Vous êtes sur la page 1sur 16

LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK

1. DEFINISI
• Katarak adalah keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam
kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998)
• Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
• Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua- duanya.Biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif.(kapita selekta. jilid satu.2001)

2. ETIOLOGI
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak
dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
1. Faktor keturunan.
2. Cacat bawaan sejak lahir.
3. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
4. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
5. gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
6. gangguan pertumbuhan,
7. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
8. Rokok dan Alkohol
9. Operasi mata sebelumnya.
10. Trauma (kecelakaan) pada mata.
11. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.

3. KLASIFIKASI
1. Katarak primer
Katarak primer, menurut umur ada tiga golognan yaitu :
1) Katark juvenilis (umur <20 tahun ),
2) Katarak presenilis (umur sampai 50tahun)
3) katarak senilis (umur sampai 50tahun )
Katarak primer dibagi menjadi 4stadium :
1. Stadium Insipien
• Stadium paling dini
• Kekeruhan lensa terdapat pada bagian perifer berbentuk bercak-bercak yang tidak teratur
• Pasien mengeluh gangguan penglihatan melihat ganda dengan satu mata
• Tajam penglihatan belum terganggu
• Proses degenerasi belum menyerap cairan mata yang kedalam lensa sehingga terlihat bilik
mata depan yang kedalaman normal.

2. Stadium Imatur
• Proses degenerasi mulai menyerap cairan mata kedalam lensa sehingga lensa
• Menjadi cembung.
• Terjadi pembengkakan lensa yang dapat menjadi katarak intumesen.
• Terjadi miopisasi
• Dapat terjadi glaucoma sekunder
• Shadow test positif
3. Stadium Matur
• Terjadi kekeruhan seluruh lensa
• Tekanan dalam seimbang dengan cairan dalam mata dengan ukuran lensa normal
• Kembali.
• Tajam penglihatan sangat menurun dan hanya tinggal proyeksi sinar positif
• Di pupil tampak lensa seperti mutiara

4. Stadium Hypermatur
• Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nucleus lensa turun karena daya
beratnya.
• Melalui pupil, nucleus terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian bawah dengan warna
berbeda dari atasnya yaitu kecoklatan
• Terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi lebih permeabel dsehingga isi korteks dapat
keluar dan lensa menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nucleus lensa (Katarak
Morgagni)

2. Katarak Komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakir lain. Penyebab
katarak jenis ini adalah :
• Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa glaucoma, ablasio retinayang sudah lama,
uveitis, myopia maligna.
• Penyakit sistemik, Diabetes Mellitus, hipoparatiroid, sindrom down, dermatitis atopik.
• Trauma, trauma tumpul, pukulan, benda asing di dalam mata, terpajan panas yang
berlebihan, sinar –X, radioaktif, terpajan sinar matahari, toksik kimia.

3. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa.
Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis,
hipoparatiroidisme, galaktosemia. Ada pula yang menyertai kelainan bawaan pada mata itu
sendiri seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma , ektopia lentis, keratokonus, megalokornea,
heterokornea iris. Kekeruhan dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang persisten,
katarak polaris anterior-posterior, katarak aksialis, katarak zonularis, katarak stelata, katarak
totalis dan katarak congenital membranasea.

4. TANDA DAN GEJALA


5. Pengelihatan tidak jelas seperti ada kabut menghalangi obyek.
6. Peka terhadap sinar
7. Kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat / merasa di ruang gelap.
8. Tampak kecoklatan/ putih susu pada pupil
9. Penglihatan ganda saat melihat satu benda dengan satu mata, Gejala ini terjadi saat katarak
bertambah luas.

10. PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan mengelilingi
keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior
merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi. Perubahan
dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di
luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes)
tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok,
dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

11. MANISFESTASI KLINIS


Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun
jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata
seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak
benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-).
Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan
komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis

12. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,
lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM.

13. PENATALAKSANAAN
Intervensi bedah
Indikasi operasi katarak
1. Pada bayi (<1tahun) jika fundus tidak terlihat
2. Pada usia lanjut
Indikasi Klinis : jika timbul komplikasi glaucoma / uveitis
Indikasi Visual : katarak matur dengan visus 1/300 atau 1/~dengan catatan LP bik segala
arah.
Indikasi Sosial : pekerjaan

Jenis pembedahan katarak :


1. Extracapsular Cataract Extractive (ECCE)
Korteks dan nucleus diangkat kapsul posterior di tinggalkan untuk mencegah prolapsvitreus
untuk melindungi retina dari sinar ultravioler dan memberikan sokongan untuk implantasi
lensa mata intra okuler.

