Vous êtes sur la page 1sur 32

A.

KONSEP MEDIS

1. Pengertian

Efusi pleura (adanya cairan di ruang pleura) yang muncul lebih sedikit pada anak-anak

dibandingkan orang dewasa dapat disebabkan oleh beragam infeksi dan penyakit bukan infeksi.

Kebanyakan informasi yang ada tentang efusi pleura berasal dari penelitian orang dewasa.

Penyebab dari efusi pleura pada anak-anak berbeda secara nyata dibandingkan orang dewasa

tersebut. Pada orang dewasa, kebanyakan penyebab efusi pleura adalah gagal jantung

kongestif (transudat), dan bakteri pneumonia serta keganasan adalah penyebab utama dan

sering untuk eksudat. Efusi pleura pada anak-anak umumnya kebanyakan adalah infeksi (50-

70% efusi parapneumonik), gagal jantung kongestif adalah penyebab yang lebih sedikit (5-

15%) dan keganasan adalah kasus yang jarang.

Efusi parapneumonik didefinisikan sebagai cairan di rongga pleura sehubungan

dengan adanya pneumonia, abses paru, atau bronkiektasis. Bakteri non- TB pneumonia

merupakan penyumbang terbesar sebagai penyebab utama efusi pleura pada anak. Dibuktikan

dengan agen spesifik penyebab tergantung dengan usia pasien, penyakit yang mendasarinya,

metode kultur laboratorium yang standar, dan pemberian terapi antibiotic.

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga

pleura. Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer

jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan

jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara

permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya

merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural

mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang

memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi.

1
Gambar Anatomi Rongga Pleura (Mikro)

2
2. Insiden

bakteri pneumonia serta keganasan adalah penyebab utama dan sering untuk eksudat.

Efusi pleura pada anak-anak umumnya kebanyakan adalah infeksi (50-70% efusi

parapneumonik), gagal jantung kongestif adalah penyebab yang lebih sedikit (5- 15%) dan

keganasan adalah kasus yang jarang.

Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60 %

penderita keganasan pleura primer atau metastatic. Sementara 5 % kasus mesotelioma

(keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 5 % penderita kanker

payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.

3. Etiologi

a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada

dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium)

dan sindroma vena kava superior.

b. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),

bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor

dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,

tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi.

Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :

 Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik

 Penurunan tekanan osmotic koloid darah

 Peningkatan tekanan negative intrapleural

 Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

3
4. Faktor resiko

Factor resiko tinggi yang terjadi pada efusi pleura yaitu terjadi infeksi atau

setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura

dapat menyebabkan pecahnya membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran

protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat.

Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan

perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang

berlebihan ke dalam rongga pleura. Menurunya tekanan osmotic koloid plasma juga

memungkinkan terjadinya transudasi cairan yang berlebihan.

5. Manifestasi klinik

Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah

cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.

Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada

pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,

banyak riak.

Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan

cairan pleural yang signifikan. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan

berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak

dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak,

dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu)

4
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas

garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong

mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

6. Komplikasi

Pneumonia

Fibrosis paru

Pneumotorak

Emfisema

ArelektasisI.

7. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium (analisis cairan efusi yang di thorakosentesis)

Pemeriksaan radiology, Foto toraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat

permukaan yang melengkung jika jumlah ciran efusi lebih dari 300 ml, pergeseran

mediastinum kadang ditemukan.

CT scan dada akan terlihat adnaya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya.

Ultra sono grafi pada pleura dapat menentukan adnaya cairan rongga pleura

Bronkoskopi pada kasus-kasus neoplasma, korpus aleunum dan abses paru.

Thorakoskopi (tiber optic pleura) pada kasus dengan neoplasma tuberculosis pleura.

Biopsi pleura.

5
8. Penatalaksanaan

 Pengobatan Kausal

Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi  dapat

diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.

Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas

bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain yang lebih

penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari rongga pleura dengan

efektif.

 Thoraxosentesis, indikasinya :

o Menghilangkan sesak yang ditimbulkan cairan

o Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal

o Bila terjadi reakumulasi cairan

o  Kerugiannya: hilangnya protein, infeksi, pneumothoraxs.

