172.070.339
(% dari total penduduk) (72,4) (72,4)
Angkatan Kerja 105.857.653 116.527.547
(% dari total penduduk) (48,6) (49,0)
a. Bekerja 93.958.387 108.207.767
b. Pengangguran 11.899.266 8.319.779
Terbuka
c. Reit Partisipasi 66,8 67,7
angkatan Kerja
(RPAK)
d. Reit 11,2 7,3
Pengangguran(RP)
Bukan Angkatan Kerja 52.633.743 55.542.793
(% dari total penduduk) (24,0) (23,4)
a. Sekolah 13.581.943 14.011.778
b. Mengurus Rumah 30.619.529 32.971.456
Tangga
c. Lainnya 8.432.271 8.559.559
*Sumber: Data Statistik 2011
Keterangan :
a. RPAK = Ʃ Angkatan Kerja : Ʃ Penduduk 15+ X 100
b. RP =Ʃ Pengangguran : Ʃ Angkatan Kerja X 100

Berdasarkan pekerjaan utama sebagian besar penduduk bekerja di sektor


pertanian (termasuk perkebunan;lihat Tabel 2), antara tahun 2005 ke tahun 2010
persentase menurun dari 43 persen menjadi 38 persen, secara mutlak jumlahnya
bertambah. Pekerjaan yang menduduki posisi selanjutnya adalah perdagangan
dan industri pengolahan, secara signifikan mengalami kenaikan cukup besar
dalam penyerapan tenga kerja yaitu 1,73 persen dan 0,2 persen. Data berikut
menggambarkan lebih rinci pekerjaan utama penduduk 15 tahun ke atas .
3

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas berdasarkan


Pekerjaan Utama di Indonesia, Tahun 2010.
Lapangan Pekerjaan SUPAS 2005 SENSUS 2010
Utama (%) (%)
Pertanian, kehutanan, 41.309.776 41.494.941
perburuan dan perikanan (4,0) (38,3)
Pertambangan dan 904.194 1.254.501
Penggalian (1,0) (1,2)
Industri Pengolahan 11.952.985 13.824.251
(12,7) (12,8)
Listrik, Gas dan Air 194.642 234.070
(0,2) (0,2)
Bangunan 4.565.454 5.592.897
(4,9) (5,2)
Perdagangan Besar, 17.909.147 22.492.176
Eceran, Rumah makan dan (19,1) (20,8)
Hotel
Angkutan, pergudangan 5.652.841 5.619.022
dan komunikasi (6,0) (5,2)
Keuangan, asuransi, usaha 1.141.852 1.739.486
persewaan bangunan, tanah (1,2) (1,6)
dan jasa perusahaan
Jasa kependudukan, sosial 10.327.496 15.956.423
dan perorangan (11,0) (14,8)
Total 93.958.387 108.207.767
(%) (100) (100)
*Sumber: Data Statistik 2011
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian di Indonesia yang
pertumbuhannya paling pesat pada dua dekade terakhir. Pada periode tersebut,
areal meningkat dengan laju sekitar 11 persen per tahun, produksi meningkat 9.4
persen pertahun. Konsumsi domestik dan ekspor meningkat sebesar masing-
masing 10 persen dan 13 persen per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi
Perkebunan, 2005).
Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan utama
pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah 1) menumbuhkembangkan usaha
kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan,
menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan penduduk, dan 2)
menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri
4

penunjang (pupuk, obat-obatan, alat-alat dan mesin) dalam meningkatkan daya


saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya (Deptan, 2004). Pada tahun
2009 luas perkebunan kelapa sawit hampir 4.520.9 juta ha (BPS, 2009). Jumlah
tenaga kerja di perkebunan sawit serta petani sawit dan keluarganya diperkirakan
mencapai 10 juta orang. Besarnya tenaga kerja yang terserap diharapkan bisa
menekan jumlah pengangguran yang masih menjadi masalah serius bagi
Indonesia (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008).
Ekspansi lahan sebagai cara meningkatkan produksi kelapa sawit
dilakukan, tidak saja melalui perluasan daerah tetapi juga perubahan komoditas
tanaman perkebunan. Hal terakhir ini terjadi di PTPN VII di Jawa Barat, dimana
komoditas karet diganti dengan kelapa sawit. Pembangunan perkebunan sawit
diipandang dapat menyelesaikan sebagian masalah yang sedang dihadapi oleh
pemerintah dan penduduk, terutama akibat krisis ekonomi Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997. Kelapa sawit dan produk turunannya merupakan sumber
pendapatan daerah yang besar dan dapat menyerap tenaga kerja (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2008)
Berbeda dengan pulau-pulau di luar Jawa, pengembangan perkebunan
kelapa sawit di Jawa diuntungkan oleh daerah dekat pusat pemerintahan,
kemudahan akses informasi meningkatkan kesempatan akses transportasi serta
tersedianya tenaga kerja. Hal-hal tersebut juga memperluas keragaman kerja yang
tersedia pada penduduk desa sekitar perkebunan kelapa sawit di pulau Jawa.
Menjadi menarik untuk mengetahui kesempatan kerja apa sajakah baik di sektor
pertanian, perkebunan dan non pertanian yang tersedia bagi masyarakat desa
sekitar perkebunan kelapa sawit di Jawa.

1.2 Rumusan Masalah


Cimulang dan Bantar Sari hanya berjarak 84 Km dari ibu Kota Negara,
Jakarta. Sekitar 75 persen luas desa berada di dalam area perkebunan kelapa
sawit. Posisi desa yang berada di dalam perkebunan kelapa sawit diduga akan
memberi peluang kerja penduduk desa dalam kegiatan perkebunan. Perubahan
komoditas tanaman perkebunan dari karet menjadi tanaman kelapa sawit
5

memungkinkan adanya dampak yang nyata untuk aktivitas perkebunan termasuk


aktivitas penduduk dalam perkebunan .
Letak geografis wilayah desa karena kedekatan dengan kota besar yang
beri peluang kerja non pertanian dan akses terhadap fasilitas transportasi umum
menjadi pembeda kesempatan kerja penduduk di kedua desa tersebut. Mereka
yang menetap di Kampung Dalam area perkebunan, memiliki kesempatan kerja
yang lebih terbatas. Apalagi umumnya Kampung Dalam juga terkendala dengan
terbatasnya fasilitas transportasi umum. Penduduk yang menetap di Kampung
Luar area perkebunan, memiliki kesempatan kerja yang di bidang pertanian dan
non pertanian lebih beragam ditambah sarana transportasi umum yang lebih baik.
Menarik untuk dilihat apakah benar faktor geografis dan fasilitas transportasi
berpengaruh terhadap kesempatan kerja penduduk yang tinggal di dalam
perkebunan. Kesempatan kerja juga diduga akan berbeda untuk laki-laki dan
perempuan, sehingga menarik untuk diketahui kesempatan kerja laki-laki dan
perempuan penduduk Kampung Dalam dan luar perkebunan masih berpusat di
sekitar lingkungan rumah (perkebunan) atau mulai menggunakan kesempatan
kerja di luar lingkungannya. Hal yang juga menarik untuk dikaji adalah apa
sajakah selain akses transportasi, letak geografi dan jenis kelamin faktor-faktor
yang mempengaruhi pilihan bekerja di sektor pertanian dan non pertanian.

1.3 Tujuan penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis dan
menjelaskan tentang:
1. Kesempatan kerja pada penduduk desa di dalam perkebunan di bidang
pertanian dan non pertanian pinggiran perkebunan bagi laki-laki dan
perempuan,
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja penduduk desa dalam
perkebunan.
6

1.4 Kegunaan Penelitian.


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak
yang berminat maupun yang terkait dengan kependudukan dan ketenagakerjaan,
khususnya kepada:
1.Peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai kesempatan kerja
penduduk desa dan perkebunan serta, melakukan penelitian lanjutan dan
pengembangan dengan penelitian terkait yang sudah ada sebelumnya
2.Kalangan akademisi, dapat menambah literatur dalam melakukan kajian
mengenai kesempatan kerja
3.Kalangan non akademisi, pemerintah, maupun swasta dapat bermanfaat
sebagai sebuah bahan pertimbangan dalam membuka kesempatan kerja
bagi penduduk
7

BAB II
PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Kesempatan Kerja


Penduduk terbagi menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja.
Penduduk usia kerja terdiri atas angkatan kerja(15-64 tahun) dan bukan angkatan
kerja(< 15 tahun dan > 65 tahun). Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja
yang bekerja atau mencari pekerjaan. Sedangkan yang bukan angkatan kerja
angkatan kerja adalah mereka yang khusus melakukan kegiatan bersekolah,
mengurus rumah tangga atau lainnya dan sama sekali tidak bekerja atau mencari
pekerjaan (BPS, 1998). Golongan yang masih sekolah dan yang mengurus rumah
tangga dalam kelompok bukan angkatan kerja ini, sewaktu-waktu dapat masuk ke
pasar kerja. Oleh sebab itu, kelompok ini dapat juga disebut sebagai angkatan
kerja potensial (Simanjuntak, 1998).
Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian jumlah penduduk yang
berkerja (Rusli, 2007). Suroto dan Oloan berbeda dengan Rusli tentang
kesempatan kerja. Suroto (1992) menyebutkan bahwa dinamika pasar kerja adalah
bagaimana penawaran atau persediaan tenaga kerja dan permintaan atau
kebutuhan tenaga kerja dalam pasar kerja, berkembang dan menyusut. Dengan
demikian, dinamika kesempatan kerja dapat diartikan sebagai perubahan-
perubahan dalam pola penyerapan tenaga kerja. Istilah kesempatan kerja
mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk
bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian,
pengertian kesempatan kerja adalah mencakup lapangan perkerjaan yang sudah
diisi dan semua lapangan pekerjaan yang masih lowong. Dari lapangan pekerjaan
yang masih lowong tersebut (yang mengandung arti adanya kesempatan),
kemudian timbul kebutuhan akan tenaga kerja (Oloan, 2009).
Pada tahun 1995, International Labor Organization (ILO) menyebutkan
bahwa penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia sama atau lebih dari
lima belas tahun sampai usia enam puluh tahun. Penduduk usia kerja tersebut
dikenal sebagai tenaga kerja. Indonesia tidak menganut batas maksimum usia
kerja. Alasannya, Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya
8

sebagian penduduk yang menerima tunjangan hari tua, yaitu pegawai negeri dan
sebagian pegawai swasta. Untuk golongan ini pun, pendapatan yang diterima
tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu, sebagian besar penduduk
dalam usia pensiun masih aktif dalam kegiatan ekonomi dan tetap digolongkan
sebagai tenaga kerja (Simanjuntak, 1998)
Banyaknya pencari kerja dibandingkan dengan banyaknya angkatan kerja
adalah indikator tinggi rendahnya penggangguran di suatu wilayah dan waktu
tertentu. Lipsey, et.al., (1997) menyebutkan bahwa angka pengangguran akan
fluktuasi dari tahun ketahun karena perubahan pada angkatan kerja, tidak persis
diimbangi oleh perubahan pada kesempatan kerja. Kesempatan kerja berubah
karena adanya pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan beberapa sektor dalam
perekonomian menurun dan sektor-sektor lain berkembang.
Novianto (1999), menyatakan bahwa kesempatan kerja pertanian di daerah
pedesaan semakin menurut akibat berkurangnya lahan dan daya tarik perkotaan
dengan beragam pekerjaan yang lebih nyaman dibandingkan di pedesaan.
Budiharsono (1996) yang melakukan penelitian tentang transformasi struktural
dan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia 1967-1987 menyatakan
bahwa transformasi struktur produksi dan perubahan tenaga kerja antara daerah
berbeda dengan pola normalnya, hal ini disebabkan relatif kecilnya keterkaitan
antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian baik dalam proses produksi
maupun penyerapan tenaga kerja. Selama proses transformasi, sektor industri (non
pertanian) sedikit menggunakan bahan baku dari sektor pertanian juga sektor
industri kurang dapat menyerap tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian.
Swasono dan Sulistyaningsih (1993) menyatakan bahwa, pada umumnya
perubahan struktur di bidang ketenagakerjaan mempunyai dua arti, yaitu (1)
perubahan struktur tenaga kerja dalam arti sektoral (seperti halnya pada perubahan
struktur ekonomi); (2) perubahan struktur tenaga kerja dari sektor tradisional ke
sektor modern. Menurut konsep ini, perubahan struktur dalam arti yang pertama
diartikan sebagai distribusi kesempatan kerja pada setiap sektor dari waktu ke
waktu. Sedangkan dalam pengertian yang kedua dianggap bahwa perlu mencari
suatu titik yang dikenal sebagai dengan turning point, yang akan terjadi apabila
upah di sektor non pertanian dan pertanian adalah sama secara relatif. Keadaan ini
9

dapat memberi pilihan pada penduduk untuk mempunyai sikap indifferent untuk
bekerja di sektor pertanian atau non pertanian

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja.


Kesempatan kerja terkait dengan kehidupan ekonomi yang selalu dinamis,
dimana ada kegiatan-kegiatan yang baru timbul, ada yang maju berkembang,
meningkat, berpindah dan ada pula yang mundur dan hilang. Pergerakan dan
perubahan-perubahan tersebut merupakan proses simultan atau sering diistilahkan
dinamika.
Jumlah penduduk yang semakin meningkat merupakan sinyal bahwa
pertumbuhan angkatan kerja semakin meningkat, dengan kata lain pertambahan
penduduk akan berimplikasi terhadap ketersediaan kesempatan baru. Kebutuhan
akan kesempatan kerja baru tidak hanya diperlukan bagi angkatan kerja baru akan
tetapi juga bagi angkatan kerja yang belum memperoleh pekerjaan pada tahun-
tahun sebelumnya. Sektor pertanian juga mengalami hal seperti ini, walaupun
kesempatan kerja bertambah, namun pertambahan ini tidak dapat menampung
semua angkatan kerja yang sudah bekerja di sektor tersebut, hal ini dapat
mendorong angkatan kerja yang sudah bekerja di sektor pertanian untuk pindah ke
sektor non pertanian.
Pada bidang pertanian pekerjaan produktif lebih banyak dilakukan oleh
laki-laki sehingga akses dan kontrol laki-laki di bidang produktif lebih besar.
Laki-laki melakukan kegiatan pengolahan lahan, penentuan tanaman dan masa
tanam, pemasaran dsb. Wanita lebih dominan beraktivitas di sektor
reprodukif/rumah tangga. Hanya sedikit waktu mereka terlibat dalam kegiatan
produktif, sesuai kebutuhan tenaga kerja untuk membantu. Akan tetapi, istri tidak
dibayar dari hasil pekerjaannya karena dianggap membantu pekerjaan suami
( Hastuti, 2003).
Hasil penelitian Santoso, et.al. (2003), melihat beberapa hal sebagai
berikut: (1) wanita walaupun melakukan usaha gula semut, namun harus tetap
melakukan kegiatan domestik yang dianggap menjadi tanggung jawab
utamanya.(2) pekerjaan pembuatan gula semut diserahkan pada wanita
10

