Vous êtes sur la page 1sur 15

Volume 13. Number 1.

June 2018 Page 10-23

Pandecta
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta

Penerapan Teori-Teori Kriminologi


dalam Penanggulangan Kejahatan Siber (Cyber Crime)

Hardianto Djanggih1  dan Nurul Qamar2

1
Fakultas Hukum Universitas Tompotika Luwuk, Sulawesi Tengah, Indonesia
2
Fakultas Hukum, Universitas Muslim Indonesia, Sulawesi Selatan, Indonesia
DOI: http://dx.doi.org/10.15294/pandecta.v13i1.14020

Article Info Abstrak


Article History: Artikel ini membahas masalah penanggulangan kejahatan siber (cyber crime) melalui
Received : April 2018 pendekatan teori-teori kriminologi. Hal tersebut penting untuk memahami kejahatan
Accepted: June 2018; siber dari segi karakteristik kejahatan dan penjahat. Metode penelitian yang diguna-
Published: June 2018 kan yakni metode penelitian yang bersifat yuridis-empiris. Hasil penelitian menun-
jukkan bahwa terdapat empat teori yang dapat digunakan menganalisis kejahatan
Keywords: siber (cyber crime), yaitu anomi, asosiasi diferensial, kontrol sosial, dan netralisasi.
Application Teori tersebut dapat digunakan sebagai strategi pencegahan dan penindakan kejaha-
Criminology Theory tan siber (cyber crime) sebagai kejahatan yang dihasilkan melalui interaksi anggota
Cyber Crime mayarakat memerlukan penanganan serius baik oleh masyarakat, penegak hukum
dan perumusan perundangan-undangan. Agar kebijakan memerangi kejahatan siber
(cyber crime) tepat guna dan berhasil guna, maka para pihak perlu memperhatikan
hasil kajian cyber crime dari perspektif kriminologi.

Abstract
This article discusses the problem of cyber crime through the approach of criminology
theories. It is important to understand cyber crime in terms of the characteristics of
crime and criminals. The research method used is research method that is juridical-
empirical. The results show that there are four theories that can be used to analyze
cyber crime, namely anomy, differential association, social control, and neutralization.
The theory can be used as a cyber crime prevention and crime prevention strategy as
a crime generated through the interaction of members of the community requires seri-
ous handling by the community, law enforcement and the formulation of legislation.
In order for the policy to combat cyber crime to be effective and effective, the parties
need to pay attention to the results of the cyber crime study from the perspective of
criminology.

 © 2018 Universitas Negeri Semarang


Address : Karaton, Luwuk, Banggai Regency, Central Sulawesi 94711 ISSN 1907-8919 (Cetak)
E-mail : hardianto_djanggih@yahoo.co.id
ISSN 2337-5418 (Online)
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...

1. Pendahuluan peradilan tersebut. Teori dapat memberikan


Perkembangan zaman dan kemaju- pemecahan tentang cara yang dapat dilaku-
an teknologi yang sangat berkembang pesat kan seseorang untuk menyelesaikan masalah.
memiliki pengaruh yang sangat besar terha- Paulus Hadisaputro (2004:10) mengatakan
dap perubahan sosial budaya (Meidiyanto, bahwa dalam konteks kriminologi, asumsi-
2015:1) salah satunya mengenai fenomena asumsi yang dikembangkan itu terarah pada
kejahatan. Fenomena kejahatan merupakan upaya pemahaman terhadap makna perila-
masalah abadi dalam kehidupan manusia, ku tertentu yang dipersepsi oleh pelakunya
karena kejahatan berkembang sejalan den- sendiri, setelah ia berinteraksi dengan kelom-
gan perkembangan tingkat peradaban ma- poknya atau masyarakat sekitarnya (signifi-
nusia (Erlina, 2014:218) (Pratama, 2014:2). cant others)
Dari aspek sosiologis, kejahatan merupakan Teori-teori kriminologi dapat digu-
salah satu jenis gejala sosial, yang berke- nakan untuk menegakkan hukum pidana ka-
naan dengan individu atau masyarakat (Har- rena menawarkan jawaban atas pertanyaan
tanto, 2015:149). Banyak paradigma hadir bagaimana atau mengapa orang dan perila-
menjelaskan tentang keberadaan kejahatan ku tertentu dianggap jahat oleh masyarakat.
(Firdausi dan Lestari, 2016:85). Menurut Mengapa faktor-faktor non yuridis dapat ber-
Muhammad secara kriminologi, kejahatan pengaruh pada tingkah laku dan pembentu-
merupakan suatu pola tingkah laku yang me- kan hukum? Bagaimana sumber daya negara
rugikan masyarakat (dengan kata lain terda- dan masyarakat dapat menanggulangi keja-
pat korban) dan suatu pola tingkah laku yang hatan. Teori kriminologi mencoba menjawab
mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat pertanyaan ini melalui pemahaman sosiolo-
(Mubarok, 2917:224). gis, politis, dan variabel ekonomi yang dapat
Kejahatan disebabkan oleh beberapa juga mempengaruhi hukum, keputusan ad-
faktor seperti ekonomi, pergaulan, kesem- ministrasi implementasi hukum dalam sistem
patan yang ada dan lain-lain. Faktor-faktor peradilan pidana.
tersebut yang terjadi di Indonesia telah me- Efektivitas strategi penanggulangan
nunjukkan efek yang negatif. Banyaknya ka- kejahatan perlu mempertimbangkan faktor-
langan masyarakat yang melakukan perbua- faktor penyebab kejahatan. Kapan kondisi-
tan yang salah semata-mata bertujuan ingin kondisi tertentu secara konsisten dapat di-
memenuhi kebutuhan hidupnya (Pratama, hubungkan dengan kejahatan. Pencegahan
2017:124). kejahatan memerlukan perbaikan kondisi-
Olehnya itu diperlukan pengkajian kondisi tertentu, karena banyak penyebab
secara kritis untuk mengetahui penyebab kejahatan yang tidak mampu dideteksi oleh
seseorang melakukan kejahatan dapat dila- kepolisian. Kondisi-kondisi kriminologenik
kukan dengan menggunakan teori-teori kri- tersebut perlu dikomunikasikan oleh kepoli-
minologi. Meskipun abstrak, teori ini diper- sian kepada masyarakat agar mengetahuinya.
lukan untuk mengkaji mengapa ada manusia Berpijak pada uraian tersebut, penulis
yang mampu melaksanakan norma sosial dan mengulas teori-teori kriminologi sebagai sa-
norma hukum, tetapi ada juga manusia yang rana untuk mengetahui faktor-faktor krimi-
justru melanggarnya. Teori-teori ini bukan nologis yang menyebabkan seseorang mela-
hanya penting bagi kegiatan akademik dan kukan kejahatan siber (cyber crime). Kejahatan
penelitian, tetapi juga penting untuk pendi- siber (Cyber Crime) terjadi akibat perilaku
dikan kepada warga negara. menyimpang pelalu media sosial dalam pe-
Teori merupakan alat yang berguna nyalahgunaan media sosial dalam aspek ke-
membantu manusia untuk memahami dan hidupan masyarakat (Djanggih dan Nasrun,
menjelaskan dunia di sekitar kita. Dalam kri- 2018:94).
minologi, teori akan membantu manusia me- Beberapa penelitian tentang kejahatan
mahami mekanisme kerja sistem peradilan siber (cyber crime) di Indonesia, antara lain
pidana dan pemegang peranan dalam sistem penelitian tentang Pelanggaran Internet Mar-

