Vous êtes sur la page 1sur 32

ANALISIS PENGARUH PDRB, PENDIDIKAN DAN

PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN


DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005-2010

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Van Indra Wiguna


0610213085

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS PENGARUH PDRB, PENDIDIKAN DAN PENGANGGURAN


TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2005-2010

Yang disusun oleh :


Nama : Van Indra Wiguna
NIM : 0610213085
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di
depan Dewan Penguji pada tanggal 02 Agustus 2013.

Malang, 01 Agustus 2013


Dosen Pembimbing,

Dr. Rachmad Kresna Sakti, SE., Msi.


NIP. 19631116 199002 1 001
ANALISIS PENGARUH PDRB, PENDIDIKAN, DAN PENGANGGURAN
TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2005-2010

Van Indra Wiguna


Rachmad Kresna Sakti1
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB Malang
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: kuchink_van87@yahoo.com

ABSTRACT

This study aims to: (1) determine the negative effect of Gross Domestic Product (GDP) on the poverty in
the Central of Java in the period year of 2005-2010, (2) determine the negative effect of the education rate on
the poverty in the Central of Java in the period year of 2005-2010, (3) determine the negative effects of
unemployment rate on the poverty in the Central of Java in the period year of 2005-2010. The method used is
the method of multiple linear regression analysis (Ordinary Least Squares Regression Analysis) using panel
data through fixed effects approach (Fixed Effects Model) with the help of software of E-Views 6. The data
obtained from the Central Statistics Agency (CSA) in the of Central Java.
The results showed that the GDP variable is negative and significant effect on poverty in the Central of
Java, the education rate effect is negative and significant on poverty in the Central of Java, the unemployment
rate effect is positive and significant on poverty in the Central of Java. This is the basis for the information and
the policy considerations related parties to improve the system of growth and development in the Central of
Java in the country in particular and Indonesia in general. Therefore, the results of this study are expected to
provide a reference for the creation of growth and improvement of equitable development of all regions.
Keywords: Poverty rate, GDP, level of education, Unemployment Rate

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh negatif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, (2) mengetahui pengaruh negatif tingkat pendidikan
terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, (3) mengetahui pengaruh negatif tingkat pengangguran
terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
analisis regresi linier berganda (Ordinary Least Squares Regression Analysis) dengan menggunakan panel data
melalui pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model) dengan bantuan software E-Views 6. Data yang diperoleh
adalah dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kemiskinan di Jawa Tengah, tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di
Jawa Tengah, tingkat pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah.
Hal tersebut kemudian yang menjadi dasar informasi dan pertimbangan kebijakan pihak-pihak yang berkaitan
untuk memperbaiki sistem pertumbuhan dan pembangunan di Jawa Tengah pada khususnya dan di negara
Indonesia pada umumnya. Oleh sebab itu, dari hasil penelitian ini selanjutnya diharapkan mampu memberikan
referensi perbaikan demi terciptanya pertumbuhan dan pembangunan yang merata bagi semua daerah.
Kata kunci: Tingkat Kemiskinan, PDRB, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengangguran.

A. PENDAHULUAN

Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang merata. Pemerataan
pembangunan adalah pemerataan pembangunan pusat dan daerah seperti yang diharapkan dalam penyeleng-
garaan otonomi daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Peme-
rintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah. Maka, pemerintah pusat
memberikan otonomi pemerintah daerah yang didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab
sehingga daerah memiliki kewenangan untuk mengatur kepemerintahan daerahnya berdasarkan aspirasi ma-
syarakatnya. Untuk keperluan tersebut diperlukan perencanaan yang lebih baik dengan memanfaatkan sumber
daya yang ada. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada empat faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat
pendidikan dan teknologi yang digunakan, meskipun pertumbuhan ekonomi dapat bergantung kepada banyak
faktor.
Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang termasuk dalam kriteria provinsi yang relatif tertinggal,
karena nilai pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapitanya masih berada dibawah nilai rata-rata pertumbuhan
ekonomi dan PDRB per kapita rata-rata nasional. Dalam suatu proses pertumbuhan ekonomi, salah satu
indikator yang digunakan untuk melihat adanya gejala pertumbuhan ekonomi dalam suatu Negara atau wilayah
adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Melalui proses pertumbuhan ekonomi tersebut, dapat melihat
kegiatan ekonomi yang telah dilaksanakan dan dicapai di Jawa Tengah selama periode tertentu.
Laju pertumbuhan ekonomi dapat dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk, karena pada prinsipnya
pertumbuhan ekonomi harus dinikmati oleh penduduk. Jumlah penduduk perlu diperhatikan, karena selain
sebagai subjek, penduduk juga merupakan objek pembangunan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek
kependudukan akan mempengaruhi proses pembangunan serta tujuan yang hendak dicapai. Tingkat
pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan peningkatan jumlah angkatan kerja yang cepat dan
menyebabkan jumlah lapangan kerja menjadi sempit atau sedikit. Hal ini dapat menyebabkan masalah
pengangguran yang ada di suatu daerah. Tingkat pengangguran yang tinggi di suatu daerah menunjukkan kurang
berhasilnya pembangunan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh PDRB, tingkat pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah selama
enam tahun terakhir dengan judul Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap
Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2010. Berdasarkan judul tersebut, maka penulis akan
memfokuskan penelitian pada permasalahan sebagai berikut : (1) Bagaimana pengaruh negatif PDRB terhadap
kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2010? (2) Bagaimana pengaruh negatif tingkat pendidikan
terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2010? (3) Bagaimana pengaruh negatif tingkat
pengangguran terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2010?. Dengan memperhatikan
rumusan masalah tersebut, maka penelitan ini bertujuan sebagai berikut : (1) Untuk mengetahui pengaruh
negatif PDRB terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, (2) untuk mengetahui pengaruh negatif
tingkat pendidikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, dan (3) untuk mengetahui pengaruh
negatif tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010.

B. KAJIAN PUSTAKA

Landasan Teori
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan
kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup
layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain, serta suramnya masa depan bangsa dan
negara. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama di negara berkembang
seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan kemiskinan bersifat multidimensional, artinya karena kebutuhan manusia
itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset,
organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan
sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi.
Menurut Sumitro Djojohadikusumo, pola kemiskinan ada empat yaitu, persistent poverty, cyclical poverty,
seasonal poverty, dan accidental poverty. Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan
sumber daya yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan
sekelompok orang. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan yang
mempunyai pengertian tentang sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam
menjangkau dan menggunakan sumber daya. Secara sosial, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan
informasi dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan peningkatan produktivitas.
Ukuran kemiskinan menurut Nurkse (1953) dalam Kuncoro, (1997) secara sederhana dan yang umum
digunakan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (Anonymous, 2012) Kemiskinan Absolut, Relatif dan Kultural.
Menurut Paul Spicker, penyebab kemiskinan dibagi menjadi empat mahzab, yaitu Individual explanation,
Familial explanation, Subcultural explanation, dan Structural explanation.
Gambar 1 : Alur Lingkaran Setan Kemiskinan

Sumber: Anonymous, 2010


Menurut gambar di atas, apabila ditinjau lebih jauh lagi tentang kemiskinan, setidaknya akan didapati
beberapa akar masalah yang harus segera dituntaskan agar dapat mengatasi semua permasalahan dari segala
akar kemiskinan tersebut. Akar masalah kemiskinan ini dapat diilustrasikan sebagai berikut : pertama, karena
miskin, seseorang pasti memiliki pendapatan yang kecil. Karena pendapatannya kecil, daya beli informasi dan
pengetahuannya rendah. Daya beli pengetahuan dan informasi yang rendah ini, akan menyebabkan si miskin
tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Pengetahuan yang kurang, akan menyebabkan produktivitas seseorang
menjadi kecil. Karena produktivitasnya yang kecil, akan menyebabkan jatuh miskin lagi.
Kedua, karena miskin, seseorang pasti hanya akan memiliki tabungan yang kecil. Karena memiliki
tabungan yang kecil, akan membuat kepemilikan modal seseorang menjadi rendah yang akan mengakibatkan
produksinya rendah serta pendapatannya kecil. Karena pendapatannya kecil, akan mennyebabkan jatuh miskin
lagi. Ketiga, karena miskin, seseorang pasti hanya akan memiliki kemampuan konsumsi yang rendah.
Kemampuan konsumsi yang rendah akan membuat seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan papan, sandang,
dan pangannya secara layak. Hal ini juga akan berdampak pada buruknya status gizi seseorang. Seseorang
dengan status gizi yang buruk hanya akan memiliki produktivitas kerja yang buruk akan menyebabkan
produksinya menjadi rendah, sehingga akan menyebabkan jatuh miskin lagi.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa penyebab kemiskinan adalah pemerataan pembangunan yang
belum merata terutama di daerah pedesaan. Penduduk miskin di daerah pedesaan diperkirakan lebih tinggi dari
penduduk miskin di daerah perkotaan. Penyebab yang lain adalah masyarakat miskin belum mampu
menjangkau pelayanan dan fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, serta
transportasi. Gizi buruk juga masih terjadi di lapisan masyarakat miskin. Hal ini disebabkan terutama oleh
cakupan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin yang belum memadai. Bantuan sosial kepada masyarakat
miskin, pelayanan bantuan kepada masyarakat rentan (seperti penyandang cacat, lanjut usia, dan yatim-piatu),
dan cakupan jaminan sosial bagi rumah tangga miskin masih kurang memadai. Makna dari lingkaran setan
kemiskinan tersebut adalah keharusan semua pihak terutama pemerintah untuk memiliki keinginan yang kuat
untuk memutus alur tersebut. Lingkaran itu tidak akan pernah terpotong apabila tidak ada satu bagian saja yang
dihilangkan.

Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi


Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali
diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk
menaikkan pendapatan riil, juga untuk meningkatkan produktivitas, (Irawan dan M. Suparmoko, 1992). Dalam
melaksanakan kegiatan pembangunannya, ada faktor-faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara. Menurut Irawan dan M. Suparmoko, faktor-faktor tersebut
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi yang meliputi sistem hukum,
pendidikan, kesehatan, agama, pemerintah, dan sebagainya. Untuk mencapai keberhasilan kegiatan
pembangunan, maka harus ada optimalisasi kinerja terhadap faktor-faktor penentu tersebut.

Pertumbuhan Ekonomi dan Permasalahan Yang Dihadapi


Menurut Prof. Simon Kuznets dalam P. Todaro (2000), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas
dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya.
Kenaikan kapasitas itu ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, kelembagaan
(institutional) dan ideologis. Kuznets juga mengemukakan bahwa ada enam karakteristik atau ciri proses
pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh negara berkembang yang telah menjadi negara maju (developed
country) atau wilayah maju, antara lain :
1. Tingkat pertumbuhan output per kapita dan pertumbuhan penduduk yang tinggi.
2. Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi.
3. Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi.
4. Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.
5. Adanya kecenderungan negara-negara yang mulai atau yang sudah maju perekonomiannya untuk
berusaha menambah bagian-bagian dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku
yang baru.
6. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sekitar sepertiga bagian
penduduk yang ada.

