Vous êtes sur la page 1sur 10

Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019

Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604

Pesan Verbal – Nonverbal Pada Komunikasi Terapeutik; Latihan Bicara


Pasien Anak Celah Bibir dan Langit-Langit (CBL) di Kota Bandung
Rio Kurniawan1, Safutra Rantona2, Asmaul Husna3
1 Universitas
Merdeka Malang
2 Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia
3 Universitas Teuku Umar

E-Mail:
safutra@email.unikom.ac.id

Abstract

Implementation of Therapeutic Communication in pediatric patient’s cleft lip and palate is usually given in the
form of speech exercises. This therapy is carried out by a professional therapist after pediatric patients get
medical treatment in the form of surgery. The purpose of the speech training is to be able to practice the motor
skills possessed by pediatric patients to be able to speak fluently. This study was intended to understand verbal
and nonverbal messages used in therapeutic communication between speech therapists to CBL pediatric patients
at the YPPCBL Bandung foundation. The approach used is qualitative with a case study. Data obtained by
conducting observations, interviews and documentation studies on three key sources and two supporting sources.
The final result of the observation is that the therapist uses two types of message classifications, namely verbal
and nonverbal to CBL pediatric patients in providing these speech exercises. 1) Verbal messages refer to six
techniques that exist in therapeutic communication when doing exercises: first toddler and early childhood,
second listening attentively, third repeating and focusing, fourth playing and humor, fifth silent and giving praise,
Whereas, 2) Nonverbal messages are shown through the therapeutic communication attitude of a therapist in
providing speaking exercises which consist of one category. Namely physical presence that includes face to face,
maintain eye contact, bend toward the patient, maintain an open attitude, and remain relaxed.

Keywords: Therapeutic Communication, CBL Child Patients, Speaking Exercises

Abstrak

Implementasi Komunikasi Terapeutik pada pasien anak celah bibir dan langit-langit biasanya diberikan dalam
bentuk latihan bicara. Terapi ini dilakukan oleh seorang terapis profesional setelah pasien anak mendapatkan
penanganan medis berupa operasi. Tujuan dari latihan bicara tersebut agar dapat melatih kemampuan motorik
yang dimiliki pasien anak untuk bisa berbicara lancar. Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami pesan-pesan
secara verbal dan nonverbal yang digunakan dalam komunikasi terapeutik antara terapis wicara kepada pasien
anak CBL di yayasan YPPCBL Bandung. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan studi kasus. Data
diperoleh dengan melakukan observasi, wawancara dan studi dokumentasi pada tiga narasumber kunci dan dua
narasumber pendukung. Hasil akhir dari pengamatan adalah terapis menggunakan dua tipe klasifikasi pesan, yakni
verbal dan nonverbal terhadap pasien anak CBL dalam memberikan latihan bicara tersebut. 1) Pesan secara verbal
merujuk pada enam teknik yang ada pada komunikasi terapeutik saat melakukan latihan: pertama toddler and
early childhood, kedua mendengarkan dengan penuh perhatian, ketiga mengulang dan memfokuskan, keempat
bermain dan humor, kelima diam dan memberi pujian, Sedangkan, 2) Pesan Nonverbal ditunjukan melalui Sikap
komunikasi terapeutik seorang terapis dalam memberikan latihan bicara yang terdiri dari satu kategori. Yakni
kehadiran diri secara fisik yang meliputi berhadapan, mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah pasien,
mempertahankan sikap terbuka, dan tetap relaks.

