Vous êtes sur la page 1sur 23

Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No.

1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
PENGARUH INFUSA DAUN KELOR (Moringa oleifera) SEBAGAI
PRESERVATIF ALAMI TERHADAP KUALITAS DAGING BABI

(The Influence of Moringa Leaf (Moringa Oleifera) Infusion as A Natural


Preservative to the Quality Of Pork)

Selviani Trivoningsi Dangur1*, Novalino H.G. Kallau2, Diana A. Wuri2

1
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana Kupang
2
Departemen Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana Kupang
*Korespondensi e-mail : selvianidangur@gmail.com

ABSTRACT

Pork is one of the most consumption types of meat in the East Nusa
Tenggara region. The aim of this research was to determine the influence of
Moringa leaf infusion as a natural preservative to the quality of pork. This
research used Moringa leaf which were valuable plants in the region East Nusa
Tenggara region specifically in the City of Kupang. Moringa leaf are one part of
the plant which is known to have antimicrobial compounds. This research is an
experimental laboratory research and used a total of 48 samples of thigh pork
(Biceps femoris). This research used a completely randomized design with
factorial pattern. The first factor was concentration of infusion Moringa leaf
consist of 0% (K0), 5% (K1), 10% (K2), and 15% (K3) and the second factor
was time of storage consist of 0,6, 12, and 18 hours with 3 replications. The
quality of pork parameters that have been examined: color, texture, odor, value
in the Eber test, pH value, and total plate count (TPC) value.The results showed
that the addition of Moringa leaf infusion change the color and odor. The Eber
test shows the K3 group can last up to 18 hours. There was no significant effect
of infusion concentration (P>0.05) on the pH value and there was a very
significant effect on the time of storage (P<0.01) on the pH value. There was a
significant effect of infusion concentration (P<0.05) and very significant effect
on the time of storage (P <0.01) on the TPC value. The value of TPC in the K3
group was below of the Standar Nasional Indonesia contamination limit for
laying less than 12 hours at room temperature.

Keywords: Moringa leaf, preservative, quality of pork

PENDAHULUAN

Daging merupakan salah satu pemenuhan kebutuhan protein


bahan pangan yang lazimnya hewani. Daging sangat mudah rusak
dikonsumsi di wilayah Indonesia dan atau mengalami pembusukan
dijadikan sebagai salah satu sumber (Olaoye dan Onilude, 2010).

1
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

Aktivitas mikroba pembusuk preservatif (Agustina et al., 2017;


menyebabkan terjadinya degradasi Olaoye dan Onilude, 2010).
protein daging menjadi asam amino Penggunaan bahan preservatif dari
sehingga sel-sel daging menjadi gula lontar konsentrasi 40% pada
busuk dan menurunkan kualitas pembuatan dendeng ikan tembang
daging serta mempersingkat daya memiliki daya simpan hingga 5 hari
simpan daging (Usmiati dan (Frans et al., 2016).
Marwati, 2007; Olaoye dan Onilude, Salah satu tanaman yang
2010). berpotensi sebagai sumber bahan
Daging babi merupakan salah preservatif alami adalah tanaman
satu jenis daging yang paling banyak kelor (Moringa oleifera). Moringa
dikonsumsi oleh masyarakat di oleifera adalah tanaman yang sangat
Provinsi Nusa Tenggara Timur bermanfaat dan dapat ditemukan di
(NTT). Jumlah produksi daging babi banyak wilayah tropis dan subtropis
di wilayah NTT mencapai termasuk di wilayah NTT. Daun
34.414.053 kg pada tahun 2018 dan kelor (Moringa oleifera)
tercatat bahwa wilayah Kota Kupang mengandung senyawa aktif yang
menyumbangkan angka produksi memiliki aktivitas antimikroba dan
hingga 1.721.156 kg (BPS NTT, untuk menarik senyawa aktif ini
2018). Daging babi yang dijual pada diperlukan metode ekstraksi tertentu.
beberapa lokasi penjualan di Kota Senyawa aktif pada daun kelor
Kupang disimpan pada lemari bersifat polar sehingga diperlukan
pendingin dan diletakkan pada suatu pelarut polar untuk melarutkan
tempat terbuka dan pada suhu ruang senyawa ini (Lalas dan Tsaknis,
yang berkisar ± 28 ℃ sampai 32 ℃. 2002). Salah satu contoh pelarut
Penyimpanan daging pada suhu yang bersifat polar adalah air. Air
ruang pada waktu tertentu akan adalah pelarut yang bersifat polar
menyebabkan terjadinya yang ekonomis, tidak bersifat toksik,
pertumbuhan dan aktivitas mikroba dan ramah lingkungan. Infusa
sehingga menurunkan kualitas dan merupakan metode ekstraksi yang
daya simpan daging (Agustina et al., menggunakan air sebagai pelarutnya
2017). (Depkes RI, 2000).
Kualitas dan daya simpan Oleh karena itu perlu diakukan
daging dapat dipertahankan atau penelitian pengaruh infusa daun
ditingkatkan dengan menggunakan kelor (Moringa oleifera) sebagai
metode preservasi. Metode preservatif alami terhadap kualitas
preservasi yang dilakukan pada saat daging babi yangg ditinjau dari sifat
ini adalah pemanasan (heat organoleptik (warna, tekstur, dan
processing), penyimpanan pada suhu aroma), uji awal pembusukan, pH,
rendah (pendingin), pengasapan, dan total plate count (TPC).
pengeringan, dan penambahan bahan

2
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada Pembuatan simplisia daun kelor


bulan Juli-Agustus 2019. Penelitian (Moringa oleifera)
ini dilakukan di tiga lokasi yang Pengambilan daun kelor
berbeda, yaitu (1) pengambilan (Moringa oleifera) segar dari
daging babi segar di Rumah Potong wilayah Kota Kupang berwarna hijau
Hewan (RPH) Babi Kota Kupang, tanpa adanya bercak kuning dan
(2) pembuatan infusa daun kelor bintik putih. Tahap selanjutnya
(Moringa oleifera) dilakukan di adalah dilakukan sortasi untuk
Laboratorium Anatomi, Fisiologi, memisahkan daun kelor dari bagian
Farmakologi, dan Biokimia (AFFB) tanaman lainnya. Daun kelor segar
Fakultas Kedokteran Hewan hasil sortasi dicuci menggunakan
Universitas Nusa Cendana, dan (3) aquades untuk menghilangkan debu
pemeriksaan kualitas daging babi dan pengotor lainnya. Selanjutnya
dilakukan di Laboratorium Ilmu daun kelor yang telah bersih
Penyakit Hewan dan Kesmavet dikeringkan di bawah sinar matahari
(IPHK) Fakultas Kedokteran Hewan agar air yang masih menempel pada
Universitas Nusa Cendana Kupang. daun dapat benar-benar hilang.
Selanjutnya dilakukan sortasi pada
Alat dan bahan: daun kelor kering dan selanjutnya
Alat yang digunakan pada dihaluskan menggunakan blender
penelitian ini antara lain plastik klip, sehingga menghasilkan serbuk atau
coolbox, baskom, timbangan simplisia. Selanjutnya simplisia daun
analitik, blender, panci infusa, kelor disimpan pada plastik klip dan
penangas air, kompor, saringan, ditutup rapat (Depkes RI, 2000;
gelas ukur, gelas beker, labu Yuliani dan Dienina, 2015).
erlenmeyer, talenan, pisau, cawan
petri, mortar, pH meter, tabung Pembuatan infusa daun kelor
reaksi, mikropipet, inkubator, dan (Moringa oleifera)
kamera. Simplisia daun kelor ditimbang
Bahan yang digunakan dalam hingga mencapai berat 150 gram
penelitian ini adalah daging babi kemudian diletakkan dalam panci
segar, daun kelor (Moringa oleifera), infusa dan ditambahkan aquades
Buffered Peptone Water 0.1% (BPW sebanyak 1000 mL sehingga
0.1%), media Plate Count Agar dihasilkan larutan infusa dengan
(PCA), aquades (Waterone TM) , konsentrasi 15% b/v. Penangas air
alkohol, eter, HCL, gloves, masker, dipanaskan hingga mendidih dan
kertas aluminium foil, saringan kain, mencapai suhu ±90 ℃ kemudian
kertas label, dan tisu. dimasukkan panci infusa berisi daun
kelor dan dipanaskan selama 15
menit sambil sesekali diaduk

