Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pandecta
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta
1
Fakultas Hukum Universitas Tompotika Luwuk, Sulawesi Tengah, Indonesia
2
Fakultas Hukum, Universitas Muslim Indonesia, Sulawesi Selatan, Indonesia
DOI: http://dx.doi.org/10.15294/pandecta.v13i1.14020
Abstract
This article discusses the problem of cyber crime through the approach of criminology
theories. It is important to understand cyber crime in terms of the characteristics of
crime and criminals. The research method used is research method that is juridical-
empirical. The results show that there are four theories that can be used to analyze
cyber crime, namely anomy, differential association, social control, and neutralization.
The theory can be used as a cyber crime prevention and crime prevention strategy as
a crime generated through the interaction of members of the community requires seri-
ous handling by the community, law enforcement and the formulation of legislation.
In order for the policy to combat cyber crime to be effective and effective, the parties
need to pay attention to the results of the cyber crime study from the perspective of
criminology.
11
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23
keting (Rosidawati & Santoso, 2013), Peneli- dalam tulisan ini, penulis hanya mengulas
tian tentang Tindak Pidana Credit/Debit Card beberapa teori kriminologi untuk digunakan
Fraud (Kian, 2015:47-60), Penelitian tentang mengkaji kejahatan siber (cyber crime. Ini di-
Risiko Ancaman Kejahatan Siber (Cyber Cri- dasarkan pada pertimbangan bahwa seca-
me) (Rahmawati, 2017:55-70), Penelitian ra teoritik ada kesesuaian antara proposisi-
tentang Strategi Keamanan Siber Nasional proposisi dalam teori-teori tersebut dengan
Indonesia (Islami, 2017:137-144), Penelitian karakteristik kejahatan, karakteristik pelaku
tentang Penipuan Menggunakan Media In- kejahatan, dan reaksi masyarakat terhadap
ternet (Sumenge, 2013:102-112), Penelitian cyber crime di Indonesia. Hasil kajian tersebut
tentang Cyber Child Sexual Exploitation (Lis- dapat digunakan sebagai salah satu bahan
nawati, 2013: 1-17), Penelitian tentang Ke- pertimbangan untuk merencanakan langkah-
jahatan E-Commerce (Matara, 2017:91-98), langkah kebijakan kriminal terhadap kejahat-
Fenomena Kejahatan Siber Yang Berdam- an siber (cyber crime) di Indonesia, terutama
pakn Terhadap Anak Sebagai Korban (Djang- dalam penalisasi dan kebijakan non penal.
gih: 2012-231) dan masih terdapat beberapa Untuk memfokuskan pengkajian ter-
penelitian lainnya yang berhubungan dengan hadap tema dari paper ini, penulis menja-
kejahatan siber dengan menggambarkan se- barkan dalam 2 (dua) rumusan masalah yai-
buah urgenitas kejahatan siber untuk ditang- tu, sebagai berikut: Teori-teori apakah yang
gulangi dengan sarana yang tepat. digunakan untuk mengkaji penanggulangan
Adanya Kejahatan Siber (Cyber Crime) kejahatan siber (cyber crime)?; Bagaimana-
telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga kah penerapan teori-teori tersebut dalam
pemerintah sulit mengimbangi teknik kejaha- mengkaji penanggulangan kejahatan siber
tan yang dilakukan dengan teknologi kompu- (cyber crime)?