Kata Kunci: Komunikasi Terapeutik, Pasien Anak CBL, Latihan Bicara

195
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019

Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604

1. Pendahuluan dengan tenaga keterampilan fisik (terapis)


profesional yang disiapkan yayasan. Pada
Latihan bicara atau disebut juga proses latihan bicara, melibatkan pesam-
sebagai terapi wicara, biasa dipergunakan pesan komunikasi baik verbal dan non
untuk memberikan terapi pada penderita verbal. Dengan kondisi pasien anak secara
gangguan perilaku komunikasi seperti emosional masih sangat labil dan traumatik
kelainan kemampuan bahasa, bicara, suara, pasca operasi yang dirasakan. Hal ini
irama, kelancaran. Sehingga nantinya menuntut terapis untuk memberikan proses
penderita mampu berinteraksi dengan latihan secara efektif dan efisien, sehingga
lingkungan sekitar secara wajar. Terapi hasil yang diperoleh pun juuga maksimal.
wicara atau latihan bicara di Indonesia Berangkat dari realitas inilah, peneliti
khususnya di pulau jawa, sudah banyak melihat masalah tersendiri yang harus
diterapkan pada klinik/rumah sakit maupun diungkap dengan melakukan pengamatan
yayasan. Pada umumnya, metode terapi ilmiah. Pertanyaan kecil terlintas dibenak
wicara adalah latihan berbicara kepada anak peneliti seperti, Bagaimana pesan verbal-
maupun orang dewasa yang kesulitan non verbal antara Terapis dengan Pasien
berkomunikasi. Pada anak, kesulitan bicara Anak? Pertanyaan sederhana ini harus
bisa disebabkan kondisi bibir sumbing, peneliti bongkar melalui penelitian di
cerebral palsy, down syndrome, gagap, YPPCBL Bandung.
gangguan verbal, gangguan fonetik, dan
sebagainya. Pada orang dewasa, kesulitan 2. Metode Penelitian
bicara bisa terjadi karena afasia (hilang
kemampuan wicara sebagian) setelah Penelitian ini menggunakan
menderita demensia parkinson, kanker di pendekatan kualitatif dengan metode studi
kepala dan leher, dan stroke. Terapi wicara kasus. Metode yang digunakan pada
selain diberikan pada penderita gangguan penelitian ini adalah studi kasus (case
komunikasi di atas, biasa diperuntukan study). Studi kasus merupakan tipe metode
untuk pasien penyandang autisme yang menelaah suatu kasus secara intensif,
(cleftcarefoundationindo.org). Lokasi mendalam, mendetail, dan komprehensif.
penerapan terapi wicara paling berkualitas Studi kasus lazim digunakan untuk
adalah di kota Bandung. Berdasarkan penelitian yang bersifat psikologis analisis
pengamatan, di bandung terdapat beberapa ataupun studi-studi antropologi, sosiologi,
Rumah Sakit dan klinik atau yayasan yang dan psikologi sosial (Ardianto, 2010:64).
concern dengan terapi wicara. Namun Studi kasus eksploratif dipilih untuk
tempat terapi wicara yang melayani pasien menjawab pertanyaan penelitian.
anak CBL hanya ada di satu yayasan saja. Bagaimana Hubungan Terapeutik Pada
Yakni yayasan pembina penderita celah Terapis dengan Pasien Anak CBL dalam
bibir dan langit-langit (YPPCBL). Yayasan Latihan Bicara?”. Pada studi kasus
ini memang khusus dibentuk untuk instrumental tunggal, peneliti
memberikan pelayanan kepada pasien anak memfokuskan pada isu atau persoalan,
CBL di Kota Bandung dan sekitar jawa kemudian memilih satu kasus terbatas untuk
barat. Kegiatan latihan bicara di YPPCBL mengilustrasikan persoalan tersebut
Bandung berlangsung secara face to face (Creswell, 2014:138-139). Dalam hal ini
antara terapis dan pasien anak CBL. Proses peneliti hanya mengkaji satu isu dan
ini dilakukan secara tatap muka gar lebih persoalan tentang banyaknya pasien CBL
fokus dan maksimal. Latihan bicara yang mengikuti latihan bicara agar bisa
diberikan dalam ruang-ruang kelas yayasan berbicara dengan optimal. Dalam proses

