Vous êtes sur la page 1sur 4

ASAL USUL TASAWUF

Tasawuf sudah muncul semenjak agama islam dibawa oleh oleh nabi
Muhammad SAW, fakta yang menunjukkan sebelum beliau diutus menjadi Rosul
beliau telah bertahanus di Gua Hira untuk mencai ketenangan. Menasingkan diri dan
membersihkan diri dari godaan dan mnsucikan jiwanya serta mencari hakekat
kebenaran yang dapat mengatur.
Pada zaman sahabat nabi tasawuf diamalkan oleh para sahabat-sahabat dengan
menonjolkan kesederhanaan dalam hidup, dan mencurahkan hidupnya hanya untuk
rohaniyah saja dengan zuhud terhadap dunia, cinta dan menharap bertemu dengan
Allah , sabar, tawakkal, wara’ dan sifat-sifat terpuji lainnya.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar yang
masuk ke dalam Islam. Sebagian penulis misalnya ada yang berpendapat bahwa
tasawuf berasal dari kebiasaan rahib-rahib Kristen yang menjauhi dunia dan
kesenangan material. Ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf timbul atas pengaruh
ajaran Hindu dan disebutkan pula bahwa ajaran tasawuf berasal dari filsafat
Phytagoras dengan ajaran-ajarannya yang meninggalkan kehidupan material dan
memasuki kehidupan kontemplasi. Dikatakan pula bahwa tasawuf masuk ke dalam
Islam karena pengaruh filsafat Plotinus. Disebutkan bahwa menurut filsafat emanasi
Plotinus bahwa roh memancar dari zat Tuhan dan kemudian akan kembali kepada-
Nya. Tetapi dengan masuknya roh ke alam materi, ia menjadi kotor, dan untuk dapat
kembali ke tempat Yang Maha Suci, terlebih dahulu ia harus disucikan. Tuhan Maha
Suci dan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh yang suci, dan pensucian
roh ini terjadi dengan meninggalkan hidup kematerian, dan dengan mendekatkan diri
kepada Tuhan sedekat mungkin dan kalau bisa hendaknya bersatu dengan Tuhan
semasih berada dalam hidup ini.
Namun demikian, terlepas atau tidak adanya pengaruh dari luar itu, yang jelas
bahwa dalam sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan hadits terdapat ajaran yang dapat
membawa kepada timbulnya tasawuf. Paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia,
yang merupakan ajaran dalam mistisisme ternyata ada di dalam Al-Qur’an dan hadits.
Ayat 186 Surat Al-Baqarah misalnya menyatakan :

ِ ‫عا‬
‫ن‬ َ ‫ع ِاَذاَد‬
ِ ‫عَوَة الّدا‬
ْ ‫ب َد‬
ُ ‫جْي‬
ِ ‫ب ُا‬
ٌ ‫ي َقِر ْي‬
ْ ‫ي َفِانّـ‬
ْ ‫عّن‬
َ ‫عَباِدى‬
ِ ‫ك‬
َ ‫سَال‬
َ ‫َوِاَذى‬
Artinya :
“Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku. Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan seruan orang memanggil jika ia panggil Aku” (QS. Al-Baqarah : 186)

Kata ‫ دعا‬yang terdapat dalam ayat di atas oleh sufi diartikan bukan berdoa
dalam arti yang lazim dipakai, melainkan dengan arti berseru atau memanggil. Tuhan
mereka panggil dan Tuhan memperhatikan diri-Nya kepada mereka.
Ayat 115 juga Surat Al-Baqarah juga menyatakan :
‫جُه ال‬
ْ ‫ب َفاَيْنَمَاتَو لّوا َفثّم َو‬
ُ ‫ق َوالمَغِر‬
ُ ‫شِر‬
ْ ‫َول الْم‬
Artinya :
“Timur dan Barat kepunyaan Allah, maka kemana saja kamu berpaling di situ (kamu
jumpai) wajah Tuhan”.

Bagi kaum sufi ayat ini mengandung arti bahwa di mana saja Tuhan ada dan
dapat dijumpai.