2. Intracapsular Cataract Extractive (ICCE)


Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya.
14. PENGOBATAN KATARAK
Salah satu cara pengobatan katarak adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah
keruh diangkat dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu
lagi memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan
sampai terjadi infeksi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi glaukoma dan
uveitis.Tekhnik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi
lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks
dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini
dapat timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak
terjadi katarak sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan
pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula
dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa
dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi
pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.

15. PERAWATAN PRE OPERASI


A. Fungsi retina harus baik yang diperiksa dengan terproyeksi sinar.
B. Tidak boleh ada infeksi pada mata/ jaringan sekitar.
C. Tidak ada glaucoma.
D. Periksa visus.
E. Keadaan umum harus baik, tidak ada Hipertensi, Diabetes Mellitus (GDA 150mg/dl).
F. 2-3 hari sebelum opreso mata ditetesi homatropin 3x1 tetes.
G. Sore hari bulu mata dicukur.
H. Beri salep antibiotic.
I. Anjurkan mandi dan keramas sebelum operasi.
J. Kirim ke kamar operasi dengan pakaian operasi.
K. Premedikasi di kamar operasi.
L. Injeksi luminal di mata ditetesi pantokain tiap menit selama 5menit.
M. Asetazolamid / metazolamid untuk menurunkan TIO.
N. Obat – obat simpatomimetik, misalnya fenilefrin untuk vasokontriksi dan midriasis.
O. Parasimpatolitik untuk menyebabkan paralysis dan menyebabkan otot siliaris tidak dapat
menggerakkan lensa.

16. PERAWATAN PASCA OPERASI


Pasca operasi boleh minum saja, 2jam berikutnya makan makanan lunak, 6jam pascaoperasi
kepala baru boleh bergerak dan tidur miring kearah mata yang tidak dioperasi. Lakukan
kompres dingin jika mata gatal, batasi klien untuk batuk, mengejan , membungkuk , bersin,
mengangkat benda berat lebih dari 7,5 kg dan tidur pada posisi operatif.

Lakukan observasi yaitu :


1. Peningkatan TIOditandai dengan nyeri parah, mual dan muntah
2. Infeksi
3. Perdarahan ruang mata anterior
4. Terbentuknya membran sekunder atau katarak sekunder
5. Retinal detachment, ditandi dengan tampaknya titik hitam, peningkatan jumlah floaters
atau sinar kilat dan hilangnya sebagian / seluruh lapang pandang.

Kacamata (aphakic spectacles)


Setelah ekstraksi katarak, mata klien tidak mempunyai lensa yang disebut afakia.Keadaan ini
harus dikoreksi dengan lensa sefris (+) 10D supaya dapat melihat jauh. Koreksi ini harus
diberikan 3bulan pasca operasi sebab sebelum 3 bulan keadaan refraksi masih berubah –
ubah, karena keadaan luka belum tenang dan astigmatismenya tidak tetap.

Lensa kontak
Keuntungan pilihan ini adalah ukuran bayangan hanya 7% lebih besar dari pada ukuran
normal, sehingga kedua mata berfungsi bersama. Lapang pandang tidak berubah/ konstriksi.
Kerugiannya dapat terjadi lakrimasi, risiko tinggi komplikasi, kemungkinan penolakan lensa
dan biaya mahal.

17. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


a) Aktifitas Istirahat
Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b) Neurosensori
c) Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyababkan silau dengan kehilangan
bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang
gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar,
perubahan kacamata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotofobia ( glukoma akut ).
Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan
merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma darurat, peningkatan air mata.
d). Nyeri / Kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan / mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau
sekitar mata, sakit kepala

18. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perubahan sensori perceptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada lensa
mata.
Defenisi :
Batasan karasteristik :
Batasan mayor :
Batasan minor :

2. Resiko cedera yang berhubungan dengan komplikasi pascaoperasi seperti pendarahan, dan
peningkatan tekanan intraokuler.
Defenisi :
Batasan karasteristik :
Batasan mayor :
Batasan minor :

3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan visus, umur atau berada pada lingkungan
yang tidak dikenal.
Defenisi :
Batasan karasteristik :
Batasan mayor :
Batasan minor :

4. Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan visual, ketidakmampuan


akibat pascaoperasi.
Defenisi :
Batasan karasteristik :
Batasan mayor :
Batasan minor :
5. Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan terbatasnya informasi atau kesalahan
interpretasi yang sudah di dapat sebelumnya.
Defenisi :
Batasan karasteristik :
Batasan mayor :
Batasan minor :Bottom of Form
ASKEP KATARAK
2.1. Definisi Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari
kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif.
(Mansjoer,2000;62)
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada
berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih
berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai
proses degenerasi. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak
mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata,
seperti melihat air terjun. Penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang
keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
2.2. Etiologi
1. Ketuaan ( Katarak Senilis )
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas.
2. Trauma
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong,
panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak
traumatik.
3. Penyakit mata lain ( Uveitis )
4. Penyakit sistemik ( Diabetes Mellitus )
5. Defek kongenital
Salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal seperti German
measles atau rubella. Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan ( diwariskan
secara autosomal domonan ) atau bisa disebabkan oleh :
− Infeksi congenital, seperti campak jerman ( german measles )
− Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia (kadar gula yang
meningkat).
Factor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah :
− Penyakit metabolik yang diturunkan
− Riwayat katarak dalam keluarga
 Infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
• Faktor keturunan.
• Cacat bawaan sejak lahir.
• Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
• Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
• gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
• gangguan pertumbuhan,
• Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
• Rokok dan Alkohol
• Operasi mata sebelumnya.
• Faktor-faktor lainnya yang belum diketahui.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak adalah:
 Kadar kalsium yang rendah
 Diabetes mellitus
− Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
− Berbagai penyakit peradangan dan penyakit metabolik
− Faktor lingkungan ( trauma, penyinaran, sinar ultraviolet )
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1) Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2) Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3) Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat
mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
4) Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal : katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat pada
usia di bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun
c. Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis : katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini
merupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.
Adapun tahapan katarak senilis adalah :
a) Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata masih sangat
minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berbentuk
bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.penderita pada stadium ini seringkali tidak
merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
b) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
c) Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan bertambah
sampai menyeluruh pada bagian lensa sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh
penderita katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur,
dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari. Selain keluhan tesebut ada beberapa gejala
yang dialami oleh penderita katarak, seperti :
1) Penglihatan berkabut atau justru terlalu silau saat melihat cahaya.
2) Warna terlihat pudar.
3) Sulit melihat saat malam hari.
4) Penglihatan ganda saat melihat satu benda dengan satu mata. Gejala ini terjadi saat katarak
bertambah luas.
d) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui
kapsul lensa dan bisa menyebabkan perdangan pada struktur mata yang lainya.
2.4 Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan penurunan
ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang
diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pandangan menjadi kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah
melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada
akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks
cahaya pada mata menjadi negatif.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat
memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang
dengan katarak secara khas selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal dari
cahaya yang salah arah. Misalnya dengan mengenkan topi berkelapak lebar atau kaca mata
hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
• Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
• Peka terhadap sinar atau cahaya.
• Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
• Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
• Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gangguan penglihatan bisa berupa :
− Kesulitan melihat pada malam hari
− Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
− Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
Gejala lainya adalah :
− Sering berganti kaca mata
− Penglihatan sering pada salah satu mata.
Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata (
glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
2.5. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing
baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis.
Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya
adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan
warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan
pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di
luar lensa misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok,
DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
2.6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut :
1) Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,
lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2) Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3) Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4) Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5) Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6) Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
7) Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
EKG, kolesterol serum, lipid
9) Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10) Keratometri.
11) Pemeriksaan lampu slit.
12) A-scan ultrasound (echography).
13) Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi.
14) USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
2.7. Penatalaksanaan
2.7.1 Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A
dan vit E.
2.7.2 Penatalaksanaan medis
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di
mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang
dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan
glaukoma.
Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
1) Pengangkatan lensa
Ada dua macam teknik pembedahan ynag bias digunakan untuk mengangkat lensa:
− Pembedahan ekstrakapsuler : lensa diangkat dengan meninggalkan kapsulnya.
Pembedahan intrakapsuler : pengangkatan lensa beserta kapsulnya.− Namun, saat ini
pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
2) Penggantian lensa
Penderita yang telah menjalani pembedahan katrak biasanya akan mendapatkan lensa buatan
sebagai pengganti lensa yang teleh diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik
yang disebut lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler dimasukkan ke dalam kapsul
lensa di dalam mata.
Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan, dan mempercepat penyembuhan selama
beberapa minggu setelah pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi
mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang
terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh. Adapaun penatalaksanaan
pada saat post operasi antara lain :
1. Pembatasan aktivitas, pasien yang telah melaksanakan pembedahan diperbolehkan :
 Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama
− Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
− Pada awal mandi waslap selanjutnya menggunakan bak mandi atau pancuran
− Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi; condongkan sedikit kepala
kebelakang saat mencuci rambut
2. Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan kacamata pada
siang hari
3. Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak dioperasi, dan
tidak boleh telengkup
4. Aktivitas dengan duduk
5. Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan
6. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai
7. Dihindari (paling tidak selama 1 minggu)
− Tidur pada sisi yang sakit
− Menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup
− Mengejan saat defekasi
− Memakai sabun mendekati mata
− Mengangkat benda yang lebih dari 7 Kg
− Berhubungan seks
− Mengendarai kendaraan
− Batuk, bersin, dan muntah
− Menundukkan kepala sampai bawah pinggang, melipat lutut saja dan punggung tetap lurus
untuk mengambil sesuatu dari lantai.
2.8. Komplikasi
Penyulit yg terjadi berupa visus tdk akan mencapai 5/5 à ambliopia sensori.
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan
mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan
Uveitis.
2.9. Prognosis
Penderita penyakit katarak memiliki prognosis untuk menjadi lebih baik setelah dilakukan
pembedahan dan disiplin dalam mematuhi penatalaksanaan.
2.10. Web of caution
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
1) Identitas
Berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Pada
pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun,
sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40 tahun, pasien dengan
katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katark senilis
terjadi pada usia > 40 tahun.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien dengan
katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi,
pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.
4) Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau hobi yang
berhubungan dengan gangguan penglihatan.
5) Neurosensori
Gejala yamg terjadi pada neurosensori adalah gamgguam penglihatan kabur / tidak jelas,
sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di runag gelap. Penglihatan berawan / kabur,
tampak lingkaran cahaya / pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak
memperbaikipenglihatan, fotophobia ( glukoma akut ).
Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
( katarak ), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan ( glukoma berat
dan peningkatan air mata ).
6) Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap
atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.
7) Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( katarak ) kaji riwayat keluarga apakah ada
riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan
vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta
riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
3.2. Analisa Data
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
1). DS : – Mata silau,penglihatan seperti terhalang asap yang makin lama makin tebal.
- Mata kabur, kesulitan membaca, pandangan ganda
- Kesulitan melihat ( focus ) pada jarak jauh atau dekat.
DO : – Pupil dilatasi, pupil berwarna putih.
- Pengembunan pada pupil, retina tidak nampak.
Ketuaan
H2O dlm lensa
O2
K, protein, ascorbic acid
Na dan Ca
Nukleus pada lensa menjadi coklat kekuningan
Lensa menjadi opak
Cahaya dipendarkan, tidak pada retina
Pandangan kabur / redup, menyilaukan susah melihat pada malam hari.
• Gangguan persepsa sensori-perseptual penglihatan.
2). DS : – Riwayat trauma pada mata karena benda tajam / tumpul
- Mata kabur, pandangan ganda, mata silau.
DO : – Pupil dilatasi
- Pupil berwarna putih Trauma
Trauma benda tumpul / tajam menembus kapsul anterior
• Resiko terhadap cedera
3). DS : – Riwayat operasi mata.
- Mata sensitive terhadap cahaya, gatal, air mata atau krusta yang berlebih, mata basah.
DO : – Kehilangan vitreus, bercak di belakang mata. Operasi mata sebelumnya
Reaksi radang
Terbentuk jaringan fibrosis sisa lensa yang tertinggal
• Defisit perawatan diri
4). DS : – Riwayat penyakit DM
- Mata silau, ketajaman penglihatan berkurang, penglihatan kabur / tidak jelas
DO : – Pupil berwarna putih, retina sulit di lihat Penyakit sitemik : DM
Gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi
gangguan kejernihan lensa
• Kurang pengetahuan tentang kondisi
5). DS : -
DO: – Bercak putih di depan pupil
( leukokoria )
- Katarak terlihat segera setelah bayi lahir – 1 thn Defek kongenital
Infeksi virus prenatal
Gg metabolisme
serat lensa
Gg perkembangan embrio intraurine
Kekeruhan lensa pada neonatus
Rencana piñatalaksanaan pembedahan
• Ansietas pre operasi-keluarga
6). DS : – Riwayat penggunaan obat- obatan dalam jangka waktu lama
- Riwayat terpapar zat-zat kimia ; rokok, alkohol.
- Mata silau, ketajaman penglihatan menurun, mata kabur
DO : – Pupil dilatasi, pupil berwarna putih, retina tidak Nampak. Rokok, alkohol, dan obat-
obatan
Perubahan kimia dalam protein lensa
Koagulasi
Pembedahan lensa
• Nyeri
7). DS : – Riwayat penggunaan obat- obatan dalam jangka waktu lama
- Riwayat terpapar zat-zat kimia ; rokok, alkohol.
- Mata silau, ketajaman penglihatan menurun, mata kabur
DO : – Pupil dilatasi, pupil berwarna putih, retina tidak Nampak Rokok, alkohol, dan obat-
obatan
