Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604
E-Mail:
safutra@email.unikom.ac.id
Abstract
Implementation of Therapeutic Communication in pediatric patient’s cleft lip and palate is usually given in the
form of speech exercises. This therapy is carried out by a professional therapist after pediatric patients get
medical treatment in the form of surgery. The purpose of the speech training is to be able to practice the motor
skills possessed by pediatric patients to be able to speak fluently. This study was intended to understand verbal
and nonverbal messages used in therapeutic communication between speech therapists to CBL pediatric patients
at the YPPCBL Bandung foundation. The approach used is qualitative with a case study. Data obtained by
conducting observations, interviews and documentation studies on three key sources and two supporting sources.
The final result of the observation is that the therapist uses two types of message classifications, namely verbal
and nonverbal to CBL pediatric patients in providing these speech exercises. 1) Verbal messages refer to six
techniques that exist in therapeutic communication when doing exercises: first toddler and early childhood,
second listening attentively, third repeating and focusing, fourth playing and humor, fifth silent and giving praise,
Whereas, 2) Nonverbal messages are shown through the therapeutic communication attitude of a therapist in
providing speaking exercises which consist of one category. Namely physical presence that includes face to face,
maintain eye contact, bend toward the patient, maintain an open attitude, and remain relaxed.
Abstrak
Implementasi Komunikasi Terapeutik pada pasien anak celah bibir dan langit-langit biasanya diberikan dalam
bentuk latihan bicara. Terapi ini dilakukan oleh seorang terapis profesional setelah pasien anak mendapatkan
penanganan medis berupa operasi. Tujuan dari latihan bicara tersebut agar dapat melatih kemampuan motorik
yang dimiliki pasien anak untuk bisa berbicara lancar. Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami pesan-pesan
secara verbal dan nonverbal yang digunakan dalam komunikasi terapeutik antara terapis wicara kepada pasien
anak CBL di yayasan YPPCBL Bandung. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan studi kasus. Data
diperoleh dengan melakukan observasi, wawancara dan studi dokumentasi pada tiga narasumber kunci dan dua
narasumber pendukung. Hasil akhir dari pengamatan adalah terapis menggunakan dua tipe klasifikasi pesan, yakni
verbal dan nonverbal terhadap pasien anak CBL dalam memberikan latihan bicara tersebut. 1) Pesan secara verbal
merujuk pada enam teknik yang ada pada komunikasi terapeutik saat melakukan latihan: pertama toddler and
early childhood, kedua mendengarkan dengan penuh perhatian, ketiga mengulang dan memfokuskan, keempat
bermain dan humor, kelima diam dan memberi pujian, Sedangkan, 2) Pesan Nonverbal ditunjukan melalui Sikap
komunikasi terapeutik seorang terapis dalam memberikan latihan bicara yang terdiri dari satu kategori. Yakni
kehadiran diri secara fisik yang meliputi berhadapan, mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah pasien,
mempertahankan sikap terbuka, dan tetap relaks.
195
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019
Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604
196
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019
Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604
latihan bicara tersebut terdapat hubungan dalam Mundakir 2008 juga menjabarkan
yang harus terjalin terlebih dahulu antara bahwa untuk menanggapi pesan yang
keduanya. Adapun yang menjadi subjek disampaikan pasien, tenaga kesehatan dapat
penelitian ini adalah terapis dan orangtua menggunakan berbagai teknik komunikasi.
pasien anak CBL yang berada di YPPCBL Berdasarkan observasi peneliti di lapangan.
