Vous êtes sur la page 1sur 24

ANALISIS PERILAKU WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

TERHADAP PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM:


SUATU STUDI DI BANGKALAN
Tarjo & Indra Kusumawati
Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo
E-mail: tarjo2005@yahoo.com

Abstract

The objective of this study is to investigate the implementation of self


assessment system. The data collected from 56 personal taxpayers in Bangkalan.
The results indicate that self assessment system has not been implementation well.
For example the taxpayer did not count tax return themselves. The taxpayers do
not report because of their self awareness, rather because of the penalty.
The tax officers has not been implemented the self assessment system well
either, besides controlling function is conducted exaggeratedly. Although the
service functions, in reality, taxpayers do not calculate their tax by themselves, but
the tax officers do.

Key words: taxpayers, fiskus, self assessment system.

PENDAHULUAN utang dan verifikasi, serta pemeriksaan dan


Sejak diadakannya reformasi per- investasi terhadap kebenaran penghitungan
pajakan tahun 1983, sebagaimana telah jumlah pajak terutang.
diubah dengan undang-undang Nomor 9 Reformasi peraturan perpajakan
Tahun 1994 dan undang-undang Nomor 16 harus dilakukan secara cermat dan jangan
Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan sampai ada peraturan yang saling ber-
Tata Cara Perpajakan, sistem pemungutan tentangan. Karena kompleksitas meningkat-
pajak di Indonesia berubah dari official kan ketidakpastian bagi pembayar pajak,
assessment system menjadi self assessment yang selanjutnya mendorong
system. Official assessment system merupa- ketidakpatuhan (Westat dalam Jackson et
kan sistem pemungutan yang memberi al., 1986). Hasil penelitian Milliron (1988)
wewenang kepada Fiskus untuk menentu- menunjukkan bahwa Ambiguitas dalam
kan besarnya pajak yang terutang oleh peraturan perpajakan berkorelasi positif
wajib pajak. Self assessment system dengan ketidakpatuhan dalam penyusunan
merupakan suatu pemungutan pajak yang pelaporan pajak penghasilan.
memberi wewenang kepada Wajib Pajak Seiring dengan upaya optimalisasi
untuk menentukan besarnya pajak terutang. penerimaan pajak, diharapkan pelayanan
Peranan pembukuan/ akuntansi sangat publik yang dilakukan oleh Fiskus dapat
penting karena informasi keuangan yang lebih ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan
dihasilkan dari proses pembukuan, diperlu- Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur
kan untuk keperluan menghitung pajak ter- Negara (KEPMENPAN) Nomor 63 Tahun

101
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

2003 tentang Pedoman Umum Pelayanan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya


Publik, yang mengharuskan setiap penye- (Sadhani, 2004).
lenggaraan pelayanan publik memiliki Dalam self assessment, SPT merupa-
standar pelayanan yang dipublikasikan kan sarana yang paling mutlak bagi Wajib
sebagai jaminan adanya kepastian bagi Pajak untuk melaporkan dengan benar
penerima pelayanan, termasuk pelayanan di semua hal tentang Wajib Pajak mulai dari
bidang perpajakan. Tanggung jawab atas identitas, kegiatan usaha sampai jumlah
kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak harta yang semuanya berkaitan dengan per-
sebagai pencerminan kewajiban di bidang pajakan. Oleh karena itu tidaklah
perpajakan berada pada Wajib Pajak. berlebihan jika perhatian secara penuh
Keuntungan self assessment system diberikan pada penyempurnaan SPT baik
ini adalah Wajib Pajak diberi kepercayaan dalam masalah bentuk, isi, dan susunannya,
oleh pemerintah (Fiskus) untuk sehingga SPT merupakan sarana yang
menghitung, membayar, dan melaporkan handal bagi tercapainya tujuan perpajakan
sendiri pajak yang terutang sesuai dengan (Direktorat Jenderal Pajak) dan untuk
ketentuan perpajakan yang berlaku. Fungsi tujuan pelayanan bagi Wajib Pajak SPT
penghitungan adalah fungsi yang memberi haruslah “user-frienly”, yaitu menarik,
hak kepada Wajib Pajak untuk menentukan mudah pengisiannya dan dapat menampung
sendiri pajak yang terutang sesuai dengan semua aspek bisnis yang berkaitan dengan
peraturan perpajakan. Atas dasar fungsi perpajakan.
penghitungan tersebut Wajib Pajak Penelitian ini mengangkat isu
berkewajiban untuk membayar pajak tentang pelaksanaan self assessment system
sebesar pajak yang terutang ke Bank khususnya pada Wajib Pajak Orang Pribadi
Persepsi atau kantor pos. Selanjutnya Wajib di wilayah Bangkalan. Hal ini menarik
Pajak melaporkan pembayaran dan berapa karena fenomena yang berkembang
besar pajak yang telah dibayar kepada dimasyarakat menunjukkan bahwa Wajib
Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pajak sudah membayar pajak, tetapi masih
Kelemahan self assessment system timbul kebingungan para Wajib Pajak
yang memberikan kepercayaan pada Wajib dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Pajak untuk menghitung, menyetorkan dan Padahal Self assessment system merupakan
melaporkan sendiri pajak terutang, dalam sistem pemungutan pajak yang memberi
praktiknya sulit berjalan sesuai dengan kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib
yang diharapkan atau bahkan Pajak untuk menghitung, memperhitung-
disalahgunakan. Hal ini dapat dilihat dari kan, membayar dan melaporkan sendiri
banyaknya Wajib Pajak yang dengan besarnya pajak yang harus dibayar.
sengaja tidak patuh, kesadaran Wajib Pajak Berdasarkan fenomena tersebut,
yang masih rendah atau kombinasi maka peneliti mencoba melakukan analisis
keduanya, sehingga membuat Wajib Pajak dengan menggunakan data kualitatif dan
enggan untuk melaksanakan kewajiban mendiskripsikan pada Wajib Pajak Orang
membayar pajak. Rendahnya kepatuhan dan Pribadi di wilayah Bangkalan. Hasil yang
kesadaran Wajib Pajak ini bisa terlihat dari diharapkan adalah untuk mengetahui
sangat kecilnya jumlah mereka yang apakah penerapan self assessment system di
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Bangkalan sudah berjalan dengan baik atau
(NPWP) dan mereka yang melaporkan belum.

102
Anlisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksanaan … (Tarjo & Indra Kusumawati)

Wajib Pajak tidak boleh Pertanyaan penelitian ini adalah


diperlakukan sebagai obyek, tetapi sebagai apakah self assessment system sudah benar-
subyek yang harus dibina agar bersedia, benar diterapkan di wilayah Bangkalan?
mampu dan sadar melaksanakan kewajiban Tujuan penelitian ini adalah untuk menge-
perpajakan (Sofyan, 2003). Sedangkan tahui apakah Wajib Pajak dan Fiskus sudah
Sadhani (2004) mengemukakan bahwa benar–benar menerapkan self assessment
guna melakukan penilaian tingkat efisiensi system. Penelitian ini diharapkan berguna
suatu sistem perpajakan, terdapat dua bagi pengembangan teori perpajakan
elemen dasar yang selalu menjadi acuan, khususnya tentang self assessment system.
yaitu (1) biaya administrasi perpajakan; dan Bagi pemerintah (Fiskus) bisa digunakan
(2) biaya kepatuhan perpajakan sebagai koreksi atas pelaksanaan self
(compliance of taxation). Sistem perpajakan assessment system, sehingga diharapkan
dikatakan efisien apabila biaya kedua sistem administrasi perpajakan yang efisien
elemen tersebut rendah. benar-benar terwujud. Sedangkan bagi
Penelitian Novianti (1997) menyim- masyarakat, penelitian ini bisa digunakan
pulkan bahwa pelaksanaan self assessment sebagai bukti ilmiah untuk menilai pelak-
belum bisa diterapkan oleh Wajib Pajak sanaan self assessment system.
Orang Pribadi terutama pemilik kos-kosan,
karena mereka sering kali tidak melaporkan KAJIAN TEORI DAN
atau mencantumkan pajak penghasilannya PENGEMBANGAN HIPOTESIS
di SPT. Sedangkan Damayanti (2004) Self Assessment System
menunjukkan bahwa Wajib Pajak Badan di Self assessment system sebagai
Salatiga masih banyak yang belum mampu sistem penetapan pajak di Indonesia telah
menghitung sendiri pajak terutangnya, diterapkan sejak tax reform tahun 1983,
disamping itu juga fungsi Fiskus sendiri setelah sebelumnya pernah diberlakukan
belum terlaksana dengan baik, karena official assessment system. Self assessment
fungsi pengawasan yang dilakukan oleh system merupakan sistem pemungutan
Fiskus terlalu berlebihan dan salah sasaran. pajak yang memberi kepercayaan, tanggung
Pramastuti (2003) menemukan jawab kepada Wajib Pajak untuk
bahwa pemeriksaan pajak yang dilakukan menghitung, memperhitungkan, membayar
oleh pemeriksa pajak dapat memudahkan dan melaporkan sendiri besarnya pajak
para Wajib Pajak dalam menghitung yang harus dibayar. Official assessment
besarnya pajak yang harus disetorkan. system merupakan sistem pemungutan
Sedangkan Damayanti (2004) menunjukkan pajak yang memberi wewenang kepada
bahwa fungsi pengawasan yang dilakukan Fiskus untuk menentukan besarnya pajak
Fiskus belum terlaksana dengan baik, terutang. Perbedaan antara official
karena fungsi pengawasan yang dilakukan assessment system dan self assessment
oleh Fiskus terlalu berlebihan dan salah system dapat dilihat pada Tabel 1.
sasaran.

