Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ANALGETIK
DISUSUN OLEH:
IQBAL N. M ( 1040911072 )
MILAM CAHYANTI ( 1040911096 )
MUALIFAH RIFIANI ( 1040911098 )
MUTMAINAH. H ( 1040911100 )
NUR ROCHMAWATI ( 1040911112 )
A. Tujuan
Mengenal, mempraktekan dan membandingkan daya analgetik
asetosal dan parasetamol menggunakan metode rangsang kimia.
B. Dasar Teori
Analgetika adalah obat-obatan/zat-zat yang mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri
termasuk demam merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi dan
memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh
seperti infeksi kuman, kejang-kejang otot, peredaran (rematik, encok) dan
lain-lain.
Sebab-sebab rasa nyeri adalah rangsangan mekanis atau kimia (kalor
atau listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan
dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri (perantara).
Mediator ini merangsang reseptor nyeri yang terletak di ujung saraf bebas
dari kuit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari sini rangsangan di rasakan
sebagai nyeri mediator-mediator nyeri yang penting adalah histamin,
senotonin, plasmakinin-plasmakinin (antralain bradikinin) dan protaglandin
dan ion-ion kalium. Zat ini dapat mengakibatkan reaksi radang, kejang-
kejang obat dan mengaktifkan reseptor nyeri. Prostaglandin dan plasmakinin
juga dapat berkhasiat vasodilator kuat, mengakibatkan radang dan udema.
(Depkes RI, 1994)
Analgetik dibagi dalam dua kelompok utama yaitu lemah atau ringan
dan analgesik kuat. Analgetik lemah mempengaruhi produksi substransi
penyebab nyeri pada tempat luka, dan meliputi aspirin dan salisilat,
parasetamol, NSAID (non-steroidal anti-inflammatory drugs) dan opiat
lemah (kodein dan dekstropropoksifen)
(Tambayong, 2007. Hal 124)
Penggolongan analgetika.
Analgetika dapat dibagi dalam dua golongan besar.
1. Analgetika narkotika disebut juga analgetika sentral.
Memiliki daya penghalang nyeri yang kuat sekali, mengurangi kesadaran
(mengantuk) dan memberikan perasaan nyaman (euphoria). Dapat juga
menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi), ketergantungan fisik dan
psikis (adiksi) dan gejala-gejala diatas maka pemakaian obat-obat ini di
awasi dengan seksama oleh DEPKES dan dimasukkan ke dalam undang-
undang obat bius (narkotika).
Secara kimia obat-obat ini dibagi dalam kelompok-kelompok:
a) Alkaloida candu alamiah: morfin dn kodein.
b) Sintesis: heroin, hidromorgan, dionin, hidrokodon.
c) Pengganti morfin:
o Petidin dan turunannya: fentanil, sufentanil.
o Fenantren dan turunannya: levorfanol, pentazosin.
o Metadon dan turunannya: dekstromoramido, d-propoksifen,
bezitramida dan lain-lain.
Petazosin tidak termasuk undang-undang narkotika, karena bahaya
habituasi dan adiksinya ringan.
2. Analgetika non narkotika (analgetika perifer).
Obat-obat ini dinamakan analgetika perifer karena tidak mempengaruhi
susunan saraf sentral, tidak menurunkan kesadaran dan tidak
mengakibatkan ketagihan.
Penggolongan obat analgetika non narkotika:
a. Salisilat-salisilat, misal: asetosal, salisilamida dan natrii salisilat.
b. Derivat para amino penol, misal: penacetin asetaminofen.
c. Derivat pirazolon, misal: antipirin, aminofenazon, dipiron,
fenilbutazon dan turunan-turunannya.
d. Derivat antranilat, misal: glafenin, asam mefenaminat.
(Depkes RI, 1994)
C. ALAT dan BAHAN
ALAT
Spuit injeksi 1ml
Jarum oral
Bekerglass 100ml
Stopwatch
BAHAN
Larutan CMC Na 0,5 %
Suspensi Asetosal 1% dalam CMC Na 0,5 %
Suspensi Paracetamol 1% dalam CMC Na 0,5 %
Suspensi Ibuprofen 0,5 % dalam CMC Na 0,5 %
Supensi Codein dalam CMC Na 0,5 %
Larutan steril Asam Asetat 1%
Mencit
D. SKEMA KERJA
Koreksi kadar
Berat codein = 81,5 mg 10ml
81,5 mg =X x 106,7 mg
10
X=7,497 mg/ml.