3
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

(Depkes RI, 2000). Penyaringan sebanyak tiga kali, sehingga jumlah


dilakukan dalam keadaan panas sampel keseluruhan yang diperlukan
menggunakan saringan kain (Depkes pada penelitian ini adalah 48 sampel.
RI, 2000). Larutan hasil penyaringan Sampel daging babi dibagi
didinginkan pada gelas beker dan menjadi 4 kelompok, yaitu K0, K1,
ditutup dengan menggunakan K2, dan K3 dengan berat masing-
aluminium foil. Pembuatan larutan masing 160 g. Kelompok kontrol
infusa dalam beberapa konsentrasi, (K0) merupakan kelompok yang
yaitu 5% dan 10% dengan cara tidak direndam pada infusa daun
mengencerkan larutan infusa daun kelor, K1 merupakan kelompok yang
kelor (Moringa oleifera) dengan direndam pada infusa daun kelor
konsentrasi 15%. dengan konsentrasi 5%, K2
merupakan kelompok yang direndam
Persiapan daging pada infusa daun kelor dengan
Tahapan persiapan daging konsentrasi 10%, dan K3 merupakan
diawali dengan pembelian daging kelompok yang direndam pada
babi segar bagian paha (Biceps infusa daun kelor dengan konsentrasi
femoris) di RPH Kota Kupang 15%. Perendaman daging pada
pascapemotongan sebanyak 1 kg dan infusa daun kelor (Moringa oleifera)
dibungkus dalam plastik klip steril dengan masing-masing konsentrasi
dan disimpan dalam coolbox berisi es di dalam gelas beker dengan volume
(Soeparno, 1992; Suada et al., 2018). infusa daun kelor (Moringa oleifera)
250 mL dilakukan selama 30 menit,
Rancangan penelitian ditiriskan selama 15 menit, dan
Penelitian ini merupakan ditempatkan pada plastik klip
penelitianeksperimental laboratorium tertutup. Sampel daging babi
dengan menggunakan Rancangan diletakkan pada suhu ruang selama 0
Acak Lengkap (RAL) pola faktorial jam, 6 jam, 12 jam, dan 18 jam.
dengan 2 faktor. Faktor pertama Pemeriksaan dilakukan setelah
adalah faktor konsentrasi infusa daun perlakuan perendaman daging pada
kelor (Moringa oleifera) yang terdiri infusa daun kelor, yaitu pada jam
dari empat taraf, yaitu infusa daun ke-0 (T1), jam ke-6 (T2), jam ke-12
kelor dengan konsentrasi 0% sebagai (T3), dan jam ke-18 (T4). Parameter
kontrol, infusa daun kelor dengan kualitas sampel daging yang
konsentrasi 5%, infusa daun kelor diperiksa adalah adalah sifat
dengan konsentrasi 10%, dan infusa organoleptik (warna, tekstur, dan
daun kelor dengan konsentrasi 15%. aroma), nilai pada uji awal
Faktor kedua adalah faktor lama pembusukan, nilai pH, dan nilai total
peletakan pada suhu ruang yang plate count (TPC) dengan
terdiri dari empat taraf, yaitu 0 jam, 6 menggunakan metode tuang.
jam, 12 jam, dan 18 jam. Setiap
kombinasi perlakuan diulang

4
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
Pemeriksaan organoleptik Pengujian TPC dengan
Daging babi diletakkan di atas menggunakan media PCA
cawan petri sebanyak 5 gram (Suada Berdasarkan BSN (2008)
et al., 2018). Pemeriksaan pemeriksaan mikrobiologi untuk
organoleptik daging babi dilakukan menghitung jumlah bakteri pada
oleh 7 orang panelis yang memenuhi daging dapat dilakukan dengan
kriteria. Setiap panelis akan menilai menggunakan metode TPC dengan
warna, tekstur, dan aroma daging dan menggunakan media PCA.
memberikan skor berdasarkan Daging ditimbang sebanyak 25
standar pada kuesioner yang g, dilumatkan dalam mortar, dan
diberikan peneliti.Standar yang dimasukkan dalam wadah
digunakan mengacu pada perubahan steril.Kemudian ditambahkan 225
organoleptik yang terjadi pada mL larutan BPW 0.1% dan
daging babi selama penelitian. dihomogenkan. Ini merupakan
larutan dengan pengenceran .
Pemeriksaan awal pembusukan Dilakukan pengenceran 1:100
Pemeriksaan awal ( dengan cara pengambilan 1
pembusukan dilakukan dengan mL suspensi pengenceran
menggunakan metode uji Eber dengan menggunakan pipet steril dan
dengan menggunakan Reagen Eber dituangkan ke dalam tabung reaksi
yang terdiri dari 3 mL alkohol 96%, berisi 9 mL larutan BPW
1 mL eter dan 1 mL HCl pekat. Uji 0.1%.Kemudian dibuat pengenceran
Eber dilakukan dengan cara sampel , dengan
daging babi digantungkan di atas cara yang sama.Selanjutnya
Reagen Eber dalam tabung reaksi. dimasukkan sebanyak 1 mL suspensi
Penentuan awal pembusukan dilihat dari setiap pengenceran ke dalam
dari timbulnya bentukan gas atau cawan petri.Ditambahkan 15 mL-20
asap yang keluar dari daging mL PCA yang sudah didinginkan
(Prawesthirini et al., 2009 cit Antika pada masing-masing cawan petri
et al., 2013). yang berisi suspensi kemudian
dihomogenkan dengan cara
Pemeriksaan pH pemutaran cawan petri membentuk
Pemeriksaan pH dilakukan angka delapan dan didiamkan sampai
dengan menggunakan pH meter campuran memadat.Campuran yang
yangsebelumnya telah dikalibrasi telah memadat diinkubasikan pada
dengan buffer pH 4,0 dan pH 7,0. temperatur 36 ℃ selama 24 jam dan
Daging sebanyak 5 g dilumatkan cawan petri diletakkan dengan posisi
dalam mortar kemudian ditambahkan terbalik.
5 mL aquades dan dihomogenkan
(Suada et al., 2018). Analisis Data
Data dianalisis secara
deskriptif dan menggunakan RAL

5
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

Faktorial pada program IBM SPSS nyata, maka akan di lanjutkan


versi 25 tahun 2017 dalam uji sidik dengan uji Duncan.
ragam Apabila terdapat perbedaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Organoleptik pada (Tabel 2), dan pemeriksaan aroma


Daging Babi (Tabel 3) merupakan rata- rata
(skor) penilaian panelis terhadap
Hasil pemeriksaan keempat kelompok daging babi
organoleptik, yaitu pemeriksaan berdasarkan kuesioner yang
warna (Tabel 1), pemeriksaan testur disediakan.