11
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23

keting (Rosidawati & Santoso, 2013), Peneli- dalam tulisan ini, penulis hanya mengulas
tian tentang Tindak Pidana Credit/Debit Card beberapa teori kriminologi untuk digunakan
Fraud (Kian, 2015:47-60), Penelitian tentang mengkaji kejahatan siber (cyber crime. Ini di-
Risiko Ancaman Kejahatan Siber (Cyber Cri- dasarkan pada pertimbangan bahwa seca-
me) (Rahmawati, 2017:55-70), Penelitian ra teoritik ada kesesuaian antara proposisi-
tentang Strategi Keamanan Siber Nasional proposisi dalam teori-teori tersebut dengan
Indonesia (Islami, 2017:137-144), Penelitian karakteristik kejahatan, karakteristik pelaku
tentang Penipuan Menggunakan Media In- kejahatan, dan reaksi masyarakat terhadap
ternet (Sumenge, 2013:102-112), Penelitian cyber crime di Indonesia. Hasil kajian tersebut
tentang Cyber Child Sexual Exploitation (Lis- dapat digunakan sebagai salah satu bahan
nawati, 2013: 1-17), Penelitian tentang Ke- pertimbangan untuk merencanakan langkah-
jahatan E-Commerce (Matara, 2017:91-98), langkah kebijakan kriminal terhadap kejahat-
Fenomena Kejahatan Siber Yang Berdam- an siber (cyber crime) di Indonesia, terutama
pakn Terhadap Anak Sebagai Korban (Djang- dalam penalisasi dan kebijakan non penal.
gih: 2012-231) dan masih terdapat beberapa Untuk memfokuskan pengkajian ter-
penelitian lainnya yang berhubungan dengan hadap tema dari paper ini, penulis menja-
kejahatan siber dengan menggambarkan se- barkan dalam 2 (dua) rumusan masalah yai-
buah urgenitas kejahatan siber untuk ditang- tu, sebagai berikut: Teori-teori apakah yang
gulangi dengan sarana yang tepat. digunakan untuk mengkaji penanggulangan
Adanya Kejahatan Siber (Cyber Crime) kejahatan siber (cyber crime)?; Bagaimana-
telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga kah penerapan teori-teori tersebut dalam
pemerintah sulit mengimbangi teknik kejaha- mengkaji penanggulangan kejahatan siber
tan yang dilakukan dengan teknologi kompu- (cyber crime)?
ter, khususnya jaringan internet dan intranet
(Ketaren, 2016:35). Hal imi merupakan aki- 2. Metode Penelitian
bat dari pesatnya perkembangan teknologi Penelitian ini menggunakan metode
informasi, sehingga setiap perkembangan penelitian yuridis-empiris. Berdasarkan sifat-
pada hakikatnya membawa efek seperti dua nya, penelitian ini adalah penelitian yang ber-
sisi mata uang yang masing-masing saling sifat deskriptif yaitu penelitian yang bermak-
berkaitan dan tidak akan terpisahkan, yang sud untuk menguraikan hasil kajian secara
berupa sisi positif dan sisi negatif (Lisnawati, mendalam mengenai Penerapan Teori-Teori
2014:2). Pelaku dan sekaligus sebagai korban Kriminologi dalam Penanggulangan Kejaha-
kejahatan umumnya adalah manusia. (Dird- tan Siber. Berdasarkan bentuknya, penelitian
josumarto, 2016:278). Kejahatan siber (cy- ini adalah penelitian evaluatif dan preskrip-
ber crime) bermula dari kehidupan masyara- tif, penelitian evaluatif karena penelitian ini
kat yang ikut memanfaatkan dan cenderung bermaksud memberikan analisis yang men-
meningkat setiap saat untuk berkonsentrasi dalam terhadap suatu Kejahatan siber pada
dalam cyberspace (Djanggih, 2013:58). Hal aspek penagggulangannya. Sedangkan pen-
ini merupakan bagian dari makin majunya elitian preskriptif karena penelitian ini juga
perkembangan zaman, makin sarat pula akan memberikan solusi yang tepat terhadap
beban sosial dan beban kriminalitas dalam upaya penanggulangan kejahatan siber mela-
masyarakat. Perkembangan ini membawa lui pendekatan teopri-teori kriminologi.
dampak pada kehidupan sosial dari masya-
rakatnya, dilain pihak pada tingkat kemajuan 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
yang sedang dialami, juga membawa dam- Teori Yang Digunakan Untuk Penanggu-
pak timbulnya berbagai bentuk kejahatan langan Kejahatan Siber
(Kristiani, 2014:372).
Penulis meyakini bahwa banyak teori Teori Anomie
kriminologi yang dapat digunakan mema- J. J. M. van Dick, H. I. Sagel Grande,
hami kejahatan siber (cyber crime). Namun, dan L.G. Toornvliet (1996: 133-143) ber-

12
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...

pendapat bahwa teori anomi tergolong da- yang keterlaluan atau fatalisme, dan kurang-
lam kumpulan teori- teori keterbelakangan nya integrasi struktural atau egoisme. (Atma-
masyarakat. Teori lain yang tergolong dalam sasmita, 1992:24)
teori-teori keterbelakangan masyarakat ada- Robert Merton selanjutnya mengung-
lah teori subkultur delinkuen, teori Cloeard kapkan bahwa perilaku menyimpang diang-
dan Ohlin, dan teori kriminologi ekologis. gap sebagai suatu tingkah laku abnormal
Teori anomi dikemukakan oleh Sosio- karena perilaku tersebut berpangkal pada in-
log Perancis, Emille Durkheim (1858-1917), dividu. (Atmasasmita, 1992:25-26) Tingkah
dan Robert Merton. Pendapat Durkheim di- laku menyimpang muncul karena ada se-
kemukakan lebih dulu dibandingkan Merton. jumlah orang yang merasakan kesen- jangan
Durkheim menggunakan istilah anomi untuk antara cita-cita yang dimiliki (goal) dengan
menyebut suatu kondisi yang mengalami de- cara yang tersedia untuk mencapai cita-cita
regulasi. Menurutnya perubahan sosial yang tersebut. Dalam setiap masyarakat terdapat
cepat dan mencekam dalam masyarakat dua jenis norma sosial, yaitu tujuan sosial (so-
mempunyai pengaruh besar terhadap se- cial goals) dan sarana- sarana yang tersedia
mua kelompok dalam masyarakat. Nilai-nilai (acceptable means). Secara ideal dalam se-
utama dan nilai yang sudah diterima oleh tiap masyarakat terdapat tujuan yang ingin
masyarakat menjadi kabur bahkan lenyap. dicapai dan ada sarana-sarana yang sah un-
Keadaan tersebut mendorong terjadinya keti- tuk mencapainya. Dalam praktik, tidak seti-
dakpastian norma bahkan ketiadaan norma. ap orang dapat menggunakan sarana-sarana
(Dick, Grande, and Toornvliet 1996: 133) yang tersedia untuk mencapai tujuan. Kare-
na itu, banyak orang yang memaksakan ke-
Durkheim menggambarkan konsep hendak untuk mencapai cita-cita, meskipun
anomi sebagai kondisi dalam masyarakat cara yang digunakan melanggar hukum (ille-
yang terjadi keputusasaan atau ketiadaan gitimate means). Cara mencapai tujuan yang
norma. Anomi juga merupakan akibat pe- melanggar hukum inilah yang disebut kejaha-
rubahan bermasyarakat yang cepat. Anomi tan. Van Dijk, at all. menyatakan bahwa ano-
ada pada tiap-tiap masyarakat dan menjelma mi sebagaimana diuraikan di atas dapat terja-
bukan hanya dalam bentuk kejahatan teta- di karena dalam masyarakat di negara-negara
pi juga dalam kasus bunuh diri. Semua ini barat lebih banyak mengutamakan pencapai-
terjadi karena ketidakhadiran norma-norma an kesejahteraan secara material dan dalam
sosial, dan ketiadaan pengawasan sosial yang rangka memperoleh status sosial yang tinggi.
dapat mengendalikan perilaku menyimpang. (Dick, Grande and Toornvliet 1996: 133)
(Widodo, 2013:66)
Ketidaksesuaian antara fakta den-
Selanjutnya Durkheim menjelaskan gan angan-angan tersebut berakibat pada
bahwa, keadaan deregulasi diartikan sebagai ketegangan (strain) dan frustrasi yang pada
suatu kondisi tidak ditaatinya aturan-aturan gilirannya akan menimbulkan respons psi-
yang ada di masyarakat, dan anggota masya- ko-fisis pada individu dan berakhir dengan
rakat tidak tahu tentang apa yang diharapkan terjadinya kekerasan atau perlawanan. (Wi-
oleh orang lain. Keadaan ini dianggap sebagai dodo, 2013:67) Van Dijk et all., menyatakan
penyebab terjadinya perilaku menyimpang. bahwa, individu dapat mereaksi ketegangan
Berdasarkan studi yang dilakukan, Durkheim (strain) dengan berbagai cara, yaitu dapat
menyatakan bahwa rata-rata bunuh diri yang menerima tujuan (+), menolak (), atau mem-
ada di masyarakat merupakan tindakan akhir buang dan menggantinya dengan tujuan lain
dari suatu kondisi anomi yang berakar pada (±). Penerimaan, penolakan dan penggan-
dua keadaan yaitu social integration dan so- tian ini dapat pula diterapkan sebagai sara-
cial regulation. Selanjutnya diuraikan bahwa nanya. (Dick, Sagel Grande, and Toornvliet
bunuh diri disebabkan oleh 3 kondisi, yaitu 1996: 134) Merton membuat tabel tentang
deregulasi kebutuhan atau anomi, regulasi reaksi ketegangan sebagai berikut.