disebabkan karena kegiatan memasak adalah kegiatan utama dan biasa dilakukan
oleh wanita.
Stereotipe penduduk tentang posisi dan kedudukan antara laki-laki yang
berbeda menimbulkan pembagian pekerjaan yang turun temurun di penduduk.
Laki-laki melakukan kegiatan produktif dan istri untuk melakukan kegiatan
reproduktif. Hartomo (2007) menyatakan bahwa kelembagaan yang ada di
penduduk didominasi oleh laki-laki karena perempuan tidak memiliki banyak
waktu setelah melakukan kegiatan reproduktif. Informasi yang diterima juga
berbeda karena laki-laki yang memiliki lahan dan melakukan kegiatan di bidang
pertanian mendapatkan penyuluhan hampir semuanya adalah laki-laki. Kondisi
perempuan yang terkadang lemah pada saat akan menstruasi, hamil bahkan
melahirkan menjadi alasan perusahaan perkebunan negara maupun swasta
mempertimbangkan pekerjaan yang akan mereka berikan kepada perempuan
(Sukesi, 2003). Alasan berkait kondisi perempuan juga berpengaruh terhadap
status mereka di perkebunan dengan mempekerjakan perempuan sebagai pekerja
harian lepas bukan menjadi pegawai tetap. Akibat dari itu fasilitas yang diterima
(pekerja harian lepas) terbatas.
Salah satu kendala di sektor pertanian adalah rendahnya produktivitas
tenaga kerja, sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan usia yang
sudah relatif tua. Sedangkan tenaga kerja muda yang enerjik, progresif, dan lebih
berpendidikan cenderung tidak bekerja di sektor pertanian (Suryana, 1989 dalam
Fudjaja, 2002) . Beberapa faktor yang diduga menyebabkan tenaga kerja muda
dan yang berpendidikan lebih tinggi tidak memilih sektor pertanian sebagai
lapangan kerja utama, antara lain: 1) terbatasnya kesempatan kerja bagi yang
berpendidikan lebih tinggi, 2) sektor pertanian pada umumnya tidak bisa
mendatangkan pendapatan dalam waktu singkat, 3) usaha pertanian mengandung
banyak resiko, 4) pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian lebih rendah
dari yang diharapkan, dan 5) kurangnya status sosial dan kenyamanan kerja
karena kesan usaha pertanian yang kumuh (Swastika dan Kustiari, 2000)
Faktor produksi tenaga kerja berkualitas (memiliki produktif tinggi) sangat
menentukan tingkat pendapatan. Pendapatan akan memberikan efek pengganda
terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan pengeluaran, dan keduanya
11

diperkirakan akan berdampak positif terhadap kesempatan kerja. Hasil penelitian


Safrida (1999) dalam Fudjaja (2002) menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan
upah minimum terhadap permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan jasa cukup
besar dan berpengaruh nyata, sedangkan terhadap permintaan tenaga kerja sektor
industri pengaruhnya kecil dan tidak nyata. Tingkat upah yang diterima seorang
pekerja erat kaitannya dengan produktivitas tenaga kerja itu sendiri. Nurmanaf
(2000), menyatakan bahwa besar kecilnya pendapatan lebih dipengaruhi oleh
produktifitas faktor-faktor produksi yang ada, termasuk faktor produksi tenaga
kerja. Djauhari, et al (1998) dalam Nurmanaf (2000), memperkirakan bahwa
produktivitas dan tingkat upah buruh tani dipengaruhi oleh pergeseran permintaan
jenis tenaga kerja di sektor pertanian. Jenis penawaran dan permintaan tenaga
kerja pertanian juga dipengaruhi oleh pergeseran pasar tenaga kerja dan
pertumbuhan di luar sektor pertanian yang akan berdampak terhadap mobilitas
dan kesempatan kerja. Sementara yang dapat menciptakan kesempatan kerja
menurut Suroto (1992) hanyalah pembangunan sektor non pertanian dan saling
ketergantungan antar sektor pertanian dan non pertanian.
Menurut Sigit(1989) dalam Fudjaja (2002), faktor penyebab terjadinya
transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu:1) faktor pendorong dan 2) faktor penarik. Faktor
pendorong berasal dari sektor pertanian sedangkan faktor penarik berasal dari
sektor non pertanian. Secara umum penyebab perubahan pada tingkat pendidikan,
penduduk usia muda yang semakin meningkat, perubahan norma-norma yang
berhubungan dengan jenis dan situasi pekerjaan di kalangan pencari kerja dan
penduduk umumnya, adanya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian,
sempitnya pemilikan lahan pertanian (sawah) dan meningkatnya penggunaan
teknologi serta tingkat upah yang relatif tinggi di sektor non pertanian. Sementara
itu, Rachmad (1992) menyatakan transformasi tenaga kerja terjadi akibat adanya
perubahan sikap mental para tenaga kerja, upah tenaga kerja di sektor pertanian
cenderung tetap, timbulnya kesempatan kerja baru di sektor non pertanian,
kenyamanan bekerja di sektor non pertanian dan semakin meningkatnya atau
membaiknya kondisi komunikasi sehingga terjadi proses trasformasi.
12

Penelitian Sutrisno (1985) menyimpulkan bahwa faktor yang paling


mempengaruhi keputusan mobilitas kerja adalah rasio upah atau pendapatan
sektor pertanian dibandingkan dengan sektor non pertania. Keputusan mobilitas
kerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pemilikan tanah, tuntutan terhadap status
sosial dimana mereka beranggapan bahwa bekerja di sektor non pertanian lebih
tinggi statusnya. Kesempatan kerja di pedesaan terutama juga dipengaruhi oleh
permintaan tenaga kerja pertanian dan sektor non pertanian, mobilitas tenaga kerja
dan pertumbuhan angkatan kerja (Yusdja,1985)
Menurut Simanjuntak (2001) faktor yang mempengaruhi kesempatan
kerja, yaitu: a) kondisi perekonomian, dimana pesatnya roda perekonomian suatu
daerah mencerminkan aktivitas produksi yang tinggi, kapasitas produksi yang
tinggi membutuhkan tingginya faktor produksi diantaranya adalah tenaga kerja.
Jadi banyak perusahaan yang menambah tenaga kerja baru. b) pertumbuhan
penduduk ; kualitas pertumbuhan ekonomi akan dipengaruhi oleh tingginya angka
pertumbuhan penduduk. Oleh sebab itu semakin tinggi jumlah penduduk akan
mengurangi kesempatan orang untuk bekerja. c) produktivitas/kualitas sumber
daya manusia; tingginya produktivitas dan kualitas sumber daya seseorang akan
mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja, dan sebaliknya kualitas sumber
daya manusia yang rendah akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang
diinginkannya. d) tingkat upah; kenaikan upah yang tidak dibarengi dengan
kenaikan kapasitas produksi akan menyebabkan pihak perusahaan akan
mengurangi jumlah karyawannya, hal tersebut akan menurunkan tingkat
kesempatan kerja. e) struktur umur penduduk; semakin besar struktur umur
penduduk yang digolongkan mudah (usia <15 tahun), maka kesempatan kerja
akan menurun dan sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas, maka diduga kesempatan kerja secara
keseluruhan dipengaruhi oleh faktor-faktor: tingkat pendidikan, usia, norma-
norma, peluang pekerjaan, teknologi, upah/pendapatan, permintaan tenaga kerja,
mobilitas tenaga kerja, pertumbuhan angkatan kerja, kondisi perekonomian,
pertumbuhan penduduk,kepemilikan lahan, kualitas sumberdaya manusia, dan
jenis kelamin tenaga kerja.
13

2.2 Kerangka Pemikiran


Kesempatan kerja penduduk dapat digolongkan menjadi berbagai sektor
yaitu ; pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian
sekunder, dan non pertanian tersier. Kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan Sukesi, 2003; Fudjaja,
2002; Swastika dan Kustiarii, 2000; Simanjuntak, 2001 Faktor internal meliputi :
jenis kelamin, pendidikan, umur, dan status sosial, sedangkan faktor eksternal
meliputi akses informasi tenaga kerja, dan akses transportasi. Kemungkinan ada
keterkaitan hubungan antara faktor internal dan eksternal dalam mempengaruhi
kesempatan kerja masyarakat di sektor Pertanian pangan dan perikanan,
pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder dan non pertanian tersier.
Faktor internal; 1) jenis kelamin berdasarkan Hastuti(2003) dan Santoso,
et.al. (2003), laki-laki bekerja disektor produktif dan perempuan disektor non
produktif. 2) pendidikan menunjukan kualitas sumberdaya seseorang akan
mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja diberbagai sektor. 3) struktur
umum penduduk yang digolongkan muda semakin besar maka kesempatan kerja
akan menurun atau sebaliknya. 4) status sosial mampu membuka kesempatan
kerja penduduk diberbagai sektor akibat kekuatan individu. Faktor eksternal;1)
akses informasi membuka peluang mempermudah penduduk memperoleh
kesempatan kerja di berbagai sektor terutama di sektor non pertanian; 2) akses
transportasi mempermudah penduduk memilih pekerjaan yang diinginkan karena
jangkauan alat transportasi besar.
14

Faktor Internal
Keterangan :
a. Jenis Kelamin
b. Umur : Terdapat hubungan
c. Pendidikan
d. Status sosial

Kesempatan Kerja
Beragam Sektor

a. Pertanian pangan dan


perikanan dan perikanan
b. Pertanian-perkebunan
Faktor Eksternal c. Non Pertanian Sekunder
d. Non Pertanian Tersier
a. Akses Informasi
tentang kerja
b. Akses transportasi

Gambar 1. Kerangka Berpikir “ Faktor- faktor yang mempengaruhi Kesempatan


Kerja pada Penduduk Desa dalam Perkebunan Sawit”
15

2.4 Hipotesis Penelitian


1. Penduduk Kampung Dalam dan penduduk Kampung Luar memiliki
kesempatan kerja yang berbeda di bidang pertanian pangan dan perikanan,
pertanian-perkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier.
2. Faktor internal yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan dan status sosial
mempengaruhi kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan
Kampung Luar di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanian-
perkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier
3. Faktor eksternal yaitu akses informasi tentang kerja dan akses transportasi
mempengaruhi kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan
Kampung Luar di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanian-
perkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier

2.5 Definisi Operasional


1. Kesempatan kerja adalah jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang
bekerja di sektor pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan,
non pertanian sekunder dan non pertanian tersier
a. Kesempatan kerja pertanian pangan dan perikanan dan perikanan
adalah jumlah penduduk yang pekerjaan utama di pertanian pangan
dan perikanan atau perikanan baik lahan kering maupun lahan
sawah/basah yang ditanami untuk tanaman pangan atau perikanan
baik lahan milik sendiri ataupun milik orang lain (petani pemilik
lahan, buruh tani, petani sawah dan petani ikan).
b. Kesempatan kerja pertanian-perkebunan adalah jumlah penduduk
yang bekerja di perkebunan baik perkebunan milik Negara atau
perkebunan milik swasta (pegawai perkebunan dan buruh
perkebunan).
c. Kesempatan kerja non pertanian sekunder adalah jumlah penduduk
yang bekerja di industri manufactur/pengolahan (indudtri, pabrik).
d. Kesempatan kerja non pertanian tersier adalah jumlah penduduk
yang bekerja di pemerintahan; industri pengolahan; listrik, gas,
dan air; konstruksi; perdagangan besar dan eceran; penyediaan
16

akomodasi dan penyediaan makan minum; transportasi,


pergudangan, dan komunikasi; perantara keuangan; real estate,
usaha persewaan dan jasa perusahaan; administrasi pemerintahan,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib; jasa pendidikan; jasa
kesehatan dan kegiatan sosial; jasa kependudukan, sosial, budaya,
dan perorangan; jasa perorangan yang melayani rumah tangga;
badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya (PNS,
POLRI/TNI, buruh bangunan, pedagang, supir/ojeg, penjaga toko,
pembantu rumah tangga).
2. Faktor Internal adalah pengaruh yang berasal dari individu sendiri
a) Jenis kelamin adalah merupakan penandaan berdasar biologis,
yang dikategorikan ke dalam laki-laki dan perempuan.
b) Pendidikan adalah capaian tertinggi dalam pendidikan formal yaitu
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama atau sederajat, Sekolah
Menengah Atas atau sederajat, Diploma atau Sarjana.
c) Umur adalah Jumlah tahun seseorang dari lahir hingga saat
penelitian dalam satuan tahun
d) Status sosial adalah kedudukan rumah tangga dalam masyarakat
ditunjukkan dengan ukuran kumulatif penguasaan lahan, luas
rumah, kelayakan rumah atau kepemilikan barang mewah (seperti:
tv, kulkas, sepeda motor), dan hewan ternak besar (seperti
kambing, sapi, kerbau, ayam).

Penguasaan lahan adalah total penguasaan lahan kering, basah


(empang) ataupun sawah dengan luas
tertentu yang dikuasai (milik, sewa, gadai
dll)
Luas ( kode = 2) : luas >1500 m2
Sempit (kode = 1) : luas ≤1500 m2
Luas Rumah adalah total luas rumah yang dimiliki dihitung
dalam satuan meter persegi
Luas (kode = 2) : luas >42 m2
17

Sempit (kode = 1) : luas ≤ 42 m2

Kelayakan rumah adalah keadaan ada atau tidak ada kondisi


dinding tembok, , lantai plaster/keramik dan
atap
Layak (kode = 2) : kondisi dinding tembok, lantai plaster atau
keramik dan atap genteng
Tidak layak (kode = 1) : bila salah satu atau lebih kondisi (dinding
tembok, lantai plaster atau keramik dan atap
genteng) tidak terpenuhi.
Kepemilikan barang mewah adalah kepemilikan pribadi/ rumah
tangga dari barang mewah seperti;
audio/visual, radio, alat komunikasi, alat
trasportasi
Banyak (kode = 2) :memiliki keempat jenis barang mewah
Sedikit (kode = 1) : memiliki kurang dari empat jenis barang
mewah
Hewan ternak adalah hewan besar yang dimiliki atau dipelihara
oleh penduduk dengan jumlah tertentu
(kambing, sapi, kerbau).
Banyak (kode = 2) : > 2 ekor untuk kambing, sapi atau kerbau
Sedikit (kode = 1) : ≤ 2 ekor untuk kambing, sapi atau kerbau

Status sosial tinggi bila kode berjumlah ≥7


Status sosial rendah bila kode berjumlah < 7

3. Faktor Eksternal adalah pengaruh yang berasal dari luar individu


a. Akses informasi adalah kemudahan untuk mendapatkan info
tentang adanya lowongan kerja yang dibutuhkan penduduk untuk
memperoleh pekerjaan
Mudah : Banyak teman dan kerabat bekerja diluar kampung
yang kenal dekat sehingga memberikan informasi
18

tentang pekerjaan di luar maupun di dalam kampung,


serta responden menjelaskan secara komplek sumber-
sumber informasi yang didapat (teman/kerabat/orang lain
sekampung dan di luar kampung, media cetak,dan media
elektronik).
Sulit : Sedikit teman dan kerabat yang dikenal dekat sehingga
informasi yang diperoleh sedikit, serta responden
menjelaskan secara sederhana sumber informasi yang
diperoleh mengenai pekerjaan.

b. Akses transportasi adalah kemudahan untuk memanfaatkan sarana


transportasi yang ada untuk melaksanakan tujuan yang diinginkan
yang diukur dari biaya dan lamanya waktu tempuh berjalan kaki
untuk menuju transportasi umum.
Mudah : Bila sarana transportasi umum menjangkau kawasan
kampung dengan mudah selama 24 jam dengan ongkos
maksimal Rp. 8000,00 dan menjangkau sarana
transportasi umum tidak lebih dari 10 menit
Sulit : Bila sarana transportasi umum tidak menjangkau
kawasan kampung, dengan ongkos trasportasi umum
melebihi Rp. 8000,00 dan jarak tempuh untuk
menjangkau sarana transportasi umum lebih dari 10 menit
19