196
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019

Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604

latihan bicara tersebut terdapat hubungan dalam Mundakir 2008 juga menjabarkan
yang harus terjalin terlebih dahulu antara bahwa untuk menanggapi pesan yang
keduanya. Adapun yang menjadi subjek disampaikan pasien, tenaga kesehatan dapat
penelitian ini adalah terapis dan orangtua menggunakan berbagai teknik komunikasi.
pasien anak CBL yang berada di YPPCBL Berdasarkan observasi peneliti di lapangan.
Bandung. Karena hanya di yayasan inilah Ketika latihan bicara berlangsung dalam
latihan bicara pada pasien anak CBL waktu kurang lebih satu sampai dua jam,
difokuskan untuk wilayah Kota Bandung. terapis menerapkan sekiranya sepuluh
Pengumpulan data penelitian dengan teknik komunikasi terapeutik kepada pasien
menggunakan wawancara mendalam anak CBL. Beberapa teknik komunikasi
kepada terapis dan orang tua pasien anak terapeutik yang terjadi ketika latihan bicara
CBL. Kemudian observasi, dengan berlangsung adalah sebagai berikut:
mengamati proses beberapa kali latihan
bicara antara terapis dan pasien anak CBL. a. Toddler dan Early Childhood
Studi dokumentasi juga turut membantu
untuk melengkapi data-data penelitian yang Teknik komunikasi terapeutik pada fase
dibutuhkan. ini diterapkan pada pasein anak CBL usia 1-
3 tahun dan 3-5 tahun. Karakteristik anak
3. Pembahasan pada masa ini (teruama 1-3 tahun/toddler)
sangatlah egosentris. Selain itu anak juga
3.1 Bentuk Pesan Verbal Sebagai Teknik memiliki perasaan takut pada
Komunikasi Latihan Bicara ketidakhauannya, sehingga anak perlu diberi
tahu tentang apa yang akan terjadi
Sikap terapis dalam proses latihan kepadanya (Damaiyanti, 2010: 46).
bicara merupakan hal krusial yang perlu Pemberitahuan kepada pasien anak CBL
diperhatikan. Memunculkan sikap terpeutik memang penting dilakukan, agar pasien
adalah cara membangun hubungan dan anak CBL tidak merasa takut untuk memulai
membantu masalah pasien anak CBL dalam aktivitasnya dengan terapis. Dengan
latihan bicara. Pasein anak CBL adalah demikian pasien anak CBL akan berani
individu yang unik, bukan miniatur orang mengeksplor dirinya ketika proses latihan
dewasa kebanyakan. Berkomunikasi dengan bicara berjalan. Dalam fase usia 1-5 tahun,
pasien anak CBL membutuhkan pendekatan pasien anak CBL belum mampu berbicara
yang khusus dan berbeda. Oleh karena itu, fasih. Terlebih dengan kondisinya yang
selain sikap komunikasi terapeutik terapis, dalam tanda kutip berkebutuhan khusus
hal krusial selanjutnya adalah teknik pasca operasi celah bibir. Selain itu, faktor
komunikasi terapeutik yang dimiliki oleh lain adalah perbendaharaan kata anak yang
terapis dalam melakukan latihan bicara. hanya 900-1200 kata saja. Oleh karena itu,
Sedangkan Yupi Supartini (2004) perlunya menggunakan kata-kata sederhana,
menjelaskan bahwa saat seorang tenaga singkat, dan gunakan istilah yang dikenal
kesehatan melakukan komunikasi terapeutik oleh anak. Selama latihan bicara berjalan,
kepada pasien anak, harus memperhatikan terapis selalu menggunakan kata dan istilah
karakteristik anak sesuai dengan tingkat yang sangat-sangat sederhana untuk pasien.
perkembangannya, dalam hal ini adalah usia Selain menggunakan kata dan istilah yang
pasien anak tersebut. karena setiap tingkatan sederhana, terapis juga kerap menggunakan
usia pasien anak, akan memerlukan teknik media bermain sebagai sarana
komunikasi terapeutik dan feedback yang berkomunikasi kepada pasien anak CBL
berbeda. Stuart dan Sudeen (1987:124) yang belum koooperatif.

197
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019

Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604

Cara ini sesuai dengan penjelasan dapat mengetahui perasaan pasiennya dan
Damaiyanti dalam bukunya berjudul memberi kesempatan lebih banyak kepada
komunikasi terapeutik, bahwa pasien untuk berbicara. Tenaga kesehatan
berkomunikasi dengan anak dengan objek harus berusaha mengerti pasien dengan cara
tradisional seperti boneka, dan puppet, mendengarkan apa yang disampaikan.
sebelum berkomunikasi langsung pada Karena satu-satunya orang yang dapat
anak. Artinya media bermain seperti boneka menceritakan kepada perawat/terapis
atau mainan lainnya dapat digunakan tentang perasaan, pikiran, dan persepsi
sebagai pengantar untuk memulai pasien adalah pasien itu sendiri. Tujuan
berkomunikasi dengan pasien anak CBL. teknik ini ialah memberikan rasa aman
Menggunakan mainan anak sebagai media pasien dalam mengungkapkan perasaannya
berkomunikasi adalah cara yang tepat dalam dan menjaga kestabilan emosi/
kondisi menangani pasien yang masih psikologianya. Secara prinsip dalam
berumur balita. Selain media komunikasi, komunikasi terapeutik, ada beberapa sikap
posisi tubuh dalam berkomunikasi perlu yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar
juga diperhatikan. Secara teoritis dalam yang baik. Pertama seperti pandangan saat
konteks komunikasi terapeutik, posisi tubuh berbicara, dalam hal ini adalah
yang baik ketika berbicara pada pasien mempertahankan kontak mata seperti yang
adalah dengan posisi jongkok, duduk di terapis lakukan dalam praktik latihan bicara
kursi kecil, atau berlutut sehiingga dengan pasien anak CBL. Kedua adalah
pandangan mata akan sejajar antara terapis tidak menyilangkan kaki dan tangan. Pada
dan pasien anak CBL. Sejalan dengan temuan observasi peneliti, terapis tidak
pengamatan peneliti, posisi jongkok atau menyilangkan kaki atau tangannya. Karena
berlutut dapat ditemukan ketika terapis tangan terapis menggunakan media latihan
sedang melayani pasien anak CBL untuk seperti mainan anak, kartu, ataupun buku.
bermain dan berlatih. Selain itu kursi yang Ketiga adalah mencondongkan tubuh ke
digunakan di dalam ruang terapi arah lawan bicara, seperti yang terapis
menggunakan kursi kecil yang disesuaikan lakukan dalam proses latihan.
dengan ukuran tubuh pasien anak CBL. c. Mengulang dan Memfokuskan
Menggunakan kursi yang sedemikian rupa
bertujuan untuk memperoleh kontak mata Pada konteks komunikasi terapeutik,
pasein anak CBL. Mempertahankan kontak mengulang artinya mengulang pokok
mata antara terapis dan pasien anak CBL pikiran yang diungkapkan pasien. Gunanya
perlu dilakukan agar mendapatkan fokus untuk menguatkan ungkapan pasien dan
dan perhatiannya ketika latihan bicara memberi indikasi bahwa perawat/terapis
berlangsung. Upaya ini termasuk dalam mengikuti pembicaraan pasien. Teknik perlu
klasifikasi sikap komunikasi terapeutik yang dilakukan karena pasien anak CBL
harus terpenuhi ketika proses terapi sebelumnya tidak mengenal bagaimana
berjalan. bentuk pengucapan yang benar. Maka
teknik ini dapat mengajarkan dengan
b. Mendengarkan dengan Penuh perlahan kepada pasien anak CBL
Perhatian bagaimana cara pengucapan yang benar.
Berbeda dengan pengulangan, teknik
Stuart dan Sudeen (1987:124) memfokuskan bertujuan untuk membatasi
merumuskan bahwa mendengarkan adalah bahan pembicaraan sehingga percakapan
dasar utama dalam komunikasi. Dengan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Hal
mendengar, perawat atau tanaga kesehatan penting yang perlu diperhatikan dalam