13
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23

Tabel 1 Reaksi Ketegangan ini dianggap sebagai penyebab munculnya


perilaku menyimpang, dan inilah yang dise-
Models of Ad- Cultural Institutionalize d
but kondisi anomi. Tekanan- tekanan dalam
aptation Goals Means
masyarakat yang menyebabkan terjadinya
Comformity + +
tingkah laku menyimpang tersebut mensya-
Innovation + ratkan adanya frustrasi yang dialami oleh se-
Ritualism + seorang. Menurut John Dollard, perilaku ag-
Retreatism resif selalu diikuti oleh keadaan frustrasi, dan
Rebellion ± ± keadaan frustrasi selalu menimbulkan agresi
Sumber: J. J. M. van Dijk, et all., 1996, p. yang beragam. (Astuti, 1997:110-111).
134 Berdasarkan dua pendapat, yaitu an-
Berdasarkan tabel 1 tersebut dikehaui tara Durkheim dengan Merton, menurut
bahwa konformitas (conformity) ada pada Romli Atmasasmita dapat dipahami bahwa,
masyarakat yang stabil, yaitu terjadinya ke- perbe- daan antara teori anomi yang dike-
seimbangan antara tujuan yang ditetapkan mukakan oleh Durkheim dengan Merton
dengan sarana untuk mencapai tujuan (Dick, adalah teori anomi dari Merton menitikbe-
Grande and Toornvliet 1996: 133). Innova- ratkan pada differencial acces to opportunity
tion terjadi karena ketidakseimbangan antara structure, sedangkan teori anomi dari Durk-
tujuan dengan sarana untuk mencapai tuju- heim menitikberatkan pada ketiadaan nor-
an. Ritualisme (ritualism) terjadi karena ma- ma (normlesness) dengan tanpa menjelaskan
syarakat mengalami kegagalan dalam men- sebab-sebab terjadinya ketiadaan norma.
capai tujuan sehingga tidak ditargetkan, dan (Atmasasmita, 1992:50-51)
masyarakat hanya melakukan upaya penca-
Teori Asosiasi Diferensial
paian tujuan dengan cara yang legal. Menarik
diri (retreatism) terjadi pada saat masyarakat Teori asosiasi diferensial (Differen-
tidak lagi menetapkan tujuan yang di- capai tial Association Theory) dikemukakan oleh
dan sekaligus tidak melakukan upaya untuk seorang sosiolog Amerika Serikat, Edwin H.
mencapainya. Pemberontakan atau perlawa- Sutherland pada tahun 1939 yang kemudi-
nan (rebillion) terjadi pada masyarakat yang an disempurnakan pada tahun 1947. Teori
frustrasi dengan keadaan, karena itu menu- ini dibangun berdasarkan 3 teori, yaitu Eco-
rutnya perlu melakukan perubahan seca- logical and Cultural Transmission Theory dari
ra mendasar berupa pendefinisian kembali Shaw dan McKay; Symbolic Interactionism
tentang tujuan dan sarana untuk mencapai dari George Mead; dan Culture Conflict The-
tujuan tersebut. ory (William III, and McShane, 1998:49-50).
Robert Merton menganggap bahwa Pada tahun 1939, Sutherland menge-
tingkah laku yang melanggar norma dise- mukakan tentang teori systematic criminal
babkan oleh gangguan dan tekanan sosial behavior, dan culture conflict, social disorga-
yang memunculkan ketidakselarasan antara nization, serta differential association. Romli
tujuan (aspirasi-aspirasi) dengan cara yang Atmasasmita mengemukakan bahwa pen-
tersedia untuk mencapai tujuan tersebut gertian sistematic adalah kriminal karir atau
(Astuti, 1997:47). Selanjutnya Merton meny- praktik- praktik terorganisasi dari kejahatan.
atakan bahwa, munculnya tingkah laku jahat Pengertian praktik terorganisasi dari kejaha-
bukan disebabkan oleh ketidakmerataan pe- tan adalah tingkah laku yang mendukung
nyebaran sarana-sarana yang tersedia untuk norma-norma yang sudah berkembang di
pencapaian tujuan, tetapi ditimbulkan oleh dalam masyarakat (Atmasasmita, 1992:13).
struktur kesem- patan yang tidak merata. Ke- Pada tahun 1947, Sutherland mengganti isti-
tidakmerataan struktur kesempatan tersebut lah “social disorganization” dengan “differen-
menimbulkan frustrasi di kalangan warga tial social organization”. Melalui penggantian
masyarakat yang merasa tidak mempunyai istilah tersebut, Sutherland ingin menunjuk-
kesempatan untuk mencapai tujuan. Kondisi kan keberadaan berbagai ragam kondisi so-
sial dengan nilai-nilai internal beserta tujuan

14
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...