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dipilih karena mampu memberikan
pemahaman yang mendalam serta rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial
strategi dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Pemilihan
studi kasus didasarkan atas pertimbangan bahwa studi kasus merupakan strategi
penelitian yang memiliki sifat multi metode (wawancara, pengamatan, dan
analisis dokumen) (Sitorus, 1998). Pada penelitian ini pendekatan kualitatif
dilakukan dengan mewawancarai penduduk yang dianggap mengetahui kondisi
penduduk secara umum serta memberikan gambaran kesempatan kerja penduduk
kampung. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas penduduk di dalam kampung
maupun di luar kampung, serta penelusuran dokumen-dokumen yang terkait
dengan penduduk yang berasal dari media cetak, data desa, data kecamatan dan
data perkebunan. Metode kuantitatif digunakan untuk mengukur besarnya
kesempatan kerja penduduk di bidang pertanian, perkebunan dan non pertanian,
serta faktor-faktor yang mempengaruhi pekerjaan di bidang-bidang tersebut
Pendekatan kuantitatif diperoleh menggunakan kuesioner yang telah
disediakan. Kuesioner berisi tentang kondisi umum penduduk dan kesempatan
kerja penduduk kampung. Data yang diperoleh dari kuesioner tersebut menjadi
data kuantitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di dua desa, yakni Desa Cimulang dan Bantar Sari
Kecamatan Rancabungur , Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama
bulan Maret-Mei 2011 (rincian kegiatan dapat dilihat pada jadwal pelaksanaan
penelitian) Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Desa
Cimulang dan Bantar Sari 75 persen luas desa berada dalam perkebunan PTPN
VIII dipilih menjadi lokasi penelitian setelah membaca literatur dan informasi
20

yang terkait dengan keberadaan PTPN VIII dan berdiskusi pihak-pihak praktis
PTPN VIII
Pemilihan kampung dari setiap desa ditentukan secara purposive dengan
mempertimbangkan letak kampung apakah di dalam atau di luar perkebunan
(letak geografis) dan juga akses terhadap transportasi umum. Hal tersebut
digunakan untuk melihat kesempatan kerja masyarakat yang berada dalam
perkebunan atau pinggir perkebunan. Kampung Dalam perkebunan adalah
Kampung Cimulang Ujung di Desa Cimulang dan Kampung Gunung Leutik di
Desa Bantar Sari. Kampung Luar perkebunan adalah Kampung Ciheleut di Desa
Cimulang dan Kampung Hulurawa di Desa Bantar Sari.

3.3. Teknik Pemilihan Informan dan Responden


Terdapat dua subjek dalam penelitian ini, yaitu informan dan responden.
Informan adalah pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri,
keluarga, pihak lain dan lingkungannya. Responden adalah sebagai pihak yang
memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Pemilihan
informan dilakukan secara purposive dengan teknik snowball sampling (teknik
bola salju). Informan kunci yang dipilih adalah pihak PTPN VIII. Tokoh
masyarakat (kampung Cimulang ujung, kampung Ciheleut, kampung Gunung
Leutik, kampung Hulurawa) beserta aparat pemerintah Desa Cimulang dan Desa
Bantar sari Kecamatan Rangkas Bungur yang mendapat manfaat dari perkebunan
sawit PTPN VIII. Informal awal dipilih dari tokoh masyarakat kemudian aparat
desa dan kecamatan. Setelah informasi umum dari masyarkat diperoleh informal
selanjutnya adalah dari pihak PTPN VIII yaitu kepala afdeling dan pekerja
harian tetap kantor untuk mengetahui kesempatan kerja penduduk di perkebunan.
Jumlah Informan yang digunakan adalah 12 orang, laki-laki 7 orang dan
perempuan 5 orang. Hampir setiap informan didatangi untuk dimintai informasi
sebanyak 2 kali untuk menguatkan dan memastikan informasi yang mereka
berikan. Tidak jarang informasi awal yang diberikan berbeda dengan informasi
kedua meskipun dengan inti pertanyaan sama.
Pemilihan responden dilakukan dengan teknik pengambilan sampel acak
(Random Sampling). Penelitian mengumpulkan data awal seperti nama, nomor
21

rumah jumlah KK dan pekerjaan penduduk dari Kampung Cimulang Ujung,


Kampung Ciheleut, Kampung Gunung Leutik dan Kampung Hulurawa
(informasi dari RT atau RW). Berdasarkan data tersebut dipilih secara acak 30
rumah tangga di setiap kampung sehingga total responden 4 kampung sebanyak
120 rumah tangga. Pada 120 rumah tangga tersebut seluruh anggota rumah tangga
berusia 15 + tahun yang berdomisili di kampung lokasi wawancara. Total 120
responden adalah 120 orang yang terdiri dari 46 laki-laki dan 74 perempuan.
Selain responden yang telah diwawancarai, anggota rumah tangga yang berusia
15 + tahun dan bekerja juga di wawancarai untuk memastikan kebenaran informasi
tentang kesempatan kerja individu. Proses pengambilan data untuk setiap
responden dilakukan 2 kali yaitu 1) berbincang-bincang santai untuk mengetahui
kondisi umum rumah tangga; 2) melengkapi data yang kurang lengkap dari
responden atau anggota keluarga. Proses pengambilan data responden dimulai dari
Kampung Cimulang Ujung, Kampung Gunung Leutik, Kampung Ciheleut dan
terakhir Kampung Hulurawa. Peneliti mengisi sendiri kuesioner berdasarkan
informasi yang diberikan responden. Pengambilan data disesuaikan dengan
kondisi luang penduduk di kampung-kampung tersebut, umumnya antara pukul
10.00-17.00 WIB

3.4. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini, terdapat dua data yang diperlukan, yaitu data primer dan
data sekunder. Metode triangulasi merupakan metode yang dipilih untuk
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif agar diperoleh kombinasi yang
akurat berupa wawancara mendalam, pengamatan berperanserta dan penelusuran
dokumen.
1. Penelusuran Dokumen atau Literatur
Data sekunder diperoleh dari melakukan kajian pustaka dan
menganalisis berbagai literatur, yaitu skripsi, buku, jurnal, makalah,
internet yang terkait dengan kesempatan kerja baik itu dokumen pribadi
ataupun dokumen resmi. Selain itu analisis data sekunder juga diperlukan
terhadap dokumen yang diperoleh di lokasi penelitian, seperti monografi,
peta lokasi, dan statistik.
22

2. Pengamatan Berperanserta dan Observasi


Pengamatan berperanserta bersifat participant as observer dimana
peneliti hadir sebagai pengamat dinamika subjek penelitian. Hal ini
dilakukan agar peneliti dapat melihat dan mengamati kejadian, dan proses
sosial yang terjadi di sekitar informan, maka peneliti juga ikut
mengobservasi kegiatan penduduk dalam bekerja.
3. Wawancara Mendalam dan Kuesioner
Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan data
primer dan deskriptif dari informan. Pemilihan informan pada awalnya
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mendatangi staf Perkebunan
Sawit PTPN VIII dan pejabat desa untuk membantu penulis dalam
mengumpulkan data di lapangan. Penggalian informasi dari informan
mengacu pada daftar pertanyaan yang telah disusun untuk menseragamkan
dan mempermudah peneliti mengumpulkan data.
Kuesioner dilakukan kepada rumah tangga yang telah dipilih
secara acak di setiap kampung. Proses pengisian kuesioner dilakukan
sendiri oleh peneliti, responden memberikan informasi yang dibutuhkan
sesuai dengan isi kuesioner dengan mengobrol santai dengan respoden.
Hasil obrolan tersebut kemudian ditulis pada kuesioner yang telah
disediakan. Data yang dikumpulkan dari responden meliputi kondisi
umum rumah tangga(jumlah individu,jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan dan pekerjaan), perubahan pekerjaan sebelum dan setelah
sawit, kepemilikan terhadap barang-barang, dan penguasaan lahan

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer.
Data primer merupakan data yang didapatkan dari hasil wawancara mendalam
yang dilakukan dengan informan dan penyebaran kuisioner kepada responden,
disamping itu data primer juga didapatkan peneliti selama di lapangan. Sedangkan
data sekunder merupakan data yang didapatkan dari dokumen-dokumen tertulis
baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi yang instansi terkait.
Untuk menghindari adanya distorsi pesan, maka peneliti setelah melakukan
wawancara mendalam dengan informan, peneliti menulis kembali hasil
23

wawancara dalam bentuk catatan harian. Catatan harian atau catatan lapangan
adalah instrumen utama yang melekat pada metode-metode pengumpulan data
kuantitatif (Sitorus, 1998).

3.5.Teknik Pengolahan dan Analisis Data


Teknik analisis data yang dilakukan adalah analisis data kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif baik primer maupun sekunder yang telah didapatkan
diolah dan dianalisis secara kuantitatif. Analisis data primer dan sekunder diolah
menggunakan tiga tahapan kegiatan analisis data dan dilaukan secara bersamaan,
yaitu reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Sitorus, 1998).
1. Mereduksi data, pada bagian pertama penulis menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan dan mengeliminasi data primer maupun
sekunder yang telah diperoleh dilapang. Melalui tahap ini data yyang
tidak dibutuhkan langsung di eliminasi dan mengorganisir data
sedemikian sehingga di dapat kesimpulan
2. Data yang telah direduksi kemudain di atur sehingga menjadi data yang
bisa disajikan secara deskriptif maupun tabel (tabulasi silang) sehingga
data tersebut lebih mudah untuk dipahami dan dianalisi.
3. Kesimpulan, menarik simpulan melalui verifikasi dilakukan peneliti
sebelum menarik kesimpulan akhir, dimana proses menyimpulkan
tentang penelitian ini dilakukan bersama dengan para informan dan
responden yang merupakan subjek dalam penelitian ini yang telah
menyumbangkan data dan informasi terhadap penelitian.
Sedangkan untuk analisis data kuantitatif digunakan untuk mengukur
besarnya kesempatan kerja di bidang pertanian, perkebunan dan non pertanian
penduduk di sekitar perkebunan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
kesempatan kerja tersebut melalui hasil penyebaran kuisioner kepada responden.
Pengolahan data kuantitatif tidak jauh berbeda dengan data kualitatif. Data
kuantitatif yang diperoleh diolah dengan proses editing, coding, entry, cleaning,
dan analisis data dengan menggunakan program microsoft excel dan teknik
tabulasi silang.
24

BAB IV
GAMBARAN UMUM

Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari merupakan dua desa dari tujuh desa
yang berada dalam Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor.

4.1 Desa Cimulang dan Bantar Sari


4.1.1 Kondisi Geografi
Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari merupakan desa pemekaran.
Sebelumnya Cimulang merupakan bagian Desa Pasirgaok, sedang Bantar Sari
merupakan hasil pemekaran dari Desa Bantar Jaya yang saat ini berubah menjadi
Desa Bantar Sari dan Bantar Kambing. Desa Cimulang berjarak 3 Km dari
kecamatan Rancabungur, 22 Km dari Cibinong sebagai pusat pemerintah
Kabupaten Bogor. Desa Bantar Sari lebih jauh ke Kecamatan Rancabungur
namun lebih dekat ke Cibinong.
Kedua desa tersebut memiliki ketinggian di atas permukaan laut ±165
diatas permukaan laut (dpl) dan curah hujan kurang lebih 200 mm/tahun2) rata-
rata suhu udara 28º-32º, bentuk wilayah rata-rata datar karena wilayah berombak
hanya sekitar 1persen. Suhu dua desa tersebut tergolong panas sedang dan
berbagai tanaman seperti sayuran tumbuh dengan subur.
Desa Cimulang terbagi dalam ; 3 dusun,8 Rukun warga/RW dan 28
Rukun Tetangga/RT. Desa Bantar Sari terbagi dalam 3 wilayah administratif
yaitu: 3 dusun, 7 RW dan 27 RT. Desa Bantar Sari berbatasan di bagian Utara
dengan Desa Cimulang, dan berdekatan dengan landasan udara Atang Sanjaya.
Batas-batas kedua desa di kemukakan pada peta (Gambar 2 hal 75 ) Pusat Desa
Cimulang terletak di tengah desa dengan kantor desa berada dipinggir
perkebunan dan bersebelahan dengan kantor perkebunan PTPN VIII. Kantor Desa
Bantar Sari berada di luar perkebunan di tepi jalan kabupaten.

2
Data curah hujan tersebut tercatat di Desa selama 10 tahun terakhir, namun
berkemungkinan besar
25

Luas wilayah Desa Cimulang 434 hektar lebih besar dibandingkan Desa
Bantar Sari 343,41 Ha. Sekitar 75 persen luas tanah di kedua desa itu (300 hektar
di Cimulang dan 256 Ha di Bantar Sari) merupakan tanah HGU (Hak Guna
Usaha) dari PTPN VIII untuk perkebunan sawit. Dari luas itu di Cimulang tidak
ada perkebunan milik rakyat sedang di Bantar Sari ada seluas 23,23 hektar namun
diperkirakan luas sawah dalam 10 tahun terakhir telah berkurang karena berubah
fungsi menjadi rumah warga. Desa Bantar Sari memiliki sawah lebih luas (60,9
hektar) dibandingkan lahan kering (3,28 hektar).

4.1.2 Kondisi Sosial


Jumlah penduduk Bantar Sari dan Cimulang hampir sebanding, yaitu
Bantar Sari 5.986 jiwa (3.105 laki-laki dan 2.881 perempuan) dan Cimulang 5.388
jiwa (2.893 laki-laki dan 2.549 perempuan. Penduduk kedua desa hampir
seluruhnya beragama Islam (99 persen)dan suku Sunda (85 persen).

Tabel 3. Penduduk menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa


Cimulang dan Desa Bantar Sari, Tahun 2011(dalam Persen).
Golongan Umur Cimulang Ʃ Bantar Sari Ʃ
(Tahun) (%) (%)
LK PR LK PR
(%) (%) (%) (%)
0-14 30 32 31 35 37 36
15-29 28 27 28 29 27 28
30-44 22 21 22 18 18 18
45-59 15 14 14 11 11 11
≥ 60 5 6 5 7 7 7
Ʃ 100 100 100 100 100 100
Angkatan kerja 48 24 36 40 28 34
15+
Bukan angkatan 52 76 64 60 72 66
kerja
Sumber: Kantor Desa Cimulang dan Bantar Sari 2011

Berdasarkan data kelompok umur dari dua desa tersebut dapat dilihat
jumlah persentase usia anak-anak (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun), usia
lanjut (>64 tahun) dari kedua desa hampir sama. Penduduk usia 0-14 tahun di
26

Cimulang lebih sedikit dibandingkan Bantar Sari ( 31 persen dibanding 36


persen). Sebaliknya pada usia 30-44 tahun dan usia 45-59 tahun Cimulang lebih
besar dibandingkan Bantar Sari.