Sedangkan menurut Sadono Sukirno (2004), menjelaskan bahwa dalam analisis makroekonomi,
pertumbuhan ekonomi memiliki dua pengertian yang berbeda. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi digunakan
untuk menggambarkan suatu perekonomian yang telah mengalami perkembangan ekonomi dan mencapai taraf
kemakmuran yang tinggi. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk menggambarkan permasalahan
ekonomi yang dihadapi oleh suatu negara atau suatu wilayah dalam jangka panjang. Masalah pertumbuhan
ekonomi tersebut dibagi menjadi tiga aspek, yaitu : Aspek pertama adalah bersumber dari perbedaan antara
tingkat pertumbuhan potensial yang dapat dicapai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya
tercapai. Investasi yang dilakukan pada saat ini dapat menambah persediaan barang-barang modal di masa yang
akan datang, sehingga potensi suatu negara atau wilayah untuk menghasilkan barang dan jasa akan bertambah.
Kemajuan teknologi, pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan produktivitas juga dapat menambah
produksi barang dan jasa.
Namun, kenaikan faktor-faktor tersebut tidak selalu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Aspek kedua
adalah meningkatkan potensi pertumbuhan. Ketika suatu negara atau wilayah akan meningkatkan pertumbuhan
GDP pada jumlah tertentu untuk mengurangi permasalahan pengangguran yang terjadi, namun pada
kenyataannya pertumbuhan GDP yang tercapai tidaklah sesuai yang direncanakan. Akibatnya, permasalahan
pengangguran tidak dapat teratasi sehingga menyebabkan negara atau wilayah tersebut memikirkan cara untuk
mempercepat laju pertumbuhan ekonominya. Aspek ketiga adalah mengenai ketetapan pertumbuhan ekonomi
yang berlaku dari satu tahun ke tahun selanjutnya. Perubahan pertumbuhan ekonomi yang dihadapi suatu negara
atau wilayah bersifat fluktuatif. Di satu waktu dapat berkembang pesat, dan waktu tertentu dapat berjalan lambat
atau lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Faktor-faktor Penentu Pertumbuhan Ekonomi


Kesejahteraan masyarakat dapat diukur dengan menggunakan tingkat pendapatan nasional per kapita dari
aspek ekonominya. Dalam suatu wilayah regional atau daerah, maka kesejahteraan masyarakat diukur melalui
Produk Domestik Regional bruto (PDRB) per kapita. Pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui PDRB per
kapita tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya, Jumlah dan
Kualitas Dari Penduduk dan Tenaga kerja, Kapital, Tingkat Teknologi, Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat.

Pertumbuhan Ekonomi Regional


Dalam pertumbuhan ekonomi regional, unsur regional atau wilayah dapat berbentuk provinsi, kabupaten,
atau kota. Target pertumbuhan ekonomi antara satu wilayah dengan wilayah lain berbeda satu sama lain, hal ini
dikarenakan potensi ekonomi yang ada di setiap wilayah juga berbeda, sehingga kebijakan yang diterapkan
harus sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah atau daerah. Dikarenakan Indonesia
telah masuk dalam era otonomi daerah, maka setiap daerah harus membuat dan menerapkan kebijakan yang
dapat memaksimalkan potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Teori Pertumbuhan Dan Pembangunan Ekonomi


Perkembangan teori-teori pertumbuhan dan pembangunan bertujuan untuk mengetahui bagaimana
mekanisme proses pembangunan ekonomi di suatu negara atau wilayah, variabel-variabel yang digunakan
dalam proses pembangunan, serta tingkat pertumbuhan suatu negara atau wilayah. Perkembangan teori-teori
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tersebut terdiri dari Mazhab Historis dan Mahzab Analitis yang terdiri
dari teori Klasik, Teori Neo Klasik, Teori Keynesian, dan Teori Schumpeter. (Anonymous, 2012)

Mazhab Historis
Mazhab Historismus melihat pembangunan ekonomi berdasarkan suatu pola pendekatan yang berpangkal
pada perspektif sejarah. Fenomena ekonomi adalah produk perkembangan menyeluruh dan dalam tahap tertentu
dalam perjalanan sejarah. Mazhab ini mendominasi pemikiran ekonomi di Jerman selama abad XIX sampai
awal XX.
1. FRIEDRICH LIST (Cara Produksi)
List dipandang sebagai pelopor yang memberikan landasan bagi pertumbuhan pemikiran ekonomi
mazhab Historismus. Menurut List, sistem liberalisme yang laissez-faire dapat menjamin alokasi sumberdaya
secara maksimal. Perkembangan ekonomi tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta dan
lingkungan kebudayaan. Perkembangan ekonomi terjadi, jika dalam masyarakat ada kebebasan dalam
organisasi politik dan kebebasan perorangan. Perkembangan ekonomi, menurut List, melalui 5 tahap yaitu tahap
primitif, beternak, pertanian, pertanian dan industri pengolahan (manufacturing), dan akhirnya pertanian,
industri pengolahan (manufacturing) dan perdagangan. (Anonymous, 2012)
2. BRUNO HILDEBRAND (Cara Distribusi)
Pemikiran Hildebrand menekankan evolusi dalam perekonomian masyarakat. Sebagai kritiknya
terhadap List, Hildebrand mengatakan bahwa perkembangan ekonomi bukan didasarkan pada cara produksi
ataupun cara konsumsi, tetapi pada cara distribusi yang digunakan. Oleh karena itu Hildebrand mengemukakan
3 sistem distribusi yaitu Perekonomian Barter (natura), Perekonomian Uang, Perekonomian Kredit.
(Anonymous, 2012).
3. KARL BUCHER (Produksi & Distribusi)
Pendapat Bucher merupakan penggabungan atau sintesa dari pendapat List dan Hildebrand. Menurut
Bucher, perkembangan ekonomi melalui 3 tahap yaitu Produksi untuk kebutuhan sendiri (subsistem),
Perekonomian kota di mana pertukaran sudah meluas, Perekonomian nasional di mana peran pedagang menjadi
penting.
4. W. W. ROSTOW
Teori pembangunan ekonomi dari Rostow sangat terkenal dan paling banyak mendapatkan komentar
dari para ahli ekonomi. Teori ini berawal dari artikel Rostow yang dimuat dalam Economics Journal (Maret
1956) dan kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul The Stages of Economic Growth
(1960). Menurut pengklasifikasian Todaro, teori Rostow dikelompokkan ke dalam model jenjang linear (linear
stages mode). Menurut Rostow, proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam 5 tahap, yaitu Masyarakat
tradisional (the traditional society), Prasyarat untuk tinggal landas (the preconditions for take-off), Tinggal
landas (the take-off), Menuju kekedewasaan (the drive to maturity), dan Masa konsumsi tinggi (the age of high
mass-consumption). Dasar pembedaan tahap pembangunan ekonomi menjadi 5 tahap adalah karakteristik
perubahan keadaan ekonomi, sosial, dan politik yang terjadi. (Anonymous, 2012)

Mazhab Analitis
Teori-teori pembangunan ekonomi yang termasuk dalam mazhab ini mengungkapkan proses pertumbuhan
ekonomi secara logis dan konsisten, tetapi bersifat abstrak dan kurang menekankan kepada aspek empiris atau
historisnya.

A. TEORI KLASIK :
A.1 ADAM SMITH (1723 - 1790)
Adam Smith terkenal sebagai pelopor pembangunan ekonomi dan kebijaksanaan laissez-faire, serta
ekonom pertama yang banyak memberikan perhatian terhadap permasalahan pertumbuhan ekonomi. Adam
Smith mengemukakan tentang proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang secara sistematis.
Menurut Smith, inti dari proses pertumbuhan ekonomi dibedakan menjadi dua aspek utama pertumbuhan
ekonomi yaitu, pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Terdapat tiga unsur pokok dari
sistem produksi suatu negara yaitu, sumber daya alam yang tersedia atau faktor produksi tanah, sumber
daya insani atau jumlah penduduk, stok barang modal yang ada. (Anonymous, 2012)
Teori Adam Smith telah memberikan kontribusi yang besar dalam menunjukkan pertumbuhan ekonomi
dan faktor-faktor penghambatnya. Namun demikian, ada beberapa kritik terhadap teori Adam Smith antara
lain:
1. Pembagian Kelas dalam Masyarakat
2. Alasan Menabung
3. Asumsi Persaingan Sempurna
4. Pengabaian Terhadap Peranan Entrepreneur
5. Asumsi Stasioner

A.2 DAVID RICARDO (1772 - 1823)


Pada intinya, proses pertumbuhan dan kesimpulan-kesimpulan dari Ricardo tidak jauh berbeda dengan
teori Adam Smith. Ciri-ciri perekonomian Ricardo, (Anonymous, 2012) sebagai berikut:
1. Jumlah tanah yang terbatas.
2. Peningkatan atau penurunan tenaga kerja (penduduk) tergantung pada tinggi rendahnya tingkat
upah minimal.
3. Akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada di atas
tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk melakukan investasi.
4. Kemajuan teknologi yang terjadi sepanjang waktu.
5. Sektor pertanian yang dominan.
Dengan terbatasnya luas tanah, maka pertumbuhan.penduduk (tenaga kerja) akan menurunkan produk
marginal (marginal product) yang dikenal dengan istilah the law of diminishing returns. Jika tenaga kerja
yang dipekerjakan pada tanah tersebut menerima tingkat upah di atas tingkat upah minimal, maka jumlah
penduduk (tenaga kerja) akan meningkat, sehingga dapat menurunkan produk marginal tenaga kerja dan
pada akhirnya akan menurunkan tingkat upah. Jika tingkat upah berada di bawah tingkat upah minimal,
maka jumlah penduduk (tenaga kerja) menurun. Tingkat upah akan meningkat lagi sampai tingkat upah
minimal, sehingga menyebabkan jumlah penduduk konstan. Jadi, dari segi faktor produksi tanah dan tenaga
kerja, terdapat suatu kekuatan dinamis yang selalu menarik perekonomian ke arah tingkat upah minimum,
yaitu berjalannya proses the law of diminishing returns.
Terdapat beberapa kritik terhadap teori David Ricardo, (Anonymous, 2012) antara lain :
1. Pengabaian Terhadap Pengaruh Kemajuan Teknologi
2. Pengertian yang Salah tentang Keadaan Stasioner
3. Pengabaian Terhadap Faktor-Faktor Kelembagaan
4. Teori Ricardo Tidak Termasuk Dalam Teori Pertumbuhan
5. Pengabaian Terhadap Suku Bunga

B. TEORI NEO KLASIK (Solow-Swan)


Teori pertumbuhan ekonomi Neo Klasik berkembang sejak tahun 1950-an. Teori ini berkembang
berdasarkan analisis-analisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi Klasik.
Ekonom yang menjadi pelopor dalam mengembangkan teori tersebut adalah Robert Solow (Massachussets
Institute of Technology) dan Trevor Swan (The Australian National University). Solow memenangkan
hadiah Nobel Ekonomi pada tahun 1987 atas karyanya tentang teori pertumbuhan ekonomi yang dikenal
dengan teori Solow-Swan.
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor
produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini
didasarkan pada anggapan yang mendasari analisis Klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami
tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya
digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, proses peningkatan pertumbuhan perekonomian akan
berkembang tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi.
(Alexander,2006)
Selanjutnya, menurut teori ini, rasio modal-output (capital-output ratio = COR) dapat berubah. Dengan
kata lain, untuk menciptakan sejumlah output tertentu, digunakan jumlah modal yang berbeda dengan
bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda, sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika lebih banyak modal
yang digunakan, maka tenaga kerja yang dibutuhkan akan lebih sedikit. Begitu juga sebaliknya, jika modal
yang digunakan lebih sedikit, maka akan lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Dengan adanya
fleksibilitas ini, suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang tidak terbatas dalam menentukan
kombinasi modal dan tenaga kerja yang akan digunakan untuk menghasilkan tingkat output tertentu.
Sifat teori pertumbuhan Neo Klasik dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.2. Fungsi produksinya
ditunjukkan oleh I2, I2, dan seterusnya. Dalam fungsi produksi tersebut, suatu tingkat output tertentu dapat
diciptakan dengan menggunakan berbagai kombinasi modal dan tenaga kerja. Sebagai contoh, untuk
menciptakan output sebesar I, kombinasi modal dan tenaga kerja yang dapat digunakan antara lain, (a) K3
dengan L3, (b) K2 dengan L2, dan (c) K1 dengan L1. Dengan demikian, meskipun jumlah modal berubah
tetapi tingkat output tidak mengalami perubahan. Selain itu, jumlah output dapat mengalami perubahan
meskipun jumlah modal tetap. Sebagai contoh, meskipun jumlah modal tetap berada pada sebesar K3,
jumlah output dapat diperbesar menjadi I2, jika tenaga kerja digunakan ditambah dari L3 menjadi L3. Teori
pertumbuhan Neo Klasik ini mempunyai banyak variasi, tetapi pada umumnya didasarkan kepada fungsi
produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas yang dikenal dengan fungsi
produksi Cobb- Douglas.
Gambar 2 : Fungsi Produksi Neo-Klasik

Sumber: Anonymous, 2012

Fungsi tersebut bisa dituliskan dengan cara berikut:

........(2.1)
di mana:
= tingkat produksi pada tahun t
= tingkat teknologi pada tahun t
= jumlah stok barang modal pada tahun t
= jumlah tenaga kerja pada tahun t
a = pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit modal.
b = pertambahan output yang diciptakan pertambahan satu unit tenaga kerja.
Nilai Tt, a dan b dapat diestimasi secara empiris. Tetapi pada umumnya, nilai a dan b ditentukan
dengan menganggap bahwa a + b = 1, yang berarti bahwa a dan b nilainya adalah sama, dengan batas
produksi dari masing- masing faktor produksi tersebut. Dengan kata lain, nilai a dan b ditentukan dengan
melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam menciptakan output.