masing-masing untuk dijadikan sarana yang asosiasi diferensial adalah sebagai the con-
berbeda-beda dalam mencapai tujuan. Teori tents of the patterns presented in association
ini mengakui keberadaan berbagai ragam or- would differ from individual to individual.
ganisasi kemasyarakatan yang terpisah, tetapi Dalam pengertian tersebut terungkap bahwa
antara satu dengan yang lain saling bersaing isi dari pola keteladanan yang diperkenalkan
berdasarkan norma dan nilainya sendiri-sen- dalam asosiasi akan berbeda antara individu
diri. Larry J. Siegel menjelaskan, bahwa teori ke individu. Meskipun demikian, bukan be-
asosiasi diferensial mengkaji tentang elemen- rarti bahwa hanya pergaulan dengan penja-
elemen dalam masyarakat yang berpengaruh hat saja yang akan menyebabkan perilaku
terhadap seseorang yang melakukan perbua- jahat, tetapi yang paling penting adalah isi
tan jahat (Nurfitra, 2015:7). Teori ini dapat dari proses komunikasi dengan orang lain
diterapkan pada kasus anak-anak maupun tersebut. (Widodo, 2013:71) Sutherland
orang ctetoasa. Hal ini tampak dalam pen- menjadikan Diferential Association Theory
jelasan berikut, strenght ... explains onset of dalam pandangannnya sebagai teori yang
criminality. Expalins the presence of crime in dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya
all elements of social structure. Explains why kejahatan (Hadi, 2015:6).
some people in hight crime areas refrain from Teori asosiasi diferensial mengutama-
criminality. Can apply to adults and juveniles kan proses belajar seseorang, sehingga ke-
(Siegel, 1989:212). jahatan sebagaimana tingkah laku lain pada
Selain itu, teori ini ingin mencari dan manusia, merupakan sesuatu yang dapat
menemukan bagaimana nilai dan norma- dipelajari. Dasar pemikiran yang melandasi
norma tersebut dikomunikasikan atau dia- teori tersebut, menurut Rose Giallombardo
lihkan dari kelompok masyarakat ke kelom- adalah “a criminal act accur when a situation
pok masyarakat lainnya. Selanjutnya, dalam appropriate for it, as defined by the person, is
konteks teori Asosiasi Diferensial, Ronald L. present (Hadisuprapto, 1997:19). Dalam hal
Akers and Chistine S. Seller mengungkapkan ini tampak bahwa, tingkah laku jahat terjadi
sebagai berikut. dalam sebuah situasi tertentu sesuai dengan
apa yang dike- hendaki, dan apa yang didefi-
Diferential association has both behavioral-in-
teractional and normative dimensions. The in- nisikan oleh seseorang sesuai dengan pema-
teractional dimention is the direct association hamannya.
and interaction with who others engage in cer-
tains kind a of behavior; as well as the indirect Berdasarkan teori asosiasi diferensial,
association and identification with more distan- tingkah laku jahat dipelajari dalam kelom-
ce reference group. The normative dimentional pok melalui interaksi dan komunikasi. Ob-
is the different pattern of norm and values to
which and individual is exposed through this jek yang dipelajari dalam kelompok tersebut
association. (Akers and Seller, 2004:85) adalah teknik untuk melakukan kejahatan
dan alasan (nilai-nilai, motif, rasionalisasi,
Berdasarkan pendapat Akers dan Seller dan tingkah laku) yang mendukung perbua-
tersebut diketahui bahwa, asosiasi diferen- tan jahat tersebut. (Widodo, 2013:72)
sial mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi Berpijak pada uraian di atas dapat dike-
interaksional tingkah laku dan dimensi ber- tahui bahwa dalam teori Asosiasi Diferensial
dasarkan norma. Dimensi interaksional ting- diakui adanya sifat dan efek dari pengaruh
kah laku adalah interaksi dan asosiasi yang lingkungan terhadap tingkah laku seseorang.
dilakukan secara langsung dengan orang lain Teori ini bersifat sosiologis karena pengajian-
dalam tingkah laku tertentu; seperti halnya nya terpusat pada hubungan-hubungan so-
identifikasi dan asosiasi yang tidak langsung sial yang meliputi frekuensi, intensitas, dan
dengan pengelompokan acuan. Dimensi peranan asosiasi. Teori ini tidak bertolak
berdasarkan norma adalah pola keteladan pada kualitas atau ciri-ciri individu atau pada
norma yang berbeda-beda dan nilai-nilai sifat-sifat dunia ilmiah yang konkret dan da-
yang mengarahkan individu dalam asosiasi. pat dilihat. Menurut Sutherland fakta men-
Sutherland berpendapat, pengertian dasar yang digunakan adalah adanya organi-

15
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23

sasi sosial yang diferensial dalam masyarakat untuk melakukan kejahatan).


sekitar yaitu bahwa asosiasi diferensial me- 6. (Seseorang menjadi delinkuen, karena
nimbulkan kriminalitas pada individu, dan ekses dari pola- pola pikir yang lebih
merupakan konsekuensi logis dari prinsip melihat aturan hukum sebagai pemberi
belajar dengan asosiasi tersebut (social learn- peluang dilakukannya kejahatan
ing). Jadi asosiasi diferensial berlaku pada daripada yang melihat hukum sebagai
kelompok- kelompok yang bersifat kriminal sesuatu yang harus diperhatikan dan
maupun kelompok anti-kriminal. dipatuhi).
Berdasarkan uraian di atas dapat disim- 7. Asosiasi diferensial ini bervariasi
pulkan bahwa Sutherland berpendapat bah- tergantung dari frekuensi, jangka waktu,
wa seseorang akan mengalami perubahan prioritas dan intensitasnya. Jadi dampak
sesuai dengan harapan dan pandangannya, negatif yang ditimbulkan oleh kelompok
yaitu ketika berhubungan dengan teman
(peers groups) tergantung pada frekuensi,
akrab. Jika kondisi tersebut terpenuhi maka
seberapa lama, pengalaman, dan
perilaku jahat dapat timbul sebagai akibat in-
intensitas dalam bergaul).
teraksi sosial.
8. Proses mempelajari tingkah laku jahat
Secara lengkap Sutherland mengajukan
melalui pergaulan dengan pola kejahatan
9 proposisi tentang proses terjadinya tingkah
dan anti-kejahatan melibatkan semua
laku jahat, yaitu sebagaimana dikemukakan
mekanisme yang berlaku dalam setiap
Bartollas berikut. (Widodo, 2013:72)
1. Tingkah laku jahat, sebagaimana perilaku proses belajar. Jadi mempelajari tingkah
lainnya, dipelajari dari orang lain. Perilaku laku jahat tidak terbatas pada upaya
jahat bukan perilaku yang diwariskan. meniru tingkah laku).
9. Sekalipun tingkah laku jahat merupakan
2. Tingkah laku jahat dipelajari dalam hu-
pencertfiinan dari kebutuhan-
bungan interaksi dengan orang lain me-
kebutuhan umum dan nilai-nilai, tetapi
lalui proses komunikasi, baik langsung
maupun tidak langsung). tingkah laku jahat tersebut tidak dapat
3. Bagian terpenting dari mempelajari dijelaskan melalui kebutuhan umum dan
tingkah laku jahat terjadi dalam nilai-nilai, karena tingkah laku yang tidak
kelompok intim, lebih efektif jahat pun merupakan pencerminan dari
dibandingkan dengan komunikasi bentuk kebutuhan-kebutuhan umum dan nilai-
lainnya, misalnya lewat film atau surat nilai yang sama. Jadi motif seseorang
kabar); yang terlibat kenakalan berbeda dengan
4. Mempelajari tingkah laku jahat termasuk perilaku pada umumnya, karena dasar
di dalamnya teknik melakukan kejahatan pemahamannya juga berbeda).
dan motivasi / dorongan atau alasan Secara rinci, Sutherland mengungkap-
pembenar termasuk sikap-sikap); kan, bahwa tingkah laku jahat dipelajari dari
orang lain melalui proses interaksi dan komu-
5. Arah dari motif dan dorongan tertentu
nikasi, bukan merupakan unsur yang diwa-
dipelajari melalui definisi-definisi dari
riskan dan dibawa sejak lahir. Tingkah laku
peraturan perundang- undangan.
jahat yang dipelajari adalah teknik melaku-
Dalam masyarakat kadang- kadang
kan kejahatan dan motivasi atau alasan pem-
anak berhubungan dengan orang-orang benar, termasuk definisi- definisi dari peratu-
yang melihat apa yang diatur dalam ran perundang-undangan sehingga seringkali
peraturan perundang-undangan/hukum ketentuan hukum dianggap sebagai pemberi
sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan peluang dilakukannya kejahatan, daripada
dan dipatuhi, tetapi kadang seorang melihat hukum sebagai sesuatu yang harus
anak juga dapat berhubungan dengan diperhatikan dan dipatuhi. Tingkah laku ter-
orang- orang yang melihat aturan hukum sebut bersifat variatif, yaitu tergantung dari
sebagai sesuatu yang memberi peluang frekuensi, jangka waktu, prioritas dan inten-

16
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...