Berat mencit ( TARRA = 66,5 )
1. 13,87 g
2. 25,3 g
3. 23,43 g
4. 23,52 g
5. 14,23 g
2. Asetosal
X = 76,5
Sd = 61,39
Range = 15,11-137,89
3. Parasetamol
X = 101,4
Sd = 60,98
Range = 40,42-162,38
4. Kodein
X = 89
Sd = 19,9
Range = 69,1-108,9
5. Kontrol
X = 226
Sd = 89,73
Range = 315,73
P
100−( X 100)
Perhitungan 5 daya analgesik = K
x̄ kontrol=226
I. Ibuprofen
86
100−( x100 )=61 , 95 %
a. % = 226
82
100−( x 100 )=63 , 72 %
b. % = 226
82
100−( x 100 )=63 , 72 %
c. % = 226
II. Asetosal
71
100−( x 100 )=68 , 58 %
a. % = 226
172
100−( x 100 )=23 ,89 %
b. % = 226
155
100−( x 100 )=31 , 42 %
c. % = 226
III. Paracetamol
89
100−( x 100 )=60 , 62 %
a. % = 226
122
100−( x 100 )=46 ,02 %
b. % = 226
130
100−( x 100 )=42 , 48 %
c. % = 226
% rata-rata paracetamol = 49,71%
IV. Codein
91
100−( x 100 )=59 , 73 %
a. % = 226
86
100−( x100 )=61 , 95 %
b. % = 226
89
100−( x 100 )=60 , 62 %
c. % = 226
2
( ∑ xT )
2 2 644,72
∑ x T −
a. ∑ x 2T = N = 36896,88- 12 = 2260,3725
189 ,39 2 123 , 892 149, 122 182, 32 644 ,7 2
+ + + −
b. ∑ x 2b = 3 3 3 3 12 = 925,9487
c. ∑x 2
w= ∑x 2
T- ∑x 2
b = 2260,3725-925,9487 = 1334, 4238
k-1=3
N-k = 8 4,07
F hit < F tab artinya pada kelompok ini tidak ada perbedaan yang signifikan. Maka
tidak perlu dilakukan uji pasca anava.
F. PEMBAHASAN
Analgesik merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan
untuk mengurangi rasa nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan
kimiawi, mekanis dan fisik pada tubuh). Dengan mekanisme nyeri,
terlepasnya mediator nyeri seperti prostaglandin dan brodikinin pada jaringn
yang rusak, akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer kemudian
diteruskan ke otak oleh saraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan
thalamus.
Pada percobaan ini digunakan obat analgetik narkotik (kodein) dan
analgetik non narkotik ( asetosal, ibuprofen dan parasetamol).
Asetosal
Asetosal merupakan ester salisilat dari asam C9H804. Mekanisme kerja
aspirin yaitu hambatan siklooksigenase irreversibel dengan jalan
asetilasi pada pusat aktif. Aspirin mempunyai waktu paruh 15 menit
dan eliminasinya melalui ginjal (bergantung ada pH).
Ibuprofen
Mekanisme kerjanya ibuprofen yaitu inhibisi reversibel
siklooksigenase dengan waktu paruh 2 jam dan obat di eliminasi
melalui ginjal
Parasetamol
Mekanisme kerja parasetamol yaitu inhibisi non kompetitif
siklooksigenase dengan menangkap oksigen reaktif dan radikal
hidroperoksid (penangkap radikal) yang diperlukan untk aktivasi
dengan waktu paruh
Codein
Codein empunyai efek analgetik lebih rendah dibanding morfin, tidak
menimbulkan depresan pernafasan dengan waktu paru 2-4 jam.
Pada percobaan bahan obat diberikan secara peroral terlebih
dahulu kemudian diinjeksi secara intra peritoneal dengan asam asetat.
Tujuan pemberian obat secara peroral agar ketika diberi rangsangan nyeri
obat yang diamati sudah mengalami fase absorbsi sehingga kemampuan
merintangi dan mengurangi rasa nyeri dapat langsung diamati.
Percobaan ini digunakan larutan steril asam asetat 2% sebagai
stimulan nyeri. Sebelum digunakan untuk percobaan asam asetat disterilkan.
Tujuan dari sterilisasi adalah untuk menghilangkan mikroba-mikroba dan
bakteri pirogen yang terdapat dalam asam asetat. pH tubuh dengan pH asam
asetat berbeda yang mengakibatkan sel-sel tubuh akan mengalami suatu
reaksi dimana sel / jaringan tubuh akan mengalami kerusakan sehingga
merangsang mediator-mediator nyeri dan tubuh akan merasakan sakit . Sifat
asam asetat yang asam akan menyebabkan luka pada mukosa lambung
mencit yang kosong, karena dipuasakan.