C. TEORI KEYNESIAN (Harrod-Domar)


Teori pertumbuhan Harrod-Domar dikembangkan oleh dua ekonom setelah Keynes, yaitu Evsey
Domar dan R. F. Harrod. Domar mengemukakan teorinya tersebut pertama kali pada tahun 1947 dalam
jurnal American Economic Review, sedangkan Harrod mengemukakan teorinya pada tahun 1939 dalam
Economic Journal. Dikarenakan inti dari teori yang dicetuskan oleh Harrod dan Domar adalah sama, maka
teori tersebut dikenal sebagai teori Harrod-Domar. Teori Harrod-Domar merupakan perkembangan dari
analisis Keynes mengenai kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Analisis Keynes
dianggap kurang lengkap, karena tidak membicarakan permasalahan ekonomi jangka panjang. Sedangkan
teori Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan
berkembang dalam jangka panjang (steady growth). (Anonymous,)
Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi, yaitu :
1. Perekonomian dalam keadaan ketenagakerjaan yang penuh (full employment) dan barang-barang
modal yang tersedia didalam masyarakat digunakan secara penuh.
2. Terdiri atas 2 sektor, yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, yang berarti pemerintah
dan perdagangan luar negeri tidak termasuk.
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, yang
berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.
4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya adalah tetap,
demikian juga dengan ratio antara modal-output (capital-output ratio = COR) dan rasio
pertambahan modal-output (incremental capital-output ratio = ICOR). COR dan ICOR yang tetap
ini bisa dilihat pada Gambar 2.3.
Dalam teori Harrod-Domar ini, fungsi produksinya berbentuk L, karena sejumlah modal hanya dapat
menciptakan suatu tingkat output tertentu (modal dan tenaga kerja tidak substitutif). Untuk menghasilkan
output sebesar Q1 diperlukan modal K1 dan tenaga kerja L1. Apabila kombinasi ini berubah, maka tingkat
output juga akan mengalami perubahan. Untuk output sebesar Q2, maka diperlukan stok modal sebesar K2.
Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan
nasionalnya untuk mengganti barang-barang modal seperti, gedung-gedung, peralatan, material yang telah
mengalami penurunan fungsi (kerusakan). Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut,
diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Terdapat hubungan ekonomis secara
langsung antara besarnya stok modal (K) dan output total (Y), sebagai contoh, jika 3 rupiah modal
diperlukan untuk menghasilkan kenaikan output total sebesar 1 rupiah, maka setiap tambahan bersih
terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan output total sesuai dengan rasio modal-
output tersebut.

Gambar 3 : Fungsi Produksi Harold-Domar

Sumber: Anonymous, 2012

Besaran rasio modal-output (COR), yaitu 3 berbanding 1. Jika COR=k, rasio kecenderungan menabung
(MPS)=s, yang merupakan proporsi tetap dari output total, dan investasi ditentukan oleh tingkat tabungan,
maka dapat disusun model pertumbuhan ekonomi yang sederhana seperti berikut:
1. Tabungan (S) merupakan suatu proporsi (s) dari output total (Y), oleh karena itu, persamaannya
adalah
S = s.Y ........(2.2)
2. Investasi (2.2), didefinisikan sebagai perubahan stok modal dan dilambangkan dengan (K), maka
persamaannya adalah :
I = (K) ........(2.3)
Tetapi, karena stok modal (K) mempunyai hubungan langsung dengan output total (Y), seperti
ditunjukkan oleh COR atau k, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
K ΔK
k atau k atau ∆K = k . ∆Y ........(2.4)
Y ΔY
3. Akhirnya, karena tabungan total (S) harus sama dengan investasi total (2.2), maka persamaannya
adalah :
S=I ........(2.5)
Tetapi dari persamaan (2.2) di atas kita tahu bahwa S= s.Y dan dari persamaan (2.3) dan (2.4), kita
tahu bahwa I = (K) = k.(Y). Oleh karena itu, model persamaan dari tabungan yang sama dengan
investasi pada persamaan (2.4) itu sebagai:
S = s . Y = k . ∆Y = ∆K = I atau
s . Y = k . ∆Y
sehingga dapat didapatkan persamaan sebagai berikut :
ΔY s
........(2.6)
Y k
ΔY
pada persamaan (2.6), menunjukkan tingkat pertumbuhan output (persentase perubahan
Y
output).
Persamaan (2.6), merupakan persamaan Harrod-Domar yang disederhanakan, menunjukkan bahwa
tingkat pertumbuhan output ditentukan secara bersamaan oleh rasio tabungan (s) dan rasio modal-output
(COR = k). persamaan tersebut menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan output secara positif
berhubungan dengan rasio tabungan. Semakin tinggi tabungan dan investasi, maka semakin tinggi output
yang dihasilkan. Sedangkan, hubungan antara COR dengan tingkat pertumbuhan output adalah negatif.
Semakin besar COR, maka semakin rendah tingkat pertumbuhan output.
Semakin tinggi tabungan dan investasi, maka akan meningkatan laju pertumbuhan perekonomian.
Tingkat pertumbuhan ekonomi tergantung pada produktivitas dari investasi. Produktivitas investasi, yaitu
jumlah tambahan investasi, yang dapat dihitung dengan kebalikan dari rasio modal - output (COR atau k),
1
karena ( ) menggambarkan rasio output-modal atau rasio output- investasi. Selanjutnya, dengan
k
I 1
mengalikan tingkat investasi baru yaitu s= dengan produktivitasnya yaitu , akan menghasilkan
Y k
S 1 1
tingkat kenaikan output total. Dikarenakan s = , dan dapat dirumuskan dengan , maka
Y k 1
ΔY
1 I ΔY ΔY
didapatkan persamaan s . = . (Anonymous, 2010)
k Y I Y
Sebagai contoh perhitungan dari tingkat pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar ini adalah
seperti di bawah ini;
1. Rasio modal-output (COR atau k) dari suatu negara adalah 3 dan rasio tabungan adalah 6 persen
dari output total. Dengan menggunakan persamaan (2.6), akan didapatkan hasil bahwa
pertumbuhan ekonomi per tahun negara tersebut adalah 2 persen.
ΔY s 6
2 persen
Y k 3
2. Jika tingkat tabungan sebesar 15 persen, maka pertumbuhan ekonomi negara terbentuk naik dari 2
persen menjadi 5 persen per tahun.
ΔY s 15
5 persen
Y k 3
Ada beberapa kelemahan dari teori Harrod-Domar, antara lain :
1. MPS dan ICOR Tidak Konstan
2. Proporsi Penggunaan Tenaga Kerja dan Modal Tidak Tetap
3. Harga Tidak akan Tetap Konstan
4. Suku Bunga Berubah

F. TEORI SCHUMPETER
Teori Schumpeter pertama kali dikemukakan dalam bukunya yang berbahasa Jerman pada tahun 1911
dan diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1934 dengan judul The Theory of Economic Development.
Kemudian, Schumpeter menggambarkan teorinya lebih lanjut tentang proses pembangunan dan faktor
utama yang menentukan pembangunan dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1939 dengan judul
Business Cycle. Salah satu pendapat Schumpeter yang penting, yang merupakan landasan teori
pembangunannya, adalah keyakinannya bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling baik
untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat. Namun, Schumpeter beranggapan bahwa dalam
jangka panjang sistem kapitalisme akan mengalami kemandegan (stagnasi). Pendapat ini sama dengan
pendapat kaum Klasik.
Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi,
dan pelakunya adalah para inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan ekonomi suatu masyarakat
dapat diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur. Dan kemajuan ekonomi tersebut diartikan
sebagai peningkatan output total masyarakat. (Anonymous, 2012). Schumpeter membedakan pengertian
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi, meskipun keduanya merupakan sumber peningkatan
output masyarakat. Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat
yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi produksi itu sendiri. Sebagai contoh, kenaikan output yang
disebabkan oleh pertumbuhan stok modal tanpa perubahan teknologi produksi yang lama. Sedangkan
pembangunan ekonomi adalah kenaikan output yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh para
wiraswasta. Inovasi ini berarti perbaikan teknologi, seperti penemuan produk baru, pembukaan pasar baru,
dan sebagainya. Inovasi tersebut menyangkut perbaikan kuantitatif dari sistem ekonomi yang bersumber
dari kreativitas para wiraswastanya. (Anonymous, 2012)
Pembangunan ekonomi berawal pada suatu lingkungan sosial, politik, dan teknologi yang menunjang
kreativitas para wiraswasta. Adanya lingkungan yang menunjang kreativitas akan menimbulkan beberapa
wiraswasta perintis (pioneer) yang menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi, seperti cara
berproduksi baru, produk baru, bahan mentah, dan sebagainya. Namun, tidak semua perintis tersebut akan
berhasil dalam melakukan inovasi. Bagi yang berhasil melakukan inovasi tersebut, akan menimbulkan
posisi monopoli bagi pencetusnya. Posisi monopoli ini akan menghasilkan keuntungan di atas keuntungan
normal yang diterima para pengusaha yang tidak berinovasi. Keuntungan monopolistis ini merupakan
imbalan bagi para inovator dan juga merupakan faktor yang mempengaruhi para calon inovator untuk
berinovasi, dikarenakan terdorong oleh adanya harapan memperoleh keuntungan monopolistis tersebut.
Inovasi mempunyai 3 pengaruh yaitu :
1. diperkenalkannya teknologi baru
2. menimbulkan keuntungan lebih (keuntungan monopolistis) yang merupakan sumber dana penting
bagi akumulasi modal.
3. inovasi akan diikuti oleh timbulnya proses peniruan (imitasi) yaitu adanya pengusaha-pengusaha
lain yang meniru teknologi baru tersebut. Proses peniruan (imitasi) tersebut pada akhirnya akan
diikuti oleh investasi (akumulasi modal) oleh para peniru (imitator). Proses peniruan ini
mempunyai pengaruh pada menurunnya keuntungan monopolistis yang dinikmati oleh para
inovator, dan penyebaran teknologi baru di dalam masyarakat, yang berarti teknologi tersebut
tidak lagi menjadi monopoli bagi pencetusnya.

Menurut Schumpeter, sumber kemajuan ekonomi yang lebih penting adalah proses pembangunan
ekonomi karena dapat meningkatkan output masyarakat. Schumpeter membedakan inovasi dan invensi
(penemuan). Sebagai contoh, seseorang yang menemukan mesin uap dapat dikatakan sebagai inventor
(penemu), namun bukan inovator. Sedangkan, pengusaha yang mendirikan perusahaan kereta api adalah
inovatornya. Dengan kata lain, inovasi adalah penerapan pengetahuan teknologi di dunia ekonomi,
komersial, dan kemasyarakatan. Sehingga, dapat dikatakan seorang inventor belum tentu sebagai seorang
inovator, dan begitu pula sebaliknya.
Menurut Schumpeter, ada 5 macam kegiatan yang termasuk sebagai inovasi yaitu : (Anonymous, 2012)
1. diperkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak ada.
2. diperkenalkannya cara berproduksi baru.
3. pembukaan daerah-daerah pasar baru.
4. penemuan sumber-sumber bahan mentah baru.
5. perubahan organisasi industri sehingga efisiensi industri.