sitas dalam bergaul dengan kelompok intim. rapto, 1997:31). Menurut teori kontrol so-
Motif seseorang yang terlibat kenakalan ber- sial, manusia mempunyai kebebasan untuk
beda dengan perilaku pada umumnya, kare- bertindak, dan penentu tingkah laku seseo-
na dasar pemahamannya juga berbeda. rang adalah ikatan-ikatan sosial yang sudah
Berdasarkan proposisi di atas, Suther- terbentuk. Larry J. Siegel menulis, a peson
land secara tegas membantah teori Cesare ‘s bond to society prevents him or her from
Lombrosso, yang menyatakan bahwa tingkah violating social rules. If his bond weakens, we
laku jahat dibawa seseorang sejak lahir (ma- person is free to commit crime (Siegel:212).
nusia jahat). Menurut Sutherland perilaku Menurut Hirschi, The social bond,
jahat dapat dipelajari dari orang lain melalui comprises four elements, attachment, com-
proses interaksi dan komunikasi, karena his mitment, involevmen, and bilief (Hirschi,
basics premise was that delinquency, like any 1969:16). Berdasarkan pendapat ini bahwa
other form of behavior, is a product of social ikatan sosial yang menjadi salah satu penye-
interaction. Tingkah laku jahat, sebagaima- bab terjadinya tingkah laku jahat terdiri atas
na umunya bentuk suatu tingkah laku, me- 4 (empat) unsur, yaitu keterikatan, keter-
rupakan hasil dari interaksi sosial. Pendapat sangkutan yang terkait dengan kepentingan
Sutherland mendapat dukungan dari Glaser sendiri, keterlibatan, norma dan nilai. Empat
yang menyatakan bahwa kejahatan tidak elemen ikatan sosial yang ada pada setiap
hanya dipelajari melalui interaksi langsung masyarakat tersebut adalah sebagai berikut.
antar- individu, tetapi juga dapat dipelajari 1. Keterkaitan (Attachment), bersangkutpaut
juga walaupun antar individu tersebut tidak dengan sejauh mana seseorang
bertemu, dan media massa menjadi peranta- memperhatikan keinginan dan harapan
ranya. (Williams, 1991:288) orang lain. Mereka adalah yang tidak
peka dengan tuntutan orang lain, juga
Teori Kontrol Sosial
tidak merasa perlu merisaukan norma-
Teori kontrol merupakan suatu klasi- norma yang ada. Kepekaan ini saling
fikasi teori yang mengklaim tidak bertanya tergantung dengan kualitas hubungan
mengapa orang melakukan tindak pidana, antara satu dengan lainnya, makin banyak
tetapi mengapa mereka tidak melakukan rasa simpati dan empati terhadap orang
tindak pidana? Teori-teori ini mengasumsi- lain maka makin merasakan adanya
kan setiap orang memiliki keinginan untuk keharusan memperhatikan orang lain,
melakukan tindak pidana dan menyimpang, sehingga akan membentuk ikatan
dan berusaha untuk menjawab mengapa sosial yang dapat menghalangi tingkah
beberapa orang menahan diri dari melaku- laku menyimpang (Dick, Grande, and
kannya. Control Theories. A classification of Toornvliet 1996: 153). Hirschi membagi
theories that claim to ask not why do people attachment dalam dua kelompok, yaitu
commit criminal acts, but why do they not total attachment dan partial attachment.
commit criminal acts? These theories assume Total attachment adalah suatu keadaan
everyone has the desire to commit criminal pada saat seseorang melepas rasa ego yang
and deviant acts, and seeks to answer why ada dalam dirinya kemudian mengganti
some people refrain from doing so. (Akers dengan rasa kebersamaan. Pengertian
and Seller) partial attachment adalah kehadiran
John Hagan menegaskan bahwa teo- seseorang yang dapat mengendalikan atau
ri kontrol sosial bertolak dari asumsi bahwa mengawasi seseorang. (Dick, Grande,
setiap individu di masyarakat mempuny- and Toornvliet 1996: 153)
ai peluang sama untuk menjadi orang yang 2. Ketersangkutan yang terkait dengan
melanggar hukum atau orang yang yang taat kepentingan sendiri (Commitment), yaitu
hukum. Teori kontrol sosial mengajukan per- mengacu pada perhitungan untung-
tanyaan men- dasar, mengapa tidak semua rugi atas keterlibatan seseorang dalam
orang melanggar hukum atau mengapa ada perbuatan yang menyimpang. Van
orang yang taat pada hukum. (Hadisup- Dijk, et all. berpendapat, bahwa unsur

17
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23

ini menekankan pada aspek rasional- membawa implikasi pada penentuan kebi-
ekonomis, sehingga mereka yang banyak jakan yang dapat menekan kejahatan. Hal
menginventarisasikan materi dan emosi ini bermanfaat pada perancangan kebijakan
dalam masyarakat, makin banyak risiko peraturan perundang-undangan yang men-
kerugian yang harus ditanggung jika gatur “jam malam”, program pendidikan di
mereka melakukan pelanggaran norma. luar sekolah, pembimbingan orang tua, dan
3. Keterlibatan (Involvement), yaitu mengacu program penempatan kerja. Teori ini juga
pada pemikiran bahwa apabila seseorang bermanfaat untuk membangun konsep,
disibukkan dalam beberapa kegiatan operasional, dan pengecekan empiris untuk
konvensional maka ia tidak akan sempat mengembangkan model pencegahan kejaha-
memikirkan apalagi melakukan perbuatan tan. Secara lengkap diungkapkan berikut.
jahat. Dengan demikian, seseorang
Travis Hirschi’s theory has many policy impli-
yang berintegrasi secara baik dengan cations and can be used to reduce delinquen-
masyarakat, kurang memiliki waktu untuk cy. His theory can be seen in policies such as
melakukan pelanggaran norma. (Dick, curfeiv laws, after-school programs, parenting
classes, and job placement programs. Hirschi
Grande, dan Toornvliet 1996: 153). utilized theory construction, conceptualizati-
4. Nilai dan Norma (Belief), yaitu mengacu on, operationalization, and empirical testing
pada situasi keanekaragaman penghayatan to develop a perspective that still stands as a
criminological model today. (Akers and Sellers)
terhadap kaidah-kaidah kemasyarakatan
di kalangan anggota masyarakat. jika Dalam kaitannya dengan teori kontrol,
tidak ada keyakinan bahwa nilai dan menurut Reiss ada 3 komponen yang dapat
norma kehidupan bersama tersebut patut menjelaskan kenakalan remaja, yaitu kurang-
ditaati, maka akan terjadi kemungkinan nya kontrol internal yang wajar selama masa
pelanggaran hukum. (Dick, Grande, and kanak-kanak, hilangnya kontrol tersebut, dan
Toornvliet 1996: 153). tidak adanya norma-norma sosial atau kon-
Keempat elemen di atas harus terben- flik antar norma tersebut (di sekolah, di ke-
tuk dalam masyarakat karena apabila gagal luarga, atau lingkungan sekitar). Selanjutnya
dibentuk maka akan muncul tingkah laku Reiss membedakan 2 macam kontrol yaitu:
menyimpang. Seseorang yang tidak dapat a. personal control, yaitu kemampuan
mengimplementasikan keempat komponen seseorang menahan diri untuk tidak
tersebut cenderung bertingkah laku jahat. mencapai tujuannya dengan cara yang
Perilaku seseorang yang baik atau jahat melanggar norma;
sepenuhnya tergantung pada masyarakat se- b. social control, yaitu kemampuan
kitarnya. Setiap orang yang lemah atau bah- masyarakat atau kelompok sosial untuk
kan putus dengan ikatan sosial akan cende- melaksanakan norma-norma atau
rung melakukan tingkah laku jahat. Ini juga peraturan perundang-undangan.
terjadi jika lembaga kontrol sosial mengalami Akers mengemukakan sebagai berikut:
kemerosotan wibawa, baik lembaga kontrol
External Control. A concept in control theory
formal maupun informal. Peraturan perun- in which agents outside the control of the in-
dang-undangan yang dibuat oleh negara se- dividual are responsible for keeping that indivi-
cara tertulis yang difungsikan untuk menga- dual from committing criminal or deviant acts.
These agents include parents, teachers, or law
tur kehidupan masyarakat, disebut lembaga enforcement.
kontrol formal. Lembaga kontrol sosial yang
bersifat informal antara lain hukum tidak ter- (Internal Control. A concept in control theory
which explains why a person will not commit
tulis yang keberlakuannya diakui oleh masya- a criminal act by reference to the person inter-
rakat. Meskipun demikian, sarana kontrol in- nally monitoring and controlling his or her own
formal kadang kala lebih mengikat daripada behavior. This includes such things as feelings
of guilt and not wanting to disappoint others.
sarana kontrol dalam bentuk hukum tertulis. (Akers and Sellers)
Ronald L. Akers and Christine S. Sel-
lers menegaskan bahwa teori Travis Hirschi Berdasarkan uraian tersebut dapat di-