Perubahan kimia dalam protein lensa
Koagulasi
Pembedahan lensa
Lukas insisi pembedahan
• Resiko infeksi
3.3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/status organ indera.
2) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan –
kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
4) Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan
5) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh
3) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/status organ indera.
4) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan –
kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler
3.4. Intervensi dan rasional
1) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/status organ indera.
• Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan
sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
• Kriteria Hasil :
- Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
- Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
INTERVENSI RASIONAL
ii. Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat.
Observasi tanda-tanda disorientasi.
iii. Orientasikan klien tehadap lingkungan.
iv. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
v. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
vi. Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih
25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
vii. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang
tidak dioperasi. viii. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko
kerusakan lebih lanjut.
ix. Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
x. Komunikasi yang disampaikan dapat lebih mudah diterima dengan jelas.
xi. Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator.
xii. Membantu penglihatan pasien.
xiii. Memudahkan pasien untuk berkomunikasi
2) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan –
kehilangan vitreus,pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
• Tujuan:
Menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
• Kriteria hasil :
 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk
melindungi diri dari cedera.
− Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.
INTERVENSI RASIONAL
− Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas,
penampilan, balutan mata.
− Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai
keinginan.
 Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
− Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
− Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki
kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.
Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi. xiv. Kondisi mata post operasi
mempengaruhi visus pasien
xv. Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.
xvi. Aktivitas berlebih mampu meningkatkan tekanan intra okuler mata.
xvii. Visus mulai berkurang, resiko cedera semakin tinggi.
xviii. Pengumpulan Informasi dalam pencegahan komplikasi
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
• Tujuan :
Klien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
• Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
INTERVENSI RASIONAL
xix. Pantau informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan penglihatan
berawan.
Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.
xx. Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
xxi. Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.
xxii. Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat
defekasi, membongkok pada panggul, dll.
xxiii. Anjurkan klien tidur terlentang. xxiv. Penemuan dan penanganan awal komplikasi
dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
xxv. Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator.
xxvi. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
xxvii. Tidur terlentang dapat membantu kondisi mata agar lebih nyaman.
4) Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan.
• Tujuan/kriteria evaluasi:
− Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
 Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada
tingkat dapat diatasi.
 Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan.
INTERVENSI RASIONAL
 Pantau tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.
− Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
 Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
− Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
− Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan.
Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas,− Derajat kecemasan
akan dipengaruhi−dan peralatan yang akan digunakan. bagaimana informasi tentang prosedur
penatalaksanaan diterima oleh individu.
− Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
− Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
− Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
− Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan .
− Mengurangi perasaan takut dan cemas.
5) Nyeri berhubungan dengan trauma insisi
• Tujuan : pengurangan nyeri.
INTERVENSI RASIONAL
− Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai dengan resep.
 Berikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma tumpul.
− Kurangi tingkat pencahayaan.
 Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya yang kuat.  Pemakaian sesuai dengan
resep akan mengurangi nyeri dan TIO dan meningkatkan rasa.
− Mengurangi edema akan mengurangi nyeri.
 Tingkat pencahayaan yang lebih rendah nyakan setelah pembedahan.
− Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator
6) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
• Tujuan : mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri
INTERVENSI RASIONAL
Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau− gejala komplikasi
yang harus dilaporkan segera kepada dokter.
− Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berati mengenal teknik
yang benar memberikan obat.
− Evaluasi Perlunya bantuan setelah pemulangan.
Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan. xxviii.− Penemuan dan penanganan
awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
xxix. Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dan cedera mata.
xxx. Sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan dan teman di
rumah
xxxi. Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan.
7) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh.
• Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan
ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar.
INTERVENSI RASIONAL
xxxii. Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar
xxxiii. Jaga area kesterilan luka operasi
xxxiv. Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat luka
−xxxv. Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis 1Mengurangi kontaminasi
dan paparan pasien terhadap agen infektious.
 Mencegah dan mengurangi transmisi kuman.
 mencegah kontaminasi pathogen
 mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.

(...Or click here to cancel reply.)


Top of Form
Submit Comment 22

Vous aimerez peut-être aussi