ter, khususnya jaringan internet dan intranet
(Ketaren, 2016:35). Hal imi merupakan aki- 2. Metode Penelitian
bat dari pesatnya perkembangan teknologi Penelitian ini menggunakan metode
informasi, sehingga setiap perkembangan penelitian yuridis-empiris. Berdasarkan sifat-
pada hakikatnya membawa efek seperti dua nya, penelitian ini adalah penelitian yang ber-
sisi mata uang yang masing-masing saling sifat deskriptif yaitu penelitian yang bermak-
berkaitan dan tidak akan terpisahkan, yang sud untuk menguraikan hasil kajian secara
berupa sisi positif dan sisi negatif (Lisnawati, mendalam mengenai Penerapan Teori-Teori
2014:2). Pelaku dan sekaligus sebagai korban Kriminologi dalam Penanggulangan Kejaha-
kejahatan umumnya adalah manusia. (Dird- tan Siber. Berdasarkan bentuknya, penelitian
josumarto, 2016:278). Kejahatan siber (cy- ini adalah penelitian evaluatif dan preskrip-
ber crime) bermula dari kehidupan masyara- tif, penelitian evaluatif karena penelitian ini
kat yang ikut memanfaatkan dan cenderung bermaksud memberikan analisis yang men-
meningkat setiap saat untuk berkonsentrasi dalam terhadap suatu Kejahatan siber pada
dalam cyberspace (Djanggih, 2013:58). Hal aspek penagggulangannya. Sedangkan pen-
ini merupakan bagian dari makin majunya elitian preskriptif karena penelitian ini juga
perkembangan zaman, makin sarat pula akan memberikan solusi yang tepat terhadap
beban sosial dan beban kriminalitas dalam upaya penanggulangan kejahatan siber mela-
masyarakat. Perkembangan ini membawa lui pendekatan teopri-teori kriminologi.
dampak pada kehidupan sosial dari masya-
rakatnya, dilain pihak pada tingkat kemajuan 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
yang sedang dialami, juga membawa dam- Teori Yang Digunakan Untuk Penanggu-
pak timbulnya berbagai bentuk kejahatan langan Kejahatan Siber
(Kristiani, 2014:372).
Penulis meyakini bahwa banyak teori Teori Anomie
kriminologi yang dapat digunakan mema- J. J. M. van Dick, H. I. Sagel Grande,
hami kejahatan siber (cyber crime). Namun, dan L.G. Toornvliet (1996: 133-143) ber-
12
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...
pendapat bahwa teori anomi tergolong da- yang keterlaluan atau fatalisme, dan kurang-
lam kumpulan teori- teori keterbelakangan nya integrasi struktural atau egoisme. (Atma-
masyarakat. Teori lain yang tergolong dalam sasmita, 1992:24)
teori-teori keterbelakangan masyarakat ada- Robert Merton selanjutnya mengung-
lah teori subkultur delinkuen, teori Cloeard kapkan bahwa perilaku menyimpang diang-
dan Ohlin, dan teori kriminologi ekologis. gap sebagai suatu tingkah laku abnormal
Teori anomi dikemukakan oleh Sosio- karena perilaku tersebut berpangkal pada in-
log Perancis, Emille Durkheim (1858-1917), dividu. (Atmasasmita, 1992:25-26) Tingkah
dan Robert Merton. Pendapat Durkheim di- laku menyimpang muncul karena ada se-
kemukakan lebih dulu dibandingkan Merton. jumlah orang yang merasakan kesen- jangan
Durkheim menggunakan istilah anomi untuk antara cita-cita yang dimiliki (goal) dengan
menyebut suatu kondisi yang mengalami de- cara yang tersedia untuk mencapai cita-cita
regulasi. Menurutnya perubahan sosial yang tersebut. Dalam setiap masyarakat terdapat
cepat dan mencekam dalam masyarakat dua jenis norma sosial, yaitu tujuan sosial (so-
mempunyai pengaruh besar terhadap se- cial goals) dan sarana- sarana yang tersedia
mua kelompok dalam masyarakat. Nilai-nilai (acceptable means). Secara ideal dalam se-
utama dan nilai yang sudah diterima oleh tiap masyarakat terdapat tujuan yang ingin
masyarakat menjadi kabur bahkan lenyap. dicapai dan ada sarana-sarana yang sah un-
Keadaan tersebut mendorong terjadinya keti- tuk mencapainya. Dalam praktik, tidak seti-
dakpastian norma bahkan ketiadaan norma. ap orang dapat menggunakan sarana-sarana
(Dick, Grande, and Toornvliet 1996: 133) yang tersedia untuk mencapai tujuan. Kare-
na itu, banyak orang yang memaksakan ke-
Durkheim menggambarkan konsep hendak untuk mencapai cita-cita, meskipun
anomi sebagai kondisi dalam masyarakat cara yang digunakan melanggar hukum (ille-
yang terjadi keputusasaan atau ketiadaan gitimate means). Cara mencapai tujuan yang
norma. Anomi juga merupakan akibat pe- melanggar hukum inilah yang disebut kejaha-
rubahan bermasyarakat yang cepat. Anomi tan. Van Dijk, at all. menyatakan bahwa ano-
ada pada tiap-tiap masyarakat dan menjelma mi sebagaimana diuraikan di atas dapat terja-
bukan hanya dalam bentuk kejahatan teta- di karena dalam masyarakat di negara-negara
pi juga dalam kasus bunuh diri. Semua ini barat lebih banyak mengutamakan pencapai-
terjadi karena ketidakhadiran norma-norma an kesejahteraan secara material dan dalam
sosial, dan ketiadaan pengawasan sosial yang rangka memperoleh status sosial yang tinggi.