18
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...

pahami bahwa kontrol eksternal merupakan Teori netralisasi menekankan tentang proses
sebuah konsep dalam teori kontrol di mana pembelajaran kaum muda untuk merasiona-
pihak (agen) di luar individu bertanggung ja- lisasi perilaku menyimpang yang dilakukan
wab untuk menjaga individu agar tidak me- sehingga diharapkan dapat memperdaya be-
lakukan tindak pidana atau melakukan peri- kerjanya nilai-nilai kemasyarakatan dan nor-
laku menyimpang. Agen ini termasuk orang ma- norma dalam masyarakat. John Hagan
tua, guru, atau penegak hokum pidana. Se- mengemukakan sebagai berikut.
dangkan kontrol internal merupakan sebuah At base, neutralization theory assumsed that
konsep dalam teori kontrol yang menjelaskan peoples action are guided by their thought.
mengapa seseorang tidak akan melakukan Thus, the question asked by this theory is, what
is it about the thought of otherwise good peop-
suatu tindak pidana dengan mengacu pada le that sometimes turn them bad? It can be no-
pemantauan dan pengendalian diri sendiri. ted that question posed assumsed that most
Ini termasuk hal-hal seperti perasaan ber- people most of the time, are guided by “good”
thought. In other words, neutralization theo-
salah dan tidak ingin mengecewakan orang ry, assumsed there is general agreement in our
lain. society about “the good think life” and the ap-
Reiss menyimpulkan bahwa melemah- proriate ways of optaining them. (Hagan:156).
nya kontrol sosial juga mengakibatkan peri-
Teori netralisasi mengasumsikan, bah-
laku menyimpang. (Akers and Sellers) Do-
wa tingkah laku manusia dikendalikan oleh
nald J. Shoemaker, menulis “Control teorists
pemikiran-pemikiran pelaku. Teori ini me-
also generally agree that delinquency is the
nanya- kan, apakah yang ada di balik pe-
result of the deficiency in something; that is
mikiran orang-orang yang baik sehingga
juveniles commit delinquency because some
kadang- kadang membuat mereka berubah
controlling force is absent or defective.”
menjadi orang yang berperilaku jahat atau
(Shoemakers, 1977:153). Para pendukung
buruk atau menyimpang dari norma masya-
teori kontrol ternyata meneyetujui penda-
rakat? Berdasarkan pertanyaan tersebut, teori
pat bahwa kenakalan merupakan hasil dari ini menganggap bahwa kebanyakan orang,
sesuatu kekurangan, yaitu berkurangnya be- dalam sebagian besar waktunya, pada saat
berapa kekuatan ikatan dan kontrol dalam melakukan sesuatu perbuatan dikendalikan
masyarakat. oleh pemikiran- pemikiran yang baik, tetapi
Teori Netralisasi mengapa orang yang pada umumnya memi-
Larry J. Siegel mengungkapkan, Major liki pemikiran yang baik tersebut sampai me-
premise youth learn ways of neutralizing mo- lakukan perbuatan yang menyimpang atau
ral restrain and periodically drift in and out of melakukan kejahatan.
criminal behavior pattern. Explains way may Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
delinquents do not adult criminals. Explains Sykes dan Matza mengemukakan, bahwa The
why youthful law violators can participate delinquent, is a apologenic failure, who drifs
in conventional behavior. (Larry J. Siegel). in to deviant lifestyle througt of justification
Pendapat utama teori netralisasi (neutralizati- “we call these justifications of devian behav-
on theory), bahwa seseorang akan belajar un- ior techniques of neutralization; and we believe
tuk menetralkan moral yang mengendalikan these techniqies make up crucial component
tingkah laku manusia, kemudian melakukan of Sutherland’s definitions forable to the viola-
perilaku menyimpang (Siegel:212). Selain tion of law (Hagan:156). Pelaku kejahatan
itu, teori ini menjelaskan bagaimana cara adalah seorang yang apologetic failure, yaitu
para pemuda melakukan penyimpangan, orang-orang yang gagal meminta maaf atas
dan cara para pemuda tersebut terlibat da- perbuatannya, kemudian terbawa ke dalam
lam tingkah laku menyimpang. David Matza suatu gaya hidup yang menyimpang dari nor-
menegaskan, Theory neutralization stresses ma. Proses tersebut berlangsung secara halus,
youth’s learning of behavior rationalizations dan hal tersebut digunakan oleh pelaku seba-
that enable them to overcome societal values gai alasan pembenaran atas tingkah lakunya.
and norms and engage in illegal bahaviour. Pembenaran terhadap penyimpangan perila-

19
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23

ku seseorang melibatkan banyak komponen (Indra, Rochayati & Sularto, 2017:3). Dalam
yang rumit sebagaimana proses pelanggaran konteks kriminologi, dinamika pemikiran
hukum sebagaimana didefiniskan oleh Shu- kritis terhadap teori-teori kriminologi sangat
terland. Selanjutnya, Sykes dan Matza men- penting untuk memahami proses-proses yang
jabarkan 5 (lima) teknik netralisasi yang dapat menjadikan suatu perbuatan sebagai keja-
dilakukan oleh pelaku kejahatan, yaitu seba- hatan dan proses-proses yang menjadikan
gai berikut. seseorang mengalami ritual labeling sebagai
a. Denial of Responsibility, yaitu pelaku penjahat. Sehingga dari pemahaman yang
menggambarkan dirinya sendiri sebagai benar tentang proses-proses tersebut, selan-
orang-orang yang tidak berdaya dalam jutnya dapat dijadikan dasar untuk menetap-
menghadapi tekanan- tekanan masyarakat kan strategi kebijakan yang tepat dalam me-
(misalnya kurang mendapat kasih sayang nanggulangi kejahatan (Kholiq, 2000:173).
dari orang tua, berada dalam pergaulan Berdasarkan uraian teori-teori krimino-
atau lingkungan yang kurang baik). logi di atas dapat dipahami bahwa penggu-
b. Denial of Injury, yaitu pelaku naan teori-teori kriminologi terhadap kasus/
berpandangan bahwa perbuatan yang perkara kejahatan siber (cyber crime) sangat
dilakukan tidak menyebabkan kerugian diperlukan (urgen) karena digunakan sebagai
yang besar pada masyarakat. dasar pijakan pengambil keputusan (decisi-
c. Denial of Victim, yaitu pelaku memahami
on maker) dalam memerangi kejahatan siber
diri sendiri sebagai “sang penuntut balas”,
(cyber crime) agar tepat sasaran dan efektif
sedangkan para korban dari perbuatannya
sesuai dengan karakteristik palaku dan mo-
dianggap sebagai orang yang bersalah.
dusnya.
d. Condemnation of the Condemners, yaitu
pelaku beranggapan bahwa orang yang Berkaitan dengan kejahatan siber (cy-
mengutuk perbuatan yang telah dilakukan ber crime), setiap jenis kejahatan siber (cyber
sebagai orang- orang munafik, hipokrit, crime) mempunyai penyebab yang tidak se-
sebagai pelaku kejahatan terselubung, lalu sama, karena setiap jenis kejahatan siber
karena dengki, dan sebagainya. (cyber crime) mempunyai spesifikasi yang
e. Appeal to Higher Loyalities, yaitu pelaku berneda. Begitu pula motivasi pelakunya
merasa bahwa dirinya terperangkap yang tidak selalu sama. Namun demikian, se-
antara kemauan masyarakat dan cara umum ada beberapa persamaan antara
ketentuan hukum yang ada di masyarakat pelaku satu dnegan pelaku lainnya, dan anta-
dengan kebutuhan kelompok yang lebih ra jenis kejahatan satu dengan lainnya.
kecil, yaitu kelompok tempat mereka Berijak pada uraian tentang 4 (empat)
berada atau bergabung. teori krimonologi di atas dapat disimpulkan
Berdasarkan paparan tentang teori sebagai berikut.
nertralisasi di atas, dapat dipahami bahwa 1. Teori anomi dapat digunakan sebagai alat
teori netralisasi mengungkapkan bahwa ting- analisis untuk mencari penyebab orang
kah laku menyimpang atau jahat dilakukan melakukan kejahatan siber (cyber crime).
seseorang karena didasarkan pada pemiki- Teori anomi beranggapan bahwa kejahatan
rannya sendiri dan didorong oleh beberapa muncul karena dalam masyarakat tidak
kondisi di luar individu, sehingga pelaku sela- ada norma yang mengatur suatu aktivitas
lu mencari alasan pembenar atas perbuatan- tersebut (normlesness). Berdasarkan
nya melalui proses rasionalisasi. uraian Agus Rahardjo, dalam praktik
ada sekelompok orang yang menolak
Penerapan Teori-Teori Kriminologi Untuk kehadiran hukum untuk mengatur
Penanggulangan Kejahatan Siber (Cyber kegiatan di dunia maya (virtual). Menurut
crime) kelompok ini, dunia virtual adalah ruang
Etiologi kriminal, penologi, dan sosiolo- yang bebas sehingga pemerintah tidak
gi dalam kriminologi secara umum bertujuan mempunyai kewenangan campur tangan
mempelajari kejahatan dari berbagai aspek dalam aktivitas tersebut, termasuk