Menurut Schumpeter, syarat-syarat terjadinya inovasi adalah tersedianya calon-calon pelaku inovasi
(inovator dan wiraswasta) di dalam masyarakat dan adanya lingkungan sosial, politik, dan teknologi yang
dapat menunjang semangat untuk berinovasi dan pelaksanaan ide-ide inovasi tersebut. Sedangkan yang
dimaksud dengan inovator atau entrepreneur adalah orang-orang yang masuk dalam dunia bisnis, yang
mempunyai semangat dan keberanian untuk menerapkan ide-ide baru untuk menjadi kenyataan. Para
inovator atau entrepreneur berani untuk mengambil resiko usaha, dikarenakan ide-ide baru (inovasi)
tersebut belum pernah diterapkan secara ekonomis sebelumnya. Para inovator atau entrepreneur berani
untuk mengambil resiko usaha, dikarenakan oleh adanya kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan
monopolistis jika usahanya berhasil, dan adanya semangat dan keinginan untuk bisa mengalahkan
persaingan inovasi melalui ide baru.
Menurut Schumpeter, seorang inovator atau entrepreneur bukan hanya seorang pengusaha atau
wiraswasta biasa. Para pengusaha yang berani mencoba dan melaksanakan ide-ide baru dapat dikatakan
sebagai entrepreneur. Sedangkan, pengusaha yang hanya mengelola secara rutin perusahaannya bukanlah
seorang entrepreneur, tetapi hanyalah seorang manajer. Kunci dalam proses inovasi adalah terdapatnya
lingkungan yang menunjang terjadinya inovasi. Menurut Schumpeter, sistem kapitalis dan bebas berusaha,
yang didukung oleh lembaga-lembaga sosial politik yang sesuai, merupakan lingkungan yang paling
dominan bagi timbulnya inovator dan semangat berinovasi. Selain itu, terdapat dua faktor lain yang
menunjang terlaksananya inovasi yaitu tersedianya cadangan ide-ide baru secara memadai dan adanya
sistem perkreditan yang dapat menyediakan dana bagi para entrepreneur untuk merealisasikan ide-ide
tersebut. (Anonymous, 2012)
Cadangan ide-ide baru merupakan hasil-hasil penemuan para inovator. Peranan masyarakat yang
berkembang dan dinamis merupakan salah satu unsur utama dari lingkungan inovasi. Sistem perkreditan,
yang menyediakan dana bagi para pengusaha yang tidak memiliki dana yang memadai tetapi mempunyai
rencana penggunaan dana, juga merupakan faktor penunjang bagi terwujudnya inovasi. Tanpa adanya
sistem kredit, hanya para pengusaha yang mempunyai dana yang bisa menjadi inovator. Oleh karena itu,
antara penyedia dana (lembaga perkreditan) dan calon inovator perlu bekerjasama. Berkaitan dengan sistem
kapitalis, Schumpeter mengemukakan beberapa pendapat. Pertama, yaitu sistem kapitalis merupakan sistem
yang paling dominan bagi timbulnya inovasi, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi. Dengan
demikian, menurut Schumpeter, bagi negara-negara sedang berkembang yang berusaha mengejar kemajuan
ekonomi (pertumbuhan output) maka sistem kapitalis sesuai untuk diterapkan.
Kedua, Schumpeter berpendapat bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalis akan meningkatkan
pendapatan per kapita masyarakat dan distribusi pendapatannya akan lebih merata. Distribusi pendapatan
merata disebabkan oleh adanya inovasi-inovasi yang akan mengarah kepada barang-barang yang di
konsumsi oleh masyarakat, sehingga barang-barang konsumsi ini menjadi banyak atau berlimpah. Ketiga,
menurut Schumpeter bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalis akan runtuh, karena adanya transformasi
di dalam sistem tersebut menuju ke arah sistem yang lebih bersifat sosialistis. Ciri dari sistem kapitalis itu
sendiri akan berubah dikarenakan keberhasilannya dalam mencapai kemajuan ekonomi dan kesejahteraan,
sehingga akan menyebabkan terjadinya proses perubahan kelembagaan dan perubahan pandangan
masyarakat yang jauh dari sistem kapitalis asli, seprti sistem tunjangan sosial bagi pengangguran dan
orangtua yang semakin meluas, sistem sekolah murah atau gratis menjadi banyak, sistem asuransi yang
semakin meluas, dan sebagainya. (Anonymous, 2012)

Gambar 4 : Proses Kemajuan Ekonomi Menurut Schumpeter Secara Skematis

Sumber: Anonymous, 2012

Gambar 4 merupakan skema teori pembangunan berdasarkan lima golongan teori yakni Teori aliran
klasik yang dianut oleh Adam Smith, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus, Teori Karl Marx, Teori
Neo-Klasik, Teori Keynesian, dan Teori Schumpeter. Banyak teori pertumbuhan ekonomi yang
dikemukakan oleh para ahli ekonom, namun yang paling terkenal adalah model pertumbuhan ekonomi
Harord-Domar dan model pertumbuhan Solow-Swan (Neo-Klasik). (Anonymous, 2012) Pertumbuhan
ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk
kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi. Sedangkan pengertian pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan
pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan
disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara.
Perbedaan antara keduanya adalah keberhasilan pertumbuhan ekonomi lebih bersifat kuantitatif, yaitu
adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan. Sedangkan
keberhasilan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, yaitu bukan hanya pertambahan produksi,
tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor
perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknologi.

Pendidikan
Pendidikan adalah pionir dalam pembangunan masa depan suatu negara. Jika dunia pendidikan suatu negara
rendah, maka akan menyebabkan proses pembangunan menjadi terhambat. Sebab, pendidikan menyangkut
pembangunan karakter dan juga mempertahankan jati diri manusia suatu negara. Sehingga, setiap negara yang
ingin maju, maka pembangunan dunia pendidikan selalu menjadi prioritas utama karena pendidikan merupakan
sarana untuk menghapus kebodohan serta kemiskinan. Namun, pendidikan di Indonesia selalu terhambat oleh
tiga permasalahan, antara lain :
1. Kepedulian pemerintah yang rendah terhadap pendidikan dikarenakan kalah dari urusan yang lebih
strategis yaitu Politik. Bahkan, pendidikan dijadikan sasaran politik untuk menuju kekuasaan agar
dapat menarik simpati dari masyarakat.
2. Penjajahan terselubung. Di era globalisasi dan kapitalisme, dengan hutang negara yang semakin
meningkat, badan atau organisasi donor pun mengintervensi secara langsung maupun tidak terhadap
kebijakan ekonomi suatu bangsa. Akibatnya, terjadi privatisasi di segala bidang. Bahkan, pendidikan
tidak luput dari proses privatisasi ini yang menyebabkan pendidikan menjadi semakin mahal yang tidak
bisa di jangkau oleh masyrakat. Dan pada akhirnya, masyarakat tidak bisa mencapai pendidikan yang
tinggi dan berakibat pada penurun kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
3. Kondisi masyarakat yang tidak bisa mengadaptasikan dengan lingkungan yang ada. Hal ini akan
berdampak pada kurangnya perhatian terhadap dunia pendidikan, dikarenakan masyarakat lebih
mengutamakan kepentingan kebutuhan pangan daripada pendidikan. Akibatnya, kebodohan dan
kemiskinan pun akan terjadi. Sehingga, kemiskinan menjadi sebuah reproduksi sosial, yang akan
melahirkan generasi yang tidak terdidik akibat kurangnya pendidikan, dan kemudian menjadi bodoh
serta akan mengalami kemiskinan.

Pengangguran
Sesuai dengan berlakunya Undang-Undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan pada 1 Oktober
1998, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih. Perlu diketahui bahwa
Indonesia tidak menentukan batas usia maksimum tenaga kerja, hal ini dikarenakan Indonesia belum
mempunyai jaminan sosial nasional. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua golongan, yaitu : (Rukmana, 2012)
1. Angkatan kerja yang terdiri dari masyarakat yang bekerja dan masyarakat yang menganggur dan
mencari pekerjaan.
2. Bukan angkatan kerja yang terdiri dari masyarakat yang bersekolah, golongan mengurus rumah tangga,
dan golongan lain-lain.

P. Todaro (2000), menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang
terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu
faktor yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah angkatan kerja yang lebih besar berarti akan
menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan
ukuran pasar domestiknya. Dengan kata lain, semakin banyak angkatan kerja yang digunakan dalam proses
produksi maka output hasil produksi akan mengalami peningkatan sampai batas tertentu.
Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara internasional, yang dimaksudkan dengan
pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari
pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Oleh
sebab itu, menurut Sadono Sukirno (2000) pengangguran dibedakan atas 3 jenis berdasarkan keadaan yang
menyebabkannya, antara lain:
1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seseorang pekerja untuk
meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya.
2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam
perekonomian.
3. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah
dan berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat.
Menurut Edwards, 1974 dalam Lincolin (1997), bentuk-bentuk pengangguran adalah:
1. Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah para tenaga kerja yang mampu dan ingin untuk
bekerja, tetapi tidak tersedia pekerjaan yang sesuai.
2. Setengah pengangguran (under unemployment), adalah para tenaga kerja yang secara nominal bekerja
penuh namun produktivitasnya rendah, sehingga pengurangan dalam jam kerjanya tidak mempunyai
arti atas produksi secara keseluruhan.
3. Tenaga kerja yang lemah (impaired), adalah para tenaga kerja yang bekerja penuh, tetapi intensitasnya
lemah dikarenakan kekurangan gizi atau bernyakit.
4. Tenaga kerja yang tidak produktif, adalah para tenaga keja yang mampu bekerja secara produktif tetapi
tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik.
Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai cara,
antara lain:
1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat
dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income
poverty rate dengan consumption poverty rate.
2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak
terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan
peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek.

Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat
menyebabkan masalah pengangguran yang ada di negara yang sedang berkembang. Tingginya tingkat
pengangguran, luasnya kemiskinan, dan distribusi pendapatan yang tidak merata memiliki hubungan yang saling
berkaitan. Bagi para tenaga kerja yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, atau hanya bekerja paruh waktu
(part time) selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Mereka yang bekerja dengan
bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas
menengah ke atas. Namun demikan, adalah salah jika beranggapan bahwa setiap orang yang tidak mempunyai
pekerjaan adalah miskin, sedang yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Masyarakat miskin pada
umumnya menghadapi permasalahan terbatasanya kesempatan kerja, terbatasnya peluang mengembangkan
usaha, melemahnya perlindungan terhadap aset usaha, perbedaan upah, serta lemahnya perlindungan kerja
terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumah
tangga. Oleh karena itu, salah satu mekanisme pokok untuk mengurangi kemiskinan dan ketidakmerataan
distribusi pendapatan di Negara sedang berkembang adalah memberikan upah yang memadai dan menyediakan
kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin (Arsyad, 1997).
Oleh sebab itu, pemerintah dapat menjalankan berbagai rencana untuk memenuhi hak masyarakat miskin
atas pekerjaan dan pengembangan usaha yang layak guna mengurangi tingkat pengangguran. Rencana tersebut
antara lain:
1. Meningkatkan efektifitas dan kemampuan kelembagaan pemerintah dalam menegakkan hubungan
industrial yang manusiawi.
2. Meningkatkan kemitraan global dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan
perlindungan kerja.
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat miskin dalam rangka mengembangkan
kemampuan kerja dan berusaha.
4. Meningkatkan perlindungan terhadap buruh migran di dalam dan luar negeri.

Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang kemiskinan di berbagai negara telah dilakukan oleh sejumlah peneliti, antara
lain:
1. Rasidin K. Sitepul dan Bonar M. Sinaga (2004) dengan judul Dampak Investasi Sumberdaya Manusia
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia : Pendekatan Model Computable
General Equilibrium. Penelitiannya menganalisis tentang pengaruh investasi sumberdaya manusia
terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan in Indonesia dengan menggunakan kombinasi model
Komputasi Keseimbangan umum dengan metode Foster-Greer-Thorbecke.
2. Prima Sukmaraga (2011) dengan judul Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Per
Kapita,dan Jumlah Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah.
Penelitiannya menganalisis tentang pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per
kapita, dan jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2008. Analisis yang dilakukan adalah analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary
Least Square (OLS) yang menggunakan data antar ruang (cross section) Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2008 dengan bantuan software Eviews 4.1. Model yang digunakan adalah
modifikasi model ekonometri sebagi berikut:
Log(POVt)= β0 + β1Log(IPMt)+ β2Log(PDRBKt)+ β3Log(Ut)+е ........(2.7)
3. Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008) dengan judul Dampak Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Penelitiannya menganalisis tentang pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Analisis yang dilakukan adalah
analisis Deskriptif dan ekonometrika dengan menggunakan metode Panel Data. Model yang digunakan
adalah modifikasi model ekonometri sebagi berikut:
Poverty = β0 + β1 PDRB + β2 Populasi + β3 Agrishare + β4 Industrieshare + β5 Inflasi +
β6 SMP + β7 SMA + β8 DIPLOMA + β9 Dummy Krisis + ε ........(2.8)
4. Dicky Wahyudi, Tri Wahyu Rejekingsih (2013) dengan judul Analisis Kemiskinan Di Jawa Tengah.
Penelitiannya menganalisis tentang kemiskinan di Jawa Tengah dan melihat pengaruh kesehatan,
pendidikan, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran terhadap kemiskinan di
Jawa Tengah. Model yang digunakan adalah modifikasi model ekonometri Least Square Dummy
Variabel (LSDV), yaitu :
Kit=β0+β1Hit+β2Eit+β3GEit+β4Git+β5Uit+α1D1+α2D2+α3D3+α4D4+α5D5+α6D6+α7D7
+α8D8+α9D9+α10D10+α11D11+α12D12+α13D13+α14D14+α15D15+α16D16+α17D17+α
18D18+α19D19+α20D20+α21D21+α22D22+α23D23+α24D24+α25D25+α26D26+α27D27+
α28D28+α29D29+α30D30+α31D31+α32D32+α33D33+α34D34+εit ........ (2.9)

C. METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional


Variabel penelitian merupakan construct atau konsep yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai untuk
memberikan gambaran yang nyata mengenai fenomena yang diteliti. Penelitian ini menggunakan dua variabel
yaitu variabel independen dan variabel dependen.
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Tengah menurut
kota dan kabupaten pada tahun 2005-2010.
2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendidikan
dan pengangguran yang ada di Jawa Tengah menurut kota dan kabupaten pada tahun 2005-2010.

Jenis Dan Sumber Data


Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan penggabungan dari
deret berkala (time series) dari tahun 2005 - 2010 dan deret lintang (cross section) sebanyak 35 data mewakili
kota dan kabupaten di Jawa Tengah yang menghasilkan 140 observasi.

Adapun data dan sumber data yang diperlukan adalah:


1. Data persentase jumlah penduduk miskin daerah untuk masing-masing kota dan kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2005 - 2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitan Data dan
Informasi Kemiskinan.
2. Data persentase laju Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan untuk masing-
masing kota dan kabupaten Jawa Tengah tahun 2005-2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS)
dalam terbitan PDRB Jawa Tengah.
3. Data persentase tingkat pendidikan yang diproksi dengan angka melek huruf untuk masing-masing kota
dan kabupaten Jawa Tengah tahun 2005-2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitan
Jawa Tengah Dalam Angka.
4. Data persentase jumlah pengangguran terbuka untuk masing-masing kota dan kabupaten Jawa Tengah
tahun 2005-2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitan Keadaan Angkatan Kerja di
Provinsi Jawa Tengah.

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data
kuantitatif, dan memiliki fungsi teknis untuk para peneliti dalam melakukan pengumpulan data sehingga angka-
angka dapat diberikan pada obyek yang diteliti. Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian
ini diperoleh melalui studi pustaka sebagai metode pengumpulan datanya, sehingga tidak diperlukan teknik
sampling atau kuesioner. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2005 – 2010. Sebagai
pendukung, digunakan buku referensi, jurnal, surat kabar, serta browsing website internet terkait dengan
masalah kemiskinan dan bahan kajian dalam peneltian ini.

Metode Analisis Data


Metode Analisis Data Panel
Penelitian ini menggunakan analisis panel data sebagai alat pengolahan data dengan menggunakan program
Eviews 6, dengan kombinasi antara deret waktu (time-series data) dan deret lintang (cross-section data).
Gujarati (1995), menyatakan bahwa untuk menggambarkan data panel secara singkat, sebagai contoh pada data
cross section, nilai dari satu variabel atau lebih dikumpulkan untuk beberapa unit sampel pada suatu waktu.
Dalam data panel, unit cross section yang sama di teliti dalam beberapa waktu. Dalam model panel data,
persamaan model dengan menggunakan data cross-section dapat ditulis sebagai berikut :
Yi = β0 + β1 Xi+ εi ………..(3.1)
i = 1, 2, ..., N , dimana N adalah banyaknya data cross-section
Sedangkan persamaan model dengan time-series adalah :
Yt = β0 + β1 Xt + εt ………..(3.2)
t = 1, 2, ..., T , dimana T adalah banyaknya data time-series
Mengingat data panel merupakan gabungan dari time-series dan cross-section, maka model dapat ditulis sebagai
berikut:
Yit = β0 + β1 Xit + εit ………..(3.3)
i = 1, 2, ..., N ; t = 1, 2, ..., T

dimana :
N = banyaknya observasi
T = banyaknya waktu
N × T = banyaknya data panel

Dalam analisis model panel data terdapat dua macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan efek
tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Kedua pendekatan yang dilakukan dalam analisis
panel data dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pendekatan efek tetap (Fixed effect)


Salah satu kesulitan prosedur panel data adalah bahwa asumsi intersep dan slope yang konsisten sulit
terpenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut, yang dilakukan dalam panel data adalah dengan memasukkan
variabel boneka (dummy variable) untuk memperbolehkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang
berbeda-beda baik lintas unit (cross section) maupun antar waktu (time-series). Pendekatan dengan
memasukkan variabel boneka dikenal dengan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy
Variable (LSDV).
2. Pendekatan efek acak (Random effect)
Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap (fixed effect) akan dapat
menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi
banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari
parameter yang diestimasi. Model panel data yang melibatkan korelasi antar error term karena
perubahan waktu dan observasi dapat diatasi dengan pendekatan model komponen error (error
component model) atau disebut juga dengan model efek acak (random effect).
Ada empat pertimbangan pokok untuk memilih antara menggunakan pendekatan efek tetap (fixed effect),
dan pendekatan efek acak (random effect) dalam data panel, yaitu :
1. Apabila jumlah time-series (T) besar sedangkan jumlah cross-section (N) kecil, maka hasil fixed effect
dan random effect tidak jauh berbeda sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk
dihitung yaitu fixed effect model (FEM).
2. Apabila cross-section (N) besar dan time-series (T) kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan
berbeda jauh. Jadi, jika unit cross-section yang dipilih dalam penelitian diambil secara acak (random)
maka random effect harus digunakan. Jika unit cross-section yang dipilih dalam penelitian tidak
diambil secara acak maka dapat menggunakan fixed effect.
3. Apabila komponen error εi individual berkorelasi maka penaksir random effect akan bias dan penaksir
fixed effect tidak bias.
4. Apabila cross-section (N) besar dan time-series (T) kecil, dan asumsi yang mendasari random effect
dapat terpenuhi, maka penggunaan model random effect lebih efisien dibandingkan model fixed effect.

Pengujian Asumsi Klasik


Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas,
berdistribusi normal atau tidak. Ada beberapa metode untuk mengetahui berdistribusi normal atau tidak yaitu
dengan menggunakan metode J-B test dan metode grafik. Penelitian ini menggunakan metode J-B test yang
dilakukan dengan menghitung skweness dan kurtosis, apabila nilai J-B hitung lebih kecil daripada nilai X² (Chi
Square) tabel, maka nilai residual berdistribusi normal. Model untuk mengetahui uji normalitas adalah sebagai
berikut:
2
S2 k 3
J – B hitung = ………..(3.4)
6 24
Dimana S = Skewness statistik dan K = Kurtosis
Jika nilai J–B hitung lebih besar daripada nilai J-B tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual Ut
terdistribusi tidak normal dan begitu pula sebaliknya.

Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas memiliki pengertian bahwa ada hubungan linear yang pasti diantara beberapa atau semua
variabel independen (variabel yang menjelaskan) dari model regresi. Konsekuensi adanya multikolinearitas
adalah koefisien regresi variabel tidak tentu dan kesalahan menjadi tidak terhingga. Uji multikolinieritas
bertujuan untuk menguji dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas (independen). Jika tidak
terjadi korelasi di antara variabel independen, maka model regresi tersebut sesuai (model regresi yang bagus).
Namun, jika saling berkorelasi, maka variabel-variabel tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel
independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.
2
Salah satu munculnya multikolinearitas adalah R sangat tinggi dan tidak satupun koefisien regresi yang
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas secara skolastik. Model untuk mengetahui uji
multikolinearitas adalah:
KM = f (PDRB, MH, PG) ………..(3.5)
PDRB = f (MH, PG) ………..(3.6)
MH = f (PDRB, PG) .............(3.7)
PG = f (PDRB, MH) ....…….(3.8)
Penelitian menggunakan Auxiliary Regression untuk mengetahui adanya multikolinearitas. Kriterianya
2 2
adalah jika R regresi persamaan utama lebih besar dari R regresi auxiliary, maka di dalam model tidak
terdapat multikolinearitas.

Uji Autokorelasi
Autokerelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan
menurut waktu (seperti dalam data deret waktu) atau ruang (seperti dalam data deret lintang). Uji autokorelasi
bertujuan menguji dalam model regresi linear terdapat korelasi antara faktor pengganggu pada periode waktu
atau ruang tertentu dengan faktor pengganggu pada waktu atau ruang sebelumnya. Untuk melihat gejala
autokorelasi, maka dilakukan pengujian menggunakan uji Durbin Watson.

Tabel 1 : Kriteria Pengujian Durbin-Watson

Hipotesis Nol Keputusan Kriteria

Ada atokorelasi positif Tolak 0 < d < dl

Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada keputusan dl < d <du

Ada autokorelasi negatif Tolak 4-dl < d < 4

Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada keputusan 4-du < d < 4-dl

Tidak ada autokorelasi Jangan tolak du < d < 4-du

Sumber : Anonymous, 2012

Gambar 5 : Aturan Membandingkan Uji Durbin-Watson dengan Tabel Durbin-Watson

Sumber : Anonymous, 2012

Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas berarti bahwa variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan. Heteroskedastisitas
bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi biar homoskedastisitas yaitu variasi residual sama untuk-
semua pengamatan. Secara ringkas walaupun terdapat heteroskedastisitas maka penaksir OLS (Ordinary Least
Square) tetap tidak bias dan konsisten tetapi penaksir tadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun
sampel besar (yaitu asimtotik). Menurut Gujarati (1995) bahwa masalah heteroskedastisitas nampaknya menjadi
lebih biasa dalam data cross section dibandingkan dengan data time series. Penelitian ini menggunakan uji Park
untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas. Uji Park pada prinsipnya meregres residual yang
dikuadratkan dengan variabel bebas pada model. Jika t-statistik > t-tabel maka ada heterokedastisitas, jika t-
statistik < t-tabel maka tidak ada heterokedastisitas. atau Jika nilai Prob > 0,05 maka tidak ada
heterokedastisitas, jika nilai Prob < 0,05 maka ada heterokedastisitas.

Pengujian Kriteria Statistik


Gujarati (1995) menyatakan bahwa uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji
kebenaran atau kesalahan dari hasil hipotesis nol dari sampel. Ide dasar yang melatarbelakangi pengujian
signifikansi adalah uji statistik (estimator) dari distribusi sampel dari suatu statistik dibawah hipotesis nol.
Keputusan untuk mengolah Ho dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang diperoleh dari data yang ada. Uji
statistik terdiri dari pengujian koefisien regresi parsial (uji t), pengujian koefisien regresi secara bersama-sama
2
(uji F), dan pengujian koefisien determinasi (uji- R ).

Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)


Uji signifikansi parameter individual (uji t) dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat secara individual dan menganggap variabel lain konstan. (Bagus suryono, 2012).
Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. H0 : b1 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel PDRB dengan kemiskinan.
H1 : b1 < 0 ada pengaruh negatif antara variabel PDRB dengan kemiskinan.
2. H0 : b2 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel melek huruf dengan kemiskinan.
H1 : b2 < 0 ada pengaruh negatif antara variabel melek huruf dengan kemiskinan.
3. H0 : b3 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel tingkat pengangguran dengan
kemiskinan.
H1 : b3 > 0 ada pengaruh positif antara variabel tingkat pengangguran dengan
kemiskinan.
Nilai t hitung dapat dicari dengan rumus:
Bi Bi*
t ……….(3.9)
SE( Bi )
dimana:
Bi = parameter yang diestimasi
Bi* = nilai hipotesis dari BI ( Ho : BI = Bi* )
SE(Bi) = simpangan baku Bi
Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Jika nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel, maka H0 ditolak, yang berarti salah satu variabel
independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
2. Jika nilai t-hitung lebih kecil daripada nilai t-tabel, maka H0 diterima, yang berarti salah satu variabel
independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

Uji Signifikansi Simultan (Uji F)


Uji statistik F bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yang secara bersama-sama terhadap
variabel terikat. Hipotesis yang digunakan : (Bagus suryono, 2012)
1. H0 : b1, b2, b3 = 0 semua variabel independen tidak mampu mempengaruhi variabel
dependen secara bersama-sama
2. H1 : b1, b2, b3 ≠ 0 semua variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen
secara bersama-sama
Nilai F hitung dirumuskan sebagai berikut :
R 2 /( k 1 )
F ...……..(3.10)
1 R 2 /( N 
dimana:
k = jumlah parameter yang diestimasi termasuk konstanta
N = jumlah observasi
Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut :
1. H0 diterima dan H1 ditolak apabila nilai F hitung lebih kecil daripada nilai F tabel, yang berarti
variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel
terikat secara signifikan.
2. H0 ditolak dan H1 diterima apabila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, yang
berarti variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel
terikat secara signifikan.

Uji Koefisien Determinasi (uji R2)


2
Koefisien determinasi ( R ) menunjukkan ukuran atau kemampuan suatu model dalam menerangkan
2 2
variasi variabel terikat. Kriteria nilai R adalah antara nol dan satu. Jika nilai R kecil atau mendekati nol, hal
ini berarti kemampuan satu variabel dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Namun, jika
mendekati satu, hal ini berarti variable-variabel independen dapat memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.
Kelemahan dalam penggunaan determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang
dimasukkan ke dalam model. Hal ini dikarenakan setiap tambahan satu variabel berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted
2
( R ) pada saat mengevaluasi model regresi yang terbaik. Nilai koefisien determinasi diperoleh dengan rumus
: (Bagus suryono, 2012)

2 y*2
R ………(3.11)
y2
dimana:
y*2 = nilai y estimasi
y = nilai y aktual

D. HASIL DAN ANALISIS

Deskripsi Obyek Penelitian


Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang letaknya diapit oleh dua provinsi, yaitu
Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara geografis Jawa Tengah terletak antara 5040’ dan 8030’ Lintang Selatan dan
antara 108030’ dan 110030’ Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari barat ke timur
adalah 263 km dan dari utara ke selatan adalah 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Luas wilayah
Jawa Tengah sebesar 3.254.412 hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa dan 1,70 persen dari luas
Indonesia, yang terdiri dari 991 ribu hektar (30,45 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,55 persen)
bukan lahan sawah. Provinsi Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di Kota Semarang, secara administratif
terbagi dalam 35 bagian, yaitu 6 kota dan 29 kabupaten dengan 565 kecamatan yang meliputi 7872 desa dan 622
kelurahan.
Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jawa
Tengah terdiri atas 4 kota administratif, yaitu Purwokerto, Purbalingga, Cilacap, dan Klaten. Namun, sejak
diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2001, kota-kota administratif tersebut dihapus dan menjadi bagian
dalam wilayah kabupaten. Menyusul otonomi daerah, 3 kabupaten memindahkan pusat pemerintahan ke
wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magelang (dari Kota Magelang ke Mungkid), Kabupaten Tegal (dari Kota
Tegal ke Slawi), serta Kabupaten Pekalongan (dari Kota Pekalongan ke Kajen). Secara administratif Provinsi
Jawa Tengah berbatasan oleh : Sebelah Utara adalah Laut Jawa, Sebelah Timur adalah Jawa Timur, Sebelah
Selatan adalah Samudera Hindia, Sebelah Barat adalah Jawa Barat. Persebaran penduduk pada umumnya
terkonsentrasi di pusat-pusat kota, baik kabupaten maupun kota. Kawasan permukiman yang cukup padat berada
di daerah Semarang Raya (termasuk Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kendal), Solo Raya
(termasuk sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali), serta Tegal-Brebes-Slawi.
Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,67% per tahun. Pertumbuhan penduduk tertinggi
berada di Kabupaten Demak (1,5% per tahun), sedang yang terendah adalah Kota Pekalongan (0,09% per
tahun). Dari jumlah penduduk ini, 47% di antaranya merupakan angkatan kerja. Mata pencaharian terbanyak
adalah di sektor pertanian (42,34%), diikuti dengan perdagangan (20,91%), industri (15,71%), dan jasa
(10,98%). (Badan Pusat Satistik Jawa Tengah)

Deskripsi Data
Kemiskinan
Dari data kemiskinan menunjukan bahwa persentase penduduk miskin provinsi Jawa Tengah tahun 2005 -
2010 tertinggi berada di Kabupaten Brebes yaitu sebesar 39,44 persen di tahun 2009. Dan persentase penduduk
miskin terendah berada di Kota semarang yaitu sebesar 4,22 persen di tahun 2005.
Tabel 2 : Data Persentase Kemiskinan Jawa Tengah Tahun 2005-2010

No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Kab. Banjarnegara 27.35 29.40 27.18 23.34 19.25 18.72

2 Kab. Banyumas 22.02 24.44 22.46 22.93 31.72 28.59

3 Kab. Batang 18.15 19.99 20.79 18.08 29.36 22.54

4 Kab. Blora 21.73 23.95 21.46 18.79 30.30 23.43

5 Kab. Boyolali 17.75 20.00 18.06 17.08 25.50 21.30

6 Kab. Brebes 27.79 30.36 27.93 25.98 39.44 32.39

7 Kab. Cilacap 22.25 24.93 22.59 21.40 31.90 26.68

8 Kab. Demak 23.60 26.03 23.50 21.24 33.18 26.48

9 Kab. Grobogan 28.00 27.60 25.14 19.84 35.50 24.74

10 Kab. Jepara 10.39 11.75 10.44 11.05 14.74 13.78

11 Kab. Karanganyar 16.14 18.69 17.39 15.68 24.56 19.55

12 Kab. Kebumen 29.83 32.49 30.25 27.87 32.04 34.75

13 Kab. Kendal 20.06 21.59 20.70 17.87 29.23 22.28

14 Kab. Klaten 22.48 22.99 22.27 21.72 31.45 27.08

15 Kab. Kudus 10.93 12.05 10.73 12.58 15.15 15.68

16 Kab. Magelang 15.42 17.36 17.37 16.49 24.53 20.56

17 Kab. Pati 19.82 22.14 19.79 17.90 27.95 22.32

18 Kab. Pekalongan 20.47 22.80 20.31 19.52 28.68 24.34

19 Kab. Pemalang 22.59 25.30 22.79 23.92 32.18 29.82

20 Kab. Purbalingga 29.95 32.38 30.24 27.12 32.03 33.81

21 Kab. Purworejo 22.77 22.75 20.49 18.22 28.93 22.72

22 Kab. Rembang 30.72 33.20 30.71 27.21 32.52 33.93

23 Kab. Semarang 13.16 13.62 12.34 11.37 17.43 14.18

24 Kab. Sragen 24.28 23.72 21.24 20.83 29.99 25.97

25 Kab. Sukoharjo 13.67 15.63 14.02 12.13 19.80 15.12

26 Kab. Tegal 19.60 20.71 18.50 15.78 26.12 19.67

27 Kab. Temanggung 14.50 16.62 16.55 16.39 23.37 20.43

28 Kab. Wonogiri 25.21 27.01 24.44 20.71 34.51 25.82

29 Kab. Wonosobo 31.68 34.43 32.29 27.72 34.20 34.56

30 Kota Magelang 12.94 11.19 10.01 11.16 14.14 13.91


No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

31 Kota Pekalongan 6.37 7.38 6.62 10.29 9.35 12.83

32 Kota Salatiga 8.81 8.90 9.01 8.47 12.72 10.56

33 Kota Semarang 4.22 5.33 5.26 6.00 7.43 7.48

34 Kota Surakarta 13.34 15.21 13.64 16.13 19.26 20.11

35 Kota Tegal 8.96 10.40 9.36 11.28 13.22 14.06

Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan Jateng 2010

Produk Domestik Regionl Bruto (PDRB)


Dari data laju pertumbuhan PDRB menunjukkan bahwa laju PDRB yang terjadi di kota dan kabupaten di
provinsi Jawa Tengah tahun 2005–2010 menunjukkan angka yang fluktuatif dari masing-masing daerah. Laju
PDRB dapat menunjukan kondisi perekonomian.

Tabel 3 : Data Persentase Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Tahun 2005-2010

No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Kab. Cilacap 5.33 4.72 4.87 4.92 4.69 4.48

2 Kab. Banyumas 3.21 4.48 5.30 5.41 5.13 4.88

3 Kab. Purbalingga 4.18 5.06 6.19 5.30 5.03 4.79

4 Kab. Banjarnegara 3.95 4.35 5.01 4.98 4.74 4.53

5 Kab. Kebumen 3.20 4.08 4.52 5.61 5.31 5.04

6 Kab. Purworejo 4.85 5.23 6.08 5.62 5.32 5.05

7 Kab. Wonosobo 3.19 3.23 3.58 3.69 3.56 3.44

8 Kab. Magelang 4.62 4.91 5.21 4.99 4.75 4.54

9 Kab. Boyolali 4.08 4.19 4.09 4.04 3.88 3.73

10 Kab. Klaten 4.59 2.30 3.31 3.93 3.78 3.64

11 Kab. Sukoharjo 4.11 4.53 5.11 4.84 4.62 4.42

12 Kab. Wonogiri 4.31 4.07 5.07 4.27 4.09 3.93

13 Kab. Karanganyar 5.49 5.08 5.74 5.75 5.43 5.15

14 Kab. Sragen 5.16 5.18 5.73 5.69 5.38 5.11

15 Kab. Grobogan 4.74 4.00 4.37 5.33 5.06 4.81

16 Kab. Blora 4.07 3.85 3.95 5.62 5.32 5.06

17 Kab. Rembang 3.56 5.53 3.81 4.67 4.46 4.27

18 Kab. Pati 3.94 4.45 5.19 4.94 4.71 4.50

19 Kab. Kudus 4.40 2.48 3.03 3.71 3.57 3.45

20 Kab. Jepara 4.23 4.19 4.74 4.49 4.30 4.12


No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

21 Kab. Demak 3.86 4.02 4.15 4.11 3.95 3.80

22 Kab. Semarang 3.11 3.81 4.72 4.26 4.09 3.93

23 Kab. Temanggung 3.99 3.31 4.03 3.54 3.42 3.31

24 Kab. Kendal 2.63 3.66 4.32 3.92 3.77 3.64

25 Kab. Batang 2.80 2.51 3.49 3.67 3.54 3.42

26 Kab. Pekalongan 3.98 4.21 4.59 4.78 4.56 4.36

27 Kab. Pemalang 4.05 3.72 4.47 4.99 4.76 4.54

28 Kab. Tegal 4.72 5.19 5.59 5.32 5.05 4.80

29 Kab. Brebes 4.80 4.71 4.79 4.81 4.59 4.39

30 Kota Magelang 4.33 2.44 5.17 5.05 4.81 4.59

31 Kota Surakarta 5.15 5.43 5.82 5.69 5.39 5.11

32 Kota Salatiga 4.15 4.17 5.39 4.98 4.74 4.53

33 Kota Semarang 5.14 5.71 5.98 5.59 5.29 5.03

34 Kota Pekalongan 3.82 3.06 3.80 3.73 3.59 3.47

35 Kota Tegal 4.87 5.15 5.21 5.15 4.90 4.67

Sumber: PDRB Jawa Tengah 2005-2010

Pendidikan (Angka Melek Huruf)


Dari data tingkat melek huruf menunjukan bahwa tingkat Melek huruf di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-
2010 terbesar yaitu berada di kota Pekalongan yaitu sebesar 97,30 persen di tahun 2007 dan yang terendah
berada di Kabupaten Kudus yaitu sebesar 75,20 persen pada tahun 2005.