 .Water Sealed Drainage

Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi

maligna.Indikasi WSD pada empyema :

Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi

6
Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu

Terjadinva piopneumothoraxs

 Pleurodesis

Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan

menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum, talk) atau

tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan amat banyak dan selalu terakumulasi

kembali

9. pencegahan

Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang dapat

menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila diagnosa

kausal belum dapat ditegakkan.

7
B. KONSEP KEPERAWATAN

Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan

hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan

yang optimal (Canpernito, 2000,2).

Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu

proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam melakukan

praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana

keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan,

implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).

1. Pengkajian

Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :

a. Identitas Pasien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat

rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan

dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan

atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan

keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang

8
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non

produktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti

batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan

sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang

telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni,

gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui

kemungkinan adanya faktor predisposisi.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang

disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain

sebagainya.

f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta

bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

9
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan

persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah

terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,

minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi

timbulnya penyakit.

2) Pola nutrisi dan metabolism

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran

tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu

ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan

effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan

penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat

proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.

3) Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan

defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,

pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain

akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-

otot tractus degestivus.

4) Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat

mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan

10
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan

ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.

5) Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh

terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi

lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana

banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

6) Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,

misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan

fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.

Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua

itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.

7) Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba

mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin

akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.

Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.

8) Pola sensori dan kognitif

Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan

proses berpikirnya.

9) Pola reproduksi seksual

11
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu

untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya

masih lemah.

10) Pola penanggulangan stress

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan

mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya

atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan

dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

h. pemeriksaan fisik

1) Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,

ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien

terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan

ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan

pasien.

2) Sistem Respirasi

Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga

mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan

mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan

ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.

12
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.

Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal

pada dada yang sakit.

Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak

mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis

lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini

disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang

jelas di punggung.

Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin

ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru,

mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di

sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita

diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut

egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)

3) Sistem Cardiovasculer

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada

linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui

ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung

(health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,

perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk

menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan

untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk

menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III

13
yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan

adanya peningkatan arus turbulensi darah.

4) Sistem Pencernaan

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut

menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi

ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35

kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,

adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi

pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal

tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar,

asites, vesika urinarta, tumor).

5) Sistem Neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan

GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan

bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu

dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

6) Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua

ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan

capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot

kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7) Sistem Integumen

14
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit,

pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan

sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,

hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk

mengetahui derajat hidrasi seseorang.

i. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium

1) Pemeriksaan Radiologi

Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa

terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus.

Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis

tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan

foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil

yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).

2) Biopsi Pleura

Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi

jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau

kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura)

(Soeparman, 1990, 788).

15
j. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :

1) Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya

dapat dilihat pada tabel berikut :

Transudat Eksudat

Kadar protein dalam effusi 9/dl < style=""> > 3

Kadar protein dalam effusi < style=""> > 0,5

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam effusi (1-U) < style=""> > 200

Kadar LDH dalam effusi < style=""> > 0,6

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan effusi < style=""> > 1,016

Rivalta Negatif Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan

pleura :

- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis

reumatoid dan neoplasma

- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis

adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).

2) Analisa cairan pleura

- Transudat : jernih, kekuningan

- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan

- Hilothorax : putih seperti susu

- Empiema : kental dan keruh

16
- Empiema anaerob : berbau busuk

- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah

3) Perhitungan sel dan sitologi

Leukosit 25.000 (mm3):empiema

Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru

Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.

Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur

Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering

dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan

infark paru, trauma dada dan keganasan.

Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.

Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas.

Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme

obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)

4) Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-

coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap

kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman,

1998: 788).

Analisa Data

Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga

dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi pleura.

Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.