20
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...

mengatur dengan sarana hukum. Landasan diferensial tidak dapat dikesampingkan


pemikiran ini diilhami oleh Declaration dalam mempelajari kejahatan.
ofltidepence of Cyberspace dari John Perry 4. Teori kontrol sosial dapat digunakan
Ballow dan Hacker Manifesto dari Loyd sebagai alat analisis untuk mcncari
Blankeship atau The Mentor. (Rahardjo, faktor-faktor yang menyebabkan orang
1976:220). Selanjutnya dijelaskan bahwa melakukan kejahatan siber (cyber crime).
pendapat pro dan kontra tentang ada Menurut teori ini, pelaku melakukan
atau tidak adanya hukum yang dapat kejahatan karena ikatan sosial dalam diri
mengatur kejahatan siber (cyber crime) seseorang tersebut melemah atau bahkan
tersebut berpangkal pada kesenjangan seseorang tersebut sudah tidak mempunyai
antara karakteristik kejahatan dengan ikatan sosial dengan masyarakatnya. Hal
hukum pidana konvensional. Karakteristik ini terjadi terutama pada kalangan remaja.
penggunaan internet sebagai basis kegiatan 5. Teori netralisasi dapat digunakan sebagai
bersifat lintas batas sehingga sulit untuk alat analisis, karena beberapa teknik
diketahui yurisdiksinya, padahal hukum netralisasi sebagaimana dikemukakan
pidana konvensnional yang berlaku di oleh Sykes dan Mat/a mungkin juga
Indonesia banyak yang bertumpu pada menjadi alasan dari para pelaku kejahatan
batasan-batasan tentorial. Ketentuan siber (cyber crime) di Indonesia, misalnya
hukum pidana konvensional tersebut dalam kasus defacing.
temyata tidak dapat menyelesaikan kasus Dari uraian Teori-teori kriminologi
dalam aktivitas dan internet secara optimal tersebut dihubungkan fenomena kejahatan
(Rahardjo, 1976:220). Namun demikian, siber saat ini sangatlah dibutuhkan sebagai
karena saat ini sudah banyak peraturan evaluasi terhadap penerapan hukum sehing-
perundang-undangan yang mengatur ga diperlukan harmonisasi hukum dalam
tentang cyber crime, maka sebenarnya konteks ketentuan pidana di bidang tekno-
anomi (yang diartikan sebagai ketiadaan logi informasi. Melihat kemajuan teknologi
norma secara objektif) tidak menjadi informasi saat ini yang terus berkembang dan
dasar rasionalitas pelaku kejahatan siber selalu memunculkan hal baru yang kemudian
(cyber crime). Tetapi, jika anomi diartikan diikuti dengan celah hukum, maka pemerin-
sebagai “anggapan” individu bahwa tidak tah harus cepat dalam mengantisipasi hal ini
ada norma (secara subjektif) tentang (Rumampuk, 2015:34). Sudarto mengatakan
kejahatan siber (cyber crime) di Indonesia Kriminalisasi merupakan bagian dari politik
maka teori dan anggapan tersebut dapat hukum pidana yang pada intinya merupakan
dipahami. kebijakan bagaimana merumuskan hukum
2. Teori asosiasi diferensial dapat digunakan pidana yang baik dan memberikan pedoman
sebagai alat analisis untuk mencari dalam pembuatan (kebijakan legislatif), ap-
penyebab orang melakukan cyber crime. likasi (kebijakan yudikatif), dan pelaksanaan
Menurut teori tersebut, pada dasarnya (kebijakan eksekutif) hukum pidana (Wibo-
kejahatan merupakan hasil dari suatu wo, 2015:99).
proses pembelajaran dan komunikasi
yang berlangsung dari seseorang pada 4. Simpulan
kelompok intim. Teori tersebut sejalan Teori berfungsi sebagai alat untuk
dengan karakteristik pelaku kejahatan mempermu dan memahami suatu permasa-
siber (cyber crime), yaitu sebagaimana lahan. Dalam konteks ini beberapa teori kri-
dikemukakan oleh Sue Titus Reid, bahwa minologi dapat digunakan sarana untuk me-
“They may have learned their acts from mahami pelaku dan modus kejahatan siber
others in the same employ; thus, differential (cyber crime), sehingga diperoleh gambaran
association cannot be ruled out. (Reid, yang utuh tentang cyber crime dan pelaku-
1976). Pelaku kejahatan telah mempelajari nya. Ada empat teori yang dapat digunakan
tindakan pihak lainnya dalam pekerjaan menganalisis kejahatan siber (cyber crime),
yang sama; begitu pula prinsip asosiasi yaitu anomi, asosiasi diferensial, kontrol so-

21
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23

sial, dan netralisasi. Bukan hanya 4 (Empat) formasi, 6 (1): 85-97.