Tabel 4 : Data Persentase Pendidikan (Angka Melek Huruf) Jawa Tengah Tahun 2005-2010

No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Kab. Banjarnegara 87.45 88.30 88.70 90.42 91.35 92.28

2 Kab. Banyumas 88.45 88.80 89.05 88.71 88.96 88.62

3 Kab. Batang 92.05 92.30 93.30 92.21 93.21 92.12

4 Kab. Blora 90.40 90.75 91.15 90.66 91.06 90.57

5 Kab. Boyolali 86.85 87.15 88.10 87.06 88.01 86.98

6 Kab. Brebes 89.40 89.75 90.10 89.66 90.01 89.57

7 Kab. Cilacap 87.85 88.20 88.35 88.11 88.26 88.02

8 Kab. Demak 87.45 87.80 88.30 87.71 88.21 87.63

9 Kab. Grobogan 89.55 89.90 90.30 89.81 90.21 89.72

10 Kab. Jepara 85.10 85.65 86.60 85.56 86.51 85.48


No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

11 Kab. Karanganyar 83.00 83.35 89.35 83.27 89.26 83.18

12 Kab. Kebumen 88.40 88.90 90.20 88.81 90.11 88.72

13 Kab. Kendal 80.10 80.35 81.40 80.27 81.32 80.19

14 Kab. Klaten 82.05 82.50 84.25 82.42 84.17 82.34

15 Kab. Kudus 75.20 76.45 81.25 76.37 81.17 76.30

16 Kab. Magelang 85.15 85.35 88.35 85.26 88.26 85.18

17 Kab. Pati 78.75 78.95 81.50 78.87 81.42 78.79

18 Kab. Pekalongan 87.65 88.85 89.40 88.76 89.31 88.67

19 Kab. Pemalang 86.30 86.80 87.20 86.71 87.11 86.63

20 Kab. Purbalingga 90.50 91.00 92.15 90.91 92.06 90.82

21 Kab. Purworejo 89.50 90.15 92.60 90.06 92.51 89.97

22 Kab. Rembang 88.00 88.65 90.80 88.56 90.71 88.47

23 Kab. Semarang 92.65 93.60 94.05 93.51 93.96 93.41

24 Kab. Sragen 94.55 95.25 95.70 95.16 95.60 95.06

25 Kab. Sukoharjo 88.50 88.95 89.70 88.86 89.61 88.77

26 Kab. Tegal 83.70 84.15 86.35 84.07 86.26 83.98

27 Kab. Temanggung 86.95 87.15 87.85 87.06 87.76 86.98

28 Kab. Wonogiri 86.90 87.25 87.55 87.16 87.46 87.08

29 Kab. Wonosobo 82.80 83.40 88.55 83.32 88.46 83.23

30 Kota Magelang 84.85 85.50 86.45 85.41 86.36 85.33

31 Kota Pekalongan 96.10 96.50 97.30 96.40 97.20 96.31

32 Kota Salatiga 94.95 95.05 95.45 94.96 95.35 94.86

33 Kota Semarang 96.55 96.65 96.70 96.55 96.60 96.46

34 Kota Surakarta 96.10 96.25 97.05 96.15 96.95 96.06

35 Kota Tegal 93.25 93.35 95.15 93.26 95.06 93.16

Sumber: PDRB Jawa Tengah 2005-2010

Pengangguran
Dari data tingkat pengangguran menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di provinsi Jawa Tengah tahun
2005 - 2010 terbesar berada di kota Magelang yaitu sebesar 17,81 persen ditahun 2005. Dan yang terendah
berada di Kabupaten Jepara yaitu sebesar 3,10 persen di tahun 2006.
Tabel 5 : Data Persentase Pengangguran Jawa Tengah Tahun 2005-2010

No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Kab. Banjarnegara 9.61 6.82 6.39 4.91 7.11 6.46

2 Kab. Banyumas 10.72 8.36 8.07 8.05 7.25 6.12

3 Kab. Batang 11.80 9.33 8.13 8.77 7.30 6.67

4 Kab. Blora 4.60 3.94 3.92 5.71 3.52 4.34

5 Kab. Boyolali 7.94 4.27 7.25 5.90 6.51 4.48

6 Kab. Brebes 12.23 11.53 9.01 7.92 8.09 6.02

7 Kab. Cilacap 17.76 10.27 11.48 10.16 10.31 7.72

8 Kab. Demak 9.77 6.66 7.04 6.64 6.32 5.05

9 Kab. Grobogan 6.49 5.30 5.83 6.19 5.24 4.70

10 Kab. Jepara 8.16 3.10 5.78 5.76 5.19 4.38

11 Kab. Karanganyar 6.69 5.79 6.63 5.70 5.96 4.33

12 Kab. Kebumen 13.17 9.61 7.18 6.12 6.45 4.65

13 Kab. Kendal 7.15 8.05 5.42 6.39 4.87 4.86

14 Kab. Klaten 7.73 8.14 8.19 7.26 7.36 5.52

15 Kab. Kudus 7.76 5.14 7.03 6.15 6.31 4.67

16 Kab. Magelang 9.62 6.15 6.26 5.06 5.62 3.85

17 Kab. Pati 7.49 8.50 8.38 9.36 7.53 7.11

18 Kab. Pekalongan 8.24 7.31 7.93 7.38 7.12 5.61

19 Kab. Pemalang 10.19 11.44 8.53 9.97 7.66 7.58

20 Kab. Purbalingga 9.47 4.45 7.56 7.08 6.79 5.38

21 Kab. Purworejo 6.59 4.19 5.43 4.32 4.88 3.28

22 Kab. Rembang 9.40 7.59 5.70 5.89 5.12 4.48

23 Kab. Semarang 6.08 5.61 9.36 7.39 8.41 5.62

24 Kab. Sragen 10.95 4.31 6.21 5.64 5.58 4.29

25 Kab. Sukoharjo 10.39 8.01 9.45 8.12 8.49 6.17

26 Kab. Tegal 11.50 9.14 9.39 9.56 8.43 7.27

27 Kab. Temanggung 6.08 4.46 6.77 4.90 6.08 3.72

28 Kab. Wonogiri 9.53 5.07 5.20 5.73 4.67 4.36

29 Kab. Wonosobo 5.78 3.11 5.68 5.50 5.10 4.18

30 Kota Magelang 17.81 9.16 12.37 12.28 11.11 9.33


No. Kota/Kab. 2005 2006 2007 2008 2009 2010

31 Kota Pekalongan 16.03 10.57 9.64 9.75 8.66 7.41

32 Kota Salatiga 14.93 13.20 11.35 11.27 10.19 8.57

33 Kota Semarang 12.14 9.80 11.39 11.51 10.23 8.75

34 Kota Surakarta 10.48 9.32 9.31 9.57 8.36 7.27

35 Kota Tegal 14.55 8.60 14.75 13.32 13.25 10.12

Sumber: Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Jawa Tengah 2005 – 2010

Tabel dan Persamaan


Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan pada Bab I, maka diambil model persamaan pengaruh
PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di kota dan kabupaten Provinsi Jawa Tengah yaitu
sebagai berikut :
Y = AX1 + BX2 + CX3 ………..(4.1)
Dimana :
Y : Kemiskinan
X1 : PDRB
X2 : Pendidikan (angka melek huruf)
X3 : Pengangguran
A, B, C : Koefisien

Pengujian Statistik Analisis Regresi


Uji Signifikansi parameter Individual (Uji t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen
secara individual dalam menerangkan variasi variable dependen. Dalam regresi pengaruh jumlah penduduk,
PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 - 2010, dengan α = 5
persen dan degree of freedom (df) = 213 (n-k = 210-3), maka diperoleh nilai tabel sebesar 1,657

Tabel 5 : Nilai T-Statistik Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan
di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010

Sumber : Pengolahan Data Eviews 6

Table di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas variabel PDRB sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari
nilai α (5%), maka variable PDRB berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan. Nilai probabilitas
variabel PENDIDIKAN sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari nilai α (5%), maka variable PENDIDIKAN
berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan. Nilai probabilitas variabel PENGANGGURAN sebesar
0,0014. Nilai ini lebih kecil dari nilai α (5%), maka variable PENGANGGURAN berpengaruh secara signifikan
terhadap kemiskinan.

Uji Signifikansi Simultan (Uji F)


Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model dapat dilakukan dengan uji
simultan (uji F). Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan variabel independen yang dimasukkan kedalam
model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dari regresi pengaruh jumlah
penduduk, PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 – 2010 yang
menggunakan taraf keyakinan 95 persen (α = 5 persen), dengan degree of freedom for numerator (dfn) = 2 (k-1
= 3-1) dan degree of freedom for denominator (dfd) = 213 (n-k = 210-3), maka diperoleh F tabel sebesar 4,61.
Dari hasil regresi pada Tabel 5, diperoleh F-statistik sebesar 1203,882 dan nilai probabilitas F-statistik
0,000000. Maka dapat disimpulkan bahwa variable independen secara bersama-sama berpengaruh variabel
dependen (nilai F-hitung lebih besar daripada nilai F-tabel).

Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)


R 2 ) mengukur kemampuan model dalam menerangkan variasi-variabel dependen.
Koefisien determinasi (
2
Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai R yang kecil berarti kemampuan variable-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
2
variasi-variable dependen. Dari hasil regresi pada Tabel 5 diperoleh nilai R sebesar 0,993044. Hal ini berarti
sebesar 99,3044 persen variasi kemiskinan di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variasi tiga variabel
independennya yaitu PDRB (PDRB), Pendidikan (Melek huruf/MH), Pengangguran (PG). Sedangkan sebesar
0,6856 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Hasil Uji Asumsi Klasik


Uji Normalitas
Dari hasil regresi pada Tabel 5, maka didapatkan hasil Uji J-B Test dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 6 : Hasil Uji Jarque-Bera Pengaruh PDRB, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan
di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010

Series : Standartdized Residuals


Sample 2005 2010
Odservations 210

Sumber : Pengolahan Data Eviews 6

Pada model persamaan pengaruh jumlah penduduk, PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap
kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 - 2010 dengan n = 210 dan k = 3, maka diperoleh degree of freedom
(df) = 213 (n-k), dan menggunakan α = 5 persen diperoleh nilai χ2 tabel sebesar 124,34. Dibandingkan dengan
nilai Jarque-Bera pada Gambar 6 sebesar 16,40643, maka dapat disimpulkan bahwa probabilitas gangguan μ1
regresi terdistribusi secara normal, karena nilai Jarque-Bera lebih kecil dibandingkan nilai χ2 tabel.

Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan keadaan dimana terdapat hubungan linear atau terdapat korelasi antar variabel
independen. Dalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dilihat dari perbandingan antara
nilai R2 regresi parsial (auxiliary regression) dengan nilai R2 regresi utama. Apabila nilai R2 regresi
parsial (auxiliary regression) lebih besar dibandingkan nilai R2 regresi utama, maka dapat disimpulkan bahwa
dalam persamaan tersebut terjadi multikolinearitas. Tabel 6 menunjukkan perbandingan antara nilai R2 regresi
parsial (auxiliary regression) dengan nilai R2 regresi utama.

Tabel 6 : R2 Auxiliary Regression Pengaruh PDRB, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap


Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010

No. Persamaan R2 Regresi Utama R2 Regresi Parsial

1 PDRB MH PG 0.009 0,993

2 MH PDRB PG 0.033 0,993

3 PG PDRB MH 0,027 0,993

Sumber : Pengolahan Data Eviews 6

Tabel diatas menunjukkan bahwa model persamaan pengaruh PDRB, pendidikan dan pengangguran
terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 – 2010 tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R2
regresi parsial (auxiliary regression) tidak ada yang lebih besar dibandingkan nilai R2 regresi utama.