Warna daging babi

Tabel 1. Hasil penilaian pada pemeriksaan warna daging


Lama Peletakan
Kelompok Jam ke-
Jam ke-0 Jam ke-6 12 Jam ke-18
K0 3 3 1 1
K1 2 2 2 1
K2 2 2 2 1
K3 2 2 2 2
Keterangan:
1 (Kriteria 1) : Coklat kehitaman
2 (Kriteria 2) : Merah agak kehijauan
3 (Kriteria 3) : Merah muda

Hasil pemeriksaan warna pada bagian permukaan


(Tabel 1) menunjukkan pada jam ke- daging.Warna hijau pada larutan
0 hingga jam ke-6 kriteria warna infusa daun kelor bersumber dari zat
yang ditunjukkan pada kelompok klorofil yang terdapat pada daun
K0 adalah warna merah muda. Hal kelor.Klorofil adalah pigmen
ini sejalan dengan pernyataan berwarna hijau yang terdapat dalam
Nugraheni, 2009) bahwa daging babi kloroplas (Fajriet al., 2018).
segar umumnya berwarna pucat Penelitian ini sejalan dengan
hingga merah muda. Warna yang penelitian Agustina et al. (2017)
dihasilkan pada kelompok K1, K2, bahwa warna daging babi mengalami
dan K3 dapat disebabkan karena perubahan dari merah keputihan
adanya pengaruh perlakuan berangsur-angsur menjadi merah
perendaman pada larutan infusa daun gelap dikarenakan adanya pengaruh
kelor yang berwarna hijau.Warna perendaman infusa daun salam yang
hijau yang dihasilkan hanya terlihat berwarna coklat gelap sehingga

6
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
mempengaruhi warna daging setelah perubahan warna dari merah
direndam. keunguan menjadi merah cerah.
Hasil penilaian pada Tabel 1 Apabila kontak langsung antara
menunjukkan bahwa seiring mioglobin dengan oksigen dalam
bertambahnya jam pada lama jangka waktu yang lama, maka akan
peletakan terjadi perubahan warna terjadi oksidasi membentuk ferric-
daging pada kelompok K0, K1, dan metmyoglobin (MetMb) sehingga
K2. Namun hingga pada jam ke-18, daging berwarna coklat (Aberle et
kelompok K3 tidak menunjukkan al., 2001; Dengen, 2015). Selain itu,
perubahan warna atau cenderung aktivitas bakteri juga dapat
mempertahankan warna merah menyebabkan perubahan warna pada
kehijauan. Warna daging ditentukan daging.Jenis bakteri pembusuk yang
oleh kandungan dan keadaan pigmen menyebabkan terjadi perubahan
daging yang disebut mioglobin. warna daging menjadi coklat
Mioglobin terdiri dari sebuah kehitaman adalah Chromobacterium
molekul protein yang disebut globin lividum (Aberle et al., 2001; Olaoye
dan molekul non protein yang dan Ntuen, 2011).
disebut gugus heme.Pada jaringan Kecenderungan kelompok K3
otot yang masih hidup, mioglobin mempertahankan warna merah
dalam bentuk tereduksi dengan kehijauan hingga pada jam ke-18
warna merah keunguan. Daging dapat disebabkan karena tingginya
mengalami kontak dengan oksigen kandungan klorofil pada larutan
kemudian oksigen akan bergabung infusa konsentrasi 15% dibandingkan
dengan heme dari mioglobin untuk pada kelompok lainnya sehingga
menghasilkan oxymyoglobin (MbO2) lebih banyak pigmen berwana hijau
sehingga warna daging mengalami pada daging kelompok K3.

Tekstur daging babi

Tabel 2. Hasil penilaian pada pemeriksaan tekstur daging


Lama Peletakan
Kelompok
Jam ke-0 Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
K0 3 3 3 2
K1 3 3 3 2
K2 3 3 3 2
K3 3 3 3 3
Keterangan:
1(Kriteria 1) : lendir memenuhi permukaan daging
2 (Kriteria 2) : mulai berlendir
3 (Kriteria 3) : kenyal dan halus

7
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

K0T1 K1T1 K2T1 K3T1

K0T2 K1T2 K2T2 K3T2

K0T3 K1T3 K2T3 K3T3

K0T4 K1T4 K2T4 K3T4

Gambar 1. Hasil pemeriksaan warna daging

Keterangan: Pemeriksaan warna dilakukan setelah perlakuan perendaman daging


pada infusa daun kelor.

K0T1: kelompok kontrol pada jam ke-0


K1T1: kelompok dengan konsentrasi infusa 5% pada jam ke-0
K2T1: kelompok dengan konsentrasi infusa 10% pada jam ke-0
K3T1: kelompok dengan konsentrasi infusa 15% pada jam ke-0
K0T2: kelompok kontrol pada jam ke-6
K1T2: kelompok dengan konsentrasi infusa 5% pada jam ke-6
K2T2: kelompok dengan konsentrasi infusa 10% pada jam ke-6
K3T2: kelompok dengan konsentrasi infusa 15% pada jam ke-6
K0T3: kelompok kontrol pada jam ke-12
K1T3: kelompok dengan konsentrasi infusa 5% pada jam ke-12
K2T3: kelompok dengan konsentrasi infusa 10% pada jam ke-12
K3T3: kelompok dengan konsentrasi infusa 15% pada jam ke-12
K0T4: kelompok kontrol pada jam ke-18
K1T4: kelompok dengan konsentrasi infusa 5% pada jam ke-18
K2T4: kelompok dengan konsentrasi infusa 10% pada jam ke-18
K3T4: kelompok dengan konsentrasi infusa 15% pada jam ke-18

8
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
Berdasarkan Tabel 2 atau koloni, degradasi struktur
ditunjukkan bahwa daging pada komponen pada makanan yang
kelompok K0, K1, K2, dan K3 menyebabkan rusaknya tekstur
menunjukkan tekstur kenyal dan (Adams dan Moss 2008). Timbulnya
halus hingga pada jam ke-12. Hasil lendir dapat menjadi tanda terjadinya
penelitian ini didukung oleh Susilo kebusukan pada daging (Jay, 1986 cit
(2007) bahwa ciri daging segar yang Amri et al., 2018).Beberapa jenis
berkualitas tinggi adalah daging yang bakteri pembusuk yang dapat
tekstur kenyal dan halus, warna menimbulkan lendir pada daging
terang, dan lemak intramuskular yang adalah Pseudomonas, Lactobacillus,
cukup. Perubahan tekstur terjadi pada Enterococcus, Weissella, dan
kelompok K0, K1, dan K2 pada jam Brochothrix (Olaoye dan Ntuen,
ke-18, sedangkan kelompok K3 2011).
mempertahankan tekstur kenyal dan Kemampuan kelompok K3
halus hingga pada jam ke-18. untuk mempertahankan kualitas
Kelompok K0, K1, dan K2 tekstur yang baik hingga pada jam ke-
menunjukkan perubahan tekstur 18. Hal ini diduga disebabkan karena
daging yang mulai berlendir pada jam kandungan senyawa antimikroba yang
ke-18. Perubahan tekstur berupa diberikan lebih tinggi dibandingkan
lendir pada daging diduga diakibatkan kelompok K0, K1, dan K2.
karena waktu peletakan daging yang Kandungan senyawa antimikroba,
semakin lama sehingga seperti yaitu saponin, flavonoid,
memungkinkan adanya pertumbuhan tanin, dan terpenoid diduga dapat
bakteri. Hal ini didukung dengan menghambat terjadinya pertumbuhan
pernyataan Amri et al.(2018) bahwa bakteri sehingga tidak menyebabkan
timbulnya lendir dapat terjadi karena terjadinya perubahan tekstur pada
adanya pertumbuhan massa bakteri daging. Berdasarkan kualitas tekstur
dan lepasnya struktur protein daging. dapat dinilai bahwa pada kelompok
Pertumbuhan mikroba pada makanan K3 tidak terjadi pembusukan pada
tampak dengan munculnya lendir daging hingga pada jam ke-18.