dapat mengendalikan perilaku menyimpang. (Dick, Grande and Toornvliet 1996: 133)
(Widodo, 2013:66)
Ketidaksesuaian antara fakta den-
Selanjutnya Durkheim menjelaskan gan angan-angan tersebut berakibat pada
bahwa, keadaan deregulasi diartikan sebagai ketegangan (strain) dan frustrasi yang pada
suatu kondisi tidak ditaatinya aturan-aturan gilirannya akan menimbulkan respons psi-
yang ada di masyarakat, dan anggota masya- ko-fisis pada individu dan berakhir dengan
rakat tidak tahu tentang apa yang diharapkan terjadinya kekerasan atau perlawanan. (Wi-
oleh orang lain. Keadaan ini dianggap sebagai dodo, 2013:67) Van Dijk et all., menyatakan
penyebab terjadinya perilaku menyimpang. bahwa, individu dapat mereaksi ketegangan
Berdasarkan studi yang dilakukan, Durkheim (strain) dengan berbagai cara, yaitu dapat
menyatakan bahwa rata-rata bunuh diri yang menerima tujuan (+), menolak (), atau mem-
ada di masyarakat merupakan tindakan akhir buang dan menggantinya dengan tujuan lain
dari suatu kondisi anomi yang berakar pada (±). Penerimaan, penolakan dan penggan-
dua keadaan yaitu social integration dan so- tian ini dapat pula diterapkan sebagai sara-
cial regulation. Selanjutnya diuraikan bahwa nanya. (Dick, Sagel Grande, and Toornvliet
bunuh diri disebabkan oleh 3 kondisi, yaitu 1996: 134) Merton membuat tabel tentang
deregulasi kebutuhan atau anomi, regulasi reaksi ketegangan sebagai berikut.
13
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23
14
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...
masing-masing untuk dijadikan sarana yang asosiasi diferensial adalah sebagai the con-
berbeda-beda dalam mencapai tujuan. Teori tents of the patterns presented in association
ini mengakui keberadaan berbagai ragam or- would differ from individual to individual.
ganisasi kemasyarakatan yang terpisah, tetapi Dalam pengertian tersebut terungkap bahwa
antara satu dengan yang lain saling bersaing isi dari pola keteladanan yang diperkenalkan
berdasarkan norma dan nilainya sendiri-sen- dalam asosiasi akan berbeda antara individu
diri. Larry J. Siegel menjelaskan, bahwa teori ke individu. Meskipun demikian, bukan be-
asosiasi diferensial mengkaji tentang elemen- rarti bahwa hanya pergaulan dengan penja-
elemen dalam masyarakat yang berpengaruh hat saja yang akan menyebabkan perilaku
terhadap seseorang yang melakukan perbua- jahat, tetapi yang paling penting adalah isi
tan jahat (Nurfitra, 2015:7). Teori ini dapat dari proses komunikasi dengan orang lain
diterapkan pada kasus anak-anak maupun tersebut. (Widodo, 2013:71) Sutherland
orang ctetoasa. Hal ini tampak dalam pen- menjadikan Diferential Association Theory
jelasan berikut, strenght ... explains onset of dalam pandangannnya sebagai teori yang
criminality. Expalins the presence of crime in dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya
all elements of social structure. Explains why kejahatan (Hadi, 2015:6).
