Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
AUTOIMUNITAS
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh
mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-telorance sel B, sel T atau
keduanya.1
Secara normal sel T yang belum matang yang dapat ditemukan dimanapun akan
mengalami delesi klonal di timus, Sedangkan sel T yang matang berada dalam keadaan inaktif
klonal (anergi) hal ini dikarenakan sel di jaringan tidak memberikan sinyal kostimulasi. Sel T
Spesifik autoantigen pada keadaan tertentu tidak teraktivasi , meskipun dapat mengenali
(immunological ignorance).2
Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang
ditimbulkan oleh respon autoimun. Perbedaan tersebut adalah penting, oleh karena respon imun
dapat terjadi tanpa disertai penyakit atau penyakit yang ditimbulkan oleh mekanisme lain (seperti
infeksi).1,2
Dalam populasi, sekitar 3,5% orang menderita penyakit autoimun, 94% dari jumlah
tersebut berupa penyakit Grave (hipertiroidism), diabetes melitus tipe I, anemia pernisiosa,
artritis reumatoid, tiroiditis, vitiligo, sklerosis multipel dan Lupus Eritematus Sistemik (LES).
Penyakit lebih banyak ditemukan pada wanita (2,7 x dibanding pria), diduga karena peran
hormon. Lupus Eritematus Sistemik mengenai wanita 10 kali lebih sering dibanding pria.
1
I.1 KRITERIA AUTOIMUN
2
II. PENYEBAB AUTOIMUN
Penyebab dari autoimun tidak sepenuhnya jelas, tetapi pembentukan autoantibodi dan
aktivasi sel T didasarkan oleh mekanisme yang sama dengan yang berkerja pada reaksi imun
terhadap benda asing
Adapun penyebab penyakit autoimun diantaranya : 2
A. Predisposisi genetik
Genetik memegang peranan penting untuk penyakit autoimun. Peranan gen suseptibilitas.
Meskipun penyakit autoimun yang multipel sangat berkaitan dengan alel HLA yang spesifik ,
tetapi ekspresi molekul HLA tertentu tidak dengan sendirinya menjadi penyebab autoimunitas.
Defek pada jalur yang secara normal akan mengatur toleransi sentral atau perifer juga ikut
terlibat; jadi, defek pada jalur faal-faal atau molekul meolekul lain yang terlibat dalam proses
kematian yang ditimbulkan oleh aktivasi dapat mencegah apoptosis sel T autoreaktif.
Perkembangan sel T regulator yang cacat atau ekspresi antigen sendiri yang cacat oleh epitelium
kelenjar timus juga merupakan jalur yang dapat dipintas toleransi. Sebagian besar penyakit
autoimun pada manusia memiliki pola suseptibilitas/kerentanan yang kompleks,multigenik dan
tidak dapat dikaitkan hanya dengan mutasi gen yang tunggal.
B. Pengaruh hormon
Studi epidemiologi menemukan bahwa wanita lebih cenderung menderita penyakit
autoimun dibandingkan pria. Wanita pada umumnya juga memproduksi lebih banyak antibodi
dibanding pria yang biasanya merupakan respon proinflamasi Th1. Kehamilan sering disertai
dengan memburuknya penyakit terutama artritis rheumatik dan relaps sering terjadi setelah
melahirkan. Pengangkatan ovarium mencegah awitan autoimunitas spontan pada hewan
(terutama SLE) dan pemberian estrogen mempercepat awitan penyakit. Hormon hipofise,
prolaktin menunjukkan efek stimulator terutama terhdap sel T. Kadar prolaktin yang timbul tiba-
tiba setelah kehamilan berhubungan dengan kecenderungan terjadinya penyakit autoimun seperti
Rheumatoid Arthritis.
C. Infeksi
Infeksi sebagai penyebab autoimun sangat banyak diketahui, namun proses secara pasti
masih belum diketahui. Pembahasan untuk infeksi sebagai penyebab autoimun akan dibahas
pada bab khusus pada referat ini.
D. Obat
Banyak obat berhubungan dengan efek samping berupa idiosinkrasi dan patogenesisnya
terjadi melalui komponen autoimun (Gambar 1). Konsep autoimun melibatkan 2 komponen
yaitu respon imun tubuh berupa respon autoagresif dan antigen. Hal yang akhir sulit untuk
dibuktikan pada banyak autoimunitas oleh obat. Contoh-contoh sindrom autoimun yang diduga
ditimbulkan obat terlihat pada tabel 3. Antibodi menghilang bila obat dihentikan.