Aroma daging babi


Tabel 3. Hasil penilaian pada pemeriksaan aroma daging
Lama Peletakan
Kelompok
Jam ke-0 Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
K0 3 3 1 1
K1 2 2 2 2
K2 2 2 2 2
K3 2 2 2 2
Keterangan :
1 (Kriteria 1) : berbau busuk (tengik)
2 (Kriteria 2) : berbau daun kelor
3 (Kriteria 3) : bau khas daging segar

9
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

Berdasarkan Tabel 3 ditunjukkan pembusukan pada daging. Menurut


bahwa daging pada kelompok K0 Yulistiani (2010), pembusukan
menunjukkan bau khas daging segar daging dapat terjadi karena
hingga pada jam ke-6. Perubahan pertumbuhan dan aktifitas
aroma pada kelompok K0 terjadi pada mikroorganisme. Adanya aktifitas
jam ke-12 hingga jam ke-18, yaitu metabolisme bakteri mengakibatkan
aroma daging berbau busuk (tengik). terbentuknya amonia (NH3), amonia
Kelompok K1, K2, dan K3 cenderung akan menyebabkan daging berbau
mempertahankan aroma daging yang busuk. Hal ini didukung oleh
berbau daun kelor bahkan hingga jam pendapat Adams dan Moss (2008)
ke-18.Penambahan daun kelor bahwa pertumbuhan mikroba pada
berpengaruh terhadap aroma daging makanan ditandai dengan bau busuk
babi disebabkan karena daun kelor dan perubahan rasa. Daging yang
mengandung enzim lipoksidase.Enzim diletakkan pada suhu ruang selama
lipoksidase umumnya terdapat pada berjam-jam akan mengalami
sayuran hijau dan bekerja dengan pertumbuhan bakteri yang sangat
menghidrolisis atau menguraikan cepat dan menyebabkan kerusakan
lemak menjadi senyawa-senyawa protein pada daging sehingga
penyebab aroma yang tergolong pada mengalami perubahan aroma pada
kelompok heksaldehid dan heksanol daging. Produk degradasi pada daging
(Hasniar et al., 2019). akan melepaskan gas-gas bau seperti
Perubahan aroma pada amonia, hidrogen, sulfida, serta metil
kelompok K0 dapat diakibatkan merkaptan (Suardana dan Swacita,
karena telah terjadinya proses awal 2009 cit Suada et al., 2018).

Pemeriksaan Awal Pembusukan

Tabel 4. Hasil pemeriksaan awal pembusukan dengan uji Eber


Lama Peletakan
Kelompok
Jam ke-0 Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
K0 - + + +
K1 - - + +
K2 - - - +
K3 - - - -

Berdasarkan Tabel 4 Kelompok K1 menunjukkan hasil


ditunjukkan bahwa pada uji Eber negatif pada jam ke-6, namun mulai
yang dilakukan pada jam ke-0 memperlihatkan hasil positif pada jam
terhadap kelompok K0, K1, K2 ke-12 hingga jam ke-18. Kelompok
maupun K3 menunjukkan hasil K2 mempertahankan hasil negatif
negatif. Hasil positif pada uji Eber pada uji Eber hingga pada jam ke-12
mulai ditunjukkan oleh kelompok K0 dan memperlihatkan hasil positif pada
pada jam ke-6 hingga jam ke-18. jam ke-18. Hasil negatif pada uji Eber

10
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
diperlihatkan oleh kelompok K3 Perbedaan pada lama waktu
hingga jam ke-18. pembusukan dapat terjadi karena
Prinsip kerja pada uji Eber konsentrasi infusa daun kelor pada K2
adalah daging yang mengalami adalah 10%, sedangkan pada
pembusukan akan mengeluarkan gas kelompok K1 adalah 5%, dan pada
NH3. Gas amonia (NH3) terbentuk kelompok K0 adalah 0%. Hasil uji
akibat adanya aktivitas biokimia Eber pada kelompok K3
mikroorganisme dalam daging menunjukkan bahwa hingga jam ke-
(Franciska et al., 2018). Gas NH3 ini 18 tidak terjadi pembusukan pada
kemudian berikatan dengan asam kuat daging. Hal ini menunjukkan bahwa
(HCl) sehingga membentuk NH4Cl. pada kelompok K3 yang memiliki
Menurut Dengen (2015), hasil konsentrasi infusa daun kelor
pengujian Eber pada daging yang sebanyak 15% mampu menekan
busuk akan menghasilkan gas putih pertumbuhan dan aktivitas bakteri
pada dinding tabung reaksi. bahkan hingga 18 jam.
Hasil pengujian Eber yang Senyawa antimikroba pada
didapatkan pada penelitian ini infusa daun kelor, yaitu saponin,
menunjukkan bahwa pada jam ke-6 flavonoid, tanin, dan terpenoid
hingga jam ke-18 telah terjadi awal (Yuliani dan Dienina, 2015). Saponin
pembusukan pada kelompok K0. Hal menghambat pertumbuhan bakteri
ini dapat diakibatkan karena dengan cara mengurangi efisiensi
terjadinya pertumbuhan dan aktivitas pemanfaatan glukosa dalam
mikroorganisme pada kelompok K0 mikroorganisme, mempengaruhi
dan pada kelompok K0 tidak pertumbuhan dan proliferasi,
diberikan senyawa antimikroba. mengurangi aktivitas enzim dalam
Akan tetapi, terjadinya awal metabolisme fisiologis dan menekan
pembusukan pada kelompok K1 lebih sintesis protein, dan menyebabkan
lama dibandingkan pada kelompok kematian sel bakteri (Zhi-hui et al.,
K0, yaitu pembusukan terjadi pada 2013; Akinpelu et al., 2014).
jam ke-12 hingga jam ke-18. Hal ini Pembusukan daging dapat
dapat disebabkan karena adanya disebabkan karena adanya
pengaruh senyawa antimikroba kontaminasi mikroorganisme
larutan infusa daun kelor terhadap (mikroba) pembusuk.Aktivitas
kelompok K1. mikroba pembusuk menyebabkan
Awal pembusukan pada terjadinya degradasi protein daging
kelompok K2 terjadi lebih lama jika menjadi asam amino sehingga sel-sel
dibandingkan dengan kelompok K0 daging menjadi busuk (Usmiati dan
dan K1, yaitu pembusukan terjadi Marwati, 2007). Menurut Yulistiani
pada jam ke-18. Hal ini dapat (2010), pembusukan daging dapat
disebabkan karena adanya pengaruh terjadi karena pertumbuhan dan
senyawa antimikroba larutan infusa aktifitas mikroorganisme. Beberapa
daun kelor terhadap kelompok K2. jenis bakteri pembusuk yang paling

11
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

sering ditemukan pada daging segar suhu ruang selama berjam-jam akan
adalah Aeromonas, Enterococcus, mengalami pertumbuhan bakteri yang
Acinetobacter, Moraxella, sangat cepat (Suardana dan Swacita,
Chromobacterium, dan Pseudomonas 2009 cit Suada et al., 2018). Menurut
(Nychas et al., 2008; Aymerich et al., ANZFA (2001), suhu 4 ℃ sampai 60
2008). ℃ merupakan suhu yang dapat
Selain itu, penyimpanan mempercepat pertumbuhan bakteri
daging pada suhu ruang pada waktu sehingga batas waktu penyimpanan
tertentu akan menyebabkan terjadinya daging yang dianjurkan pada suhu
pertumbuhan dan aktivitas mikroba tersebut berkisar 2 sampai 4 jam dan
sehingga menurunkan kualitas dan tidak boleh melebihi batas waktu
daya simpan daging (Agustina etal., tersebut.
2017). Daging yang diletakkan pada

Pemeriksaan pH Daging
Pemeriksaan pH pada jam ke- kelor dengan konsentrasi 5% dan 10%
0 merupakan hasil pengukuran pH adalah 5,7. Nilai pH larutan infusa
setelah 3 jam pascapemotongan. Nilai daun kelor dengan konsentrasi 15%
pH pada jam ke-6 merupakan hasil adalah 5,6. Secara stastitik
pengukuran pH setelah 9 jam menunjukkan tidak terdapat
pascapemotongan. Nilai pH pada jam perbedaan yang nyata pengaruh
ke-12 merupakan hasil pengukuran konsentrasi infusa daun kelor
pH setelah 15 jam pascapemotongan. terhadap nilai pH daging (P>0,05).
Nilai pH pada jam ke-18 merupakan Akan tetapi faktor lama peletakan
hasil pengukuran pH setelah 21 jam memberikan pengaruh yang sangat
pascapemotongan. Laju penurunan nyata terhadap nilai pH daging
pH daging babi pada penelitian relatif (P<0,01). Interaksi antara pengaruh
cepat. konsentrasi infusa daun kelor dan
Pemeriksaan pH juga lama peletakan memberikan pengaruh
dilakukan pada larutan infusa daun yang tidak nyata terhadap nilai pH
kelor sebelum perlakuan perendaman daging (P>0,05).
daging. Nilai pH larutan infusa daun