some people in hight crime areas refrain from Teori asosiasi diferensial mengutama-
criminality. Can apply to adults and juveniles kan proses belajar seseorang, sehingga ke-
(Siegel, 1989:212). jahatan sebagaimana tingkah laku lain pada
Selain itu, teori ini ingin mencari dan manusia, merupakan sesuatu yang dapat
menemukan bagaimana nilai dan norma- dipelajari. Dasar pemikiran yang melandasi
norma tersebut dikomunikasikan atau dia- teori tersebut, menurut Rose Giallombardo
lihkan dari kelompok masyarakat ke kelom- adalah “a criminal act accur when a situation
pok masyarakat lainnya. Selanjutnya, dalam appropriate for it, as defined by the person, is
konteks teori Asosiasi Diferensial, Ronald L. present (Hadisuprapto, 1997:19). Dalam hal
Akers and Chistine S. Seller mengungkapkan ini tampak bahwa, tingkah laku jahat terjadi
sebagai berikut. dalam sebuah situasi tertentu sesuai dengan
apa yang dike- hendaki, dan apa yang didefi-
Diferential association has both behavioral-in-
teractional and normative dimensions. The in- nisikan oleh seseorang sesuai dengan pema-
teractional dimention is the direct association hamannya.
and interaction with who others engage in cer-
tains kind a of behavior; as well as the indirect Berdasarkan teori asosiasi diferensial,
association and identification with more distan- tingkah laku jahat dipelajari dalam kelom-
ce reference group. The normative dimentional pok melalui interaksi dan komunikasi. Ob-
is the different pattern of norm and values to
which and individual is exposed through this jek yang dipelajari dalam kelompok tersebut
association. (Akers and Seller, 2004:85) adalah teknik untuk melakukan kejahatan
dan alasan (nilai-nilai, motif, rasionalisasi,
Berdasarkan pendapat Akers dan Seller dan tingkah laku) yang mendukung perbua-
tersebut diketahui bahwa, asosiasi diferen- tan jahat tersebut. (Widodo, 2013:72)
sial mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi Berpijak pada uraian di atas dapat dike-
interaksional tingkah laku dan dimensi ber- tahui bahwa dalam teori Asosiasi Diferensial
dasarkan norma. Dimensi interaksional ting- diakui adanya sifat dan efek dari pengaruh
kah laku adalah interaksi dan asosiasi yang lingkungan terhadap tingkah laku seseorang.
dilakukan secara langsung dengan orang lain Teori ini bersifat sosiologis karena pengajian-
dalam tingkah laku tertentu; seperti halnya nya terpusat pada hubungan-hubungan so-
identifikasi dan asosiasi yang tidak langsung sial yang meliputi frekuensi, intensitas, dan
dengan pengelompokan acuan. Dimensi peranan asosiasi. Teori ini tidak bertolak
berdasarkan norma adalah pola keteladan pada kualitas atau ciri-ciri individu atau pada
norma yang berbeda-beda dan nilai-nilai sifat-sifat dunia ilmiah yang konkret dan da-
yang mengarahkan individu dalam asosiasi. pat dilihat. Menurut Sutherland fakta men-
Sutherland berpendapat, pengertian dasar yang digunakan adalah adanya organi-
15
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23
16
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...
sitas dalam bergaul dengan kelompok intim. rapto, 1997:31). Menurut teori kontrol so-
Motif seseorang yang terlibat kenakalan ber- sial, manusia mempunyai kebebasan untuk
beda dengan perilaku pada umumnya, kare- bertindak, dan penentu tingkah laku seseo-
na dasar pemahamannya juga berbeda. rang adalah ikatan-ikatan sosial yang sudah
Berdasarkan proposisi di atas, Suther- terbentuk. Larry J. Siegel menulis, a peson
land secara tegas membantah teori Cesare ‘s bond to society prevents him or her from
Lombrosso, yang menyatakan bahwa tingkah violating social rules. If his bond weakens, we
laku jahat dibawa seseorang sejak lahir (ma- person is free to commit crime (Siegel:212).
nusia jahat). Menurut Sutherland perilaku Menurut Hirschi, The social bond,
jahat dapat dipelajari dari orang lain melalui comprises four elements, attachment, com-
proses interaksi dan komunikasi, karena his mitment, involevmen, and bilief (Hirschi,
basics premise was that delinquency, like any 1969:16). Berdasarkan pendapat ini bahwa
other form of behavior, is a product of social ikatan sosial yang menjadi salah satu penye-
interaction. Tingkah laku jahat, sebagaima- bab terjadinya tingkah laku jahat terdiri atas
na umunya bentuk suatu tingkah laku, me- 4 (empat) unsur, yaitu keterikatan, keter-
rupakan hasil dari interaksi sosial. Pendapat sangkutan yang terkait dengan kepentingan
Sutherland mendapat dukungan dari Glaser sendiri, keterlibatan, norma dan nilai. Empat
yang menyatakan bahwa kejahatan tidak elemen ikatan sosial yang ada pada setiap
hanya dipelajari melalui interaksi langsung masyarakat tersebut adalah sebagai berikut.