Selanjutnya dalam hadits dinyatakan :


‫عَرف َال‬
َ ‫سُه َفَقْد‬
َ ‫ف نَـْف‬
َ ‫عَر‬
َ ‫ن‬
ْ ‫َم‬
“Siapa yang kenal pada dirinya, pasti kenal kepada Tuhan”

Hadits lain juga mempunyai pengaruh kepada timbulnya paham tasawuf adalah hadits
qudsi yang artinya :
“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin kenal, maka
Kuciptakanlah makhluk dan mereka pun kenal pada-Ku melalui diri-Ku”

Menurut hadits ini, bahwa Tuhan dapat dikenal melalui makhluk-Nya, dan
pengetahuan yang lebih tinggi ialah mengetahui Tuhan melalui diri-Nya.
Tahanuts yang dilakukan Nabi Muhammad Saw di Gua Hira merupakan
cahaya pertama dan utama bagi nur tasawuf, karena itulah benih pertama bagi
kehidupan rohaniah. Di dalam mengingat Allah serta memuja-Nya di Gua Hira,
putuslah ingatan dan tali rasa beliau dengan segala makhluk lainnya. Di situ pula
berawalnya Nabi Muhammad mendapat hidayah, membersihkan diri dan mensucikan
jiwa dari noda-noda penyakit yang menghinggapi sukma, bahkan sewaktu itu pulalah
berpuncaknya kebesaran, kesempurnaan, dan kemuliaan jiwa Muhammad Saw. dan
membedakan beliau dari kebiasaan hidup manusia biasa.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa selama hayatnya, segenap peri kehidupan
beliau menjadi tumpuan masyarakat, karena segala sifat terpuji terhimpun pada
dirinya, bahkan beliau merupakan lautan budi yang tidak pernah kering airnya
kendatipun diminum oleh semua makhluk yang memerlukan air. Amal ibadah beliau
tiada tara bandingannya. Dalam sehari semalam Rasulullah minimal membaca
istighfar minimal 70 kali, shalat fardhu, rawatib serta shalat dhuha yang tidak kurang
dari delapan rakaat setiap hari. Shalat tahajjud beliau tidak lebih dari sebelas rakaat,
dan lama sujudnya sama dengan lamanya sahabat membaca lima puluh ayat. Shalat
beliau yang khusuk dan tuma’ninah amat sempurna. Dalam berdoa, perasaan khauf
dan raja’ selalu dinampakkan Rasulullah dengan tangis dan sedu sedannya.
Masih banyak lagi amalan Rasulullah yang menunjukkan ketasawufannya.
Apa yang dikemukakan di atas dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa amalan
tasawuf ternyata sudah dipraktekkan oleh Rasulullah Saw.
Pola hidup dan kehidupan Rasulullah yang sangat ideal itu menjadi suri
tauladan bagi para sahabatnya, baik bagi sahabat dekat maupun sahabat yang jauh.
Tumpuan perhatian mereka senantiasa ditujukan untuk mengetahui segala sifat, sikap
dan tindakan Rasulullah, sehingga para sahabat tersebut dapat pula memantulkan
cahaya yang mereka terima kepada orang yang ada di sekitarnya dan generasi
selanjutnya. Amalan tasawuf sebagaimana dipraktekkan oleh Rasulullah itu juga
diikuti oleh para sahabatnya.
Abu Bakar Ash-Shiddieq misalnya, pernah hidup dengan sehelai kain saja.
Dalam beribadat kepada Allah Swt. karena khusu dan tawadhu’nya sampai dari
mulutnya tercium bau limpanya, karena terbakar oleh rasa takut kepada Allah. Pada
malam hari ia beribadat dengan membaca Al-Qur’an sepanjang malam.
Umar bin Khattab dikenal dengan keadilan dan amanahnya yang luar biasa. Ia pernah
berpidato di hadapan orang banyak, sedangkan di dalam pakaiannya terdapat dua
belas tambalan dan dia tidak memiliki kain yang lainnya.
Usman bin Affan dikenal sebagai orang yang tekun beribadah dan pemalu, dan
meskipun ia juga dikenal sebagai seorang sahabat yang tekun mencari rezeki, tetapi
iapun terkenal sebagai pemurah, sehingga tidak sedikit kekayaannya digunakan untuk
menolong perjuangan Islam.
Sahabat selanjutnya adalah Ali bin Abi Thalib yang tidak peduli terhadap
pakaiannya yang robek dan menjahitnya sendiri.
Beberapa tokoh besar dalam sufi adalah : Rabi’ah al-Adawiyah, Zunnun al-
Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husein bin Mansur al-Hajjaj, dan Al-Ghazali.

http://muassasah.wordpress.com/2007/03/11/asal-usul-tasawuf/
http://meetabied.wordpress.com/2009/11/02/asal-usul-tasawuf/

Vous aimerez peut-être aussi