198
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019

Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604

menggunakan teknik ini adalah tidak mencakup arahan yang lebih spesifik,
memutus pembicaraan ketika pasien sedang seperti memberi peralatan medis atau
menyampaikan masalahnya yang penting. boneka untuk memfokuskan alasan seperti
Terapis tidak memotong pembicaraan, menggali rasa takut anak terhadap medis
terapis mendengarkan sampai selesai apa atau menggali hubungan keluarga. Dengan
yang disampaikan oleh orangtua pasien anak demikian, teknik bermain yang terapis
CBL. Namun terapis melakukan pengalihan lakukan pada pasien anak CBL yang
topik, jika topik yang disampaikan tidak ada menangis adalah untuk menghilangkan rasa
kaitannya dengan perkembangan pasien takut dalam diinya yang disebabkan oleh
anak CBL. Sehingga arah pembicaraan nilai traumatik yang tinggi.
keduanya menjadi fokus, dalam hal ini Menulis bisa digunakan untuk
menyangkut persoalan perkembangan menyampaikan perasaan atau pikiran yang
pasien anak CBL saja. sulit untuk diekspresikan lewat tulisan.
Namun teknik menulis merupakan
d. Bermain dan Humor pendekatan komunikasi pada anak yang
lebih dewasa. Jadi masih belum cocok untuk
Teknik komunikasi terapeutik pasien anak CBL yang mayoritas adalah usia
selanjutnya adalah bermain dan humor. balita. Selanjutnya teknik menggambar,
Pada dinamika proses latihan bicara/terapi menggambar sering kali diberlakukan pada
bicara, terapis menangani dua karakter pasien anak CBL jika kondisi dalam latihan
pasien anak CBL. Dalam hal ini adalah bicara sudah kondusif. Artinya terapis dapat
pasien kooperatif dan nonkooperatif. Pasien memberikan teknik menggambar jika pasien
anak CBL nonkooperatif adalah pasien yang anak CBL tidak dalam keadaan menangis
menangis dan berlarian ketika latihan atau berlarian. Terapis memberikan teknik
bicara. Pemilihan media bermainnya juga ini dengan dua cara, menyuruh pasien anak
beragam. Jika pasien anak CBL yang CBL menggambar bebas apa yang
menangis, terapis menggunakan boneka dinginkannya, atau hanya mewarnai gambar
atau puzzle. Sedangkan untuk pasien anak yang sudah tersedia. Setelah mewarnai atau
CBL yang berlarian, terapis menggunakan menggambar selesai, pasien anak CBL
bola dan puzzle dengan jenis yang berbeda. diminta untuk mengucapkan nama bentuk
Pada proses pemberian teknik bermain, dari apa yang telah digambar atau diwarnai.
terapis juga sambil memberikan materi Gambar anak merupakan semua tentang
latihannya. Terkadang media permainan anak, karena gambar adalah proyeksi diri
yang digunakan juga menjadi materi terapi. mereka dari dalam. Ada dua arahan dalam
Seperti puzzle yang di dalamnya ada nama meminta anak untuk menggambar.
kendaraan atau hewan. Selain itu sisi puzzle Menggambar dengan spontan dan
juga memiliki warna yang berbeda antara menggambar dengan arahan. Menggambar
satu bagian dengan bagian yang lain. spontan adalah memberikan anak bahan seni
Perbedaan warna ini dimanfaatkan oleh yang bervariasi dan memberi kesempatan
terapis agar menjadi materi latihan bicara, untuk mandiri menggambar.
yakni mengenalkan konsep warna kepada Dugan dalam Damaiyanti (2010:20)
pasien anak CBL. Sejalan dengan temuan menyebutkan humor sebagai hal yang
peneliti, Damaiyanti (2010:53) menjelaskan penting dalam komunikasi verbal.
bahwa tindakan bermain spontan dapat Dikarenakan tertawa dapat mengurangi
memberikan pasien anak berbagai materi ketegangan dan stress. Disamping itu juga
permainan dan memberi kesempatan untuk bisa meningkatkan keberhasilan asuhan
bermain. Bermain dengan arahan, adalah perawatan. Sementara Sullivan – Deane