Tabel 5. Hasil uji sidik ragam pengaruh konsentrasi infusa dan lama peletakan
terhadap nilai pH daging babi
Sumber Df Mean Square F P
Konsentrasi infusa 3 0.002 0.208 0.89
Lama peletakan 3 0.099 8.446 0
Konsentrasi infusa* 9 0.003 0.272 0.978
Lama peletakan
Keterangan : * menunjukkan pola interaksi; sumber berpengaruh nyata jika
P<0,05

12
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
Berdasarkan hasil yang diduga terjadi karena daging masih
ditunjukkan pada Gambar 1 terdapat berada dalam proses rigor mortis. Hal
pola penurunan pH pada kelompok ini sesuai dengan pernyataan Warner
K0, K1, K2, dan K3.Pada Gambar 2 (2016) bahwa penurunan pH dapat
ditunjukkan bahwa terjadinya terjadi akibat proses rigor mortis yang
penurunan pH daging seiring terjadi beberapa jam setelah
bertambahnya lama penyembelihan. Pada proses rigor
peletakan.Penurunan nilai pH pada mortis terjadi perubahan kimiawi
penelitian ini sejalan dengan pada otot yang mengakibatkan otot
penelitian yang dilakukan Komariah kehilangan elastisitas dan menjadi
et al. (2004), yaitu terjadi penurunan kaku. Proses biokimiawi pada rigor
nilai pH pada daging sapi seiring mortis menyebabkan penurunan ATP,
dengan lamanya penyimpanan. produksi asam laktat meningkat, dan
Penurunan pH pada daging babi pH menurun.

5,7
5,6 K0
nilai pH

5,5
K1
5,4
K2
5,3
K3
5,2
Jam ke-0 Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
Gambar 2 : Grafik hasil pemeriksaan pH pada daging

Penurunan nilai pH dalam otot terbentuknya asam laktat.Penimbunan


postmortem banyak ditentukan oleh asam laktat dalam daging
laju glikolisis postmortem serta menyebabkan turunnya pH jaringan
cadangan glikogen otot dari daging. otot (Komariah et al., 2004).
Proses glikolisis postmortem atau Pengukuran pH akhir atau
glikolisis anaerob merupakan salah pHultimat daging dilakukan 24 jam
satu proses yang dominan dalam pascapemotongan (Soeparno, 1992).
jaringan otot setelah kematian, yaitu Kisaran nilai pH ultimat dapat dilihat
dapat berlangsung hingga 36 jam pada jam ke-18, yaitu hasil
pertama setelah kematian atau pengukuran pH setelah 21 jam
postmortem (Soeparno, 1992). pascapemotongan. Kisaran nilai pH
Setelah hewan mati metabolisme ultimat daging babi pada penelitian
aerobik tidak terjadi karena sirkulasi ini adalah 5,43. Pada penelitian ini
darah yang membawa oksigen ke laju penurunan pH daging babi relatif
jaringan otot terhenti, sehingga cepat. Hal ini terlihat dari penurunan
metabolisme berubah menjadi sistem nilai pH dari 3 jam pascapemotongan
anaerobik yang menyebabkan hingga 21 jam pascapemotongan.

13
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

Nilai pH daging setelah 3 jam Kualitas daging yang dihasikan


pertama pascapemotongan adalah adalah gelap, keras, dan kering
5,63. Nilai pH setelah 9 jam atau dark, firm, and dry (DFD).
pascapemotongan adalah 5,56. Daging babi yang memiliki
Selanjutnya nilai pH setelah 15 jam kualitas PSE lebih umumnya
pascapemotongan adalah 5,47 dan memiliki tingkat cemaran
mencapai pH akhir 5,43. Laju mikroorganisme yang lebih tinggi jika
penuruan nilai pH daging turut dibandingkan dengan daging
mempengaruhi kualitas daging babi. berkualitas normal. Menurut Caldara
Diduga bahwa daging babi yang et al. (2014), mikroorganisme aerob
digunakan pada penelitian ini bersifat mesofilik merupakan jenis
pucat, lembek, dan berair atau disebut mikroorganisme yang jumlahnya
pale, soft, and exudative (PSE). Hal lebih tinggi pada daging babi
ini sesuai dengan pendapat Aberle et berkualitas PSE dibandingkan dengan
al. (2001) bahwa laju penurunan pH daging babi berkualitas normal.
daging secara umum dapat dibagi Mikroorganisme mesofilik
menjadi tiga, yaitu: merupakan jenis mikroorganime yang
1. Nilai pH menurun secara bertahap memiliki suhu pertumbujan optimum
dari 7,0 hingga berkisar antara 5,6 25 ℃ hingga 40 ℃. Hasil
dan 5,7 dalam waktu 6 sampai 8 pemeriksaan nilai total bakteri awal
jam setelah pemotongan dan daging babi yang digunakan pada
mencapai pH akhir sekitar 5,3 penelitian ini menunjukkan nilai yang
sampai 5,7. Pola penurunan pH ini cukup tinggi sehingga mendukung
adalah normal. pernyataan bahwa daging babi yang
2. Nilai pH menurun relatif cepat digunakan berkualitas PSE.
berkisar antara 5,4 sampai 5,5 pada Penelitian ini juga
jam-jam pertama setelah menunjukkan bahwa nilai pH daging
pemotongan dan mencapai pH babi berkisar antara 5,4 hingga 5,6
akhir sekitar 5,4 sampai 5,6. dan tidak terdapat nilai pH di bawah
Kualitas daging yang dihasilkan 5,3. Hal ini sesuai dengan pendapat
adalah pucat, lembek, dan berair Lukman (2010), bahwa nilai pH
atau disebut pale, soft, and daging tidak akan pernah mencapai
exudative (PSE). nilai dibawah 5,3. Hal ini disebabkan
3. Nilai pH menurun secara lambat oleh karena enzim-enzim yang
pada jam-jam pertama setelah terlibat dalam glikolisis anaerob tidak
pemotongan dan tetap mencapai aktif bekerja.
pH akhir sekitar 6,5 sampai 6,8.

Pemeriksaan Total Plate Count (TPC) Daging Babi


Pemeriksaan TPC merupakan pada daging (BSN, 2008). Hasil
salah satu pemeriksaan mikrobiologi pemeriksaan TPC pada penelitian
untuk menghitung jumlah bakteri yang disajikan pada Tabel 7

14
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
menunjukkan bahwa TPC pada kelompok berada di atas batas
daging babi berkisar antara 4,6 x 104 cemaran maksimum SNI.
hingga 2,8 x109 cfu/g. Berdasarkan Hasil pada Tabel 7
pengujian TPC pada jam ke-0 terlihat menunjukkan bahwa jumlah TPC
bahwa jumlah TPC pada kelompok pada daging K1, K2, dan K3 yang
K0, K1, K2, dan K3 berada di bawah direndam pada larutan infusa daun
batas cemaran maksimum SNI. kelor lebih rendah dibandingkan pada
Menurut SNI batasan daging K0. Selain itu, terjadi pola
maksimum cemaran mikroba Total peningkatan jumlah TPC seiring
Plate Count (TPC) pada daging segar bertambahnya waktu pada lama
adalah 1,0 x 106 cfu/g (BSN, 2009). peletakan daging. Secara stastistik
Hasil pengujian TPC pada jam ke-6 faktor konsentrasi infusa daun kelor
menunjukkan bahwa hanya pada berpengaruh nyata terhadap nilai TPC
kelompok K3 yang memiliki nilai (P<0,05) dan faktor lama peletakan
TPC di bawah batas maksimum SNI. berpengaruh sangat nyata terhadap
Hasil pengujian TPC pada jam ke-12 nilai TPC (P<0,01). Interaksi antara
dan pada jam ke-18 menunjukkan konsentrasi infusa daun dan lama
bahwa nilai TPC pada semua peletakan berpengaruh nyata terhadap
nilai TPC (P<0,05).