3
Gambar 1. Skema pembentukan autoantibodi
Gejala/Penyakit Obat
Glomerulonefritis D-penisilamin
E. Radiasi UV
Pajanan dengan radiasi ultraviolet (biasanya sinar matahari) diketahui merupakan pemicu
inflamasi kulit dan kadang pemicu SLE. Radiasi UV dapat menimbulkan modifikasi struktur
radikal bebas self antigen yang meningkatkan imunogenitas.
4
F. Oksigen radikal bebas
Bentuk lain dari kerusakan fisik dapat mengubah imunogenitas self antigen terutama
kerusakan self molekul oleh radikal bebas oksigen yang menimbulkan sebagian proses inflamasi.
Pemicu lainnya adalah stres psikologi dan faktor makanan.
G. Logam
Berbagai logam seperti Zn, Cu, Cr, Pb, Cd, Pt, Perak dan metaloid (silikon) diduga dapat
menimbulkan efek terhadap sistem imun, baik in vitro maupun in vivo dan kadang serupa
autoimmunitas. Salah satu bentuk yang sudah banyak diteliti antara lain adalah reaksi terhadap
silikon. Silikon adalah kristal non metal, elemen ringan dan bentuk dioksidnya disebut silika.
Pajanan inhalasi debu silikon yang berhubungan dengan pekerjaan dapat menimbulkan penyakit
yang disebut silikosis. Respon imun yang terjadi dapat berupa produksi ANA, RF dan beberapa
karyawan menunjukkan gejala serupa skleroderma dengan endapan kompleks imun di
glomerulus dan glomerulosklerosis lokal. Penderita dengan silikosis menunjukkan kadar antibodi
terhadap kolagen tipe I dan III. Bentuk fulminan silikosis dikenal sebagai silikoproteinosis
ditandai oleh peningkatan ANA dan glomerulonefritis kresentik yang progrsif cepat. Meskipun
banyak dugaan keterlibatan logam dalam autoimunitas , namun masih banyak penelitian yang
harus dilakukan terhadap keterlibatan logam dalam autoimunitas.
Pada hewan dilaporkan : Litium menimbulkan penyakit tiroid autoimun; merkuri
menimbulkan penyakit ginjal autoimun, artritis dan vaskulitis.
Tabel 4. Berbagai logam yang berhubungan dengan autoimunitas pada manusia
5
H. Kesalahan pengaturan sistem imun
T -helper yang mengendalikan imunitas seluler maupun humoral, sehingga toleransi T-
helper dianggap sangat penting bagi pencegahan penyakit autoimun. Ada lebih dari satu jalur
yang memungkinkan toleransi dapat dipintas dan semua jalur tersebut meliputi kombinasi gen
suseptibilitas serta adanya pemicu dari lingkungan (khususnya infeksi).
6
III. PATOFISIOLOGI AUTOIMUN
Ada beberapa patofisiologi terjadinya autoimun, diantaranya:3
1. Pelepasan Ag yang terasing
Pada keadaan normal, alveolar tidak terekspose untuk sistem imun. Adanya asap rokok
yang dapat merusak alveoli, menyebabkan kolagen yang terkespose. Kolagen yang terekspose
tadi akan membentuk anti kolagen antigen yang dapat merusak alveoli dan jaringan ginjal.
Anti-sperm Ab yang diproduksi pada beberapa pria yang telah dilakukan vasectomy. Juga
merupakan suatu proses autoimun.
2. Stimulasi imun
Mikroba dapat mengaktifkan APC untuk mengekspresikan kostimulator, dan ketika APC
ini muncul sebagai self antigen sehingga Self reactive Tcells menjadi aktif melebihi toleransi
yang ada, sehingga menyebabkan autoimunitas pada jaringan manusia.
7
3. Molecular mimicry
Beberapa antigen mikroba mempunyai reaksi silang terhadap self antigen (Molecular
mimicry). Hal ini menyebabkan respon kekebalan yang dicetuskan oleh mikroba yang dapat
mengaktifkan sel T spesifik untuk self antigen.
8
4. Faktor genetik
Beberapa genetik dengan alel MHC spesifik sangat rentan terhadap terjadinya proses
autoimun. Diabetes Tipe 1 salah satu contoh proses autoimun yang terjadi pada alel MHC
spesifik. Berawal dari sel B yang mempunyai alel MHC spesifik memproses sel antigen dengan
antigen fragmen yang tampak pada MHC II. Fragmen Dengan adanya presentasi antigen pada T
sel4-7 akan menyebabkan B cell antigen berikatan dengan T-cell receptor (TCR) dan hal ini akan
menyebabkan perangsangan signal pada T cell4-6. Karena aktifasi T cell sehingga terjadinya
produksi sitokin inflamasi yang kemudian mengaktifasi makrofag4-6.