Bandung. Karena hanya di yayasan inilah Ketika latihan bicara berlangsung dalam
latihan bicara pada pasien anak CBL waktu kurang lebih satu sampai dua jam,
difokuskan untuk wilayah Kota Bandung. terapis menerapkan sekiranya sepuluh
Pengumpulan data penelitian dengan teknik komunikasi terapeutik kepada pasien
menggunakan wawancara mendalam anak CBL. Beberapa teknik komunikasi
kepada terapis dan orang tua pasien anak terapeutik yang terjadi ketika latihan bicara
CBL. Kemudian observasi, dengan berlangsung adalah sebagai berikut:
mengamati proses beberapa kali latihan
bicara antara terapis dan pasien anak CBL. a. Toddler dan Early Childhood
Studi dokumentasi juga turut membantu
untuk melengkapi data-data penelitian yang Teknik komunikasi terapeutik pada fase
dibutuhkan. ini diterapkan pada pasein anak CBL usia 1-
3 tahun dan 3-5 tahun. Karakteristik anak
3. Pembahasan pada masa ini (teruama 1-3 tahun/toddler)
sangatlah egosentris. Selain itu anak juga
3.1 Bentuk Pesan Verbal Sebagai Teknik memiliki perasaan takut pada
Komunikasi Latihan Bicara ketidakhauannya, sehingga anak perlu diberi
tahu tentang apa yang akan terjadi
Sikap terapis dalam proses latihan kepadanya (Damaiyanti, 2010: 46).
bicara merupakan hal krusial yang perlu Pemberitahuan kepada pasien anak CBL
diperhatikan. Memunculkan sikap terpeutik memang penting dilakukan, agar pasien
adalah cara membangun hubungan dan anak CBL tidak merasa takut untuk memulai
membantu masalah pasien anak CBL dalam aktivitasnya dengan terapis. Dengan
latihan bicara. Pasein anak CBL adalah demikian pasien anak CBL akan berani
individu yang unik, bukan miniatur orang mengeksplor dirinya ketika proses latihan
dewasa kebanyakan. Berkomunikasi dengan bicara berjalan. Dalam fase usia 1-5 tahun,
pasien anak CBL membutuhkan pendekatan pasien anak CBL belum mampu berbicara
yang khusus dan berbeda. Oleh karena itu, fasih. Terlebih dengan kondisinya yang
selain sikap komunikasi terapeutik terapis, dalam tanda kutip berkebutuhan khusus
hal krusial selanjutnya adalah teknik pasca operasi celah bibir. Selain itu, faktor
komunikasi terapeutik yang dimiliki oleh lain adalah perbendaharaan kata anak yang
terapis dalam melakukan latihan bicara. hanya 900-1200 kata saja. Oleh karena itu,
Sedangkan Yupi Supartini (2004) perlunya menggunakan kata-kata sederhana,
menjelaskan bahwa saat seorang tenaga singkat, dan gunakan istilah yang dikenal
kesehatan melakukan komunikasi terapeutik oleh anak. Selama latihan bicara berjalan,
kepada pasien anak, harus memperhatikan terapis selalu menggunakan kata dan istilah
karakteristik anak sesuai dengan tingkat yang sangat-sangat sederhana untuk pasien.
perkembangannya, dalam hal ini adalah usia Selain menggunakan kata dan istilah yang
pasien anak tersebut. karena setiap tingkatan sederhana, terapis juga kerap menggunakan
usia pasien anak, akan memerlukan teknik media bermain sebagai sarana
komunikasi terapeutik dan feedback yang berkomunikasi kepada pasien anak CBL
berbeda. Stuart dan Sudeen (1987:124) yang belum koooperatif.
197
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019
Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604
Cara ini sesuai dengan penjelasan dapat mengetahui perasaan pasiennya dan
Damaiyanti dalam bukunya berjudul memberi kesempatan lebih banyak kepada
komunikasi terapeutik, bahwa pasien untuk berbicara. Tenaga kesehatan
berkomunikasi dengan anak dengan objek harus berusaha mengerti pasien dengan cara
tradisional seperti boneka, dan puppet, mendengarkan apa yang disampaikan.