Pengolahan Data Panel dengan E-Views


Estimasi model Fixed Effect (FEM)
Dalam estimasi ini dilakukan pengujian F-Test dan Chi-Square. Jika p-value lebih kecil dari 5% maka H0
ditolak dan H1 diterima. Demikian juga sebaliknya.
H0 : model mengikuti model pool.
H1 : model mengikuti model Fixed
Hasil estimasi model Fixed adalah sebagai berikut:

Tabel 7 : Hasil Regresi Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan
di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010 menggunakan Model Fixed.

Sumber : Pengolahan Data Eviews 6

Sedangkan hasil redundant fixed effects tests adalah sebagai berikut:


Tabel 8 : Hasil redundant fixed effects tests pada Model Fixed.

Sumber : Pengolahan Data Eviews 6

dari hasil test tersebut di atas, diperoleh nilai Cross-section F sebesar 0,0039 dan Cross-section Chi-square
sebesar 0,0014. Nilai ini lebih kecil dari 5% (0,05). Sehingga H0 ditolak dan menerima H1, dan model
mengikuti model fixed.

Estimasi model Random Effect (REM)


Dalam estimasi ini dilakukan pengujian Hausman (Hausmantest). Jika p-value lebih kecil dari 5% maka H0
ditolak dan H1 diterima. Demikian juga sebaliknya.
H0 : model mengikuti model random.
H1 : model mengikuti model fixed
Hasil estimasi model Random adalah sebagai berikut:

Tabel 9 : Hasil Regresi Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan
di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010 menggunakan Model Random.

Sumber : Pengolahan Data Eviews 6

Sedangkan hasil redundant fixed effects tests adalah sebagai berikut:

Tabel 10 : Hasil Hausman-tests pada Model Random.

Sumber : Pengolahan Data Eviews 6


dari hasil test tersebut di atas, diperoleh nilai Cross-section random 0,0000 lebih kecil dari 5% (0,05).
Sehingga H0 ditolak dan menerima H1, dan model mengikuti model fixed.

Interpretasi Hasil dan Pembahasan


Persamaan regresi pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Jawa
Tengah Tahun 2001 – 2010 dengan pengolahan data panel, adalah sebagai berikut :
KEMISKINAN = 6,214 – 0,309 * PDRB + 1,612 * PENGANGGURAN – 0,016 * PENDIDIKAN ….. (4.1)

PDRB dan Kemiskinan


Variabel PDRB menunjukkan tanda negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap Kemiskinan di
Jawa Tengah. Kenaikan tingkat pengangguran terbuka sebanyak 1 (satu) tidak menaikkan kemiskinan, tetapi
dari hasil penelitian ini akan menurunkan kemiskinan sebesar 0,309. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan
penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Kuznet dalam Tulus Tambunan
(2001), pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses
pembangunan kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan, jumlah
orang miskin berangsur-angsur berkurang. Selanjutnya menurut Hermanto S. dan Dwi W. (2008)
mengungkapkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan jumlah penduduk miskin.
Karena dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menurunkan jumlah kemiskinan yang merupakan salah
satu indikator keberhasilan pembangunan daerah.

Pendidikan dan Kemiskinan


Variabel Pendidikan yang diproksi dengan besarnya tingkat melek huruf menunjukkan tanda negatif dan
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengangguran di Jawa Tengah. Peningkatan angka melek huruf
sebagai indikator pendidikan di Jawa Tengah sebesar 1 (satu) akan menurunkan kemiskinan sebesar 0,016.
Yang berarti bahwa peningkatan angka melek huruf akan menurunkan kemiskinan di jawa Tengah. Hasil
tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut
Simmons (dalam Todaro, 2000), pendidikan merupakan cara untuk menyelamatkan diri dari kemiskinan.
Seorang miskin yang mengharapkan pekerjaaan baik serta penghasilan yang tinggi, maka harus mempunyai
tingkat pendidikan yang tinggi. Akan tetapi, pendidikan tinggi hanya mampu dicapai oleh orang kaya.
Sedangkan, orang miskin tidak mempunyai kecukupan dana untuk membiayai pendidikan hingga ke tingkat
yang lebih tinggi, seperti sekolah lanjutan dan universitas.

Pengangguran dan Kemiskinan


Dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini, menunjukan bahwa variabel pengangguran
menunjukkan tanda positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah. Kenaikan
tingkat pengangguran terbuka sebanyak 1 (satu) tidak menurunkan kemiskinan akan tetapi dari hasil penelitian
ini justru menaikkan kemiskinan sebesar 16,12. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu
yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa
Tengah, jumlah pengangguran terbuka Jawa Tengah tahun 2010 mencapai 1,23 juta jiwa dan mengalami
peningkatan pengangguran dari tahun ke tahun. Jumlah pencari kerja di Jawa Tengah sebanyak 689.415 jiwa,
sedangkan lowongan kerja yang ada sebanyak 92.357 jiwa. Sehingga, sebanyak 597.058 jiwa terserap ke sektor
informal dan mencari pekerjaan diluar kota. Selain itu, ada yang berusaha atau mempersiapkan untuk membuka
usaha sendiri, ada yang sedang menunggu untuk memulai bekerja, dan lain sebagainya merupakan termasuk
kedalam kategori pengangguran terbuka.

E. PENUTUP

Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh variabel PDRB, Pendidikan (melek huruf) dan
pengangguran terhadap kemiskinan menurut kota dan kabupaten di Jawa Tengah pada tahun 2005 - 2010.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab IV, maka dapat disimpulkan antara lain sebagai
berikut:
1. Variabel PDRB mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi kemiskinan. Hal ini
dikarenakan bahwa peningkatan PDRB yang terjadi di Jawa Tengah diikuti oleh penurunan kemiskinan
di Jawa Tengah.
2. Variabel Pendidikan (melek huruf) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi
kemiskinan. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan angka melek huruf di Jawa Tengah diikuti
penurunan kemiskinan.
3. Variabel Pengangguran mempunyai pengaruh positif dan signifikan mempengaruhi kemiskinan. Hal ini
dikarenakan bahwa peningkatan pengangguran di Jawa Tengah diikuti peningkatan kemiskinan.
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka dapat diberikan saran, yaitu sebagai berikut :
1. Dari hasil penelitian, pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan, sehingga
diharapkan pemerintah dapat melaksanakan pembangun yang berorientasi pada pemerataan pendapatan
serta pemerataan hasil-hasil ekonomi kepada seluruh golongan masyarakat, serta dilakukan upaya
peningkatan pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah dengan mengandalkan potensi-potensi
yang dimiliki.
2. Dari hasil penelitian, tingkat pendidikan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
kemiskinan, sehingga diharapkan pemerintah propinsi Jawa Tengah kembali menambahkan program
pemberantasan buta aksara agar dapat menekan kemiskinan di seluruh kota dan kabupaten di Jawa
Tengah. Serta memberikan jaminan pendidikan bagi orang miskin serta meningkatkan fasilitas-fasilitas
pendidikan secara merata tidak hanya terpusat di suatu daerah tetapi merata ke seluruh daerah
3. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kemiskinan. Dengan hasil tersebut diharapkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah lebih menggerakkan
sektor perekonomian sehingga dapat membuka lapangan kerja di Jawa Tengah. Karena pengangguran
dalam penelitian ini memiliki pengaruh cukup besar terhadap kemiskinan, sehingga dengan semakin
luasnya lapangan pekerjaan, pengangguran akan berkurang dan kemiskinan juga akan berkurang.
4. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas, karena hanya melihat pengaruh
variabel PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Oleh
karena itu, diperlukan studi lanjutan yang lebih mendalam dengan data dan metode yang lebih lengkap
sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang telah ada dan hasilnya dapat dipergunakan sebagai
bahan pertimbangan berbagai pihak yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dalam hal
penekanan kemiskinan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga artikel ilmiah ini
dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi
Universitas Brawijaya dan Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
yang memungkinkan artikel ini bisa dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya (JIMFEB).

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.2010. http://baitulmaaltijarah.blogspot.com/2013/02/lingkaran-malaikat-sedekah.html . (diakses


pada tanggal 07 agustus 2012).

Anonymous.2012.http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ekonomi_pembangunan/bab_3_teori_pertumbuh
an_dan_pembangunan_ekonomi.pdf . (diakses pada tanggal 14 agustus 2012).

Anonymous.2012.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/57315/BAB%20III%20Metode%20Pe
nelitian.pdf?sequence=7 . (diakses pada tanggal 14 agustus 2012).

Arsyad, Licolin.1997. The Pattern Of Manufacturing Development In Indonesia In The Period 1976-1993.
Journal Of Indonesia Economics and Business (JEBI), vol-non, pp.non

Badan Pusat Statistik. 2010. Berita Resmi Statistik Jawa Tengah. Jawa Tengah

_________________. 2010. Data Dan Informasi Kemiskinan Jawa Tengah.Jawa Tengah

_________________. Jawa Tengah Dalam Angka Berbagai Tahun Terbitan.Jawa Tengah

_________________. PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Berbagai Tahun Terbitan. Jawa Tengah

Bagus Suryono, Wiratno.2012. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Investasi dan Tenaga
Kerja Terhadap PDRB Jawa Tengah. http://Eprints.undip.ac.id/26434/2/jurnal.pdf. (diakses pada
tanggal 23 agustus 2012)
Bappenas.2008.http://www.bappenas.go.id/node/123/3/UU-no22-tahun-1999-tentang-pemerintahan-daerah/ .
(diakses pada tanggal 07 agustus 2012).

Djojohadikusumo, Sumitro. 1995, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Pertumbuhan dan Ekonomi
Pembangunan, Penerbit LP3ES, Jakarta.

Firmansyah .2009. Modul Praktek Regresi Data Panel dengan Eviews 6. Semarang : Laboratorium Studi
Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi Undip.

Gujarati, Damodar .1995. Ekonometri Dasar Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Irawan dan Suparmoko, 1992, Ekonomika Pembangunan, Edisi Kelima, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

K. Sitepu, Rasidin dan Bonar M. Sinaga, 2004. Dampak Investasi Sumber Daya ManusiaTerhadap Pertumbuhan
Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia: Pendekatan Model Computable General Equilibrium.
http://ejournal.unud.ac.id/?module=detailpenelitian&idf=7&idj=48&idv=181&idi=48&idr=191 .
(Diakses pada tanggal 28 Agustus 2012)

Kuncoro, Mudrajad.1997, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan, Edisi Ketiga, Penerbit UPP
AMP YKPN, Yogyakarta.

Marzuki, 2005, Metodologi Riset, Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta.

Rukmana, Indra.2012. Pengaruh Dispanitas Pendapatan, Jumlah Penduduk, dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Jawa Tengah Tahun 1984 – 2009.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj.article/view/323/373 (diakses pada tanggal 28 agustus
2012)

Siregar, Hermanto dan Dwi Wahyuniarti, 2008, Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah
Penduduk Miskin. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAK3.pdf . (Diakses pada
tanggal 28 Agustus 2012)

Sukirno, Sadono.2000, Makro Ekonomi Modern, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

______________. 2004, Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga.


Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta

Sukmaraga, Prima. 2011. Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Per Kapita,dan Jumlah
Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah.
http://eprints.undip.ac.id/26773/1/jurnal.pdf (diakses pada tanggal 23 agustus 2012)

Spicker, Paul.2002. Poverty and The Walfare State : Dispelling the Myths, A Catalyts Working Paper. London :
Catalyts.

Todaro, Michael P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh, Terjemahan Haris Munandar,
Penerbit Erlangga, Jakarta.

Tulus H. Tambunan, 2001, Perekonomian Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Wahyudi, Dicky dan Tri Wahyu Rejekingsih.2013. Analisis Kemiskinan Di JawaTengah.


http://ejournal-S1.undip.ac.id/index.php/jme/article/view/1914 (diakses pada tanggal 23 Juli 2013)

Vous aimerez peut-être aussi