9
IV. INFEKSI SEBAGAI TRIGGER
Sampai saat ini belum diketahui apa faktor yang dapat mencetuskan atau mengawali
penyakit autoimun. Pada suatu hipotesis dipikirkan adanya faktor genetik (alel MHC,
mutasi gen sitokin atau apoptosis molekuler) dan infeksi. Hipotesis tentang infeksi
sebagai faktor pencetus penyakit autoimun timbul akibat adanya peranan primer pada
sistem imun yaitu ada pertahanan dan proteksi tubuh terhadap agen eksogen yang
biasanya adalah infeksi. Peranan sistem imun ini adalah timbulnya sel B atau T yang
10
autoreaktif sehingga dapat menggiring ke arah penyakit autoimun. Hubungan antara
infeksi dan penyakit autoimun telah lama diketahui namun mekanisme molekuler dan
selulernya belum diketahui secara pasti. 1,7
11
presentasi antigen yang normal sehingga menyebabkan terpaparnya antigen tubuh sendiri
terhadap sel T yang teraktivasi. Adanya super antigen ini memang harus dibuktikan dengan
adanya bukti infeksi melalui pemeriksaan mikrobiologi, serologis atau isolasi material
genetik dari patogen. Walaupun demikian peranan super antigen ini sebenarnya juga belum
jelas, namun dari beberapa penelitian didapatkan beberapa bukti yang mengarah kepada
peranan super antigen. 7
Pembentukan limfosit T terjadi di thymus. Selama proses (proses pusat) ini
berlangsung, limfosit T yang bereaksi terhadap antigen tubuh sendiri dihilangkan. Selain
proses di pusat, terjadi juga proses di perifer. Namun dalam proses ini ada juga limfosit T
yang tidak dihilangkan dan terdapat di perifer. Hal ini terjadi karena antigen sendiri ini
(disebut juga antigen cryptic atau subdominan) belum dipresentasikan secara sesuai untuk
menginduksi toleransi. Pada beberapa infeksi, terjadi kerusakan jaringan dan kematian sel,
dimana cryptic antigen ini menjadi terpapar dan dapat dikenali oleh limfosit T. Yang
belum diketahui yaitu bagaimana cryptic antigen ini dapat bersifat imunogenik sehingga
dapat mengaktifkan limfosit dan memulai suatu respon imun. Mekanisme yang serupa juga
dapat dialami oleh non cryptic antigen, yang dapat terjadi akibat kerusakan sel, kematian
sel, stres oksidatif dan produksi radikal bebas yang terjadi pada infeksi. 7
Mekanisme lain yang dapat terjadi yaitu adanya peningkatan ekspresi molekul
MHC class I atau II, peningkatan proses dan presentasi antigen tubuh sendiri, pelepasan
sitokin melalui aktifasi imun, aktifasi limfosit langsung oleh limfotropik virus, dan
perubahan fungsi limfosit dan makrofag. 7
12
Berbagai virus berhubungan dengan berbagai penyakit autoimun yang mengenai sendi.
Virus adeni dan Coxsackie A9, B2, B4, B6 sering berhubungan dengan poliartritis,
pleuritis , mialgia, ruam kulit, faringitis, miokarditis dan leukositosis. Respons autoimun
terhadap virus Hepatitis C (HCV) adalah multifaktorial. Resolusi HCV terjadi pada
penderita dengan respon antibodi yang cepat dan infeksi cenderung menjadi kronis pada
penderita dengan respons antibodi yang lambat. Sekitar 10%-30% penderita dengan HCV
kronis disertai kadar rendah ANA dan 60-80% disertai RF. ACA ditemukan pada 22%
penderita HCV dan berbagai antibodi lainnya telah juga ditemukan. (Tabel 6.)
Krioglobulin
Faktor Reumatoid
Antibodi antinuclear
Antibodi antikardiolipin
Antibodi antitiroid
Beberapa penyakit autoimun yang ditimbulkan bakteri adalah demam reumatik paska
infeksi streptokok yang disebabkan oleh antibodi terhadap streptokok yang diikat jantung
dan menimbulkan miokarditis. Homologi juga ditemukan antara antigen protein jantung
dan antigen Klamidia Tripanozoma cruzi.