2. Diagnose keperawatan

17
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder

terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura

Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mucus

Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distress pernafasan

3. Penyimpangan KDM

Bakteri

Sal. Pernapasan

Infeksi

Peradangan permukaan
pleura

↓tekanan osmotic

Peningkatan permeabilitas
kapiler

Ketidakseimbangan jumlah
cairan dengan absorbs yang
bisa dilakukan pleura

Penimbunan cairan di kavum
pleura

Gangguan ventilasi, difusi
dan transportasi oksigen

18
Pa O2 menurun, PCO2
meningkat, sesak Produksi secret Respon psikososial
napas ↓ ↓

Koping tidak efektif


Pola napas tidak efektif Jalan napas tidak efektif

kecemasan

4. Intervensi & rasional

Diagnosa Keperawatan I

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder

terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada

pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas

terdengar jelas.

Rencana tindakan :

a. Identifikasi faktor penyebab.

19
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis

effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.

b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang

terjadi.

Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita

dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala

tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru

bisa maksimal.

d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).

Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan

fungsi paru.

e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-

paru.

f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan

otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

20
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto

thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan

mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor

kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

Diagnosa Keperawatan II

Bersihan Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mucus

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi, bersihan jalan napas kembali

efektif

Criteria hasil : klien mampu melakukan batuk efektif , pernafasan klien normal (18 – 24

x/menit)

Rencana tindakan

a. Kaji kemampuan mengeluarkan secret, catat karakter dan volume sputum

Rasional : pengeluaran akan sulit bila secret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi

yang tidak adekuat)

b. Berikan posisi semi fowler / fowler tinggi dan bantu klien latihan nafas dalam dan

batuk efektif

21
Rasional : posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya

bernapas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan

meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk di

keluarkan

c. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml / hari kecuali tidak di indikasikan

Rasional : hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengektifkan

pembersihan jalan napas

d. Bersihkan secret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan pengisapan (suction)

Rasional : mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan diperlukan bila klien tidak

mampu mengeluarkan secret. Eleminasi lender dengan suction sebaiknya

dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 10 menit, dengan pengawasan

efek samping suction

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : obat anti biotic

Rasional : pengobatan anti biotic yang ideal adalah dengan adanya dasar dari tes uji

resistensi kuman terhadap jenis antibiotic sehingga lebih mudah

mengobati pneumonia.

Diagnosa Keperawatan III

Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan

(ketidakmampuan untuk bernafas).

Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi

kecemasan.

Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi

dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan

22
santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90

kali permenit.

Rencana tindakan :

a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.

Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.

Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak

kerjasama dalam perawatan.

b. Ajarkan teknik relaksasi

Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan

c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional :

Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik

d. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang

dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.

e. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah

teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

23
C. TINDAKAN KASUS

1. PENGKAJIAN

Identitas klien :

- Nama : An “L”

- Umur : 11 tahun

- BB : 29 kg

- TB : 139 cm

- Jenis kelamin : Laki - laki

- Tanggal MRS : RS WS, 20 oktober 2010

Pengkajian Fisik

24
a. Airway (jalan nafas) tidak efektif ditandai dengan menurunya ekspansi paru

terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.

b. Breathing

- Respirasi : 38 x / menit

c. Circulation

- TD : 100/70

- Heart rate : 76 x / menit

Pemeriksaan Penunjang

Foto rongen : ada cairan di rongga pleura dextra

USG thoraks : abes paru kanan

Pemeriksaan sputum : BTA (-)

Bakteri dalam cairan pleura : gram negative (klabsiella)

Obat-obatan

 IVFD Dex 5% 30 tpm

 Ampicilin 500 mg

 Sulbactam 200 mg

Diagnosa Keperawatan

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder

terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura

Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mucus

Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang

dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

2. DATA FOKUS

25
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
Ibu klien mengatakan klien Batuk berdahak Respirasi : 38 x / menit
Ibu klien mengatakan klien mengeluh sesak
Heart rate : 76 x / menit
nafas sejak 1 bulan yg lalu
Ibu klien mengatakan klien Demam TD : 100/70 mmHg
Ibu klien mengatakan klien MRS untuk yang
ketiga kalinya dengan penyakit yang sama Suhu : 37,7 ◦C
kemudian sesaknya kembali kambuh
BB : 29 kg
Ibu klien mengatakan klien Sering berinteraksi
TB : 139 cm
dengan penderita TB
Ibu klien mengatakan bahwa ia sangat kawatir Vocal vemitus paru kanan getarannya tidak
dengan kondisi anaknya sdeimbang dengan paru kiri
Ada cairan di ronnga pleura dextra,
Abes paru kanan,
Sputum BTA (-),
Bakteri gram negative (klabsiella) dalam cairan
pleura,
-
Tampak terpasang O2 L/menit,
Vocal permitus paru kanan tidak seimbang
dengan paru kiri,
Perkusi pekak pada ICS V paru dextra pada
auskultasi tidak terdapat bunyi napas tambahan