nteori tersebut yang dapat digunakan mema- Hadi, Satrio Nur. 2015. Analisis Kriminologis Modus
hami cyber crime, tetapi masih banyak teori Operandi Kejahatan Anak Di Bandar Lampung.
Jurnal Poenale, 3 (2). 1-14.
kriminologi lain yang dapat digunakan, misal- Hadisuprapto, Paulus. 1997. Juvenile Deliquence:
nya teori pemilihan rasional, teori konflik. Pemahaman dan Penanggulangannya, Bandung:
Dalam kajian kriminologi, hampir setiap teori PT. Citra Aditya Bakti.
mempunyai karakteristik yang berbeda da- Hadisuprapto, Paulus. 2004. Studi Tentang Makna Pe-
nyimpangan Perilaku Di Kalangan Remaja. Jur-
lam memahami masyarakat karena pencetus- nal Kriminologi Indonesia, 3 (3): 9-18.
nya mempunyai paradigma yang tidak selalu Hagan, John. (Tanpa tahun). Modern Criminology,
sama. Namun demikian, karena teori meru- Crime, Criminal Behavior and its Control. Mc
pakan “alat” maka kebenaran isi suatu teori Graw-Hill Inc. Singapore.
masih terus dapat didebatkan, disangkal, di- Hartanto, Hermes Dananjaya, 2015. Tindak Pidana
Terhadap Konflik Antar Kampung Dalam Pers-
pertentangkan, dan mungkin disempurnakan pektif Hukum Pidana. Lex Crimen, 4 (7): 148-
berdasarkan hasil penelitian terkini. Sehingga 156.
dengan kajian ini dapat menjadi evaluasi bagi Hirschi, Travis. 1969. Cause of Deliquency, Calofornia:
pengambilan kebijakan hukum terhadap pe- University of California, Barkeley.
nanggulangan kejahatan siber (cyber crime) Indra, S Josua, Nur Rochaeti, & R.B. Sularto, 2017.
Kajian Kriminologi Terkait Penegakan Hukum
dengan memperhatikan penerapan-penera- Pidana Terhadap Tindak Pidana Pembakaran
pan teori kriminologi sebagai ilmu bantu da- Hutan Dan Lahan Di Provinsi Riau, Diponegoro
lam pengembangan hukum kedepan. Law Review, 6 (2): 1-15.
Islami, Maulia Jayantina, Tantangan Dalam Implemen-
Daftar Pustaka tasi Strategi Keamanan Siber Nasional Indone-
Akers, Ronal L. and Cristine S. Seller. 2004, Crimino- sia Ditinjau Dari Penilaian Global Cybersecurity
logical Theologies: Introduction, Evolution, and Index, Jurnal Masyarakat Telematika Dan Infor-
Application, Fourt Edition, Los Angels Calofor- masi, 8 (2): 137-144.
nia: Roxbury Publishing Company. Ketaren, Eliasta, Cybercrime. 2016. Cyber Space, Dan
Akers, Ronald L. and Christine S. Sellers. (Tanpa tahun). Cyber Law, Jurnal Times, 5 (2): 35-42.
Prepared by Erics See Metodist University, Stu- Kian, Antonius Maria Laot, 2015. Tindak Pidana Credit/
dent Study Guide for Criminological Theories; Debit Fraud dan Penerapan Sanksi Pidananya
Introduction, Evaluation, Apllacation. dalam Hukum Pidana Indonesia, Hasanuddin
Astuti, Made Sadhi. 1997, Pemidanaan Terhadap Anak Law Review, 1 (1): 47-60.
Sebagai Pelaku Tindak Pidana, Malang: IKIP Kholiq, M. Abdul. 2000. Urgensi Pemikiran Kritis dan
Malang. Pengembangan Kriminologi Indonesia di Masa
Atmasasmita, Romli. 1992, Teori dan Kapita Selekta Mendatang. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 7
Kriminologi, Bandung: Rosda Karya (15): 161-174.
Dijk, J.J.M Van, et all. 1996, Artuele Criminologie, diter- Kristiani, Ni Made Dwi. 2014. Kejahatan Kekerasan
jemahkan oleh Sumitro. Surakarta: Universitas Seksual (Perkosaan) Ditinjau Dari Perspektif
Sebelas Maret Press. Kriminologi. Jurnal Magistet Hukum Udayana, 7
Dirdjosumarto, Yulianto. 2016, Menyontek (Cheating) (3): 371-381.
Kecurangan Akademik. Jurnal Ekspansi, 8 (1): Lisanawat, Go. 2013, Cyber Child Sexual Exploitation
277-290. dalam Perspektif Perlindungan atas Kejahatan
Djanggih, Hardianto. 2013. Kebijakan Hukum Pidana Siber, Pandecta Research Law Journal, 8 (1):
Dalam Penanggulangan Cybercrime di Bidang 1-17.
Kesusilaan. Jurnal Media Hukum, 1 (1): 57-77. Lisanawat, Go. 2014. Pendidikan Tentang Pencegahan
Djanggih, Hardianto. 2018. The Phenomenon Of Cy- Kekerasan terhadap Perempuan dalam Dimensi
ber Crimes Which Impact Children As Victims Kejahatan Siber. Pandecta Research Law Jour-
In Indonesia. Jurnal Yuridika, 33 (2): 212-231. nal, 9 (1): 1-15.
Djanggih, Hardianto dan Nasrun Hipan. 2018. Per- Matara, Rini Putri Cahyani, Kajian Yuridis Tentang Keja-
timbangan Hakim Dalam Perkara Pencemaran hatan Ecommerce Dan Penegakan Hukumnya,
Nama Baik Melalui Media Sosial (Kajian Pu- Lex et Societatis, 5 (2): 91-98.
tusan Nomor: 324/Pid./2014/Pn.Sgm). Jurnal Meidiyanto, Regi, 2015. Tinjauan Kriminologis Men-
Penelitian Hukum De Jure, 18 (1): 93-102. genai Perkelahian Antar Kelompok Dikalangan
Erlina, 2014. ‘Analisa Kriminologi Terhadap Kekerasan Remaja Di Kota Palu, Jurnal Ilmu Hukum Legal
dalam Kejahatan. Jurnal Al Daulah, 3 (2): 217- Opinion, 6 (3): 1-7.
228. Mubarok, Nafi’. 2017. Pidana Qisas Dalam Prespektif
Firdausi, Firman & Asih Widi Lestari .2016. Eksistensi Penologi. Jurnal Al-Qanun. 20 (2): 223-237.
‘White Collar Crime’ Di Indonesia: Kajian Krim- Nurfitria, Indah, 2015. Analisis Kriminologis Terhadap
inologi Menemukan Upaya Preventif. Jurnal Re- Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan We-

22
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...

wenang Dalam Jabatan Pemerintahan Di Ban- York: CBS College Publishing.


dar Lampung, Jurnal Poenale, 3 (3); 1-12. Rumampuk, Alfando Mario. 2015. Tindak Pidana Pe-
Pratama, Ficky Abrar, 2014. Analisis Kriminologi Dan nipuan Melalui Internet Berdasarkan Aturan
Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Peng- Hukum Yang Berlaku Di Indonesia, Jurnal Lex
gelapan Mobil Rental (Analisis 4 Putusan Ha- Crimen, 6 (3): 30-35.
kim), Jurnal Mahupiki, 2 (1): 1-32. Shoemakers, Donald J. 1977. Thoeries of Delequency;
Pratama, Ficky Abrar. 2017. Kebijakan Hukum Pidana An Examination of Explanations of Delequent
Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Behavior, New York: Oxford University Press.
Modus Pecah Kaca Mobil Dalam Perspektif Siegel, Larry J. 1989. Criminologigy, Third Editoion, New
Kriminologi (Studi Kasus Putusan Pengadilan York: West Publishing Company.
Negeri Stabat No. 404/Pid.B/2013/Pn.Stabat).
Usu Law Journal, 5 (2): 124-133. Sumenge, Melisa Monica, 2013. Penipuan Menggu-
nakan Media Internet Berupa Jual-Beli Online,
Rahardjo, Agus, 1976. Cyber crime: Pemahaman dan Lex Crimen, 11 (4): 102-112.
Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi,
Bandung: Citra Adya. Wibowo, Ari. 2015. Tinjauan Teoritis Terhadap Wacana
Kriminalisasi Lgbt. Jurnal Cakrawala Hukum, 11
Rahmawati, Ineu, 2017. The Analysis Of Cyber Crime (1): 96-108..
Threat Risk Management To Increase Cyber De-
fense, Jurnal Pertahanan & Bela Negara, 7 (2): Widodo. 2013. Memerangi Cyber crime, Karakteristik
55-70. Motivasi, dan Strategi Penanganannya dalam
Perspketif Kriminologi. Yogyakarta: Aswaja
Rosidawati, Imas & Edy Santoso, 2013. Pelanggaran In- Pressindo
ternet Marketing Pad A Kegiatan E-Commerce
Dlkaitkan Dengan Etika Bisnis, Jurnal Hukum William, Frank III, and Marilyn McShane 1998. Crimi-
Dan Pembangunan, 43 (1), 27-53. nology Theory, Englewood: Princh Hall.
Williams, Katerine S. 1991. Criminology, London:
Reid, Sue Titus, 1976. Crime and Criminology, New
Blackstones Press Limited,

23

Vous aimerez peut-être aussi