Tabel 1: Perbedaan Official Assessment System dan Self Assessment System


OFFICIAL ASSESSMENT SYSTEM SELF ASSESSMENT SYSTEM
Wewenang menentukan: Besarnya pajak terutang ditentukan Besarnya pajak terutang ditentukan
pajak terutang oleh Fiskus oleh Wajib Pajak

103
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

Peran Wajib Pajak Wajib Pajak bersifat pasif Wajib Pajak bersifat aktif
Fiskus hanya bertindak sebagai
Peran Fiskus Fiskus bertindak aktif
fasilitator
Timbul karena dikeluarkannya Surat Timbul karena UU dan karena ter-
Timbulnya pajak terutang
Ketetapan Pajak (SKP) oleh Fiskus jadinya keadaan atau perbuatan
Sumber: Mardiasmo (2003)

134
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

Self assessment system merupakan Melunasi pajak yang terutang atau


suatu pemungutan pajak yang memberi mengangsur jumlah pajak yang terutang.
wewenang kepada Wajib Pajak untuk Jiwa dari self assessment adalah
menentukan sendiri besarnya pajak pemerintah (Dirjen Pajak) yang memberi
terutang. Wajib Pajak diberi tanggung kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk
jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak menghitung dan menetapkan sendiri besar-
sebagai pencerminan kewajiban di bidang nya kewajiban pajak yang harus dibayar
perpajakan. Wajib Pajak diberi kepercayaan Wajib Pajak. Perhitungan besarnya pajak
untuk menghitung, membayar dan ini harus diakui kebenarannya sebelum
melaporkan sendiri pajak yang terutang Dirjen Pajak dapat membuktikan yang
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang sebaliknya, karena didalam asas self
berlaku. Fungsi penghitungan memberi hak assessment ada unsur pendelegasian
kepada Wajib Pajak untuk menentukan wewenang oleh Dirjen Pajak, maka sebagai
sendiri pajak yang terutang sesuai dengan konsekwensinya Dirjen Pajak harus
peraturan perpajakan dan atas dasar fungsi menciptakan sistem kontrol secara
penghitungan Wajib Pajak berkewajiban memadai, sebab pendelegasian wewenang
untuk membayar pajak sebesar pajak yang tanpa kontrol akan mengakibatkan
terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos. timbulnya penyalahgunaan wewenang.
Fungsi terakhir dari wajib pajak adalah Sistem kontrol Dirjen Pajak dapat dilihat
melaporkan pembayaran dan berapa besar pada Gambar 1.
pajak yang telah dibayar ke Kantor Surat pemberitahuan (SPT) merupa-
Pelayanan Pajak (KPP). kan surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
Sistem pemungutan yang berlaku di untuk melaporkan perhitungan dan pem-
Indonesia saat ini adalah self assessment bayaran pajak, obyek pajak dan bukan
system yaitu ketetapan pajak yang obyek pajak, atau harta dan kewajiban.
ditetapkan oleh Wajib Pajak sendiri yang Dasar hukum untuk melakukan pengisian
dilakukannya dalam SPT. Self assessment SPT adalah terdapat dalam pasal 3 ayat 1
system merupakan tipe administrasi dan (1a) UU KUP menyebutkan bahwa
perpajakan yang mengungkapkan bahwa “setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat
tipe administrasi perpajakan banyak Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia
ditentukan oleh bentuk kerjasama atau dengan menggunakan huruf latin, angka
tingkat partisipasi Wajib Pajak atau pemo- arab, satuan mata uang rupiah, dan
tong/pemungut pajak dan respon Wajib menandatangani serta menyampaikannya
Pajak terhadap pengenaan pajak tersebut ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat
(Zain, 2003). Pada tipe ini Wajib Pajak Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan”.
mendapat beban yang sangat berat, karena: Menurut Undang-undan No. 16
(1) Wajib Pajak harus melaporkan semua tahun 2000 KUP perpajakan, SPT dapat
informasi yang relevan dalam SPT, (2) dibagi menjadi, SPT Masa adalah Surat
Menghitung Dasar Pengenaan Pajaknya Pemberitahuan untuk suatu masa pajak dan
(DPP), (3) Mengkalkulasi jumlah pajak SPT Tahunan adalah surat-surat
yang terutang maksudnya mengurangi pemberitahuan untuk suatu tahun pajak
pajak yang terutang dengan jumlah pajak atau bagian tahun pajak. Pengisian SPT
yang dilunasi dalam tahun berjalan, dan (4) Tahunan PPh oleh Wajib pajak yang wajib
melakukan pembukuan harus dilengkapi

104
Anlisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksanaan … (Tarjo & Indra Kusumawati)

dengan laporan keuangan berupa neraca menghitung besarnya Penghasilan Kena


dan laporan laba rugi serta keterangan- Pajak.
keterangan lain yang diperlukan untuk
Menghitung Tarif PTKP Pajak Terutang (PT)

Pajak dilunasi
Memperhitungkan dalam tahun Kredit Pajak (KP)
berjalan

Self Assessment ( PT – KP )

Membayar
PT > KP PT = KP PT < KP

Melapor
Kurang Bayar Nihil Bayar Lebih Bayar

Surat Masa dan Tahunan


Pemberitahuan Restritusi
Kompensasi

Sumber: Zain (2003: 112)


Gambar 1: Sistem Self Assessment

Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Pajak sesuai peraturan perundang-undangan


Penghasilan (PPh) adalah sebagai sarana perpajakan.
untuk melaporkan dan mempertanggung Berdasarkan pasal 7 ayat 1 dan 2 UU
jawabkan penghitungan jumlah pajak yang No. 16 Tahun 2000, bagi Wajib Pajak yang
sebenarnya terutang. Sedangkan bagi terlambat dan tidak menyampaikan SPTnya
Pengusaha Kena Pajak (PKP) fungsi SPT akan dikenakan sanksi administrasi yaitu:
adalah sebagai sarana untuk melaporkan a. Wajib Pajak terlambat menyampaikan
dan mempertanggung jawabkan SPT dikenakan denda untuk SPT Masa
penghitungan jumlah Pajak Pertambahan sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu
Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Niai rupiah) dan untuk SPT Tahunan
atas barang Mewah (PPnBM) yang sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu
sebenarnya terutang. rupiah).
Mengisi SPT adalah mengisi SPT b. Tidak menyampaikan SPT atau
dengan benar, jelas dan lengkap, sesuai menyampaikan SPT tetapi isinya tidak
dengan petunjuk yang diberikan benar atau tidak lengkap, atau
berdasarkan ketentuan perundang- melampirkan keterangan yang isinya
undangan perpajakan yang berlaku. tidak benar karena kealpaan Wajib
Pengisian SPT yang tidak benar yang Pajak sehingga dapat menimbulkan
mengakibatkan pajak yang terutang kurang kerugian pada pendapatan Negara,
bayar sehingga akan dikenakan sanksi dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda

105
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

setinggi-tingginya 2 (dua) kali jumlah tanggung jawab Wajib Pajak terhadap


pajak terutang yang tidak atau kurang pelaksanaan self assessment sulit
bayar. dicapai. Hal ini bisa dilihat dengan
c. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT banyaknya Wajib Pajak Badan di
atau menyampaikan SPT dan atau Salatiga yang belum mampu
keterangan yang isinya tidak benar atau menghitung sendiri pajak terutangnya.
tidak lengkap dengan sengaja sehingga Sedangkan fungsi pembayaran pajak
dapat menimbulkan kerugian pada terutang sebagian besar telah
pendapatan negara, dipidana dengan dilaksanakan tepat waktu. Wajib Pajak
pidana penjara paling lama 6 (enam) yang membayar pajak terutang tidak
tahun dan denda paling tinggi 4 tepat waktu ternyata fungsi peng-
(empat) kali jumlah pajak terutang hitungan pajak terutang dilakukan oleh
yang tidak atau kurang bayar. Fiskus.
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah b. Fungsi Melapor.
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan Penelitian Novianti (1997) menyimpul-
untuk melakukan pembayaran, penyetoran kan bahwa pelaksanaan self assessment
pajak yang terutang ke kas Negara melalui belum bisa diterapkan oleh Wajib pajak
kantor pos, Bank BUMN atau Bank BUMD Orang Pribadi terutama pemilik kos-
dan tempat pembayaran lain yang ditunjuk kosan, karena mereka sering kali tidak
oleh menteri keuangan, Mardiasmo (2003). melaporkan atau mencantumkan Pajak
Fungsi dari SSP adalah sebagi sarana untuk Penghasilannya di SPT. Hal ini dilaku-
membayar pajak, sebagai bukti dan kan oleh Wajib Pajak pemilik rumah
pelaporan pembayaran pajak. kos-kosan karena rendahnya tingkat
Dalam pelaksanaan self assessment kejujuran Wajib Pajak dan kurangnya
system, Wajib Pajak tidak serta merta pengetahuan Wajib Pajak terhadap ke-
mengisi formulir pajak dan diperiksa oleh tentuan perpajakan.
Fiskus. Persoalan yang meski kita c. Fungsi Penyuluhan.
kedepankan adalah betapa pentingnya Pada tanggal 1 Januari 2001
pengetahuan yang cukup tentang pemerintah Indonesia memberlakukan
perpajakan dan berbagai peraturannya yang secara efekif Undang-Undang No. 17
dituangkan secara gamblang, baku, lugas, tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
tegas, jelas, tidak bermakna ganda, dan untuk menggantikan Undang-Undang
tidak terlalu sering berubah (Tarjo dan No. 7 tahun 1994 yang sebelumnya
Sawarjuwono, 2005). Selanjutnya harus menggantikan Undang-Undang No. 7
disampaikan kepada Wajib Pajak sehingga tahun 1983. Peraturan perpajakan yang
tidak menimbulkan interpretasi yang salah. baru tersebut bagi Wajib Pajak bisa jadi
akan semakin menambah kompleks
Penelitian Sebelumnya dalam memahami peraturan
a. Fungsi Menghitung dan Fungsi Mem- perpajakan. Kompleksitas
bayar. meningkatkan ketidakpastian bagi
Damayanti (2004) menyebutkan bahwa pembayar pajak, yang selanjutnya men-
adanya anggapan yang kurang baik dorong ketidakpatuhan (Westat dalam
oleh Wajib Pajak terhadap Fiskus Jackson et al., 1986). Hasil penelitian
sehingga mengakibatkan kesadaran dan Milliron (1988) menunjukkan bahwa

106
Anlisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksanaan … (Tarjo & Indra Kusumawati)

Ambiguitas dalam peraturan belum terlaksana dengan baik, karena


perpajakan berkorelasi positif dengan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh
ketidakpatuhan dalam penyusunan Fiskus terlalu berlebihan dan salah
pelaporan pajak penghasilan. sasaran.
Berdasarkan temuan penelitian e. Fungsi Pelayanan.
diatas dapat dikatakan bahwa semakin Sofyan (2003) mengemukakan bahwa
tinggi kompleksitas peraturan per- sistem penetapan pajak harus
pajakan yang cenderung membingung- mencerminkan adanya kepastian
kan, semakin rendah kepatuhan Wajib hukum, keadilan dan kemudahan agar
Pajak dalam memenuhi kewajiban per- tanggung jawab Wajib Pajak dalam
pajakannya. Dengan demikian memenuhi kewajiban perpajakan dapat
berdasarkan fenomena tersebut, maka dipenuhi sesuai peraturan perundang-
Fiskus harus secara intensif melakukan undangan perpajakan. Selain itu juga
penyuluhan kepada Wajib Pajak. Wajib Pajak tidak boleh diperlakukan
sebagai obyek, tetapi sebagai subyek
d. Fungsi Pengawasan. yang harus dibina agar bersedia,
Kiryanto (1999) mengemukakan mampu dan sadar melaksanakan
bahwa Struktur Pengendalian Intern kewajiban perpajakan.
(SPI) mempunyai hubungan dan pe- Menurut Sadhani (2004), guna me-
ngaruh yang signifikan dengan lakukan penilaian tingkat efisiensi
kepatuhan Wajib Pajak badan dalam suatu sistem perpajakan, terdapat dua
memenuhi kewajiban Pajak elemen dasar yang selalu menjadi
Penghasilannya. Selain itu juga Kantor acuan, yaitu (1) biaya administrasi
Pelayanan Pajak (KPP) perlu perpajakan; dan (2) biaya kepatuhan
memperhatikan tentang penerapan SPI perpajakan (compliance of taxation).
pada Wajib Pajak, sehingga apabila SPI Sistem perpajakan dikatakan efisien
jelek dapat menunjukkan indikasi apabila biaya kedua elemen tersebut
rendahnya kepatuhan Wajib Pajak se- rendah.
hingga KPP dapat melaksanakan pe-
meriksaan kebenaran jumlah pajak METODE PENELITIAN
yang terutang untuk Wajib Pajak yang Populasi penelitian ini adalah Wajib
bersangkutan. Pajak Orang Pribadi yang berada di wilayah
Penelitian Pramastuti Bangkalan. Jumlah populasi Wajib Pajak
(2003) menemukan bahwa pemeriksaan Orang Pribadi tidak bisa ditentukan, karena
pajak yang dilakukan oleh pemeriksa peneliti kesulitan untuk memperoleh data
pajak dapat memudahkan para Wajib dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP). KPP
Pajak dalam menghitung besarnya berargumen bahwa data Wajib Pajak adalah
pajak yang harus disetorkan. Sehingga rahasia. Pedoman yang digunakan KPP
pelaksanaan sistem self assessment adalah UU No. 16 tentang Ketentuan
dapat berfungsi sesuai dengan yang Umum Perpajakan (KUP) Pasal 32 butir 4,
diharapkan. bahwa setiap pejabat dilarang
Di sisi lain Damayanti memberitahukan kepada pihak lain segala
(2004) menunjukkan bahwa fungsi sesuatu yang diketahui atau diberitahukan
pengawasan yang dilakukan Fiskus kepadanya oleh Wajib Pajak (WP) dalam