antar- individu, tetapi juga dapat dipelajari 1. Keterkaitan (Attachment), bersangkutpaut
juga walaupun antar individu tersebut tidak dengan sejauh mana seseorang
bertemu, dan media massa menjadi peranta- memperhatikan keinginan dan harapan
ranya. (Williams, 1991:288) orang lain. Mereka adalah yang tidak
peka dengan tuntutan orang lain, juga
Teori Kontrol Sosial
tidak merasa perlu merisaukan norma-
Teori kontrol merupakan suatu klasi- norma yang ada. Kepekaan ini saling
fikasi teori yang mengklaim tidak bertanya tergantung dengan kualitas hubungan
mengapa orang melakukan tindak pidana, antara satu dengan lainnya, makin banyak
tetapi mengapa mereka tidak melakukan rasa simpati dan empati terhadap orang
tindak pidana? Teori-teori ini mengasumsi- lain maka makin merasakan adanya
kan setiap orang memiliki keinginan untuk keharusan memperhatikan orang lain,
melakukan tindak pidana dan menyimpang, sehingga akan membentuk ikatan
dan berusaha untuk menjawab mengapa sosial yang dapat menghalangi tingkah
beberapa orang menahan diri dari melaku- laku menyimpang (Dick, Grande, and
kannya. Control Theories. A classification of Toornvliet 1996: 153). Hirschi membagi
theories that claim to ask not why do people attachment dalam dua kelompok, yaitu
commit criminal acts, but why do they not total attachment dan partial attachment.
commit criminal acts? These theories assume Total attachment adalah suatu keadaan
everyone has the desire to commit criminal pada saat seseorang melepas rasa ego yang
and deviant acts, and seeks to answer why ada dalam dirinya kemudian mengganti
some people refrain from doing so. (Akers dengan rasa kebersamaan. Pengertian
and Seller) partial attachment adalah kehadiran
John Hagan menegaskan bahwa teo- seseorang yang dapat mengendalikan atau
ri kontrol sosial bertolak dari asumsi bahwa mengawasi seseorang. (Dick, Grande,
setiap individu di masyarakat mempuny- and Toornvliet 1996: 153)
ai peluang sama untuk menjadi orang yang 2. Ketersangkutan yang terkait dengan
melanggar hukum atau orang yang yang taat kepentingan sendiri (Commitment), yaitu
hukum. Teori kontrol sosial mengajukan per- mengacu pada perhitungan untung-
tanyaan men- dasar, mengapa tidak semua rugi atas keterlibatan seseorang dalam
orang melanggar hukum atau mengapa ada perbuatan yang menyimpang. Van
orang yang taat pada hukum. (Hadisup- Dijk, et all. berpendapat, bahwa unsur
17
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23
ini menekankan pada aspek rasional- membawa implikasi pada penentuan kebi-
ekonomis, sehingga mereka yang banyak jakan yang dapat menekan kejahatan. Hal
menginventarisasikan materi dan emosi ini bermanfaat pada perancangan kebijakan
dalam masyarakat, makin banyak risiko peraturan perundang-undangan yang men-
kerugian yang harus ditanggung jika gatur “jam malam”, program pendidikan di
mereka melakukan pelanggaran norma. luar sekolah, pembimbingan orang tua, dan
3. Keterlibatan (Involvement), yaitu mengacu program penempatan kerja. Teori ini juga
pada pemikiran bahwa apabila seseorang bermanfaat untuk membangun konsep,
disibukkan dalam beberapa kegiatan operasional, dan pengecekan empiris untuk
konvensional maka ia tidak akan sempat mengembangkan model pencegahan kejaha-
memikirkan apalagi melakukan perbuatan tan. Secara lengkap diungkapkan berikut.
