Vous êtes sur la page 1sur 11

MAKALAH DOKTER MUDA

ILMU PENYAKIT PARU

Batuk Darah

Disusun oleh:
Paramita Putri - 010610238

DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSU Dr. SOETOMO
SURABAYA
2011
Bab I
Pendahuluan

Batuk darah merupakan salah satu gejala yang paling penting pada penyakit paru.
Oleh karena batuk darah mempunyai potensi untuk terjadi kegawatan akibat perdarahan yang
terjadi, bila tidak segera ditangani secara tepat dan intensif, batuk darah yang masif akan
menyebabkan angka kematian yang tinggi.
Batuk darah sendiri terkadang sulit didiagnosis, salah satu faktor penyebabnya adalah
akibat ketakutan pasien mengenai gejala ini hingga terkadang pasien akan menahan batuknya,
hal ini akan memperburuk keadaan karena akan timbul penyulit seperti penyumbatan saluran
nafas, asfiki dan eksanguinasi.
Pada umumnnya, pasien dengan batuk darah telah mempunyai penyakit yang
mendasari dengan gejala lain sebelumnya, seperti batuk atau sesak. Tetapi gejala ini tidak
sampai mendorong pasien untuk datang berobat. Hingga muncul gejala batuk darah, yang
merupakan keadaan yang menakutkan bagi pasien dan keluarga, hingga akan mendorong
pasien untuk datang berobat.
Batuk darah ini harus segera ditangani dan dicari penyakit yang mendasarinya dengan
cepat dan tepat. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Bab II
Definisi dan Etiologi

Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung bercak darah
dan berasal dari saluran pernafasan bawah. Berdasarkan jumlah darah yang keluar, Pursel
membagi batuk darah menjadi :
Derajat 1 : bloodstreak
2 : 1 – 30 cc
3 : 30 – 150 cc
4 : 150 – 500 cc
Massive : 500 – 1000 cc atau lebih
Ada juga yang mengatakan bahwa batuk darah massif apabila didapatkan batuk darah
berjumlah lebih dari 600 cc dalam 24 jam.

Penyebab hemoptisis secara umum dapat dibagi menjadi empat, yaitu infeksi,
neoplasma, kelainan kardiovaskular dan hal lain-lain yang jarang kejadiannya. Infeksi adalah
penyebab tersering hemoptisis, tuberkulosis adalah infeksi yang menonjol.
Pada tuberkulosis, hemoptisis dapat disebabkan oleh kavitas aktif atau oleh proses
inflamasi tuberkulosis di jaringan paru. Apabila tuberkulosis berkembang menjadi fibrosis
dan perkijuan, dpat terjadi aneurisma arteri pulmonalis dan bronkiektasis yang akan
mengakibatkan hemoptisis pula.
Pursel sendiri membagi etiologi batuk darah berdasarkan usie penderita, menjadi :
a. anak- anak dan remaja : bronkektasis, stenosis mitral , tuberkulosis
b. Usia 20-40 tahun : tuberkulosis, bronkiektasis, stenosis mitral
c. usia lebih dari 40 tahun : kearsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis
Bab III
Patogenesis

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi


dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada
jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya
untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang
merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya
perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi
beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus
yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptoe.
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh,
sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah,
seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada
dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti padaGoodpasture’s
syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma
Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial.
Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial.
Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan
pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam
alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
Bab IV
Diagnosis

Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar bukan
dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis sering mudah
dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis darah berwarna
kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali
melalui faring dan terbatukkan yang disadari penderita serta adanya darah yang
memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun
penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
1. Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk
mendapatkan data-data :
- Jumlah dan warna darah
- Lamanya perdarahan
- Batuknya produktif atau tidak
- Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
- Sakit dada, substernal atau pleuritik
- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk
- Wheezing
- Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
- Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
- Perokok berat dan telah berlangsung lama
- Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
- Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan
petunjuk sebagai berikut
Keadaan Hemoptoe Hematemesis
1. Prodromal Rasa tidak enak di Mual, stomach distress
tenggorokan, ingin batuk
2. Onset Darah dibatukkan, dapat Darah dimuntahkan dapat
disertai batuk disertai batuk
3. Penampilan darah Berbuih Tidak berbuih
4. Warna Merah segar Merah tua
5. Isi Lekosit, mikroorganisme, Sisa makanan
makrofag, hemosiderin
6. Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)
7. Riwayat Penyakit Menderita kelainan paru Gangguan lambung,
Dahulu kelainan hepar
8. Anemi Kadang-kadang Selalu
9. Tinja Warna tinja normal Tinja bisa berwarna
Guaiac test (-) hitam, Guaiac test (-)

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari
terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap,
pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi.
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita
hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian
sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
2. Batuk darah yang berulang – ulang
3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasi
perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk
melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial, mengingat bahwa
selama masa perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang lebih
impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi
pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi
merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan. (4)
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat optik
jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat dalam
membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda asing,
disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di tempat
terjadinya perdaraha

Bab V
Tata laksana
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner
dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab
utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran
napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptoe
paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptoe dalam
jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam
jumlah banyak dapat menimbukan renjatan hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
- Terapi konservatif
- Terapi definitif atau pembedahan
1. Terapi konservatif
- Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah
aspirasi darah ke paru yang sehat.
- Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
- Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran
saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
- Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
- Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya
vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
- Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
- Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
- Pemberian oksigen.
Tindakan selanjutnya bila mungkin :
- Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
- Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan
bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada
perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan
operasi.
c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang
berulang dapat dicegah.
Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut :
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam
pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih
dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk
darahnya masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dantetapi lebih
dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama pengamatan
48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak
berhenti.
Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan dipastikan asal
perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari segmentektomi, lobektomi dan
pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti.
Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang
mungkin digunakan adalah :
- Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi serat lentur
dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan larutan NaCl
fisiologis pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan ini
kemudian dihisap dengan suction.
- Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5 mm.

Bab VI
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu
ditentukan oleh tiga faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan
renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam
jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.

Bab VII
Prognosis
Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami
hemoptoe yang rekuren.
Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor yang menentukan
prognosis :
1. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis
yang lebih baik.
2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk
menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita
Menurut Crocco (1968), pasien dengan batuk darah masif (600 ml) dalam waktu :
- Kurang dari 4 jam mempunyai mortality rate 71%
- 4-16 jam mempunyai mortalty rate 22%
- 16-48 jam mempunyai mortality rate 5%

Daftar Pustaka

1. Alsagaff,Hood dkk. Buku Ajar Ilmu penyakit Paru . GRAMIK FK UNAIR. 2004 : 59-73
2. Hariadi,Slamet dkk. Dasar-dasar Diagnostik Fisik Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2008 : 7-8

3. Bidwell, Jacob. Hemoptysis : diagnosis and treatment . Available at :

http://www.aafp.org/afp/2005/1001/p1253.html

4. Swierzweeski, Stanley. Hemoptysis overview. Available at :

http://www.pulmonologychannel.com/hemoptysis/index.shtml

Vous aimerez peut-être aussi