107
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

rangka jabatan atau pekerjaan untuk men- HASIL DAN PEMBAHASAN


jalankan ketentuan perundang-undangan Identitas Responden
perpajakan kecuali segala saksi atau saksi Dalam penelitian ini Wajib Pajak
ahli dalam sidang pengadilan. orang pribadi yang menjadi responden
Atas dasar argumen diatas, maka memiliki identitas sebagaimana disajikan
teknik pengambilan sampel dalam pada Tabel 2. Data responden dalam pene-
penelitian ini adalah menggunakan non litian ini melibatkan beberapa responden,
probability sampling yaitu sampling yang paling dominan dalam penelitian ini
aksidental. Menurut Sugiono (2003) adalah pertokoan yaitu sebanyak 48,2
sampling aksidental adalah teknik persen kemudian dokter sebanyak 17,9
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, persen, rumah makan 16,1 persen,
yaitu siapa saja yang secara kebetulan selanjutnya adalah swalayan dan notaris
bertemu dengan peneliti dapat digunakan masing-masing 8,9 persen. Dari banyaknya
sebagai sampel, bila dipandang orang yang Wajib Pajak Orang Pribadi yang ada di
ditemui itu cocok dan sesuai yang Bangkalan ternyata banyak yang tidak mau
dibutuhkan sebagai sumber data. mengisi kuisioner.
Prosedur pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel 2: Identitas Responden
dengan cara langsung menyampaikan Identitas Jumlah Prosentase
pertanyaan yang berupa kuisioner dan responden Responden
wawancara langsung dengan Wajib Pajak Dokter 10 17,9
Orang Pribadi di wilayah Bangkalan. Pertokoan 27 48,2
Rumah makan 9 16,1
Kuisioner dibagikan dari tanggal 13 Juni –
Swalayan 5 8,9
27 Juni 2005 dengan cara mendatangi
Notaris 5 8,9
Wajib Pajak orang pribadi ke tempat Total 56 100
usahanya ataupun ke rumah-rumah
Sumber: Data Primer, 2005
sekaligus menunggu hasil dari pengisian
Pembahasan
kuisioner tersebut. Dari 100 kuisioner yang
Self assessment system merupakan
dibagikan ternyata yang bersedia mengisi
suatu pemungutan pajak yang memberi
kuisioner dan telah memiliki Nomor Pokok
wewenang kepada Wajib pajak untuk
Wajib Pajak (NPWP) sebanyak 56
menentukan pajak terutang. Dalam hal ini
responden (tingkat pengembalian 56 %),
Wajib Pajak diberi tanggung jawab untuk
sehingga yang bisa dijadikan sampel dalam melaksanakan kewajibannya dibidang per-
penelitian ini adalah sebanyak 56 pajakan. Tanggung jawab ini diwujudkan
responden. dengan di berikannya kepercayaan kepada
Selanjutnya data dianalisis dengan Wajib Pajak untuk menghitung, membayar
menggunakan analisis data statistik dan melaporkan sendiri pajak terutangnya,
deskriptif dengan persentase. Hasil yang sedangkan aparat pajak (Fiskus) ber-
diharapkan adalah untuk melihat kewajiban melakukan pembinaan
bagaimana penerapan self assessment (penyuluhan), pengawasan dan pelayanan
system menurut persepsi Wajib Pajak Orang terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan.
Pribadi yang menjadi responden penelitian Berikut akan dijelaskan bagaimana
ini. pemenuhan kewajiban masing-masing

108
Anlisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksanaan … (Tarjo & Indra Kusumawati)

pihak yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan dengan tujuan self assessment system.
aparat pajak (fiskus) menurut persepsi Selain itu juga hanya 42,9 persen Wajib
Wajib Pajak. Pajak yang membuat catatan keuang-
annya/penghasilan tiap tahunnya, 57,1
Fungsi menghitung persen tidak membuat catatan keuangan,
Fungsi penghitungan merupakan padahal pembuatan catatan keuangan
fungsi pertama bagi Wajib Pajak untuk me- adalah penting untuk kemudahan dalam
nentukan berapa besarnya pajak terutang. penghitungan pajak terutang.
Untuk melaksanakan fungsi ini Wajib Pajak Kesalahan yang pernah dilakukan
harus mengetahui mengenai peraturan per- oleh Wajib Pajak dalam menghitung
pajakan yang berlaku, karena dasar untuk besarnya pajak terutang adalah 53,6 persen,
menentukan besarnya PKP (Penghasilan Wajib Pajak yang pernah melakukan
Kena Pajak) adalah peraturan perpajakan. kesalahan dalam menghitung pajak
Berdasarkan penelitian yang sudah terutangnya cenderung mengecilkan jumlah
dilakukan menunjukkan bahwa Wajib Pajak pajak penghasilannya. Mereka yang
Orang Pribadi yang berada di wilayah memakai jasa Fiskus ataupun konsultan
Bangkalan belum sepenuhnya pajak adalah Wajib Pajak yang enggan
melaksanakan sistem ini dengan baik. Hal untuk menghitung sendiri pajak
ini bisa dilihat dalam Tabel 3. terutangnya, dikarenakan kesibukan Wajib
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan Pajak sehingga tidak sempat untuk meng-
69,6 persen tidak mengetahui berapa tarif hitung sendiri pajak terutangnya.
pajak yang berlaku dan sebesar 21,4 persen Pernyataan ini sesuai dengan hasil
mengetahui perubahan perundang- wawancara dengan salah sau responden (A)
undangan yang berlaku khususnya pajak yang menyatakan bahwa “Saya tidak tahu
penghasilan. Hal ini menunjukkan bahwa menahu mengenai masalah pajak, karena
pengetahuan Wajib Pajak mengenai saya telah mempercayakan semua urusan
perubahan perpajakan ternyata rendah. mengenai pajak kepada aparat pajak karena
Sebanyak 42,9 persen Wajib Pajak kesibukan saya dalam mengelola usaha
menghitung sendiri pajak terutangnya sehingga saya tidak sempat dan tidak mau
sedangkan 57,1 persen memakai jasa Fiskus ambil pusing untuk menghitung pajak
ataupun konsultan, hal ini tidak sesuai terutang saya”.

Tabel 3: Partisipasi Wajib Pajak Untuk MenghitungBesarnya Pajak Terutang


N Persentase
PENGETAHUAN MENGENAI TARIF PAJAK YANG BERLAKU
Mengetahui 17 30,6
Tidak 39 69,6
PENGETAHUAN PERUBAHAN PERATURAN PERPAJAKAN
Mengetahui 12 21,4
Tidak 44 78,6
KEMAMPUAN MENGHITUNG PAJAK
Mampu 24 42,9
Tidak Mampu 32 57,1.
PEMBUATAN CACATAN KEUANGAN / PENGHASILAN

109
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

Ya 24 42,9
Tidak 32 57,1
PENGHITUNG PAJAK TERUTANG
Intern 24 42,9
Fiskus 22 39,3
Konsultan 10 17,8
KESALAHAN YANG PERNAH DILAKUKAN OLEH WAJIB PAJAK DALAM PENGHITUNGAN PPh
Pernah 30 53,6
Tidak 26 46,4
Sumber: Data Primer, 2005

110
Anlisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksanaan … (Tarjo & Indra Kusumawati)

Tabel 4: Keterkaitan Antara Pengetahuan Tarif Pajak


Perubahan Perundang-Undangan dan Penghitung Pajak
Penghitung A&1 A&2 B&1 B&2
N % N % N % N %
WP 11 19,6 5 8,9 0 0 8 14,3
Fiskus 0 0 0 0 0 0 22 39,3
Konsultan 0 0 0 0 0 0 10 17,9
Sumber: Data Primer, 2005
Keterangan:
A = Paham mengenai tarif pajak
B = Tidak paham
C = Mengetahui perubahan perpajakan
D = Tidak mengetahui perubahan perpajakan

Keterkaitan antara pengetahuan tarif Bangkalan belum sepenuhnya melaksana-


pajak, perubahan peraturan perundang- kan fungsi menghitung, sehingga sistem
undangan dan penghitung pajak menunjuk- pemungutan pajak yang memberikan tang-
kan bahwa sebanyak 19,6 persen gungjawab kepada Wajib Pajak belum dapat
memahami dan mengerti perubahan terlaksana dengan baik, sehingga tujuan self
perundang-undangan dan Wajib Pajak assessment system belum tercapai dengan
melakukan sendiri penghitungan pajak baik. Karena banyaknya Wajib Pajak yang
terutangnya, sebanyak 8,9 persen tidak menghitung sendiri pajak terutang,
memahami tarif pajak tetapi tidak aparat pajak harus lebih mengintensifkan
mengetahui perubahan perpajakan. Wajib pelatihan dan penyuluhan mengenai per-
Pajak yang tidak memahami dan pajakan. Misalnya pelatihan mengenai
mengetahui mengenai tarif pajak dan pengisian SPT, agar Wajib Pajak bisa
perubahan peraturan perundangan adalah menghitung sendiri pajak terutangnya
yang fungsi penghitungannya dilakukan maupun penyuluhan mengenai pentingnya
oleh Fiskus sebesar 39,3 persen dan membayar pajak, sehingga Wajib Pajak
konsultan sebanyak 17,9 persen. lebih peduli mengenai haknya sebagai
Dari hasil analisis di atas terdapat Wajib Pajak.
kesamaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Damayanti (2004), Fungsi membayar
kesamaan hasil tersebut dapat dilihat dari Setelah fungsi menghitung, fungsi
banyaknya Wajib Pajak yang belum mampu berikutnya adalah membayar pajak
untuk menghitung sendiri pajak terutang, karena setelah Wajib Pajak
terutangnya. Mereka mempercayakan menentukan besarnya pajak terutang, Wajib
kepada aparat pajak maupun konsultan Pajak berkewajiban membayar pajaknya
untuk menghitung pajak terutang daripada sesuai dengan perhitungan pajak terutang.
menghitung sendiri. Dengan adanya Sebanyak 51,8 persen Wajib Pajak mampu
persamaan hasil penelitian dengan peneliti mengisi Surat Setoran Pajak (SSP). SSP
terdahulu dapat disimpulkan bahwa antara merupakan surat yang oleh Wajib pajak
Wajib Pajak Badan yang berada di Salatiga digunakan untuk melakukan pembayaran,
dengan Wajib Pajak Orang Pribadi di penyetoran pajak yang terutang ke kas