Tabel 4. Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Desa Cimulang dan Desa Bantar
Sari, Tahun 2011 (dalam Persen).
Tingkat Pendidikan Cimulang Bantar Sari
% %

Belum Sekolah 20,8 18,7


Tidak tamat sekolah 10,4 6,2
Tamat SD/Sederajat 27,7 26,5
Tamat SLTP/Sederajat 27,4 26,3
Tamat SLTA/Sederajat 12,8 21,1
Tamat Perguruan Tinggi 0,9 1,3
Jumlah 100 100
Sumber: Kantor Desa Cimulang dan Bantar Sari 2011

Tingkat pendidikan penduduk terutama pada jumlah tamatan SMA Desa


Bantar Sari secara signifikan lebih baik di bandingkan dengan Desa Cimulang
(21,1 persen persen berbanding 12,8 persen). Hal ini dikarenakan Bantar Sari
sarana pendidikan yang lebih baik dengan 5 sekolah dasar/sederajat, dan 2
sekolah menengah pertama/sederajat, sedangkan Cimulang hanya memiliki 4
sekolah dasar/sederajat dan hanya 1 sekolah menengah pertama/sederajat. Posisi
Desa Bantar Sari yang lebih dekat ke arah kabupaten mempermudah akses
pendidikan ke luar desa. Meskipun besarnya ongkos angkutan umum yang harus
dikeluarkan hampir sama (Rp. 8.000/Pulang-Pergi), tetapi yang membedakan
adalah jauhnya jarak jalan kaki yang harus ditempuh untuk mencapai angkutan
umum.

4.1.3 Kondisi Ekonomi


Proporsi penduduk Cimulang yang bekerja di bidang pertanian pangan
dan perikanan hampir sama dengan yang bekerja di jasa (34,5 persen
dibandingkan 31,6 persen ). Proporsi penduduk Bantar Sari yang bekerja di
bidang jasa lebih besar dibandingkan dengan pertanian pangan dan perikanan
(48,5 persen dibanding 30,7 persen). Dari penduduk yang bekerja di bidang
27

pertanian, di Cimulang sebagian besar adalah buruh tani sedangkan di Bantar Sari
hampir seimbang antara petani pemilik dan buruh tani.
Persentase penduduk yang bekerja di bidang pertanian perkebunan sedikit
lebih banyak di Desa Cimulang di banding Bantar Sari. Namun dari data
keduannya jumlah buruh dan pergawai tetap dari masing-masing desa tersebut
relatif sama.Demikian juga persentase penduduk Cimulang yang bekerja pabriki.
10,8 persen dibanding 4,5 persen persentase jumlah pengangguran Bantar Sari
labih kecil dibandingkan Cimulang. Hal tersebut menunjukkan pekerja serabutan
di Cimulang lebih besar di bandingkan.

Tabel 5. Penduduk menurut Mata Pencaharian Desa Cimulang dan Desa Bantar
Sari, Tahun 2011 (dalam Persen).

Jenis Mata Pencaharian Cimulang Bantar Sari


% %
Pertanian pangan dan perikanan 34.5 30.7
a. Petani Pemilik lahan 8.8 15.5
b. Petani penggarap tanah 5.7 0
c. Buruh tani 20.0 15.2
Pertanian Non Pangan 5.0 2.3
a. Pegawai tetap perkebunan 1.7 0.5
b. Buruh perkebunan 3.3 1.8
Pabrik 10.8 4.5
a. Industri Kecil 0.2 0.2
b. Buruh Industri 10.6 4.3
Jasa 31.6 48.5
a. Pertukangan 16.0 12.2
b. Pedagang 6.9 29.3
c. Supir 6.1 3.6
d. Pegawai Negeri Sipil/ perusahaan 2.6 3.4
Lain-Lain 18.1 13.8
a. Pensiunan 1.7 1.3
b. Penganguran/serabutan 16.4 12.5
Jumlah Total 100 100

*Sumber: Kantor Desa Cimulang dan Bantar Sari 2011

Pada konteks lokal kesempatan kerja di desa di bagi menjadi pertanian


pangan dan perikanan, pertanian non pangan, pabrik, dan jasa, sedangkan pada
28

penelitian di bagi menjadi pertanian pangan-perikanan, pertanian-perkebunan, non


pertanian sekunder dan non pertanian primer. Pada dasarnya kesempatan kerja
tersebut adalah sama yaitu pertanian non pangan dengan pertanian-perkebunan,
pabrik dengan non pertanian sekunder, dan jasa dengan non pertanian.
Kondisi mata pencaharian, faktor pendidikan dan lainnya dari penduduk
tersebut berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan penduduk. Secara umum
Penduduk Bantar Sari lebih sejahtera dibandingkan penduduk Cimulang. Sekitar
75 persen penduduk Cimulang berada pada tingkat kesejahteraan pra KS dan KS
1.

Tabel 6. Penduduk menurut Tingkat Kesejahteraan Penduduk Desa Cimulang


dan Desa Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen).
Jenis Mata Pencaharian Cimulang Bantar Sari
% %
Pra KS 33.5 28.9
KS I 42.1 27.2
KS II 20.2 20.9
KS III 3.7 22.4
KS III+ 0.5 0.5
Jumlah 100 100
Sumber: Kantor Desa Cimulang dan Bantar Sari 2011
Keterangan : KS = Kesejahteraan

4.2 “Kampung Luar” dan “Kampung Dalam” Perkebunan


Kampung Dalam dan Kampung Luar merupakan istilah yang digunakan
oleh peneliti untuk mempermudah pengelompokan kampung-kampung yang akan
diamati. Perbedaan dari Kampung Dalam dan Kampung Luar telah dijelaskan
pada rumusan masalah yaitu berdasarkan letak geografi dan akses transportasi.
Kampung Luar meliputi Ciheleut dan Hulurawa, sedangkan Kampung Dalam
meliputi Cimulang Ujung dan Gunung Leutik. Kampung Dalam berada dalam
perkebunan merupakan kampung tertinggal karena sulitnya sarana transportasi
jalan menjadi penghambat terbesar berkembangnya kampung tersebut.
29

4.2.1 Kondisi Geografi


Kampung Dalam dan Kampung Luar secara umum dibedakan atas lokasi
kampung dengan perkebunan, tetapi perbedaan Kampung Dalam dan Kampung
Luar juga dapat dilihat berdasarkan kondisi geografi meliputi jarak pusat
pemerintahan, wilayah administratif, jumlah KK, Jumlah Rumah Tangga, dan luas
wilayah. Kampung Dalam berada lebih jauh dibandingkan Kampung Luar dengan
pusat pemerintahan dengan jumlah wilayah administratif hampir sama. Jumlah
Kepala Keluarga tidak menggambarkan jumlah rumah tangga di masing-masing
kampung. Cimulang ujung lebih memiliki lebih banyak empang/situ (3 buah)
dibandingkan kampung lain, sedangkan Hulurawa memiliki lahan pertanian lebih
luas dibandingkan kampung-kampung lain. Tabel 7 berikut akan menunjukkan
perbedaan lebih rinci dari keempat kampung tersebut.

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Kondisi Geografi di


Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).
Kondisi Geografi Kampung Dalam Kampung Luar
Kampung Cimulang Gunung Ciheleut Hulurawa
Ujung Leutik
Jarak ke…. (Km)
a. Kantor desa 1-2 3-4 0-1 0-1
b. Kantor 1-2 4-5 3-4 5-6
kecamatan
Wilyah administratif (unit)
a. RW 8 1 1 1
b. RT 2 4 3 4
Jarak Ke Jalan 1-2 1-2 0-1 0-1
Kabupaten (Km)
Akses Fasilitas Sulit Sulit Mudah Mudah
Transportasi Publik
Persentase luas
Kampung Dalam 100 100 35 10
Perkebunan
Luas kampung diluar 11 Ha 4,2 Ha 4,7 Ha 34,8 Ha
perkebunan (%)
a. lahan kering 59 95 84 57
b. lahan sawah 7 5 12 43
c. empang/situ 34 0 4 0
Sumber: Rekap Data Ketua Rukun Warga 2010
30

4.2.2 Kondisi Sosial


Jumlah Penduduk Kampung Dalam dan Kampuung Luar perkebunan
relatif hampir sama, terutama untuk kampung G. Leutik memiliki kemiripan
dengan Kampung Luar perkebunan bila dibandingkan dengan Cimulang Ujung.
Penduduk kedua desa hampir seluruhnya beragama Islam (99 persen) dan suku
Sunda (85 persen). Tabel 8 dan 9 berikut menunjukkan gambaran lebih rinci
kondisi sosial penduduk di keempat kampung tersebut.

Tabel 8. Penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam
Persen).
Penduduk Kampung Dalam Bantar Sari

Cimulang Gunung Ciheleut Hulurawa


Ujung Leutik (Jiwa) (Jiwa)
(Jiwa) (Jiwa)
Jumlah Kepala
Keluarga (KK) 136 259 286 257
Jumlah Rumah
Tangga (unit) 113 194 273 236
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki 228 436 511 505
(%) (46,44) (45.04) (50.90) (49.12)
Perempuan 263 532 497 523
(%) (53.56) (54.96) (49.10) (50.88)
Total 491 968 1004 1028
(%) (100) (100) (100) (100)
Sumber: Rekap Data Ketua Rukun warga 2010
Secara umum karakteristik jumlah kelompok umur penduduk Gunung
Leutik lebih mirip dengan penduduk Kampung Luar dibandingkan Cimulang
Ujung. Hal tersebut ditunjukkan dengan proporsi jumlah penduduk usia 15+ tahun
yang hampir sama, sedangkan Cimulang Ujung memiliki karakteristik yang
berkebalikan pada usia 15 + tahun tersebut. Jadi lebih terlihat secara karakteristik
umur masyarakat Gunung Leutik lebih mirip dengan Kampung Luar.
31

Tabel 9. Penduduk menurut Kelompok Umur di Kampung Dalam Dan Luar,


Tahun 2011 (dalam Persen).
Golongan Kampung Dalam Kampung Luar
Umur
(Tahun) Cimulang G. Leutik Ciheleu Hulurawa
Ujung (%) t(%) (%)
(%)
0-14 16 18 11 9
15-29 27 33 31 35
30-44 30 25 27 28
45-59 19 20 23 26
≥ 60 8 4 8 2
Ʃ 100 100 100 100
Sumber: Data Rukun warga 2010
Pendidikan rata-rata penduduk di Kampung Dalam adalah tingkat
Sekolah Dasar (SD) lebih rendah dibandingkan penduduk di Kampung Luar yang
rata-rata SMA bahkan kuliah meskipun ongkos yang harus dikeluarkan lebih
besar dari pada biaya sekolah mereka(15 ribu/hari pp Cimulang-Bogor). Ongkos
dari Hulurawa ke kota lebih murah dibandingkan dari Cimulang, karena posisi
kampung yang dekat dengan jalan kabupaten. Penduduk kampung Ciheulet sering
mendapatkan pelatihan keterampilan dan kewirausahaan sehingga menambah
keterampilan dan kesempatan kerja mereka. Saat ini di Kampung Dalam telah ada
kemajuan dengan adanya sekolah Madrasah Aliyah dan Sekolah Dasar yang
letaknya berdekatan dengan kantor desa. Selama ini belum pernah ada pelatihan
kewirusahaan atau keterampilan untuk penduduk yang menjangkau lokasi
tersebut.

4.2.3 Kondisi Ekonomi


Penduduk Kampung Luar ( Ciheleut dan Hulurawa) dan kampung Dalam
(Cimulang ujung dan Gunung Leutik) memiliki perbedaan dalam pekerjaan
penduduk secara umum. Penduduk Kampung Dalam kampung memiliki ragam
pekerjaan lebih sedikit dibandingkan penduduk perkebunan. Jumlah pekerja
serabutan dan pengangguran lebih tinggi pada penduduk Kampung Dalam
perkebunan. Penduduk Kampung Luar lebih banyakyang bekerja di bidang jasa
serta pertanian pangan dan perikanan dibandingkan penduduk dalam perkebunan.
32

Namun di kedua lokasi tersebut jumlah masyarakat yang bekerja di perkebunan


sedikit.
Persen angkatan kerja dari total penduduk Kampung Dalam yaitu
Cimulang Ujung 41,99 persen dan Gunung Leutik 52,08 persen, sedangkan
Kampung Luar yaitu Ciheleut 70,28 persen dan Hulurawa 69,81 persen. Junlah
penduduk bukan angkatan kerja yaitu Cimulang unjung 58,01 persen, Gunung
Leutik 47,92 persen, Ciheleut 29,47 persen, dan Hulurawa 27,7 persen.
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan penduduk Kampung Luar lebih banyak
yang memiliki kegiatan bila dibandingkan masyarakat Kampung Dalam
perkebunan.

Tabel 10. Penduduk Usia 15 ke Atas menurut Jenis Mata Pencaharian di


Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen).
Jenis Mata Kampung Dalam Kampung Luar
Pencaharian Cimulang G. Ciheleut Hulurawa
Ujung Leutik
Angkatan Kerja (%)
a. Pertanian 17,56 13,54 15,73 26,87
b. Perkebunan 14,50 2,43 3,15 0,28
c. Pabrik 1,53 5,21 5,25 3,60
d. Jasa 8,40 30,90 46,15 39,06
Bukan Angkatan Kerja (%)
a. Sekolah 6,87 4,86 8,84 6,37
b. Ibu Rumah 39,69 35,07 18,88 21,05
tangga
c. Lain-lain 11,45 7,99 1,75 0,28
Jumlah (%) 100 100 100 100
Sumber: Rekap Data Ketua Rukun warga 2010