sebelum berkomunikasi langsung pada Karena satu-satunya orang yang dapat
anak. Artinya media bermain seperti boneka menceritakan kepada perawat/terapis
atau mainan lainnya dapat digunakan tentang perasaan, pikiran, dan persepsi
sebagai pengantar untuk memulai pasien adalah pasien itu sendiri. Tujuan
berkomunikasi dengan pasien anak CBL. teknik ini ialah memberikan rasa aman
Menggunakan mainan anak sebagai media pasien dalam mengungkapkan perasaannya
berkomunikasi adalah cara yang tepat dalam dan menjaga kestabilan emosi/
kondisi menangani pasien yang masih psikologianya. Secara prinsip dalam
berumur balita. Selain media komunikasi, komunikasi terapeutik, ada beberapa sikap
posisi tubuh dalam berkomunikasi perlu yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar
juga diperhatikan. Secara teoritis dalam yang baik. Pertama seperti pandangan saat
konteks komunikasi terapeutik, posisi tubuh berbicara, dalam hal ini adalah
yang baik ketika berbicara pada pasien mempertahankan kontak mata seperti yang
adalah dengan posisi jongkok, duduk di terapis lakukan dalam praktik latihan bicara
kursi kecil, atau berlutut sehiingga dengan pasien anak CBL. Kedua adalah
pandangan mata akan sejajar antara terapis tidak menyilangkan kaki dan tangan. Pada
dan pasien anak CBL. Sejalan dengan temuan observasi peneliti, terapis tidak
pengamatan peneliti, posisi jongkok atau menyilangkan kaki atau tangannya. Karena
berlutut dapat ditemukan ketika terapis tangan terapis menggunakan media latihan
sedang melayani pasien anak CBL untuk seperti mainan anak, kartu, ataupun buku.
bermain dan berlatih. Selain itu kursi yang Ketiga adalah mencondongkan tubuh ke
digunakan di dalam ruang terapi arah lawan bicara, seperti yang terapis
menggunakan kursi kecil yang disesuaikan lakukan dalam proses latihan.
dengan ukuran tubuh pasien anak CBL. c. Mengulang dan Memfokuskan
Menggunakan kursi yang sedemikian rupa
bertujuan untuk memperoleh kontak mata Pada konteks komunikasi terapeutik,
pasein anak CBL. Mempertahankan kontak mengulang artinya mengulang pokok
mata antara terapis dan pasien anak CBL pikiran yang diungkapkan pasien. Gunanya
perlu dilakukan agar mendapatkan fokus untuk menguatkan ungkapan pasien dan
dan perhatiannya ketika latihan bicara memberi indikasi bahwa perawat/terapis
berlangsung. Upaya ini termasuk dalam mengikuti pembicaraan pasien. Teknik perlu
klasifikasi sikap komunikasi terapeutik yang dilakukan karena pasien anak CBL
harus terpenuhi ketika proses terapi sebelumnya tidak mengenal bagaimana
berjalan. bentuk pengucapan yang benar. Maka
teknik ini dapat mengajarkan dengan
b. Mendengarkan dengan Penuh perlahan kepada pasien anak CBL
Perhatian bagaimana cara pengucapan yang benar.
Berbeda dengan pengulangan, teknik
Stuart dan Sudeen (1987:124) memfokuskan bertujuan untuk membatasi
merumuskan bahwa mendengarkan adalah bahan pembicaraan sehingga percakapan
dasar utama dalam komunikasi. Dengan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Hal
mendengar, perawat atau tanaga kesehatan penting yang perlu diperhatikan dalam
198
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019
Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604
menggunakan teknik ini adalah tidak mencakup arahan yang lebih spesifik,
memutus pembicaraan ketika pasien sedang seperti memberi peralatan medis atau
menyampaikan masalahnya yang penting. boneka untuk memfokuskan alasan seperti
Terapis tidak memotong pembicaraan, menggali rasa takut anak terhadap medis
terapis mendengarkan sampai selesai apa atau menggali hubungan keluarga. Dengan
yang disampaikan oleh orangtua pasien anak demikian, teknik bermain yang terapis
CBL. Namun terapis melakukan pengalihan lakukan pada pasien anak CBL yang
topik, jika topik yang disampaikan tidak ada menangis adalah untuk menghilangkan rasa
kaitannya dengan perkembangan pasien takut dalam diinya yang disebabkan oleh
anak CBL. Sehingga arah pembicaraan nilai traumatik yang tinggi.