jahat. Dengan demikian, seseorang
Travis Hirschi’s theory has many policy impli-
yang berintegrasi secara baik dengan cations and can be used to reduce delinquen-
masyarakat, kurang memiliki waktu untuk cy. His theory can be seen in policies such as
melakukan pelanggaran norma. (Dick, curfeiv laws, after-school programs, parenting
classes, and job placement programs. Hirschi
Grande, dan Toornvliet 1996: 153). utilized theory construction, conceptualizati-
4. Nilai dan Norma (Belief), yaitu mengacu on, operationalization, and empirical testing
pada situasi keanekaragaman penghayatan to develop a perspective that still stands as a
criminological model today. (Akers and Sellers)
terhadap kaidah-kaidah kemasyarakatan
di kalangan anggota masyarakat. jika Dalam kaitannya dengan teori kontrol,
tidak ada keyakinan bahwa nilai dan menurut Reiss ada 3 komponen yang dapat
norma kehidupan bersama tersebut patut menjelaskan kenakalan remaja, yaitu kurang-
ditaati, maka akan terjadi kemungkinan nya kontrol internal yang wajar selama masa
pelanggaran hukum. (Dick, Grande, and kanak-kanak, hilangnya kontrol tersebut, dan
Toornvliet 1996: 153). tidak adanya norma-norma sosial atau kon-
Keempat elemen di atas harus terben- flik antar norma tersebut (di sekolah, di ke-
tuk dalam masyarakat karena apabila gagal luarga, atau lingkungan sekitar). Selanjutnya
dibentuk maka akan muncul tingkah laku Reiss membedakan 2 macam kontrol yaitu:
menyimpang. Seseorang yang tidak dapat a. personal control, yaitu kemampuan
mengimplementasikan keempat komponen seseorang menahan diri untuk tidak
tersebut cenderung bertingkah laku jahat. mencapai tujuannya dengan cara yang
Perilaku seseorang yang baik atau jahat melanggar norma;
sepenuhnya tergantung pada masyarakat se- b. social control, yaitu kemampuan
kitarnya. Setiap orang yang lemah atau bah- masyarakat atau kelompok sosial untuk
kan putus dengan ikatan sosial akan cende- melaksanakan norma-norma atau
rung melakukan tingkah laku jahat. Ini juga peraturan perundang-undangan.
terjadi jika lembaga kontrol sosial mengalami Akers mengemukakan sebagai berikut:
kemerosotan wibawa, baik lembaga kontrol
External Control. A concept in control theory
formal maupun informal. Peraturan perun- in which agents outside the control of the in-
dang-undangan yang dibuat oleh negara se- dividual are responsible for keeping that indivi-
cara tertulis yang difungsikan untuk menga- dual from committing criminal or deviant acts.
These agents include parents, teachers, or law
tur kehidupan masyarakat, disebut lembaga enforcement.
kontrol formal. Lembaga kontrol sosial yang
bersifat informal antara lain hukum tidak ter- (Internal Control. A concept in control theory
which explains why a person will not commit
tulis yang keberlakuannya diakui oleh masya- a criminal act by reference to the person inter-
rakat. Meskipun demikian, sarana kontrol in- nally monitoring and controlling his or her own
formal kadang kala lebih mengikat daripada behavior. This includes such things as feelings
of guilt and not wanting to disappoint others.
sarana kontrol dalam bentuk hukum tertulis. (Akers and Sellers)
Ronald L. Akers and Christine S. Sel-
lers menegaskan bahwa teori Travis Hirschi Berdasarkan uraian tersebut dapat di-
18
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...
pahami bahwa kontrol eksternal merupakan Teori netralisasi menekankan tentang proses
sebuah konsep dalam teori kontrol di mana pembelajaran kaum muda untuk merasiona-
pihak (agen) di luar individu bertanggung ja- lisasi perilaku menyimpang yang dilakukan
wab untuk menjaga individu agar tidak me- sehingga diharapkan dapat memperdaya be-
lakukan tindak pidana atau melakukan peri- kerjanya nilai-nilai kemasyarakatan dan nor-
laku menyimpang. Agen ini termasuk orang ma- norma dalam masyarakat. John Hagan
tua, guru, atau penegak hokum pidana. Se- mengemukakan sebagai berikut.
dangkan kontrol internal merupakan sebuah At base, neutralization theory assumsed that
konsep dalam teori kontrol yang menjelaskan peoples action are guided by their thought.