Dari penduduk Cimulang Ujung hanya dua orang KK yang bekerja


sebagai PNS dan 3 orang KK yang bekerja di perkebunan (1 mandor dan 2 harian
tetap). Hampir semua tenaga kerja Cimulang Ujung menjadi buruh di kota dan
buruh pertanian. Kampung ini juga biasa menjadi buruh pertanian ke desa yang
berbatasan dengan Desa Mekar Sari dan Rancak Bungur terlebih ketika tidak ada
pekerjaan menjadi buruh bangunan keluar kampung. Adanya 3 situ/danau di
Kampung Cimulang Ujung yang jaraknya berdekatan, menjadi sumber mata
33

pencaharian bagi keluarga yang memiliki lahan dengan membuat empang sebagai
petani ikan. Khususnya penduduk RT 2 banyak yang bekerja baik sebagai pemilik
empang maupun buruh. Namun jumlah air setiap tahun mengalami penurunan.
Di kampung lain biasanya bila 1 bulan tidak turun hujan maka penduduk akan
mencari air ke kampung Cimulang Ujung
Penduduk Kampung Gunung Leutik hanya 3 orang yang bekerja sebagai
mandor perkebunan sisanya bekerja serabutan, tetapi tidak ada penduduk yang
bekerja sebagai buruh harian lepas perkebunan. Kondisi kampung diperparah
dengan tidak ada fasilitas jalan kecamatan. Beberapa jalan setapak hanya mampu
dilalui motor, tetapi juga tidak ada sumber daya alam yang bisa diandalkan seperti
situ dan empang dan hanya terdapat sedikit lahan pertanian. Penduduk yang
bekerja di pertanian biasanya bekerja ke luar kampung. Banyak penduduk desa
yang mengganggur karena besarnya biaya yang dikeluarkan untuk bekerja ke
kota sama dengan penghasilan yang mereka dapat seperti buruh bangunan atau
penjaga toko. Tahun ini Kampung Gunung Leutik mendapatkan proyek
pembangunan jalan (paving jalan) dari PNPM dan bantuan mandiri oleh seorang
pendatang untuk membangun jalan di dalam kampung. Meskipun lebar jalan
tersebut hanya sekitar 0,75 meter, hal tersebut sangat mempermudah mobilitas
penduduk terlebih di musim penghujan. Tidak setenang Kampung Cimulang,
kampung ini sering bergejolak dengan perusahaan . Salah satunya akibat ulah
penduduk yang suka mencuri sawit dan memindahkan batas perkebunan sehingga
perusahaan merasa dirugikan. Kampung ini pernah melakukan demo terhadap
perusahaan (tahun 1998, 2001,2002) karena upah dan perlengkapan kerja yang
diberikan sangat minim. Namun demo tidak berlanjut semenjak para penggerak
demo dijadikan pekerja tetap perkebunan.
Kondisi ekonomi penduduk di Kampung Ciheleut ini terlihat jauh lebih
baik dari Kampung Hulurawa. Penduduk Kampung Ciheleut yang bekerja di
perkebunan lebih banyak dibandingkan penduduk Kampung Hulurawa (3orang
dibanding 1 orang) sebagai mandor . 20 Kepala Keluarga (K K) sebagai Pegawai
Negeri Sipil dan sisanya adalah buruh, petani dan pekerja serabutan lain. Namun
hampir semua yang bekerja sebagai PNS dan mandor perkebunan bukan
merupakan orang asli Kampung Ciheleut. Pelatihan-pelatihan tidak hanya
34

melibatkan laki-laki tetapi juga wanita sering dilibatkan. Hasilnya di Desa


Cimulang terdapat petani jamur yang memiliki pekerja dari penduduk desa
sendiri. Selain itu, penduduk Kampung Ciheleut dan Hulurawa sering
memperoleh pinjaman uang/modal untuk usaha dan beberapa bantuan lain untuk
meningkatkan ekonomi penduduk. Mudahnya akses untuk ke luar kampung
menjadi salah satu penyebab penduduk bekerja ke luar desa. Apabila salah satu
warga bekerja di suatu dinas, maka kampung sering mendapatkan program-
program dari dinas tersebut.
Sebagian besar penduduk Kampung Hulurawa bekerja di sektor pertanian
karena lahan pertanian masih cukup luas. Komoditas tanaman pertanian adalah
sayuran. Padi tidak banyak ditanam karena sulit memenuhi kebutuhan air
sehingga penduduk beralih dari padi ke sayur meskipun tidak semenguntungkan
bertanam padi. Tidak ada penduduk yang bekerja di sektor perkebunan. Pekerjaan
penduduk kampung Hulurawa adalah buruh pabrik, buruh bangunan, PNS, Polisi
dan pengusaha. Hulurawa meskipun tidak dilalui sarana transportasi angkot,
kualitas jalan desa baik dan terletak dekat jalan kabupaten sehingga mudah
dijangkau.

4.3 Sejarah Desa dan Perkebunan


Saat komoditas karet penyerapan tenaga kerja di perkebunan lebih banyak
dibandingkan komoditas sawit . Masih banyak penduduk yang bekerja di
perkebunan ada sekitar 50 KK pekerja tetap, dan buruh harian lepas. Pada
komoditas karet masih banyak wanita/ibu-ibu yang ikut bekerja di perkebunan.
Beberapa hal yang menjadi pembeda adalah luasan afdeling untuk sawit dan karet
berbeda, keterampilan dan kekuatan tenaga. Selain itu, pada komoditas karet dulu
penduduk bisa menanam singkong tanpa ada larangan dari perkebunan sehingga
mereka memiliki penghasilan lain. Tidak pernah ada konflik yang kuat antara
penduduk dengan perusahaan hanya beberapa kejadian larangan penduduk untuk
mengambil buah sawit, tetapi masyarakat masih bisa memanfaatkan lidi daun
sawit untuk dijual dan pelepah batang untuk bahan bakar.
Pada tahun 1996-1998 terjadi kevakuman perkebunan atau juga sebagai
masa peralihan karet ke sawit sehingga lahan perkebunan yang HGU-nya telah
35

habis digunakan menanam singkong oleh penduduk, namun setelah perkebunan


memiliki hak HGU lagi kembali memanfaatkan lahan dengan memulai menanam
sawit sejak tahun 2000, 2004, dan 2006. Meskipun semua bagian desa berada
dalam perkebunan tidak ada penduduk yang memiliki lahan perkebunan satu pun.
Perubahan sistem borongan dalam perawatan kebun juga mempengaruhi
jumlah dan jenis kelamin pekerja. Terlihat pada perkebunan kelapa sawit sangat
sedikit perempuan yang bisa bekerja di perkebunan utamanya sebagai buruh.
Upah sebesar Rp. 8.000/hari untuk pegawai harian tetap dan ± Rp. 7.000/hari
untuk borongan di pandang sebagai, bayaran yang rendah. Hal ini, menyebabkan
penduduk mencari pekerjaan selain diperkebunan. Dapat pula perbedaan upah
untuk laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama khususnya pekerjaan
borongan perkebunan.
Sejak tahun 2000 perkebunan Cimulang merupakan bagian dari
perkebunan Cikasungka yang berkantor di Desa Cigudeg. Sebelumnya kebun
Cimulang menjadi bagian dari perkebunan karet PTPN VIII memiliki manajemen
sendiri. Luas areal perkebunan Cikasungka yaitu 1050 Ha semua penguasaan
lahan berdasarkan HGU. Luas kebun tersebut dibagi menjadi 2 afdeling dengan
rata-rata luas 500 Ha. Kepala afdeling berasal dari luar desa. Demikian juga
semua pegawai kantor. Hanya mandor dan beberapa pegawai harian tetap yang
berasal dari desa Cimulang.
Akibat kualitas karet yang semakin menurun kebun Cimulang mengalami
krisis. Beberapa tahun sebelum digabung dengan kebun Cikasungka, kualitas
produksi karet tak cukup mempertahankan status kebun . Pada akhirnya tahun
2000 dikeluarkan keputusan dari pusat tentang perubahan status Kebun Cimulang
menjadi bagian dari Kebun Cikasungka (Tidak kebun induk lagi), serta rencana
perubahan komoditas dari karet ke sawit sehingga terjadi peleburan kebun.
Penanaman sawit terjadi secara bertahap pada tahun 2000. 2003, 2004, dan 2006
di beberapa kawasan di Cimulang. Sejak peleburan banyak pegawai karet
khususnya untuk pegawai harian tetap yang di PHK. Sedikit penduduk desa yang
bekerja di perkebunan sawit (hanya sekitar 3 orang di setiap kampung), biasanya
sebagai mandor atau pekerja harian lepas Posisi yang lain hampir semuanya bukan
merupakan penduduk asli desa Cimulang dan desa Bantar Sari.
36

BAB V

KESEMPATAN KERJA MASYARAKAT PADA PENDUDUK

DI DESA DALAM PERKEBUNAN

Salah satu tujuan ekspansi lahan atau pun perubahan komoditas tanaman
menjadi perkebunan sawit adalah meningkatkan lapangan pekerjaan masyarakat.
masyarakat dalam dan masyarakat luar perkebunan merupakan pihak-pihak yang
paling merasakan perubahan kesempatan kerja perkebunan terutama masyarakat
dalam perkebunan. Perubahan kebijakan ataupun komoditas perkebunan sangat
mempengaruhi kesempatan kerja yang bisa mereka dapatkan di kampung mereka.
Kesempatan kerja pada setiap daerah tersebut menunjukkan keragaman dan
besarnya peluang kerja masyarakat yang tersedia di kampungnya ataupun dari
wilayah lain yang mampu menciptakan pekerjaan bagi masyarakat. Secara jelas
perbandingan kesempatan kerja masyarakat Kampung Cimulang Ujung, K.
Ciheleut, Kampung Gunung Leutik dan Kampung Hulurawa dapat diamati
berdasarkan jenis kelamin dan perubahan antar waktu (sebelum dan sesudah
komoditas sawit) sebagai berikut.

5.1 Kondisi Keluarga Penduduk Desa Perkebunan dan Responden


Jumlah Kepala Keluarga (KK) lebih banyak dibandingkan jumlah rumah
tangga, hal tersebut karena dalam satu rumah dihuni lebih dari satu KK.
Kampung Dalam perkebunan lebih banyak menunjukkan kondisi tersebut. Rata-
rata jumlah KK di setiap rumah adalah 2 KK, bahkan di beberapa rumah tangga
Kampung Dalam terdapat 6 KK sekaligus dengan kondisi rumah yang tidak
memadai. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Kampung Dalam perkebunan
otomatis juga lebih besar dibandingkan penduduk luar perkebunan.
37

Tabel 11. Responden menurut Kondisi Umum di Kampung Dalam dan


Kampung Luar, Tahun 2011(dalam Persen).
Kondisi Umum Kampung Dalam Kampung Luar
C. ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa
Jumlah Rumah tangga 30 30 30 30
Jumlah Kepala 63 76 38 36
Keluarga (KK)
Rata-rata Angota 6 6 5 4
Rumah Tangga
Usia (Laki-laki/perempuan) %
0-4 tahun 1,6/2,1 19,7/7,9 7/4,5 2/6,8
5-14 tahun 7,5/6,4 9,6/7,3 3,8/6,4 4,9/2
15-29 11,2/12,8 11,2/10,1 14,1/12,2 19,4/13,6
30-44 12,3/13,4 15,2/13 21,8/15,4 16,5/11,7
45-59 13,4/10,7 4,5/7,9 8,3/5,8 14,6/7,8
≥60 2,7/5,9 0/2,8 0/0,6 1/0
Jumlah 100 100 100 100

Jumlah balita dan anak-anak di Kampung Dalam lebih banyak


dibandingkan di Kampung Luar, karena tingginya tingkat pernikahan dini di
Kampung Dalam. Perempuan Kampung Dalam rata-rata menikah setelah lulus
SMP atau sekitar usia 14 tahun. Hal tersebut diperkuat oleh beberapa masyarakat
yang menyatakan :

“Di kampung jarang perempuan yang keluar kampung biasanya


tidak diijinkan oleh orang tua selain itu pendidikan cuman sampai
SD atau SMP paling-paling juga kerja di pasar. Dari pada jadi
tanggungan keluarga yang kondisinya juga sulit lebih baik
dinikahkan cepat ”(Ibu Isah, Ibu Rumah tangga Cimulang Ujung)

“Gak punya modal untuk sekolah jadi Pendidikan rendah


dikampung juga gak ada yang bisa dikerjain. Perempuan paling
juga bantu-bantu istri dirumah,kalau ibu-ibu sibuk membuat sapu
lidi Menikahkan anak perempuan lebih cepat menjadi pilihan
dengan harapan kondisi keluarga lebih meningkat dengan
tambahan laki-laki yang memberi masukan uang dalam keluarga”
(Bapak Endang, Tokoh kampung Gunung Leutik)
38

“Bingung mau ngpaian lagi teh, cari kerja susah buat tamatan SD
gini. Kalau ada cuman ke pasar. Itu juga gaji ma ongkos tipis
banget jadi gak diijinan orang tua. Jadi nikah aja biar gak jadi
beban orang tua terus. Lagian kalau nikah bisa minta ma
suami”(Neng ima, pemuda kampung Cimulang Ujung)

Jumlah angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja penduduk Kampung


Dalam lebih besar dibandingkan Kampung Luar. Besarnya pendidikan bukan
angkatan kerja menunjukkan jumlah pencari kerja Kampung Dalam yang lebih
besar. Pada tabel 12 menunjukkan penyebaran persentase angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja di Cimulang ujung, Ciheleut dan Hulu rawa memiliki pola
yang relative sama sedangkan untuk Kampung Gunung Leutik sedikit berbeda.
Persentase bukan angkatan kerja Gunung Leutik lebih tinggi dibandingkan yang
lain di sebabkan jumlah anak sekolah dan lain-lain lebih besar dibandingkan
kampung lain.

Tabel 12. Responden menurut Kegiatan di Kampung Dalam dan Kampung


Luar, Tahun 2011.
Jenis Kegiatan Kampung Dalam Kampung Luar
C. ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa
1. Angkatan Kerja (usia 75 62 70 50
15+ tahun ) % (40,1) (34,8) (44,9) (48,5)
2. Bukan angkatan 112 116 86 53
Kerja (%) (59,9) (65,2) (55,1) (51,5)
a. Sekolah 27 41 23 20
b. Ibu Rumah Tangga 67 40 45 20
c. Lain-lain 18 35 18 13
(9,6)
Jumlah 187 178 156 103
(100) (100) (100) (100)

Penduduk angkatan kerja pada kampung-kampung tersebut di bagi dalam


kegiatan pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian
sekunder dan non pertanian tersier dengan rincian dan penjelasan lebih lanjut pada
bab berikutnya. Penduduk bukan angkatan kerja terdiri dari penduduk sekolah,
Ibu rumah tangga dan lain-lain (meliputi pengangguran, lanjut usia dan balita ).
Pada keempat kampung tersebut ditunjukan peran perempuan lebih banyak di
39

sektor domestik, kegiatan reproduktif yang kadang-kadang dilakukan istri hanya


dianggap membantu suami bukan dilihat sebagai peran individu dalam kontribusi
ekonomi keluarga.
Tingkat pendidikan penduduk Kampung Dalam lebih rendah
dibandingkan Kampung Luar (lihat Tabel 13). Tidak ada penduduk Kampung
Dalam menempuh pendidikan hingga universitas. Tingkat pendidikan tertinggi
berada pada Sekolah Dasar, berbeda dengan Kampung Luar tingkat pendidikan
hampir merata di setiap tingkat bahkan beberapa telah ada yang menempuh
pendidikan universitas. Selain itu, jumlah penduduk yang tidak sekolah di
Kampung Dalam lebih tinggi dibandingkan Kampung Luar.