Tabel 7. Nilai dan pola kenaikan nilai TPC pada daging babi
Lama Peletakan
Jam
Kelompok
Jam Jam ke- Jam
ke-0 Kenaikan ke-6 Kenaikan 12 Kenaikan ke-18
2,1 x 1,2 x 8,2 x 2,8
K0 105 56x 107* 6x 107* 33x x109*
1,2 x 9,4 x 2,2 x 8,0x
K1 105 75x 106* 1,3x 107* 36x 108*
6,2 x 3,7 x 1,0 x 6,4x
K2 104 59x 106* 2x 107* 60x 108*
4,6 x 8.7x 8,1 x 3.3x
K3 104 18x 105 8x 106* 40x 108*
6
Keterangan: * menandakan nilai TPC melebihi batas cemaran SNI(>1,0x10 )

Rendahnya jumlah TPC pada tanin, dan terpenoid. Saponin


kelompok K1, K2, dan K3 menghambat pertumbuhan bakteri
disebabkan karena adanya zat dengan cara mengurangi efisiensi
antibakteri yang terdapat pada infusa pemanfaatan glukosa dalam
daun kelor. Hal ini sesuai yang mikroorganisme, mempengaruhi
dilaporkan Yuliani dan Dienina pertumbuhan dan proliferasi,
(2015) bahwa pada infusa daun kelor mengurangi aktivitas enzim dalam
teridentifikasi beberapa senyawa metabolisme fisiologis dan menekan
fitokimia, yaitu saponin, flavonoid, sintesis protein, dan menyebabkan

15
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

kematian sel bakteri (Zhi-hui et al., Kenaikan jumlah TPC padai


2013; Akinpelu et al., 2014). kelompok K0 pada jam ke-6 adalah
Flavonoid yaitu senyawa yang 56 kali lebih tinggi dari jumlah TPC
mudah larut dalam air dan memiliki pada jam ke-0. Peningkatan nilai
kemampuan antimikroba dan TPC pada jam ke-12 adalah sebanyak
antivirus. Flavonoid menyebabkan 6 kali lebih tinggi dari jumlah TPC
terjadinya kerusakan permeabilitas pada jam ke-6. Jumlah TPC pada jam
dinding sel bakteri dan dapat ke-18adalah sebanyak 33 kali lebih
menghambat metabolisme energi tinggi dari jumlah TPC pada jam ke-
(Cushnie dan Lamb, 2005). Tanin 12.
yang berperan untuk mendenaturasi Kenaikan jumlah TPC pada
protein serta mencegah proses kelompok K1 pada jam ke-6 adalah
pencernaan bakteri (Naiborhu, 75 kali lebih tinggi dari jumlah TPC
2002).Mekanisme antibakteri dari pada jam ke-0. Peningkatan nilai
senyawa terpenoid adalah senyawa TPC pada jam ke-12 adalah sebanyak
ini dapat bereaksi dengan porin 1,3 kali lebih tinggi dari jumlah TPC
(protein transmembran) pada pada jam ke-6. Jumlah TPC pada jam
membran luar dinding sel bakteri, ke-18 adalah sebanyak 36 kali lebih
membentuk ikatan polimer yang kuat tinggi dari jumlah TPC pada jam ke-
dan merusak porin, serta mengurangi 12.
permeabilitas dinding sel bakteri. Hal Kenaikan jumlah TPC pada
ini mengakibatkan sel bakteri kelompok K2 pada jam ke-6 adalah
kekurangan nutrisi dan 59 kali lebih tinggi dari jumlah TPC
pertumbuhannya akan terhambat atau pada jam ke-0. Peningkatan nilai
mati (Cowan, 1999). TPC pada jam ke-12 adalah
Hasil penelitian ini sebanyak 2 kali lebih tinggi dari
menunjukkan terjadinya pola jumlah TPC pada jam ke-6. Jumlah
peningkatan jumlah TPC seiring TPC pada jam ke-18 adalah
dengan bertambahnya waktu pada sebanyak 60 kali lebih tinggi dari
lama peletakan daging .Hal ini jumlah TPC pada jam ke-12.
diduga disebabkan karena aktivitas Kenaikan jumlah TPC pada
antibakteri infusa daun kelor kelompok K3 pada jam ke-6 adalah
terhadap daging babi bersifat 18 kali lebih tinggi dari jumlah TPC
menghambat pertumbuhan bakteri pada jam ke-0. Peningkatan nilai
(bakteriostatik) tetapi tidak TPC pada jam ke-12 adalah
membunuh bakteri sebanyak 8 kali lebihtinggi dari
(bakterisidal).Oleh karena itu, jumlah TPC pada jam ke-6. Jumlah
pertumbuhan bakteri pada kelompok TPC pada jam ke-18 adalah
K1, K2, dan K3 tetap terjadi sebanyak 40 kali lebih tinggi dari
walaupun telah diberi perlakuan jumlah TPC pada jam ke-12.
berupa perendaman pada larutan Hasil uji Duncan pada Tabel
infusa daun kelor. 9 menunjukkan bahwa semakin

16
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
rendah konsentrasi infusa, semakin perbedaan yang nyata antara
tinggi nilai TPC pada daging. kelompok K1, K2, dan K3.
Jumlah TPC tertinggi terdapat pada Tabel 10 menunjukkan
konsentrasi 0% (K0) dan jumlah bahwa semakin bertambah lama
TPC terendah berada pada peletakan daging pada suhu ruang
konsentrasi 15% (K3). Penelitian ini menyebabkan semakin bertambah
sejalan dengan penelitian yang tingginya laju nilai TPC pada daging
dilakukan Kusumaningrum et al. babi.Hasil penelitian ini sejalan
(2013) yang menyatakan bahwa dengan penelitian Prihharsanti
semakin tinggi konsentrasi infusa (2009) bahwa semakin lama
daun salam yang memiliki senyawa diletakkan pada suhu ruang maka
antimikroba yang diberikan pada semakin meningkat jumlah bakteri
daging ayam maka semakin sedikit pada daging sapi. Jumlah TPC
nilai total bakterinya. Hasil uji terendah terdapat pada lama
Duncan menunjukkan perbedaan peletakan selama 0 jam dan jumlah
yang nyata antara nilai TPC pada TPC tertinggi berada pada lama
kelompok kontrol dengan peletakan selama 18 jam. Hasil Uji
konsentrasi infusa daun kelor 0% Duncan menunjukkan perbedaan
(K0) terhadap kelompok dengan yang nyata terhadap nilai TPC pada
konsentrasi infusa daun kelor 5% lama peletakan selama 18 jam (T4)
(K1), kelompok dengan konsentrasi terhadap lama peletakan selama 0
infusa daun kelor 10% (K2), jam (T1), lama peletakan selama 6
kelompok dengan konsentrasi infusa jam (T2), dan lama peletakan
daun kelor 15% (K3). Hasil ini juga selama 12 jam (T4). Akan tetapi,
menunjukkan tidak terdapatnya tidak terdapat perbedaan yang nyata
antara kelompok T1, T2, dan T3.

Tabel 9. Hasil uji Duncan pengaruh konsentrasi infusa daun kelor terhadap nilai
TPC daging babi
Konsentrasi Infusa Daun Kelor Rata-rata

0% (K0) 7,2x108 (a)


5% (K1) 2,1 x108(b)
10% (K2) 1,6 x108(b)
15% (K3) 8,4 x107 (b)
Keterangan: superskrip berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata

17
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

Tabel 10. Hasil uji Duncan pengaruh lama peletakan terhadap nilai TPC daging babi
Konsentrasi Infusa Daun Kelor Rata-rata
Jam ke-0 (T1) 1,1x 105 (b)
Jam ke-6 (T2) 6,5x 106 (b)
Jam ke-12 (T3) 3,1 x 107 (b)
Jam ke-18 (T4) 1,1 x 109 (a)
Keterangan: superskrip berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata

Perbandingan Kualitas Daging Babi


Perbandingan kualitas daging kelompok dengan pemberian infusa
babi pada kelompok Kontrol (K0), daun kelor konsentrasi 15% (K3)
kelompok dengan pemberian infusa selama peletakan 0 jam (T1), 6 jam
daun kelor konsentrasi 5% (K1), (T2), 12 jam (T3), dan 18 jam (T3)
kelompok dengan pemberian infusa pada suhu ruang dapat dilihat pada
daun kelor konsentrasi 10% (K2) dan Tabel 11.