mengapa seseorang tidak akan melakukan Thus, the question asked by this theory is, what
is it about the thought of otherwise good peop-
suatu tindak pidana dengan mengacu pada le that sometimes turn them bad? It can be no-
pemantauan dan pengendalian diri sendiri. ted that question posed assumsed that most
Ini termasuk hal-hal seperti perasaan ber- people most of the time, are guided by “good”
thought. In other words, neutralization theo-
salah dan tidak ingin mengecewakan orang ry, assumsed there is general agreement in our
lain. society about “the good think life” and the ap-
Reiss menyimpulkan bahwa melemah- proriate ways of optaining them. (Hagan:156).
nya kontrol sosial juga mengakibatkan peri-
Teori netralisasi mengasumsikan, bah-
laku menyimpang. (Akers and Sellers) Do-
wa tingkah laku manusia dikendalikan oleh
nald J. Shoemaker, menulis “Control teorists
pemikiran-pemikiran pelaku. Teori ini me-
also generally agree that delinquency is the
nanya- kan, apakah yang ada di balik pe-
result of the deficiency in something; that is
mikiran orang-orang yang baik sehingga
juveniles commit delinquency because some
kadang- kadang membuat mereka berubah
controlling force is absent or defective.”
menjadi orang yang berperilaku jahat atau
(Shoemakers, 1977:153). Para pendukung
buruk atau menyimpang dari norma masya-
teori kontrol ternyata meneyetujui penda-
rakat? Berdasarkan pertanyaan tersebut, teori
pat bahwa kenakalan merupakan hasil dari ini menganggap bahwa kebanyakan orang,
sesuatu kekurangan, yaitu berkurangnya be- dalam sebagian besar waktunya, pada saat
berapa kekuatan ikatan dan kontrol dalam melakukan sesuatu perbuatan dikendalikan
masyarakat. oleh pemikiran- pemikiran yang baik, tetapi
Teori Netralisasi mengapa orang yang pada umumnya memi-
Larry J. Siegel mengungkapkan, Major liki pemikiran yang baik tersebut sampai me-
premise youth learn ways of neutralizing mo- lakukan perbuatan yang menyimpang atau
ral restrain and periodically drift in and out of melakukan kejahatan.
criminal behavior pattern. Explains way may Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
delinquents do not adult criminals. Explains Sykes dan Matza mengemukakan, bahwa The
why youthful law violators can participate delinquent, is a apologenic failure, who drifs
in conventional behavior. (Larry J. Siegel). in to deviant lifestyle througt of justification
Pendapat utama teori netralisasi (neutralizati- “we call these justifications of devian behav-
on theory), bahwa seseorang akan belajar un- ior techniques of neutralization; and we believe
tuk menetralkan moral yang mengendalikan these techniqies make up crucial component
tingkah laku manusia, kemudian melakukan of Sutherland’s definitions forable to the viola-
perilaku menyimpang (Siegel:212). Selain tion of law (Hagan:156). Pelaku kejahatan
itu, teori ini menjelaskan bagaimana cara adalah seorang yang apologetic failure, yaitu
para pemuda melakukan penyimpangan, orang-orang yang gagal meminta maaf atas
dan cara para pemuda tersebut terlibat da- perbuatannya, kemudian terbawa ke dalam
lam tingkah laku menyimpang. David Matza suatu gaya hidup yang menyimpang dari nor-
menegaskan, Theory neutralization stresses ma. Proses tersebut berlangsung secara halus,
youth’s learning of behavior rationalizations dan hal tersebut digunakan oleh pelaku seba-
that enable them to overcome societal values gai alasan pembenaran atas tingkah lakunya.
and norms and engage in illegal bahaviour. Pembenaran terhadap penyimpangan perila-
19
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23
ku seseorang melibatkan banyak komponen (Indra, Rochayati & Sularto, 2017:3). Dalam
yang rumit sebagaimana proses pelanggaran konteks kriminologi, dinamika pemikiran
hukum sebagaimana didefiniskan oleh Shu- kritis terhadap teori-teori kriminologi sangat
terland. Selanjutnya, Sykes dan Matza men- penting untuk memahami proses-proses yang
jabarkan 5 (lima) teknik netralisasi yang dapat menjadikan suatu perbuatan sebagai keja-
dilakukan oleh pelaku kejahatan, yaitu seba- hatan dan proses-proses yang menjadikan
gai berikut. seseorang mengalami ritual labeling sebagai
a. Denial of Responsibility, yaitu pelaku penjahat. Sehingga dari pemahaman yang
menggambarkan dirinya sendiri sebagai benar tentang proses-proses tersebut, selan-
orang-orang yang tidak berdaya dalam jutnya dapat dijadikan dasar untuk menetap-
menghadapi tekanan- tekanan masyarakat kan strategi kebijakan yang tepat dalam me-
(misalnya kurang mendapat kasih sayang nanggulangi kejahatan (Kholiq, 2000:173).