Tabel 13. Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Kampung Dalam dan


Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).
Tingkat Pendidikan Kampung Dalam Kampung Luar
C. ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa
Tidak sekolah 17,1 28,7 14,7 17,5
Sekolah Dasar 55,6 51,1 43,6 31,1
Sekolah Menengah Pertama 23 15,2 24,4 23,3
Sekolah Menengah atas 4,3 5,1 13,5 20,4
Universitas 0 0 3,8 7,8
Jumlah 100 100 100 100

Berdasarkan Penduduk angkatan kerja (usia 15 + tahun) penduduk


Kampung Dalam memiliki akses informasi dan akses transportasi yang lebih
rendah dibandingan penduduk Kampung Luar. Terutama untuk akses transportasi,
seluruh penduduk Kampung Dalam berada pada akses transportasi sulit,
sebaliknya dengan penduduk Kampung Luar (Tabel 15). Sekitar 60 persen
Kampung Dalam menyatakan sulit mencari informasi, sedangkan 65 persen akses
mudah di Kampung Luar.
40

Tabel 14. Penduduk menurut Akses Informasi di Kampung Dalam dan Luar,
Tahun 2011 (dalam Persen).
Akses Informasi Kampung Dalam Kampung Luar
C. ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa
Mudah 38,7 37 68,8 66
Sulit 61,3 63 31,2 34
Jumlah 100 100 100 100

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Akses Transportasi di


Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011
Tingkat Pendidikan Kampung Dalam Kampung Luar
C. ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa
Mudah 0 0 70 50
sulit 75 62 0 0
Jumlah 75 62 70 50

Berdasarkan Tabel 16 , kurang dari 10 persen Kampung Dalam dan


Kampung Luar menguasai lahan luas. Hal berbeda ditemui di Kampung Hulurawa
( Kampung Luar ) dimana penduduk memiliki penguasaan lahan yaitu diatas 40
persen. Mayoritas kondisi rumah berdasarkan luas dan kelayakannya dari
Kampung Dalam dan luar relatif sama. Kepemilikan barang-barang berharga
sedikit berbeda antara penduduk Kampung Dalam dan kampung Luar, penduduk
Kampung Dalam memiliki lebih banyak barang-barang berharga dibandingkan
penduduk Kampung Dalam. Hal yang sama juga terjadi untuk hewan ternak,
dengan secara khusus Kampung Hulurawa terutama lebih menonjol dibandingkan
kampung-kampung lain.
41

Tabel 16. Penduduk Menurut Kepemilikan dan Penguasaan Rumah Tangga di


Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).
Kepemilikan dan Kampung Dalam Kampung Luar
penguasaan C. Ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa
Lahan Luas 2 0 1 12
(%) (6,7) (0) (3,3) (40)
Sempit 28 30 29 18
(9,3) (100) (96,7) (60)
Luas Rumah Luas 19 14 15 19
(%) (63,3) (46,7) (50) (63,3)
Sempit 11 16 15 11
(35,7) (53,3) (50) (36,7)
Kondisi Rumah Layak 18 15 21 24
(%) (60) (50) (70) (80)
Tidak 12 15 9 6
layak (40) (50) (30) (20)
Barang Banyak 10 12 15 24
Berharga (%) (33,3) (40) (50) (80)
Sedikit 20 18 15 6
(66,7) (60) (50) (20)
Hewan ternak Banyak 3 2 6 18
(%) (10) (6,7) (20) (60)
Sedikit 27 28 24 12
(90) (93,3) (80) (40)

5.2 Kesempatan Kerja Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin


Pada penduduk usia produktif ( Usia 15 + tahun) lebih terlihat keragaman
kesempatan pekerjaan penduduk kampung Cimulang Ujung, Ciheleut, Gunung
Leutik dan Hulurawa. Secara umum penduduk perempuan usia produktif pada
Kampung Dalam maupun Kampung Luar sedikit yang terlibat dalam kegiatan
kerja produktif. Mayoritas perempuan menjadi ibu rumah tangga atau
pengangguran (lihat Tabel 12). Penduduk laki-laki usia produktif Kampung
Dalam dan Kampung Luar lebih banyak bekerja di sektor non pertanian tersier
kemudian pertanian pangan dan perikanan.
42

Tabel 17. Kesempatan Kerja Perempuan dan Laki-Laki Usia 15 Tahun ke atas di
Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).
Kesempatan Kerja Kampung Dalam Kampung Luar
C. Ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa
PR LK PR LK PR LK PR LK
Pertanian pangan dan 2,7 10,7 4,8 17,7 0 4,3 6 46
perikanan
Pertanian-Perkebunan 0 6,7 0 4,8 0 4,3 0 0
Non Pertanian Sekunder 0 4 3,2 8,1 4,3 14,3 2 8
Non Pertanian tersier 14,7 61,3 8,1 53,2 15,7 57,1 2 36
Jumlah 100 100 100 100
Keterangan :
PR = Perempuan, LK = Laki-laki

Kesempatan kerja pertanian-perkebunan paling kecil dibandingkan


kesempatan kerja lain. Tidak adaPerempuan usia produktif yang bekerja di sektor
pertanian – perkebunan. Kampung Hulurawa bahkan tidak terdapat penduduk
laki-laki ataupun perempuan yang bekerja di pertanian non pangan. Hal tersebut
ditegaskan oleh tokoh masyarakat yang mengatakan:
“penduduk kampung hampir tidak ada yang bekerja di
perkebunan. Pekerja tetap perkebunan adalah penduduk luar desa,
kalaupun ada itupun sangat sedikit. Dari pada kerja diperkebunan
yang gajinya 8000/hari kerja tapi tidak setiap hari kerja lebih baik
kerja jadi buruh pertanian jambu atau sayur gajinya 15.000/hari
jam kerjanya juga lebih sedikit. ”(Bapak Maja, Ketua RT
Hulurawa)

Kesempatan kerja penduduk Hulurawa di bidang pertanian pangan dan


perikanan paling menonjol dibandingkan dengan desa-desa lain. Luas lahan
pertanian/sawah di Desa Bantar Sari yaitu 60,9 hektar, dari luas lahan tersebut
lebih dari 60 persen berada di kampung Hulurawa (Data Desa Tahun 2010).
Kampung Gunung Leutik yang berada di desa yang sama tetapi letaknya di dalam
perkebunan tidak memiliki lahan pertanian. Berdasarkan tabel di atas ditunjukkan
penduduk 18 persen laki-laki dan 5 persen perempuan Gunung Leutik bekerja di
sektor pertanian pangan dan perikanan, persentasi lebih besar dibandingkan
Cimulang Ujung. Pekerjaan tersebut diperoleh dari Kampung Hulurawa yang
jaraknya sekitar 3 Km dari kampung mereka. Pekerjaan yang didapat oleh laki-
43

laki dan perempuan semuanya sebagai buruh sedangkan pemilik lahan adalah
penduduk kampung Hulurawa.
Kondisi desa yang tertinggal dan terletak di tengah perkebunan membuat
penduduk dalam perkebunan berusaha lebih kuat dibandingkan penduduk di luar
perkebunan. Terlihat persentase penduduk dari Kampung Gunung Leutik yang
bekerja di pabrik hampir sama dengan Kampung Luar. Mereka bekerja sebagai
pembantu atau pegawai dapur pabrik. Tidak ada pilihan lain untuk tetap bertahan
di pabrik tersebut meskipun usia mereka telah lanjut. Menurut Ibu Mina yang
telah bekerja selama 30 tahun di pabrik X, ibu Mina sulit untuk meninggalkan
pekerjaan tersebut karena tidak ada pilihan lain terlebih sebagai wanita kepala
rumah tangga yang memiliki 13 anak. Nasib Ibu Saini tidak begitu baik setelah 3
kali menikah dia ditinggal pergi oleh suami tetapi harus merawat anak seorang
diri. Berikut penuturan Ibu Saini :

“meskipun harus pulang 2 minggu sekali dan menitipakan anak-


anaknya kepada tetangga ataupun kepada anak yang lebih tua
harus saya lakukan karena sebagai janda dan tidak ada yang bisa
diandalkan di kampung ini. Yang muda dan sehat saja sulit
mencari kerja contohnya anak-anak saya. Jadi perlu berpikir
seribu kali buat keluar dari pabrik. ” (Ibu Mina, Penduduk
Kampung Gunung Leutik)

Laki-laki lanjut usia (di atas 55 tahun) di Kampung Dalam perkebunan


masih ada yang bekerja di bidang pertanian pangan dan perikanan. Demi alasan
ekonomi mereka bekerja keluar kampung sebagai buruh pertanian. Penduduk
Kampung Gunung Leutik bekerja sebagai buruh pertanian sayuran dan buah
jambu ke kampung Hulurawa, sedangkan penduduk Kampung Cimulang Ujung
pun bekerja sebagai buruh pertanian padi dan sayuran di luar desa yaitu ke Desa
Rancabungur dan Mekarsari. Penduduk Cimulang Ujung lebih memilih bekerja ke
luar desa untuk pertanian karena lahan pertanian di desanya sudah tidak memadai
selain itu jarak desa-desa tersebut lebih dekat dibandingkan wilayah pertanian di
desanya.
Dapat disimpulkan kesempatan kerja untuk laki-laki dan perempuan
berbeda di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non
pertanian sekunder dan non pertanian tersier. Lebih banyak laki-laki yang terlibat
44

dalam kegiatan produktif sedangkan perempuan lebih dominan di sektor


domestik. Perempuan yang terlibat di sektor produktif mayoritas melakukan
kegiatan yang berhubungan dengan sektor domestik, missal; menjadi pembantu
rumahh tangga, dan membersihkan rumput.

5.3 Kesempatan Kerja Penduduk Berdasarkan Perubahan Antar Waktu


(Sebelum komoditas sawit dan setelah komoditas sawit)
Perubahan komoditas karet ke komoditas sawit perkebunan PTPN VIII
memiliki dampak nyata pada kesempatan kerja penduduk pinggir perkebunan
yaitu Kampung Cimulang Ujung, Kampung Ciheleut, Kampung Gunung Leutik
dan Kampung Hulurawa. Perubahan kesempatan kerja ditunjukkan dengan ragam
pekerjaan yang dimiliki penduduk sebelum dan setelah komoditas sawit.
Perubahan ragam pekerjaan tersebut dapat dilihat pada laki-laki dan perempuan.
hasil yang ditunjukkan merupakan persentasi perubahan jumlah individu bekerja
dari total masing-masing di kampung. Persentasi hasil dari setiap kampung
dibandingkan dengan kampung lain, sehingga menunjukkan perbandingan
kesempatan kerja berdasrkan jenis kelamin di berbagai sektor.
Kampung yang lebih dekat dengan perkebunan lebih banyak yang bekerja
di perkebunan dibandingkan dengan kampung yang berada jauh dari perkebunan.
Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 18. Kampung Gunung Leutik dan Cimulang
Ujung yang berada di tengah perkebunan sekitar 30 persen dari responden
dulunya bekerja di perkebunan. Posisi Ciheleut di pinggir perkebunan dan dekat
kantor perkebunan tidak mampu menarik kesempatan kerja pertanian-perkebunan
lebih besar dibandingkan kampung Cimulang Ujung yang berada didalam
perkebunan.
Perbedaan terlihat jelas pada perubahan kesempatan kerja perempuan
setelah konvenrsi komoditas sawit. Hampir semua kampung tidak ada yang
bekerja di perkebunan. Menurut informan hal tersebut terjadi karena jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan sawit lebih sedikit meski luas afdeling meningkat
(komoditas karet 1 afdeling 50 Ha sedangkan sawit 1 Afdeling 500 hektar),
perubahan pola pekerjaan menjadi borongan atau pekerja harian lepas, serta
anggapan kerja di perkebunan sawit terlalu berat untuk perempuan.
45

Tabel 18. Kesempatan Kerja Perempuan Sebelum dan Setelah Sawit di Kampung
Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).
Kesempatan Kerja Kampung Dalam Kampung Luar
C. Ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa
sblm Stlh sblm stlh sblm stlh sblm stlh
Pertanian pangan dan 0 30,8 0 50 0 6,3 30 40
perikanan
Pertanian-Perkebunan 30,8 0 31,1 0 6,3 0 0 0
Non Pertanian Sekunder 0 7,7 0 6,3 0 6,3 0 10
Non Pertanian tersier 15,4 46,2 18,8 25 12,5 56,3 50 40
Lain-lain 38,5 15,4 37,5 18,8 50 31,3 50 10
sekolah 15,4 0 12,5 0 31,3 0 10 0
Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100
Keterangan :
Sblm = Sebelum penanaman sawit (Tahun 200),
Stlh = Setelah penanaman sawit (setelah Tahun 2000)

Mengalami penurunan kesempatan kerja di pertanian perkebunan tetapi


kesempatan kerja perempuan meningkat di bidang pertanian pangan dan
perikanan. Penduduk dalam perkebunan bekerja ke luar kampung menjadi buruh
pertanian ke kampung lain bahkan ke desa lain. Jumlah perempuan yang sekolah
tidak ada setelah komoditas sawit ini menunjukkan bahwa perempuan telah masuk
dalam pekerjaan atau menjadi ibu rumah tangga. Tetapi jumlah “lain-lain” (Ibu
rumah tangga) mengalami penurunan di semua kampung hal tersebut
menunjukkan perempuan yang bekerja mengalami peningkatan. Kesempatan kerja
perempuan tersebar di berbagai bidang terkecuali bidang pertanian-perkebunan.
Seperti yang diungkapkan oleh keluarga bapak Atang, dulunya di kampung
Cimulang Ujung banyak perempuan bekerja di perkebunan karet bahkan sebagai
pegawai tetap. Tetapi karena mereka dianggap sudah tua dan keterampilan yang
dimiliki tidak memadai mereka tidak dipakai lagi sebagai pekerja perkebunan
sawit. Padahal saat komoditas sawit perempuan-perempuan tersebut selain bekerja
di perkebunan mereka juga bisa menanam singkong di dalam perkebunan, hal
tersebut tidak dapat dilakukan lagi. Mayoritas perempuan-perempuan pekerja
perkebunan dulu menjadi pengrajin sapu lidi (non pertanian tersier) untuk dijual
ke tengkulak dan memunguti pelepah sawit untuk digunakan sendiri sebagai
bahan bakar atau dijual ke tengkulak.
46

Tabel 19. Kesempatan Kerja Laki-Laki Sebelum dan Setelah Sawit di Kampung
Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).
Kesempatan Kerja Kampung Dalam Kampung Luar
C. Ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa
sblm Stlh sblm stlh sblm stlh sblm stlh
Pertanian pangan dan 15 0 0 32,4 10,3 8,6 13,2 50
perikanan
Pertanian-Perkebunan 17,5 0 24,5 5,9 8,6 8,6 0 0
Non Pertanian Sekunder 30 65 41,2 53 22,4 55,2 36,8 0
Non Pertanian tersier 12,5 25 17,6 8,8 25,9 10,3 13,2 44,7
Lain-lain 12,5 25 17,6 8,8 25,9 10,3 13,2 5,3
sekolah 22,5 0 14,7 0 27,6 0 15,8 0
Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100
Keterangan :
Sblm = Sebelum penanaman sawit (Tahun 200),
Stlh = Setelah penanaman sawit (setelah Tahun 2000)

Berdasarkan Tabel 19, kesempatan kerja laki-laki di bidang pertanian-


perkebunan tidak jauh berbeda dengan perempuan. Kesempatan kerja pertanian-
perkebunan mengalami penurunan dan yang masih bekerja di perkebunan hanya
yang menetap di kampung yang terletak di dekat perkebunan. Setelah perubahan
komoditas sawit kesempatan kerja masyarakat di bidang non pertanian tersier dan
pertanian pangan dan perikanan meningkat. Hal tersebut menunjukkan perubahan
pekerjaan penduduk yang dahulu di pertanian-perkebunan beralih ke non
pertanian tersier dan pertanian pangan dan perikanan.
Hal berbeda di temui pada penduduk Kampung Dalam (Hulurawa).
Sebelum dan setelah sawit penduduk banyak bekerja di sektor pertanian pangan
dan perikanan bahkan mengalami peningkatan. Penduduk kampung Hulurawa
juga tidak ada yang bekerja di sektor pertanian-perkebunan bahkan sejak sebelum
sawit. Berikut penuturan responden mengenai hal tersebut:

“ Dulu saya bekerja di pabrik kimia Jakarta bahkan telah menjadi


kepala bagian. Tetapi suatu hari saya berpikir untuk berhenti dan
kembali ke desa menjadi petani. Saya berpikir untuk apa gaji besar
tetapi di umur yang belum cukup tua uang saya akan habis untuk
biaya pengobatan akibat akumulasi bahan kimia. Saya sangat sedih
melihat kondisi rekan-rekan yang banyak mengidap penyakit dan
47

mati muda akibat akumulasi bahan kimia. Akhirnya saya


memutuskan kembali menjadi petani dengan pikiran dulu orang tua
saya bisa hidup makmur dan mampu menyekolahkan anak-anaknya
sampai tingkat pendidikan tinggi hanya sebagai petani. Mereka juga
sangat menikmati masa tua mereka.” (Bapak Safrudin, Petani
Hulurawa)

“ Dulu saya pernah bekerja di garmen dan pabrik roti tapi setelah
10 tahun bekerja tidak ada yang bisa kumpulkan untuk ditabung.
Hanya mampu untuk menyewa 800 m2 sawah. Kemudian saya
memperoleh pinjaman dari keluarga istri saya yang kemudian
digunakan untuk menyewa sawah. Semakin luas lahan yang saya
kuasai secara bertahap keluar dari pabrik. Hingga sampai saat ini
saya memiliki 17 Ha lahan yang diperoleh dari gadai, sewa dan
membeli. Selain lahan tersebut keuntungan dari pertanian saya
mampu membuat kolam renang seluas ± 1 Ha sebagai media
rekreasi penduduk desa dan telah memiliki rumah yang cukup layak
“ (Bapak Sohip, Petani Hulurawa)

Secara umum perubahan kesempatan kerja penduduk perempuan dan laki-


laki Kampung Dalam dan luar perkebunan dapat dilihat dari Tabel 18 dan 19.
Namun yang perlu diingat adalah kesempatan kerja penduduk sangat dinamis
sehingga selain kesempatan kerja yang telah ditunjukkan diatas hanya pekerjaan
utama dari masing-masing individu. Beberapa pekerjaan sampingan dan tidak
tetap masyarakat lakukan untuk mempertahankan dan mencukupi kebutuhan
hidup keluarga.
48

BAB VI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA

Bab ini menjelaskan dan menganalisa hubungan antara faktor internal


(meliputi ; jenis kelamin, pendidikan, umur dan status sosial) dan faktor eksternal
(meliputi: akses informasi tentang kesempatan kerja dan akses trasportasi) dengan
kesempatan kerja. Kesempatan kerja penduduk di Kampung Luar dan Kampung
Dalam di sektor pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non
pertanian sekunder, non pertanian tersier.