199
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019

Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604

menyatakan bahwa humor akan merangsang menggunakannya juga saat sedang


produksi katekolamin sehingga seseorang memberikan latihan bicara pada pasien anak
dapat merasa sehat, dan hal ini akan CBL kooperatif. Terapis diam ketika pasien
meningkatkan toleransi sakit, dan anak CBL menangsi diluat bata satay
mengurangi kecemasan serta memfasilitasi berlebihan. Artinya ketika terapis melayani
relaksasi dan meningkatkan metabolisme pasien anak CBL agar kondusif, terapis
pada seseorang. memberikan pesan-pesan verbal maupun
Teknik humor membantu efektifitas nonverbal. Misalkan seperti “ayo diam, ini
terapi pada pasien anak CBL. dalam hal ini ibu ane punya banyak mainan, kamu mau
dapat memberikan kenyamanan pada pasien yang mana”. Sembari berkata demikian,
anak CBL saat proses latihan bicara terapis menyodorkan mainan kepada pasien
berlangsung. Karena kondisi psikologis anak CBL.
pasien anak CBL ketika latihan sangat Ketika pasien anak CBL ditawarkan
berpengaruh. Bahwa suatu pengalaman mainan, tetapi tetap saja menangis, saat
pahit sangat baik ditangani dengan humor. itulah terapis diam dan hanya memandang
Dalam hal ini adalah pengalaman pahit yang mata pasien anak. Situasi kedua, terapis
dimiliki pasien anak CBL pasca operasinya. diam ketiga pasien anak CBL terlalu aktif
Humor dapat juga meningkatkan mental dan bergerak atau meminta semua permainan
kreatitivitas, serta menurunkan tekanan untuk dimainkan. Hal ini dilakukan agar
darah dan nadi. Dalam hal ini yang pasien anak anak dapat berfikir, dan
dimaksudkan adalah ketegangan ketika menyalurkan idenya untuk memilih mainan
pasien anak CBL hendak memulai latihan mana yang akan diambil. Sejalan dengan
bicaranya. Stuart GW (1998) juga tindakan tersebut, Boyd dan Nihart dalam
memaparkan, bahwa secara teoritis tidak Damaiyanti (2010:17) menjelaskan dengan
ada aturan tentang kapan, bagaimana, dan di detail teknik diam akan memberikan
mana humor seharusnya digunakan. kesempatan kepada terapis dan juga pasien
untuk mengorganisir pikirannya.
e. Diam dan Memberi Pujian Penggunaan metode ini memerlukan
keterampilan dan ketepatan waktu. Diam
Teknik selanjutnya dalam penerapan memungkinkan klien/pasien untuk
pada latihan bicara adalah diam dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri,
memberi pujian. Diam dapat diartikan juga mengorganisir pikiran dan memproses
dengan memelihara ketenangan. Secara informasi. Diam sangat berguna terutama
teoritis, tujuannya untuk memberi pada saat klien/pasien harus mengambil
kesempatan berpikir dan memotivasi pasien keputusan, dalam hal ini seperti kondisi
untuk berbicara. Teknik ini memberikan pasien anak CBL yang harus memilih media
waktu kepada pasien untuk berpikir dan permainannya ketika latihan bicara. Diam
menghayati, juga memperlambat tempo tidak dapat dilakukan dalam waktu yang
interaksi, sambil perawat/terapis lama karena akan mengakibatkan
menyampaikan dukungan dan klien/pasien menjadi khawatir. Karena diam
penerimannya. Diam juga memungkinkan dapat juga diartikan sebagai mengerti
pasien untuk berkomunikasi dengan dirinya ataupun marah. Karena itu diam digunakan
sendiri dan berguna pada saat pasien harus pada saat klien perlu mengeksplorasikan
mengambil keputusan. Pada obersevasi ide, tetapi tidak mengetahui bagaimana
peneiliti, terapis menggunakan teknik diam melakukan atau menyampaikan hal tersebut.
saat menangani pasien anak CBL yang Berbeda dengan teknik diam, teknik
menangis. Akan tetapi, sesekali terapis berikutnya yang terapis terapkan adalah