dari orang tua, berada dalam pergaulan Berdasarkan uraian teori-teori krimino-
atau lingkungan yang kurang baik). logi di atas dapat dipahami bahwa penggu-
b. Denial of Injury, yaitu pelaku naan teori-teori kriminologi terhadap kasus/
berpandangan bahwa perbuatan yang perkara kejahatan siber (cyber crime) sangat
dilakukan tidak menyebabkan kerugian diperlukan (urgen) karena digunakan sebagai
yang besar pada masyarakat. dasar pijakan pengambil keputusan (decisi-
c. Denial of Victim, yaitu pelaku memahami
on maker) dalam memerangi kejahatan siber
diri sendiri sebagai “sang penuntut balas”,
(cyber crime) agar tepat sasaran dan efektif
sedangkan para korban dari perbuatannya
sesuai dengan karakteristik palaku dan mo-
dianggap sebagai orang yang bersalah.
dusnya.
d. Condemnation of the Condemners, yaitu
pelaku beranggapan bahwa orang yang Berkaitan dengan kejahatan siber (cy-
mengutuk perbuatan yang telah dilakukan ber crime), setiap jenis kejahatan siber (cyber
sebagai orang- orang munafik, hipokrit, crime) mempunyai penyebab yang tidak se-
sebagai pelaku kejahatan terselubung, lalu sama, karena setiap jenis kejahatan siber
karena dengki, dan sebagainya. (cyber crime) mempunyai spesifikasi yang
e. Appeal to Higher Loyalities, yaitu pelaku berneda. Begitu pula motivasi pelakunya
merasa bahwa dirinya terperangkap yang tidak selalu sama. Namun demikian, se-
antara kemauan masyarakat dan cara umum ada beberapa persamaan antara
ketentuan hukum yang ada di masyarakat pelaku satu dnegan pelaku lainnya, dan anta-
dengan kebutuhan kelompok yang lebih ra jenis kejahatan satu dengan lainnya.
kecil, yaitu kelompok tempat mereka Berijak pada uraian tentang 4 (empat)
berada atau bergabung. teori krimonologi di atas dapat disimpulkan
Berdasarkan paparan tentang teori sebagai berikut.
nertralisasi di atas, dapat dipahami bahwa 1. Teori anomi dapat digunakan sebagai alat
teori netralisasi mengungkapkan bahwa ting- analisis untuk mencari penyebab orang
kah laku menyimpang atau jahat dilakukan melakukan kejahatan siber (cyber crime).
seseorang karena didasarkan pada pemiki- Teori anomi beranggapan bahwa kejahatan
rannya sendiri dan didorong oleh beberapa muncul karena dalam masyarakat tidak
kondisi di luar individu, sehingga pelaku sela- ada norma yang mengatur suatu aktivitas
lu mencari alasan pembenar atas perbuatan- tersebut (normlesness). Berdasarkan
nya melalui proses rasionalisasi. uraian Agus Rahardjo, dalam praktik
ada sekelompok orang yang menolak
Penerapan Teori-Teori Kriminologi Untuk kehadiran hukum untuk mengatur
Penanggulangan Kejahatan Siber (Cyber kegiatan di dunia maya (virtual). Menurut
crime) kelompok ini, dunia virtual adalah ruang
Etiologi kriminal, penologi, dan sosiolo- yang bebas sehingga pemerintah tidak
gi dalam kriminologi secara umum bertujuan mempunyai kewenangan campur tangan
mempelajari kejahatan dari berbagai aspek dalam aktivitas tersebut, termasuk
20
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...
21
Pandecta Volume 13. Nomur 1. June 2018 Page 10-23
22
Hardianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan...
23