keduanya menjadi fokus, dalam hal ini Menulis bisa digunakan untuk
menyangkut persoalan perkembangan menyampaikan perasaan atau pikiran yang
pasien anak CBL saja. sulit untuk diekspresikan lewat tulisan.
Namun teknik menulis merupakan
d. Bermain dan Humor pendekatan komunikasi pada anak yang
lebih dewasa. Jadi masih belum cocok untuk
Teknik komunikasi terapeutik pasien anak CBL yang mayoritas adalah usia
selanjutnya adalah bermain dan humor. balita. Selanjutnya teknik menggambar,
Pada dinamika proses latihan bicara/terapi menggambar sering kali diberlakukan pada
bicara, terapis menangani dua karakter pasien anak CBL jika kondisi dalam latihan
pasien anak CBL. Dalam hal ini adalah bicara sudah kondusif. Artinya terapis dapat
pasien kooperatif dan nonkooperatif. Pasien memberikan teknik menggambar jika pasien
anak CBL nonkooperatif adalah pasien yang anak CBL tidak dalam keadaan menangis
menangis dan berlarian ketika latihan atau berlarian. Terapis memberikan teknik
bicara. Pemilihan media bermainnya juga ini dengan dua cara, menyuruh pasien anak
beragam. Jika pasien anak CBL yang CBL menggambar bebas apa yang
menangis, terapis menggunakan boneka dinginkannya, atau hanya mewarnai gambar
atau puzzle. Sedangkan untuk pasien anak yang sudah tersedia. Setelah mewarnai atau
CBL yang berlarian, terapis menggunakan menggambar selesai, pasien anak CBL
bola dan puzzle dengan jenis yang berbeda. diminta untuk mengucapkan nama bentuk
Pada proses pemberian teknik bermain, dari apa yang telah digambar atau diwarnai.
terapis juga sambil memberikan materi Gambar anak merupakan semua tentang
latihannya. Terkadang media permainan anak, karena gambar adalah proyeksi diri
yang digunakan juga menjadi materi terapi. mereka dari dalam. Ada dua arahan dalam
Seperti puzzle yang di dalamnya ada nama meminta anak untuk menggambar.
kendaraan atau hewan. Selain itu sisi puzzle Menggambar dengan spontan dan
juga memiliki warna yang berbeda antara menggambar dengan arahan. Menggambar
satu bagian dengan bagian yang lain. spontan adalah memberikan anak bahan seni
Perbedaan warna ini dimanfaatkan oleh yang bervariasi dan memberi kesempatan
terapis agar menjadi materi latihan bicara, untuk mandiri menggambar.
yakni mengenalkan konsep warna kepada Dugan dalam Damaiyanti (2010:20)
pasien anak CBL. Sejalan dengan temuan menyebutkan humor sebagai hal yang
peneliti, Damaiyanti (2010:53) menjelaskan penting dalam komunikasi verbal.