200
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019

Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604

mamberi pujian atau penghargaan. Secara saat latihan bicara. Dalam prosesnya, terapis
definitif Geldard D (1998) bahwa memberi tentu tidak cukup jika hanya
pujian/reinforment bisa diungkapkan memaksimalkan pesan-pesan materi
dengan kata-kata ataupun melalui isyarat sewaktu latihan. Akan tetapi yang sangat
nonverbal. Mengacu pada pemahaman penting adalah sikap-sikap atau penampilan
tersebut, terapis kerap kali memberikan terapis ketika berkomunikasi. Dalam
pujian kepada pasien anak CBL pada situasi konteks komunikasi terapeutik, ada dua
tertentu dalam proses latihan bicara. klasifikasi tentang sikap komunikasi
Misalkan memberi pujian dengan pesan terapeutik. Dalam hal ini adalah sikap yang
verbal seperti “baju adek bagus, baru ya merujuk pada kehadiran diri secara fisik,
bajunya? Siapa yang belikan?”. Atau, dan sikap kehadiran diri secara psikologis
“gambar di bajunya lucu ya? Mirip seperti (Damaiyanti, 2010:14).
adek lucunya”. Selanjutnya terapis memberi
pujian dengan pesan nonverbal misalnya g. Kehadiran Diri Secara Fisik
tepuk tangan atau acungan jempol kepada
pasien anak. Tepuk Tangan ini diberikan Secara teoretis dalam komunikasi
ketika pasien anak CBL berhasil menjawab terapeutik, ada lima sikap atau cara yang
pertanyaan terapis, seperti “ini warna apa teridentifikasi untuk menghadirkan diri
adek?”, atau “ini hewan apa adek”, atau “ini secara fisik dari pihak tenaga kesehatan
angka berapa adek”. Jika pasien anak CBL yang dalam hal ini adalah seorang terapis
benar dalam menjawabnya, terapis kepada pasien anak CBL ketika latihan
memberikan acungan jempol sambil bicara. Sikap pertama adalah berhadapan.
mengatakan pernyataan “betul, adek pintar”. Sepanjang pengamatan peneliti. Latihan
Hal ini dilakukan karena pasien anak CBL bicara yang diterapkan kepada pasien anak
mampu memunculkan perubahan yang CBL dilakukan dengan cara berhadapan dan
positif. Memberi pujian banyak membantu face to face. Artinya terapis hanya
dalam menyembuhkan pasien yang dengan memberikan latihan bicara kepada satu
harga diri rendah dan juga depresi. Namun, pasien anak CBL dalam sehari secara
teknik memberi pujian ini jangan sampai bergantian. Setiap pasien anak CBL
menjadi beban untuk pasien. Artinya jangan diberikan terapi sekitar kurang lebih satu-
sampai pasien berusaha keras dan dua jam. Per harinya, terapis biasa melatih
melakukan segalanya demi untuk pasien anak CBL sebanyak tiga atau empat
mendapatkan pujian atas perubahannya. anak. Tetapi kondisi ini sangat tentatif,
bergantung pada kehadiran orangtua dan
f. Bentuk Pesan Non Verbal Sebagai pasien anak CBL. Karena terkadang banyak
Sikap Komunikasi Latihan Bicara faktor yang memengaruhi pasien anak CBL
tidak dapat hadir untuk melakukan latihan.
Terapis dalam memberikan latihan Salah satunya karena lokasi yang jauh, dan
bicara pada pasien anak CBL di yayasan, kesibukan orangtuanya sehingga tidak bisa
cenderung memunculkan sikap-sikap mengantarkan anak ke yayasan untuk
tertentu selama proses terapi berlangsung. berlatih. Pada proses latihan yang dilakukan
Sikap inilah sekaligus digunakan oleh dengan cara face to face, terapis dan pasien
terapis sebagai cara untuk mendapatkan anak saling berhadapan ketika terapi
fokus pasien anak CBL selama proses berlangsung. Hal ini diterapkan tidak lain
latihan. Terapis hadir secara utuh, baik fisik untuk memperoleh fokus pasien anak CBL,
maupun psikologisnya pada waktu dan penyampaian materi dapat diterima
berkomunikasi dengan pasien anak CBL dengan efektif oleh anak.