Dilihat dari geliatnya kelompok mencit yang dibuat kontrol jumlah
geliatnya lebih banyak daripada kelompok lainnya yang diberikan suatu
analgetik. Hal ini dikarenakan kelompok selain kontrol yang diberi suatu
analgetik tertentu (kodein, asetosal, parasetamol, ibuprofen) sehingga jumlah
geliatnya lebih sedikit.
Setelah dilakukan pengamatan didapatkan data dimana kemampuan
daya analgetik dari ibuprofen lebih besar dari 3 obat yang lainnya, dimana
rata-rata daya analgetik ibuprofen sebesar 63,58%. Pada urutan kedua adalah
codein dengan rata-rata daya analgetik sebesar 60,77%. Paracetamol
memiliki rata-rata daya analgetik sebasar 49,71% sedangkan asetosal sebesar
41,30%. Secara teoritis urutan daya analgetik dari yang terbesar adalah
kodein, karena memiliki daya analgetik paling kuat yang bekerja langsung
disusunan syaraf pusat yang berinteraksi dengan reseptor opioit. Opioit akan
menghambat SSP sehingga tidak terjadi rangsangan berikutnya. Urutan daya
analgetik yang kedua yaitu asetosal karena kerjanya dengan menghambat
kerja dari prostaglandin dan menghambat rangsangan nyeri dari
hipotalamus. Urutan yang ketiga adalah ibuprofen karena kerjanya dengan
menghambat prostaglandin. kemudian yang terakhir adalah parasetamol
karena obat ini merintangi nyeri dengan cara menghambat prostaglandin.
G. KESIMPULAN
1. Analgetika adalah obat-obatan/zat-zat yang mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
2. Pada percobaan digunakan obat analgetik narkotik (kodein) dan
analgetik non narkotik ( asetosal, ibuprofen dan parasetamol).
3. Urutan daya analgetik sesuai dengan percobaan yang dilakukan yaitu
asetosal (41,30%), parasetamol (49,71%), kodein (60,77%), yang
terakhir adalah ibuprofen (63,58%).
H. DAFTAR PUSTAKA
Djamhuri, Agus.1995.Sinopsis Farmakologi. Hipokrates : Jakarta.
Fitrianingsih, Dwi. Farmakologi Obat-Obat dalam Praktek Kebidanan.
Mulia Medika : Yogyakarta.
Schmitz, Gery. 2008. Farmakologi dan Toksikologi edisi III. Buku
kedokteran : Jakarta.
Siswandono. 2008. Kimia Medisinal 2. Airlangga University Press :
Surabaya.
Tambayong, Jan.2002. Farmakologi untuk keperawatan. Widya Medika :
Jakarta.
Tim departemen Farmakologi FKUI.2007. Farmakologi dan Terapi.
FKUI:Jakarta.
Mengetahui
Dosen pembimbing
Yustisia A,S.Farm,Apt.
I. LAMPIRAN
1. Apa perbedaan obat analgesik narkotika dan analgetik non narkotika ?
Jawaban :
Analgetik narkotika : dapat menekan fungsi sistem syaraf pusat, daya
analgetiknya lebih kuat dibandingkan analgetik non narkotik, dapat
menimbulkan efek euforia dan rasa mengantuk
Analgetik non narkotika : obat-obat ini dinamakan analgetika perifer
karena tidak mempengaruhi susunan syaraf pusat, tidak menurunkan
kesadaran dan tidak mengakibatkan ketagihan. Daya analgetikanya
lebih rendah daripada golongan narkotika.
2. Bagaimana mekanisme kerja obat analgesik non narkotika ?
Jawaban :
Dengan menghalangi rangsang menuju pusat rasa sakit dan menekan
mediator nyeri.
3. Bagaimana mekanisme kerja obat analgesik-antipiretik dalam menurunkan
suhu tubuh ?
Jawaban :
Obat analgetik antipiretik merangsang pusat kontrol suhu di hipothalamus
mengakibatkan terjadinya dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi air
sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat sehingga suhu
tubuh menjadi turun.
4. Terangkan mengapa asam asetat dapat menimbulkan rasa nyeri (geliat) ?
Jawaban :
Karena pH tubuh dengan pH asam asetat berbeda yang mengakibatkan sel-
sel tubuh akan mengalami suatu reaksi dimana sel / jaringan tubuh akan
mengalami kerusakan sehingga merangsang mediator-mediator nyeri dan tubuh
akan merasakan sakit/nyeri. .