111
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

negara. Tabel 5 menjelaskan mengenai terutang.


peran Wajib Pajak dalam membayar pajak
Tabel 5: Peran Wajib Pajak Untuk Membayar Pajak
N Persentase
KEMAMPUAN MENGISI SSP
Mampu 29 51,8
Tidak 27 48,2
TEMPAT PEMBAYARAN
Kantor Pos 32 57,1
KPP 15 26,8
Bank Persepsi 9 16,1
WAKTU PEMBAYARAN
Tgl 1 – 15 32 57,1
Diatas Tgl 15 24 42,9
PARISIPASI DALAM MEMBAYAR
WP Sendiri 21 37,5
Jasa Orang Lain 35 62,5
Sumber: Data Primer, 2005

Dari prosentase pada Tabel 5 dapat Dari hasil penelitian ternyata Wajib
disimpulkan bahwa Wajib Pajak sudah pajak telah melakukan fungsi membayar,
paham bahwa untuk membayar adalah hal ini terlihat dari ketepatan Wajib Pajak
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak dalam melakukan pembayaran yaitu sebesar
(SSP). Wajib Pajak yang melakukan pem- 57,1 persen melakukan pembayaran antara
bayaran pajak terutangnya di Kantor Pos tanggal 1 sampai dengan tanggal 15. Hal
sebanyak 57,1 persen, karena tempat ini sesuai dengan pasal 9 (1) Undang-
pembayaran yang telah ditentukan adalah undang Nomor 16 Tahun 2000 yang
Kantor Pos dan Bank Persepsi yang telah menyebutkan: “…. tanggal jatuh tempo
ditunjuk oleh Dirjen Pajak. Namun pembayaran dan penyetoran pajak yang
demikian sebanyak 26,8 persen membayar terutang untuk suatu saat atau masa pajak
pajak terutangnya di Kantor Pelayanan bagi masing-masing jenis pajak paling
Pajak (KPP). Wajib Pajak yang menyatakan lambat 15 (lima belas) hari setelah
pembayaran di KPP adalah Wajib Pajak terutangnya pajak atau masa pajak
yang fungsi penghitungannya dilakukan berakhir”.
oleh Fiskus. Ada juga Wajib Pajak yang Ketepatan pembayaran sebesar 42,9
menghitung sendiri melakukan pembayaran persen dilakukan oleh Wajib Pajak, sedang-
di KPP, begitupun dengan partisipasi Wajib kan yang tidak tepat waktu fungsi peng-
Pajak dalam hal membayar, sebanyak 62,5 hitungannya dilakukan oleh Fiskus sebesar
persen Wajib Pajak tidak membayar sendiri 39,3 persen dan konsultan sebesar 17,8
pajak terutangnya melainkan meminta jasa persen. Hal ini menunjukkan bahwa Wajib
orang lain untuk membayar pajak ter- Pajak sudah melaksanakan fungsi
utangnya baik staf karyawannya maupun membayar secara tepat waktu tetapi aparat
aparat pajak. pajak dengan konsultan terlambat
membayar. Ketepatan pembayaran yang

134
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

dilakukan oleh Wajib Pajak harus tetap pembayaran agar tidak terlambat dalam
dipertahankan, selain itu juga untuk aparat membayar pajak terutang. Keterkaitan
pajak dan konsultan harus lebih tersebut bisa dilihat dalam Tabel 6 berikut:
memperhatikan lagi tanggal jatuh tempo
Tabel 6: Keterkaitan Antara Ketepatan Membayar Pajak dan Penghitung Pajak
Penghitung Pajak KETEPATAN WAKTU PEMBAYARAN
TEPAT WAKTU TIDAK TEPAT WAKTU
N % N %
WP 24 42,9 0 0
Fiskus 0 0 22 39,3
Konsultan 0 0 10 17,8
Sumber: Data Primer, 2005

Berdasarkan Tabel 6 di atas menge- dibiarkan maka sistem yang berlaku saat ini
nai keterkaitan antara ketepatan membayar (self assessment system) tidak akan dapat
pajak dan penghitung pajak serta hasil berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
wawancara dengan salah satu responden Bila dibandingkan dengan penelitian
(B) mengatakan bahwa “Saya pernah sebelumnya Wajib Pajak Orang Pribadi di
melakukan penghitungan pajak terutang wilayah Bangkalan hampir sama dengan
saya sendiri, pada saat jatuh tempo jumlah Wajib Pajak Badan di Salatiga, karena
pajak yang harus saya bayar lebih tinggi Wajib pajak sudah melakukan fungsi
dari pada hasil perhitungan saya sendiri. membayar, namun berbeda halnya dengan
Daripada saya harus berurusan dengan penelitian sebelumnya yang belum mengerti
aparat pajak, saya terpaksa membayar pajak mengenai formulir yang digunakan untuk
terutang saya sesuai dengan perhitungan membayar pajak terutang. Untuk
aparat pajak. Mulai saat itu saya malas membangun rasa percaya Wajib Pajak,
menghitung sendiri pajak terutang saya, hendaknya aparat pajak lebih memberikan
sehingga saya menyerahkan semua urusan perhatian kepada Wajib Pajak bila meminta
mengenai perpajakan kepada aparat pajak petunjuk mengenai masalah pajak demi
karena meskipun saya menghitung sendiri kelancaran dan tercapainya tujuan yang
pajak terutang saya, aparat pajak tetap tidak hendak dicapai, misalkan terkait dengan
mempercayai hasil penghitungan yang saya hal-hal yang menyebabkan adanya
lakukan”. perbedaan jumlah pajak terutang hasil
Dari hasil wawancara di atas dapat penghitungan Wajib Pajak dengan aparat
disimpulkan bahwa aparat pajak tidak per- pajak.
caya dengan Wajib pajak, bila hal ini

Tabel 7: Peran Wajib Pajak Untuk Pelaporan Pajak


N Persentase
KEMAMPUAN MENGISI SPT
SPT 35 62,5
SSP 21 37,5
MEDIA PELAPORAN
Kantor Pos 44 78,6