201
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019

Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604

Terapis mempertahankannya dengan artikulasi mengenal konsep warna atau


kondisi berdiri, duduk, maupun tidur. nama-nama organ tubuh. Saat membungkuk
Artinya dengan ketiga posisi ini, terapis dan ke arah pasien anak CBL, terapis sembari
pasien anak CBL tetap saling berhadapan mempraktekkan cara pengejaan kata dengan
secara konsisten. Sikap komunikasi tepat. Pada momentum inilah, materi latihan
terapeutik kedua yang dilakukan terapis bicara tersampaikan dengan efektif.
adalah mempertahankan kontak mata. Selanjutnya sikap komunikasi terapeutik
Dalam komunikasi terapeutik secara umum, keempat adalah mempertahankan sikap
kontak mata pada level yang sama, berarti terbuka. Dalam hal ini terapis
menghargai pasien dan menyatakan melakukannya ketika berkomunikasi
keinginan untuk teteap berkomunikasi. dengan pihak keluarga pasien anak setelah
Sikap ini juga dapat menciptakan perasaan latihan bicara selesai berlangsung.
nyaman bagi pasien. Pada keadaan saat Mayoritas yang menjadi lawan komunikasi
latihan bicara, selain berhadapan, terapis terapis adalah orangtua dari pasien anak
mempertahankan kontak mata karena CBL. Saat komunikasi berlangsung, terapis
bertujuan untuk mendapatkan perhatian dan tidak melipat kaki atau tangannya di
fokus pasien anak CBL. Memperoleh hadapan orangtua pasien anak CBL. Hal ini
kontak mata pasien anak CBL merupakan menunjukkan keterbukaan untuk melakukan
dasar yang harus lakukan. Dari kontak mata komunikasi.
inilah pasien anak CBL dapat Sikap terbuka demikian dapat
memperhatikan terapis dengan fokus. Setiap meningkatkan kepercayaan orangtua pasien
pesan dalam materi yang hendak diberikan anak CBL kepada terapis. Durasi
kepada pasien anak CBL harus berkomunikasi terapis dengan orangtua
dikomunikasikan jika kontak mata sudah pasien anak CBL sangat singkat. Terapis
terjadi. Sikap komunikasi terapeutik ketiga hanya memberikan informasi terikait
adalah membungkuk ke arah pasien. Posisi perkembangan anak dan saran-saran yang
ini menunjukkan kepedulian dan kenginan harus dilakukan latihan di rumah. Dari hasil
terapis untuk mengatakan atau pengataman peneliti, terapis memang tidak
mendengarkan sesuatu yang dialami pasien pernah melipat kaki atau tangan ketika
anak. Tetapi tujuan utamanya sama dengan sedang berkomunikasi dengan orangtua
ketika berhadapan dan mempertahankan pasien. Keduanya saling duduk berhadapan
kontak mata. Yakni kembali mendapatkan dengan serius. Orangtua pasien pun
fokus dan perhatian dalam latihan bicara menyampaikan informasi seputar keluhan-
Selama proses latihan bicara keluhan yang terjadi pada anak saat di
berlangsung. Ada beberapa kondisi yang rumah. Seperti biasaan pasien anak yang
mengharuskan terapis untuk membungkuk masih suka mengompol, dan sulit diajak
ke atah pasien anak CBL. Ketika pasien latihan ketika di rumah. Terapis pun
anak CBL yang nonkooperatif misalnya menerima dan memahami informasi
merangkul untuk menghentikn tangisan tersebut dengan baik, dan memberikan
yang sudah berlebihan, atau melayani pasien solusi-solusi terkait kepada orangtua pasien
anak CBL dengan mengajak bermain anak CBL agar menerapkannya di rumah
bongkar pasang puzzle, menyusun balok masing-masing. Rasa kepercayaan sudah
mainan, memainkan mobil-mobilan, kereta- melekat pada orangtua pasien anak CBL
keretaan, dll. Ketika dengan pasien terhadap terapis. Dari hasil wawancara
kooperatif, terapis membungkuk ke arah dengan orangtua pasien, semua mengatakan
pasien untuk melihat gambar yang telah sudah sangat percaya dengan terapis, baik
diseleikan, atau memberikan materi tentang dari pelayanan personal terapis dan