Keduanya berhubungan dengan miokarditis. Demam reumatik adalah gejala sisa
nonsupuratif penyakit Streptokok A, biasanya berupa faringitis dengan manifestasi 2-4
minggu pasca infeksi akut. Ada tiga gejala utama yaitu artritis (tersering), karditis dan
korea (gerakan tidak terkontrol, tidak teratur dari otot muka,lengan dan tungkai) yang
dapat disertai gejala kulit berupa ruam tidak sakit dan nodul subkutan. Gejala-gejala
tersebut biasanya timbul pada penderita yang menunjukkan beberapa gambaran klinis
utama dan jarang terjadi sendiri. Pada pemeriksaan imunologik ditemukan antibodi yang
beraksi dengan protein M dari mikroba penyebab. Antigen streptokok tersebut memiliki
epitop yang mirip dengan jaringan miokard jantung manusia dan antibodi terhadap
streptokok akan menyerang jantung (jaringan,katup). Pada pemeriksaan biopsi katup
jantung ditemukan infiltrasi sel plasma, endapan antibodi dan protein komplemen
13
jaringan. Antibodi terhadap antigen streptokok bereaksi silang dengan antigen otot
jantung dan menimbulkan kerusakan dan penyakit demam rematik. Penyakit menghilang
bila bakteri dieliminasi dan tidak terjadi produksi antibodi.
Infeksi saluran cerna oleh Salmonela, Sigela atau Kampilobakter dan saluran kencing
oleh Klamidia trakomatis atau Ureaplasmaurealitikum dapat memacu sindrom Reiter
yang berupa triad uretritis, artritis dan uveitis. Inflamasi insersi tendon dan ligamen pada
tulang merupakan ciri sindrom Reiter dan artritis reaktif. Penderita dengan artritis perifer
asimetris, sakit tumit dan tendon akiles dapat merupakan ciri utama. Sel-sel inflamasi
ditemukan dalam cairan sinovia.
Biasanya terjadi pada orang dewasa usia antara 18 tahun sampai dengan 33
Tahun. Infeksi streptokok ditemukan pada 28%, Klamidia 1.5% dan pada satu kasus
masing-masing ditemukan infeksi spesies mikoplasma, yersinia, HBV dan Tuberkulosis.
Klinis berupa nodul terutama pada ekstremitas bawah di permukaan ekstensor, namun
lesi dapat pula ditemukan di kaki atau lengan bawah. Dapat pula ditemukan sindrom
Lofgren yang terdiri atas eritema nodosum limfadenopati hilus bilateral dan poliartritis
terutama dipergelangan kaki seperti halnya juga terlihat pada sarkoidosis.
Tabel 7. Kemiripan molekul homolog antara mikroba dan komponen tubuh yang
dianggap menimbulkan reaksi silang
14
Bakteri
Sigela fleksneri artritogenik HLA-B27
Nitrogenase Klebsiela HLA-B27
Urease Proteus mirabilis HLA-DR4
65 kDa hsp M. tuberkulosis Sendi (artritis ajuvan)
Virus
Koksaki B Miokard
Koksaki B Dekarboksilase asam
glutamat
EBV gp 110
(DNAJ hsp E. coli) RA dengan epitop sel T
Oktamer HBV Dw4
RNA U-1
VI. KESIMPULAN
Penyakit autoimun merupakan penyakit yang timbul karena respon imun terhadap antigen
jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk
mempertahankan self-telorance sel B, sel T atau keduanya.
15
Banyak penyebab terjadinya autoimunitas salah satunya adalah infeksi. Berbagai macam
infeksi diantaranya bakterial dan virus. Infeksi memegang peranan besar hampir sebagian besar
penyakit autoimun.
1. Utama Hendra. Autoimunitas dalam Imunologi Dasar. Balai Penerbit FK UI. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta . Edisi ke-8, Tahun 2009. Halaman 120-126
2. S.Lilly, Penyakit autoimun dalam Patofisiologi Penyakit, Penerbit ECG, Jakarta, Edisi,
Halaman 213
16
3. Abbas, Abul K.Cellular and molecular immunology. Shiv PilIai.-6th ed. Page 419-440
4. Silverman GJ et al. Arthritis Res Ther. 2003;5(suppl 4):S1-S6.
5. Dale DC et al. WebMD Scientific American Medicine. Chapter 6. WebMD Professional
Publishing; 2002.Hal 173
6. Klippel JH et al. Primer on the Rheumatic Diseases. 12th ed. Chapter 9. Arthritis
Foundation; 2001.
7. Samarkos M, Vaiopoulos G. The role of infections in the pathogenesis of autoimmune
diseases. Current drug targets- Inflammation and allergy, 2005;4:99-103.
17