bahwa tindakan bermain spontan dapat Dikarenakan tertawa dapat mengurangi
memberikan pasien anak berbagai materi ketegangan dan stress. Disamping itu juga
permainan dan memberi kesempatan untuk bisa meningkatkan keberhasilan asuhan
bermain. Bermain dengan arahan, adalah perawatan. Sementara Sullivan – Deane
199
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019
Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604
200
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019
Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604
mamberi pujian atau penghargaan. Secara saat latihan bicara. Dalam prosesnya, terapis
definitif Geldard D (1998) bahwa memberi tentu tidak cukup jika hanya
pujian/reinforment bisa diungkapkan memaksimalkan pesan-pesan materi
dengan kata-kata ataupun melalui isyarat sewaktu latihan. Akan tetapi yang sangat
nonverbal. Mengacu pada pemahaman penting adalah sikap-sikap atau penampilan
tersebut, terapis kerap kali memberikan terapis ketika berkomunikasi. Dalam
pujian kepada pasien anak CBL pada situasi konteks komunikasi terapeutik, ada dua
tertentu dalam proses latihan bicara. klasifikasi tentang sikap komunikasi
Misalkan memberi pujian dengan pesan terapeutik. Dalam hal ini adalah sikap yang
verbal seperti “baju adek bagus, baru ya merujuk pada kehadiran diri secara fisik,
bajunya? Siapa yang belikan?”. Atau, dan sikap kehadiran diri secara psikologis
“gambar di bajunya lucu ya? Mirip seperti (Damaiyanti, 2010:14).
adek lucunya”. Selanjutnya terapis memberi
pujian dengan pesan nonverbal misalnya g. Kehadiran Diri Secara Fisik
tepuk tangan atau acungan jempol kepada
pasien anak. Tepuk Tangan ini diberikan Secara teoretis dalam komunikasi
ketika pasien anak CBL berhasil menjawab terapeutik, ada lima sikap atau cara yang
pertanyaan terapis, seperti “ini warna apa teridentifikasi untuk menghadirkan diri
adek?”, atau “ini hewan apa adek”, atau “ini secara fisik dari pihak tenaga kesehatan
angka berapa adek”. Jika pasien anak CBL yang dalam hal ini adalah seorang terapis
benar dalam menjawabnya, terapis kepada pasien anak CBL ketika latihan
memberikan acungan jempol sambil bicara. Sikap pertama adalah berhadapan.
mengatakan pernyataan “betul, adek pintar”. Sepanjang pengamatan peneliti. Latihan
Hal ini dilakukan karena pasien anak CBL bicara yang diterapkan kepada pasien anak
mampu memunculkan perubahan yang CBL dilakukan dengan cara berhadapan dan
positif. Memberi pujian banyak membantu face to face. Artinya terapis hanya
dalam menyembuhkan pasien yang dengan memberikan latihan bicara kepada satu
harga diri rendah dan juga depresi. Namun, pasien anak CBL dalam sehari secara
teknik memberi pujian ini jangan sampai bergantian. Setiap pasien anak CBL
menjadi beban untuk pasien. Artinya jangan diberikan terapi sekitar kurang lebih satu-
sampai pasien berusaha keras dan dua jam. Per harinya, terapis biasa melatih
melakukan segalanya demi untuk pasien anak CBL sebanyak tiga atau empat
mendapatkan pujian atas perubahannya. anak. Tetapi kondisi ini sangat tentatif,
bergantung pada kehadiran orangtua dan
f. Bentuk Pesan Non Verbal Sebagai pasien anak CBL. Karena terkadang banyak
Sikap Komunikasi Latihan Bicara faktor yang memengaruhi pasien anak CBL
tidak dapat hadir untuk melakukan latihan.
Terapis dalam memberikan latihan Salah satunya karena lokasi yang jauh, dan
bicara pada pasien anak CBL di yayasan, kesibukan orangtuanya sehingga tidak bisa
cenderung memunculkan sikap-sikap mengantarkan anak ke yayasan untuk
tertentu selama proses terapi berlangsung. berlatih. Pada proses latihan yang dilakukan
Sikap inilah sekaligus digunakan oleh dengan cara face to face, terapis dan pasien
terapis sebagai cara untuk mendapatkan anak saling berhadapan ketika terapi
fokus pasien anak CBL selama proses berlangsung. Hal ini diterapkan tidak lain
latihan. Terapis hadir secara utuh, baik fisik untuk memperoleh fokus pasien anak CBL,
maupun psikologisnya pada waktu dan penyampaian materi dapat diterima
berkomunikasi dengan pasien anak CBL dengan efektif oleh anak.