202
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019

Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604

kompetensi dalam memberikan latihan terapis dan pasien anak CBL dalam latihan
bicara kepada pasien anak. Mayoritas bicara, maka dapat ditemukan ada beberapa
tingkat kepuasan orangtua pasien anak CBL poin tentang pesan verbal non verbal yang
dengan pelayanan terapis dan hasil yang digunakan dan berlaku di Yayasan Pembina
diperoleh dari latihan bicara relatif tinggi. Penderita Celah Bibir dan Langit-langit
Egan dalam Kozier (1938:372) menjelaskan (YPPCBL) Kota Bandung. Pesan verbalnya
dalam pengertian komunikasi terapeutik, seperti Pertama Toddler& Early Childhood,
tetap relaks ialah kemampuan dari seorang kedua mendengarkan penuh perhatian,
tenaga kesehatan yang dapat mengontrol ketiga mengulang & memfokuskan,
keseimbangan antara ketegangan dan keempat bermain & humor, kelima diam &
relaksasi dalam meberikan respon terhadap memberi pujian. Kemudian untuk pesan non
pasien. Sesuai pemahaman ini, peneliti verbal ditunjukkan dengan beberapa sikap
melihat terapis bersikap sangat tenang saat latihan bicara seperti, Pertama adalah
ketika sedang menghadapi pasien anak CBL kehadiran diri secara fisik, yang meliputi
nonkooperatif yang masih menangis. Saat berhadapan, mempertahankan kontak mata,
keadaan tenang, terapis terus melayani membungkuk ke arah pasien anak CBL,
pasien anak CBL yang menangis dengan mempertahankan sikap terbuka, dan tetap
mengajukan beberapa permainan yang relaks.
tersedia seperti boneka dan puzzle. Pada
akhirnya sekitar kurang lebih satu jam, Daftar Pustaka
lama-kelamaan pasien anak berhenti
menangis dan bersedia mengikuti latihan Buku:
bicara sambil bermain. Peristiwa ini selalu Ardianto, Elvinaro. (2010). Metodologi
berlangsung ketika terapis menghadapi Penelitian Untuk Public Relation,
pasien anak CBL yang masih menangis Bandung, Simbiosa Rekatama Media.
ketika latihan bicara akan dimulai. Sikap
fisik seperti berhadapan, mempertahankan Creswell, John W. 1997. Qualitatice Inquiry
kontak mata, membungkuk ke arah pasien, and Research Design: Choosing
mempertahankan sikap terbuka, tetap relaks, Among Five Tradition. Sage: Thousand
adalah bagian dari bentuk perilaku Oaks.
komunikasi nonverbal. Komunikasi
nonverbal memiliki definisi tersendiri dalam _______________. 2014. Penelitian
konteks disiplin ilmu komunikasi. Kualitatif & Desain riset: Memilih
Penerapannya bisa dilakukan dalam ragam diantara Lima Pendekatan.
konteks komunikasi, salah satu yang Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
menarik adalah pada komunikasi kesehatan.
Komunikasi nonverbal sangat perlu Damaiyanti, Mukharipah. 2010.
dipelajari oleh setiap individu tenaga Komunikasi Terapeutik dalam praktik
kesehatan yang berperan dalam semua keperawatan: Bandung. PT. Refika
tindakan keperawatan, mulai dari terapis, Adiatama.
perawat, maupun dokter. Stuart, G.W. 1998. Therapeutic Nurse-
Patient Relationship dalam Stuart,
4. Simpulan G.W. & Sundee, S.J. 1998. Principle
and Practice of Psyciatri Nursing. Ed
Berdasarkan tujuan pokok yang dikaji ke-6, St Louis: Mosby Year Book.
dalam penelitian ini adalah untuk
memahami komunikasi terapeutik antara

203
Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2019

Website: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common
DOI Jurnal: https://doi.org/10.34010/common
DOI Artikel: https://doi.org/10.34010/common.v3i2.2604

Suryanti. 2006. Komunikasi Teraprutik


Teori dan Praktik, Jakarta EGC. Karya Ilmiah:

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Anonymous. 1999. Someday We’ll Laugh


Kualitatif. Alfabeta, Bandung. About This. Nursing Management: 3 (45-
47).
Sunu, Christoper. 2012. Unlocking Autism:
Panduan Memecahkan Masalah Wiseman, R. 1996. A Concept Analysis of
Autisme.Yogyakarta: Lintang Terbit. Empathy. Journal of Advanced
Nursing.
Yupi Supartini, 2004. Buku Ajar Konsep
Dasar Keperawatan Anak, Jakarta:
EGC

204

Vous aimerez peut-être aussi