6.1 Faktor Internal


6.1.1 Jenis kelamin
Kesempatan Kerja laki-laki dan perempuan penduduk Kampung Luar dan
Kampung Dalam memiliki kesempatan kerja berbeda. Laki-laki memiliki
kesempatan kerja di semua sektor sedangkan perempuan tidak, terutama untuk
kesempatan kerja di pertanian-perkebunan. Pola kesempatan kerja laki-laki di
Kampung Dalam dan Kampung Luar relatif sama berbeda dengan perempuan.
Berdasarkan Tabel 15 (halaman 40) ditunjukkan bahwa antar jenis kelamin
hampir tidak ada perbedaan antara penduduk Kampung Dalam dan Kampung
Luar. Namun demikian, keterlibatan perempuan di bidang produktif cukup tinggi.
Kesempatan kerja perkebunan hanya tersedia untuk laki-laki. Baik dari Kampung
Dalam dan Kampung Luar tidak ada perempuan yang bekerja di pertanian-
perkebunan. Menurut Kepala Afdeling 2 Kebun Cimulang hal tersebut terjadi
karena perempuan dianggap tidak cocok melakukan kegiatan di perkebunan
sawit. Kecuali untuk pekerjaan kecil seperti membersihkan rumput di sekitar sawit
Pekerjaan perkebunan membutuhkan tenaga yang kuat.

Tabel 20. Kesempatan Kerja menurut Jenis Kelamin di Kampung Dalam dan
Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).
Jenis Kelamin Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ
PP P-Per PS PT PP P-Per PS PT
Laki-laki 13,6 6,1 6,1 74,2 100 25,7 3,0 13,9 47,4 100
Perempuan 22,2 0,0 11,1 66,7 100 68,4 0,0 21,1 10,5 100
Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian - Perkebunan,
PS = Non Pertanian Sekunder, PT = NonPertanian Tersier
49

Berdasarkan tabel diatas, kesempatan kerja laki-laki di kampung dalam


dan kampung luar memiliki kesempatan dan pola yang sama yaitu non pertanian
tersier, pertanian pangan-perikanan, non pertanian sekunder dan pertanian-
perkebunan. Berbeda dengan perempuan Kampung Dalam dan Kampung Luar,
kesempatan kerja utama penduduk Kampung Dalam adalah non pertanian tersier
sedangkan Kampung Luar pertanian pangan-perikanan. Hal tersebut merupakan
pengaruh dari Kampung Hulurawa (Kampung Luar) yang masih memiliki sumber
daya lahan lua sehingga kesempatan kerja di pertanian pangan-perikanan besar.
Data tersebut menunjukkan kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan
Kampung Luar dipengaruhi oleh jenis Kelamin
6.1. 2 Pendidikan

Secara umum tingkat pendidikan penduduk Kampung Dalam lebih rendah


dibandingkan Kampung Luar. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi penduduk
Kampung Luar memiliki kesempatan kerja lebih beragam di semua sektor.
Pekerjaan dengan pendidikan tinggi di sektor-sektor tersebut tidak lagi
mengandalkan kekuatan tenaga individu (buruh) tetapi lebih kepada keterampilan.

Tabel 21. Kesempatan Kerja menurut Tingkat Pendidikan di Kampung Dalam dan
Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).
Tingkat Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ
Pendidikan PP P- PS PT PP P- PS PT
Per Per
Tidak sekolah 14,3 0 0 85,7 100 20,0 0 0 80 100
SD 24,0 10,0 4,0 62,0 100 22,2 0 11,1 66,7 100
SMP 14,3 7,1 11,9 66,7 100 41,4 0 13,8 48,3 100
SMA dan Univ 0 0 23,0 77,0 100 17,6 4,4 17,6 68,3 100
Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian-Perkebunan,
PS = Non Pertanian Sekunder, PT = NonPertanian Tersier

Tidak sekolah kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan Kampung


Luar hanya terpusat pada pekerjaan pertanian dan perikanan, dan non pertanian
tersier. Pada tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) persentase penduduk bekerja
di sektor non pertanian menurun, bergeser ke sektor pertanian-perkebunan di
Kampung Dlam dan sektor non pertanian sekunder di Kampung Luar. Pada
50

Kampung Dalam keragaman kesempatan kerja antar sektor tinggi pada tingkat
pendidikan SMP, sedabgkan di tingkat SMA kesempatan kerja hanya pada sektor
non pertanian sekunder dan non pertanian tersier. Kampung Luar pada tingkat
pendidikan SMP kesempatan kerja di bidang pertanian pangan dan perikanan
meningkat pesat. Mengalami penurunan kembali di tingkat SMA dan Universitas
dimana keragaman kesempatan kerja antar sektor paling tinggi. Gambaran ini
menunjukkan tingkat pendidikan mempengaruhi kesempatan kerja, namun pola
kesempatan kerja antar sektor berbeda yang terjadi di Kampung Dalam dan
Kampung Luar.

6.1.3 Umur
Tabel 22 menunjukkan kesempatan kerja non pertanian tersier menjadi
pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh penduduk untuk semua golongan
umur sedangkan di sektor lain terjadi fluktuasi penurunan dan peningkatan
kesempatan kerja. Usia produktif muda (15-29 tahun) mayoritas bekerja di non
pertanian tersier. Usia produktif tengah (30-44 tahun) memiliki kesempatan kerja
yang lebih tersebar di beragam sektor. Usia produktif tua (45-59 tahun) bekerja di
sektor pertanian pangan- perikanan.

Tabel 22. Kesempatan Kerja menurut Umur di Kampung Dalam dan Kampung
Luar, Tahun 2011(dalam Persen).
Umur Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ
(tahun) PP P-Per PS PT PP P-Per PS PT
15-29 7,3 0 19,5 73,2 100 6,7 0 20 73,3 100
30-44 18,1 8,3 2,8 70,8 100 32,6 4,3 15,2 47,8 100
45-59 61,3 8,3 0 30,4 100 37,9 3,4 6,9 51,7 100
Semua 17,7 5,8 7,2 69,3 100 24,2 2,5 15 58,3 100
Umur
Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian-Perkebunan,
PS = Non Pertanian Sekunder, PT = NonPertanian Tersier

Pada usia 15-29 tahun penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar
bekerja di pertanian pangan dan perikanan, non pertanian sekunder dan non
pertanian tersier dengan perbandingan tiap kampung relatif hampir sama. Umur
30-44 tahun terjadi penurunan kesempatan kerja di sektor non pertanian tersier
51

dan sekunder, terutama penduduk di Kampung Luar terjadi penurunan dari 73,3
persen menjadi 47,8 persen (non pertanian tersier) dan 19,5 persen menjadi 2,8
persen di Kampung Dalam (non pertanian sekunder). Pada tingkat umur ini
kesempatan kerja meningkat di sektor pertanian-perkebunan di Kampung Dalam
dan Kampung Luar. Pada tingkat usia produktif 45-59 tahun terjadi peningkan di
sektor pertanian dan perikanan untuk Kampung Dalam dan Kampung Luar, tetapi
mengalami penurunan di tiga sektor lain yaitu pertanian-perkebunan, non
pertanian sekunder dan non pertanian tersier. Hal tersebut terjadi di usia tua
penduduk lebih memilih pekerjaan yang dekat dengan akses trasportasi.
Akibatnya penduduk Kampung Dalam yang bekerja di pertanian pangan-
perikanan dan pertanian-perkebunan tinggi, sedangkan penduduk Kampung Luar
bekerja di sektor pertanian pangan-perikanan dan non pertanian tersier.
Penyebaran kesempatan kerja penduduk Kampung dalam dan Kampung Luar
berbeda di semua sektor pada umur yang sama tetapi berbeda umur 15-29 tahun.
Penyebaran kesempatan kerja yang berbeda pada setiap tingkatan umur
menunjukkan kesempatan kerja penduduk di pengaruhi umur.

6.1.4 Status Sosial


Kesempatan kerja pada status sosial tinggi dan rendah di Kampung Dalam
dan Kampung Luar berbeda. Pada status sosial tinggi dan rendah antara Kampung
Dalam dan Kampung Luar memiliki penyebaran kesempatan kerja berbeda.
Kesempatan kerja di sektor pertanian pangan-perikanan dan pertanian-perkebunan
mengalami peningkatan pada status sosial rendah terutama di Kampung Dalam,
sedangkan Kampung Luar mengalami peningkatan di sektor pertanian-
perkebunan dan non pertanian sekunder. Namun penyebaran kesempatan kerja
penduduk Kampung Luar dengan status sosial tinggi dan rendah sama.
Tabel 23. Kesempatan Kerja Menurut Status Sosial di Kampung Luar dan Dalam,
Tahun 2011 (dalam Persen).
Status Sosial Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ
PP P-Per PS PT PP P-Per PS PT
Tinggi 8,5 0 14,9 76,6 100 25,6 1,3 14,1 60 100
Rendah 21 9,3 3,5 66,3 100 21,4 4,8 16,7 57,1 100
Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian-Perkebunan,
PS = Non Pertanian Sekunder, PT = NonPertanian Tersier
52

Kesempatan kerja non pertanian tersier menjadi kegiatan utama penduduk


Kampung Dalam dan Kampung Luar dengan status sosial tinggi maupun
penduduk dengan status sosial rendah. Pada kesempatan kerja penduduk
Kampung Luar dengan status sosial tinggi dan rendah berikut urutan kesempatan
kerja paling tinggi ke rendah yaitu; non pertanian tersier, pertanian pangan-
perikanan, non pertanian sekunder kemudian non pertanian-perkebunan.
Sedangkan kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam berbeda no pertanian
sekunder menempati posisi kedua pada status sosial tinggi kemudian pertanian
pangan - perikanan, berkebalikan dengan status sosial rendah. Pada Penduduk
Kampung Dalam dengan status sosial tinggi tidak ada penduduk yang bekerja di
sektor pertanian-perkebunan, sedangkan pada status sosial rendah terlihat
peningkatan kesempatan kerja yang signifikan di sektor pertanian-perkebunan.
Sektor pertanian-perkebunan di Kampung Luar juga mengalami peningkatan pada
tingkat sosial rendah, bedanya pada status sosial tinggi ada penduduk yang
bekerja di sektor tersebut. Terlihat adanya perbedaan kesempatan kerja penduduk
Kampung Dalam dan Kampung Luar dengan status sosial tinggi dan status sosial
rendah.

6.2 Faktor Eksternal


6.2.1 Akses Informasi
Perbandingan kesempatan kerja berdasarkan akses informasi Kampung
Dalam dan Kampung Luar, tidak memiliki perbedaan yang menonjol kecuali
untuk pekerjaan di sektor pertanian-perkebunan. Kemudahan memperoleh
informasi (mengenai adanya kesempatan kerja non pertanian sekunder dan non
pertanian tersier di luar kampung ) mendorong penduduk memanfaatkan
pekerjaan di sektor non pertanian tersier. Ketika informasi sulit diperoleh,
penduduk Kampung dalam bekerja di sektor pertanian-perkebunan lokasi kerja
dekat, sedangkan penduduk Kampung Luar bekerja di sektor non pertanian
sekunder. Salah satu penyebab hal tersebut adalah Kampung Luar lebih dekat
dengan akses trasportasi dan jarak tempat tinggal dekat pabrik.
53

Tabel 24. Kesempatan Kerja menurut Akses Informasi Kampung Dalam dan Luar
Perkebunan, 2011 (dalam Persen).
Akses Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ
Informasi PP P-Per PS PT PP P-Per PS PT
Mudah 10,7 1,0 2,9 74,5 100 26,5 3,0 7,1 63,3 100
Sulit 5,7 20,0 20,0 54,3 100 13,6 0 50 36,4 100
Kampung Cimulang Ujung Kampung Ciheleut
Mudah 14,5 1,8 3,6 80 100 0,0 6,25 4,2 89,6 100
Sulit 10 20 5 65 100 13,6 0,0 50 36,4 100
Kampung Gunung Leutik Kampung Hulurawa
Mudah 29,8 0,0 2,1 68,1 100 52 0,0 10 38 100
Sulit 0,0 20 40 40 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100
Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian-Perkebunan,
PS = Non Pertanian Sekunder, PT = NonPertanian Tersier

Berdasarkan Tabel 24 diatas menunjukkan ragam yang hampir sama


untuk kesempatan kerja penduduk Cimulang Ujung, Gunung Leutik, Ciheleut dan
Hulurawa di berbagai sektor dengan akses informasi sulit dan mudah. Pada data
Kampung Dalam dan Kampung Luar ditunjukkan semakin mudah akses informasi
maka kesempatan kerja di bidang non pertanian tersier dan pertanian pangan-
perikanan tinggi. Kesempatan kerja terendah adalah pertanian perkebunan.
Berbeda dengan akses informasi sulit kesempatan kerja paling tinggi adalah non
pertanian sekunder dan non pertanian tersier. Terjadi hal menarik di sektor
pertanian perkebunan memiliki persentase cukup tinggi yaitu 20 persen.
(Kampung Dalam), sedangkan Kampung Luar tidak ada. Dimungkinkan terjadi
hal tersebut karena luasan wilayah kampung yang berada dalam perkebunan
sedikit dan sumberdaya lain (Sarana dan lahan) lebih mendukung. Sehingga
informasi kesempatan kerja di sektor pertanian-perkebunan penduduk Kampung
Dalam lebih tinggi di bandingkan Kampung Luar. Berdasarkan data tersebut
dapat disimpulkan akses informasi sulit menyebabkan penduduk memanfaatkan
kesempatan kerja di perkebunan. Semakin mudah informasi tentang kesempatan
kerja menyebabkan penduduk semakin banyak bekerja di luar kampung,
sedangkan semakin sulitnya informasi, semakin penduduk akan memanfaatkan
pekerjaan di sekitar kampungnnya.
54