134
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

KPP 12 21,4
WAKTU PEMBAYARAN
Tgl 1 – 20 24 42,9
Diatas Tgl 20 32 57,1
KESADARAN PELAPORAN
Denda 9 16,1
Tidak 47 83,9
Sumber: Data Primer, 2005
Fungsi melapor Salah satu responden (C) pernah berkata
Fungsi berikutnya adalah fungsi pada penulis bahwa “Saya tidak pernah
melapor yaitu melaporkan mengenai berapa terlambat untuk melaporkan SPT saya,
pajak terutang dan pajak yang telah karena apabila terlambat menyampaikan
dibayarkan ini merupakan fungsi terakhir SPT saya akan kena denda dan denda
dari Wajib Pajak hal ini sesuai dengan tersebut sangatlah tinggi untuk ukuran
trilogi pajak (hitung, setor, dan lapor). saya”.
Peran Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Berdasarkan hasil wawancara
melaporkan pajak terutang di wilayah tersebut bisa dikatakan bahwa Wajib Pajak
Bangkalan dapat dilihat dalam Tabel 7 di yang melaporkan SPT tepat waktu adalah
atas. Wajib Pajak yang takut kena denda,
Sejumlah 62,5 persen menyatakan meskipun demikian masih juga banyak
telah mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak yang terlambat melaporkan
untuk melaporkan pajak terutangnya dan pajak terutangnya. Dengan demikian fungsi
mereka yang melaporkan SPT bukan karena terakhir dari Wajib Pajak belum bisa
adanya denda. Dalam Tabel 7 di atas berjalan sesuai dengan yang diharapkan,
terlihat sebanyak 83,9 persen melaporkan karena Wajib Pajak melaporkan SPT bukan
pajak terutangnya bukan karena denda. karena kesadaran sebagai Wajib Pajak
Media pelaporan SPT Pajak Penghasilan tetapi ada sebagian kecil karena adanya
sebanyak 78,6 persen menyatakan denda.
melaporkan pajak terutangnya di Kantor Persamaan antara penelitian
Pos, dan mereka melaporkan pajak Damayanti di Salatiga dengan penelitian ini
terutangnya diatas tanggal 20 sebanyak 57,1 adalah Wajib Pajak sama-sama takut
persen, sehingga Wajib Pajak belum dengan adanya denda, meskipun hanya
melaksanakan fungsi melapor dengan baik sebagian kecil, hal ini terjadi juga dalam
karena mereka melaporkan pajak hal ketepatan waktu melaporkan pajak
terutangnya tidak tepat waktu. Hal ini tidak terutangnya. Dalam hal ini, fungsi
sesuai dengan pasal 3 (3) Undang-undang pelaporan sudah baik, karena Wajib Pajak
No 16 Tahun 2000, dimana disebutkan sudah melaporkan pajak terutangnya sesuai
“Batas waktu penyampaian Surat Pem- dengan batas waktu yang telah ditetapkan.
beritahuan Masa paling lambat 20 (dua Tetapi ini bukan akhir dari tugas aparat
puluh) hari setelah akhir masa pajak”. pajak, karena Wajib Pajak masih perlu
Namun demikian tidak menutup untuk dibimbing dan terus diawasi demi
kemungkinan yang melaporkan SPT dan kelancaran administrasi perpajakan. Selain
melakukan pelaporan tepat waktu adalah itu juga aparat pajak masih mendapatkan
Wajib Pajak yang takut dengan denda. suatu tantangan untuk terus berusaha untuk

134
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

menumbuhkan kesadaran Wajib Pajak Fungsi penyuluhan dimaksudkan


dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. untuk lebih memberdayakan Wajib Pajak
Misalnya mempermudah Wajib Pajak yang supaya Wajib Pajak lebih memahami per-
akan melakukan pembayaran maupun aturan perpajakan yang berlaku.
melaporkan pajak terutangnya, sehigga Penyuluhan dilaksanakan dengan maksud
administrasi perpajakan tidak terkesan supaya Wajib Pajak lebih mudah untuk
rumit dan membosankan. melaksanakan fungsi-fungsinya. Berikut ini
Tabel 8 disajikan pelaksanaan penyuluhan
Fungsi penyuluhan di wilayah Bangkalan.

114
Anlisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksanaan … (Tarjo & Indra Kusumawati)

Tabel 8: Persepsi Wajib Pajak tentang Penyuluhan


N Persentase
KEIKUT SERTAAN PENYULUHAN
Pernah 26 46,4
Tidak 30 53,6
INFORMASI TENTANG PENYULUHAN
Tahu 9 16,1
Tidak 47 83,9
Sumber: Data Primer, 2005

Tabel 9: Keterkaitan antara Penghitung Pajak Dan Keikut Sertaan dalam Penyuluhan
Penghitung Pajak MENGIKUTI TIDAK
N % N %
WP 20 35,7 4 7,1
Fiskus 6 10,7 16 28,6
Konsultan 0 0 10 17,9
Sumber: Data Primer, 2005

Fungsi penyuluhan di wilayah dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dan


Bangkalan seperti ditunjukkan Tabel 8 Fiskus. Wajib Pajak yang mengikuti pe-
belum berjalan dengan baik. Seperti nyuluhan 35,7 persen telah merasakan man-
ditunjukkan 53,6 persen Wajib Pajak faat yang diperoleh dari adanya
menyatakan mereka tidak pernah mengikuti penyuluhan. Hal ini dapat dilihat dalam
penyuluhan dan 83,9 persen tidak menge- Tabel 10 di mana Wajib Pajak yang
tahui informasi mengenai penyuluhan, mengikuti penyuluhan perpajakan dapat
padahal informasi mengenai penyuluhan memahami peraturan perpajakan.
sangat penting untuk Wajib Pajak, baik Banyaknya Wajib Pajak yang tidak
untuk mengetahui perubahan peraturan mengikuti penyuluhan yang telah diadakan
perundang-undangan maupun perubahan oleh aparat pajak disebabkan informasi
mengenai tarif pajak yang berlaku, selain yang telah diterima oleh Wajib Pajak
itu juga Wajib Pajak bisa memahami dan terlambat, sehingga Wajib Pajak enggan
mengerti peraturan dan perubahan per- untuk datang mengikuti penyuluhan, selain
pajakan, hal ini bisa dilihat pada Tabel 9. itu Wajib Pajak juga tidak mengetahui
Berdasarkan Tabel 9 di atas Wajib informasi mengenai kapan penyuluhan
Pajak yang mengikuti penyuluhan adalah akan dilaksanakan.
Wajib Pajak yang fungsi penghitungannya

Tabel 10: Keterkaitan Keikutsertaan dalam Penyuluhan


dan Pemahaman Peraturan Perpajakan
MEMAHAMI TIDAK
N % N %
Mengikuti 12 21,4 9 16,1
Tidak Mengikuti 0 0 35 62,5
Sumber: Data Primer, 2005

115
Anlisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksanaan … (Tarjo & Indra Kusumawati)

Dari Tabel 10 Wajib Pajak yang


mengikuti dan memahami peraturan Fungsi pengawasan
perpajakan adalah 21,4 persen, sedangkan Pengawasan merupakan hal yang
yang tidak mengikuti penyuluhan dan tidak harus dilakukan oleh Fiskus. Pengawasan
memahami peraturan perpajakan sebanyak yang dilakukan oleh Fiskus dimaksudkan
62,5 persen. Hal ini disebabkan karena agar Wajib Pajak dapat melaksanakan tang-
adanya informasi tentang penyuluhan yang gung jawab yang telah diberikan kepadanya
tidak merata dan kesadaran Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-
yang enggan mengikuti penyuluhan karena undangan yang berlaku. Pengawasan dapat
kesibukannya. dilakukan dengan membandingkan antara
Dari fenomena yang terjadi tersebut pajak terutang yang dihitung oleh Wajib
fungsi penyuluhan yang dilakukan oleh Pajak dengan pajak terutang menurut per-
aparat pajak belum berjalan dengan baik. aturan perpajakan. Jika terjadi perbedaan
Hal ini sesuai dengan penelitian Damayanti penghitungan Wajib Pajak dan Undang-
(2004) yang mengatakan bahwa penyuluhan undang, maka aparat pajak berhak untuk
yang dilakukan di Salatiga juga belum ber- menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
jalan dengan baik. Ini merupakan Kebanyakan Wajib Pajak di wilayah
tanggungjawab aparat pajak untuk Bangkalan menggunakan bantuan aparat
memberdayakan masyarakat supaya pajak (Fiskus) untuk menghitung pajak ter-
pelaksanaan self assessment system dapat utang, sehingga Wajib Pajak jarang sekali
berjalan dengan baik. yang mendapatkan surat teguran maupun
Meskipun di setiap KPP terdapat surat tagihan dari aparat pajak. Berikut ini
Account Representative (AR) yang perbedaan penghitungan pajak terutang
berfungsi sebagai penghubung antara KPP yang dihitung oleh Wajib Pajak dengan
dengan Wajib Pajak dan bertanggungjawab aparat pajak.
untuk melayani Wajib Pajak,
menyampaikan informasi perpajakan secara Tabel 11: Perbedaan Penghitungan antara
efektif dan profesional, serta memberikan Fiskus dan Wajib Pajak
respon yang efektif atas pertanyaan dan N Persentase
permasalahan yang disampaikan oleh Wajib Sama 21 37,5
Pajak, ternyata hal ini belum terlaksana Tidak 35 62,5
dengan baik. Karena masih banyak Wajib Sumber: Data Primer, 2005
Pajak yang belum mengetahui mengenai
perubahan dan tarif pajak yang berlaku saat Berdasarkan Tabel 11 diatas bisa
ini, padahal pada tahun 2000 telah terjadi dilihat bahwa kesamaan penghitungan
perubahan perundang-undangan antara Wajib Pajak dan Fiskus adalah
perpajakan. Perubahan ini seharusnya sebesar 37,5 persen dan yang tidak sama
segara disosialisasikan agar Wajib Pajak adalah sebesar 62,5 persen. Berkaitan
mengerti akan perubahan peraturan yang dengan ketidaksamaan persepsi antara
baru. Untuk itu aparat pajak diharapkan Wajib Pajak dan Fiskus dalam menghitung
lebih menggalakkan program penyuluhan, pajak terutang, ketidaksamaan
apalagi pada saat ada perubahan peraturan penghitungan pajak terjadi untuk Wajib
ataupun melakukan diskusi antara aparat Pajak yang menghitung sendiri dan yang
pajak dengan Wajib Pajak. penghitungannya dilakukan oleh konsultan.