Tabel 11 .Perbandingan Kualitas Daging Babi


K0 K1 K2 K3
Parameter T1 T2 T3 T4 T1 T2 T3 T4 T1 T2 T3 T4 T1 T2 T3 T4
1. Organoleptik
 Warna 3 3 1 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2
 Tekstur 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3
 Aroma 3 3 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2. Uji Eber (-) (+) (+) (+) (-) (-) (+) (+) (-) (-) (-) (+) (-) (-) (-) (-)
3. pH 5,6 5,6 5,4 5,4 5,6 5,5 5,4 5,4 5,6 5,5 5,4 5,4 5,6 5,5 5,5 5,4
4. TPC(cfu/g)  ꞊ ꞊ ≡  – ꞊ ≡  – ꞊ ≡   – ≡
Keterangan:
Warna: 1 = Coklat kehitaman, 2 = Merah agak kehijauan, dan 3=Merah muda;
Tekstur: 1= lendir memenuhi permukaan daging, 2 = mulai berlendir, dan 3 =
kenyal dan halus; Aroma: 1 = sangat berbau busuk (tengik), 2 = berbau daun
kelor, dan 3 = bau khas daging segar; Uji Eber : (-) tidak terjadi awal
pembusukan dan (+) terjadi awal pembusukan; pH : pemeriksaan pH pada T1
merupakan hasil pengukuran pH setelah 3 jam pascapemotongan; TPC: berada
di bawah batas cemaran SNI(< 1,0x106), – melebihi batas cemaran SNI (kisaran :
3,7 x 106 - 9,4 x 106), ꞊ melebihi batas cemaran SNI (kisaran : 1,0 x 107- 8,2 x
107) dan ≡ melebihi batas cemaran SNI (kisaran : 3.3x 108-2,8 x109)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang yang sedang hingga pada jam ke-12


diperoleh maka dapat disimpulkan dan kelompok K3 yang
bahwa pemberian konsentrasi menunjukkan kualitas warna yang
infusa daun kelor (Moringa sedang hingga pada jam ke-18.
oleifera) pada kelompok K1 dan K2 Kualitas tekstur yang baik pada
yang menunjukkan kualitas warna kelompok K1, dan K2 hanya

18
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
bertahan hingga pada jam ke-12 berpengaruh nyata terhadap nilai
sedangkan kelompok K3 TPC (P<0,05). Berdasarkan
mempertahankan kualitas tekstur pemeriksaan TPC terlihat bahwa
yang baik hingga jam ke-18 selama kelompok K3 memiliki kualitas
peletakan pada suhu ruang. Aroma daging yang baik karena nilai TPC
yang ditunjukkan oleh kelompok yang ditunjukkan pada kelompok
K1, K2, dan K3 berkualitas sedang K3 berada di bawah batas cemaran
hingga pada jam ke-18. SNI pada peletakan selama kurang
Berdasarkan uji Eber dari 12 jam pada suhu ruang.
kelompok K0 hanya bertahan Berdasarkan keseluruhan hasil
selama kurang dari 6 jam pemeriksaan organoleptik, uji
dibandingkan dengan kelompok Eber, nilai pH, dan nilai TPC
K1 yang bertahan hingga jam ke-6, menunjukkan bahwa kelompok K3
kelompok K2 yang dapat bertahan merupakan kelompok terbaik.
hingga jam ke-12, dan kelompok Adapun saran yang dapat
K3 bertahan hingga jam ke-18 diberikan adalah masyarakat
selama peletakan pada suhu ruang. khususnya penjual daging babi
Pemeriksaan pH menunjukkan dapat menggunakan infusa daun
perbedaan yang tidak nyata kelor konsentrasi 15% sebagai
pengaruh konsentrasi infusa daun preservatif (pengawet) alami pada
kelor terhadap nilai pH daging daging babi dengan lama peletakan
(P>0,05) dan faktor lama peletakan selama kurang dari 12 jam pada
memberikan pengaruh yang sangat suhu ruang dan masyarakat umum
nyata terhadap nilai pH daging dapat menggunakan simplisia daun
(P<0,01). Interaksi antara kelor untuk kebutuhan bahan
pengaruh konsentrasi infusa daun pangan atau bahan kecantikan
kelor dan lama peletakan karena memiliki kandungan niai
memberikan pengaruh yang tidak gizi dan antioksidan yang baik
nyata terhadap nilai pH daging untuk tubuh. Seain itu, perlu
(P>0,05). dilakukan penelitian pengaruh
Hasil pemeriksaan TPC infusa daun kelor terhadap kualitas
menunjukkan bahwa faktor daging babi pada daging babi yang
konsentrasi infusa daun kelor memiliki nilai total bakteri (TPC)
berpengaruh nyata terhadap nilai awal yang lebih rendah dari
TPC (P<0,05) dan faktor lama penelitian ini dan penelitian
peletakan berpengaruh sangat lanjutan tentang jenis mikroba dan
nyata (P<0,01) terhadap nilai TPC. citarasa pada daging babi yang
Interaksi antara konsentrasi infusa telah diberikan infusa daun kelor.
daun dan lama peletakan

19
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

DAFTAR PUSTAKA

[ANZFA] Australia New Zealand Food Agustina KK, Sari PH, dan Suada
Authority. 2001. Food Safety IK.2017. Pengaruh Perendaman
Standars : Temperature Control pada Infusa Daun Salam terhadap
Requirements. Australia Kualitas dan Daya Tahan Daging
[BPS NTT] Badan Pusat Statistik Babi.Buletin Veteriner Udayana,
Provinsi Nusa Tenggara Timur. 9(1): 34-41.
2017. Akinpelu BA, Igbeneghu OA,
https://ntt.bps.go.id/dynamictable/ Awotunde AI, Iwalewa EO, dan
2018/02/09/597/produksi-daging- Oyedapo OO. 2014. Antioxidant
babi-menurut-kabupaten-kota-di- and Antibacterial Activities of
provinsi-nusa-tenggara-timur- Saponin Fractions of
2015-2017.html Erythropheleum suaveolens (Guill.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. And Perri.) Stem Bark Extract.
2009. Standar Nasional Indonesia Scientific Research and Essays,
(SNI) 7388:2009 tentang Batas 9(18): 826-833.
Maksimum Cemaran Mikroba Amri MC, Sugito, Sulasmi, Nurliana,
Dalam Pangan. Jakarta. Ismail, dan Abrar M. 2018. Quality
[BSN] Badan Standarisasi of Broiler Meat after Treatment of
Nasional.2008. Standar Nasional Jaloh Extract and Turmeric Extract
Indonesia (SNI) 2897:2008 and Infected by Eimeria
tentang Metode Pengujian tenella.Jurnal Medika
Cemaran Mikroba Dalam Daging, Veterinaria,12 (2):77- 83.
Telur, dan Susu, serta Hasil Aymerich T, Picouet P, dan Monfort J.
Olahannya. Jakarta. 2008. Decontamination
[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Technologies for Meat Products.
Republik Indonesia. 2000. Meat Science, 78:114–129.
Parameter Standar Umum Ekstrak Caldara FR, SantosLS, Nieto VMOS,
Tumbuhan Obat.Cetakan Foppa L, Santos RKS, Paz
Pertama.Direktorat Jenderal ICLA, Garcia RG, dan Nääs IA.
Pengawasan Obat dan 2014. Microbiological growth in
Makanan.Direktorat Pengawasan normal and PSE pork stored under
Obat Tradisional. Jakarta. refrigeration. Rev. Bras. Saúde
Aberle ED, Forrest JC, Hendrick HB, Prod. Anim, 15(2): 459-469
Judge MD, dan Merkel RA. 2001. Cowan MM.1999. Plant Products as
Principles of Meat Science. San Antimicrobial Agents.Clin
Fransisco (US): Freeman and Co. Microbiol,12 (4) : 564-582.
Adams MR dan Moss MO. 2008.Food Cushnie TPT dan Lamb AJ. 2005.
Microbiology. Cambridge (UK) : Antimicrobial activity of
Royal Society Of Chemistry. flavonoids. International Journal