3. ANALISIS DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DO : R : infeksi Pola napas tidak
38x/menit ↓ efektif
Penumpukkan Peradangan permukaan pleura
cairan dalam ↓
rongga pleura Peningkatan Permeabilitas kapiler

DS : sesak Ketidakseimbangan jumlah cairan
dengan absorpsi yang bisa dilakukan
pleura

Penimbunan cairan di kavum pleura

Gangguan ventilasi, difusi, distribusi &
transportasi oksigen

Pa O2 menurun, PCO2 meningkat,

26
sesak nafas,

Pola napas tidak efektif
DO : 38 x / i Bersihan jalan
infeksi napas tidak efektif

Peradangan permukaan pleura

Peningkatan Permeabilitas kapiler

Ketidakseimbangan jumlah cairan
dengan absorpsi yang bias dilakukan
2 pleura

Penimbunan cairan di kavum pleura

Gangguan ventilasi, difusi, distribusi &
transportasi oksigen

Peningkatan produksi sekret

Jalan napas tidak efektif
DS : Ibu klien infeksi Cemas
mengatakan ↓
bahwa ia sangat Peradangan permukaan pleura
kawatir dengan ↓
kondisi anaknya, Peningkatan Permeabilitas kapiler

sesak Ketidakseimbangan jumlah cairan dengan
absorpsi yang bias dilakukan pleura

3 Penimbunan cairan di kavum pleura

Gangguan ventilasi, difusi, distribusi &
transportasi oksigen

Respon psikososial

Koping tidak efektif

cemas

4. RENCANA KEPERAWATAN

27
Diagnosa Keperawatan I

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder

terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada

pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas

terdengar jelas.

Rencana tindakan :

a. Identifikasi faktor penyebab.

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis

effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.

b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang

terjadi.

Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita

dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala

tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru

bisa maksimal.

d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).

28
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan

fungsi paru.

e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-

paru.

f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan

otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto

thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah

terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari

berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

Diagnosa Keperawatan II

Bersihan Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mucus

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi, bersihan jalan napas kembali

efektif

Criteria hasil : klien mampu melakukan batuk efektif , pernafasan klien normal (18 – 24

x/menit)

Rencana tindakan

f. Kaji kemampuan mengeluarkan secret, catat karakter dan volume sputum

29
Rasional : pengeluaran akan sulit bila secret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi

yang tidak adekuat)

g. Berikan posisi semi fowler / fowler tinggi dan bantu klien latihan nafas dalam dan

batuk efektif

Rasional : posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya

bernapas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan

meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk di

keluarkan

h. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml / hari kecuali tidak di indikasikan

Rasional : hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengektifkan

pembersihan jalan napas

i. Bersihkan secret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan pengisapan (suction)

Rasional : mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan diperlukan bila klien tidak

mampu mengeluarkan secret. Eleminasi lender dengan suction sebaiknya

dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 10 menit, dengan pengawasan

efek samping suction

j. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : obat anti biotic

Rasional : pengobatan anti biotic yang ideal adalah dengan adanya dasar dari tes uji

resistensi kuman terhadap jenis antibiotic sehingga lebih mudah

mengobati pneumonia.

Diagnosa Keperawatan III

Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan

(ketidakmampuan untuk bernafas).

30
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi

kecemasan.

Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi

dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan

santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90

kali permenit.

Rencana tindakan :

a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.

Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.

Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak

kerjasama dalam perawatan.

b. Ajarkan teknik relaksasi

Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan

c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional :

Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik

d. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang

dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.

31
e. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah

teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

32

Vous aimerez peut-être aussi