Tabel 25. Kesempatan Kerja menurut Ragam Informasi yang di Terima


Masyarakat Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam
Persen).
Informasi Penduduk
Kampung Dalam Kampung Luar
Pertanian pangan dan perikanan 12,9 24,1
Pertanian-perkebunan 4,4 1,8
Non pertanian sekunder 28,9 9,8
Non Pertanian tersier 53,8 64,3
Jumlah 100 100

memperoleh informasi tentang kesempatan kerja terbesar penduduk


Kampung Dalam dan Kampung Luar adalah di sektor non pertanian tersier dan
sekunder, hal ini menjadi salah satu sebab utama banyak penduduk bekerja di
sektor tersebut. Akses informasi mudah juga diperoleh penduduk untuk sektor
pertanian pangan dan perikanan. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar dipengaruhi
oleh akses informasi

6.2.2 Akses Transportasi


Kampung Dalam dipilih karena akses trasportasi sulit dan Kampung Luar
dipilih karena akses trasportasi mudah. Membandingkan Kampung Dalam dan
Kampung Luar Nampak bahwa secara umum non pertanian tersier memberikan
kesempatan kerja terbesar, diikuti pertanian pangan-perikanan dan non pertanian
sekunder. Kesempatan kerja terkecil adalah pertanian-perkebunan
Akses transportasi memberikan kemudahan penduduk untuk menjangkau
lokasi kerja. semakin mudah akses transportasi semakin banyak penduduk yang
bekerja di luar kampung. Berdasarkan kondisi keempat kampung tersebut,
kesempatan kerja yang ditawarkan di luar kampung mereka adalah di sektor non
pertanian sekunder dan non pertanian tersier. Penduduk Kampung Dalam dan
Kampung Luar memiliki persentase hampir sama besar untuk kesempatan kerja di
non pertanian tersier yaitu 69,3 persen dan 58,3 persen. Tetapi untuk akses
transportasi mudah terutama di Kampung Luar persentase kesempatan kerja di
55

pertanian pangan dan perikanan juga cukup besar yaitu 24,2 persen (data lengkap
di Tabel 26). Berdasarkan data tersebut tidak ada perbedaan kesempatan kerja
yang ditunjukkan dari mudah dan sulitnya akses transportasi Kampung Dalam dan
luar, sehingga dapat disimpulkan akses transportasi tidak mempengaruhi
kesempatan kerja. Tetapi akses Transportasi dapat menjadi faktor antara untuk
kesempatan kerja dengan faktor internal dan eksternal, karena posisi desa didalam
dan di luar langsung mengidentifikasi mudah dan sulit akses transportasi. Sulinya
akses trasportasi menyebabkan kesulitan keluar kampung untuk menempuh
pendidikan keluar, informasi terbatas, umur tua lebih memilih bekerja di dalam
kampung, dan sedikit perempuan maupun laki-laki yang bekerja keluar kampung.

Tabel 26. Kesempatan Kerja menurut Akses Transportasi Kampung Dalam dan
Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).
Akses Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ
Trasportasi PP P-Per PS PT PP P-Per PS PT
Mudah 0,0 0,0 0,0 0,0 100 24,2 2,5 15 58,3 100
Sulit 17,5 5,8 7,3 69,3 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100
Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian-Perkebunan,
PS = Non Pertanian Sekunder, PT = NonPertanian Tersier
56

BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
Desa Cimulang dan Desa Bantarsari 75 persen wilayahnya berada di
dalam area perkebunan kelapa sawit. Kampung yang seluruh wilayhnya dalam
perkebunan (Kampung Dalam ) dan sulit akses trasportasi. Kampung yang
sebagian kecil wilayahnya dalam perkebunan (Kampung Luar) dan akses
trasportasi mudah. Jumlah angkatan kerja dan bukan angkatan kerja penduduk
Kampung Dalam lebih besar di bandingkan Kampung Luar, sedangkan
kesempatan kerja di dalam kampung kecil begitu juga di luar. Penduduk
Kampung Luar memiliki kesempatan kerja yang besar untuk di dalam dan diluar
kampung.
Penduduk perempuan usia produktif (15+ tahun) pada Kampung Dalam
dan Kampung Luar perkebunan hanya sedikit yang terlibat dalam kegiatan
produktif dibandingkan laki-laki. Perempuan mayoritas berada pada posisi ibu
rumah tangga atau pengguran, sedangkan laki-laki usia produktif lebih banyak
bekerja di sektor pertanian tersier . Konversi komoditas karet menjadi kelapa
sawit semakin mengurangi keterlibatan perempuan di sektor produktif (bahkan
ntidak ada). Perempuan pekerja karet beralih kesektor lain, seperti pertanian
pangan dan perikanan kembali menjadi ibu rumah tangga. Kesempatan kerja laki-
laki setelah sawit tidak jauh berbeda dengan perempuan, tetapi masih ada
beberapa orang bekerja di perkebunan. Berbeda dengan kampung yang memiliki
sumberdaya lahan cukup seperti Hulurawa sehinngga kesempatan kerja di bidang
pertanian pangan dan perikanan tinggi. Penduduk tidak mau bekerja di pekebunan
karena upah rendah (Rp. 8.000 dibandingkan Rp. 15.000 jam kerja sama)
dibandingkan pertanian pangan dan perikanan.
Faktor internal yang mempengaruhi kesempatan kerja adalah jenis
kelamin, pendidikan, umur dan satus sosial. Kesempatan Kerja laki-laki dan
perempuan penduduk Kampung Luar dan Kampung Dalam memiliki kesempatan
kerja berbeda. Laki-laki memiliki kesempatan kerja di semua sektor sedangkan
perempuan tidak, terutama untuk kesempatan kerja di pertanian-perkebunan.
57

Tingkat pendidikan penduduk Kampung Dalam lebih rendah dibandingkan


Kampung Luar. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi penduduk Kampung Luar
memiliki kesempatan kerja lebih beragam di semua sektor. Usia produktif muda
(15-29 tahun) mayoritas bekerja di non pertanian tersier. Usia produktif tengah
(30-44 tahun) memiliki kesempatan kerja yang lebih tersebar di beragam sektor.
Usia produktif tua (45-59 tahun) bekerja di sektor pertanian pangan- perikanan.
Kesempatan kerja pada status sosial tinggi dan rendah di Kampung Dalam dan
Kampung Luar berbeda. Pada status sosial tinggi dan rendah antara Kampung
Dalam dan Kampung Luar memiliki penyebaran kesempatan kerja berbeda.

Faktor eksternal yang mempengaruhi kesempatan kerja adalah akses


informasi sedangkan akses trasportasi tidak mempengaruhi. Semakin sulit akses
informasi didapat maka pendudukan lebih banyak bekerja didalam kampung (
pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan), sedangkan semakin
mudah penduduk akan meninggalkan kesempatan kerja di dalam kampung
menuju keluar kampung (non pertanian sekunder dan non pertanian tersier). Tidak
ditemukan perbedaan kesempatan kerja untuk akses sulit dan mudah, tetapi akses
trasportasi dimungkinkan menjadi faktor antara untuk faktor internal dan
eksternal. Karen akses trasportasi mejadi pembeda dari 2 kampung tersebut
sehingga faktor antar kesempatan kerja dan faktor internal dan faktor eksternal.
Salah satu tujuan pengembangan perkebunan sawit tidak membuktikan
membuka lapangan pekerjaan penduduk sekitar perkebunan. Terutama untuk
perkebunan sawit yang berda di pulau Jawa dengan kesempatan lain di luar
perkebunan lebih beragam dan lebih menarik penduduk untuk bekerja di luar
kampung. Sehingga tujuan tersebut dapat dianggap gagal tercapai untuk
perkebunan di pulau Jawa
58

7.2 Saran
Setelah menyelesaikan penelitian ini, penulis memiliki beberapa saran
yaitu :
1. Pemerintah lebih memperhatikan sarana trasportasi jalan desa yang
terdapat di Kampung Dalam, sehingga fasilitas jalan yang sudah
sangat sempit masih bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
keluar kampung terutama disaat musim hujan dan malam hari.
Fasilitas Jalan yang baik akan mempermudah masyarakat untuk
keluar kampung mencari pekerjaan.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penelitian
kesenpatan kerja penduduk perkebunan sawit terutama
membandingkan kesempatan kerja penduduk perkebunan sawit di
pulau Jawa dan kesempatan kerja penduduk perkebunan sawit di
luar pulau Jawa
59

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2010. Statistic Indonesia 2010:Jumlah Penduduk Indonesia


Dan Laju Pertumbuhan Badan Pusat Statistik Indonesia: Jakarta.( Diunduh
tanggal 30 Juli 2011). Dapat diunduh dari: www.bps.go.id

Badan Pusat Statistik. 2010. Statistic Indonesia 2000:Luas Lahan Perkebunan Di


Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia: Jakarta.( Diunduh tanggal 10
Juni 2011). Dapat diunduh dari: www.bps.go.id

Badan Pusat Statistik. 2010. Statistic Indonesia 2000:Penduduk Berdasarkan


Pekerjaan Utama Dan Penduduk Usia Produktif. Badan Pusat Statistik
Indonesia: Jakarta.( Diunduh tanggal 10 Juni 2011). Dapat diunduh dari:
www.bps.go.id

Budiharsono. 1996. Trasformasi Struktural dan Pertumbuhan Ekonomi antar


Daerah Di Indonesia.( Disertasi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2005. Konsumsi Ekspor Dan Impor Kelapa


Sawit. Departemen Pertanian-Perkebunan:Jakarta(Diunduh 17 Mei 2011).
Dapat diunduh dari: www.deptan.go.id

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008. Luas Perkebunan Sawit, Tenaga Kerja


Dan Produk Turunannya. Departemen Pertanian-
Perkebunan:Jakarta(Diunduh 24 Mei 2011). Dapat diunduh dari:
www.deptan.go.id

Direktorat Kelautan dan Perikanan. 2011. Data pengguran Indonesia.Departemen


Kelautan dan Periaknan:Jakarta.( Di unduh 10 Juni 2011). Dapat di unduh
dari : www.kkp.go.id

Fudjaja, Letty. 2002. Dinamika Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Dan Industry
Di Sulawesi Selatan. (Thesis). Ilmu Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Hartomo, Wahyu.2007. Kebijakan Sistem Usaha Tani Berkelanjutan Responsif


Gender di Kabupaten Karang Anyar Provinsi Jawa Tengah.( Disertasi).
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hastuti, Endang,L. 2003. Hambatan Sosial Budaya dalam Pengarusutamaan


gender di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian Bogor

Lipsey, R. G., P. N. Courant,D D. Purvis, P. O. 1997. Pengantar Makro Ekonomi.


Terjemahan. Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara. Jakarta
60

Novianto, Andi.1999, Pergeseran Kerja Sektor Pertanian di Kabupaten


Karawang.( Skripsi). Jurusan Ilmu-Ilu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institute Pertanian Bogor .

Nurmanaf, Muhammad. 2000. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas


Tenaga kerja Pertanian Provinsi Sumatra Selatan. (Tesis). Bogor: Institut
Pertanian Bogor

Oloan, Indra. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keempatan


Kerja Pada Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatra Utara. Tesis.
Universitas Sumatra Utara Medan.

Rachmad,Santoso. 1992. Analisis Pendapatan dan Kesempatan Kerja Pada


Proyek Peremajaan Dan Intesifikasi Perkebunan Teh Rakyat. Tesis Ipb

Rusli, Said. 2007. Ilmu Kependudukan. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia

Santoso, Imam.E.R.dan Lestari.D.R.D Sulastri. 2003. Kontribusi Wanita dalam


Agribisnis Gula Semut di Kabupaten Blitar Jawa Timur. (Jurnal). Malang:
Pusat Penelitian Peranan Wanita Lembaga Penelitian Universitas
Brawijaya

Sukesi,Keppi. 2003. Wanita Pekerja Perkebunan di Jawa Timur:Studi Kasus


Tentang Kebutuhan Spesifik Jender di Perkebunan Kopi. (Jurnal).
Malang:Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Simanjuntak, payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia.


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

Simanjuntak,P.I. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Edisi Kedua.


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.Jakarta

Simanjuntak,P.I. 2001. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Edisi Ketiga.


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.Jakarta

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Pustaka LP3ES


Indonesia

Sitorus, Felix.1998.Penelitian Kualitatif “Suatu Perkenalan”. Kelompok


Dokumentasi Ilmu-ilmu sosial untuk laboratorium Sosiologi, Antropologi
dan Kependudukan Jurusan Ilmu sosial dan Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian IPB

Suroto. 1992. Strategi Pembagunan Dan Perencanaan Kerja Pedesaan. Edisi


Kedua. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta
61

Sutrisno,S.1985. Mobilitas Kerja Tenaga Kerja Sektor Pertaniandesa Padi Sawah


di Kabupaten Sidoardjo Jawa Timut.Tesis Magister Sains,Fakultas
Pascasarjana. Institute Pertanian Bogor, Bogor.

Swasono, Dan Sulistyaningsih. 1993. Ilmu Sosial: Ketenagakerjaan . Edisi


Kesatu. Universitas Airlangga: Surabaya

Swastika, D. K Dan R. Kustiarti. 2000. Dinamika Pasar Tenaga Kerja, Struktur


Upah, dan Harga Di Pedesaan.Agro Ekonomi. Bogor

Yusdja.Y. 1985.Latar Belakang Dan Metodologi Penelitian Patanas di Jabar,


Sumbar, Sumsel Dan Jatim. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 4(1):14-17.
62

LAMPIRAN
63

LAMPIRAN 1

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN TAHUN 2011

Maret April Mei Juni Juli Ke


Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 t
Penjajakan lokasi
Penyusunan proposal skripsi
Kolokium
Pengambilan data lapangan

Pengolahan dan analisis data


Penulisan draft skripsi
Sidang skripsi
Perbaikan laporan penelitian
64

Gambar 2
PETA DESA RANCAK BUNGUR
U

SKALA= 1: 8400 meter

SKALA= 1: 6000 meter


65

Gambar 3

PETA DESA CIMULANG

SKALA= 1: 600 meter


66

Gambar 4

PETA DESA BANTAR SARI

SKALA= 1: 700 meter

SKALA= 1: 800 meter


67

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 5. Fasilitas Pendidikan di Kampung Luar Gambar 6. Fasilitas Kesehatan di Kampung


Luar

Gambar 7. Fasilitas Jalan di Kampung Luar Gambar 8. Fasilitas Jalan di Kampung Dalam

Gambar 9.Kondisi Rumah Warga di Kampung Gambar 10. Fasilitas Koperasi Pertanian di
Dalam Kampung Luar
68

Gambar 11. Pekerja Memanen Sawit Gambar 12. Pupuk Kandang untuk
Pertanian di Kampung Luar

Gambar 13. Ibu-Ibu Pulang Setelah Menjadi Gambar 14. Penduduk Menjemur Hasil Panen
Buruh

Gambar 15. Perikanan di Kampung Dalam Gambar 16. Peternakan Kambing

Gambar 17. Membuat Sapu Lidi di Kampung Gambar 18. Usaha perdagangan
Dalam

Vous aimerez peut-être aussi