20
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021
of Antimicrobial Agents, 26 : 343– Nurliana, Ismail, dan Abrar M.
356. 2018. Quality of Broiler Meat after
Dengen PMR. 2015. Perbandingan Uji Treatment of Jaloh Extract and
Pembusukan dengan Turmeric Extract and Infected by
Menggunakan Metode Uji Postma, Eimeria tenella.Jurnal Medika
Uji Eber, Uji H2s dan Pengujian Veterinaria,12 (2):77- 83.
Mikroorganisme pada Daging Babi Komariah, Arief II, dan Wiguna Y.
Di Pasar Tradisional Sentral 2004. Kualitas Fisik dan Mikroba
Makassar [Skripsi]. Universitas Daging Sapi yang Ditambah Jahe
Hasanuddin. (Zingiber officinale Roscoe) pada
Fajri, Rahmatu R, Alam N. 2018. Konsentrasi dan Lama
Kadar Klorofil dan Vitamin C Penyimpanan yang Berbeda.Media
Daun Kelor (Moringa oleifera Peternakan, 27(2): 46-54.
Lam) dari Berbagai Ketinggian Kusumaningrum A, Widiyaningrum P,
Tempat Tumbuh.J. Agrotekbis, dan Mubarok I. 2013. Penurunan
6(2): 152 – 158. Total Bakteri Daging Ayam
Franciska J, Suardana IW, Suarsana IN. dengan Perlakuan Perendaman
2018. Bakteriosin Asal Infusa Daun Salam (Syzygium
Streptococcus Bovis 9A sebagai polyanthum).Jurnal MIPA, 36 (1):
Biopreservatif pada Daging Sapi 14-19.
Ditinjau dari Uji Eber.Indonesia Lalas S dan Tsaknis J. 2002.Extraction
Medicus Veterinus, 7(2): 158-167. and Identification of Natural
Frans SK, Detha AIR dan Tangkonda Antioxidant from the Seeds of the
E. 2016. Pengaruh Pemberian Moringa oleifera Tree Variety of
Konsentrasi Gula Lontar pada Malawi.JAOCS, 79(7):677-683.
Dendeng Ikan Tembang Lukman D. W. 2010.Nilai pH
(Sardinella fimbriata) terhadap Daging.Bagian Kesehatan
Lama Simpan berdasarkan Kadar Masyarakat Veteriner. Fakultas
Air, Nilai Organoleptik dan Total Kedokteran Hewan Institut
Cemaran Mikroba. Jurnal Kajian Pertanian Bogor cit Haq AN,
Veteriner, 4(2): 28-39 Septinova D, dan Santosa PE.
Hasniar, Rais M, dan Fadilah R. 2019. 2015. Kualitas Fisik Daging dari
Analisis Kandungan Gizi dan Uji Pasar Tradisional di Bandar
Organoleptik Pada Bakso Tempe Lampung.Jurnal Ilmiah
dengan Penambahan Daun Kelor Peternakan Terpadu, 3(3): 98-103.
(Moringa oleifera).Jurnal Naiborhu PE. 2002. Ekstraksi dan
Pendidikan Teknologi Manfaat Ekstrak Mangrove
Pertanian,5:189-200. (Sonneratia alba dan Sonneratia
Jay, JM. 1986. Modern Food caseolaris) sebagai Bahan Alami
Microbiology. New York (USA): Antibakterial: Pada Patogen Udang
Van Nostrand Reinhold Company Windu, Vibrio harveyi [Tesis].
cit Amri MC, Sugito, Sulasmi, Institut Pertanian Bogor.

21
Dangur et al Jurnal Kajian Veteriner

Nikkon F, Saud Z, Rahman M, dan Pembusukan Daging Sapi.


Haque M. 2003. In vitro Veterinaria Medika, 6(1): 15-20.
Antimicrobial Activity of the Prihharsanti AHT. 2009. Populasi
Compound Isolated from Bakteri dan Jamur pada Daging
Chloroform Extract of M. oleifera Sapi dengan Penyimpanan Suhu
Lam. Pak, J. Biol. Sci.,6(22):1888 Rendah.Sains Peternakan, 7(2) :
– 1890. 66-72.
Nugraheni M. 2009. Pengetahuan Septiana AT dan Asnani A.
Bahan Pangan Hewan, Edisi 2012.Kajian Sifat Fisikokimia
Pertama. Yogyakarta Indonesia: Ekstrak Rumput Laut Coklat
Graha Ilmu. Sargassum duplicatum
Nychas GE, Skandamis PN, Tassou Menggunakan Berbagai Pelarut
CC, dan Koutsoumanis KP. 2008. dan Metode Ekstraksi. Agrointek,
Meat Spoilage During 6(1):22-28.
Distribution. Meat Science, 78:77– Shawky MM, Elsohaimy SA, Ibrahim
89. H, dan Samaha IA. 2018. Effects
Olaoye OA dan Ntuen IG. . 2011. of Some Plant Extracts on The
Spoilage and Preservation of Meat: Shelf Life of Some Meat products.
A General Appraisal and Potential AJVS, 59(2):136-147.
of Lactic Acid Bacteria as Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi
Biological Preservatives. Daging. Yogyakarta:Gadjah Mada
International Research Journal of University Press.
Biotechnology,2(1): 033-046. Suada IK, Purnama DID, dan Agustina
Olaoye OA dan Onilude AA. 2010. KK. 2018. Infusa Daun Salam
Investigation on the Potential Mempertahankan Kualitas dan
Application of Biological Agents Daya Tahan Daging Sapi
in the Extension of Shelf Life of Bali.Buletin Veteriner
Fresh Beef in Nigeria. World J Udayana,10(1):100-109.
Microbiol Biotechnol, 26:1445– Suardana IW, Swacita IBN. 2009.
1454. Higiene Makanan. 1st Ed.
Prawesthirini S, Siswanto HP, Udayana University Prees.
Estoepangestie ATS, Effendi MH, Denpasar cit Suada IK, Purnama
Harijani N, Vries GC, Budiarto, DID, dan Agustina KK. 2018.
Sabdoningrum EK. 2009. Analisa Infusa Daun Salam
Kualitas Susu, Daging dan Telur. Mempertahankan Kualitas dan
Cetakan kelima.Fakultas Daya Tahan Daging Sapi
Kedokteran Hewan Universitas Bali.Buletin Veteriner
Airlangga.Surabaya cit Antika DD, Udayana,10(1):100-109
Sukamto RST, dan Estoepangestie Susilo A. 2007. Karakteristik Fisik
ATS. 2013. Pengaruh Cara Daging Beberapa Bangsa Babi.
Pengemasan dan Suhu JITEK, 2(2):42-51.
Penyimpanan terhadap Awal

22
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 1 : 1 - 23 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2241
EISSN : 2528-6021

Usmiati S dan Marwati T. 2007. picrylhydrazyl (DPPH). Jurnal


Seleksi dan Optimasi Proses Info Kesehatan, 14:1060-1082.
Produksi Bakteriosin dari Yulistiani R. 2010. Study of un-
Lactobacillus sp. J.Pascapanen slaughtered chicken carcass:
4(1):27-37. organoleptic changes and bacterial
Warner R. 2016. Meat: Conversion of growth pattern. Jurnal Teknologi
Muscle into Meat. Encyclopedia of Pertanian, 11 (1):27-36.
Food and Health, 3:677-684. Zhi-hui Y, Xue-zhi D, Li-qiu X, Xiu-
Yuliani NN dan Dienina DP. 2015. Uji quing X, Sha X., Shuang L, dan
Aktivitas Antioksidan Infusa Daun Xue- ei L. 2013. Antimicrobial
Kelor (Moringa oleifera) dengan Activity and Mechanism of Total
Metode 1,1- diphenyl-2- Saponins from Allium chinense.
Food Science, 34(15): 75-80.

23

Vous aimerez peut-être aussi