201
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019
Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604
202
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019
Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604
kompetensi dalam memberikan latihan terapis dan pasien anak CBL dalam latihan
bicara kepada pasien anak. Mayoritas bicara, maka dapat ditemukan ada beberapa
tingkat kepuasan orangtua pasien anak CBL poin tentang pesan verbal non verbal yang
dengan pelayanan terapis dan hasil yang digunakan dan berlaku di Yayasan Pembina
diperoleh dari latihan bicara relatif tinggi. Penderita Celah Bibir dan Langit-langit
Egan dalam Kozier (1938:372) menjelaskan (YPPCBL) Kota Bandung. Pesan verbalnya
dalam pengertian komunikasi terapeutik, seperti Pertama Toddler& Early Childhood,
tetap relaks ialah kemampuan dari seorang kedua mendengarkan penuh perhatian,
tenaga kesehatan yang dapat mengontrol ketiga mengulang & memfokuskan,
keseimbangan antara ketegangan dan keempat bermain & humor, kelima diam &
relaksasi dalam meberikan respon terhadap memberi pujian. Kemudian untuk pesan non
pasien. Sesuai pemahaman ini, peneliti verbal ditunjukkan dengan beberapa sikap
melihat terapis bersikap sangat tenang saat latihan bicara seperti, Pertama adalah
ketika sedang menghadapi pasien anak CBL kehadiran diri secara fisik, yang meliputi
nonkooperatif yang masih menangis. Saat berhadapan, mempertahankan kontak mata,
keadaan tenang, terapis terus melayani membungkuk ke arah pasien anak CBL,
pasien anak CBL yang menangis dengan mempertahankan sikap terbuka, dan tetap
mengajukan beberapa permainan yang relaks.
tersedia seperti boneka dan puzzle. Pada
akhirnya sekitar kurang lebih satu jam, Daftar Pustaka
lama-kelamaan pasien anak berhenti
menangis dan bersedia mengikuti latihan Buku:
bicara sambil bermain. Peristiwa ini selalu Ardianto, Elvinaro. (2010). Metodologi
berlangsung ketika terapis menghadapi Penelitian Untuk Public Relation,
pasien anak CBL yang masih menangis Bandung, Simbiosa Rekatama Media.
ketika latihan bicara akan dimulai. Sikap
fisik seperti berhadapan, mempertahankan Creswell, John W. 1997. Qualitatice Inquiry
kontak mata, membungkuk ke arah pasien, and Research Design: Choosing
mempertahankan sikap terbuka, tetap relaks, Among Five Tradition. Sage: Thousand
adalah bagian dari bentuk perilaku Oaks.
komunikasi nonverbal. Komunikasi
nonverbal memiliki definisi tersendiri dalam _______________. 2014. Penelitian
konteks disiplin ilmu komunikasi. Kualitatif & Desain riset: Memilih
Penerapannya bisa dilakukan dalam ragam diantara Lima Pendekatan.
konteks komunikasi, salah satu yang Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
menarik adalah pada komunikasi kesehatan.
Komunikasi nonverbal sangat perlu Damaiyanti, Mukharipah. 2010.
dipelajari oleh setiap individu tenaga Komunikasi Terapeutik dalam praktik
kesehatan yang berperan dalam semua keperawatan: Bandung. PT. Refika
tindakan keperawatan, mulai dari terapis, Adiatama.
perawat, maupun dokter. Stuart, G.W. 1998. Therapeutic Nurse-
Patient Relationship dalam Stuart,
4. Simpulan G.W. & Sundee, S.J. 1998. Principle
and Practice of Psyciatri Nursing. Ed
Berdasarkan tujuan pokok yang dikaji ke-6, St Louis: Mosby Year Book.
dalam penelitian ini adalah untuk
memahami komunikasi terapeutik antara
203
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019
Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604
204