115
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 12 berikut.

Tabel 12: Keterkaitan Antara Penghitung Pajak dan Kesamaan Penghitungan Pajak
Penghitung Pajak KESAMAAN PENGHITUNGAN ANTARA FISKUS DAN WAJIB PAJAK
SAMA TIDAK
N % N %
WP 15 26,8 9 16,1
Fiskus 22 39,3 0 0
Konsultan 0 0 10 17,9
Sumber: Data Primer, 2005

Fungsi pengawasan yang dilakukan perpajakan yang lama yaitu official


oleh Fiskus sulit diukur dari persepsi Wajib assessment system. Selain itu Wajib Pajak
Pajak, karena dalam melakukan juga merasa keberatan untuk diperiksa,
pengawasan Fiskus melakukan fungsinya karena pemeriksaan sudah diatur dalam
secara berlebihan. Berdasarkan wawancara Undang-undang, maka Wajib Pajak harus
dengan Wajib Pajak ternyata pengawasan menerima pemeriksaan tersebut, bila aparat
yang dilakukan oleh Fiskus dilaksanakan pajak/Fiskus telah melakukan pemeriksaan,
secara berlebihan, seperti wawancara kecenderungan Wajib Pajak takut jangan-
dengan responden (D) berikut: “Kami jangan pajak yang akan ditanggung akan
pernah melakukan sendiri penghitungan melambung tinggi. Sehingga Wajib Pajak
pajak terutang kami, tetapi hasil berusaha untuk mensiasati penghasilannya
penghitungan kami tidak sama dengan hasil agar pajak yang akan dibayar tidak tinggi.
penghitungan yang dilakukan oleh fiskus, Sistem ini bisa diterapkan untuk
sehingga kami mendapat surat tagihan merangsang kesadaran Wajib Pajak untuk
dengan jumlah tagihan yang sangat besar. lebih berani melaporkan tindakan ataupun
Namun fiskus menyarankan kepada kami perilaku aparat pajak yang tidak taat dan
agar tagihan yang dibayar tidak terlalu berani melaporkan Wajib Pajak yang nakal.
banyak, oknum aparat pajak menawarkan Untuk membangun akuntabilitas publik
jasa untuk mengurus semua itu dengan dalam upaya membudayakan kesadaran
syarat sebagian untuk oknum aparat pajak. Wajib Pajak yang taat, harus dimulai dari
Apabila jumlah tagihan yang harus kesadaran petugas/pegawai kantor pajak
dibayarkan lebih banyak masuk ke kas yang bekerja bersih dan jujur, serta
negara Wajib Pajak setuju dengan negosiasi memberikan pelayanan yang baik dan
tersebut dan apabila ternyata jumlah benar.
tagihan yang harus dibayar adalah lebih
banyak masuk kekantong oknum aparat Fungsi pelayanan
pajak, Wajib Pajak tidak sepakat dengan Pelayanan yang diberikan Fiskus
negosiasi tersebut”. kepada Wajib Pajak diharapkan bisa men-
Dengan adanya sistem yang berlaku ciptakan kenyamanan dan kemudahan bagi
saat ini yaitu self assessment system tidak Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan perpajakannya. Pelayanan yang dilakukan
karena Fiskus sendiri melaksanakan sistem oleh Fiskus antara lain dengan terus

116
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

mengembangkan administrasi perpajakan pembayaran pajak (e-payment), pelaporan


modern dan teknologi informasi di berbagai pajak (e-reporting, e-SPT), pemberkasan
aspek kegiatan, mulai dari pendaftaran diri dokumen pajak (e-filing), maupun
sebagai Wajib Pajak melalui e-registrasion, konsultasi (e-consulting), dan sebagainya.
Tabel 13: Persepsi Wajib Pajak tentang Pelayanan Pajak
N Persentase
KENYAMANAN DI KANTOR PAJAK
Nyaman 7 12,5
Tidak 49 87,5
KUNJUNGAN KE KPP
Sering 35 62,5
Tidak 21 37,5
PERMINTAAN PETUNJUK
Pernah 32 57,1
Tidak 24 42,9
Sumber: Data Primer, 2005

Dari Tabel 13 di atas sebanyak 87,5 merasa jenuh ataupun bosan karena
persen Wajib Pajak merasa tidak nyaman pelayanannya bagus.
bila datang ke KPP, karena Wajib Pajak Sebagai ringkasan pembahasan,
memiliki persepsi yang kurang baik dapat dikatakan bahwa fungsi menghitung
mengenai Fiskus. Sebanyak 62,5 persen ternyata belum dijalankan secara maksimal
Wajib Pajak menyatakan bahwa mereka oleh Wajib Pajak, karena masih ada fungsi
sering datang ke KPP, mereka yang sering penghitungan yang dilakukan oleh Fiskus.
datang ke KPP adalah Wajib Pajak yang Begitu juga fungsi melapor belum bisa
fungsi penghitungannya dilakukan oleh berjalan sesuai dengan yang diharapkan,
Fiskus. Selain untuk melaporkan Surat karena Wajib Pajak melaporkan SPT bukan
Pemberitahuan tujuan Wajib Pajak datang karena kesadaran sebagai Wajib Pajak
ke KPP adalah untuk mengetahui berapa tetapi ada sebagian kecil karena adanya
besarnya pajak terutang dan untuk mem- denda. Sedangkan Fungsi membayar sudah
bayar pajak terutangnya. dilaksanakan oleh Wajib Pajak.
Berdasarkan gambaran di atas dapat Fungsi penyuluhan belum berjalan
disimpulkan bahwa pelayanan yang diberi- dengan baik, hal ini disebabkan informasi
kan oleh aparat pajak kepada Wajib Pajak penyuluhan yang tidak merata dan
kurang baik. Meskipun pelayanan terus kesadaran Wajib Pajak yang enggan
ditingkatkan, wajib Pajak belum mengikuti penyuluhan karena
sepenuhnya bisa merasakan pelayanan yang kesibukannya. Fungsi pengawasan juga
diberikan oleh aparat pajak. Dengan tidak jauh berbeda, karena terbukti oknum
demikian aparat pajak harus terus aparat pajak melakukan pengawasan secara
meningkatkan upayanya untuk memberikan berlebihan. Sedangkan fungsi pelayanan
pelayanan yang lebih baik, misalkan menunjukkan bahwa Wajib Pajak enggan
merekrut pegawai yang profesional yang untuk bertanya atau mencari tahu ke Kantor
mempunyai daya tarik sehingga Wajib Pelayanan Pajak yang merupakan bagian
Pajak bila datang ke Kantor Pajak tidak dari fungsi pelayanan, karena Wajib Pajak

134
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

memiliki persepsi yang kurang baik melapor bukan karena kesadaran mereka
terhadap Fiskus. sendiri tetapi karena adanya denda.
Berdasarkan pembahasan tersebut Dilihat dari fungsi Fiskus, ternyata
diatas dapat dikatakan bahwa self assessment system di Bangkalan juga
pemberdayaan Wajib Pajak yang belum terlaksana dengan baik. Hal ini
merupakan salah satu tujuan self dibuktikan dengan informasi tentang
assessment system belum tercapai dengan penyuluhan yang tidak merata. Selain itu
baik. Usaha untuk meningkatkan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh
kepercayaan masyarakat terhadap aparat Fiskus sulit diukur dari persepsi Wajib
pajak, harus dibuktikan dengan Pajak, karena dalam melakukan
memberikan kepercayaan sepenuhnya pengawasan Fiskus melakukan fungsinya
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, secara berlebihan. Sedangkan pada fungsi
membayar dan melaporkan pajak terutang pelayanan, ternyata mereka yang sering
sebagai pelaksanaan self assessment system. datang ke KPP adalah Wajib Pajak yang
Sementara Fiskus juga harus menjalan fungsi penghitungannya dilakukan oleh
fungsinya untuk melakukan penyuluhan, Fiskus.
pelayanan dan pembinaan secara merata. Implementasi temuan penelitian ini
Fiskus juga harus bersikap ramah, tidak akan membantu bagi pengembangan
arogan dan harus menempatkan kesetaraan perpajakan khususnya teori self assessment
dirinya dengan Wajib Pajak dalam konteks system. Damayanti (2004) menunjukkan
mitra kerja. Yang tidak kalah penting bahwa self assessment system untuk Wajib
adalah jaminan bahwa pajak yang Pajak Badan di Salatiga belum berjalan
dibayarkan masuk ke kas negara, sehingga dengan baik. Hasil penenelitian akan
akan mendorong masyarakat Wajib Pajak mendorong terus dilakukannya reformasi
untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. sistem administrasi perpajakan dengan
Dengan demikian pajak yang merupakan melibatkan para akademisi yang peduli di
sumber terbesar pemasukan Negara benar- bidang perpajakan. Adanya landasan teori
benar bisa diandalkan. self assessment system yang sehat
diharapkan akan terjadi praktek perpajakan
SIMPULAN yang sehat pula.
Berdasarkan pembahasan di atas Implikasi penelitian ini bagi dunia
dapat diambil simpulan bahwa self assesse- praktek: Pertama, penelitian ini bermanfaat
ment system di Bangkalan belum terlaksana bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam
dengan baik. Karena Wajib Pajak masih mengembangkan sistem administrasi per-
banyak yang tidak menghitung sendiri pajakan yang efisien. Kedua, informasi ten-
pajak terutangnya meskipun dalam fungsi tang rumitnya penghitungan pajak terutang
membayar sudah baik karena Wajib Pajak akan membantu DJP untuk membuat
telah menyetorkan pajak terutangnya Undang-undang yang menyederhanakan
sebelum jatuh tempo, tetapi ada Wajib cara penghitungan pajak terutang. Ketiga,
Pajak yang membayar pajak terutang tidak fungsi melapor yang ternyata disebabkan
sesuai dengan penghitungannya. Untuk Wajib Pajak takut kena denda merupakan
fungsi melapor Wajib Pajak sudah masukan bagi DJP untuk lebih intensif
melaksanakan fungsinya, namun mereka dalam menyadarkan Wajib Pajak untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya.

118
Anlisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksanaan … (Tarjo & Indra Kusumawati)

Keempat, fungsi penyuluhan yang kurang Undang-undang Republik


merata akan memberikan masukan bagi Indonesia No. 16 Tahun 2000.
DJP untuk lebih intensif dalam melakukan
_______. (1983). Undang-undang Republik
sosialisasi peraturan perpajakan. Keenam,
Indonesia No. 7 Tahun 1983, Ten-
fungsi pengawasan yang berlebihan yang
tang Pajak Penghasilan sebagai-
dilakukan oleh oknum aparat pajak bisa
mana telah diubah dengan
digunakan oleh DJP untuk menindak para
Undang-undang Republik Indo-
stafnya. Dan kalau memang melanggar,
nesia No. 17 Tahun 2000.
harus benar-benar dikenakan sanksi.
Ketujuh, fungsi pelayanan yang kurang baik Jackson, B., Millirion, V. and D. Toy.
akan dijadikan pendorong bagi untuk lebih (1986). “Tax compliance research,
meningkatkan pelayanan secara profesional. finding, problems and prospects”.
Ada beberapa keterbatasan dalam Journal of Accounting Literature,
penelitian ini antara lain: (1) Sampel yang pp. 125-166.
didapat kurang meluas karena hanya pada
Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur
Wajib Pajak yang kebetulan di temui oleh
Negara (KEPMENPAN) Nomor 63
peneliti. (2) Ruang lingkup penelitian yang
Tahun 2003 tentang Pedoman
hanya di wilayah Bangkalan sehingga hasil
Umum Pelayanan Publik.
penelitian yang didapat sulit digeneralisasi-
kan. (3) Dalam penelitian ini tidak Kiryanto. (1999). “Pengaruh Penerapan
diadakan verifikasi jawaban kuisioner Struktur Pengendalian Intern ter-
responden tentang kepatuhan Wajib Pajak hadap Kepatuhan Wajib Pajak
dengan data yang ada di Kantor Pelayanan Badan dalam Memenuhi Ke-
Pajak (KPP). Peneliti selanjutnya agar wajiban Pajak Penghasilannya”.
memperluas sampel supaya hasilnya bisa Simposium Nasional Akuntansi,
digeneralisasi. SNA II: 1-13.
Mardiasmo. (2003). Perpajakan.
REFERENSI
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Damayanti, T. W. (2004). “Pelaksanaan
Self Assesment System menurut Milliron, V. A. (1988). Conseptual model
Persepsi Wajib Pajak (Studi pada of factor influencing tax preparers
Wajib Pajak Badan Salatiga)”. Aggresiveness, in Shane Moriarity
Jurnal Ekonomi dan Bisnis (Dian and Julie H. Collins, eds., Con-
Ekonomi) Vol. X No. 1, Maret, pp. temporary Tax Research, pp. 1-15.
109-128.
Novianti, L. (1997). Penerapan System Self
Direktorat Jenderal Pajak. (1983). Undang- Assessment Terhadap Pemungutan
undang Republik Indonesia No. 6 PPh Orang Pribadi, Suatu
Tahun 1983, Tentang Ketentuan Tinjauan Pelaksanaan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Pemungutan PPh Orang Pribadi
sebagaimana telah diubah dengan Pada Pemilik Rumah Kost. Skripsi
Undang-undang Republik Fakultas Hukum UNAIR Surabaya.
Indonesia No. 9 Tahun 1994,
Pramastuti, R. (2003). Persepsi Wajib
selanjutnya diubah dengan
Pajak Terhadap Pemeriksaan

119
JAAI VOLUME 10 NO. 1, JUNI 2006: 101 – 120

Pajak Penghasilan Perorangan di Sugiyono. (2003). Metode Penelitian


Kantor Pelayanan Pajak X. Skripsi Bisnis. Bandung: Penerbit JF Alfa
Fakultas Ekonomi, UNAIR Beta, Tajuk Rencana, 4 Agustus.
Surabaya.
Tarjo dan Sawarjuwono, T (2005). “Keper-
Sadhani, D. (2004). “Peran serta Akuntan cayaan Wajib Pajak terhadap
dalam meningkatkan kepatuhan Fiskus, Kesadaran Wajib Pajak ter-
Wajib Pajak”. Makalah hadap Pentingnya Membayar
disampaikan pada Konggres Pajak, Rekayasa Akuntansi, dan
Nasional Ikatan Akuntan Indonesia Kepatuhan Wajib Pajak”. Jurnal
V. Yogyakarta, 12-13 Desember Manajemen, Akuntansi dan Bisnis.
2004. Fakultas Ekonomi, Universitas
Widya Gama, Malang, Volume 3,
Sofyan, S. (2003). “Sistem Penetapan Pajak
Nomor 2, Agustus 2005, Hal. 119-
(Dalam Kerangka Mencari Sistem
136.
Yang Kondusif)”. Jurnal
Perpajakan Indonesia. Vol 3, Hal Zain, M. (2003). Manajemen Perpajakan.
28-34. Jakarta: Penerbit PT. Salemba
Empat.

120

Vous aimerez peut-être aussi